case ortho hadi

75
PRESENTASI KASUS FRAKTUR TERTUTUP BATANG FEMUR 1/3 DISTAL SINISTRA DENGAN FIBROUS DYSPLASIA PROKSIMAL FEMUR SINISTRA Pembimbing: dr. Lukman Shebubakar Sp.OT (K) Oleh : Syarif Hadi 108103000048 KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

Upload: syarif-hadi-assegaf

Post on 05-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

case ortho fraktur femur, dengan kelainan pertumbuhan fibrosis

TRANSCRIPT

Page 1: Case Ortho Hadi

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR TERTUTUP BATANG FEMUR 1/3

DISTAL SINISTRA DENGAN FIBROUS

DYSPLASIA PROKSIMAL FEMUR SINISTRA

Pembimbing:

dr. Lukman Shebubakar Sp.OT (K)

Oleh :Syarif Hadi

108103000048

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

PERIODE 9 SEPTEMBER 2013 – 13 NOVEMBER 2013

Page 2: Case Ortho Hadi

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

presentasi kasus ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun judul makalah presentasi kasus ini adalah Fraktur Tertutup Batang

Femur 1/3 Distal Sinistra Dengan Fibrous Dysplasia Proksimal Femur Sinistra

Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mencurahkan segala pikiran

dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus

dilewati.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Lukman Shebubakar Sp.OT (K)

selaku pembimbing makalah makalah presentasi kasus dan seluruh pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta, Oktober 2013

Penulis

Page 3: Case Ortho Hadi

3

BAB I

PENDAHULUAN

Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting),

atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan

jalan raya.Femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dan memiliki suplai darah

yang baik. Karena itu di sekitarnya terlindung otot, maka memerlukan kekuatan besar

untuk dapat terjadi fraktur.Dengan demikian, trauma langsung yang keras, seperti

yang dapat dialami pada kecelakaan automobil, diperlukan untuk menimbulkan

fraktur batang femur.Perdarahan interna yang masif dapat menimbulkan renjatan

berat.

Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu 10 tahun

terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing, meskipun merupakan

penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak, mempunyai kerugian dalam hal

me-merlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama; oleh karena itu,

penatalaksanaan ini tidak banyak digunakan pada orang dewasa.

Prinsip penanganan untuk patah tulang adalah mengembalikan posisi patahan

tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa

penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Cara imobilisasi dengan pin, sekrup, pelat

atau alat lain (osteosintesis) merupakan langkah yang ditempuh bila cara non operatif

seperti reposisi, gips, traksi dan manipulasi lainnya dirasa kurang memuaskan. Perlu

diketahui, bahwa tidak semua dislokasi (posisi tulang yang bergeser dari tempat

seharusnya) memerlukan reposisi untuk mencapai keadaan seperti sebelumnya karena

tulang pun mempunyai mekanisme sendiri untuk menyesuaikan bentuknya agar

kembali seperti bentuk semula (remodelling/swapugar).

Cara osteosintesis yang lazim digunakan adalah cara menurut

Arbeisgemeinschaft für Osteosynthesefrage/AO yang mulai dikenal sekitar tahun

60an di Swiss, yang membuat luka patah tulang dapat sembuh tanpa pembentukan

jaringan ikat dengan menggunakan fiksasi kuat bertekanan tinggi. Keuntungan dengan

metode ini adalah gerakan dapat dimulai segera walaupun setelah setengah sampai

dua tahun alat osteosintesis ini harus dikeluarkan yang membuat tempat fraktur tidak

Page 4: Case Ortho Hadi

4

sekuat bila dibandingkan penyembuhan natural oleh tubuh sendiri (yaitu dengan

pembentukan kalus).

Fiksasi bisa berupa fiksasi luar, fiksasi dalam, penggantian dengan prostesis dan

lain-lain. Contoh fiksasi luar adalah penggunaan pin baja yang ditusukkan pada

fragmen tulang untuk kemudian disatukan dengan batangan logam di luar kulit.

Sedangkan fiksasi interna yang biasa dipakai berupa pen dalam sumsum tulang

panjang atau plat dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan cara ini adalah

terjadi reposisi sempurna, tidak perlu dipasang gips serta bisa bergerak dengan segera.

Namun mempunyai risiko infeksi tulang.Prostesis biasa digunakan untuk penderita

patah tulang pada manula yang sukar menyambung kembali.

Fibrous dysplasia merupakan suatu kondisi kronik dimana tulang tumbuh secara

abnormal..

Kondisi ini dimulai sebelum kelahiran, disebabkan olaeh mutasi genetic yang

mempengaruhi pembentukan tulang.Walaupun begitu biasanya gejalanya tidak

tampak sampai awal masa kanak-kanak, remaja atau bahkan dewasa.Kelainan ini juga

dapat merupakan tanda suatu sindrom atau keganasan.

Page 5: Case Ortho Hadi

5

BAB II

ILUSTRASI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

No. RM : 1262513

Nama : Tn. SB

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cagar Alam Pancoran Mas Depok

Pendidikan : Tamat SLTA

Pekerjaan : Pekerja Lepas

Status Perkawinan : Belum Kawin

Tanggal datang ke IGD : 16 Oktober 2013

2.2 ANAMNESA

Autoanamnesa pada 16 Oktober 2013, Jam 23.20 WIB

Keluhan Utama : Nyeri pada paha kiri sejak 15 jam SMRS

Keluhan Tambahan: Tidak mampu berjalan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh nyeri pada siku kanan sejak paha kiri sejak 15 jam SMRS.

Nyeri dirasakan setelah pasien terlibat kecelakaan motor beruntun. Pasien mengaku

saat itu pasien sedang mengendariai motor dengan kecepatan ±70km/jam, kemudian

motor didepan pasien menabrak mobil yang mengerem mendadak didepannya, dan

pasien menebrak motor tersebut dan ditabrak lagi oleh motor lain sehingga pasien

terlempar dari motor ke arah kiri dan mendarat dengan paha kiri terlebih dahulu di

aspal, saat itu pasien mengenakan helm full face. Pasien tidak ingat apakah ada bunyi

gemeretak, pasien langsung merasakan nyeri pada paha kirinya dan tidak dapat

berjalan. Nyeri tidak berkurang saat istirahat namun bertambah saat pasien mencoba

bergerak. Nyeri yang dirasakan pasien tidak menjalar dan bersifat tumpul. Pasien

Page 6: Case Ortho Hadi

6

tidak pingsan, muntah menyemprot ataupun merasakan kelemahan sesisi. Tidak ada

nyeri lama pada paha kiri pasien.

Pasien kemudian ditolong warga sekitar dibawa ke rumah pasien.

Riwayat Pengobatan :

Pasien mencoba berobat ke tukang pijat, namun tidak ada perubahan sehingga

pasien ke RSF.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah mengalami trauma pada paha kirinya (pasien tidak begitu ingat

apakah patah atau tidak) saat pasien berumur 7 tahun, dibawa berobat ke

alternatif. Sejak saat itu kaki pasien bengkok, pasien dapat tetap berjalan walupun

pincang. Pasien tidak pernah memeriksakan paha kirinya ke dokter.

Riwayat penyakit keluarga :

- Keluarga tidak mempunyai riwayat hipertensi

- Riwayat DM disangkal

- Riwayat Asma dan alergi disangkal

- Riwayat tumor atau kanker disangkal

Riwayat kebiasaan:

- Pasien merokok 6 batang/hari sejak 15 tahun yang lalu

- Pasien tidak mengkonsumsi alcohol

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Pada tanggal 16 Oktober 2013

Keadaan Umum

Pasien tampak sakit sedang.

Primary Survey

Airaway, Breathing, Circulation tidak ada masalah.

Kesadaran

Compos mentis; GCS: E = 4, V = 5, M = 6 15

Tanda-tanda Vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Page 7: Case Ortho Hadi

7

Frekuensi Nadi : 92x/menit

Suhu : 36,7 °C

Frekuensi pernapasan: 20x/menit

Kepala

Bentuk normal, rambut berwarna hitam, terdistribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak teraba benjolan.

Mata

Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior dan

inferior tidak oedema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik kornea

jernih, pupil bulat, isokor, Ǿ 3mm,

Hidung

Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, secret -/-, krepitasi tidak ada.

Telinga

Bentuk normal, secret -/-, serumen -/-

Mulut

Bentuk normal, sianosis (-), bibir agak kering, lidah tidak kotor, faring tidak

hiperemis, tonsil T1-T1 tenang.

Leher

Bentuk normal, trakea di tengah, KGB tidak teraba membesar.

Thorax

Paru :

Inspeksi : Bentuk normal, nafas tampak simetris dalam statis dan

dinamis, retraksi intercostal (-)

Palpasi : Vocal fremitus kanan kiri sama kuat

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI aksilaris anterior sinistra

Perkusi : batas atas : ICS II parasternal sinistra

batas kanan : garis midsternal

batas kiri : ICS V midclavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Page 8: Case Ortho Hadi

8

Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran vena

Palpasi :Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+), Normal

Ekstremitas Superior dan Inferior

Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT <2 detik

Lihat status lokalis

STATUS LOKALIS

Regio Femoralis Sinistra :

Look : Deformitas (+)Bowing, bengkak (-), Angulasi (+)

o Terdapat Limb Length Discrepancy

Dextra Sinistra

Apparent Length 88 73

True Length 82 70

Anatomical Length 38 36

Feel : Nyeri tekan (+), hangat (+), palpasi a.tibialis posterior ++, a.dorsalis

pedis ++, CRT<2”, sensorik baik

Move : nyeri gerak aktif (+) nyeri gerak pasif (+) ROM sulit dinilai

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

FOTO RONTGEN REGIO FEMORALIS SINISTRA

Tanggal 16 Oktober 2013

Page 9: Case Ortho Hadi

9

Terdapat diskontinuitas pada 1/3 distal shaft femur dengan garis fraktur berbentuk

spiral, comminuted, overlapping (+)

Terdapat lesi litik dari daerah acetabulum, epifisis, diafisis dan metafisis hingga 2/3

shaft proksimal femur, terdapat bowing berbentuk Shepperd’s Crook, Expanding

Bone tampak bersepta-septa.

Laboratorium 17/10/13

Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil

HEMATOLOGI

Page 10: Case Ortho Hadi

10

Hemoglobin 13.2–17.3 g/dl 13.5 g/dl

Hematokrit 33-45% 41%

Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 12 ribu/ul

Trombosit 150-440 ribu/ul 375 ribu/ul

Eritrosit 4.40-5.90 juta/ul 4,64 juta/ul

VER/HER/KHER/RDW

VER 80.0-100.0 fl 88 fl

HER 26.0-34.0 pg 29,1 pg

KHER 32.0-36.0 g/dl 33,1 g/dl

RDW 11.5-14.5% 14,5 %

Gula darah sewaktu 70 – 140 mg/dl 119 mg/dl

FUNGSI GINJAL

Ureum 20 – 40 mg / dl 19 mg/dl

Creatinin 0.6 – 1.5 mg/dl 0,7 mg/dl

ELEKTROLIT

Na 135 – 147 mmol/l 138 mmol/l

K 3.10 – 5.10 mmol/l 3.74 mmol/l

Cl 95 – 108 mmol/l 101 mmol/l

2.5 RESUME

Laki-laki berumur 30tahun datang dengan keluhan nyeri pada paha kiri setelah

terjatuh saat terlempar dari motornya setelah kecelakaan beruntun 15 jam SMRS.

Pasien tidak dapat berjalan.Pasien pernah mengalami trauma pada paha kirinya saat

berumur 7 tahun, sejak saat itu kaki pasien bengkak dan pasien berjalan pincang.

Pemeriksaan fisik:

Status Generalis :dalam batas normal

Status lokalis : pada RegioFemoralis Sinistra :

Look : Deformitas (+) Bowing, bengkak (-), Angulasi (+)

o Terdapat Limb Length Discrepancy

Dextra Sinistra

Apparent Length 88 73

True Length 82 70

Anatomical Length 38 36

Page 11: Case Ortho Hadi

11

Feel : Nyeri tekan (+), hangat (+), palpasi a.tibialis posterior ++, a.dorsalis

pedis ++, CRT<2”, sensorik baik

Move : ROM terbatas oleh nyeri

Pemeriksaan Penunjang:

Suspek Fibrous Dysplasia

Fraktur 1/3 Shaft Femur oblik comminuted

2.6DIAGNOSA KERJA

Fraktur Shaft Femur 1/3 Distal Sinistra

Suspek Fibrous Dysplasia 2/3 Proksimal Femur

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

- CT Scan Femur dengan rekonstruksi 3D

- Rontgen Thorax AP

2.8 PENATALAKSANAAN

- Backslap sementara

-Rencana ORIF elektif dari ruangan

- IVFD RL:D5; 1:1/ 24 jam

- Ketorolac 3x30mg ampul

- Ranitidin 2x1 mg ampul

-Rencana Biopsi

2.9 FOLLOW UP

Pasien masuk ruangan tanggal 18/10/13

Page 12: Case Ortho Hadi

12

S : nyeri paha kiri VAS 3, demam (-), BAB dan BAK baik

O: TSS/CM, HD stabil

St.Generalis : dalam batas normal

St.Lokalis : regio femur sinistra : terpasang backslap dan perban, deformitas (+),

swelling (+), sensorik dan vaskilarisasi baik

A: fraktur shaft femur 1/3 distal sinistra

Suspek fibrous dysplasia

P :Rencana ORIF elektif

- IVFD RL:D5; 1:1/ 24 jam

- Ketorolac 3x30mg ampul

- Ranitidin 2x1 mg ampul

-Jadwal CT scan tanggal 22/10/13

Hasil CT Scan Tanggal 22/10/13

Page 13: Case Ortho Hadi

13

2.10 LAPORAN OPERASI TANGGAL 25/10/13

Operator : dr.Iman W Sp.OT (K) Asisten : dr.Troy Perdarahan : 500cc Pasien dalam posisi lateral decubitus dalam anestesi spinal Dilakukan a dan antisepsis Dilakukan insisi pada lateral femur sinistra menembus kutis, subkutis, lemak

dan fasia. Otot disingkapkan.

Page 14: Case Ortho Hadi

14

Tampak fraktur kominutif 1/3 distal, berikut jaringan tulang yang melebar pada 2/3 proksimal

Dilakukan pengambilan jaringan pada transitional zone Pada lokasi fraktur dilakukan reduksi, di distal femur fiksasi dengan dengan

locking plate 9 hole, 9 screw dan 2 circlage wire Luka dicuci dan perdarahan dikontrol Dimasukkan perossal Luka ditutup dengan 1 drain Operasi selesai

Page 15: Case Ortho Hadi

15

Page 16: Case Ortho Hadi

16

Instruksi Post Operasi

Awasi tanda vital

Cek DPL post op, bila <10g/dL, transfusi PRC 500cc

Ceftriaksone 2x1gr

Ketorolac 3x30mg amp

Ranitidin 2x50mg amp

Laboratorium 27/10/13

Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13.2–17.3 g/dl 9,7 g/dl

Hematokrit 33-45% 29%

Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 13,5 ribu/ul

Trombosit 150-440 ribu/ul 375 ribu/ul

Eritrosit 4.40-5.90 juta/ul 3,31 juta/ul

VER/HER/KHER/RDW

VER 80.0-100.0 fl 86 fl

HER 26.0-34.0 pg 29,3 pg

KHER 32.0-36.0 g/dl 34,1 g/dl

RDW 11.5-14.5% 14,1 %

Follow up 27/10/13

S : nyeri luka op vas 1, demam (-)

O : TSR, CM Hemodinamik Stabil

Status Generalis : dalam batas normal

Status Lokalis : regio femur sinistra : luka operasi tertutup verban, rembesan (-)

drain terpasang, produksi 10 cc

A : fraktur shaft femur 1/3 distal sinistra post ORIF p-s

Fibrous dysplasia femur sinistra

P : Bila tidak ada keluhan pasien boleh pulang besok kontrol tanggal 4/11/13

Obat pulang : cefixime 2x100mg, Asam Mefenamat 3x500mg

2.11 PROGNOSIS

Page 17: Case Ortho Hadi

17

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB III

Page 18: Case Ortho Hadi

18

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Anatomi Femur

Femur merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas

Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal.Tulang

ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan

bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut.Tulang paha atau tungkai

atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang

termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh.Tulang paha terdiri

dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis

distalis.

- Epiphysis Proksimalis

Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang

punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum

ditengahnya terdapat cekungan disebut fovea capitis. Caput

melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah

lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial juga

Page 19: Case Ortho Hadi

19

membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua

bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea

intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua bulatan

ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat dari

belakang pula, maka disebelah medial trochantor major terdapat

cekungan disebut fossa trochanterica.

- Diaphysis

Merupakan bagian yang panjang disebut corpus.Penampang melintang

merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai

dataran yaitu facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas

antara facies medialis dan lateralis nampak di bagian belakang berupa

garis disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan

adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini

terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium laterale,

labium medial sendiri merupakan lanjutan dari linea

intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga

disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu garis

disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen

nutricium, labium medial lateral disebut juga supracondylaris

lateralis/medialis.

- Epiphysis distalis

Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan

condylus lateralis.Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi

masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan

epicondylus lateralis.Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea

aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat dataran sendi yang

melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan os. patella.

Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis disebut

linea intercondyloidea.

Arthrologi/sistem sendi

Sendi adalah hubungan antara dua tulang atau lebih dari sistem sendi,

disini meliputi sistem sendi panggul dan sendi lutut.

Sendi panggul

Page 20: Case Ortho Hadi

20

Sendi panggul dibentuk oleh facies lunata acetabullum dan caput

femoris.Facies lunata rongga sendi atau cavum articularis merupakan

cekungan bentuk simetris terbentang melampaui equator labium

acetabuli, labium acetabuli mengandung zat rawan fibrosa.Facies

lunata dan labium menjadi dua pertiga caput femoris lekuk tulang

tidak lengkap dan bagian interior ditutup oleh lig trasuersum,

acetabuli, dimana terdapat bantalan lemak menuju caput

femoris.Kapsul sendi melekat pada tulang panggul sebelah luar labium

acetabuli sehingga labium aetabuli dengan bebas masuk ke rongga

kapsul. Sendi panggul diperkuat oleh ligamentum-ligamentum yang

diantaranya:

a) Ligamentum Iliofemorale

Berbentuk Y, dasarnya melekat pada spinailiaca anterium dan

interior berfungsi mencegah gerakan extensi dan exirotasi tungkai

atas yang berlebihan pada sendi pangkal paha.

b) Ligamentum pubofemorale

Berbentuk segitiga, dasarnya ligamen pada ramus superior pubis,

berfungsi mencegah gerakan abduksi tungkai atas yang berlebihan.

c) Ligamentum ischiofemorale

Berbentuk spiral, melekat pada corpus ischium dekat tepi

aetabulum.

d) Ligamentum transferum acetabuli

Dibentuk oleh labium acetabulare.Berfungsi mencegah keluarnya

caput femoris dari acetabuli.

e) Ligamentum cepitis femoris

Berbentuk gepeng dan segitiga melekat pada caput

femoris.Berfungsi sebagai tempat berjalan vasa dan saraf,

meratakan sinovial pada permukaan sendi.

Sendi Lutut

Senddi lutut dibentuk oleh tiga sendi yang berbeda dan dilindungi oleh

kapsul sendi. Sendi tersebut dibentuk oleh tulang femur dan patella

yang mana pada facet sendi terdiri dari tiga permukaan pada bagian

lateral, yang mana pada satu permukaan bagian medial otot vastus

lateralis menarik patella ke arah proximal sedangkan otot vastus

Page 21: Case Ortho Hadi

21

medialis menarik patela ke arah medial, sehingga patella stabil. Pada

posisi 30o, 40o dari ekstansi, patellah tertarik oleh mekanisme gaya

kerja otot sangat kuat.

Sistem Otot

Tabel berikut adalah sistem otot pada daerah dsekitar femur dan fungsinya.

Page 22: Case Ortho Hadi

22

Tabel 3.1

Otot Tungkai Atas Bagian Anterior

No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi

1 Sartorius Spina iliace

anterior

superior

(SIAS)

Permukaan

medial tibia

Fleksi

abduis,

rotasi, lateral

arc coxae

N.

femoralis

2 Iliacus Fossa illiaca

di dalam

abdomen

Throcantor

femur

Flexi N.

femoralis

3 Quadricep

Femoralis

a. Rectus

femoris

b. Vatus

lateralis

c. Vatus

medialis

d. Vatus

intermediu

s

SIAS

Ujung atas

dan batang

femur, septum

facialis lat ke

dalam

Ujung atas

dan batang

femur

Permukaan

anterior dan

lateral batang

femur

Tendon m.

quadriceps

pada patela,

vialigamentum

patellae ke

dalam

tuberositas

tibia

Flexi arc

coxae

Extansi lutut

Extensi lutut,

menstabilkan

patela

Extensi lutut

N.

femoralis

N.

femoralis

N.

femoralis

N.

femoralis

Tabel 3.2

Page 23: Case Ortho Hadi

23

Otot Tungkai Atas Bagian Posterior

No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi

1 Biceps

femoralis

Semi

tendonisosis

Caput

longum

(tuber

isciadoleum

) caput

breve (linea

aspera)

crista supra

condilair

lateral

batang

femur)

Tuber

ischiadikum

Permukaan

medial

tibia

Medial

tibia

Flexi

abduksi

, rotasi

lateral

arc.Co

xae

Flexi,

rotasi,

medial

sendi

lutut

serta

Arc.

Coxae

Ramus

tibialis N.

ischiadicum

Ramus

tibialis

N.ischiadicu

m

2 Semi

membranosu

s

Tuber

ischiadikum

Condylus

medialis

tibia

Flex

dan

rotasi,

medial

sendi

lutut

serta

extensi

serta

extensi

Arc.

Coxae

Ramus

tibialis N.

ischiadicum

3 Adduktor

magnus

Tuber

ischiadicum

Tiberculu

m

Extensi

Arc

Ramus

tibialis

Page 24: Case Ortho Hadi

24

adduktor

femur

Coxae N.

Ischiadicum

Tabel 3.3

Otot tungkai atas Regio Glutealis

No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi

1 Gluteus

maximus

Permukaan

luar ilium,

sacrum,

ligamen

sacrotuberale

Tractus

illiotibialis

dan

duterositas

gluteo

femoris

Extensi

dan

rotasi

laterale

Arc.

Coxae

N.

gluteus

interior

2 Gluteus

Medius

Permukana

luar ilium

Lateral

throchantor

mayor

femoris

Extensi

dan

rotasi

N.

gluteus

superior

3 Gluteus

minimus

Permukaan

luar ilium

Anterior

throchantor

mayor

femoris

Abduksi

Arc.

Coxae

N.

gluteus

superior

4 Piriformis Permukaan

anterior

sacrum

Throchanto

r mayor

femoris

Rotasi

lateral

N.

Sacralis I

dan II

5 Obturatoriu

s internus

Permukaan

dalam

membrana

abturatoria

Tepian atas

throchantor

mayor

femoris

Rotasi

lateral

Plexus

sacralis

Tabel 3.4

Page 25: Case Ortho Hadi

25

Otot Tuang Medial Paha

No Otot Regio Insertio Fungsi Inervasi

1 M. Gracilis Ramus

interior

ossis pubis

dan ossis

ischi

Tuberositas

tibia

dibelakang

Adduktor

flexor, hip

flexor dan

internal

rotator

tungkai

bawah

Ramus

anterior

N.

obturatori

a L2-4

2 M.

adduktor

langus

Dataran

anterior

ramus

superior

ossis pubis

M. sartorius

labium

medial linea

aspera 1/3

medial

Ramus

anterior N.

Abtoratoriu

m L2-3

Adduktor,

flexor hip

3 M.

adduktor

brevis

Lateral

ramus

interior

ossis pubis

Labium

medial linea

aspera

Adduktor

flexor,

internal

rotasi hip

Ramus

anterior

dan

posterior

N.

abturatori

a L2-4

4 M.

adduktor

magnus

Dataran

anterior

ramus

interfior

ossi ischii

dan tuber

ischiadicum

Labium

medial linea

aspera

Adduktor

dan extensor

hip

Ramus

posterior

dan N.

tibialis

dan L2-5

dan S1

5 M.

Obturatoriu

s externus

Datarna

anterior

membrana

abturatoria,

foramen

Fossa

throhantoric

a femoris

External

rotator hip

membantu

extensor hip

Ramus

musculari

s plexus

sacralis

S1-3

Page 26: Case Ortho Hadi

26

abturatroiu

m

Sistem Persyarafan

Sistem

persyarafan pada

tungkai atas

(paha) dibagi

menjadi 4 yaitu:

Nervus

femoralis

Merupakan

cabang

terbesar dari

pleksus

lumbalis.

Nervus ini

berisi dari tiga bagian

pleksus anterior yang

berasal dari nervus lumbalis (L2, L3 dan L4). Nervus ini muncul dari

tepi lateral psoas di dalam abdomen dan berjalan ke bawah melewati

m. psoas dan m.iliacus ia terletak di sebelah fasia illiaca dan

memasuki paha lateral terhadap anterior femoralis dan selubung

femoral di belakang ligament inguinal dan pecah menjadi devisi

anterior dan posterior nervus femoralis mensyarafi semua otot anterior

paha.

Nervus obturatorius

Berasal dari plexus lumbalis (L2, L3 dan L4) dan muncul pada bagian

tepi m. psoas di dalam abdomen, nervus ini berjalan ke bawah dan

depan pada lateral pelvis untuk mencapai bagian atas foramen

abturatorium, yang mana tempat ini pecah menjadi devisi anterior dan

Page 27: Case Ortho Hadi

27

posterior. Devisi anterior memberi cabang-cabang muscular pada m.

gracilis, m. adduktor brevis dan longus. Sedangkan devisi posterior

mensyarafi articularis guna memberi cabang-cabang muscular kepada

m.obturatorius esternus, dan adduktor magnus.

Nervus gluteus superior dan inferior

Cabang nervus sacralis meninggalkan pelvis melalui bagian atas, dan

bawah foramen ischiadicus majus di atas m. piriformis dan mensyarafi

m.gluteus medius dan minimus serta maximus.

Sistem peredaran darah

Sistem peredaran darah tungkai atas (paha)

Di sini akan dibahas sistem peredaran darah dari sepanjang tungkai atas

atau paha yaitu pembuluh darah arteri dan vena.

Page 28: Case Ortho Hadi

28

Pembuluh darah arteri

Arteri membawa darah dari jantung menuju saluran tubuh dan arteri ini

selalu membawa darah segar berisi oksigen, kecuali arteri pulmonale

yang membawa darah kotor yang memerlukan oksigenisasi. Pembuluh

darah arteri pada tungkai antara lain yaitu:

a) Arteri femoralis

Arteri femoralis memasuki paha melalui bagian belakang ligament

inguinale dan merupakan lanjutan arteria illiace externa, yang

terletak dipertengahan antara SIAS (spina illiaca anterior superior)

dan symphisis pubis.Arteria femoralis merupakan pemasok darah

utama bagian tungkai, berjalan menurun hampir bertemu ke

tuberculum adductor femoralis dan berakhir pada lubang otot

magnus dengan memasuki spatica poplitea sebagai arteria

poplitea.

b) Arteria profunda femoralis

Merupakan arteri besar yang timbul dari sisi lateral arteri femoralis

dari trigonum femorale. Ia keluar dari anterior paha melalui bagian

belakang otot adductor, ia berjalan turun diantara otot adductor

brevis dan kemudian teletak pada otot adduktor magnus.

c) Arteria obturatoria

Merupakan cabang arteri illiaca interna, ia berjalan ke bawah dan

ke depan pada dinding lateral pelvis dan mengiringi nervus

obturatoria melalui canalis obturatorius, yaitu bagian atas foramen

obturatum.

d) Arteri poplitea

Arteri poplitea berjalan melalui canalis adduktorius masuk ke fossa

bercabang menjadi arteri tibialis posterior terletak dalam fossa

poplitea dari fossa lateral ke medial adalah nervus tibialis, vena

poplitea, arteri poplitea.

Pembuluh darah vena

Pembuluh darah vena pada tungkai antara lain:

a) Vena femoralis

Page 29: Case Ortho Hadi

29

Vena femoralis memasuki paha melalui lubang pada otot adduktor

magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea, ia menaiki paha mula-

mula pada sisi lateral dari arteri. Kemudian posterior darinya, dan

akhirnya pada sisi medialnya.Ia meninggalkan paha dalam ruang

medial dari selubung femoral dan berjalan dibelakang ligamentum

inguinale menjadi vena iliaca externa.

b) Vena profunda femoralis

Vena profunda femoris menampung cabang yang dapat disamakan

dengan cabang-cabang arterinya, ia mengalir ke dalam vena

femoralis.

c) Vena obturatoria

Vena obturatoria menampung cabang-cabang yang dapat

disamakan dengan cabang-cabang arterinya, dimana mencurahkan

isinya ke dalam vena illiaca internal.

d) Vena saphena magna

Mengangkut perjalanan darah dari ujung medial arcus venosum

dorsalis pedis dan berjalan naik tepat di dalam malleolus medialis,

venosum dorsalin vena ini berjalan di belakang lutut, melengkung

ke depan melalui sisi medial paha. Ia bejalan melalui bagian bawah

n. saphensus pada fascia profunda dan bergabung dengan vena

femoralis.

Page 30: Case Ortho Hadi

30

FRAKTUR FEMUR

Klasifikasi

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

A. FRAKTUR COLLUM FEMUR:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya

penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung

terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak

langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi

dalam :

1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan

melalui kepala femur (capital fraktur)

Hanya di bawah kepala femur

Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih

besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di

bawah trokhanter kecil.

Page 31: Case Ortho Hadi

31

B. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor,

dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami

adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor

tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

C. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)

Page 32: Case Ortho Hadi

32

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah

ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita

jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan

adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :

Tertutup

Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang

patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,

biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus

keluar.

Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena

benturan dari luar.

Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak

banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah).

Terdapat juga sistem penderajatan lain dari fraktur femur yang didasarkan pada

comminution-nya, yaitu :

Grade I: fraktur transversal atau oblik pendektanpa comminution atau dengan

butterfly fragment kurang dari 25% lebar tulang.

Grade II: terdapat comminution dengan butterfly fragment 50% atau kurang

dari lebar tulang

Grade III: comminuted dengan butterfly fragment lebih dari 50% lebar tulang

Grade IV: comminution segmental

Page 33: Case Ortho Hadi

33

D. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak – anak)

E. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior,

hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius,

biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan

tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

F. FRAKTUR INTERCONDYLAIR

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga

umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

Page 34: Case Ortho Hadi

34

G. FRAKTUR CONDYLER FEMUR

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi

disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

PATOFISIOLOGI

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan

dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :

Peristiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan,

yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh

dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena;

jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya

Page 35: Case Ortho Hadi

35

menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran

kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak

yang luas.

Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat

yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat

fraktur mungkin tidak ada.

Kekuatan dapat berupa :

1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral

2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur

melintang

3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian

melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang

terpisah

4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan

fraktur obliq pendek

5. Penarikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang

sampai terpisah.

Tekanan yang berulang – ulang

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat

tekanan berulang – ulang.

Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa

trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :

Osteoporosis Imperfekta

Osteoporosis

Penyakit metabolic.

Penyakit Paget.

TRAUMA

Page 36: Case Ortho Hadi

36

Dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan

posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda

keras (jalanan).

b. Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,

misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

MORTALITAS/MORBIDITAS

Angka kesakitan dan kematian pada fraktur femur telah berkurang, terutama

sebagai akibat dari perubahan metode imobilisasi fraktur.Terapi saat ini

memungkinkan mobilisasi dini, sehingga mengurangi risiko komplikasi yang terkait

dengan istirahat yang berkepanjangan.

GAMBARAN KLINIS

Riwayat

Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan

tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu

pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela,

ataupun acetabulum.Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur

terjadi akibat cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan

pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak

membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.

Tanda – tanda umum :

Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk mencari bukti ada

tidaknya :

1. Syok atau perdarahan

2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera

3. Penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget).

Tanda – tanda local

Lakukan pemeriksaanmenyeluruh untuk menyingkirkan terkait cedera.

Patah tulang pinggul dan cedera lutut ligamen umumnya diamati di

asosiasi.

Page 37: Case Ortho Hadi

37

Pada lokasi patah tulang, terdapat nyeri dan deformitas/cacat pada

pemeriksaan.

Pada ekstremitas mungkin tampak mengecil, dan krepitas yang dapat

dilihat dengan gerakan.

Pada paha sering bengkak sekunder untuk pembentukanhematom.

Lakukan pemeriksaan vaskular yang menyeluruh padaekstremitas. Tanda-

tanda kompromi vaskular akan dimintakan arteriography dan konsultasi

operasi vaskular. Tanda-tanda fisik cedera arteri meliputi:

Hematom yang luas

Absen atau pulses berkurang

Defisit neurologis progresif dalam close fraktur.

Karena luas suplai darah ke otot-otot yang mengelilingi tulang paha, patah

tulang diaphyseal dapat berhubungan dengan kehilangan darah yang

signifikan (yaitu, 1 L atau lebih) dan mengakibatkan takikardia dan

hipotensi.

Uji distal fungsi neurologis, meskipun ujian sering tidak dapat diandalkan

karena jumlah rasa sakit yang berhubungan dengan patah tulang ini.Cedera

saraf jarang terjadi karena pelindung otot-otot sekitarnya.

DIAGNOSIS

Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan

keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan

Pemeriksaan fisik :

a) Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,

angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting

adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan

dengan fraktur, cedera terbuka.

b) Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal

dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera

pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

Page 38: Case Ortho Hadi

38

c) Movement:Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih

penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi

dibagian distal cedera.

DIAGNOSA BANDING

Fraktur, Hip (Pinggul)Patah pinggul relatif sering terjadi pada orang dewasa, frekuensi kecacatan

merupakan hasil dari nyeri yang persisten dan mobilitas fisik terbatas. Fraktur

hip berhubungan dengan morbiditas dan kematian. Sekitar 15-20% pasien

meninggal dalam 1 tahun saat fraktur.

Sebagian besar patah tulang pinggul terjadi pada orang tua sebagai akibat dari

trauma yang minimal, seperti jatuh dari ketinggian saat sedang berdiri.

Fraktur, Knee

FrakturKnee (lutut) termasuk fraktur patela, kondilus femoralis, eminentia

tibialis, tibialis tuberositas, dan tibialis dataran tinggi.Kekuatan langsung dan

tidak langsung dapat menyebabkan patah tulang ini.

Fraktur knee dapat menyebabkan kompromisasi neurovaskular atau sindrom

kompartemen.Infeksi jaringan lunak atau osteomielitis dapat terjadi pada patah

tulang terbuka.

Fraktur, Pelvic

Patah tulang panggul adalah gangguan dari struktur tulang panggul.Pada orang

tua, penyebab yang paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri.Namun,

fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan kematian terbesar

diakibatkan kekuatan yang signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan

bermotor atau jatuh dari ketinggian.

Tulang panggul terdiri dari ilium (yaitu, iliaka sayap), iskium, dan pubis, yang

membentuk sebuah cincin anatomi dengan sakrum.Gangguan cincin ini

memerlukan energi yang signifikan.Karena pasukan yang terlibat, patah tulang

panggul sering melibatkan cedera pada organ-organ yang terdapat dalam

tulang panggul.Selain itu, trauma ekstra-organ panggul adalah umum.Fraktur

pelvis sering dikaitkan dengan pendarahan parah karena pasokan darah yang

luas kepada daerah.

Page 39: Case Ortho Hadi

39

Trauma, Peripheral Vascular Injuries

Pada ekstremitas atas, yaitu arae yang memiliki konsentrasi terbesar termasuk

aksila dan daerah dari sutura deltopektoralis distal melintasi siku ke proksimal

lengan bawah. Aksila, dan anterior medial lengan atas, dan terutama fosa

antecubital dianggap daerah berisiko tinggi karena aksila dan a. Brachialis

letaknya lebih superficial pada regio ini.

KOMPLIKASI

a) Early

Lokal :

o Vaskuler : compartement syndrome, trauma vaskuler

o Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. Hal ini dapat

dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai.

o Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.

o Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer

sistemik : emboli lemak

o Crush syndrome

o Emboli paru dan emboli lemak

b) Late

1. Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma

kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara

fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan

fiksasi interna serta tidak menyambung dalam 20 minggu.

Page 40: Case Ortho Hadi

40

2. Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari

normal.

3. Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi

antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk

aduktor. Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini. Serta bila

tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi, perpendekan,

atau rotasi) dalam waktu yang normal.

4. Kekakuan sendi/kontraktur.

5. Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadi

TATALAKSANA

Medikamentosa

Nonsteroidal anti-inflammatory agents (NSAIDs)

o Ibuprofen (Ibuprin, Advil, Motrin)

o Ketoprofen (Oruvail, Orudis, Actron)

o Naproxen (Anaprox, Naprelan, Naprosyn)\

o Flurbiprofen (Ansaid

Analgesics

o Acetaminophen (Tylenol, Panadol, aspirin-free Anacin)

o Hydrocodone bitartrate and acetaminophen (Vicodin ES)

o Acetaminophen and codeine (Tylenol #3)

o Oxycodone and acetaminophen (Percocet)

Anxiolytics

o Lorazepam (Ativan)

X.Ray

Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans

Page 41: Case Ortho Hadi

41

Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

CCT kalau banyak kerusakan otot.

Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu sepuluh

tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai banyak

kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama, meskipun

merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu,

tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa.

Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi

dengan salah satu dan empat cara berikut ini:

1) Traksi.

2) Fiksasi interna.

3) Fiksasi eksterna.

4) Cast bracing

I. Traksi

Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah

dalam jangka waktu sesingkat mungkin

Metode Pemasangan traksi:

o Traksi Manual

Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan

Emergency. Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

o Traksi Mekanik

Ada dua macam, yaitu :

a) Traksi Kulit

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot.

Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak

waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila

tidak diteruskan dengan pemasangan gips.

Page 42: Case Ortho Hadi

42

b) Traksi Skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced

traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal

atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI

Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul,

kegunaannya :

o Mengurangi nyeri akibat spasme otot

o Memperbaiki dan mencegah deformitas

o Immobilisasi

o Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).

o Mengencangkan pada perlekatannya.

Page 43: Case Ortho Hadi

43

Comminuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedullary nailing

paling baik diatasi dengan manipulasi di bawah anestesi dan balanced sliding skeletal

traction yang dipasang melalui tibial pin. Traksi longitudinal yang memadai

diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan,

dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah peleng-kungan.

Enam belas pon biasanya cukup, tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban

yang lebih besar dari penderita yang kurus membutuhkan beban yang lebih

kecil.Lakukan pemeriksaan radiologis setelah 24 jam untuk mengetahui apakah berat

beban tepat; bila terdapat overdistraction, berat beban dikurangi, tetapi jika terdapat

tumpang tindih, berat ditambah.

Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama dua

minggu yang pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk memastikan apakah posisi

dipertahankan.Jika hal ini tidak dilakukan, fraktur dapat terselip perlahan-lahan dan

menyatu dengan posisi yang buruk.

MACAM – MACAM TRAKSI

Traksi Panggul Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di

atas untuk mengikat puncak iliaka.

Traksi Ekstension (Buck’s Extention) Lebih sederhana dari traksi kulit dengan

menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immobilisasi tungkai

lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

Traksi Cervikal Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo,

kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.

Page 44: Case Ortho Hadi

44

Traksi Russell’s Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-

kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi

kulit untuk skeletal yang biasa digunakan. Traksi ini dibuat sebuah bagian

depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut

secara horisontal pada tibia atau fibula.

Traksi khusus untuk anak-anak Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah

tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman

pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau

Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih,

sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha

dapat dilatih secara aktif.

Page 45: Case Ortho Hadi

45

II. Fiksasi Interna

Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya

kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan

nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing

diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan

lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu

menyebabkan non-union.

Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas

longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat

dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu

setelah fraktur.Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko

infeksi.

Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang

minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa

pemendekan.Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang

dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

Page 46: Case Ortho Hadi

46

III. Fiksasi Eksterna

Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada

pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat

dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang

rigid juga cocok untuk tindakan ini.

OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION

Open reduction internal fixation (ORIF) adalah suatu jenis operasi

dengan pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak dapat

direduksi secara cukup denganclose reduction, atau ketika plaster gagal

untuk mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur. Fungsi ORIF untuk

mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak

Page 47: Case Ortho Hadi

47

mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupaintra medullary nail ,

biasanyadigunakanuntuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.Ada dua

komponen terpisah untuk suatu prosedur ORIF. Yang

pertamaadalah reduksi terbuka, yang mengacu pada proses operasi terbuka untuk men

gatur tulang. Operasi terbuka mungkin diperlukan bila patah tulang

kompleksatau ada banyak potongan tulang. Dokter bedah membuat insisi di wilayahis

tirahat untuk mengakses tulang, dan memanipulasi mereka kembali ketempatnya,

memeriksa dengan mesin x-ray untuk mengkonfirmasi bahwa fraktur telah

sepenuhnya

ditangani.Fiksasi internal melibatkan penggunaan pin, piring, dan sekrup untuk meme

gang tulang di tempat. Hal ini dilakukan karena tulang tidak dapatdisembuhkan

dengan casting atau belat saja.Fiksasi internal dilakukann

secara bersama hingga sembuh. Penyembuhan dimonitor oleh bantuan

pencitraan medisuntuk mengkonfirmasi bahwa tulang disatukan, penyembuhan secara

merata,dan penyembuhandenganbenar.Ketika sebuah ORIF dianjurkan, pasien perlu 

mempersiapkan untuk operasi. Hal ini melibatkan pertemuan dengan anestesi dan ahli 

bedah untuk mendiskusikan risiko dan kekhawatiran, mengikuti petunjuk seperti

menahan diridari makan atau minum sebelum prosedur, dan muncul di rumah sakit

padawaktuyang ditentukan. Pasien akan sepenuhnya dibius selama prosedur untuk ke

nyamanan dan akan ditawarkan manajemen rasa sakit setelah operasi ORIFsampai

pulih.Setelah tulang diatur dengan ORIF, pasien memiliki kesempatan

untuk terlibat dalam terapi fisik. Namun, ada pula masalah yang muncul

segera setelahoperasi ORIF, seperti oedem atau bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup

gerak sendi (kontraktur), penurunan kekuatan otot, serta penurunan kemampuanfungsi

onalnya yaitu berjalan dikarenakan luka bekas trauma dan luka bekasoperasi.ORIF ad

alah metode penata pelaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuk

a dan fiksasi internal dimana insisi dilakukan padatempat yang mengalami cedera dan

ditemukan sepanjang bidang anatomik tempatyang

mengalami fraktur, fraktur diperiksa dan diteliti. Fraktur direposisi agar menghasilkan

posisi yang normal kembali, sesudah reduksi, fragmen – fragmentulang dipertahankan

dengan alat – alat orthopedi. Indikasi ORIF :

•Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi

•Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

Page 48: Case Ortho Hadi

48

•Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan

•Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi

FIBROUS DYSPLASIA

Fibrous dysplasia merupakan sebuah kelainan pertumbuhan tulang yang tidak

diwariskan dimana marrow tulang yang normal digantikan oleh jaringan fibro-oseosa.

Keadaan ini pertama kali dideskripsikan oleh Lichstenstein dan Jaffe pada tahun

1942, yang sejak saat itu keadaan ini dinamakan dengan nama mereka. Proses

penyakit ini dapat terlokalosir pada satu tulang (monostotik) ataupun lebih

(poliostotik).

Fibrous dysplasia poliostotik dapat terjadi sebagai bagian dari sindrom

McCune-Albright (dysplasia unilateral poli ostotik, bercak café-au-lait ipsilateral dan

gangguan endokrin seperti pubertas prekoks) atau sindrom Mazabraud (dysplasia

poliostotik dan myxoma jaringan lunak).Fibrous dysplasia juga diasaosiasikan dengan

beberapa kelainan endokrin lainnya seperti hipertiroidisme, hiperparatiroidisme,

akromegali, DM dan sindrom Cushing.

Epidemiologi

Fibrous dysplasia merupakan 5% dari seluruh lesi tulang jinak; walapun

begitu, insidensi sebenarnya tidak diketahui, karena kebanyakan pasien asimtomatik,

dengan kelainan monostotik sekitar 75-80% dari seluruh kasus yang ada.

Fibrous dysplasia merupakan lesi yang yang tumbuh dengan lambat yang biasanya

muncul pada masa pertumbuhan tulang dan biasanya terlihat pada masa remahja awal.

Kelainan poliostotik biasanya timbul pada usia yang lebih awal (rata-rata 8 tahun) dan

menyussun 20-25% kasus.

Kehamilan dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan lesi dan juga perubahan

aneurisma tulang sekunder. Namun, laki-laki dan perempuan tetap sama angka

kejadiannya.

Gejala Klinis

Psaien dengan lesi monostotik kecil dapat asimtomatik, dengan lesi yang

biasanya baru ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan radiologis yang tidak

Page 49: Case Ortho Hadi

49

berhubungan.Walaupun begitu, nyeri tulang, bengkak dan rasa kebas merupakan

gejala yang umum terjadi.

Gangguan endokrin merupakan gejala yang menjadi presentasi awal.

Lokasi

Tempat yang paling sering menjadi predileksi monostotik adalah costae, femur

proksimal dan tulang-tulang kraniofasial (biasanya maksila posterior).Lesi dapat

melibatkan hanya sebagian atau bahkan seluruh panjang tulang tersebut.

Pada lesi poliostotik, dapat melibatkan mulai dari paling sedikit 2 tulang sampai 75%

dari seluruh tulang. Lesi poliostotik paling sering ditemukan pada femur, tibia, pelvis

dan tulang-tulang pedis. Tempat lain yang lebih jarang terkena lesi adalah costae,

cranium dan tulang ekstremitas atas. Kemudian yang paling jarang dapat mengenai

vertebra, klavikula dan tulang servikal.

Deformitas dan Fraktur

Deformitas yang paling sering terjadi adalah Leg Length Discrepancy,

asimetri fasial oleh karena keterlibatan hemikranial dan deformitas tulang

rusuk.

Fraktur merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada fibrous dysplasia.Hal

ini dapat dilihat pada lebih dari separuh pasien dengan lesi poliostotik.Deformitas

pada tulang-tulang penyangga berat juga dapat terjadi.

Perubahan Ganas

Page 50: Case Ortho Hadi

50

Perubahan ganasa pada fibrous dysplasia jarang terjadi, dengan angka kejadia

berkisar 0,4-4%. Paparan radiasi sebelumnya telah dilaporkan pada lebih dari separuh

kasus dengan perubahan ganas.

Tumor malignan yang paling sering adalah osteosarkoma, fibrosarkoma dan

kondrosarkoma, dan sebagian besar pasien berusia lebih dari 30 tahun ketika

terdiagnosis sarkomanya.Daerah kraniofasial merupakan daerah yang serng terlibat

dan lesi poliostotik lebih sering berubah menjadi ganas.

Tatalaksana

Fibrous dysplasia, dengan ditemukan tidak sengaja, asimtomatik dan secara

radiologis karakteristis tidak memerlukan tatalaksana selain observasi

klinis.Pemeriksaan radiologis setiap 6 bulan direkomendasikan untuk memantau

progresi. Pada kasus yang baru ditemukan dianjurkan untuk melakukan bone scan

untuk mengekslusi lesi poliostotik. Ketika lesi poliostotik ditemukan, dapat langsung

dirujuk ke ahli endokrin untuk menemukan penyebab dasarnya.

Penggunaan bifosfonat dapat digunakan untuk mengurangi gejala rasa sakit

pada pasien

Biopsy terbuka diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosis bila terdapat

presentasi nonklasikal.Prosedur bedah diperlukan untuk memperbaiki deformitas,

mencegah fraktur patologis dan mengeradikasi lesi simtomatik.

Tatalaksana transformasi maligna didasarkan pada jenis sarkomanya, walaupun

prognopsisnya biasanya lebih buruk pada pasien dengan perubahan ganas jika

dibandingkan pasien dengan tanpa fibrous dysplasia sebelumnya

Prognosis

Tingkat kekambuhan fibrous dysplasia setelah kuretase dan cangkok tulang

cukup tinggi, namun sebagian besar lesi monostotik beranjur stabil setelah fase

pematangan tulang dan tidak berubah menjadi bentuk poliostotik.

Walaupun manifestasi poliostotik dapat parah, namun manifestasi ini tidak

berproliferasi dan biasanya beranjur tenang pada masa remaja.Namun, deformitas

yang sudah ada dapat berprogresi.

Page 51: Case Ortho Hadi

51

BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien laki-laki usia 30 tahun datang dengan nyeri pada paha kiri 15 jam

SMRS dan ketidakmampuan berjalan, nyeri pada pasien dirasakan setelah mengalami

kecelakaan lalulintas yaitu tabrakan beruntun yang membuat pasien terlempar dari

motornya dan mendarat dengan paha kiri terlebih dahulu. Dilihat dari hal diatas, maka

dapat dicurigai terjadinya fraktur pada pasien, juga dikarenakan pasien mengendarai

motor dengan kecepatan tinggi, yaitu 70km/jam. Gejala lain yang perlu dicari seperti

gejala trauma kepala tidak ada pada pasien.

Kemudian pada riwayat penyakit dahulu didapatkan pasien pernah mengalami

trauma pada paha kirinya pada usia 7 tahun, hanya dibawa ke pengobatan alternatif,

dan sejak itu pasien mengalami deformitas berupa bowing pada paha kirinya dan jalan

pincang. Deformitas ini dapat dicurigai sebagai akibat penyatuan tulang yang tidak

sempurna pada fraktur terdahulu (bila ada) atau memang sudah ada kelainan pada

femur sebelumnya. Disini ditanyakan riwayat nyeri kronis pada paha kiri pasien,

sebagai indikator tersebut. Pada pasien ini tidak ada.

Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan look : ada deformitas pada paha

kiri pasien, bowing dan angulasi, juga tidak ada luka terbuka. Bentuk bowing pada

Page 52: Case Ortho Hadi

52

pasien ini mengindikasikan ada sebuah kelainan yang bersifat kronis sehingga

mengubah bentuk tulang, didapatkan juga angulasi sebagai penanda terpisahnya

tulang, yaitu fraktur. Kemudian ditemukan juga LLD yang dapat disebabkan karena

kedua hal tersebut. Pada feel pada pasien ini didapatkan pulsasi arteri-arteri distal

masih baik, nyeri tekan dan CRT <2 detik. Pada move, pergerakan pasien ini terbatas

oleh nyeri.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diduga bahwa pasien

mengalami suatu fraktur, dengan kecurigaan adanya sebuah proses patologis

sebelumnya. Untuk memastikan apakah proses fraktur pada pasien ini murni

disebabkan oleh trauma atau proses patologis tersebut, maka dilakukan pemeriksaan

penunjang berupa rontgen. Pada rontgen femur sinistra AP didapatkan lesi litik dari

daerah acetabulum, epifisis, diafisis dan metafisis hingga 2/3 shaft proksimal femur,

terdapat bowing berbentuk Shepperd’s Crook, Expanding Bone tampak bersepta-

septa, dan juga terdapat fraktur pada 1/3 distal shaft femur dengan garis fraktur

berbentuk oblik, comminuted, angulasi (+). Dari pemeriksaan tersebut tampak bahwa

terdapat lesi litik dengan kecurigaan fibrous dysplasia, dan fraktur yang terjadi pada

bagian yang tidak terdapat kelainan patologis.Lebih jauh lagi, garis fraktur yang

terjadi berada distal transitional zone dari kelainan patologis tersebut.Maka dapat

disimpulkan bahwa fraktur yang terjadi pada pasien ini bukan fraktur patologis.Pada

pemeriksaan lab tidak ditemukan kelainan yang berarti.Kemudian dilakukan CT scan

dengan rekonstruksi 3D untuk membuktikan kecurigaan fibrous dysplasia pada pasien

ini.Dari hasil yang didapat, terbukti kecurigaan fibrous dysplasia pada pasien ini.

Kemudian dilakukan ORIF pada pasien ini untuk memperbaiki frakturnya,

sekaligus dilakukan pengambilan jaringan tulang untuk kepentingan biopsi, yang

penting untuk menapis kemungkinan perubahan ganas pada fibrous dysplasia pasien

ini. Hal ini juga mengapa saat operasi tidak langsung dilakukan perbaikan pada

deformitas patologis pasien ini, karena belum diketahui perubahan ganasnya, dan juga

belum dilakukan pemeriksaan lebih lengkap untuk mengetahui jenis fibrous dysplasia

pada pasien ini, yang pada akhirnya akan menentukan etiologi dan terapi lebih lanjut.

Page 53: Case Ortho Hadi

53

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Fraktur femur merupakan salah satu jenis fraktur yang dapat terjadi sebagai

hasil dari kecelakaan lalu lintas. Selain itu fraktur femur juga dapat terjadi karena

sebab patologis. Pada pasien kasus ini didapatkan kondisi patologis dan fraktur,

namun fraktur yang tejadi bukan karena sebab patologisnya, namun trauma. Hal ini

dapat terjadi, dilihat dari mekanisme, dan lokasi kelainan juga lokasi fraktur tersebut.

Penanganan yang tepat dilakukan pada pasien ini, yaitu dengan cara bertahap, karena

bila terburu-buru maka dapat menyebabkan terlewatnya pemeriksaan yang perlu

dilakukan sebelum menangani kelainan patologis pada pasien ini, yaitu fibrous

dysplasia.

5.2 SARAN

Pemeriksa diharap teliti dalam mendiagnosis fraktur, dikarenakan dapat terjadi

lebih dari satu kelainan yang belum tentu berhubungan dan berbeda

tatalaksananya.

Page 54: Case Ortho Hadi

54

Penanganan fraktur dengan kelainan patologis sebaiknya tidak dilakukan

terburu-buru, karena dapat menyebabkan terlewatnya diagnosis pasti dan

memperburuk prognosis.

Edukasi terhadap pasien dengan kelainan patologis dengan baik, sehingga

pasien dapat segera memriksakan dirinya secara lengkap, sehingga tidak

terlanjur terdapat deformitas yang merugikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidjat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC,2008:

802-3.

2. Swiontkowski, Marc F, Stovitz, Steven D. Manual of orthopaedics, 6th edition.

2001.

3. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Bones, joints, and soft-tissue

tumors.In: Robbins and Cotran pathologic basis of disease 8thedition.

Philadelphia:Saunders Elsevier; 2010. p 1219-1220.4.

4. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Thighbone (femur)fracture.

[online]. 2008 [cited 2011 March 3]; Available from:

URL:http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00364

5. Cluett J. Femur fracture. [online]. 2005. [cited 2011 March 3]; Available

from: http://orthopedics.about.com/od/brokenbones/a/femur.htm

6. Hoppenfeld S, Murthy VL. Treatment & Rehabilitation of

Fractures.Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins; 2000.8.

7. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-

7.Jakarta:Widya Medika; 1995.9.

Page 55: Case Ortho Hadi

55

8. Perry CR, Elstrom JA. Handbooks of fracture. Ed 2nd. United State of

America:McGraw-Hill; 2000.

9. James P. Stannard, Andrew H. Schmidt, Philip J. Kregor. Surgical treatment

of orthopaedic trauma. Thieme, 2007

10. Tintinalli, Judith E. Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide

(Emergency Medicine (Tintinalli)). New York: McGraw-Hill Companies.2010

11. Andrew N. Pollak MD. FAAOS. Emergency Care and Transport of the Sick

and Injured.Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett. pp. 1025–1031.

12. Eisenberg RL. Bubbly lesions of bone. AJR Am J Roentgenol. Aug

2009;193(2):W79-94.

13. Parekh SG, Donthineni-Rao R, Ricchetti E, Lackman RD. Fibrous dysplasia. J

Am Acad Orthop Surg.Sep-Oct 2004;12(5):305-13.