blok 16 (ibd)

27
Inflammatory Bowel Disease Jenis Kolitis Ulseratif Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 I. Pendahuluan Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari tiga jenis,yaitu Kolitis ulseratif, Penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan keduanya maka dimasukan dalam kategori Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara garis praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infekis, iskemia dan radiasi. 1 Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau kolon mengalami inflamasi dan ulserasi menghasilkan keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demam. Kolitis ulseratif dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi yang intermiten dari gejala. Serangan pertama dari penyakit ini masih mempunyai diagnosis banding yang luas sehingga untuk menegakkan diagnosisnya dilakukan dengan penapisan berbagai penyebab lain dan dengan pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolonoskopi dengan biopsi. Serangan pertama kolitis ulseratif mempunyai gejala prodromal yang lebih lama daripada penyakit infeksi akut. Bukti Halaman | 1

Upload: micco-joshua-apriano-p

Post on 13-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

1

TRANSCRIPT

Page 1: BLOK 16 (IBD)

Inflammatory Bowel Disease Jenis Kolitis Ulseratif

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

I. Pendahuluan

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran

cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD

terdiri dari tiga jenis,yaitu Kolitis ulseratif, Penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan keduanya

maka dimasukan dalam kategori Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara garis praktis

membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya

seperti infekis, iskemia dan radiasi.1

Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau kolon mengalami

inflamasi dan ulserasi menghasilkan keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demam. Kolitis

ulseratif dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi yang intermiten dari gejala. Serangan

pertama dari penyakit ini masih mempunyai diagnosis banding yang luas sehingga untuk

menegakkan diagnosisnya dilakukan dengan penapisan berbagai penyebab lain dan dengan

pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolonoskopi dengan biopsi. Serangan pertama kolitis ulseratif

mempunyai gejala prodromal yang lebih lama daripada penyakit infeksi akut. Bukti pendukung

diagnosis kolitis ulseratif adalah ketidak terlibatan usus kecil.

II. Epidemiologi

Inflammatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi di Negara-

negara Eropa atau Amerika. Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada

usia muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara perempuan dan

laki-laki. Selain adanya perbedaan geografis di atas, tampaknya orang kulit putih lebih banyak

terkena disbanding kulit hitam. IBD cenderung mengenai pada kelompok social tinggi, bukan

perokok, pemakai kontrasepsi oral dan diet rendah serat.1

Halaman | 1

Page 2: BLOK 16 (IBD)

Tidak dapat disangkal bahwa factor genetic memainkan peran penting dengan adanya

kekerapan anak kembar dan adanya keterlibatan familial. Secara umum diperkirakan bahwa

proses patogenis IBD diawali oleh adanya toksin, infeksi, produk bakteri, atau diet intralumen

kolen, yang terjadi pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh factor genetic, defek imun,

lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses inflamasi pada dinding usus.1

Belum ada data prevalensi dan insidensi IBD di Indonesia. Bila bertitik tolak pada data

endoskopi di Sub-bagian Gastroenterologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, di 20 kasus

KU dan 10 kasus PC dari 700 pemeriksaan kolonoskopi atas berbagai indikasi. Data di

masyarakat mungkin lebih tinggi daripada data yang ada di rumah sakit, mengingat sarana

endoskopi belum tersedia merata di pusat pelayanan kesehatan di Indonesia. Pada studi

prospektif di beberapa rumah sakit di Jakarta pada kasus yang dilakukan kolonoskopi atas

indikasi diare kronik, hematokezia, dan nyeri perut kronik (total 451 kasus), didapatkan KU

sebanyak 5,5 %, PC 2,0 %, dan 2,4 % indeterminate colitis.

III. Etiologi

Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum juga diketahui. Teori tentang apa penyebab

kolitis ulseratif sangat banyak, tetapi tidak satupun dapat membuktikan secara benar. Penelitian-

penelitian telah dilakukan dan membuktikan adanya kemungkinan lebih dari satu penyebab dan

efek kumulasi dari penyebab tersebut adalah akar dari keadaan patologis. Penyebabnya meliputi

herediter, faktor genetik, faktor lingkungan, atau gangguan sistem imun.

Kolitis ulseratif biasanya ditemukan pada kelompok usia 20-40 tahun, namun bisa terjadi

pada semua usia. Keluhan utama jarang timbull pertama kali pada usia diatas 65 tahun namun

mortilitasnya lebih tinggi. Saat datang, 30% pasien memiliki penyakit yang terbatas pada rectum,

dan 20% memiliki penyakit yang meluas. Diare intermiten dengan lender dan darah dalam tinja,

disertai demam dan remisi menjadi hamper normal, adalah gejala tersering.2

Ada tiga pola berbeda :2

a. Penyakit kadang-kadang timbul sebagai episode singkat diare ringan tanpa gejala lain

yang tampaknya mereda dengan cepat nemun bisa relaps kapan saja.

Halaman | 2

Page 3: BLOK 16 (IBD)

b. Biasanya, terdapat riwayat keadaan umum yang tidak baik selama berbulan-bulan atau

bertahun- tahun, dengan diare terus menerus-menerus atau intermiten. Dalam kasus ini

penyakit biasanya terbatas pada rectum dan kolon desenden, dan biasanya disebut

proktokolitis. Gejala umum bisa ringan atau berat. Sering timbul komplikasi sekunder.

c. Sekitar seperlima datang dengan episode diare berdarah akut berat dengan gejala

konstitusional berupa demam dan toksemia serta rasa tak enak di perut akibat mengkolon

toksik yang bisa berlanjut menjadi perforasi.2

IV. Patogenesis

Tidak dapat disangkal bahwa faktor genetic memainkan peranan penting dengan adanya

kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterikatan familial. Teori adanya

peningkatan permiabelitas epitel usus, terdapatnya anti neutrophil cytoplasmic autoantibodies,

peran nitrit oxide dan riwayat infeksi (terutama Mycobacterium paratuberculosis) banyak

dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal apa yang mencetuskan keadaan tersebut.

Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk antigen

(termasuk permiabelitas epitel usus), dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien IBD.

Secara umum diperkirakan bahwa proses pathogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi,

toksin, produk bakteri atau diet intralumenal kolon, yang terjadi pada individu yang rentan dan

dipengaruhi oleh faktor genetic, defek imun, lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses

inflamasi pada dinding usus.1

Beberapa factor predisposisi terjadinya IBD adalah :3

a. Faktor Genetik

Penderita IBD mempunyai factor predisposisi genetic. Penelitian epidemiologi

menunjukan bahwa 10-20% penderita IBD memiliki riwayat keluarga dengan IBD. Pada

kembar monozigot peluang untuk KU sekitar 6%-17%. Saat ini telah ditemukan beberapa

kelainan kromosom yang berhubungan dengan IBD. Kromosom 16 (gen IBDI) atau gen

CARD15 berhubungan dengan PC. Perinuklear antineutrophil antibody ditemukan 70%

penderita KU.

b. Faktor lingkungan

Halaman | 3

Page 4: BLOK 16 (IBD)

Beberapa agen infeksius diduga sebagai penyebab IBD. Tetapi sampai saat ini belum ada

data mengenai factor transmisi secara epidemic dan indeksius pada IBD. Factor

lingkungan lain yang juga diduga pencetus IBD adalah stress psikososial, factor makanan

seperti pajanan susu sapi, asupan serat kurang, dan zat toksin lingkungan.

c. Faktor imunologi

Pada IBD, setelah pajanan primer oleh antigen, system kekebalan akan mengalami

kelainan regulasi yang bersifat menetap dan mengakibatkan proses inflamasi. Sel Th 1

dan sitokin yang dihasilkan akan merangsang aktivasi magrofag dan pembentukan

granuloma, yang merupakan gambaran histology pada PC. Sebaliknya Th2 menghasilkan

IL-4,IL-5,IL-6, dan IL-10, akan merangsang antibody-mediated immune respons. Hal ini

akan mengakibatkan kerusakan jaringan oleh aktifasi antibody dan komplemen sering

ditemukan pada KU

d. Integritas Epitel

Kelainan barier epitel mukosa menyebabkan peningkatan pajanan antigen terhadap

system kekebalan usus. Ini di duga menjadi factor inisial pada IBD.3

V. Gambaran klinik

Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manidestasi klinis

IBD yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti arthritis, uveitis,

pioderma gangrenosum, eritema nodosum, dan kolangitis. Di samping itu tentunya disertai

dengan gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak keadaan patologis yang ada

seperti gangguan nutrisi. Gtambaran klinis KU relative lebis seragam dibandingkan gambaran

klinis pada PC. Hal ini disebabkan distribusi anatomic saluran cerna yang terlibat pada KU

adalah kolon, sedangkan pada PC lebih bervariasi yaitu dapat melibatkan atau terjadi pada semua

segmen saluran cerna, mulai dari mulut sampai anorektal.1

Tabel 1. Gambaran Klinis IBD1

Colitis Ulseratif Penyakit Chorn

Gejala dan tanda :

o Diare kronik

o Perdarahan per anum

++

++

++

+

Halaman | 4

Page 5: BLOK 16 (IBD)

o Nyeri perut

o Adanya massa intraabdomen

o Terjadinya fistula

o Timbul striktur/stenosis usus

o Keterlibatan usus halus

o Keterlibatan rectum

o Menifestasi ekstraintestinal

o Komplikasi megakolon toksik

+

0

+/-

+

+/-

95%

+

+

++

++

++

++

++

50%

+

+/-

Patologi :

o Lesi bersifat segmental

o Bersifat transmural

o Didapatkan granuloma

o Terjadi proses fibrosis

o Terjadi fistula

0

+/-

0

+

+/-

++

++

50%

++

++

Ket : (++) Sering, (+) Kadang-Kandang, (+/-) Jarang, (0) Tidak

Perjalanan klinik IBD ditandai oleh fase aktif dan remisi. Fase remisi ini dapat

disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan. Dengan sifat perjalanan

klinik IBD yang kronik-eksaserbasi-remisi, diusahakan suatu criteria klinik sebagai gambaran

aktivitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan maupun menetapkan fase

remisi.1

Terdapat tiga tipe klinis kolitis ulseratif yang sering terjadi, yan dikaitkan dengan

seringnya gejala. Kolitis ulseratif akut fulminan ditandai dengan awitan mendadak dan disertai

pembentukan terowongan dan pengelupasan mukosa, menyebabkan keilangan banyak darah dan

mukus. Jenis kolitis ini terjadi pada sekitar 10% penderita.

Bentuk ringan penyakit ditandai oleh serangan singkat yang terjadi dengan interval

berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung selama 1-3 bulan. Mungkin hanya

terdapat sedikit atau tidak ada demam atau gejala- gejala konstitusional, dan biasanya hanya

kolon bagian distal yang terkena. Demam atau gejala sistemik dapat timbul pada bentuk yang

Halaman | 5

Page 6: BLOK 16 (IBD)

lebih berat dan serangan dapat berlangsung selama 3-4 bulan, kadang-kadang digolongkan

sebagai tipe kronik kontinyu, penderita dibandingan dengan tipe intermiten, kolon yang terkena

cenderung lebih luas dan lebih sering terjadi komplikasi terus-menerus diare setelah serangan

permulaan. Pada kolitis ulseratif ringan, diare mungkin ringan dengan perdarahan ringan dan

intermitten. Pada penyakit yang berat defekasi dapat lebih dari 6 kali seharidisertai banyak darah

dan mukus. Kehilangan banyak darah dan mukus yang kronik dapat mengakibatkan anemia dan

hipoproteinemia. Nyeri kolik hebat ditemukan pada abdomen bagian bawah dan sedikit mereda

setelah defekasi. Sangat sedikit kematian yang disebabkan penyakit ini tapi dapat menimbulkan

cacat ringan atau berat.

Tabel 2. KriteriaTruelove untuk KU3

Variabel Ringan Berat Fulminan

Diare/hari <4 >6 >10

Feses berdarah Intermiten Sering Selalu

Suhu (°C) Normal >37,5 >37,5°C

Nadi/menit Normal >90 >90

Hemoglobin Noemal <75% normal Perlu transfuse

Laju endap darah >30(mm/jam) >30 (mm/jam) >30 (mm/jam)

Radiografi kolon Udara

edematous,thumbprinting

Dilatasi

Tanda klinik Abdominal tenderness Abdominal

distension and

tenderness

Pada IBD ada manifestasi klinis ekstraintestinal, antara lain:3

a. Tulang : arthritis perifer, ankylosing spondilitis dan sakrolitis

b. Kulit : eritema nodusum, pioderma gangrenosum, kutaneus penyakit crohn

c. Mata : episkleritis, iritis, uveitis

d. Hati : fatty liver, perikolangitis, kolangiokarsinoma, hepatitis kronik

e. Lainnya : autoimun hemolitik anemia, flebitis, emboli paru

Halaman | 6

Page 7: BLOK 16 (IBD)

VI. Pemeriksaan Penunjang

VI.1. Laboratorium

Sampai saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik sebagai dasar

diagnosis IBD maupun untuk membedakan KU dengan PC. Data laboratorium lebih banyak

berperan untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan dampaknya pada status nutrisi pasien.

Parameter yang banyak dipakai adalah kadar hemoglobin, hematokrit, kadar besi serum untuk

menilai kehilangan darah dalam usus, laju endap darah untuk menilai aktivitas inflamasi serta

kadar albumin serum untuk status nutrisi, serta C reactive protein yang dapat dipakai juga

sebagai parameter aktivitas penyakit.

Juga tidak terdapat perbedaan yang spesifik antara gambaran laboratorium PC dan KU.

Data laboratorium lebih banyak berperan untuk menilai derajat aktifitas penyakit dan dampaknya

pada status nutrisi pasien. Penurunan kadar Hb, Ht dan besi serum dapat menggambarkan derajat

kehilangan darah leawat saluran cerna. Tingginya laju endap darah dan C reactive protein yang

positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar albumin mencerminkan status

nutrisinya yang rendah.1

VI.2. Endoskopi

Endoskopi mempunyai peran penting dalam diagnosis maupun penatalaksanaan kasus

IBD. Akurasi diagnostic kolonoskopi pada IBD adalah 89% dengan 4% kesalahan dan 7% hasil

yang meragukan.

Pada dasarnya KU merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon secara difus dan

kontinyu, dimulai dari rectum dan menyebar ke proksimal. Sedangkan PC bersifat transmural,

segmental dan dapat terjadi di saluran cerna bagian atas, usus halus, ataupun kolon.

Dari data kolonoskopi pada beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokasi KU

adalah 80% pada rectum dan rektosigmoid, 12% kolonsebelah kiri dan 8% melibatkan seluruh

kolon (pan-kolitis). Sedangkan PC, 11% terbatas pada ileum terminal, ileo-kolon 33%, dan kolon

56%. Ileo-saekal merupakan predileksi beberapa penyakit yaitu TBC, amebiasis, PC, dan

keganasan. Data di Jakarta memperlihatkan bahwa pada temuan lesi per-kolonoskopik yang

Halaman | 7

Page 8: BLOK 16 (IBD)

terbatas pada ileo-saekal disebabkan oleh 17,6% PC, 23,5% TBC, 17,6% amebiasis, dan 35,4%

colitis infektif.1

Tabel 3. Gambaran Lesi Inflamasi IBD Secara Endokopik1

Colitis ulseratif Penyakit Crohn

Lesi inflamasi (edema, eritema, erosi, dll) :

Bersifat kontinyu

Adanya skip area (adanya mukosa normal

di antara lesi)

Keterlibatan rectum

Lesi mudah berdarah

Mukosa granular

Cobblestoned appearece/pseudo polip

+++

0

+++

+++

+++

+

+

+++

+

+

+

+++

Sifat ulkus :

Terdapat pada mukosa yang inflamasi

Keterlibatan ileum (ada lesi di ileum)

Lesi ulkus berukuran diskrit

Bentuk ulkus :

- Diameter > 1cm

- Dalam

- Bentuk linier (longitudinal)

- Aphloid

+++

0

+

+

+

+

0

+

++++

+++

+++

++

+++

++++

Ket : (++) Sering, (+) Kadang-Kandang, (+/-) Jarang, (0) Tidak

VI.3. Radiologi

Teknik pemeriksan radiologi kontras merupakan pemeriksaan diagnostic pada IBD yang

saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan striktur,

Halaman | 8

Page 9: BLOK 16 (IBD)

fistula, mukosa yang irregular, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan distenbilitas

lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangnya haustrae. Interpretasi radiologi

merupakan kontraindikasi pada KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik. Foto

polos abdomen secara sederhana dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yaitu tampak lumen

usus yang melebar tanpa material feses di dalamnya. Untuk menilai keterlibatan usus halus

dapat dipakai metode enterocolytis yaitu pemasangan kanul nasogastrik sampai melewati

ligamentum Treitz sehingga barium dapat dialirkan secara kontinyu tanpa terganggu oleh

kontraksi pylorus. Peran CT scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada PC dalam

mendeteksi adanya abses ataupun fistula.1

VI.4. Histopatologi

Spesimen yang berasal dari operasi lebih mempunyai nilai diagnostic dari pada specimen

yang diambil secara biopsy per-endoskopik. Terlebih lagi bagi PC yang lesinya bersifat

transmural sehingga tidak dapat dijangkau dengan teknik biopsy per-endoskopik. Gambaran khas

untuk KU adalah adanya abses kripti, distorsi kripti, infiltrasi sel monoukleus dan

polimorfonuklear di lamina propia. Sedangkan pada PC adanya granuloma tuberkuloid (terdapat

20-40% kasus) merupakan hal yang karakteritik disamping adanya infiltrasi sel makrofag dan

limfosit di lamina propia serta ulserasi yang dalam.

VII. Alur diagnosis1,3

Secara praktis diagnosis IBD didasarkan pada :

Anamnesis yang akurat mengenai adanya perjalanan penyakit yang akut disertai

eksaserbasi kronik-remisi diare, kadang berdarah, nyeri perut, serta ada riwayat keluarga.

Anamnesis yang lengkap tentang gejala gastrointestinal, gejala sistemik, riwayat

keluarga, gagal tumbuh, adanya keterlambatan perkembangan dan kematangan seksual

serta manifestasi ekstraintestinal.

Gambaran klinik yang sesuai

Data laboratorium yang menyingkirkan penyebab inflamasi lain, terutama untuk

Indonesia, adanya infeksi gastrointestinal. Eksklusi penyakit tuberculosis sangat penting

mengingat gambaran kliniknya mirip dengan PC. Tidak ada parameter yang spesifik

untuk IBD

Halaman | 9

Page 10: BLOK 16 (IBD)

Temuan endoskopik yang karakteristik dan didukung konfirmasi histopatologik

Temuan gambaran radiologic yang khas

Pemantauan perjalanan klinik pasien yang bersifat akut-remisi-eksaserbasi kronik.

VIII. Diagnosis Kolitis Ulseratif

Anamnesis : Laki-laki 36 tahun datang dengan nyeri perut sejak 1 tahun hilang timbul,

terakhir kambuh 1 minggu yang lalu. Kadang-kadang diare berdarah

Pemeriksaan fisik : nyeri tekan LLQ.

Laboratorium Hb 10 g/dL, leu 11.100/uL, lain-lain dalam batas normal. Feses lengkap:

darah +, lender +.

IX. Diagnosis banding

IX.1. Kolitis infeksi4

Merupakan peradangan kolon yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica.

Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai berat

dengan gejala klinis menyerupai colitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien

amebiasis adalah sebagai berikut :

a. Carrier : ameba tidak mengadakan infasi kedinding usus, tanpa gejala, atau hanya

keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadadng diare.

Sembilan puluh persen pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10%)

berkembang menjadi colitis ameba.

b. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan

dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lender, keadaan umum pasien

baik.

c. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali, dengan

nyeri spontan

d. Disentri ameba berat : diare yang disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia

e. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan, diselingi dengan

periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,

neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan

yang sukar dicerna.

Halaman | 10

Page 11: BLOK 16 (IBD)

Diagnosis. Terdapat eritrosit dalam tinja, pemeriksaan kemudian dilanjutkan

dengan pemeriksaan tinja segar yang diberi garam larutan fisiologis, dilakukan minimal 3

spesimen tinja yang terpisah untuk menemukan adanya bentuk trofozoid. Colitis amebic

sangat perlu dibedakan dengan colitis ulserosa atau colitis crohn karena pemberian

kortikosteroid pada colitis amebic menyebabkan penyebaran organism dengan cepat dan

dapat menimbulkan kematian pasien.4

IX.2. Diverticulitis

a. Divertikulitis Akut

Adanya diverticulitis akut menimbulkan keluhan nyeri perut bawah(bila lokasinya

sigmoid), demam dan leukositosis, namun ketiga gejala ini tidak spesifik. Inflamasi

yang terjadi dapat bervariasi mulai dari local subklinis hingga peritonitis generalisata.

Diverticulitis dapat mengalami komplikasi segera maupun komplikasi jangka

panjang. Komplikasi segera meliputi pembentukan abses, peritonitis, obstruksi,

fistula, dan perdarahan. Infeksi yang ditimbulkan dapat menyebar secara local atau

juga melalui vena porta menimbulkan abses hati, bahkan bisa mengenai sendi

panggul. Pemeriksaan fisik pada penyakit ini tidak member tanda fisik pada fase

asimptomatik. Bila ditemukan nyeri rebound pada palpasi maka ini menunjukan

iritasi-inflamasi peritoneal akibat mikroperforasi atau makroperforasi hingga

peritonitis generalisata. Kemungkinan teraba massa bila proses inflamasi menjadi

flegmon atau abses. Perforasi terjadi bila tekanan intraluminal meningkat atau oleh

karena divertikel tersumbat oleh feses sehingga terjadi erosi pada dinding divertikel,

yang berlanjut dengan inflamasi, nekrosis fokal, dan berakhir dengan perforasi.

b. Nyeri abdomen kronik

Sebagian divertikulosis menimbulkan keluhan nyeri abdomen kronik, yang

umumnya berlokasi di kiri bawah. Sebagian kasus terdiagnosis sebagai sebagai

sindrom kolon iritabel (SKI). Selain keluhan nyeri, penyakit divertikular kronik bisa

menimbulkan diare. Peningkatan sitokin proinflamatori dan TNF mengakibatkan

inflamasi mukosa yang bersifat kronik ringan, dan menimbulkan keluhan nyeri

abdomen bawah, bloating, tenesmus dan diare.

c. Segmental colitis associated with diverticula (SCAD)

Halaman | 11

Page 12: BLOK 16 (IBD)

SCAD adalah bentuk khusus dari colitis kronik yang terbatas pada area kolon

dengan divertikel. Keluhan umumnya menyerupai IBD yaitu adalah nyeri abdomen

kronik dengan perdarahan rectal yang intermiten, namun pada kolonoskopi hanya

didapatkan mukosa yang friable, tidak ditemukan aphthous ulcerations yang khas

pada penyakit Cronh. Gambaran kolonoskopi yang khas dari SCAD ini adalah colitis

kronik fokal tanpa granuloma, dan mengenai mukosa pada area interdivertikular.

Beberapa studi juga juga mendapatkan perbaikan keluhan dengan pemberian 5-ASA.5

IX.3. Irritable Bowel Syndrome

Diagnosis IBS menggunakan criteria Rome III, criteria ini didasarkan pada

adanya keluhan berupa rasa tidak nyaman atau nyeri yang telah berlangsung sedikitnya

selama 3 hari/bulan selama 3 bulan pertama dan telah berlangsung dalam 3 bulan terakhir

dan tidak bisa dijelaskan oleh adanya abnormalitas secara kelainan struktur maupun

biokimiawi. Selain itu terdapat 2 dari 3 hal berikut ini yaitu nyeri hilang setelah defekasi,

perubahan frekuensi dari defekasi (diare/konstipasi) atau perubahan dari bentuk feses.

Diare juga gejala utama IBS yang selalu membawa pasien untuk datang ke dokter, IBS

yang tipe konstipasi biasanya juga disertai oleh kembung serta rasa tidak nyaman diulu

hati. Pada pasien IBS dengan dominasi keluhan diare pemerikasaan kolonoskopi diikuti

biopsy mukosa kolon perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya colitis mikroskopik.

Selain criteria Roma III, secara praktis juga sering digunakan criteria Manning.6

Tabel. 4 Kriteria IBS berdasarkan Rome III6

Nyeri atau tidak nyaman diperut yang berulang sedikitnya 3 hari per bulan selama 3 bulan

terakhir disertai gejala berikut :

- Membaik dengan defekasi

- Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi defekasi

- Onset berhubungan perubahan bentuk feses.

Tabel. 5 Kriteria Manning6

Gejala yang sering didapat pada penderita IBS yaitu :

- Feses cair pada saat nyeri

Halaman | 12

Page 13: BLOK 16 (IBD)

- Frekuensi buang air besar bertambah pada saat nyeri

- Nyeri berkurang setelah buang air besar

- Tampak abdomen distensi

Dua gejala tambahan yang sering muncul pada pasien IBS :

- Lender saat buang air besar

- Perasaan tidak lampias saat buang air besar

IX.4. Karsinoma kolon3

Gejala dan tanda yang menunjukan predileksi tinggi terhadap adanya kanker

kolon dan rectum, dari keluhan utama dan pemeriksaan klinis:

Perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/ atau diare selama

minimal 6 minggu (semua umur)

Perdarahan peranum tanpa gejala anal (diatas 60 tahun)

Peningkatan frekuensi defikasi atau diare selama minimal 6 minggu (diatas 60 tahun)

Massa teraba pada fossa iliaca dektra (semua umur)

Massa intra luminal didalam rectum

Tanda-tanda obstruksi mekanik usus (ileus obstruksi)

Setiap penderita dengan anemia defisiensi Fe (Hb<11 gr % pada pria dan Hb <10gr %

pada wanita psaca menopause)3

IX.5. Demam typoid

Keadaan umum biasanya pada pasien typhoid mengalamibadan lemah,panas,

pucat,mual, perut tidak enak, anoreksia. Konjungtiva anemia, lidah kotor, ditepi dan

ditengah merah. Didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. Pada system kardiovaskuler

biasanya pada pasien dengan typhoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat

akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.

System integument kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak. Pada

pasien typhoid kadang-kadang diare atau konstipasi,produk kemih pasein bisa mengalami

penurunan.7

IX.6. Tuberkulosis abdomen

Halaman | 13

Page 14: BLOK 16 (IBD)

Gejala kilnis dapat bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Tb abdominal dapat

timbul secra kaut, kronik maupun acute on chronic. Keluhan umumnya adalah nyeri,

gejala konstitusional berupa demam, berat badan turun, diare dan konstipasi. Nyeri perut

dapat berupa kolik bila terjadi gangguan pada lumen, bisa juga nyeri visceral yang

bersifat tumpul dan menetap bila mengenai kelenjar getah bening mesenterium. Keluhan

lain adalah batuk, demam, keringat malam, anoreksia, kelelahan, berat badan menurun,

dan diare.Tb usus dapat memberikan keluhan yang bervariasi berdasarkan lokasinya

yaitu:8

Tb esophagus : demam ringan, disfagia, odinofagia, ulkus. Gejala ini mirip

dengan karsinoma esophagus

Tb gastroduodenale : gejala yang ditimbulkan mirip dengan ulkus peptic namun

riwayat keluhan lebih singkat dan tidak respon terhadap obat antiasam.

Tb ileosekal (merupakan yg terbanyak) : gejala umum nyeri kolik dan muntah.

Dapat ditemukan masa dikuadran kanan bawah. Komplikasi yang terjadi adalah

obstruksi, perforasi, dan malabsorbsi

Tb kolonik segmental : yaitu Tb yang mengenai kolon tanpa melibatkan ileosekal.

Umumnya mengenai sigmoid, kolon asendens dan kolon transversum. Keluhan

tersering adalah nyeri dan perdarahan. Perdarahan masih jarang terjadi, yang

paling sering adalah demam, anoreksia, berat badan turun dan perubahan pola

buang air besar.

Tb rectal anal (jarang ditemukan) : keluhan utama Tb rectal adalah hematokezia,

gejala konstitusional, dan konstipasi.

X. Pengobatan1,3

Mengingat bahwa etiologi dan pathogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih

ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi (kalau tidak dapat dihilangkan sama

sekali)

X.1 Pengobatan umum

Dengan dugaan adanya faktor/agen pro-inflamasi dalam bentuk bakteri

intraluminal dan komponen diet sehari-hari yng dapat mencetuskan proses inflamasi

kronik pada kelompok orang yang rentan, diusahakan mengeliminasi hal tersebut dengan

Halaman | 14

Page 15: BLOK 16 (IBD)

cara pemberian antibiotic, lavase usus, mengikat produksi bakteri, mengistirahatkan kerja

usus, dan perubahan pola diet. Metroniazol cukup banyak diselidiki dan cukup

bermanfaat pada PC dalam menurunkan derajat aktivitas penyakitnya. Sedangkan pada

KU jarang digunakan antibiotic sebagai terapi terhadap agen pro-inflamasinya.

Disamping beberapa konstituen diet yang harus dihindari karena mencetuskan serangan

(seperti wheat, cereal yeast, dan produk peternakan), terdapat konstituen yang bersifat

anti oksidan yang dalam penelitian terbatas terlihat bermanfaat pada kasus IBD yaitu

glutamine dan asam lemak rantai pendek. Mengingat penyakit ini bersifat kronik

eksaserbasi, edukasi pada pasien dan keluarganya mempunyai peranan penting. (Hanaver,

1997)

X.2. Obat golongan kortikosteroid

Sampai saat ini glukokortikoid merupakan oba pilihan untuk PC (semua derajat)

dan KU derajat sedang berat. Pada umumnya pilihan jatuh pada prednisone,

metilprednisolon (keduanya bentuk oral) atau hidrokortison enema. Pada keadaan berat

dapat diberikan secara parenteral. Dengan tujuan memperoleh konsentrasi steroid local di

usus yang tinggi dengan efek sistemik (dan efek sampan) yang renda, telah dicoba

golongan glukokortikoid non-istemik untuk pengobatan IBD. Aplikasi rectal/enema

diprioritaskan pada KU distal, sedangkan untuk PC dipakai preparat oral lepas lambat.

Termasuk golongan ini antara lain budesonid oral/enema. Dosis rata-rata yang banyak

digunakan adalah setara prednisone 40-60 mg per hari dan bila remisi telah tercapai

dilakukan tapering dose dalam waktu 8-12 minggu. (Hanaver, 1997)

X.3. Obat golongan asam amino salisilat

Pemakaian aminosalisilat telah lama mapan pada pengobatan IBD. Preparate

Sulfasalazin (ikatan azo dari sulfapiridin dan aminosalisilat) di dalam usus akan dipecah

menjadi sulfapirin dan 5 amino salicylic acid (5-ASA). Telah diketahui bahwa yang

bekerja sebagai anti-inflamasi pada IBD adalah 5-ASA. Saat ini tersdia preparate 5-ASA

murni, baik dalam bentuk lepas lambat pada ph>5 (di Indonesia Salofalk) maupun ikatan

diazo. Baik sulfasalazin maupun 5-ASA mempunyai efektifitas yang relative sama pada

IBD, hanya dilaporkan efek samping yang terjadi diakibatkan komponen sulfapiridin.

Halaman | 15

Page 16: BLOK 16 (IBD)

Dosis oral rata-rata yang banyak digunakan adalah 2-4 gram per hari, yang kemudian

dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sesuai dengan kondisi pasien.

X.4. Obat golongan imunosupresif

Bila dengan 5-ASA dan glukokortikoid gagal dicapai remisi, alternative lain

adalah penggunaan obat imunosupresif seperti 6-merkaptopurin (1,5 mg/KgBB/hari/oral),

azatioprin, siklosporin, dan metotreksat.

Surgikal. Peran surgical bila pengobatan konservatif/medikamentosa gagal atau

terjadinya komplikasi (perdarahan, obstruksi ataupun megakolon toksik).

XI. Komplikasi1,9

Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi:

Perforasi usus yang terlibat

Terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis

Megakolon toksik (terutama pada KU)

Perdarahan

Degenerasi maligna. Diperkirakan resiko terjadinya kanker pada IBD lebih kurang 13%.

XII. Prognosis1

Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan eksaserbasi.

Cukup banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam jangka waktu lama.

Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap

pengobatan konservatif.

XIII. Kesimpulan

Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus

gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus

dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering

berhubungan dengan gejala klinis ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ

seperti kulit, muskuloskeletal, hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh

Halaman | 16

Page 17: BLOK 16 (IBD)

kembang, maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis

IBD

Sebagaimana kasus yang didiagnosa sebagai kolitis ulseratif yang merupakan suatu

penyakit menahun di usus besar, yang mengalami peradangan dan luka, sehingga menyebabkan

diare berdarah, kram perut dan demam. Kolitis ulseratif bisa dimulai pada usia berapapun, tetapi

biasanya dimulai atara usia 15-30 tahun.

Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon sistem

kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya kolitis ulseratif.

Kebanyakan gejala kolitis ulseratif pada awalnya adalah berupa buang air besar lebih sering.

Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah.

Halaman | 17

Page 18: BLOK 16 (IBD)

Daftar Pustaka

1. Djojoningrat D. Inflammatory bowel disease: Alur diagnosis dan pengobatannya di

Indonesia. Dalam : Sudoyo A W, Setioyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam

FKUI; 2011.hlm.591-7

2. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi 6. Jakarta: Penerbit

Erlangga;2005.hml.257

3. Ndraha S. Penyakit inflamasi kolon. Dalam : Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Edisi 1.

Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.hlm.59-67

4. Qesman N. Kolitis infeksi. Dalam : Sudoyo A W, Setioyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,

Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2011.hlm.560-561

5. Akil H.A.M. Penyakit divertikular. Dalam : Sudoyo A W, Setioyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Pusat

Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2011.hlm.604

6. Manan C, Syam A F.Irritable bowel syndrome. Dalam : Sudoyo A W, Setioyohadi B,

Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5 Jilid 1.

Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2011.hlm.583-5

7. Santoso M. Kapita selekta ilmu penyakit dalam. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan

Diabetes Indonesia; 2004.h.1-17

8. Ndraha S. Tuberkulosis abdominal. Dalam : Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Edisi 1.

Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.hlm.95

9. Betz C L, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatric. Edisi 5. Jakarta :EGC ;2009.

hlm.219-22

Halaman | 18