lp lumbar spinal canal stenosis.docx

25
BAB I KONSEP MEDIS A. Defenisi Lumbal spinal canal stenosis atau stenosis kanal lumbal adalah merupakan penyempitan osteoligamentous kanalis vertebralis dan atau foramen intervertebralis yang menghasilkan penekanan pada akar saraf sumsum tulang belakang. Penyempitan kanal tulang belakang atau sisi kanal yang melindungi saraf sering mengakibatkan penekanan dari akar saraf sumsum tulang belakang. Saraf menjadi semakin terdesak karena diameter kanal menjadi lebih sempit. Prevalensinya 5 dari 1000 orang diatas usia 50 tahun di Amerika. Pria lebih tinggi insidennya daripada wanita, dan paling banyak mengenai L4-L5 dan L3-L4. Stenosis tulang belakang lumbal (penyempitan pada ruang saraf) adalah penyakit yang terutama mengenai usia paruh baya dan usia lebih tua, dan terjadi akibat penyempitan kanal spinal secara perlahan, mulai dari gangguan akibat penebalan ligamen kuning, sendi faset yang membesar, dan diskus yang menonjol. Biasanya seseorang dengan stenosis tulang belakang memiliki keluhan khas nyeri yang luar biasa pada tungkai atau betis dan punggung bagian bawah bila berjalan. Hal ini biasanya terjadi berulang kali dan hilang dengan duduk atau bersandar. Saat tulang belakang dibungkukkan, akan tersedia ruang yang lebih luas bagi kanal spinal, sehingga gejala berkurang. Meskipun gejala dapat muncul akibat penyempitan kanal spinal, tidak semua pasien

Upload: ratna-erzha

Post on 27-Oct-2015

1.245 views

Category:

Documents


72 download

TRANSCRIPT

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Lumbal spinal canal stenosis atau stenosis kanal lumbal adalah merupakan

penyempitan osteoligamentous kanalis vertebralis dan atau foramen intervertebralis yang

menghasilkan penekanan pada akar saraf sumsum tulang belakang. Penyempitan kanal

tulang belakang atau sisi kanal yang melindungi saraf sering mengakibatkan penekanan

dari akar saraf sumsum tulang belakang. Saraf menjadi semakin terdesak karena diameter

kanal menjadi lebih sempit. Prevalensinya 5 dari 1000 orang diatas usia 50 tahun di

Amerika. Pria lebih tinggi insidennya daripada wanita, dan paling banyak mengenai L4-

L5 dan L3-L4.

Stenosis tulang belakang lumbal (penyempitan pada ruang saraf) adalah penyakit

yang terutama mengenai usia paruh baya dan usia lebih tua, dan terjadi akibat

penyempitan kanal spinal secara perlahan, mulai dari gangguan akibat penebalan ligamen

kuning, sendi faset yang membesar, dan diskus yang menonjol. Biasanya seseorang

dengan stenosis tulang belakang memiliki keluhan khas nyeri yang luar biasa pada

tungkai atau betis dan punggung bagian bawah bila berjalan. Hal ini biasanya terjadi

berulang kali dan hilang dengan duduk atau bersandar. Saat tulang belakang

dibungkukkan, akan tersedia ruang yang lebih luas bagi kanal spinal, sehingga gejala

berkurang. Meskipun gejala dapat muncul akibat penyempitan kanal spinal, tidak semua

pasien mengalami gejala. Belum diketahui mengapa sebagian pasien mengalami gejala

dan sebagian lagi tidak. Karena itu, istilah stenosis tulang belakang bukan merujuk pada

ditemukannya penyempitan kanal spinal, namun lebih pada adanya nyeri tungkai yang

disebabkan oleh penekanan saraf yang terkait.

B. Etiologi

Ada 3 faktor yang berkontribusi terhadap lumbal spinal canal stenosis, antara lain:

1. Pertumbuhan berlebih pada tulang.

2. Ligamentum flavum hipertrofi

3. Prolaps diskus

Sebagian besar kasus stenosis kanal lumbal adalah karena progresif tulang dan

pertumbuhan berlebih jaringan lunak dari arthritis. Risiko terjadinya stenosis tulang

belakang meningkat pada orang yang:

1. Terlahir dengan kanal spinal yang sempit

2. Jenis kelamin wanita lebih beresiko daripada pria

3. Usia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan pertambahan

usia)

4. Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya

C. Patofisiologi

Tiga komponen biokimia utama diskus intervertebralis adalah air, kolagen, dan

proteoglikan, sebanyak 90-95% total volume diskus. Kolagen tersusun dalam lamina,

membuat diskus mampu berekstensi dan membuat ikatan intervertebra. Proteoglikan

berperan sebagai komponen hidrodinamik dan elektrostatik dan mengontrol turgor

jaringan dengan mengatur pertukaran cairan pada matriks diskus. Komponen air

memiliki porsi sangat besar pada berat diskus, jumlahnya bervariasi tergantung beban

mekanis yang diberikan pada segment tersebut. Sejalan dengan pertambahan usia cairan

tersebut berkurang, akibatnya nukleus pulposus mengalami dehidrasi dan kemampuannya

mendistribusikan tekanan berkurang, memicu robekan pada annulus.

Kolagen memberikan kemampuan peregangan pada diskus. Nucleus tersusun

secara

eksklusif oleh kolagen tipe-II, yang membantu menyediakan level hidrasi yang lebih

tinggi dengan memelihara cairan, membuat nucleus mampu melawan beban tekan dan

deformitas. Annulus terdiri dari kolagen tipe-II dan kolagen tipe-I dalam jumlah yang

sama, namun pada orang yang memasuki usia 50 tahun atau lebih tua dari 50 tahun

kolagen tipe-I meningkat jumlahnya pada diskus.

Proteoglikan pada diskus intervertebralis jumlahnya lebih kecil dibanding pada

sendi kartilago, proteinnya lebih pendek, dan jumlah rantai keratin sulfat dan kondroitin

sulfat yang berbeda. Kemampatan diskus berkaitan dengan proteoglikan, pada nuleus

lebih padat daripada di annulus. Sejalan dengan penuaan, jumlah proteoglikan menurun

dan sintesisnya juga menurun. Annulus tersusun atas serat kolagen yang kurang padat dan

kurang terorganisasi pada tepi perbatasannya dengan nukleus dan membentuk jaringan

yang renggang dengan nukleus pulposus.

Patofisiologi nyeri tidak semata-mata diakibatkan oleh kompresi akar saraf

spinalis atau cauda equina, beberapa penelitian menyebutkan bahwa nyeri diakibatkan

oleh klaudikasi neurogenik. Harus ada inflamasi dan iritasi pada akar saraf agar gejala

muncul pada ekstremitas bawah. Kompresi pada akaf saraf normal memunculkan gejala

paraestesia, defisit sensoris, penurunan motorik, dan reflex abnormal, tapi nyeri biasanya

tidak timbul. Iritasi dan inflamasi bisa juga terjadi selama pergerakan ekstremitas bawah

atau spina saat saraf dipaksa untuk memanjang dan menyimpang dari posisi istirahatnya.

D. Manisfestasi Klinik

Gejala yang dirasakan tiap pasien berbeda tergantung pola dan distribusi stenosis.

Gejala bisa berhubungan dengan satu akar saraf pada satu level. Adapun manifestasi

kliniknya adalah:

1. Kebanyakan pasien mengeluh pada nyeri pinggang bawah (95%)

2. Nyeri pada ekstremitas bawah (71%) berupa rasa terbakar yang sifatnya hilang

timbul, kesemutan, berat, geli di posterior atau posterolateral tungkai

3. Kelemahan (33%) yang menjalar ke ekstremitas bawah memburuk dengan berdiri

lama, beraktivitas, atau ekstensi lumbal yang biasanya berkurang pada saat duduk,

berbaring, dan posisi fleksi lumbal.

E. Komplikasi

Karena lumbar stenosis lebih banyak mengenai populasi lanjut usia maka kemungkinan

terjadi komplikasi pasca operasi lebih tinggi daripada orang yang lebih muda. Selain itu

juga lebih banyak penyakit penyerta pada orang lanjut usia yang akan mempengaruhi

proses pemulihan pasca operasi. Komplikasi dibagi menjadi empat grup yaitu , infeksi,

vaskuler, kardiorespirasi, dan kematian. Kematian berkorelasi dengan usia dan penyakit

komorbid. Peningkatan resiko komplikasi yang berkaitan dengan fusi meliputi infeksi

luka, DVT (deep vein thrombosis) atau emboli paru, kerusakan saraf. Komplikasi pada

graft, dan kegagalan pada instrumen. Komplikasi laminektomi bisa terjadi fraktur pada

facet lumbar, dan spondilolistesis postoperatif.

F. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis spinal stenosis biasanya ditegakkan secara klinis. Penting selama

evaluasi klinis untuk menyingkirkan adanya penyakit pembuluh darah perifer

(berkurangnya aliran darah ke tungkai) sebagai kemungkinan diagnosis. Pemeriksaan

untuk memastikan stenosis tulang belakang mencakup :

Sensasi kulit Anda, kekuatan otot, dan refleks

Romberg tes, uji pinggul ekstensi dan tes fungsi neuromuskuler

Foto polos x-ray Lumbosacral

Merupakan penilaian rutin untuk pasien dengan back pain. Dibuat dalam posisi AP

lateral dan obliq, dengan tampak gambaran kerucut lumbosacral junction, dan spina

dalam posisi fleksi dan ekstensi. Diharapkan untuk mendapat informasi

ketidakstabilan segmen maupun deformitas.

MRI (Magnetic Resonance Imaging).

MRI adalah pemeriksaan gold standar diagnosis lumbar stenosis dan perencanaan

operasi. Kelebihannya adalah bisa mengakses jumlah segmen yang terkena, serta

mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila dicurigai. Selain itu bisa membedakan

dengan baik kondisi central stenosis dan lateral stenosis.

CT Scan dapat menunjukkan taji tulang apapun yang dapat menempel ke tulang

punggung dan mengambil ruang di sekitar saraf tulang belakang.

EMG (Elektromiogram). Dilakukan jika ada kekhawatiran tentang masalah

neurologis. Ini dilakukan untuk memeriksa apakah jalur motor saraf bekerja dengan

benar.

Somatosensori (SSEP) tes. Tes ini dilakukan untuk mencari lebih tepatnya di mana

saraf tulang belakang tertekan. SSEP digunakan untuk mengukur sensasi saraf. Impuls

sensorik perjalanan saraf, menginformasikan tentang sensasi tubuh seperti rasa sakit,

suhu, dan sentuhan.

Tes darah untuk menentukan apakah gejala disebabkan dari kondisi lain, seperti

arthritis atau infeksi.

G. Penatalaksanaan

1. Terapi Konservatif

Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif, kita dapat menangani

stenosis tulang belakang menggunakan tindakan konservatif berikut ini:

Obat antiinflamasi nonsteroid untuk mengurangi inflamasi dan menghilangkan

nyeri

Analgesik untuk menghilangkan nyeri

Blok akar saraf dekat saraf yang terkena untuk menghilangkan nyeri sementara

Program latihan dan/atau fisioterapi untuk mempertahankan gerakan tulang

belakang, memperkuat otot perut dan punggung, serta membangun stamina,

semua hal tersebut membantu menstabilkan tulang belakang. Beberapa pasien

dapat didorong untuk mencoba aktivitas aerobik dengan gerak progresif perlahan

seperti berenang atau menggunakan sepeda latihan.

Korset lumbal untuk memberikan dukungan dan membantu pasien mendapatkan

kembali mobilitasnya. Pendekatan ini terkadang digunakan pada pasien dengan

otot perut yang lemah atau pasien berusia lanjut dengan degenerasi beberapa

tingkat. Korset hanya dapat digunakan sementara, karena penggunaan jangka

panjang dapat melemahkan otot punggung dan perut.

Akupunktur dapat menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada kulit melalui berbagai

teknik, sebagian besar dengan memanipulasi jarum tipis dan keras dari bahan

metal yang memenetrasi kulit.

2. Terapi operatif

Indikasi operasi adalah gejala neurologis yang bertambah berat, defisit neurologis

yang progresif, ketidakamampuan melakukan aktivitas sehari-hari dan menyebabkan

penurunan kualitas hidup, serta terapi konservatif yang gagal. Prosedur yang paling

standar dilakukan adalah laminektomi dekompresi. Tindakan operasi bertujuan untuk

dekompresi akar saraf dengan berbagai tekhnik sehingga diharapkan bisa mengurangi

gejala pada tungkai bawah dan bukan untuk mengurangi LBP (low back pain),

walaupun pasca operasi gejala LBP akan berkurang secara tidak signifikan.

.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)

A. Pengkajian Keperawatan

Data yang diperoleh atau dikaji tergantung pada tempat terjadinya, beratnya,

apakah akut/kronik, pengaruh terhadap struktur di sekelilingnya dan banyaknya akar saraf

yang terkompresi (tertekan). Adapun pengkajian keperawatan meliputi:

1. Aktivitas / Istirahat

Gejala

Meliputi riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk,

mengemudi dalam waktu lama.

Membutuhkan papan/matras yang keras selam tidur

Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian tubuh

Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan

Tanda

Atrofi otot pada bagian yang terkena

Gangguan dalam berjalan

2. Eliminasi

Gejala

Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi

Adanya inkontinensia/retensi urine

3. Integritas Ego

Gejala

Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial

keluarga

Tanda

Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga/orang terdekat

4. Neurosensori

Gejala

Kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki

Tanda

Penurunan reflex tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri

tekan/spasme otot paravertebralis. Penurunan persepsi nyeri (sensori).

5. Nyeri / Kenyamanan

Gejala

Nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya

batuk, bersin, membengkokkan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat

kaki atau fleksi pada leher, nyeri yang tidak ada hentinya atau adanya episode

nyeri yang lebih berat secara intermiten, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong

(lumbal) atau bahu/lengan, kaku pada leher (servikal).

Tanda

Sikap: dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena. Perubahan cara

berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian

tubuh yang terkena. Nyeri pada palpasi.

6. Keamanan

Gejala

Adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.

7. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala

Gaya hidup: Monoton dan hiperaktif

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan agen pencedera fisik: Kompresi saraf,

spasme otot.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak nyamanan, spasme

otot, terapi restriktif (tirah baring, traksi), kerusakan neuromuscular

3. Ansietas (uraikan tingkatan)/koping, individual tidak efektif (kronis) berhubungan

dengan krisis situasi

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan tindakan

berhubungan dengan kesalahan onformasi/kurang pengetahuan, kesalahan interpretasi

informasi kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.

5. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, penurunan aktivitas fisik, perubahan

stimulasi saraf, ileus.

6. Resiko retensi urinarius berhubungan dengan kebutuhan terhadap tetap berbaring di

tempat tidur, perubahan stimulasi saraf

C. Rencana/Intervensi Keperawatan

1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan agen pencedera fisik: Kompresi saraf,

spasme otot.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat

Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

Mengungkapkan metode penghilangan

Mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik (misalnya,

keterampilan relaksasi, modifikasi perilaku) untuk menghilangkan

nyeri

Intervensi :

a. Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus/yang

memperberat. Minta pasien untuk menetapkan pada skala 0-10

Rasional : Membentu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar

untuk perbandingan dan evaluasi terhadap terapi

b. Pertahankan tirah baring lama selama fase akut. Letakkan pasien pada posisi semi

fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi; posisi

telentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-30 derajat atau pada posisi

lateral.

Rasional : Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk

menurunkan spasme otot, menurunkan penekanan pada bagian tubuh

tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi dan tonjolan diskus.

c. Gunakan Logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi

Rasional : Menurukan fleksi, perputaran, desakan pada daerah belakang tubuh

d. Bantu pemasangan brace/korset.

Rasional : Berguna selama fase akut dari rupture diskus untuk memberikan

sokongan dan membatasi fleksi/terpelintir. Penggunaan dalam waktu

panjang dapat menambah kelemahan otot dan lebih lanjut

menyebabkan degeneratif

e. Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan

Rasional : Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan

spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada struktur

sekitar diskus invertebralis yang terkena.

f. Letakkan semua kebutuhan, termasuk bel panggil dalam batas yang mudah

dijangkau/diraih oleh pasien.

Rasional : Menurunkan resiko peregangan saat meraih

g. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi/visualisasi

Rasional : Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan

otot dan meningkatkan proses penyembuhan.

h. Instruksikan/anjurkan untuk melakukan mekanika tubuh/gerakan yang tepat

Rasional : Menghilangkan/mengurangi stress pada otot dan mencegah trauma

lebih lanjut.

i. Berikan kesempatan untuk berbicara/mendengarkan masalah pasien.

Rasional : Ventilasi rasa takut/cemas dapat membantu untuk menurunkan

faktor- faktor stress selama dalam keadaan sakit dan dirawat.

Kesempatan untuk memberikan informasi/membetulkan informasi

yang kurang tepat.

j. Berikan tempat tidur ortopedik atau letakkan papan di bawah kasur/matras.

Rasional : Memberikan sokongan dan menurunkan fleksi spinal, yang

menurunkan spasme.

k. Kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi

l. Pasang penyokong fisik seperti brace lumbal kolar servikal

Rasional : Sokongan anatomis/struktur berguna untuk menurunkan

ketegangan/spasme otot dan menurunkan nyeri.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak nyamanan, spasme

otot, terapi restriktif (tirah baring, traksi), kerusakan neuromuscular.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu

Mengungkapkan pemahaman tentang situasi/faktor risiko dan aturan

pengobatan individual

Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang mungkin

Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh

yang sakit dan/atau kompensasi.

Intervensi :

a. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik

Rasional : Tergantung pada bagian tubuh yang terkena/jenis prosedur, aktivitas

yang kurang berhati-hati akan meningkatkan kerusakan spinal (rujuk

pada pembedahan diskus)

b. Catat respons-respons emosi/perilaku pada imobilisasi. Berikan aktivitas yang

disesuaikan dengan pasien.

Rasional : Imobilitas yang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan, peka

rangsang. Aktivitas pengalihan membantu dalam memfokuskan

kembali perhatian pasien dan meningkatkan koping dengan

keterbatasan tersebut.

c. Ikuti aktivitas/prosedur dengan periode istirahat. Anjurkan pasien untuk tetap ikut

berperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam keterbatasan individu.

Rasional : meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan otot dan

kesabaran. Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien

dan perasaan control terhadap diri.

d. Berikan/bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif

Rasional : Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang.

Memperbaiki mekanika tubuh

e. Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagian bawah/lutut. Nilai adanya edema,

eritema pada ekstremitas bawah, adanya tanda Homan.

Rasional : Stimulasi sirkulasi vena/arus balik vena menurunkan keadaan vena

yang statis dan kemungkinan terbentuknya thrombus.

f. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.

Rasional : Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi yang khusus tetapi

biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.

g. Demonstrasikan penggunaan alat penolong, seperti alat bantu jalan, tongkat.

Rasional : Memberikan stabilitas dan sokongan untuk mengkompensasi

gangguan tonus/kekuatan otot dan keseimbangannya.

h. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah setiap

perubahan posisi. Periksa keadaan kulit di bawah brace dengan periode waktu

tertentu.

Rasional : Menurunkan risiko iritasi/kerusakan pada kulit.

i. Kolaborasi pemberian obat untuk menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit

sebelum memindahkan/melakukan ambulasi pasien.

Rasional : Antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot. Obat

dapat merelaksasikan pasien, meningkatkan rasa nyaman dan

kerjasama pasien selama melakukan aktivitas.

j. Kolaborasi pemakaian stoking antiemboli sesuai kebutuhan

Rasional : Meningkatkan arus balik vena.

3. Ansietas (uraikan tingkatan)/koping, individual tidak efektif (kronis) berhubungan

dengan krisis situasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu

Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat

diatasi.

Mengidentifikasi ketidakefektifan perilaku koping dan

konsekuensinya.

Mengkaji situasi terbaru dengan akurat.

Mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah.

Mengembangkan rencana untuk perubahan gaya hidup yang perlu.

Intervensi :

a. Kaji tingkat ansietas pasien. Tentukan bagaimana pasien menangani masalahnya

dimasa yang lalu dan bagaimana pasien melakukan koping dengan masalah yang

dihadapinya sekarang.

Rasional : Membantu dalam mengidentifikasikan kekuatan dan keterampilan

yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya sekarang

dan/atau kemungkinan lain untuk memberikan bantuan yang s

esuai.

b. Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.

Rasional : Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan

atas pengetahuannya.

c. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya,

seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungi seksual, perubahan dalam

pekerjaan/finansial, perubahan peran dan tanggung jawab.

Rasional : Kebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu untuk

diungkapkan dan diberi respons dengan informasi yang akurat

untuk meningkatkan koping terhadap situasi yang sedang

dihadapinya.

d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh

dan mungkin untuk menghalangi proses penyembuhannya.

Rasional : Pasien mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan, seperti:

terlepas dari tanggung jawab, perhatian dan control dari yang lain.

Ini perlu untuk dikerjakan secara positif untuk meningkatkan

penyembuhan.

e. Catat perilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan “peran sakit”

pasien.

Rasional : Orang terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan

pasien mempertahankan ketergantungannya dengan melakukan

sesuatu yang pasien sendiri mampu melakukannya tanpa

bantuan orang lain.

f. Rujuk pada kelompok penyokong yang ada, pelayanan sosial, konselor

finansial/konselor kerja, psikoterapi dan sebagainya.

Rasional : Memberikan dukungan untuk beradaptasi pada perubahan dan

memberikan sumber-sumber untuk mengatasi masalah.

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan tindakan

berhubungan dengan kesalahan onformasi/kurang pengetahuan, kesalahan interpretasi

informasi kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu

Mengungkapkan pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan

tindakan.

Melakukan kembali perubahan gaya hidup

Berpartisipasi dalam aturan tindakan

Intervensi :

a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan, seperti

hindari mengemudikan kendaraan dalam periode waktu yang lama.

Rasional : Pengetahuan dasar yang memadai memungkinkan pasien untuk

membuat pilihan yang tepat. Dapat meningkatkan kerjasama pasien

mengenai program pengobatan dan mendapatkan penyembuhan yang

optimal.

b. Berikan informasi tentang berbagai hal dan instruksikan pasien untuk melakukan

perubahan “mekanika tubuh” tanpa bantuan dan juga melakukan latihan.

Termasuk informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat,

dan menggunakan sepatu penyokong.

Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma berulang dari leher/punggung

dengan menggunakan otot-otot bokong.

c. Diskusikan mengenai pengobatan dan juga efek sampingnya, seperti halnya

beberapa obat yang menyebabkan kantuk yang sangat berat (analgetik, relaksasi

otot), yang lain dapat memperberat penyakit ulkus (NSAID).

Rasional : Menurunkan resiko komplikasi/trauma.

d. Anjurkan untuk menggunakan papan/matras yang kuat, bantal kecil yang agak

datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi

telungkup.

Rasional : Dapat menurunkan regangan otot melalui dukungan structural dan

pencegahan terhadap hiperekstensi dari tulang belakang.

e. Diskusikan mengenai kebutuhan diet.

Rasional : Diet tinggi serat dapat mengurangi konstipasi, kalori yang dibatasi

dapat meningkatkan pengontrolan/penurunan berat badan yang dapat

menurunkan tekanan pada diskus intervertebralis.

f. Hindari pemakainan pemanas dalam waktu lama.

Rasional : Dapat meningkatkan kongesti pada jaringan lokal, penurunan sensasi

panas dapat menimbulkan trauma karena panas.

g. Anjurkan pasien untuk melakukan evaluasi medis secara teratur

Rasional : Mengevaluasi perkembangan proses degenerative, memantau

perkembangan dari bagian tubuh yang terkena/komplikasi dari efek

samping obat; mungkin juga menandakan adanya kebutuhan untuk

mengubah aturan pengobatan

h. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu dilaporkan pada evaluasi

berikutnya, seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi/kemampuan untuk berjalan.

Rasional : Perkembangan dari proses penyakit mungkin memerlukan

tindakan/pembedahan lebih.

5. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, penurunan aktivitas fisik, perubahan

stimulasi saraf, ileus.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu

Membuat kembali pola yang normal dari fungsi usus.

Mengeluarkan feses lunak/konsistensi agak berbentuk tanpa mengejan.

Intervensi :

a. Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.

Rasional : Distensi, hilangnya peristaltik usus merupakan tanda bahwa fungsi

defekasi hilang yang kemungkinan berhubungan dengan kehilangan

persarafan parasimpatik usus besar dengan tiba-tiba.

b. Gunakan bedpan ukuran kecil sampai pasien mampu untuk defekasi turun dari

tempat tidur (ke toilet).

Rasional : Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan ketegangan pada otot.

c. Berikan privasi.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan secara psikologis.

d. Anjurkan untuk melakukan pergerakan/ambulasi sesuai kemampuan.

Rasional : Menstimulasi peristaltik yang memfasilitasi kemungkinan

terbentuknya flatus.

e. Kolaborasi peningkatan diet pasien sesuai toleransi.

Rasional : Makanan padat akan dimulai pemberiannya sampai peristaltik

kembali timbul/sampai ada flatus dan adanya kemungkinan

bahaya ileus paralitik dapat dipastikan tidak ada.

f. Kolaborasi pemberian selang rectal, supositoria, dan enema jika diperlukan.

Rasional : Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi abdomen,

meningkatkan kebiasaan defekasi yang normal.

g. Kolaborasi pemberian obat laksatif, pelembek feses sesuai kebutuhan.

Rasional : Melembekkan feses, meningkatkan fungsi defekasi sesuai kebiasaan,

menurunkan ketegangan.

6. Resiko retensi urinarius berhubungan dengan kebutuhan terhadap tetap berbaring di

tempat tidur, perubahan stimulasi saraf

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien mampu:

Mengosongkan kandung kemih secara adekuat sesuai kebutuhan

individu.

Intervensi :

a. Observasi dan catat jumlah/frekuensi berkemih.

Rasional : Menentukan apakah kantung kemih dikosongkan dan saat kapan

intervensi itu diperlukan.

b. Lakukan palpasi terhadap adanya distensi kandung kemih.

Rasional : Dapat menandakan adanya retensi urine.

c. Tingkatkan pemberian cairan

Rasional : Mempertahankan fungsi ginjal.

d. Berikan stimulasi terhadap pengosongan urine dengan mengalirkan air, letakkan

air hangat dan dingin secara bergantian pada daerah suprapubis, letakkan tangan

dalam air hangat sesuai kebutuhan.

Rasional : Meningkatkan proses perkemihan dengan merelaksasikan sfingter

urine.

e. Kolaborasi tindakan kateterisasi terhadap residu urine setelah berkemih sesuai

kebutuhan. Pasang/pertahankan kateter Folley sesuai kebutuhan.

Rasional : Kateter intermiten atau yang terus-menerus mungkin diperlukan

selama beberapa hari pascaoperasi sampai terjadi penurunan

pada proses pembengkakan.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E, Moorhouse and Geissler. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumetasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.

http://indonesian.orthopaedicclinic.com.sg/?p=739

http://kamuskesehatan.com/arti/lumbar-spinal-stenosis/

http://www.css.sg/bahasa/patient08.html

Indah, Putu, dkk. Lumbar Spinal Canal Stenosis Diagnosis dan Tatalaksana. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RumahSakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

Jefferey M. Spivak. Current Concepts Review - Degenerative Lumbar Spinal

Stenosis.JournalBone Joint Surg Am.1998;80:1053-66.