makalah 1.docx
TRANSCRIPT
EVALUASI DAN PENILAIAN
DALAM KINERJA KEPERAWATAN
( Untuk memenuhi tugas Manajemen Keperawatan)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi
tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu
tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui
kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya
secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak
terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak
akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Evaluasi merupakan bagian penting dari administrasi yang efektif dalam suatu organisasi.
Hal ini suatu proses bantuan kepada staf untuk mencapai tujuan organisasi. Hasil yang
diharapkan dikaitkan dengan standar yang digunakan dalam pelayanan kesehatan akan
bermakna apabila tujuan dapat dicapai dengan hasil yang baik. Hasil tersebut sangat tergantung
pada kualitas kinerja yang ditampilkan oleh klinisi, termasuk perawat dan bidan. Oleh sebab itu
salah satu bagian yang penting dalam proses manajemen adalah melakukan monitoring untuk
mengetahui bagaimana perawat dan bidan melakukan pekerjaannya.
Dalam melakukan monitoring kinerja perawat dan bidan, perlu ada seorang koordinator
untuk perawat dan koordinator untuk bidan. Dengan demikian diharapkan kinerja perawat dan
bidan dapat dipertanggungjawabkan dan segera diketahui bila terjadi penyimpangan, namun
keputusan harus dibuat berdasarkan informasi yang lengkap. Hasil monitoring ini harus
dilaporkan dan bila terdapat penyimpangan segera ditindaklanjuti tetapi sebaliknya bila terdapat
peningkatan kinerja perlu diberikan penghargaan. Monitoring merupakan bagian dari evaluasi
yang dilakukan dalam proses kegiatan/evaluasi formatif. Sedangkan evaluasi selain berisi
monitoring juga melihat kembali kegiatan yang dilakukan secara keseluruhan/evaluasi sumatif.
Perubahan yang begitu cepat dalam pelayanan kesehatan, peningkatan kebutuhan
masyarakat akan pelayanan dan keterbatasan sumber daya, telah mendorong kearah tersedianya
pelayanan yang berkualitas dengan melaksanakan sesuatu yang benar pada saat yang tepat
dengan upaya yang sesuai. Prinsip ini perlu diterapkan sehingga diperlukan adanya jaminan
mutu, standar, indikator kinerja, uraian tugas serta sistem monitoring dan evaluasi yang
berdasarkan standar dan kebutuhan pelayanan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
konsep evaluasi kinerja.
B. Tujuan
Tujuan Umum :
Menjelaskan evaluasi dan penilaian dalam proses keperawatan
Tujuan Khusus :
Setelah mengkuti kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan definisi kinerja, evaluasi dan penilaian kinerja
b. Menjelaskan tujuan kinerja, evaluasi dan penilaian kinerja
c. Menjelaskan manfaat penilaian kinerja
d. Menjelaskan model penilaian kinerja
e. Menjelaskan metode penilaian kinerja
f. Menjelaskan hasil dari evaluasi
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kinerja
Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar
banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa
diantaranya :
Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi- fungsi pekerjaan atau
kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993 dalam As’ad,
2003).
Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan
pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986 dalam As’ad, 2003). Sementara As’ad, (2003)
mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Sedangkan Yaslis Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja
pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja
perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks
dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu:
1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau
kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).
Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang
dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come). Bila disimak
lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang
mengolah in-put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur
hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam
kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja
mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat
tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara
lain :
1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat
sosial dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system).
B. Pengertian Evaluasi
1. World Health Organization (WHO)
Merumuskan evaluasi sebagai suatu proses dari pengumpulan dan analisis informasi
mengenai efektivitas dan dampak suatu program dalam tahap tertentu sebagai bagian atau
keseluruhan dan juga mengkaji pencapaian program.
2. Swansburg (1996)
Menyatakan bahwa evaluasi kinerja adalah suatu proses pengendalian dimana
kinerja pegawai dievaluasi berdasarkan standar.
3. Curtis, Dan B; Floyd, James J.; Winsor, Jerryl L
Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif
atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya
orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.
4. Suharsimi Arikunto (2004 : 1)
Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang
tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan
informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan
yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan
5. Worthen dan Sanders (1979 : 1)
Evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga
tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur
tertentu. Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal
tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah
mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai
dengan keinginannya semula.
Banyak orang berfikir bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan di akhir
suatu program/proyek dan itu tidak membutuhkan pikiran yang serius , pendapat ini adalah
suatu hal yang salah karena evaluasi membutuhkan perencanaan sebelum mengerjakan suatu
program /proyek dan termasuk evaluasi formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama program atau kegiatan
berlangsung dan ini dikaitkan dengan proses monitoring.Informasi yang diperoleh dari
monitoring memungkinkan untuk dapat membuat dan menetapkan tentang bagaimana
program tersebut dapat berjalan atau bagaimana sebaiknya proses untuk mencapai tujuan;
contoh monitoring dari suatu pencapaian artinya bahwa anda dapat terus menerus mengkaji
ulang kemajuan dan mengidentifikasi sesuatu untuk menyakinkan bahwa hal itu realistik
dan dapat dicapai dan dimodifikasi atau bila perlu memperbaikinya sementara program
masih berjalan.
C. Pengukuran Kinerja.
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau
pimpinan. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki
keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
kinerja mereka. Menurut Handoko (2003), Yaslis Ilyas (2002), secara garis besar ada beberapa
metode penilaian kinerja karyawan :
1. Rating Scale
Evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang membandingkan hasil
pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.
2. Checklist
Yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi beban penilai.
Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja
karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor.
Metode ini bias memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar
penilaian berisi item-item yang memadai.
3. Metode peristiwa kritis (critical incident method)
Penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku
karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-
catatan ini disebut peristiwa kitis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan
balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.
4. Metode peninjauan lapangan (field review method)
Seseorang ahli departemen main lapangan dan membantu para penyedia dalam
penilaian mereka. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan
langsung tentang kinerja karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas
dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk direview, perubahan,
persetujuan dan serubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa
mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan.
5. Penilaian didasarkan perilaku
Penilaian kinerja yang didasarkan uraian pekerjaan yang sudah dibuat sebelumnya.
Uraian pekerjaan itu menentukan perilaku apa saja yang diperlukan oleh pegawai untuk
melaksanakan pekerjaan itu.
6. Tes dan observasi prestasi kerja
Bila jumlah pekerja terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes
pengetahuan dan keterampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar
berguna tes harus reliable dan valid. Metode evaluasi kelompok ada tiga:ranking,
grading, point allocation method.
7. Method ranking
Penilai membandingkan satu dengan karyawan lain siapa yang paling baik dan
menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode
ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan
kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan
penjelasannya.Grading, metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para
karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus
diletakkan pada setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading
penilai diberikan sejumlah nilai total dialokasikan di antara para karyawan dalam
kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan
kinerja lebih jelek. Kebaikan dari metode ini, penilai dapat mengevaluasi perbedaan
relatif di antara para karyawan, meskipun kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect)
dan bias kesan terakhir masih ada.
D. Tujuan kinerja
1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi
tingginya. Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja
staf.
2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui
prestasi pribadi.
3. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan,
sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.
E. Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah :
1. Menentukan kompetensi pekerjaan.
2. Meningkatkan kinerja dengan menilai dan mendorong hubungan yang baik diantara pegawai
(perawat dan bidan).
3. Menghargai pengembangan staf dan memotivasi pegawai kearah pencapaian kualitas yang
tinggi.
4. Menggiatkan konseling dan bimbingan dari manajer.
5. Memilih perawat dan bidan berkualitas untuk pengembangan dan peningkatan gaji.
6. Mengidentifikasi ketidakpuasan pegawai.
Secara umum Sistem Manajemen Kinerja Klinis memberi kerangka kerja pengembangan
program melalui; kinerja yang disadari (performance awareness), pengukuran kinerja
(performance measurement) dan peningkatan kinerja (performance improvement).
F. Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja menurut Handoko (2001), dan Siagian (2001) adalah sebagai berikut :
1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja
Umpan balik pelaksanaan kerja mernungkinkan karyawan, manajer dan departemen
personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan
kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan
Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu
atau antisipasinya
4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan
Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan.
Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus
dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karir
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur
karir tertentu yang harus diteliti.
6. Mendeteksi penyimpangan prosesstaf fing
Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan
prosedurstaffing departemen personalia.
7. Melihat ketidakakuratan informasional
Prestasi kerja yanng jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam
informasi analisis jabatan, rencana sumberdaya manusia, atau komponen-komponen lain
sistem informasi manajemcn personalia. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat
dapat menyebabkan keputusan-kcpulusan personalia tidak tepat.
8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
9. Menjamin kesempatan kerja yang adil
Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
10. Melihat tantangan-tantangan ekternal
Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan
kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.
Dengan adanya penilaian kinerja terhadap karyawan dapat diketahui secara tepat apa yang
sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja karyawan dapat
disusun rencana, strategi dan menentukan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan
dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak manajemen, kinerja sangat
membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi,
pemutusan hubungan kerja, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan mempertahankan
status akreditasi perguruan tinggi yang telah diperoleh.
Berdasarkan manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian prestasi kerja yang dilakukan
secara tidak tepat akan sangat merugikan karyawan dan organisasi. Karyawan dapat menurun
motivasi kerjanya karena hasil penilaian kinerja yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya.
Dampak motivasi yang menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat
mempengaruhi proses pelayanan. Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja yang tidak tepat akan
mempengaruhi pengambilan keputusan kepegawaian yang tidak tepat, misalnya promosi.
G. Kinerja Klinis
Pengembangan dan managemen kinerja pada dasarnya sebuah proses dalam managemen
sumber daya manusia. Implikasi dari kata "manajemen" berarti proses diawali dengan
penetapan tujuan dan berakhir dengan evaluasi. Kata "klinis" menunjukkan bahwa kegiatan
yang dilaksanakan berada pada tatanan pelayanan langsung kepada asuhan pasen.
Secara garis besar ada lima kegiatan utama yaitu:
1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh seorang perawat/bidan
dan disepakati oleh atasannya. Rumusan ini mencakup kegiatan yang dituntut untuk
memberikan kontribusi berupa hasil kerja (outcome).
2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai dalam kurun waktu
tertentu, termasuk penetapan standar prestasi dan tolak ukurnya.
3. Melakukan "monitoring", koreksi, memfasilitasi serta memberi kesempatan untuk
perbaikan.
4. Menilai prestasi perawat/bidan tersebut dengan cara membandingkan prestasi aktual
dengan standar yang telah ditetapkan.
5. Memberikan umpan balik kepada perawat/bidan yang dinilai berhubungan dengan
seluruh hasil penilaian. Pada kesempatan tersebut atasan dan staf mendiskusikan
kelemahan dan cara perbaikannya untuk meningkatkan prestasi berikutnya
H. Model Penilaian Kinerja
Menurut Robbins (1996) dalam Yaslis Ilyas (2002) bahwa penilaian kinerja yang baik
adalah dengan evaluasi 360 degree assesment (360°). Teknik ini merupakan pengembangan
terakhir dari teknik penilaian sendiri. Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan
dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang bawahan, mitra, dan atasan personel. Data
penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian silang ini
diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerancuan, bila penilaian kinerja hanya
dilakukan personel sendiri saja.
1. Penilaian Atasan
Pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh
manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh penyelia
atau atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat
juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat
dinilai oleh manajer produksi sebagai sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal
terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan
penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana
individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh
beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam
kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan
dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir
seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat
diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel
lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi
sehingga menghasilkan penilaian yang merata.
2. Penilaian Mitra
Biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang
mempunyai otonomi yang cukup tinggi, dimana wewenang pengambilan keputusan pada
tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kelompok kerja.
Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk
personel yang dinilai dilakukan oleh komite kelompok kerja dan bukan oleh penyelia.
Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personel dibandingkan
untuk evaluasi.
Penilaian mitra dan penyelia dipercayai dapat digunakan untuk menentukan imbalan.
Penilaian ini menunjukan reaksi lebih positif untuk pendekatan pengembangan
dibandingkan dengan evaluasi personel. Yang perlu diperhatikan pada penilaian mitra
adalah kerahasian penilaian untuk mencegah reaksi negatif dari personel yang dinilai.
Walaupun demikian, penilaian mitra kerja telah dikenal cukup lama tetapi penilaian ini
tidak cukup luas dipakai di dunia bisnis .
3. Penilaian Bawahan
Penilaian bawahan terhadap kinerja personel terutama dilakukan dengan tujuan
untuk pengembangan dan umpan batik personel. Bila penilaian ini digunakan untuk
administratif dan evaluasi, menetapkan tingkat gaji dan promosi, maka penggunaan
penilaian kurang mendapat dukungan. Libbey - Owen - Ford (LOF) melakukan suatu
program penilaian bawahan terhadap manager dalam rangka perencanaan dan penilaian
kinerja manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian
bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Umpan balik
bawahan berdasarkan kriteria sebagai berikut : penilaian perencanaan kinerja strategik,
pencapaian komitmen persopnel, penetapan tujuan kerja unit, negosiasi tujuan kinerja
individual dan standar, observasi kinerja personel, dokumentasi kinerja personel, umpan
balik dan pelatihan personel, pelaksanaan penilaian kinerja, dan imbalan kinerja.
Temuan yang menonjol dari usaha manajemen LOF ini adalah penilaian bawahan
terhadap peningkatan keterampilan manajer dalam melatih bawahan. Manajer
diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan. Sistem
kontrol-seimbang ini menolong manajer untuk meningkatkan kinerja manajemen
berdasarkan umpan balik bawahan menjelaskan kinerja yang diharapkan.
I. Metode Evaluasi Kinerja
Dalam tatanan klinik dapat digunakan metoda evaluasi yang bervariasi. Manajer atau
supervisor harus mempertimbangkan tujuan dari evaluasi kinerja klinis, kemampuan bekerja
yang akan dievaluasi. Ini berarti harus jelas deskripsi pekerjaan dan kegiatan yang didasarkan
pada standar setiap posisi klinis.
Menegakkan indikator evaluasi harus mencerminkan deskripsi pekerjaan yang harus mereka
lakukan dan harus sederhana, khusus dan jelas. Penilaian kinerja klinis dapat menggunakan
tehnik kualitatif untuk mengukur kompetensi pekerjaan di bagian khusus. Susunan indikator
harus dikembangkan berdasarkan kekhususan fungsi dan tugas dan itu juga digunakan untuk
mengukur proses dari outcomes kilnis. Metoda evaluasi kinerja bervariasi seperti:
a. Catatan Anecdotal
Catatan Anecdotal adalah catatan individu berdasarkan peristiwa, kegiatan klinik dan
hasil serta masalah yang terjadi pada pegawai yang bersangkutan. Setiap pegawai
mempunyai catatan/buku anecdotal. Isu yang dicatat akan dibahas antara manajer atau
supervisor dengan pegawai/staf yang bersangkutan dan ditandatangani oleh pegawai dan
supervisor. Walaupun catatan anecdotal memberi satu arti sistematis untuk pencatatan
observasi, mereka tidak dapat menjamin bahwa observasi akan dibuat sistematis atau
khusus terhadap perilaku yang relevan diobservasi. Hal ini memerlukan pertimbangan
waktu pencatat observasi. Dokumen anecdotal disimpan oleh manajer, dan menulis laporan
rekapitulasi serta mengirim laporan anecdotal kepada seksi keperawatan dan kebidanan di
rumah sakit / koordinator di Puskesmas.
b. Penilaian Diri Sendiri
Penilaian diri sendiri adalah metoda lain untuk evaluasi kinerja dan sedikit
digunakan dilapangan. Masalah penilaian diri sendiri bagi pelaksana sama dengan penilaian
supervisor dimana membutuhkan suatu pelatihan dalam menilai diri sendiri. Mereka
menjadi terbiasa untuk setiap posisi klinik.
Pertanyaan yang akan memfasilitasi penilaian diri sendiri adalah:
Pikirkan siapa yang lebih efektif untuk menilai?
Perilaku dan hasil apa yang dapat mendukung pilihan?
Pikirkan perilaku dan hasil yang membuat anda bicara dengan diri anda sendiri
“Akankah menjadi lebih baik bila setiap orang mengerjakannya ?
Kebiasaan apakah dari pekerjaan yang berkaitan dengan tugas untuk dinilai?
Bagaimana perbedaan dari orang berpenampilan rata-rata dengan orang yang
sempurna?
c. Check List
Check List dapat mengkaji kategori kehadiran atau absen, atau karakteristik yang
diharapkan atau perilaku. Check list harus digunakan untuk variabel nyata seperti inventaris
perlengkapan. Metoda ini dapat pula digunakan untuk evaluasi ketrampilan keperawatan
atau kebidanan klinis dan disarankan untuk mencatat perilaku esensial dalam keberhasilan
kinerja.
d. Peer Review
Peer Review adalah proses evaluasi diantara teman sekerja dan seprofesi dengan
kemampuan yang sama praktek. Mereka secara kritis mereview praktek sejawatnya dengan
menggunakan standar kinerja yang baku. Ini adalah self-regulation dan mendukung prinsip
autonomi. Peer review terdiri dari sejawat yang memeriksa tujuan asuhan langsung dari
sejawatnya dengan standar yang khusus, indicator kritis dari asuhan yang ditulis oleh
sejawat. Tujuan peer review adalh untuk mengukur akontabilitas, evaluasi dan
meningkatkan pemberian asuhan, identifikasi kekuatan dan kelemahan, mengembangkan
policy yang baru atau diubah.
Umumnya sistem manajemen kinerja klinis adalah untuk memberi kerangka kerja
pengembangan program melalui kinerja yang disadari ( performance awareness),pengukuran
kinerja( performance measurement) dan peningkatan kinerja (performance improvement).
Pengembangan kinerja klinis keperawatan dan kebidanan tidak dapat dipisahkan dari upaya
pengembangan sumber daya manusianya yaitu perawat dan bidan itu sendiri. Pengembangan
diri secara terus menerus dapat dilakukan dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi, melalui pelatihan (training) dan dapat juga dilakukan melalui refleksi diskusi
kasus (RDK). RDK dapat dikategorikan sebagai suatu “in-service training” untuk selalu
mengembangkan kemampuan dan dapat dipakai sebagai salah satu indikator pengembangan
staf.
J. Outcomes Evaluasi
Ada 3 komponen outcomes evaluasi dalam organisasi, yaitu :
1. Clinical outcomes
Clinical outcomes berfokus pada penilaian proses asuhan sebagai perkembangan
pasen melalui suatu sistem yang luas dan spesifik. Umumnya penilaian harus memenuhi
outcomes yang mungkin dapat diterapkan dalam pelayanan. Contoh indikator clinical
outcomes adalah :
a. Angka infeksi. Outcome yang diharapkan harus bermakna seperti penurunan infeksi
nasokomial menjadi nol.
b. Pasen jatuh/kecelakaan. Outcome yang diharapkan nol, berarti pasen harus sering
diobservasi terutama pada pasen yang siap ambulansi.
2. Administrative outcomes
Outcomes ini khusus berkaitan dengan organisasi sebagai keseluruhan dan
mempengaruhi sistem kepegawaian, staf, dokter dan alur bawah organisasi. Dasar
pengukuran indikator dalam sistem pelayanan kesehatan adalah implikasi dari organisasi
seperti :
1. Kepuasan pegawai
Ini merupakan indikator kritis dari outcome untuk keberhasilan program dan asuhan
pasen. Sistem ini harus meningkatkan kualitas lingkungan kerja pegawai meskipun
membutuhkan waktu. Sistem yang lebih efektif dan efisien didasarkan pada filosofi
kerja kelompok dan asuhan yang berfokus pada pasen. Mengukur kepuasan pegawai
harus dikaji atas peratuaran yang mendasar.
2. Analisis budaya dan suasana organisasi
Suatu perencanaan yang baik dan efektif dirancang dengan proses keseinambungan.
Patokan kasus umum memberi implikasi positif baik terhadap budaya maupun suasana
organisasi. Budaya membangun “spirit kelompok” dengan berfokus pada pasen dan
proses. Ini adalah nilai nyata adanya pendidikan dimana belajar menghargai diantara
sesama staf, dokter dan manajemen. Transformasi suasana ke dalam lingkungan ini
menumbuhkan autonomi staf, mendorong, menghargai kreativitas dan inovasi,
mendukung kemampuan manajerial dan suatu kebersamaan diantara anggota kelompok.
3. Service/delivery outcomes
Ada satu komponen tetap dari indikator pelayanan dasar yang dapat dievaluasi dan
langsung menilai outcomes. Indikator outcomes pelayanan sedikit dan lebih sederhana,
antara lain :
a. Kepuasan pasien
Banyak metoda dan alat yang cocok untuk menilai kepuasan pasen yang
akurat sebagai indikator kritis. Kegagalan mendengar dan menanggapi persepsi
pasen dalam sistem pemberian asuhan akan mengakibatkan ancaman kegagalan dari
organisasi. Data yang berkaitan dengan kepuasan pasen harus disampaikan kepada
semua staf secara regular, hanya outcomes terbaik memberikan “inovasi” lebih jauh
untuk meningkatkan kinerja . Penilaian yang kurang akan memberi dampak kepada
organisasi.
b. Lamanya menunggu (Respone Time)
Adalah indikator pelayanan yang sempurna untuk menilai efektivitas sistem.
Suatu birokrasi yang kompleks, lamban, aturan sistem menghasilkan keterlambatan
pemasaran. Pasen sensitif terhadap keterlambatan dan keterbelakangan yang
menimbulkan kesan negatif terhadap organisasi berdasarkan pengalaman dalam
proses sewaktu masuk ke rumah sakit.
Evaluasi data penyimpangan kinerja adalah satu bagian penting dalam peningkatan
kinerja. Ada dua jenis penyimpangan. Pertama, penyebab umum terjadinya
penyimpangan yang erat kaitannya dengan penyimpangan minor yang terjadi dalam satu
organisasi pelayanan kesehatan, tanpa memperdulikan sistem yang telah mapan. Penyebab
umum terjadi penyimpangan mungkin juga termasuk penyimpangan minor dalam
penampilan kinerja staf, dimana prosedur yang tidak jelas dan keterbatasan peralatan.
Oleh karena itu, keterbatasan sumber untuk mendeteksi penyebab setiap
penyimpangan minor dapat ditoleransi. Kedua, penyebab khusus terjadinya
penyimpangan, mungkin termasuk kesalahan pegawai, kurangnya pengetahuan dalam
menjabarkan peralatan. Target indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk
mengidentifikasi penyebab penyimpangan tertentu yang dapat mentoleransi fluktuasi
penyebab umum. Penyebab khusus terjadinya penyimpangan biasanya mudah dikoreksi
dari pada penyebab umum terjadinya penyimpangan. Sebagai contoh; Keharusan mencuci
tangan secara rutin mungkin ditingkatkan dengan drastis, apabila staf sadar dan menerima
bahwa praktek cuci tangan akan di evaluasi. Rencana tindakan adalah kunci untuk
menghilangkan penyebab khusus terjadi penyimpangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengukur kinerja perawat dan bidan dengan menggunakan indikator kinerja klinis
merupakan suatu langkah yang mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini akan
memberikan kesempatan bagi staf perawat dan bidan untuk melakukan "self assessment“
sehingga dapat mengetahui tingkat kemampuannya, dan berusaha untuk memperbaikinya.
Peningkatan kemampuan dan produktifitas individu-individu akan memberikan kontribusi
peningkatan mutu pelayanan pada organisasinya yang bermuara. pada kepuasan pasen dan staf.
Sistem penilaian kinerja dengan indikator kunci akan memberikan kesempatan kepada
manager dan staf untuk melakukan komunikasi interpersonal yang efektif, sehingga secara
bersama.-sama dapat dilakukan evaluasi dan perbaikan yang mengarah pada perbaikan kinerja
dan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan.
Evaluasi merupakan bagian penting dalam manajemen kinerja klinis perawat dan bidan
dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan
dan disisi lain meningkatkan kualitas kesehatan pasen. Temuan monitoring di"feedback"kan
kepada staf untuk diketahui seberapa jauh pencapaian kinerjanya. Manajer menggali penyebab
masalah dan merencanakan monitoring sebagai tindak lanjut untuk perbaikan. Hasil monitoring
dilaporkan kepada pimpinan untuk dipergunakan sebagai informasi dalam pengambilan
keputusan.
B. Saran
Sebaiknya dalam proses keperawatan, semua kinerja harus dinilai dan dievaluasi agar
kualitas dan mutu dalam proses keperawatan selalu meningkat. Tanpa adanya evaluasi da
penilaian, proses keperawatan kedepannya tidak akan berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Achmad S. Ruky. 2001. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia.
WHO dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI. 1998. Petunjuk
Pelaksanaan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta.
http://nursing-academy.blogspot.com/2011/09/evaluasi-kinerja-dalam-keperawatan.html(online),
diunduh tanggal 2 Oktober 2012