lapsus ortho

Upload: cynthia-oktora-dwiyana

Post on 07-Mar-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

orthoped

TRANSCRIPT

BAB ILATAR BELAKANG

Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat. Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor 3 di Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke. Hasil penelitian nasution cedera akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi dijumpai beberapa negara Amerika latin (41,7%), korea selatan (21,9%), thailand (21%). Di Indonesia kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data direktorat keselamatan transformasi darat departemen perhubungan, jumlah korban kecelakaan lalu lintas tahun 2005 terdapat 33.827 orang. Data kepolisian RI 2009 mencatat terdapat 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya, maka dalam setiap 9,1 menit sekali terjadi satu kasus kecelakaan, sedangkan WHO mencatat, sehingga saat ini sebanyak 50 juta orang lainnya menderita luka berat, dimana kejadian fraktur atau patah tulang menjadi akibat terbanyak dari kasus kecelakaan lalu lintas.1Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.2Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jarignan tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula.2Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Fraktur kruris merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. 2BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISIFraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi.1 Berdasarkan sifat fraktur, fraktur terbagi menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka adalah putusnya kontinuitas tulang dengan kerusakan adanya kerusakan pada jaringan lunak diatasnya yang menyebabkan adanya hubungan antara fraktur, hematoma, dengan lingkungan eksternal. Fraktur terbuka memiliki beberapa komplikasi jaringan lunak yang penting:21. Kontaminasi pada luka dan fraktur oleh lingkungan luar2. Kerusakan dan devaskularisasi jaringan lunak3. Imobilisasi dari fraktur akibat kerusakan jaringan lunak yang mempengaruhi proses penyembuhan4. Kehilangan fungsi dari kerusakan otot, tendon, saraf, vaskular, dan struktur ligamenFraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.3

2.2 ETIOLOGIFraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.2. Instrisik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan dan densitas tulang.Trauma dapat berupa trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang yang mengakibatkan fraktur pada daerah tersebut. Trauma tidak langsung terjadi apabila titik tumpu benturan berjauhan dengan lokasi fraktur.4

2.3 KLASIFIKASI UMUMSecara umum, fraktur dibedakan menurut lokasi, ekstensi (komplit/tidak komplit), konfigurasi (garis patah), hubungan antara fragmen fraktur (bergeser/tidakbergeser), hubungan dengan lingkungan luar (tertutup/terbuka).5a. Berdasarkan posisi fraktur dapat dibagi menjadi fraktur diafiseal, metafiseal, epifiseal, dan intra-artikular.b. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).0. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 0. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.c. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.d. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.e. Berdasarkan jumlah garis patah.1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.f. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.0. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.0. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).1. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).1. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

Gambar 1.Klasifikasi Fraktur Secara Umum6

2.4 KLASIFIKASI FRAKTUR TERBUKAKlasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan Anderson (1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi. Kalsifikasi Gustillo ini membagi fraktur terbuka menjadi tipe I, II, dan III:7,8a. Derajat I : Luka < 1 cm Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana, transversal, obliq, atau komunitif ringan Kontaminasi minimalb. Derajat II : Laserasi > 1cm Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi Fraktur komunitif sedang Kontaminasi sedangc. Derajat III :Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi atas : Derajat III A Ukuran luka umumnya > 10 cm. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/ sangat komunitif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. Setelah dilakukan debridemen masih dapat dilakukan penutupan luka pada tulang yang patah secara adequate. Derajat III B - Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif. Maka perlu dilakukan penutupan kulit dengan skin graft atau biodressing. Derajat III C - Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.Pada subtipe ini hampir selalu diperlukan tindakan amputasi, disebabkan adanya akibat kegagalan sirkulasi arteri, terutama bila kerusakan arterinya tidak diperbaiki segera yaitu bila tindakan baru dilakukan 4 6 jam setelah kejadian. Pada tipe ini juga tindakan fasciotomi.Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Terbuka Gustillo- Anderson

2.5 PROSES PENYEMBUHAN TULANGPenyembuhan fraktur terlah dibagi atas penyembuhan primer dan penyembuhan sekunder.a. Penyembuhan fraktur primerPenyembuhan cara ini terjadi internal remodeling yang meliputi upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis. Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodeling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah. Ada tiga syarat untuk remodeling harvesian pada tempat fraktur adalah : Pelaksanaan reduksi yang tepat Fiksasi yang stabil Eksistensi suplay darah yang cukupPenggunaan plat kompresi dinamis dalam model osteotomitelah diperlihatkan menyebabkan penyembuhan tulang primer. Remodeling harvesian aktif terlihat pada sekitar minggu keempat fiksasi.b. Penyembuhan fraktur sekunderPenyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan menjadi 5 fase yakni fase hematoma(inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, fase osifikasi dan remodeling. Proses kalsifikasi jaringan kartilago sampai terjadi kalus yang menjembatani fragmen maka diikuti proses remodeling. Namun deformitas tidak akan terjadi proses remodeling oleh sebab itu perlu tindakan koreksi setiap rotasi yang terjadi pada fraktur. Proses ini disebut penyambungan fraktur secara sekunder (secondary healing).Proses penyembuhan tulang secara normal terdiri dari 5 tahap sebagai berikut:8a. Stadium Pembentukan HematomaHematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 2 x 24 jam.b. Stadium ProliferasiSel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.c. Stadium Pembentukan KalusOsteoblast membentuk tulang lunak / kalus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan terjadi.d. Stadium KonsolidasiKallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.e. Stadium RemodellingLapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan, bahkan berlangsung hingga menahun.

Gambar 3. Proses Penyembuhan Tulang8

2.6 DIAGNOSISDiagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan status lokalis dan pemeriksaan penunjang.a. Anamnesis1Secara umum fraktur diakibatkan oleh adanya trauma. Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci jenisnya, besar ringanya trauma, arah trauma dan posisi penderiat atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Faktor trauma kecepatan rendah atau trauma kecepatan tinggi sangat penting dalam menentukan klasifikasi fraktur terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian, luka tembak dengan kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda berat akan mengakibatkan prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga. Penting adanya deskripsi yang jelas mengenai keluhan penderita, biomekanisme trauma, likasi dan derajat nyeri. Umur dan kondisi penderita sebelum kejadian seperti penyakit hipertensi, diabetes melitus dan sebagainya merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan juga. Selalu tanyakan mengenai gejala-gejala cedera yang berkaitan, seperti baal atau hilangnya gerakan, kulit yang pucat/ sianosis, darah dalam urin, nyeri perut, hilangnya kesadaran untuk sementara. Riwayat trauma sebelumnya juga perlu ditanyakan.b. Pemeriksaan Fisik Umum1Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari kemungkinan komplikasi umum, misalnya syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi. Pulsasi arteri bagian distal penderita hipotensi akan melemah dan hilang sehingga dapat terjadi kesalahan penilaian vaskular. Bila disertai trauma kepala dan tulang belakang maka akan terjadi kelainan sensasi nervus perifer di distal lesi tersebut.c. Pemeriksaan Status Lokalis1,5Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk fraktur tulang panjang. Fraktur tulang-tulang kecil misalnya : navikulare manus, fraktur avulsi, fraktur intra artikuler, fraktur epifisis. Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid servikal, servikal, acetabulum, dan lain-lain mempunyai tanda tersendiriTanda-tanda fraktur yang klasik tersebut adalah:LOOK 1) Deformitas : Penonjolan yang abnormal Angulasi Rotasi Pemendekan 2) Functio Laesa:Hilangnya fungsi, misalnya pada fraktur cruris tidak dapat berjalan dan pada fraktur antebrakhii tidak dapat menggunakan lengan.FEELTerdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu.MOVE1) Krepitasi :Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. 2) Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif3) Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan.4) Gerakan yang tidak normal, gerakan yang terjadi tidak pada sendi.d. Pemeriksaan Radiologis1,8Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan tulang dan jaringan lunak yang berhubungn dengan derajat energi dari trauma itu sendiri. Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan debridement. Bila bayangan udara tersebut tidak berhubungandengan daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan benda asing disekitar lesi sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi disamping melihat kondisi fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur dengan tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi untuk melengkapi deskripsi fraktur, kritik medikolegal, rencana terapi dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala kalsik dalam menentukan diagnosa harus dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standart.Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi hukum dua, yaitu:1. Dua pandanganFraktur atau dislikasi mungkin tidak terlihat pada film rontgentunggal, dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang (anteroposterior dan lateral).2. Dua sendiPada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur dan angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto rontgen.3. Dua tungkaiPada rontgen tulang anak-anak epifisis yang normal dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.4. Dua cederaKekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat. Karena itu, bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur, perlu juga diambil foto rontgen pada pelvis dan tulang belakang.5. Dua kesempatanSegera setelah cedera, suatu fraktur (skafoid karpal) mungkin sulit dilihat. Kalau ragu-ragu, sebagai akibat resorpsi tulang, pemeriksaanlebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

2.7 PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN TRAUMAPada trauma ekstremitas, agar ekstremitas sebagai alat gerak dapat berfungsi dengan baik, ada 4 hal yang harus diperhatikan:41. RecognitionUntuk dapat bertindak dengan baik, maka trauma ekstremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi akibat cedera, baik pada jaringan lunak maupun pada tulangnya dengan mengenali tanda tanda gangguan fungsi jaringan yang terkena cedera.Fraktur merupakan trauma akibat kekerasan yang menimbulkan kerusakan pada tulang disertai jaringan lunak disekitarnya.Gejala klasik fraktur yang didapatkan antara lain: Adanya riwayat trauma Rasa nyeri di bagian tulang yang patah Bengkak Deformitas berupa angulasi, rotasi, discrepancy Tenderness atau nyeri tekan di daerah fraktur dan nyeri sumbu (axial), disertai gerakan abnormal serta mungkin dapat teraba krepitasi tulang dari fragmen tulang yang bergesek pada permukaan fraktur Gangguan fungsi (function laesa) sebagai akibat dari rasa nyeri, putusnya kontinuitas tulang dan gangguan neurovaskuler.2. Reduction (Reposisi)Reposisi adalah tindakan mengembalikan pada posisi semula. Tindakan ini diperlukan untuk mengembalikan tulang kepada bentuk semula sebaik mungkin, agar fungsi dapat kembali semaksimal mungkin terutama permukaan persendian.3. RetainingRetaining adalah tindakan imobilisasi atau fiksasi untuk memberi istirahat dari spasme otot pada anggota atau alat yang sakit agar mencapai kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequate dapat memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.4. RehabilitationRehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat yang sakit atau cedera untuk dapat berfungsi kembali. Rehabilitasi dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan fungsi yaitu lingkup gerak sendi dan atrofi (disused atrophy atau sudeck reflex symphatetic dystrophy). Rehabilitasi dimulai secara: Isometric exercise otot Kalau fiksasi stabil bisa dilakukan isotonic dan isokinetic.Pada kerusakan jaringan lunak perlu ditunggu atau dilakukan imobilisasi selama 3 6 minggu, pada anggota yang terkena.

2.8 PENATALAKSANAAN FRAKTUR TERBUKASemua fraktur terbuka, tidak peduli seberapa ringannya, harus dianggap terkontaminasi, penting untuk mencoba mencegahnya infeksi. Untuk tujuan ini, perlu diperhatikan empat hal yang penting :81. Pembalutan luka dengan segera.2. Profilaksis antibiotika.3. Debridement luka secara dini.4. Stabilisasi fraktur.Pada kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan kecepatan diagnosis pada penanganan agar komplikasi terhindar dari kematian atau kecacatan. Pada fraktur terbuka derajat I dan II dilakukan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) sebagaimana pada fraktur tertutup, yaitu setelah dilakukan debridemen yang baikPenatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan life saving dan life limb dengan resusitasi sesuai dengan indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan debridement, pemberian antibiotik (sebelum, selama, dan sesudah operasi), pemberian anti tetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan fisioterapi. Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma.4Resiko infeksi berbeda sesuai jenis fraktur, dan telah dilaporkan bahwa resiko infeksi untuk tipe fraktur menurut Gustillo adalah sebagai berikut:91. Derajat 1 resiko infeksi 0 2%2. Derajat 2 resiko infeksi 2 10%3. Derajat 3 resiko infeksi 10 50%Studi lainnya memperkirakan resiko infeksi meningkat menjadi 1,4% untuk fraktur derajat 1, 3,6% untuk fraktur derajat 2 dan 22,7% untuk fraktur derajat 3.Prinsip penanganan fraktur terbuka secara umum adalah sebagai berikut:a. Pertolongan pertama10Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan mencegah gerakan-gerakan fragmen yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint atau bandage yang mudah dikerjakan dan efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan steril.

b. Resusitasi10Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advance Trauma Life Support) dengan memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi), bersamaan itu pula dikerjakan penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi. Kehilangan banyak darah pada frkatur terbuka derajat III dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan dapat diperberat oleh rasa nyeri yang dapat menyebabkan syok neurogenik. Tindakan resusitasi dilakukan dilakukan bila ditemukan tanda syok hipovolemik, gangguan nafas atau denyut jantung karena fraktur terbuka seringkali bersamaan dengan cedera organ lain. Penderita diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan pemberian analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah pasien stabil.c. Penilaian awal10Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan penanganan awal yang memadai. Fakta-fakta pada pemeriksaan harus direkam dengan baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan komplikasi akibat fraktur itu sendiri.d. Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)8-12Pada sebagian besar kasus, co amoksiklav atau cefuroxime (tau klindamisin jika terdapat alergi penisilin) diberikan sesegera mungkin. Pada saat debridemen, gentamisin ditambahkan sebagai dosis kedua selain antibiotik pertama. Kedua antibiotik merupakan profilaksis terhadap sebagian besar bakteri gram negative dan gram positif. Fraktur gustillo derajat I dapat ditutup setelah debridemen dan antibiotik profilaksis tidak dibutuhkan lebih dari 24 jam.8

Tabel 1. Terapi Antibiotik Menurut Derajat Gustillo8Pemberian kombinasi antibiotik lainnya yang disarankan adalah sefalosporin untuk fraktur gustillo derajat 1, kombinasi sefalosporin dan aminoglokosida untuk derajat 2, serta kombinasi sefaloprosin, penicillin dan aminoglikosida untuk derajat 3. Sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2 mg/kgBB tiap 8 jam) selama 3 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. Bila dalamperawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk penyesuaian ulang pemberian antibiotik yang digunakan.9

Tabel 2. Pemilihan Antibiotik dengan Golongan Sefalosporin11Vancomycin dapati diberikan sebagai pengobatan lini pertama pada pasien yang memiliki alergi beta lactam, dan riwayat kolonisasi MRSA (Methycillin Ressistant Staphlococcus Aureus), terutama pada pasien yang memiliki riwayat hospitalisasi jangka panjang. Pada semua derajat fraktur, untuk mencegah adanya infeksi spesies Clostridium, maka diperlukan pemberian penicillin pada setiap kejadian fraktur dengan kontaminasi tanah atau feses. Organisme nosokomial sering terjadi pada area operasi, sehingga sebuah studi merekomendasikan pemberian antibiotik profilaksis terhadap aktifitas MRSA single dose seperti vancomycin atau teicoplanin untuk fraktur Gustillo derajat IIIB/IIIC.12Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 unit dengan tes subkutan0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml secara intramuskular.10e. Debridement10,12Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati, memberikan persediaan darah yang baik di seluruh bagian itu. Dalam anestesi umum, pakaian pasien dilepas, sementara itu asisten mempertahankan traksi pada tungkai yang mengalami cedera dan menahannya agar tetap ditempat. Pembalut yang sebelumnya digunakan pada luka diganti dengan bantalan yang steril dan kulit di sekelilingnya dibersihkan dan dicukur. Kemudian bantalan tersebut diangkat dan luka diirigasi seluruhnya dengan sejumlah besar garam fisiologis. Irigasi akhir dapat disertai obat antibiotika, misalnya basitrasin. Turniket tidak digunakan karena akan lebih jauh membahayakan sirkulasi dan menyulitkan pengenalan struktur yang mati. Jaringan itu kemudian ditangani sebagai berikut : Kulit Hanya sesedikit mungkin kulit dieksisi dari tepi luka, pertahankan sebanyak mungkin kulit. Luka perlu diperluas dengan insisi yang terencana untuk memperoleh daerah terbuka yang memadai. Setelah diperbesar, pembalut dan bahan asing lain dapat dilepas. FasiaFasia dibelah secara meluas sehingga sirkulasi tidak terhalang. OtotOtot yang mati berbahaya, ini merupakan makanan bagi bakteri. Otot yang mati ini biasanya dapat dikenal melalui perubahan warna yang keungu-unguannya, konsistensinya yang buruk, tidak dapat berkontraksi bila dirangsang dan tidak berdarah. Semua otot mati dan yang kemampuan hidupnya meragukan perlu dieksisi. Pembuluh darahPembuluh darah yang banyak mengalami perdarahan diikat dengan cermat, tetapi untuk meminimalkan jumlah benang yang tertinggal dalam luka, pembuluh darah yang kecil dijepit dengan gunting tang arteri dan dipilin. SarafSaraf yang terpotong biasanya terbaik dibiarkan saja. Tetapi, bila luka itu bersih dan ujung-ujung saraf tidak terdiseksi, selubung saraf dijahit dengan bahan yang tidak dapat diserap untuk memudahkan pengenalan di kemudian hari. TendonBiasanya, tendon yang terpotong juga dibiarkan saja. Seperti halnya saraf, penjahitan diperbolehkan hanya jika luka itu bersih dan diseksi tidak perlu dilakukan. TulangPermukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan kembali pada posisi yang benar. Tulang, seperti kulit, harus diselamatkan dan fragmen baru boleh dibuang bila kecil dan lepas sama sekali. SendiCedera sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka, penutupan sinovium dan kapsul, dan antibiotik sistemik : drainase atau irigasi sedotan hanya digunakan kalau terjadi kontaminasi hebat.Debridement dapat juga dilakukan dengan : Pembersihan lukaPembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridement)Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang lepas.f. Penanganan jaringan lunak10Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat dilakukan soft tissue transplantation pada tindakan berikutnya, sedangkan tulang yang hilang dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan infeksi berhasil baik.g. Penutupan luka9Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan debridement dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer tanpa tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat sebaiknya dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap hari. Setelah 5 7 hari dan luka bebas dan infeksi dapat dilakukan penutupan kulit secara sekunder atau melalui tandur kulit. Pada anak sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk menghindari terjadi khondrolisis yaitu kerusakan epiphyseal plate akibat infeksi. Penyambungan tulang pada anak relatif lebih cepat, maka reposisi dan fiksasi dikerjakan secepatnya untuk mencegahnya deformitas.Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.h. Stabilitas fraktur10,11Dalam melakukan stabilitas fraktur awal penggunaan gips sebagai temporary splinting dianjurkan sampai dicapai penanganan luka yang adekuat, kemudian bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi dalam dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator devices sebagai terapi stabilisasi definitif. Pemasangan fiksasi dalam dapat dipasang setelah luka jaringan luka baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi. Penggunaan fiksasi luar (external fixation devices) pada fraktur terbuka derajat III adalah salah satu pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen fraktur tersebut dan untuk mempermudah perawatan luka harian.

Gambar 4. Fiksasi Temporer11

2.9 REHABILITASI MEDIKTerapi yang digunakan pada kasus fraktur dapat berupa terapi latihan maupun terapi dengan modalitas. Terapi dengan modalitas yang sering digunakan yaitu traksi, yang dapat mereposisi kembali tulang yang fraktus, sekaligus juga dapat mengurangi nyeri yang timbul di daerah fraktur. Sedangkan terapi latihan dapat berupa:1) Range of Motion (ROM)Gerakan sebuah sendi dengan jangkauan parsial atau penuh yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan jangkauan gerak sendi.1. ROM penuh (full ROM)ROM penuh artinya ROM yang sesuai dengan dasar anatomi dari sendi itu sendiri.

2. ROM fungsionalROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan dalam melakukan aktifitas sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik. Contohnya: ROM lutut dari ekstensi penuh (00) sampai fleksi 900 merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi ROM ini fungsional untuk duduk.3. ROM aktifPasien disuruh melakukan gerakan sendi secar parsial atau penuh tanpa bantuan orang lain. Tujuannya untuk memelihara ROM dan kekuatan minimal akibat kurang aktifitas dan menstimulasi sistemkardiopulmoner, Sasarannya otot dengan kekuatan poor sampai dengan good (2 sampai dengan 4).4. ROM aktif assistivePada latihan ini pasien disuruh kontraksikan ototnya untuk menggerakkan sendi, dan ahli terapi membantu pasien dalam melakukannya.5. ROM pasifLatihan ini dengan menggerakkan sendi tanpa kontraksi otot pasien. Seluruh gerakan dilakukan oleh dokter atau terapis. Tujuannya memelihara mobilitas sendi ketika kontrol dari otot-otot volunter/ sendi hilang atau pasien tidak sadar/ tidak ada respon. Sasarannya otot dengan kekuatan zerro-trace (0-1).2) Terapi latihan merupakan salah satu modalitas terapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk perbaikan dan pemeliharaan kekuatan katahanan, dan kemampuan vaskular, mobilitas, fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan, dan kemampuan fungsional.

1. Static contractionStatic contraction merupakan suatu terapi latihan dengan cara mengkontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot maupun pergerakan sendi. Tujuan kontraksi isometris ini adalah pumping action pembuluh darah balik, yaitu terjadinya peningkatan perifer resistance of blood vessel. Dengan adanya hambatan pada perifer maka akan didapatkan peningkatan tekanan darah dan secara otomatis caridiac output akan meningkat sehingga mekanisme metabolisme menjadi landar dan udem menjadi menurun, dan akhirnya nyeri berkurang.2. Relaxed passive exerciseGerakan murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena itu gerakan berasal dariluar atau terapis sehingga dengan gerak Relaxed passive exercise ini diharapkan otot menjadi rileks dan menyebabkan efek penguranangan atau penurunan nyeri akibat insisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot.3. Hold RelaxHold Relax merupakan teknik latihan yang menggunakan kontraksi otot secara isometrik kelompok antagonis yang diikuti rileksasi otot tersebut.4. Aktive exerciseAktif exercise merupakan gerakan yang dilakukan ikeh adany kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dilakukan melawan grafitasi penuh.3) Latihan kekuatan (strengthening exercise)Syarat melakukan latihan ini adalah (1) kekuatan otot di atas fair (50%) dam (2) beban di atas 35% dari kemampuan otot.1. Isometric exercisePada latihan ini panjang otot tidak bertambah, terjadi kontraksi otot tanpa pergerakan sendi. Kontraksi optimal enam detik, 1 kali perhari. Bertujuan untuk meningkatkan penguatan oto ketika ada kontraksi lain seperti fraktur yang tidak stabil atau adanya nyeri.2. Isotonic exerciseMerupakan latihan dinamis menggunakan beban statis, tetapi kesepakatan gerak otot tidak dikontrol. Kontraksi bersamaan dengan gerak sendi. Latihan ini sering digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot pada tahap pertengahan dan tahap akhir dari rehabilitasi medik.3. Isokinetic exercisePada latihan ini kecepatan gerak sendi konstan beban dinamin tetapi kecepatan gerak tetap. Latihan ini digunakan pada rehabilitasi tahap akhir.a. Rehabilitasi Hari Pertama Sampai Hari ke Tujuh Perhatian : Tidak memberi beban pada ekstremitas yang cedera. ROM : Jika di pasang brace atau splint, ROM shoulder, elbow dan wrist jangan dilakukan terlebih dahulu. Gerakan aktif assistif ROM shoulder, elbow dan wrist bisa dilakukan jika fiksasi telah stabil. ROM exercise dilakukan pada jari tangan. Muscule Strenght : Tidak dilakukan latihan perenggangan pada elbow, shoulder dan wrist.Aktivitas Fungsional : Ekstremitas yang cedera tidak digunakan terlebih dahulu untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. No Weight Bearing Treatment : 2 minggu Stabilitas pada lokasi fraktur: Tidak ada sampai minimal. Tahap penyembuhan tulang : Fase awal penyembuhan, dimulai dari fase reparasi sel osteoprogenitor berdiferensiasi menjadi osteoblast. X-Ray : Tidak diperlukan sampai terbentuk sedikit kalus. b. Rehabilitasi minggu 2Perhatian : Tidak memberi beban pada ekstremitas yang cedera. ROM: Aktif dan aktif assistif ROM pada jari dan shoulder. Pada pemakaian splint atau brace, tidak dilakukan abduksi bahu lebih dari 60 derajat. Muscule Strenght : Tidak dilakukan latihan kekuatan pada elbow dan shoulder. Aktivitas Fungsional : Ekstremitas yang sehat digunakan untuk ADL, latihan menggunakan ekstremitas yang cedera untuk aktivitas yang ringan seperti makan, menulis. Treatment: 4 sampai 6 minggu Stabilitas Fraktur : Dengan adanya kalus fraktur akan menjadi stabil, dibuktikan dengan pemeriksaan fisik. Tingkat pembentukan tulang : Fase reparasi, sejak terbentuknya kalus di tempat fraktur sudah bisa dikatakan stabil. Walaupun kekuatan kalus lebih lemah dibandingkan dengan tulang normal. X-Ray : Pembentukan kalus mulai terlihat. Kalus sudah banyak terlihat di daerah metafisis. Garis fraktur sudah tidak terlihat. c. Rehabilitasi 4 sampai 6 minggu Perhatian : Tidak melakukan aktivitas berat dengan bagian yang cedera. ROM : Aktif dan aktif assistif ROM pada shoulder dan aktif pada elbow. Muscule Strenght : Isometric dan isotonic exercises pada otot forearm. Setelah 6 minggu isotonic exercises pada otot bisep dan trisep. Akifitas Fungsional : Mulai menggunakan ekstremitas yang cedera untuk perawatan diri dasar. Weight Bearing dengan internal fiksasi Treatment : 8-11 minggu Stabilitas Fraktur : Kalus telah stabil Tingkat pembentukan tulang: Pada tulang yang retak digantikan oleh tulang lameral pada daerah korteks. Proses remodeling ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. X-Ray : Terlihat banyak kalus, dan garis fraktur mulai hilang. Kemudian canalis meduralis daerah metafisis mulai terbentuk.

d. Rehabilitasi 8 sampai 12 minggu Perhatian : Jangan digunakan terlebih dahulu untuk berolahraga.ROM : Aktif, aktif assistif, dan pasif ROM pada semua sendi. Muscle Strength : Excercise pada semua sendi Aktivitas Fungsional : Mulai menggunakan ekstremitas yang cedera untuk aktivitas sehari-hari Full Weight Bearing

2.10 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS FRAKTUR TERBUKAFraktur terbuka memiliki resiko komplikasi yang besar jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, diantaranya adalah sebagai berikut:31. Perdarahan,syok septiksampai kematian2. Septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik3. Tetanus4. Gangrene5. Perdarahan sekunder6. Osteomielitiskronik7. Delayed union8. Non union dan malunion9. Kekakuan sendi10. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lamaSemua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah waktu tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi.Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka.

BAB IIIPENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas Nama : Ny. ESUsia: 33 tahun Jenis Kelamin: PerempuanPekerjaan: Guru (Pegawai Negeri Sipil)Agama: IslamStatus: MenikahAlamat: Jl. Tani, No. 45, Singkawang

3.2 AnamnesisAnamnesa dilakukan pada tanggal 31 Maret 2015, pukul 11.00 WIB di IGD Abdul Aziz, Singkawang.

Keluhan UtamaNyeri pada kaki sebelah kanan.

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan nyeri pada kaki sebelah kanan. Nyeri dirasakan post KLL, 30 menit sebelum masuk RS. Pasien terjatuh dari motor ke arah sebelah kanan, dan kaki kanannya tertimpa motor. Saat pasien mau menggerakkan kakinya, pasien mengatakan kakinya sudah bengkok dan banyak mengeluarkan darah. Pasien merasakan nyeri saat kakinya digerakkan, dan pasien tidak bisa berjalan sendiri.

Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mengalami patah tulang sebelumnya. Riwayat hipertensi disangkal, DM disangkal, asma disangkal, dan hiperkolesterol disangkal.

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota kelurga yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan KebiasaanPasien bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, menggunakan BPJS. Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik (23/03/2015)PRIMARY SURVEY AIRWAY: Clear, tidak ada cedera cervical, stridor (-), snoring (-), gurgling (-) BREATHING: Spontan, Nafas: 24x/menit, pergerakan dada simetris kanan=kiri CIRCULATION: Nadi: 88x/menit, reguler, isi cukup, akral hangat, cappilary refilltime < 2 detik, TD: 120/80 mmHg DISABILITY: GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+ EXPOSURE: Pakaian tidak dibuka dan diberikan selimut untuk mencegah hipotermi

SECONDARY SURVEYKepala : normosephalik, simetris Kulit : petekie (-), sianosis (-)Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), injeksi konjungtiva (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)Telinga: sekret (-/-), serumen (-/-) Hidung: sekret (-/-), deviasi septum (-) Mulut : faring tidak hiperemis, tonsil tidak membesar Leher: trakea di tengah, tiroid membesar (-), pembesaran KGB (-)Jantung: dalam batas normalParu: dalam batas normalAbdomen: dalam batas normalEkstremitas : - Ekstremitas atas: dalam batas normal Ekstremitas bawah: lihat status lokalis

Status Lokalis: Regio Cruris Dextra Look : Bengkak (+) Warna: sianosis (-) Luka terbuka di regio crusis dextra lateral, ukuran 5 cm, tepi tidak beraturan, dasar otot, perdarahan terkontrol. Luka terbuka di regio cruris dextra anterior, ukuran 5 cm, tepi tidak beraturan, dasar tulang, perdarahan terkontrol. Deformitas: shortening. Feel : Suhu : teraba hangat Nyeri (+) Sensasi (+) CRT < 2 detik Pulsasi: arteri dorsalis pedis (+), arteri tibialis posterior (+)Move : Pergerakan aktif terbatas Pergerakan pasif terbatas ROM ankle joint dextra terbatas karena nyeri

3.4 Pemeriksaan PenunjangRontgen (31 Maret 2015)

3.5 DiagnosisOpen Fraktur Os Tibia Fibula Dextra 1/3 Distal Grade IIIA

3.6 Terapi a. Irigasi Guyur NaCl 0,9%b. Medikamentosa RL 20tpm Ceftriaxon1gr/12 jam (iv) Gentamicin 2x1 (iv) Ketorolac 3x1 (iv) Ranitidin 2x1 (iv) ATS (im)c. Operatif : Pemasangan ORIF

3.7 PrognosisQuo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam Quo ad sanantionam : dubia ad bonam

BAB IVPEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik Ny. ES, 33 tahun, didiagnosis open fraktur cruris dextra 1/3 distal grade IIIA. Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kaki sebelah kanan post KLL 30 menit sebelum masuk RS. Saat kejadian pasien terjatuh dari motor ke arah sebelah kanan dan kaki kanannya tertimpa motor. Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat diuraikan status lokalis pada regio cruris dextra sebagai berikut:Look : Bengkak (+) Warna: sianosis (-) Luka terbuka di regio crusis dextra lateral, ukuran 5 cm, tepi tidak beraturan, dasar otot, perdarahan terkontrol. Luka terbuka di regio cruris dextra anterior, ukuran 5 cm, tepi tidak beraturan, dasar tulang, perdarahan terkontrol. Deformitas: shortening. Feel : Suhu : teraba hangat Nyeri (+) Sensasi (+) CRT < 2 detik Pulsasi: arteri dorsalis pedis (+), arteri tibialis posterior (+)Move : Pergerakan aktif terbatas Pergerakan pasif terbatas Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis, melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Hasil pemeriksaan radiologis berupa foto rontgen regio cruris dextra yaitu fraktur os tibia dan os fibula dextra 1/3 distal.Fraktur pada pasien ini diakibatkan oleh peristiwa atau mekanisme trauma yang dialaminya. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, penekanan atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan Anderson (1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi. Fraktur terbuka pada pasien ini termasuk derajat IIIA, yaitu jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/ sangat komunitif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. Setelah dilakukan debridemen masih dapat dilakukan penutupan luka pada tulang yang patah secara adequate. Penatalaksaan fraktur terbuka pada kasus ini adalah terapi operatif. Penatalaksanaan fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:1. Absolut Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan Operasi dalampenyembuhan danperawatan lukanya. Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaikijalannya darah ditungkai. Fraktur dengan sindroma kompartemen. Cedera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga mengurangi nyeri.1. Relatif, jika adanya: Pemendekan Fraktur tibia dengan fibula intak Fraktur tibia dan fibula dengan level yang samaSesuai indikasi di atas pada pasien ini dilalukan operasi pemasangan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation). ORIF adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan tulang.Prognosis fraktur terbuka dikatakan baik jika pasien secepat mungkin dibawa ke rumah sakit sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan, bentuk dan jenis perpatahan simple, kondisi umum pasien baik, usia pasien relatif muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar. Pada pasien ini memiliki prognosis yang baik mencakup quo ad vitam, quo ad functionam dan quo ad sanationam. Serta dalam proses rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama dalam mencegah komplikasi dan melatih aktivitas fungsional ektremitasnya.

BAB VKESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, Ny. ES, 33 tahun, mengalami open fraktur cruris dextra 1/3 distal grade IIIA. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah terapi operatif berupa pemasangan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation). Prognosis quo ad vitam, quo ad functionam dan quo ad sanationam dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Reksoprodjo, Soelarto dkk., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 2013. Bagian Ilmu Bedah FKUI RSCM., Jakarta., Binarupa Aksara Publisher.2. Doherty, G. M. 2010. Current Diagnosis and Treatment: Surgery, 13th edition. McGrawHill3. Rasjad, Chairuddin.2008. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta: Yarsif Watampone. 332-334.4. Temyang-Reksoprodjo, A. F. 2006. Himpunan Makalah Prof. dr. H. Soelarto Reksoprodjo, SpB., SpOT. 5. Salter, R.B. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System 3rd. William and Wilkins : USA.6. Porth, Carol Mattson. 2003. Essentials of Pathophysiology : Concepts of Altered Health States. Lippincott Williams & Wilkins7. Kahan, S., Raves, J.J. 2011. Master Plan : Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.8. Salomon, L.,Warmick,D.,Nayagam,S. 2010. APLEYs System of Orthopaedics and Fractures 9th edition. Hodder Arnold : London. P.687-7309. Cross, W.W., Swiontkowski, M. F. 2008.Treatment principles in the management of open fractures.Indian J Orthop. Oct-Dec; 42(4): 377386.10. Buteera, A. M., Byimana, J. 2009. Principles of Management of Open Fractures. East Cent. Afr. j. surg. July-August 14:2-9.11. Camuso, P., Colton, C. 2012. Principles of Management of Open Fracture. (tersedia pada https://www2.aofoundation.org/wps/portal/surgery, dikunjungi pada tanggal 15 Januari 2015)12. Anderson, A., Miller A., Bookstaver, P. B. 2011. Antimicrobial Prophylaxis in Open Lower Extremity Fractures. OAEM 2011(3):711

8