ortho, ikgm, om
DESCRIPTION
MantapTRANSCRIPT
Tulisan dari ‘my DENTIST diary’ KategoriPlat Ekspansi — BLOK XII “ORTHODONSI “
1 Vote
judul : Kasus Orthodonti
seorang wanita 11 tahun datang ke dokter gigi bersama orang tuanya dengan keluhan gigi tidak rapi.
pemeriksaan subyektif diketahui ayah pasien memiliki bentuk rahang yang sama dengan pasien.
pemeriksaan obyektif profil muka cekung, relasi molar pertama tonjol mesio bukal molar pertama
maksila bertemu tonjol distobukal molar pertama mandibula. perhitungan metode pont menunjukkan
adanya kontraksi derajat sedang atau medium pada maksila. metode Howes indeks interfossa canina
42%. perhitungan metode korkhaus menunjukkan retrusi insisivus maksila. pemeriksaan penunjang
sefalometri, diketahui SNA 80% dan SNB 81%. maka dokter gigi merencanakan perawatan pasien
dengan alat removable .
Learning issu :
1. pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial
2. perhitungan-perhitungan dalam diagnosis orthodonti
3. pemeriksaan sefalometri
4. rencana perawatan
Belajar Mandiri :
1. Pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial
Definisi :
Pertumbuhan (growth) Adalah proses fisikokimia (biofisis) yang menyebabkan organisme menjadi
besar
Perkembangan (development) Adalah semua rentetan peristiwa (perubahan) yang berurutan dari
pembuahan sel telur sampai menjadi dewasa.
Maturasi (maturation) Berarti masak, kemantapan (stabilitas) dari tahap dewasa yang dihasilkan
oleh pertumbuhan dan perkembangan. Secara umum pola arah pertumbuhan dan
perkembangandentofacial adalah sama dengan organ tubuh yang lain yaitu ke arah depan
belakang, ke samping dan ke arah atas bawah, tergantung titik mana yang dipakai sebagai acuan
pengukuran.
POLA ARAH PERTUMBUHAN MUKA DAN KEPALA
Pertumbuhan muka dan kepala seseorang menuruti sebuah pola yang pada umumnya ditentukan oleh
ras, keluarga dan umur. Ras-ras yang ada, Kaukasoid, Mongoloid dan Negroid mempunyai pola wajah
yang berbeda-beda. Demikian juga dalam satu ras terdapat pola tertentu pada keluarga-keluarga.
Selain itu pola pada bayi berbeda dengan anak-anak ataupun dewasa. Pada umur-umur tertentu wajah
dan kepala mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda-beda. Baik ras maupun keluarga mempunyai
pola pertumbuhan yang dapat dibedakan pada kelompok umur.
Terdapat tiga bentuk umur fisiologis yaitu :
1. Berdasarkan pertumbuhan tulang (skeletal age)
2. Berdasarkan pertumbuhan gigi (dental age)
3. Berdasarkan perkembangan sistem fenetalia dengan sifat seksual sekunder.
Umur skeletal ditentukan dengan cara membuat gambaran radiografi daerah yang terdapat banyak
tulang-tulang dan discus epiphyseal seperti tulang pergelangan tangan. Gambar radiografi tulang
pergelangan tangan dari tiap-tiap
umur anak yang spesifik normal, dipakai sebagai standar untuk membandingkan kasus seseorang
yang diperiksa. Gambaran standar yang dipakai sebagai gambaran baku tersebut disebut indeks
karpal.
Umur dental ditentukan dengan dua cara :
a. Berdasarkan atas jumlah dan tipe elemen gigi yang kelihatan di mulut. Tidak hanya jumlah gigi saja,
tetapi dalam dunia binatang dan antropologi ragawi derajat pemakaian oklusal gigi dipakai juga untuk
menentukan umur gigi.
b. Umur dental ditentukan dengan membuat gambaran radiografi gigi desidui atau gigi permanen
mandibula, gigi maxilla biasanya tidak digunakan. Gambaran gigi-gigi mandibula ini ditentukan sampai
seberapa jauh tahap-tahap klasifikasi dan pembentukan akar gigi.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
A. Herediter (keturunan)
B. Lingkungan
1. Trauma
a. Trauma prenatal
b. Trauma postnatal
2. Agen fisis
a. Prematur ekstraksi gigi susu
b. Makanan
Kebiasaan buruk
a. Mengisap jempol dan mengisap jari
b. Menjulurkan lidah
c. Mengisap dan menggigit bibir
d. Posture
e. Menggigit kuku
f. Kebiasaan buruk lain
4. Penyakit
a. Penyakit sistemik
b. Penyakit endokrin
c. Penyakit-penyakit lokal
Penyakit periodontal
Tumor
Karies
• Premature loss gigi susu
• Gangguan urutan erupsi gigi permanen
Hilangnya gigi permanen
5. Malnutrisi
C. Gangguan perkembangan oleh sebab yang tidak diketahui
HERIDITER
Sudah lama diketahui bahwa faktor heriditer sebagai penyebab maloklusi. Kerusakan genetik mungkin
akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer
pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari,
tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen yang mana berperan dalam pemasakan muskulatur
orofasial.
KELAINAN DENTOFASIAL
Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan
sehingga rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan menutup. Definisi : Oklusi adalah hubungan
timbal balik permukaan gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah yang terjadi selama gerakan
mandibula sampai terjadi kontak maksimal.
KELAINAN DENTOFASIAL = DENTOFACIAL ANOMALI
1. Besar gigi dipengaruhi oleh ras dan keturunan
2. Bentuk gigi dipengaruhi :
Ras : Gigi incisivus pertama orang Afrika permukaan lingualnya lebih halus. Keturunan: Besar setelah
erupsi tidak berubah
3. Jumlah gigi : yang sering mengalami agenese adalah : M3, I2, P2, I1, P1
4. Posisi gigi: Inklisasi aksial, tonjol gigi yang rendah; tonjol gigi yang lebih tinggi, rotasi, hal ini akan
mempengaruhi bentuk lengkung gigi, aktivitas TMJ, fungsi otot perioral atau sekitar mulut.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan maloklusi :
1. Keturunan
2. Lingkungan
3. Fungsional
Maloklusi adalah hal yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal.
GOLONGAN MALOKLUSI :
1. Dental displasia
2. Skeleto Dental displasia
3. Skeletal displasia
1. Dental displasia :
• maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal
satu dengan lain.
• Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal
• Keseimbangan muka dan fungsi normal
• Perkembangan muka dan pola skeletal baik
Macam-macam kelainan : Misalnya : kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh karena prematur
loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besr, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi,
labioversi dan sebagainya.
2. Skeleto Dental displasia
Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi keadaan yang tidak normal pada hubungan
rahang atas terhadap rahang bawah, hubungan rahang terhadap kranium, fungsi otot dapat normal
atau tidak tergantung macam kelainan dan derajat keparahan kelainan tersebut.
3. Skeletal Displasia
Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal pada :
a. Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium.
b. Hubungan rahang atas dan rahang bawah
KLASIFIKASI MALOKLUSI
KLASIFIKASI ANGLE
Dasar : Hubungan mesiodistal yang normal antara gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah. Sebagai
kunci oklusi digunakan gigi M1 atas. Dasar pemilihan :
1. Merupakan gigi terbesar
2. Merupakan gigi permanen yang tumbuh dalam urutan pertama
3. Tidak mengganti gigi desidui
4. Bila pergeseran gigi M1 maka akan diikuti oleh pergeseran poros gigi lainnya.
5. Jarang mengalami anomali
1. Kelas I Angle = Neutro Oklusi
Jika mandibula dengan lengkung giginya dalam hubungan mesiodistal yang normal terhadap maksila.
Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian bukal (buccal groove) gigi M1 bawah.
b. Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C bawah dan tepi mesial P1 bawah.
Tonjol mesiolingual M1 atas beroklusi pada Fossa central M1 bawah.
2. Kelas II Angle = Disto oklusi
Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan mesiodistal yang lebih ke
distal terhadap maksila. Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol mesiobukal M1 bawah dan tepi
distal tonjol bukal gigi P2 bawah.
b. Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari tonjol mesiobukal gigi M1 bawah dan
tepi distal tonjol bukal P2 bawah.
c. Lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke distal
terhadap lengkung gigi di maksila sebanyak 1’2 lebar mesiodistal M1 atau selebar mesiodistal gigi P.
Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 :
a. Kelas II Angle Divisi 1 :
Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi
b. Kelas II Angle Divisi 2 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya tidak ke labial atau retrusi.
Disebut sub divisi bila kelas II hanya dijumpai satu sisi atau unilateral.
3. Kelas III Angle
Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke
mesial terhadap lengkung gigi di maksila. Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal gigi M1 bawah dan tepi
mesial tonjol mesial tonjol mesial gigi M2 bawah.
b. Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior pada relasi gigi anterior.
2. PERHITUNGAN-PERHITUNGAN DALAM PERAWATAN ORTODONTIK
Masing-masing periode metode perhitungan yang dilakukan berbeda.
1. Periode gigi susu
2. Periode gigi bercampur
≈ Metode Nance
≈ Metode Moyers
3. Periode gigi permanen
≈ Metode Pont
≈ Metode Korkhaus
≈ Metode Howes
≈ Metode Thompson & Brodie
≈ Metode Kesling
Analisis dan perhitungan-perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menyiapkan:
• Model studi
• Ronsen :
- Individual atau intraoral
Panoramic atau opique
- sefalometrik
• Tabel
• Rumus
• Alat ukur : sliding calipers (jangka sorong)
≈ METODE NANCE
1. Dikemukakan pada tahun 1934, di Pasadena, Kalifornia, Amerika.
2. Dasar : adanya hubungan antara jumlah mesiodistal gigi-gigi desidui dengan gigi pengganti
3. Tujuan : untuk mengetahui apakah gigi tetap yang akan tumbuh cukup tersedia/lebih/kurang ruang.
4. Gigi-gigi yang dipakai sebagai dasar : c m1 m2
Lee way space: selisih ruang antara ruang yang tersedia dan ruang yang digunakan. Masing-masing
sisi : RA : 0,9 mm RB : 1,7 mm Hal ini telah dibuktikan oleh G.V. BLACK dengan cara menghitung lebar
mesio distal dari: Gigi desidui RBc = 5,0 mm m dan gigi pengganti 3 4 5.
1 = 7,7 mm m2
+ 22,6 mm -Gigi permanen RB 3 = 6,9 mm 4 = 6,9 mm 5 = 7,1 mm = 9,9 mm
+ 20,9 mm Selisih satu sisi 22,6 – 20,9 = 1,7mm
Prosedur :
a. Persiapan
1. Model RA & RB
2. Ro foto regio III, IV, V
3. Alat : jangka sorong
b. Cara
1. Ukur mesiodistal c m1m2
RA-kanan, kiri RB-kanan, kiri Kemudian dijumlahkan. dari model atau langsung
2. Ukur jumlah mesiodistal 3 4 5 yang belum tumbuh dari ro foto di regio
III, IV, V –RA & RB kanan dan kiri. Kemudian dijumlahkan. Akurasi hasil ro foto perlu, supaya tidak
terjadi distorsi. Bila perlu dari masing-masing regio III, IV, V atau dibatasi tiap dua gigi satu ro foto.
Kemudian bandingkan hasil 1 & 2 Kemungkinan :
1. hasil 1=2 – cukup
2. hasil 1>2 – kelebihan
3. hasil 1<2 – kurang
Hubungan molar : – Satu bidang terminal edge to edge – Penyesuaian molar/Molar adjustment.
Leeway Space – RA = 0,9 mm
- RB =1,7 mm
- Neutro oklusi
ad.1 – perlu observasi
ad.2 – molar adjustment – pengaturan gigi anterior
ad.3 – observasi
Huckaba Cara untuk mengetahui akurasi lebar mesiodistal masing-masing gigi 3,4,5 digunakan: -
Rumus : (y)(x1
x = (y)
1) x= gigi tetap yang dicari y= besar gigi susu diukur dari model y1= besar gigi susu diukur dari
ronsen x1
≈ METODE MOYERS = besar gigi tetap diukur dari ronsen
1. Diperkenalkan oleh Moyers, Jenkins dan staf ortodonsia Universitas Michigan.
2. Pemakaian ronsen foto tidak mutlak diperlukan.
3. Keuntungannya:
a. Kesalahan sedikit dan ralat kecil diketahui dengan tepat.
b. Dapat dikerjakan dengan baik oleh ahli maupun bukan ahli.
c. Tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Tidak memerlukan alat khusus.
e. Dapat dikerjakan dalam mulut maupun pada studi model baik RA/RB
Dasar : adanya korelasi antara satu kelompok gigi dengan kelompok lain.
Jadi dengan mengukur jumlah lebar gigi dalam satu kelompok pada satu segmen dimungkinkan dapat
membuat suatu perkiraan yang tepat jumlah lebar gigi-gigi dari kelompok lain dalam mulut yang
sama.
5. Kelompok gigi yang dipakai sebagai pedoman: 21 12
- Alasan :
1. Merupakan gigi permanen yang tumbuh paling awal.
2. Mudah diukur dengan tepat baik intraoral/ekstraoral (model).
3. Ukurannya tidak bervariasi banyak dibanding RA.
Prosedur
a. Disiapkan:
• model RA & RB
• jangka sorong
• tabel kemungkinan RA, RB
b. RB: misal sisi kanan dulu
1. ukur lebar mesiodistal gigi 21 12
2. kemudian dijumlahkan
3. menentukan jumlah ruang yang diperlukan kalau gigi tersebut diatur dalam susunan yang baik.
Caranya:
- tetapkan dengan jangka sorong suatu jumlah ukuran yang besarnya sama dengan jumlah 1 2 kanan
- tempatkan satu ujung jangka sorong tadi pada midline antara 1 1 & ujung lain pada lengkung gigi
sebelah kanan. Ujung ini mungkin akan terletak pada regio III . Buat tanda titik dengan pensil,titik ini
merupakan distal gigi 2 setelah gigi 1 & 2 diatur. Ulangi step ini untuk sisi kiri.
jumlah ruang yang tersisa sesudah gigi 1 & 2 diatur sampai tepi mesial gigi 6 bawah. Ruang ini
merupakan ruang yang akan disediakan untuk gigi 3 4 5 atau 3 4 5 kelak jika erupsi. Catat besarnya.
5. Berapa perkiraan jumlah lebar 3 4 5 ?
Dapat dilihat pada tabel kemungkinan, caranya: secara klinis diambil nilai 75%.
6. Berapa jumlah ruang yang tertinggal?
Hasil ad.4 dibanding ad.5. Kemungkinan yang terjadi:
• tidak ada sisa ruang
• kurang ruang
• kelebihan ruang.
Prosedur untuk RA = RB
1. Siapkan model RA
2. Hitung jumlah mesiodistal gigi 1+2 kanan/kiri
3. Buat lengkung imajiner RA dengan overjet yang diinginkan
4. Letakkan 1+2 pada lengkung tersebut
5. Distal gigi 2 kanan / kiri dapat ditentukan letaknya pada gigi III kanan/kiri.
6. Ber i tanda
7. Cari ruang yang disediakan untuk 345 kanan/kiri
- dari tanda ad.6 sampai mesial gigi 6 (alat: jangka sorong)
8. Berapa ruang 345 yang seharusnya
9. Lihat tabel RA
- ingat pedoman 21 12
- bandingkan ad.7 dan ad.8
10. Kemungkinan hasil ?
Perbedaan:
1. Tabel kemungkinan dipakai RA
2. Overjet harus dipertimbangkan
METODE PONT
(DR.Pont, drg. Perancis, 1909)
• Dasar : dalam lengkung gigi (dental arch) dengan susunan gigi teratur terdapat hubungan antara
jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus atas dengan lebar lengkung inter premolar pertama
dan inter molar pertama.
• Susunan normal :
Ideal : -gigi -gigi yang lebar membutuhkan suatu lengkung yang lebar -gigi-gigi yang kecil
membutuhkan suatu lengkung yang kecil -ada keseimbangan antara besar gigi dengan lengkung gigi
• Tujuan : untuk mengetahui apakah suatu lengkung gigi dalam keadaan kontraksi atau distraksi atau
normal.
Kontraksi = kompresi = intraversion : sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih mendekati bidang
midsagital.
Distraksi = ekstraversion : sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih menjauhi bidang midsagital.
Derajat kontraksi/distraksi :
• Mild degree : hanya 5 mm
• Medium degree : antara 5-10 mm
• Extreem degree : >10 mm
Hubungan dirumuskan: 1. Untuk lengkung gigi yang normal jumlah lebar mesiodistal 4 insisivus atas
tetap kali 100, kemudian dibagi jarak transversal interpremolar pertama atas merupakan indeks
premolar. Indeks Premolar = 80
Indeks Premolar = Σ I x 100 Jarak P1 – P
Jarak P
1 = 80
1-P1
Indeks Molar = ΣI x 100 jarak M = ΣI x 100 80 Jumlah lebar mesiodistal 4 insisivus tetap atas kali 100,
kemudian dibagi jarak transversal intermolar pertama tetap atas merupakan indeks molar. Indeks
Molar = 64
1-M
Jarak M
1 = 64
1-M1
• diameter paling lebar dari masing-masing gigi insisivus = ΣI x 100 64 Pengukuran lebar mesiodistal I:
• alat: jangka sorong.
Pengukuran jarak inter P1 :
jarak antara tepi paling distal dari cekung mesial pada permukaan oklusal P
• sudut distobukal pada tonjol bukal P
1.
Pengukuran jarak inter M
1
1
• jarak antara cekung mesial pada permukaan oklusal M:
• titik tertinggi tonjol tengah pada tonjol bukal M
1
1
Menentukan jarak inter P1 & inter M1 :
1. Mengukur langsung dari model (yang sesungguhnya)
2. Dari perhitungan rumus (yang seharusnya)
3. Dari tabel Pont (sebagai bandingan).
Cara memakai tabel Pont :
1. Jumlahkan lebar mesiodistal 4 insisivus atas tetap, masing-masing diukur dengan jangka sorong
(dari model).
2. Cari ukuran tersebut dalam tabel.
Pada tabel terlihat bahwa, pada garis yang sama dalam kolom ke arah kanan menunjukkan jarak
antara premolar kanan dan kiri, sedangkan kolom selanjutnya dalam garis yang sama menunjukkan
jarak antara molar atas kanan dan kiri. Juga dapat ditentukan pada kolom selanjutnya jarak antara
insisivus dan premolar atas. Pont 1.Mixed dentition
6 V 4 III 2 1 1 2 III 4 V 6
6 V IV 3 2 1 1 2 3 IV V 6 2.Permanen
6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6
METODE KORKHAUS
Jarak insisivus tetap atas dan premolar adalah jarak pada garis sagital antara titik pertemuan insisivus
tetap sentral dan titik dimana garis sagital tersebut memotong garis transversal yang menghubungkan
premolar pertama atas pada palatum.
P1 P1
≈ METODE HOWES
(Ashley E. Howes, 1947) Dasar:
1. Ada hubungan lebar lengkung gigi dengan panjang perimeter lengkung gigi.
2. Ada hubungan basal arch dengan coronal arch.
- Keseimbangan basal arch dengan lebar mesiodistal gigi. 1. Bila gigi dipertahankan dalam lengkung
seharusnya lebar inter P1 sekurang-kurangnya = 43 % dari ukuran mesiodistal M1-M1.
• lebar inter P1: dari titik bagian dalam puncak tonjol bukal P1.
• ukuran lengkung gigi: distal M1 kanan – distal M1 kiri
Seharusnya lebar interfossa canina sekurang-kurangnya = 44% lebar mesiodistal gigi anterior sampai
molar kedua. Fossa canina terletak pada apeks premolar pertama.
METODE THOMPSON & BRODIE
• Menentukan lokasi (daerah) sebab-sebab terjadinya deep overbite.
• Deep overbite: suatu kelainan gigi dimana tutup menutup (over lapping) gigi-gigi depan atas bawah
sangat dalam menurut arah bidang vertikal.
• Normal overbite:
rata-rata tutup menutup = 1/3 panjang mahkota 1 . normalnya adalah = 2 – 4 mm
• Dapat terjadi pada ketiga klas maloklusi Angle: kelas I, II, III
• Keadaan ini sangat tidak menguntungkan untuk kesehatan di kemudian hari serta keawetan gigi
geligi tersebut.dan melihat bagaimana pengaruhnya pada gigi anak-anak.
Beberapa hubungan yang mungkin terjadi :
1. Deep overbite
2. Palatal bite / Closed bite
3. Shallow bite
4. Edge to edge bite
5. Cross bite = reversed bite
6. Open bite
Deep overbite dapat disebabkan:
1. Dental:
a. Supra oklusi gigi-gigi anterior.
b. Infra oklusi gigi-gigi posterior.
c. Kombinasi a dan b.
d. Inklinasi lingual gigi-gigi P dan M.
2. Skeletal:
Ramus mandibulae yang panjang
b. Sudut gonion yang tajam
c. Pertumbuhan procesus alveolaris yang berlebihan.
3. Kombinasi
• Pada keadaan normal dalam keadaan physiologic rest position (istirahat) proporsi muka pada ukuran
vertikal : Nasion ke Spina Nasalis Anterior (SNA) = 43% dari jumlah panjang Nasion ke Mentum
(Gnathion).
• Ukuran ini sangat penting untuk mengetahui prognosis dari deep overbite yaitu koreksinya ditujukan
pada elevasi (ekstrusi) gigi-gigi bukal dan atau depresi (intrusi) gigi-gigi anterior.
Analisis deep overbite dapat dipelajari dari:
1. Cetakan model gigi-gigi penderita
2. Foto profil penderita
3. Langsung dari penderita
4. Dengan sefalometri radiografik
1. Mempelajari model gigi-gigi penderita :
- Sempurna tidaknya kalsifikasi dilihat adanya benjolan yang tidak sempurna rata pada model, pada
palatum, prosesus alveolaris, dan lain-lain.
- Adanya benjolan berarti kalsifikasi tidak sempurna.
- Adanya gingiva tebal.
- Kurva Von Spee yang tajam.
2. Dari foto profil penderita
a. Jika Nasion – SNA > 43%, maka SNA ke Mentum lebih pendek, berarti ada infraklusi gigi-gigi
posterior.
b. Jika NA – SNA < 43% maka SNA ke Mentum lebih panjang, berarti ada supraoklusi gigi-gigi anterior.
3. Langsung dari penderita
Cara Thompson & Brodie:
a. Ambil sepotong stenz (wax) dilunakkan.
b. Letakkan stenz tersebut di atas permukaan oklusal P dan M salah satu rahang atau kanan dan kiri.
c. Penderita disuruh menggigit stenz sehingga kedudukan profil muka penderita pada keseimbangan:
NA – SNA = 43% NA – Mentum
d. Setelah stenz keras dilihat pada regio anteriornya:
• Jika deep overbite sama sekali hilang, sedang stenz masih tebal berarti ada infraoklusi gigi-gigi P &
M.
• Jika deep overbite masih, sedang stenz tergigit habis berarti adanya supraoklusi gigi-gigi anterior
• Jika deep overbite masih, sedang stenz masih ada ketebalan; hal ini berarti ada kombinasi keadaan
tersebut di atas.
4. Dari mempelajari sefalometri radiografik :
- Cara yang baik untuk menentukan deep overbite yang bersifat skeletal type, dimana akan terlihat:
a. Frankfurt Mandibulair Plane Angle kecil.
b. Panjang Ramus Mandibulae lebih panjang.
c. Sudut gonion tajam
d. Pertumbuhan ke arah vertikal dan bagian muka kurang.
Prognosa:
1. Dental baik.
2. Skeletal tidak menguntungkan.
3. Deep overbite karena kalsifikasi yang jelek dari alveolaris dan basal bone biasanya jelek.
METODE KESLING
Adalah suatu cara yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan atau menyusun suatu lengkung
gigi dari model aslinya dengan membelah atau memisahkan gigi-giginya, kemudian disusun kembali
pada basal archnya baik mandibula atau maksila dalam bentuk lengkung yang dikehendaki sesuai
posisi aksisnya. Cara ini berguna sebagai suatu pertolongan praktis yang dapat dipakai untuk
menentukan diagnosis, rencana perawatan maupun prognosis perawatan suatu kasus secara
individual.
• Karena cara ini mampu untuk mendiagnosis maka disebut : DIAGNOSTIC SET UP MODEL
• Karena model yang telah disusun kembali dalam lengkung gigi tersebut merupakan gambaran suatu
hasil perawatan maka disebut : PROGNOSIS SET UP MODEL
Prosedur:
1. Siapkan model kasus RA & RB.
2. Fiksasi pada okludator yang sesuai, dengan dibuat kedudukan basis dari model sejajar dengan
bidang oklusal (model RB).
3. Pemeriksaan Sefalometri
Sefalometrik adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap
bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial. Manfaat
sefalometri radiografik adalah:
a. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda,
untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
b. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi
(seperti ketidak seimbangan struktur tulang muka).
c. Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial.
Ada 2 hal penting yaitu :
(1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan
(2) relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus
atau cekung.
d. Merencanakan perawatan ortodontik.
Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan
hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
e.Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.
Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah perawatan
ortodontik.
Analisis fungsional.
Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi kondilus pada sefalogram
yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat.
TEKNIK SEFALOMETRI RADIOGRAFIK
1. AlatAlat-alat dasar yang digunakan untuk menghasilkan suatu sefalogram terdiri dari sefalostat atau
sefalometer, tabung sinar tembus dan pemegang kaset beserta kaset yang berisi film dan layar
pengintensif (intensifying screen).
Pemegang kaset dapat diatur sedemikian rupa agar diperoleh gambar yang tajam. Layar pengintensif
digunakan untuk mengurangi jumlah penyinaran yang tidak diperlukan. Bagian dari sefalometer yang
diletakkan pada telinga (ear rod) dapat digerakkan sehingga mudah disesuaikan dengan lebar kepala
pasien. Tabung sinar harus dapat menghasilkan tegangan yang cukup tinggi (90 KvP) guna menembus
jaringan keras dan dapat menggambarkan dengan jelas jaringan keras dan lunak. Dikenal 2 macam
sefalometer, yaitu:
a. Broadbent-Bolton, digunakan 2 tabung sinar X dan 2 pemegang kaset, sehingga objek tidak perlu
bergerak atau berubah apabila akan dibuat penyinaran/proyeksi lateral atau antero-posterior.
b. Higley, terdiri dari 1 tabung sinar X, 1 pemegang kaset dan sefalometernya dapat berputar
sedemikian rupa sehingga objek dapat diatur dalam beberapa macam proyeksi yang diperlukan.
Sefalometer modern pada umumnya adalah jenis ini yaitu Rotating type.
2. Teknik pembuatan dan penapakan sefalogram
a. Teknik pembuatan sefalogram
• Proyeksi lateral atau profil
Proyeksi lateral dapat diambil pada subjek dengan oklusi sentrik , mulut terbuka atau istirahat. Kepala
subjek difiksir pada sefalometer, bidang sagital tengah terletak 60 inci atau 152,4 cm dari pusat sinar
X dan muka sebelah kiri dekat dengan film. Pusat berkas sinar X sejajar sumbu transmeatal (ear rod)
sefalometer. Jarak bidang sagital tengah-film 18 cm. FHP (Frankfurt Horizontal Plane) sejajar lantai,
subjek duduk tegak, kedua telinga setinggi ear rod.
• Proyeksi postero-anterior/frontal
Pada proyeksi postero-anterior tube diputar 90o
• Oblique sefalogram sehingga arah sinar X tegak lurus sumbu transmeatal.
Oblique sefalogram kanan dan kiri dibuat dengan sudut 45 dan 135 terhadap proyeksi lateral. Arah
sinar X dari belakang untuk menghindari superimposisi dari sisi mandibula yang satunya. FHP sejajar
lantai. Oblique sefalogram sering digunakan untuk analisis subjek pada periode gigi bercampur.
b. Teknik penapakan sefalogram Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil penapakan
sefalogram. Acetate matte tracing paper (kertas asetat) tebal 0,003 inci ukuran 8×10 inci dipakai
untuk penapakan sefalogram. Kertas asetat dilekatkan pada tepi atas sefalogram dengan Scotch tape
(agar dapat dibuka apabila diperlukan), kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope).
Penapakan sefalogram dianjurkan menggunakan pensil keras (4H) agar diperoleh garis-garis yang
cermat dan tipis.
Bagian-bagian yang perlu ditapak pada sefalogram lateral antara lain:
Bagian 1:
Profil jaringan lunak
• Kontur eksternal kranium
• Vertebra servikalis pertama dan kedua
Bagian 2:
• Kontur internal kranium
• Atap orbita
• Sella tursika atau fossa pituitari
• Ear rod
Bagian 3:
• Tulang nasal dan sutura frontonasalis
• Rigi infraorbital
• Fisura pterigomaksilaris
• Spina nasalis anterior
• Spina nasalis posterior
• Molar pertama atas dan insisivus sentralis atas
Bagian 4:
• Simfisis mandibula
• Tepi inferior mandibula
• Kondilus mandibula
• Mandibular notch dan prosesus koronoideus
• Molar pertama bawah dan insisivus sentralis bawah
KELEMAHAN SEFALOMETRIK
1. Kesalahan sefalometer Kesalahan sefalometer meliputi:
a. Kesalahan dalam pembuatan sefalogram. Kesalahan yang sering dilakukan yaitu posisi subjek tidak
benar, waktu penyinaran tidak cukup, penentuan jarak sagital-film tidak tepat. Kesalahan ini dapat
diatasi dengan pengalaman dan teknik pemotretan yang benar.
b. Pembesaran dan distorsi. Makin besar jarak sumber sinar X terhadap film maka semakin sejajar
arah sinar X sehingga distorsi dan pembesaran semakin kecil. Makin dekat jarak film terhadap objek
semakin kecil terjadi pembesaran. Hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan teknik pemotretan
yang benar.
2. Kesalahan penapakan dan metode yang digunakan
a. Kesalahan penapakan pada umumnya disebabkan karena kurang terlatih atau kurangnya
pengetahuan tentang anatomi atau referensi sefalometrik. Hal ini dapat diatasi dengan latihan-latihan
dan pengalaman.
b. Kesalahan metode yang digunakan pada umumnya karena pengukuran 3 dimensi menjadi 2
dimensi, kesalahan interpretasi perubahan akibat pertumbuhan dan perawatan.
4. Rencana perawatan
Menurut Andresen (1920), Aktivator adalah pesawat fungsional yang bersifat fisologis karena tidak
menggunakan atau menghasilkan kekuatan-kekuatan mekanis tetapi melanjutkan kekuatan fungsional
dari otot-otot di sekitar mulut ke tulang gigi-gegi dan alveolus, rahang dan persendian rahang.
Aktivator ada beberapa macam antara lain aktivator yang dibuat oleh Robin, Andresen, Harvold dan
Vargervik. Aktivator Robin dan Andresen pada dasarnya mempunyai efek dan fungsi yang sama,
mereka menekankan pada penutupan muskulus, Aktivator disebut juga pesawat dari Andresen.dan
Haupl atau pesawat dari Norwegia oleh karena ditemukan oleh Andresen dan Haupl dari Norwegia,.
Karena rahang atas dan rahang bawah bersatu disebut juga monoblok.
Sifat-sifat :
a. Fungsional fisiologis
Melanjutkan tekanan fungsional otot-otot lidah, bibir, muka, pengunyahan, yang memberi
rangsangan secara pasif terhadap gigi dan alveolus, jaringan periodontal, dan persendian rahang.
b. Fungsional Orthopedik
Perubahan yang dihasilkan sebagian besar terjadi pada tulang rahang dan persendian. Perubahan
disekitar gigi dan jaringan pendukung gigi terjadi secara masal.
c. Pasif
Tidak menghasilkan gaya secara aktif tetapi mengapung diantara gigi-gigi, yang secara pasif
meneruskan tekanan otot-otot muka dan pengunyahan
Menurut Andresen dkk, dengan merubah kedudukan mandibula ke anterior, akan menimbulkan suatu
refleks kontraksi otot-otot masseter, temporalis pterygoideus dan supra hyoideus. Rangsangan otot-
otot pengunyahan tersebut dilanjutkan oleh aktivator ke gigi, jaringan pendukung gigi, rahang dan
persendian rahang. Gerakan gigi dihasilkan oleh tarikan otot-otot pengunyah yang berusaha untuk
mengembalikan mandibula ke kedudukan istirahat.
PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA PEMAKAIAN AKTIVATOR
1. Perubahan dento alveolair, dalam arah
• Antero posterior
Terjadi pergeseran gigi-gigi posterior maupun anterior sehingga terjadi perubahan oklusi menjadi
relasi klas I Angle, dari Klas II Angle atau Klas III Angle Gigi-gigi bergerak ke arah ruangan pada pelat
yang sebelumnya telah dikurangi.
• Vertikal atau ekstrusi pada gigi-gigi posterior karena pelat sebelah oklusal gigi-gigi posterior maksila
dan mandibula telah dikurangi.
• Lateral atau ekspansi
Disini lengkung gigi bertambah lebar. Apabila penderita menggerakkan mandibula ke kiri, aktivator
akan menekan dinding maksila kiri dan dinding lingual mandibula sebelah kanan, demikian juga
sebaliknya hal ini berefek melebarkan tulang rahang.
• Intrusi gigi-gigi anterior RB apabila gigi-gigi tidak protrusi yang berlebihan.
2. Perubahan artikulasi rahang
Menurut Korkhaus (Tulley, 1972), terjadi perubahan condylus yaitu pada cartilago yang merupakan
pusat pertumbuhan mandibula. Terjadi rangsangan pertumbuhan pada condylus dan menggerakkan
mandibula secara bodily ke anterior
Penambahan pertumbuhan condylus adalah karena antara gigi-gigi posterior maksila dan mandibula
terdapat pelat Aktivator yang berjarak lebih besar dari jarak inter-oklusal.
KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN PEMAKAIAN AKTIVATOR
1. Tidak ada kerusakan jaringan alat pengunyahan
2. Tidak ada tekanan pertumbuhan normal dari arkus dentalis dan rahang dan tidak ada hambatan
pembetulan posisi suatu anomali
KERUGIAN-KERUGIAN PEMAKAIAN AKTIVATOR
1. Untuk pasien yang tidak kooperatif, perawatan tidak berhasil.
2. Hanya dapat digunakan pada kasus-kasus tertentu.
Contoh : pada kasus gigi berjejal berat tidak dapat digunakan.
BAGIAN-BAGIAN AKTIVATOR :
a. Plat dasar
b. Plat oklusal
Pada RA menutupi permukaan oklusal gigi-gigi posterior sebatas fissura dan incisal gigi-gigi anterior.
Pada RB menutupi seluruh permukaan oklusal gigi-gigi posterior dan incisal gigi-gigi anterior.
c. Guide wire
Lengkung Labial pada Aktivator disebut juga Guide Wire ada 3 macam:
1) Maxillary Guide Wire
2) Mandibulary Guide Wire
3) Intermaxillary Guide Wire
Pemakaian macam Guide Wire tergantung dari tujuan perawatan, misalnya Untuk Maloklusi Angle Klas
I : Maxillary Guide wire atau Mandibulary Guide Wire atau keduanya, sedangkan Maloklusi Angle Klas II
: Maxillary Guide Wire atau Maxillary Guide wire dengan Mandibulary Guide wire; Maloklusi Angle Klas
III : Intermaxillary Guide wire atau Mandibullary Guide Wire. Basis Guide wire terletak pada daerah
embrasure antara C dan P1
LAMA PEMAKAIAN AKTIVATOR :
RA, ditengah-tengah plat oklusal, dengan tujuan tidak mengganggu pengurangan plat pada waktu
penyesuaian atau pengurangan Aktivator.
Menurut Schwartz dan Groutzinger (1966), pemakaian aktivator pada maloklusi klas II divisi 1 adalah 2
– 2 ½ tahun, dipakai terus menerus pada malam hari (minimal 7 jam/hari) dan dilanjutkan pemakaian
retainer aktivator selama 1 tahun.
PROSEDUR PEMBUATAN AKTIVATOR
1. Pembuatan Gigitan kerja
2. Fiksasi articulator untuk pembuatan Aktivator khusus yaitu Tripoid.
3. Pembuatan Guide Wire
4. Pembuatan model malam
a. Plat dasar Rahang Atas
b. Plat dasar Rahang Bawah
c. Tanam Guide Wire
d. Plat dasar Rahang Atas dan Rahang Bawah disatukan.
5. Try-in
6. Inbed dalam cuvet
7. Pengisian Akrilik
8. Insersi
E K S P A N S I
Dalam melakukan perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur
gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam lengkung yang
baik.
Tergantung pada jumlah kekurangan ruang yang diperlukan untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi
tersebut, dapat dilakukan :
1. Grinding/ slicing/ stripping pada gigi-gigi anterior
2. Melebarkan ( ekspansi ) perimeter lengkung gigi
3. Kombinasi antara ekspansi lengkung gigi dan grinding gigi-gigi anterior
4. Pencabutan satu atau beberapa gigi.
Pelebaran dengan alat ekspansi dapat dilakukan secara ortodontik ( pelebaran lengkung gigi ) maupun
ortopedik ( pelebaran lengkung basal ).
Pelebaran lengkung gigi sangat efektif dilakukan pada periode gigi bercampur, waktu sutura palatina
belum menutup dan pertumbuhan pasien masih aktif sehingga selain lengkung gigi ( lengkung koronal
) melebar, maka lengkung basal juga mengalami pelebaran. Pada periode gigi permanen hanya dapat
dilakukan perubahan inklinasi gigi saja, yaitu melebarkan lengkung gigi tanpa diikuti pelebaran
lengkung basal..
Macam alat ekspansi
a. Berdasarkan cara pemakaiannya alat ekspansi dapat bersifat:
1. Fixed/ cekat, misalnya RME ( Rapid Maxillary Expansion )
2. Semi cekat, misalnya Quad Helix.
3. Removable/ lepasan, misalnya plat ekspansi
b. Berdasarkan pergerakan/ reaksi jaringan yang dihasilkan :
1. Alat ekspansi yang menghasilkan gerakan ortodontik , misalnya : plat ekspansi
Alat ekspansi yang menghasilkan gerakan ortopedik, misalnya RME.
RAPID MAXILLARY EXPANSION
Alat ini bersifat cekat, menghasilkan pelebaran arah lateral, paralel dan simetris, digunakan untuk
melakukan pelebaran lengkung basal pada periode gigi bercampur. RME terdiri dari cincin stainless
yang disemenkan pada gigi-gigi molar satu desidui atau premolar satu dan gigi molar satu permanen
kanan dan kiri, dihubungkan dengan sekrup ekspansi yang mempunyai daya pelebaran yang besar.
Dengan alat ini terjadi pelebaran sutura palatina mediana ke arah lateral dan lengkung gigi bergerak
secara bodily.
Indikasi perawatan dengan ekspansi
1. Gigitan silang anterior ( anterior crossbite )
2. Gigitan silang posterior ( posterior crossbite ) bilateral atau unilateral
3. Lengkung gigi atau lengkung basal yang sempit yang disebabkan pertumbuhan ke arah lateral
kurang
4. Adanya “ space loss “, sebagai akibat pergeseran gigi molar permanen ke mesial pada pencabutan
gigi desidui terlalu awal ( premature loss )
5. Adanya gigi depan berjejal yang ringan, dengan diskrepansi lengkung gigi 4 – 6 mm.
QUAD HELIX
Alat ini bersifat semi cekat, dapat menghasilkan gerakan paralel simetris atau asimetris maupun
gerakan non paralel simetris atau asimetris, tergantung kebutuhan. Semi cakat, karena sebagian
dapat dilepas untuk diaktifkan ( bagian ekspansif yang terbuat dari kawat stainless steel diameter 0,9
mm ) dan cincin yang dipasang cekat dengan semen pada kedua gigi molar pertama. Pelebaran
lengkung gigi diperoleh dengan cara mengaktifkan coil, lengan helix ataupun palatal bar, tergantung
arah pelebaran yang diharapkan.
PLAT EKSPANSI
Plat ekspansi merupakan alat ortodontik lepasan yang sering digunakan pada kasus gigi depan berjejal
yang ringan. Kekurangan ruang guna mengatur gigi-gigi tersebut diperoleh dengan menambah
perimeter lengkung gigi menggunakan plat ekspansi. Pada pasien dewasa, pelebaran yang dihasilkan
merupakan gerakan ortodontik, yaitu hanya melebarkan lengkung gigi dengan cara tipping, merubah
inklinasi gigi.
Sifat plat ekspansi
1. Lepasan atau removable : alat bisa dipasang dan dilepas oleh pasien
2. Aktif : mempunyai sumber kekuatan untuk menngerakkan gigi, yaitu sekrup ekspansi atau coffin
spring, atau pir-pir penolong ( auxilliary spring ).
3. Mekanis : merubah posisi gigi secara mekanis
4. Stabilitas tinggi : alat tidak mudah lepas, karena retensi yang diperoleh dari Adams clasp atau
Arrowhead clasp serta verkeilung dari plat dasar yang menempel pada permukaan lingual atau
palatinal gigi.
Elemen-elemen plat ekspansi
Plat ekspansi terdiri dari :
1. Plat dasar akrilik
2. Klamer yang mempunyai daya retensi tinggi, misalnya Adam’s clasp atau Arrowhead clasp.
3. Elemen ekspansif, dapat berupa sekrup ekspansi maupun coffin spring
4. Busur labial ( labial arch )
5. Kadang dilengkapi juga dengan spur atau taji, tie-bar dan pir-pir penolong ( auxilliary spring ).
Macam – macam plat ekspansi A. Ekspansi arah lateral
1. Paralel :
a. simetris
b. asimetris
2. Non paralel ( radial ) :
a. simetris
b. asimetris
B. Ekspansi arah antero-posterior ( Schwartz plate )
1. Pergerakan ke distal gigi-gigi posterior
2. Pergerakan ke labial atau proklinasi gigi-gigi anterior
Untuk plat ekspansi rahang bawah yang paralel dan simetris, sekrup diletakkan di garis tengah
sebelah lingual gigi-gigi anterior.Sumbu panjang sekrup paralel dengan bidang oklusal dan tegak lurus
terhadap garis tengah. Plat tidak boleh terlalu tebal dan dalam karena dapat mengganggu gerakan
lidah yang dapat mengurangi stabilitas alat. Retensi diperoleh dengan pemasangan Adams clasp pada
gigi-gigi premolar dan molar bawah..
telah diterangkan dimuka bahwa plat ekspansi sangat efektif digunakan untuk perawatan pada
periode gigi bercampur karena pertumbuhan tulang masih aktif, sehingga selain dapat dilakukan
pelebaran lengkung gigi juga dapat terjadi pelebaran tulang basal. Pada pasien dewasa hanya terjadi
pelebaran pada coronal arch ( leng-kung gigi ) tanpa diikuti oleh pelebaran lengkung basal.
Untuk melakukan ekspansi pada pasien dewasa perlu diperhatikan beberapa hal antara lain: Jika
menurut perhitungan metode Pont didapatkan pertumbuhan lengkung gigi tidak mencapai normal
( istilah umum : kontraksi ).
a. Jika indeks Howes menujukkan :
- inter tonjol P1
- inter fossa canina antara 37% – 44%. antara 36% – 43%
Jadi jarak interfossa lebih besar dari jarak intertonjol bukal P1. Secara klinis atau pada model studi
terlihat inklinasi gigi P1
b. Jika terdapat diharmoni rahang, yaitu dalam keadaan oklusi menunjukkan adanya penyempitan
salah satu rahang dibandingkan dengan lengkung gigi antagonisnya. condong ke palatinal ( conver-
gen ).
3. Perawatan ortodontik dengan melebarkan lengkung gigi/ rahang menggunakan alat ekspansi harus
dilakukan over expansion untuk mengatasi relaps yang mungkin terjadi. Hal ini disebabkan tertariknya
serabut-serabut periodontal yang sangat elastis sewaktu dilebarkan, serabut-serabut tersebut akan
mengkerut kembali sehigga kemungkinan terjadinya relaps sangat besar.
Mei 5, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary
Laporan Tutorial : Hukum Dan Etika Kedokteran
1 Vote
1.Latar Belakang
Andi pergi ke drg. Aziz untuk mencabut gigi geraham belakangnya. Karena saat mencabut lama dan
sakit sekali, setibahnya dirumah Andi bercemin untuk melihat bekas pencabutan gigi
tersebut.Ternyata gigi yang dicabut bukan gigi gerahamnya. Merasa kesal dan dirugikan Andi
menuliskan pengalamannya di surat pembaca sebuah surat kabar. Andi juga mendatangi PDGI untuk
melaporkan drg. Aziz.Saat ini drg. Aziz sedang mengurus perpanjangan surat izin prakteknya yang
telah habis.
2.Batasan Topik
Adapun yang menjadi batasan topik pada diskusi kelompok Modul A Pemicu II ini, yaitu meliputi :
1. Pengertian PDGI
2. Tugas dan Wewenang PDGI
3. Fungsi surat izin praktek ( SIP )
4. Cara mendapatkan dan memperpanjang surat izin praktek ( SIP )
5. Tindakan PDGI dalam menindak lanjuti kasus
6. Mengapa msyarakat dapat melaporkan dokter ke PDGI
7. Pelanggaran beserta saksi dalam kedokteran
8. Profesi kedokteran
9. Standar Profesi kedokteran Dan Hukum kedokteran
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian PDGI
• PDGI ( Persatuan Dokter Gigi Inonesia )
Merupakan satu-satunya Organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI didirikan
pada tanggal 22 Januari 1950 di Hotel Savoy Homannbandung dan kini telah berusia lebih dari 50
tahun. Pengurus Besar PDGI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan saat ini
memiliki 14 Pengurus Wilayah dan 188 pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota, Jumlah dokter gigi
yang terdata sampai februari tahun 2009 mencapai kurang lebih 19 juta.
Adapun Jaringan PDGI di tingkat Internasional, Yaitu :
a. APDF/APRO (Asian Pacific Dental Federation/Asian Pacific regional Organization)
b. FDI (Federation dentaire Internationale)-Organisasi Dokter Gigi se-dunia
Sedangkan Tujuan PDGI :
• Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa dan negara.
• Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan umum dalam rangka menunjang
kesejahteraan rakyat Indonesia
• Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang seluas-luasnya
2.Tugas dan Wewenang PDGI
Wewenang PDGI Wilayah :
•Membina dan mengadakan hubungan dengan semua aparat pemerintah,organisasi profesi yang ada
khususnya yang berkaitan dengan pengembangkan kebijakan dalam program-program kesehatan
yang mempunyai tujuan yang sama.
•Melaksanakan keputusan kongres,rakernas,rakerwil dan bertanggung jawab pada rapat umum
anggota wilayah dan pengurus besar.
•Memberikan mandat kepada peserta utusan kongres
•Memberikan laporan kepada pengurus besar tentang hasil yang dilakukan minimal 1 x dalam setahun
•Membangun kapasitasi sebagai Organisasi yang profesional
•Menggalang seluruh kesatuan anggota dalam menjalankan program PDGI.
•Melakukan Pembinaan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi
PDGI berada dibawah naungan KKI yang memiliki tugas dan wewenang tentang :
Tugasnya :
a. Melakukan registrasi dokter/dokter gigi mengesahkan standar pendidikan dokter/dokter gigi
b. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilakukan bersama
lembaga terkait sesuai fungsinya masing-masing
Wewenangnya :
a. Menyetujui/Menolak surat tanda registrasi dokter/dokter gigi
b. Menerbitkan/mencabut surat tanda registrasi dokter/dokter gigi
3. Fungsi Surat Izin Praktek ( SIP )
SIP adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter/dokter gigi yang akan menjalankan
praktek kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
UU dalam praktek kedokteran dalam beberapa pasalnya mengatur tentang kewajiban-kewajiban
administrasi yang harus dipenuhi oleh setiap dokter/dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek
kedokteran Indonesia.
Fungsinya :
• Sebagai salah satu persyaratan/bukti seorang dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktek
• Sebagai bukti bahwa praktek yang dilaksanakan bersifat legal
• Sebagai kekuatan hukum apabila terjadi kasus yang tidak diinginkan
• Untuk menyatakan batasan wilayah dimana seorang dokter tersebut bertugas
• Untuk mengetahui berkompetens seorang dokter dan dokter gigi dalam pelayanan medis
• Agar dokter dan dokter gigi dapat mengamalkan praktek dan pengetahuan ilmu kedokterannya
untuk kepentingan masyarakat secara resmi
Kewajiban administrasi tersebut antara lain ;
• Kewajiban memiliki surat tanda registrasi (STP) dan surat izin praktek (SIP) dokter/dokter gigi
• Kewajiban memiliki SIP diatur dalam pasal 36 bunyinya ;
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktek kedokteran di Indonesia wajib memiliki Surat
Izin Praktek
Sedangkan menurut Permenkes No.512/menkes/per/IV/2007 mengenai izin praktek dan pelaksaan
praktek kedokteran,
Bab 2 pasal2 ayat (2) untuk memperoleh SIP,dokter dan dokter gigi yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan kepada kepala Dinkes Kab/Kota tempat praktek kedokteran yang
dilaksanakan dengan melampirkan :
• Fotocopy surat tanda registrasi dokter/dokter gigi yang diterbitkan dan dilegalisir asli oleh KKI yang
berlaku
• Sure pernyataan mempunyai tempat praktek/surat ketermagangan dari sarana pelayanan kesehatan
sebagai tempat praktiknya
• Surat rekomendasi dari organisasi profesi,sesuai tempat praktek
• Pasfoto berwarna ukuran 4×6 sebanyak 3 lembar dan 3×4 sebanyak 2 lembar.
4.Cara Mendapatkan dan Memperpanjang SIP
Cara Mendapatkan SIP sesuai dengan pasal 7 ayat (3),SIP diberikan oleh menteri/pejabat yang ditunjuk
setelah memenuhi persyaratan.
SIP diberikan oleh menteri/pejabat setelah memenuhi syarat :
• Memiliki STR
• Memiliki tempat praktek
• Memiliki rekomendasi organisasi profesi
• Memiliki surat penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
• Memiliki surat penugasan/keputusan penempatan yang dikeluarkan oleh
depkes/depdikbud/dephankam dalam rangka pelaksanaan masa bakti
• Memiliki kemampuan Jasmani dan rohani untuk menjalankan pekerjaan doktet dan dokter gigi
• Hanya diberikan paling banyak 3 tempat
• Satu SIP hanya berlaku untuk 1 tempat praktek
• SIP diberikan dengan memperhatikan asas pemerataan pelayanan kesehatan,penyebaran dokter dan
dokter gigi
Cara memperpanjang SIP :
Dengan berlakunya UUPK NO. 29 tahun 2004 yang mewajibkan dokter mengumpulkan angka keredit
(SKP), bila ingin memperpanjang STR dokter harus mengikiti acara ilmiah dengan tekun, SKP dan STR
adalah syarat perpanjangan SIP.
• seorang dokter wajib mengikuti min 15 x seminar setara dengan 30 SKP
• SIP berlaku selama 5 tahun disertai rekomendasi IDI dan diberikan 3 tempat praktek
• Pembaruan SIP tiap 5 tahun mengikuti standar Internasional
5.Tindakan PDGI Dalam Menindak Lanjuti Kasus
Apabila seseorang mengetahui atau merasa dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dalam
menjalankan praktek kedokteran maka orang tersebut bisa melaporkan masalahnya ke PGDI.
Selanjutnya PDGI akan melanjutkan pelaporan tersebut ke MKEKG.
Pelaporan ke MKEKG berupa laporan tertulis (Identitas pelapor/ pasien, nama dan tempat
praktek,waktu,tindakan dilakukan atas tindakan pengaduan dan kronologis, pernyataan tentang
kebenaran pengaduan)
MKEKG membutuhkan identitas pelapor untuk mendapatkan info yang cukup,untuk melakukan
investigasi dan untuk melakukan pemeriksaan oleh majelis.
Setelah itu pengaduan akan ditanda tangani oleh majelis pemeriksa awal, pemeriksa awal oleh MPA
untuk menentukan kewenangan MKEKG terhadap pengaduan tersebut.
Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh majelis pemeriksa disiplin (MPD) => Pemeriksaan
proses pembuktian.
Jika dokter gigi teradu dinyatakan melanggar disiplin kedokteran gigi, maka sanksi disiplin dalam
keputusan MKEKG dapat berupa :
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan di Instansi kedokteran gigi
6. Mengapa Masyarakat Dapat Melaporkan Dokter ke PDGI
Pertama PDGI melaporkan masalah tersebut ke MKEKG,MKEKG yang mempunyai wewenang dalam
mengatasi masalah karena Sesuai dengan UU RI No. 29 tahun 2004,pengaduan pasal 66 ayat 1 :
Setiap orang yang mengetahui kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigidalam
menjalankan praktek kedokteran dapat mengadukan secara tertulis pada ketua MKDKI yang
keputusannya akan diambil oleh MKDKI mengangkat dokter dan dokter gigi dan KKI dan bisa
dikenakan ketentuan pidana sesuai pasal 75 ayat 1 :
Setiap dokter/dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokterantanpa memiliki STR
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dipidana penjara paling lama 3 tahun/didenda paling
banyak 100 juta
Dalam pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. Identitas pengaduan pasien
b. Nama dan alamat tempat praktek dokter/dokter gigi
c. Waktu tindakan dilakukan
d. Alasan pengaduan
e. Alat bukti bila ada
f. Pernyataan tentang benar pengaduan
Adapun Tugas MKEKG adalah :
Mengirim pengaduan,memeriksa,memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter/dokter gigi yang
diajukan
Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
7.Pelanggaran Beserta Sanksi Dalam Kedokteran
Pasal 32 : Sanksi dilaksanakan oleh pengurus PDGI sesuai keputusan MKEKG
3 sanksi berupa :
1.Peringatan lisan berlaku paling lama 6 bulan
2.Peringatan tertulis paling lama 6 bulan
3.Penekanan rekomendasi PDGI untuk mendapatkan SIP paling lama 12 bulan
Bentuk Sanksi pelanggaran :
1.Teguran/tuntutan secara lisan/tulisan berlaku paling lama 6 bulan
2.Penundaan kenaikan gaji/pangkat
3.Penurunan gaji/pangkat setingkat lebih rendah
4.Dicabut izin praktek dikantor sementara/selama-lamanya
5.Pada kasus pelanggaran etikolegal (pelayanan dibawah standar,pelecehan dll), diberikan hukuman
sesuai peraturan kepegawaianyang berlaku dan diproses ke pengadilan
6.Kewajiban mengikuti pendidikan/pelatihan di Institusi pendidikan/kedokteran/dokter gigi
•Setiap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa memiliki
STR dan SIP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda banyak seratus juta
•Ancaman pidana terhadap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja menyelenggarakan praktek
kedokteran tanpa memasang papan nama praktek dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
tahun atau denda paling banyak 50 Juta
•Ancaman pidana terhadap dokter dan dokter gigi dengan sengaja tidak membuat rekaman medis
diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 50 juta
Sanksi PDGI :
-KOmisi kehormatan disiplin kedokteran gigi
-KKI
-Sanksi
Berupa : 1. Administratif
2. Hak Regresi
3. Perdata/ Pidana
(UU praktek kedokteran gigi No.29 tahun 2004)
Penegak Hukum :
- Perdata : KUH perdata 1365,1366,1371
- Pidana : KUHP 359
8.Profesi Kedokteran
Adapun definisi awal profesi, Yaitu :
Profesi Merupakan
•Kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan
keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia
Pemakaian keterampilan dengan cara yang benar dan keahlian yang tinggi
•Hanya dapat dicapai melalui penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup luas,mencakup sifat
manusia,kecendrungan sejarah dan lingkungan hidupnya
•serta,Disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang
profesi
Profesi memiliki 3 ciri Utama :
1.Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ektensif sebelum memasuki sebuah profesi
2.Pelatihan tersebut meliputi komponen Intelektual yang signifikan
3.Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat
3 ciri tambahan Profesi :
1.Ada proses lisensi atau sertifikat
2.Ada Organisasi
3.Ada Otonomi dalam pekerjaannya
Profesi Kedokteran dan Dokter gigi :
Suatu pekerjaan/profesi kedokteran dan dokter gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu ke
Ilmuwan,kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang diperolehnya dimasa pendidikan guna
pekerjaannya menyediakan atau memberikan pelayanan kepada masayarakat.
9.Standar Profesi kedokteran dan Hukum Kedokteran
Standar Profesi kedokteran dan Dokter Gigi, Yaitu :
1.Ketelitian
2.Sesuai ukuran medic
3.Kemampuan rata-rata
4.Sikon yang sama
5.Sarana upaya
Adapun Standar Umum profesi kedokteran dan dokter gigi, Yakni :
Mempunyai sikap dan perilaku Insani pancasarjana dan menjujung tinggi etika kedokteran Indonesia
Mempunyai kompetensi untuk memberikan pelayanan dan memimpin Lab. Klinik secara professional
Mampu mengembnagngkan Ilmu pengetahuan dan keterampilan
Mampu mengembnagkan pengetahuan,keterampilan dalam memimpin Lab.Klinik secara mandiri
sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat
Memiliki pengetahuam,keterampilan,sikap prosfesional dalam mendidik dan melaksanakan penelitian
maupun apresiasi atas
hasil penelitian
Hukum : Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup,tata tertib dalalm masyarakat dan harus ditaati Juga merupakan batasan-
batasan bertindak bagi seorang dokter atau dokter gigi. Hukum disusun oleh badan pemerintah,
bebentuk undang-undang, berlaku untuk umum, bentuk sanksi berupa tuntutan, bukti pelanggaran
perlu bukti fisik, dan diselesaikan di pengadilan.
Hukum Kedokteran merupakan bagian dari Hukum Kesehatan yaitu menyangkut asuhan pelayanan
kedokteran yang berisikan tentang aturan-aturan pelayanan kesehatan dan saksi untuk
pelanggarannya.
BAB III
PENUTUP
Rangkuman
•Jadi Pelanggaran yang terjadi dalam kasus Ini karena kurangnya standar profesi kedokteran/dokter
gigi yang berupa :
1.Ketelitian
2.Sesuai ukuran medic
3.Kemampuan rata-rata
4.Sikon yang sama
5.Sarana upaya
•Sintesa
Segala bentuk tindakan maupun pelanggaran dalam bidang hukum dan profesi kedokteran harus
diselesaikan melalui prosedur etik dan hukum kedokteran yang berlaku agar tidak merugikan berbagai
pihak.
REFERENSI
• http://www.google.com
• http://Ippm-aceh.org
• http://www.inam.org/v4/download.php
• Artikel dalam Internasional Enclopedia pf Education
• hukum kedokteran.2009.www.google.com.
• Standar profesi kedokteran.pdf
Mei 3, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary, Uncategorized
Tentang Dunia Perkuliahanku :)
Rate This
Tentang hari ini ..
Saya rasa bukan namanya anak kedokteran Gigi jika setiap harinya,,setiap waktunya tidak di hantui
dengan tugas—praktikum—tutorial ..—“
Yang kalo lagi praktikum ..bawaannya sudah kayak anak jualan gorengan pke box segala ,,kalo liat
isinya kayak tukang amplas, tukang semen deh –_–
Hari ini sesuai jadwal yang ada ..tutorial DK2 di layo lagi lagi hoaammm –___– capek juga lama-lama
hidup nomaden layo-palembang-layo ..
Kemaren waktu DK1 fasilitatornya bilang sih minggu depan tepatnya hari ini fasilitator akan digantikan
sama dokter yang paling manisss yang mampu buat teman cwe kampus ku klepek-klepek karena
kebaikannya ..dan wajahnya yang kayak gula arennn ituu lho u,u..jadinya saya agak santaian dikitlah
buat nulis logbook yang seabrek itu –___–..tapi entah karena ikut-ikutan cuaca yang dari pagi sudah
hujan ajee ,,ternyata bukan dokter gula aren itu yang menjadi fasilitator kami ..oo *musibah bagi
nasib logbook saya yang tak ada tempelan gambaran berwarna sedikitpun
Lalu spontan Langsung ekspresi wajah berubah waktu tau yang gantiin itu dokter cantik yang maunya
pke bahasa Indonesia formal kalo ngomng ..baik sih dokternya ga banyak macem tapii spontan yang
tadinya kelompok C nyantai jadi dibuat sedikit tegang…dokternya pke pasang muka badmood gthu
juga ..-___-
It’s my problem kalo dari awal udah niatnya santai ,,feel nya udah males-malesan ..satu per satu
bahasan Learning Issue udah di bahas teman-teman dengan di ketuai oleh Lina (anaknya pendiam,
baek banget ,,pokoknya wanita idaman lah ,,apalagi suaranya lembut ditambah anaknya sholeha
*sekalian mau publish hhi )..back to my problem ..AKU MAU NGOMONG APAA teman-teman ???
Sambil lirik-lirikan sama wajah badmoodnya dokter itu..saya mulai baca-baca lagi apa yang telah saya
tulis dari jam 21-00 sampe jam 00-00..sudah tau lah tulisan gak tau mirip cacing jenis apa
lagi ..ditambah gak ngertiii sama bahannyaa T___T..
*al hasil dari toleh menoleh sama teman yang lain ..aku akhirnya bahas masalah tumbuh kembang
dentokraniofasial ..hhaha – yang aku taunya Cuma kalo dentokraniofasial itu berarti kan struktur
anatomis dimana dibagi aja jadi tiga istilah nya –dento-kranio-fasial –nah bearti hubungan antara gigi
geligi dengan rahang dan profil wajah ..nah dari gigi itu akan mempengaruhi bentuk wajah kita ..
Trus bahas dari kasusnya juga yang bilang kalo ni remaja 15tahun giginya berlebih ya jadi namanya
supernumerary ..done itu aja yang aku bahas hahha
Selesai bahas ..mulai timbul bosan,,males dengarin penjelasan lain hha ..emang dasar aku nya yang
gak mau lagi denger udah gak nyangkut tuh bahan di otakku ..
Saya salut sama teman-teman yang mau bnyak kasih tambahan bahan ..mereka rajin sekaliii aaa..aku
akuu akuu kpan yaa ?? haha
Seakan sadar dari lamunan itu ..tau-tau sudah sintesa aja nih ..itu artinya udah selesai tutorial kali
ini ..Alhamdulillah
Nah ini nih habis tutorial terbitlah laperr … oOOO
April 22, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary
Makalah Ilmiah Oral Biologi
Rate This
PERANAN SEL LAGERHANS ORAL MUKOSA IMMUNOPATOGENESIS pada PENYAKIT PERIODONTAL
ABSTRAK
Oral Mukosa sangat berperan pada kesehatan di dalam rongga mulut karena pada keadaan
normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme.4 Daerah di dalam rongga
mulut pertemuan antara gingival dan gigi merupakan tempat yang sedikit rawan untuk perlekatan
mikroorganisme. Namun daerah ini mempunyai perlekatan epitel ke gigi yang baik sehingga pada
keadaan normal mikroorganisme tidak akan dapat masuk kedalam membran periodontal. Rongga
mulut merupakan jalan keluar masuk utamanya mikroorganisme, oleh karena itu sangat banyak faktor
yang terlibat dalam proses imun terhadap mikroorganisme yang pathogen. Lebih dari 300 spesies
bakteri dapat ditemukan sebagai mikrobiota di daerah subgingiva, dan hanya beberapa spesies yang
telah diketahui terlibat dalam proses inisiasi dan progresifitas penyakit periodontal [21]. Porphyromonas
gingivalis, Treponema denticola dan Bacteroidesforsythus merupakan bakteri periodontopathogen
yang sangat agresif. Infeksi bakteri periodontophatogen inilah yang dapat memicu sekresi
peningkatan inflamatory sitokin5, yang akan memicu timbulnya proses keradangan atau inflamatory.
Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal, diduga sitokin dan sel
langerhans ikut berperan dalam perubahan patologik periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan
gingival dan crevicular fluid, dan kadarnya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga terjadi
peningkatan fibroblast prokolagen, Prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi tulang. Il-2 yang
menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam jaringan periodontal pada kondisi
periodontitis. Hasil akhir dari metabolisme bakteri periodotophatogen berupa berbagai macam asam
amino dan berbagai macam endotoksin, hemolisin, kolagenase dan berbagai macam protease juga
dapat menyebabkan kerusakan imunnoglobulin, faktor komplemen, dan heme-sequestering proteins :
suatu protein dari host yang dapat menahan kerusakan kolagen. Banyak faktor lain seperti respon
imun seluler lokal dan sistemik serta respon humoral sekretori lokal dan serum juga ikut berperan
dalam proses patogenase berbagai kelainan atau penyakit periodontal.
Kata kunci : oral mukosa, sel langerhans dan sistem imun terhadap penyakit periodontal.
ISI
Penyakit periodontal terdiri dari gingivitis dan periodontitis yang menggambarkan bentuk klinis dari
proses inflamasi yang di produksi oleh dental biofilm.2 periodontitis merupakan penyakit jaringan
penyangga gigi, disebabkan oleh mikroorganisme spesifik dan mengakibatkan kerusakan progresif
pada ligamen periodontal dan tulang alveolar yang ditandai dengan adanya poket, resesi gingival atau
keduanya. Jenis periodontitis yang sering terjadi adalah periodontitis kronis yang di sebabkan oleh plak
dan kalkulus yang berkembang sangat lamabat dan biasanya menyerang pada orang dewasa atau
tua.4 Meskipun mekanisme pathogenesis belum jelas diketahui, konsep ini meyatakan bahwa
kerusakan jaringan periodontal lebih di sebabkan oleh ketidak seimbangan host bacterial ecosystem di
daerah sub gingival.3
Endotoksin merupakan hasil dari metabolisme bakteri periodonpathogen yang akan merangsang
timbulnya matrix metalloproteinase, sehingga merangsang proses apoptosis pada sel tulang.
Apoptosis yang berlebihan akan menyebabkan resesi tulang tetap berlanjut meskipun plak dan
kalkulusnya sudah di bersihkan.24 Dengan adanya terapi periodontal terbaru yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya kerusakan tulang yang berlanjut dan merusak endotoksin. Terapi ini
menggunakan antibiotik dan antiseptic telah terbukti efektif untuk membunuh bakteri
periodontophatogen serta mengahambat terjadinya proses MMP.
Penyakit periodontal merupakan kondisi keradangan yang menyebabkan kerusakan secara perlahan-
lahan terhadap jaringan penyangga gigi. Matriks ekstraseluler, seperti kolagen, fibronectin dan
proteoglikan merupakan matriks yang penting dalam menjaga integritas struktural jaringan
penyangga gigi. Terjadinya kerusakan tulang pada jaringan periodontal yang bersifat
irreversible.bakteri periodontopathogen dan produknya dapat memicu respon inflamasi dan respon
imun pada host. Adanya inflamasi ini meningkatkan sekelompok enzim proteolitik yang disebut
dengan matrixmetalloproteinase (MMP) yang berperan besar terhadap timbulnya penyakit periodontal.
MMP merupakan protein yang bertanggung jawab terhadap remodeling dan degradasi komponen
matriks ekstraselluler. Keberadaan MMP dikontrol oleh sel lain seperti fibroblast dan makrofag, serta
distribusi tissue inhibitor of MMP (TIMP) yang tersebar pada jaringan dan cairan ekstrasel. MMP-1 dan
MMP-8 keduanya merupakan kolagenase; dimana MMP-8 dihasilkan oleh neutrofil danMMP-1 dihasilkan
oleh sel host, termasuk epitel, fibroblast dan makrofag. MMP diketahui juga diproduksi oleh PG dan AA.
Peran Sitokin dan Sel Lagerhans
Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal,diduga sitokin dan sel
Lagerhans ikut berperan pada perubahan patologik periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan
gingiva dan crevicular fluid, dan kadar keduanya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga
terjadi peningkatan fibroblas prokolagen, prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi tulang. IL-2
yang menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam jaringan periodontal pada kondisi
periodontitis. Demikian juga dengan IL-4 yang berperan dalam mengaktivasi proliferasi dan
diferensiasi sel B, pertumbuhan selT, fungsi makrofag, serta pertumbuhan sel mast kadarnya juga
meningkat selama periodontitis. IL-6 yang menginduksi produksi antibodi, kadarnya meningkat pada
peradangan gusi (gingivitis) dan berperan pada resorbsi tulang. 5
Kemampuan leukosit melekat pada sel endotel akan meningkat karena induksi TNFα. Aktivitas
fagositosis dan kemotaksisnya juga akan meningkat. Efek TNFα pada leukosit dan juga induksinya
terhadap makrofag, mempunyai peran dalam perubahan vaskular yang terjadi pada kelaianan
periodontal.
Sitotoksisitas sel jaringan juga dapat disebabkan oleh interaksi langsung limfosit dengan sel target
yang mengandung antigen spesifik yang berada pada permukaannya. Walaupun antigen yang
ditemukan oleh limfosit yang tersensitisasi umumnya sangat spesifik, efek sitotoksik akibat interaksi
limfosit-sel pejamu biasanya tidak spesifik. Oleh karena itu, diduga bahwa bertahannya deposisi
antigen plak gigi ke dalam jaringan gusi, dibantu oleh terbentuknya sel yang memproduksi limfotoksin
dan / atau langsung karena limfosi totoksisitas. Kejadian ini mengakibatkan kerusakan jaringan pada
kasus kelainan periodontal.
Komponen Jaringan
Membran Mukosa
Barier protektif mukosa rongga mulut terlihat berlapis-lapis, terdiri dari air liur dan permukaannya,
lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan komponen selular serta humoral yang berasal
dari pembuluh darah.5 Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri atas squamosa
yang karena bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya
tergantung pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel dan
derajat keratimisasinya yang menyebabkan mukosa mulut sangat efisien sebagai barier. Kedua hal ini
haruslah dalam keadaan seimbang. 6
Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan agregasi limfoid
intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar
mulut, palatum, pipi, dan bibir, mirip yang berasal dari gusi dan pulpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu
membentuk pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah danstruktur lainnya. Antigen
mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propria, akan difagositosis oleh sel-sel
Lagerhans yang banyak ditemukan dimukosa mulut.
Celah gusi
Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel functional yang terletak pada celah
gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran cairan crevicular fluid ini merupakan proses
fifiologik atau merupakan respons terhadap inflamasi, sampai saat ini masih belum jelas. Pendapat
yang banyak dianut saat ini adalah pada keadaan normal cairan crevicular fluid yang mengandung
leukositini akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat
bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Selain leukosit, cairan crevicular ini juga mengandung
komponen komplemen, seluler, dan humoral yang terlibat pada respon imun.7
Saliva
Saliva disekresikan oleh kelenjar-kelenjar parotis, submandibularis dan beberapa kelenjar kecil pada
permukaan mukosa. Aliran saliva sangat berperan dalam membersihkan rongga mulut dari
mikroorganisme. Dalam hal ini, saliva berperan sebagai pelumas aksi otot-otot lidah, bibir, dan pipi.
Aliran saliva akan mencuci permukaan mukosa mulut, sedangkan sirkulasi darah sub epitel bertindak
sebagai suplemen pada batas jaringan lunak dan jaringan keras melalui celah gingival.
Berbagai senyawa yang berperan dalam mekanisme pertahanan ditemukan dalam saliva. Lisozim atau
muramidase mempunyai aktivitas bakterisidal yang bekerja memecah ikatan antara N-asetil
glukosaamin dengan asam N-asetilmuramat dalam komponen mukopeptida dinding sel.
Komponen-komponen yang terdapat pada saliva adalah C3 yang sebagian besar berasal dari cairan
celah gingival. Komponen seluler yang banyak ditemukan di dalam aliran saliva adalah leukosit.
Diperkirakan migrasi leukosit sekitar satu juta per menit melalui air liur. Asal leukosit ini dari cairan
celah gusi dansekitar 98-99% berupa PMN, neutrofil, sisanya terdiri atas limfosit, monosit, dan
eosinofil. Antibodi yang paling penting di dalam air liur adalah immunoglobulin A (IgA) sekresi air liur.
Selain itu, juga ditemukan sedikit IgG dan IgM yangberasal dari cairan celah gusi.6
Adanya reaksi hipersensitivitas pada kelainan periodontal
Dalam tahap awal, respon imun digunakan sebagai pertahanan tubuh untuk melawan serangan
antigen yang melekat pada plak gigi. Tetapi akibat adanya akumulasi plak, respon imun menjadi lebih
kompleks sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas tipe IV, III,II,I.
Pada reaksi hipersensitif tipe IV, immunitas seluler (CMI) diaktivasi oleh antigen bakterial plak gigi
sehingga menjadi proliferasi sel T dan sel B. Subpopulasi sel T sangat sitotoksik terhadap jaringan
periodonsium. Limfosit memasok mediator terlarut, seperti MIF yang akan menghambat pergerakan
makrofag dan PMN neutrofil, faktor merusak fibroblas, dan OAF yang dapat menimbulkan kerusakan
tulang. Akibat kerusakan ini, antigen akan masuk lebih dalam lagi ke dalam jaringan periodonsium.
Adanya kompleks imun di dalam jaringan periodontal, berupa ikatan antigen-antibodi, menunjukan
bahwa terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III. PMN di dalam cairan celah gusi ( crevicular fluid),
mempunyai membran yang dapatmengikat IgG, IgM, dan C3. Kompleks imun akan mengaktivasi jalur
klasik komplemen dengan akibat terjadi peningkatan mediator biologik yang akanmenginduksi
peningkatan permeabilitas vaskular, agregasi platelet, kemotaksisfagosit, opsonisasi, dan fagositosis.
Pada proses ini juga dilepaskan enzim-enzimlisisim oleh PMN dn makrofag, seperti lozosim,
hialuronidase, dan kolagenaseyang mengakbatkan kerusakan jaringan lokal. Kolagenase akan
merusak kolagen jaringan periodontal. Hasil akhir proses ini adalah lisisnya sel disertai resorbsi tulang
yang dimediatori oleh prostaglandin. Pada reaksi tipe III ini, CMI juga ikut dilibatkan, karena C3b dapat
berinteraksi dengan reseptor limfosit sehingga terjadi pelepasan limfokin. Dengan demikian, sering
terlihat adanya reaksi hipersensitivitas tipe III dengan tipe IV.
Pada kelainan periodontal terdapat tiga proses reaksi hipersensitivitas tipe II, yaitu:
1. Fagositosis setelah terjadi ikatan antigen-antibodi
2. Aktivitas sel T
3. Lisisnya sel karena aktivasi komplemen
Respon imun yang semula dibangkitkan untuk mekanisme pertahanan,ternyata kemudian justru
merusak jaringan periodontal. Untuk menghadapi keadaan ini, tubuh dibekali mekanisme perthanan
lain yaitu dengan menghamba tperningkatan respon imun lebih lanjut untuk mencegah kerusakan
total jaringan periodontal. Mekanisme penekanan respon imun ini meliputi:
1. Penekanan CMIR dengan mneginduksi sek –sel supresif
2.Berbagai faktor penghambat di dalam serum juga ditemukan pada kasus periodontitis berat
3. Makrofag mensekresikan prostaglandin yang menghambat respon seluler
4. Inhibitior proteinase akan menghambat jalur komolemen
5. Komponen-komponen plak gigi seperti LPS menurunkan aktivitas CMI,LTA menghambat HMIR,
dekstran ikatan α ( 1menjadi 6 ) menurunkantoleransi sel B, dan bakteri plak mengeluarkan proteinase
spesifik yangmenghambat kerja beberapa klas imunoglobuolin.
Sistem Imun
Stem sel yang diproduksi oleh sumsum tulang, merupakan sel multipoten. Dalam perkembangannya,
sel ini dapat menjadi sel promonosit dan prelimfosit(limfosit primitive). Promonosit kemudian akan
menjadi monosit di dalam pembuluh darah dan bila memasuki jaringan dikenal sebagai makrofag.
Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi. Bila di pengaruhi oleh
Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi.Bila dipengaruhi timus, prelimfosit
akan berkembang menjadi limfosit –T (sel-T),yang nantinya bertanggung jawab pada sistem imunitas
seluler (Cell-mediated immunresponses/CMI). Prelimfosit yang dalam perkembangannya dipengaruhi
oleh organ yang equivalen dengan bursa of fabricius pada unggas atau gut associated lymphoid
tissues (GALT), seperti tonsil, umbai cacing, limpa, ataubercak-bercak Peyers’s pada usus, akan
berubah menjadi Limfosit –B (sel-B)yang akan bertindak sebagai mediator immunitas humoral
(humoral-mediated immunoresponses / HMI) .
Begitu menyusup ke dalam jaringan, antigen di fagositosis oleh makrofag,diproses menjadi
superantigen. Kemudian, makrofag akan bertindak sebagai selpenyaji antigen
(antigen-presenting cells / APC), yaitu mempresentasikan antigenyang sudah diproses kepada sel-T
dan sel-B. Sel dendritik dan sel Lagerhans juga dapat bertindak sebagai APS.
Mekanisme Respons Imun
Titik sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limfosit T,terutama sel T CD4 (T4).[20]
Setellah diproses oleh APC ( Antigen Presenting Cells) seperti makrofag, sel Lagerhans, dan sel
dendritik, antigen akan disajikan kepada sel T4 oleh APC. Akibatnya, sel T4 akan teraktivasi, dan ini
merupakan picu bangkitnya respons imun yang lebih kompleks, baik seluler maupun humoral.Untuk
mengaktivasi sel T4, sedikitnya dibutuhkan dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor
antigen sel T pada kompleks antigen MHC kelas II yang berada pada permukaan APC dan sinyal kedua
berasal dari interleukin (IL-1),suatu protein terlarut yang dihasilkan oleh APC. Sel T4 yang sudah
tersensitisasi antigen, akan mengaktifkan sel T8 yang berfungsi menghancurkan sel asing, sel T
memori yang mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T8 yang sudah
teraktivasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi menghancurkan sel target. [3-4]
Gambar 1-3.
Immunopatogenesis kelainan periodontal
KESIMPULAN
Kelainan gingiva dan periodontal diinduksi oleh plak gigi bakterial. Pada kelainan ini terdapat empat
stadium immunopatologi yang melibatkan respon imun sistemik.
1. Awal lesi ditemukan dalam kondisi normal, namun sudah ada respon inflamasi lokal oleh PMN
leukosit, aktivasi komplemen, kemotaksis yang dihasilkan antigen plak, dan mungkin sudah terjadi
kompleks imun.
2. Pada lesi ini terlihat infiltrasi lokal sel T dan beberapa sel B. Limfosit didalam sirkulasi sudah
tersensitisasi antigen plak yang dapat dilihat darikemampuannya melepaskan limfokin.
3. Lesi yang menetap di karakterisasikan dengan infiltrasi sel plasma secaralokal dan limfosit di dalam
darah perifer dapat distimulasi untuk berproliferasi oleh antigen plak.
4. Pada lesi yang sudah lanjut, ditandai dengan mekanisme imunopatologiyang destruktif. Proses
destruktif ini dapat mengakibatkan hilangnya gigi.Mekanisme imunologi kelainan periodontal sangat
kompleks yang melibatkanreaksi hipersensitivitas tipe IV,III,II, dan I disertai mekanisme protektif-
destruktif melalui fungsi limfosit dan makrofag serta aktivasi antibodi dankomplemen. Proses ini
dimodulasi oleh bahan immunopotensiasi danimunosupresi untuk mencegah respon imun yang tidak
terkontrol.
.
Referensi
1. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical Periodontology, 9th ed.WBSaunders Co. Philadelphia.
(2002).67-69, 559-560, 676-681
5. Wilson TG and Kornman KS.Anatomy of the Periodontium Fundamentalsof Periodontics, 2 Nd ed.
Quintessence Publishing Co,Inc.(2003).32-33.
6. Roeslan, Boedi. Immunologi Oral Kelainan di Rongga Mulut.BalaiPenerbit FK UI. Jakarta.(2002).113-
115Reddy, Santhypria.Essentials of clinical periodontology and periodontics..2006 ISBN : 81-8448-148-
9
5. F.X. Lu1,2* and R.S. Jacobson2. Oral Mucosal Immunity and HIV/SIV Infection J Dent Res .
(2007).86(3):216-226
7. H. Ohyama, N. Kato-Kogoe, A. Kuhara, F. Nishimura, K. Nakasho, K. Yamanegi, N. Yamada, M. Hata,
J. Yamane and N.The Involvement of IL-23 and the Th17 Pathway in Periodontitis. 2009. J Dent
Res88(7):633-638
6. C.W. Cutler and R. Jotwani .Dendritic Cells at the Oral Mucosal Interface. J DENT RES 2006 85: 678
8. Baker, P.J., et al., Heterogeneity of Porphyromonas gingivalis strains in the induction of alveolar
bone loss in mice. Oral Microbiol Immunol, 2000. 15(1): p. 27-32.
9. Kinane DF, Lappin DF. Clinical, pathological and immunological aspects of periodontal
disease. Acta Odontol 2001;59:154-160.
April 4, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary
Makalah BM : Klasifikasi Kelainan Kelenjar Ludah
Rate This
MAKALAH BM
KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH
Oleh:
Sonya Annisa Ilma
04091004005
Dosen:
Drg. Galuh Anggraini, SpBM
Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
2011
KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH
1. I. DEVELOPMENTAL ANOMALI
1. A. APLASIA/AGENESIS ( Referensi : Diagnosis of salivary gland disorders Oleh K.
Graamans)
Definisi
Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau
agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkenal adalah
kelenjar parotis.
Faktor herediter merupakan faktor penyebab dari aplasia ini. Gejala utama pada aplasia adalah
xerostomia, kesulitan dalam berbicara dan makan, dan karies yang parah. Diagnosa bisa dibuat ketika
orifis dari satu atau beberapi kelenjar saliva mayor tidak ditemukan.
Diagnosis
Sialgografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar baik pada
duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri.
Perawatan
Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan gigi dengan
melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik,seperti kandidiasis oral dan
sialadenitis bakteri
1. B. ABERANSIA
Definisi : kelainan bentuk anatomis kelenjar ludah.
Kelenjar ludah aberansia di laporkan mempunyai variasi lokasi, meliputi middle-ear cleft, leher ,
mandibula posterior, mandibula anterior, pituitary. Biasanya ditemukan secara kebetulan dan tidak
memerlukan intervensi.
Aberansia ini biasanya jarang terjadi pada mandibula anterior dan sulit untuk dilakukan diagnose.
Memberikan gambaran radiolusen pada apex gigi.
Diagnosa banding: the nomeras unilucular lesi radiolusen mandibula.
1. C. ATRESIA
Atresia duktus kelenjar ludah ekskretoris yang mengacu pada adanya bawaan atau penyempitan
saluran. Atresia berasal dari perkembangan kondisi yang sangat langka, yang dapat menghasilkan
xerostomia berat. Hal ini juga dapat mengakibatkan pembentukan kista retensi dari kelenjar ludah.
Menurut beberapa peneliti terdapat cacat perkembangan di ekskretoris tersebut.
II. OBSTRUCTIVE SALIVARY GLAND DISEASE
Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan
pembengkakan kelenjar , dan paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi
bakteri yang akanmenurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi.
A. SIALOLITHIASIS
Definisi
Calculi atau ‘batu’ dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar
dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris.
Etiologi
Masih belum diketahui namun ada beberapa faktor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu
inflamasi, ketidakteraturan dari sistem duktus, iritasi lokal dan antikoligernik(obat-obatan) yang
mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yang mana lama
kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular, mungkin karena
viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari
duktus.
Gambaran klinis
Batu biasanya berbentuk oval, licin, dan tidak beraturan permukaannya.
Batu kelenjar saliva ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan
pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar yang
bersangkutan.
Keluhan awal, terjadi pembengkakan selama 1-2jam dan rasa tidak nyaman saat makan. Bila tahap
ini tidak diobati, sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakterial akut
dengan gejala seperti rasa sakit terus menerus, pembengkakan serta demam
Diagnosis
Secara klinis à abnormal saat pemeriksaan
Ekstraoral à Pembengkakan
Intraoral à Dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran/teraba di dalam saluran.
Pemeriksaan
Radiografi à tidak semua kalkuli radioopaq
Sialografi à Dapat mendeteksi adanya mucous plugs
Perawatan : .
Pemijatan dari kelenjar .
Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi
ke depan.
Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder.
Analgesik untuk mengurangi rasa sakit.
Pembedahan jika diperlukan
III. MUCOUS RETENTION
1. A. MUCOCELE
Definisi
Fenomena retensi mukus berupa pembengkakan noduler paling umum dari bibir bawah dan secara
khas disebut Mucocele
Terdapat 2 tipe fenomena retensi mukus :
1. Fenomena retensi mukus -tipe retensi/kista rentensi mukus à dibatasi oleh epitel duktus dan
merupakan akibat dari genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar.
2. Fenomena retensi mukus-tipe ekstravasasi/kista ekstravasasi mukus à tidak ada batas-batas epitel.
Biasanya dikelilingi oleh jaringan granulomatosa dan berasal dari trauma yang memutuskan suatu
duktus, diikuti oleh genangan mukus di luar duktus kelenjar liur tambahan dalam jaringan ikat.
3. 3. Etiologi
Etiologi
Mucocele melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun
diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus
glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat
disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat
pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang,
menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi
rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-
lain.
Diagnosis
Dapat secara langsung dari riwayat penyakit, gambaran klinis dan palpasi.
Gambaran Klinis
Mucocele memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan lunak yang
berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-
kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam,
apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter,
beberapa literatur menuliskan diameter mucocele umumnya kurang dari 1 cm.
Mucocele pada anterior median line ventral lidah mucocele pada bibir bawah
Perawatan
Perawatan untuk kasus mucocele adalah bedah eksisi. Tetapi, mucocele dapat bersifat
rekuren apabila tidak dieksisi dengan baik dan jika duktus-duktus lain terpotong selama pembedahan.
Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting.
Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.
1. B. RANULA
Definisi
ranula adalah mucocele besar yang berlokasi pada dasar mulut. Ranula dapat berupa ekstravasasi
mucus atau kista retensi mucus dan biasanya berhubungan dengan kelenjar saliva sublingualis dan
glandula saliva minor.
Etiologi
Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan
aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula
sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk
pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital
dimana duktus saliva tidak terbuka..
Gejala klinis
Istilah ranula digunakan karena lesi seringkali bengkak seperti perut kodok. Lesi ininpada umumnya
sakit, pertumbuhan lambat, lembut dan berlokasi pada dasar mulut. Kadang – kadang lesi hanya
terbentuk pada satu sisi frenulum lingualis. Tetapi, jika lesi telah menembus jaringan lunak, maka akan
melewati garis midline. Sama seperti mucocele, ranula yang dangkal memiliki warna biru yang khas,
tetapi bila ranula sudah dalam maka mukosa terlihat normal.
Gambaran klinis ranula simpel gambaran klinis ranula plunging
Perawatan
Ranula biasanya dirawat dengan pembedahan. Prosedur marsupialisasi untuk pengangkatan lesi
merupakan pilihan perawatan, terutama pada lesi kecil. Kekambuhan dapat terjadi dengan teknik
marsupialisasi tunggal, pada kasus ini eksisi lesi (termasuk kelenjar) dianjurkan. Penyuntikan
kortikosteroid pada intralesi telah sukses dalam perawatan ranula.
IV. INFECTION AND REACTIVE LESSIONS
1. A. NECROTIZING METAPLASIA
Definisi
Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke
kelenjar saliva palatal minor.
Etiologi
Hal ini telah diterima secara luas bahwa necrotizing sialometaplasia dimulai oleh kejadian iskemik
lokal. Beberapa sumber mangatakan bahwa kelainan ini berhubungan dengan kebiasaan merokok,
mengonsumsi alkohol, penggunaan gigi tiruan, operasi, dan penyakit sistemik.
Gambaran Klinis
Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai
malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral,bagaimanapun dapat
menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor.
Perawatan
Sesungguhnya necrotizing sialometaplasia adalah lesi yang tidak menyebar, bertahan paling
lama 6 minggu dalam rongga mulut, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada perawatan
spesifik yang dibutuhkan, tapi debridement dan saline rinse dapat membantu dalam proses
penyembuhan. Jarang pula terjadi kekambuhan pada kasus ini.
1. B. VIRAL INFECTIONS
1. 1. MUMPS
Etiologi
Mumps disebabkan karena RNA Paramyxovirus dan ditransmisi oleh kontak langsung dengan droplet
saliva. Di Amerika Serikat dan Kanada telah menganjurkan vaksinasi mumps sejak tahun 1970an dan
memonitor vaksinasi pd masa sekolah. Oleh karena itu, infeksi ini harus dipertimbangkan dalam kasus
peradangan kelenjar saliva nonsupurative akutpada pasien yang tidak divaksinasi dan tidak memiliki
mumps.
Gejala klinis
Biasanya, mumps menyerang anak – anak dengan usia 4 dan 6 tahun. Diagnose pada orang dewasa
lebih sulit. Masa inkubasi adala 2 – 3 minggu; diikuti oleh pembesaran dan peradangan kelenjar saliva,
nyeri, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kebanyakan kasus melibatkan glandula parotis,
tetapi 10% kasus melibatkan glandula mandibular. Kulit disekitar glandula bengkak kemerahan.
Kelenjar ludah membengkak tiba2 dan sakit bila di palpasi. Jika setengah dari kelenjae saliva
mengalami destruksi maka pasien akan merasa sakit saat makan. Pembengkakan terjadi secara
bilateral dan berlangsung sekitar 7 hari.
Perawatan
Perawatan mumps berupa perawatan simptomatik dan vaksinasi untuk pencegahan
1. 2. CYTOMEGALOVIRUS INFECTION
Etiologi
Human CMV adalah beta herpesvirus yang yang menginfeksi hanya pada manusia. CMV akan menjadi
latent setelah terekspos dan menginfeksi. Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada individu tanpa
gejala klinis, tetapi imunitas seseorang dapat merawatnya.
CMV dapat berkembang di darah, saliva, feces, sekresi pernapasan, urine dan cairan tubuh lain. CMV
adalah penyebab utama terjadi ny non – Epstein barr virus yang menginfeksi mononukleus pada
kebanyak populasi.
Gejala klinis
CMV mononukleusis sering menyerang dewasa muda dengan gejala demam akut dan terjadi
pembesaran kelenjar saliva.
Perawatan
Pasien dengan imunocompeten dirawat dengan mengobati symptom nya. Pasien dengan
immunocompromised dianjurkan memakai manajemen agresif dan dilakukan pengobatan dengan
intravena gancyclovir, foscarnet, atau cidofovir
1. 3. HIV – INFECTION
Etiologi
Neoplastik dan non – neoplastik lesi kelenjar ludah mengalami peningkatan pada pasien yang
menderita HIV. Dokter harus mempertimbangkan tumor yang berhubungan dengan AIDS seperti
Sarkoma Kaporsi dan Limfoma. Sjogren’s syndrome juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV.
Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kondisi ini “HIV penykit kelenjar ludah (HIV-
SGD) adalah istilah yang dipakai. HIV – SGD menggambarkan xerostomia dan pembesaran kelenjar
ludah jinak (unilateral dan bilateral) pada pasien yang positif HIV.
Gejala klinis
Kebanyakan gejala HIV – GSD adalah pembengkakan kelenjar saliva, dimana berhubungan dengan
xerostomia atau tidak. Kelenjar parotis ditemukan pada 98% laporan kasus dan 60% pasien
mengalami pembesaran bilateral.
Perawatan
Pengobatan HIV – SGD secara simptomatiknya. Xerostomia dapat diobati dengan memperbanyak
minum air, mengganti pengganti air liur, mengunyah permen karet bebas gula, atau mengisap permen
karet bebas gula. Flourida topical untuk mencegah karies.
1. 4. Hepatitis C virus Infection
Etiiologi
HCV DNA telah terdeteksi dalam saliva pasien dengan infeksi hepatitis C kronis, dan saliva pada HCV
itu merupakan pembawa infeksi. Sejumlah laporan dari Eropa pusat menunjukkan hubungan antara
HCV dan Sjogren’s syndrome
Gejala klinis
Infeksi HCV memiliki banyak manifestasi ekstrahepatik, termasuk pembesaran kelenjar saliva. Pasien
mungkin melaporkan xerostomia disertai dengan pembesaran kelenjar saliva mayor yang kronis.
Perawatan
Perawatan berdasarkan gejalanya.
1. C. BACTERY INFECTIONS
1. 1. ALLERGIC SIALADENITIS
Definisi
Merupakan pembesaran kelenjar saliva mayor khususnya kelenjar parotis yang dapat berasosiasi
dengan berbagai kelainan sitemik termasuk alkolisme, diabetes, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis
biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara
histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak.
Etiologi
Etiologinya tidak di ketahui , namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak
tepat.
Perawatan
Hindari allergen dan monitoring terhadap adanya infeksi sekunder.
1. D. ACTINOMYCOSIS
Etiologi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk kuman, meskipun
sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi berlubang, pada gigi dalam
pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya berdasarkan isolasi jamur, tetapi
berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai
sekarang Actinomyces belum berhasil diisolasi dari alam bebas.
Aktinomikosis ini dibedakan menjadi 4 bentuk:
1. Bentuk abdominalis
2. Bentuk servikofasialis
3. Bentuk torakalis
4. Bentuk generalisata
Disini yang akan dibahas adalah bentuk servikofasialis karena terjadinya pada rongga mulut.
Gambaran klinis
Dimulai dengan pembengkakan yang kecil, datar, dan keras di dalam mulut, kulit leher atau bawah
rahang. Kadang pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri. Selanjutnya terbentuk daerah lunak yang
menghasilkan cairan yang mengandung butiran belerang yang bulat dan kecil, berwarna kekuningan.
Infeksi bisa menyebar ke pipi, lidah, tenggorokan, kelenjar liur, tulang tengkorak atau otak dan selaput
otak (meningens).
V . METABOLIC DISORDER WITH SALIVARY GLAND INVOLMENT
1. A. SJOGREN SYNDROME
Definisi
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik
yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari
mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis
Etiologi
Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non
genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan
HLA DR dan DQ.
Gejala klinis
tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula dengan gejala sistemik atau
ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan mata kering dan kadang-kadang
disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi
limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy).
Diagnosis
Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit
karena pasien menunjukkan gejala utama yaitu mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal
dan biasanya pasien berobat kespesialis yang berbeda-beda.
Mulut kering pada penderita Sjogren Syndrome
Penatalaksanaan
Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan
pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada
satu pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren
bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat
mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat
menyebabkan kematian.
1. DIABETES
Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit endokrin umum, terutama pada populasi geriatri. Beberapa kelainan
metabolik berlangsung disini, dan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi ginjal, neuropati, dan
penyakit mata dapat terjadi.
Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol sering mengeluhkan mulut kering (xaerostomia) , yang
diyakini akibat poliuria dan hidrasi yang buruk. Adapun hasil penelitian tentang komposisi aliran saliva
pasien diabetes yang mengalami perubahan kontradiktif. Satu studi melaporkan bahwa laju aliran
saliva pada anak dengan diabetes mellitus tidak terkontrol akan menurun bila dibandingkan dengan
laju aliran saliva pada pasien anak diabetes yang terkontrol. Walaupun diabetes melitus terkontrol,
peneliti lain menemukan laju aliran saliva normal, tetapi terjadi perubahan pada komposisi salivanya.
Berdasarkan uji klinis pada perbandingan pasien diabetes yang terdiri dari pasien dewasa dengan
kontrol normal dengan pasien diabetes yang tidak terkontrol. Ditemukan bahwa pasien dengan
diabetes yang kurang terkontrol telah menurunkan laju aliran saliva bila dibandingkan dengan pasien
dengan diabetes terkontrol baik. Para peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara
populasi dalam frekuensi keluhan xerostomia, dan selanjutnya, bahwa disfungsi saliva mungkin ada
pada pasien diabetes yang lebih tua.
Etiologi
Disfungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes tidak jelas. Kontrol glikemik yang buruk secara langsung
dapat menimbulkan efek pada metabolisme. Disfungsi sistem saraf otonom mungkin berperan disini.
Meurman melaporkan tidak ada perubahan tingkat aliran saliva antara non-insulindependent pasien
diabetes dan kontrol normal. Namun, mereka menemukan efek dari obat xerostomic pada tingkat
aliran saliva lebih kuat pada pasien diabetes. Mereka menduga bahwa ini karena disfungsi sistem saraf
otonom pada populasi diabetes
1. B. GRANULOMATOUS CONDITIONS
1. 1. TUBERCULOSIS
Definisi
Tuberculosis ( TB ) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis,yang bisa menyebabkan terbentuknya granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Paru-paru
merupakan organ yang paling sering diserang, tetapi jaringan yang lain, termasuk kelenjar saliva juga
bisa diserang. Pasien dengan TB biasanya xerostomia dan pembengkakan pada kelenjar saliva dengan
granuloma dan cyst pada kelenjar yang terinfeksi. Pembesaran kelenjar saliva timbul sebagai bagian
dari karakteristik dari gejala yg kompleks dari TB.
Diagnosa
Pada biopsi, ditemukannya bakteri mycobacterium
Perawatan
Perawatan pada kelenjar saliva meliputi kemoterapi. Pada pasien yang tidak cocok untuk dilakukan
kemoterapi maka dilakukan pembedahan pada kelenjar saliva yang terinfeksi tersebut.
1. 2. SARCOIDOSIS
Definisi
Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronik dimana limfosit T, mononuclear dan granuloma
menyebabkan kerusakan pada suatu jaringa. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Heerfordt’s
syndrome biasa menyebabkan sarcoidosis. Sarcoidosis menyerang kelenjar saliva pada 1 dari 20
kasus. Pada pemeriksaan linis ditemukan adanya pembesaran kelenjar saliva, tidak disertai rasa sakit,
bilateral dan kenyal. Selain itu juga ditemukan penurunan fungsi saliva.
Pemeriksaan
Biopy, pemeriksaan serum (calcium level, autoimmune serologies, dan konsentrasi angiotensin I–
converting enzyme )
Perawatan
Pemberian chloroquine, yang bisa dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada pasien yang gagal pada
pengobatan dengan kortikosteroid, diberikan obat immunosuppresive dan immunomodulatory.
1. 3. BULIMIA / ANOREKSIA
Definisi
Berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilang nafsu makan. Patah selera, hilangnya,berkurangnya
nafsu makan. Anorexia nervosa adalah Anoreksi yang disebabkan terganggunya pusat nafsu makan
dalam hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering.
Etiologi
Tejadinya gangguan pusat nafsu makan pada hipotalamus yang menyebabkan penderita
menjadi kurus kering.
Gambaran klinis
Pembesaran dan disfungsi kelenjar saliva à Pembesaran yang nampak dihubungkan dengan
defisiensi nutrisi dan kebiasaan sering muntah.
Gangguan makan susah untuk didiagnosa . Untuk diagnosa dini dan perawatan , dokter gigi
seharusnya waspada pada temuan oral umum sperti erosi enamel, xerostomia, pembesaran
kelenjar saliva, eritema mukosa, dan angular cheilitis.
Hipertropi jinak mungkin menetap dan memerlukan tindak lanjut.
Terjadi peningkatan amilase yang spesifik pada pasien yang mengalami bulimia.
Enzim amilase meningkat dengan frekuensi minum minuman keras, tapi hubungannya tidak cukup
kuat untuk induksi level amilase sebagai suatu indeks dari keparahan penyakit.
Pemeriksaan
Telah dilaporkan satu studi kasus bahwa pemeriksaan histologis dari gangguan kelenjar saliva
terdapat pembesaran asinar dan penurunan lemak intertisial. Pembesaran Kelenjar saliva biasanya
terhenti jika berat badan pasien kembali normal dan tterhentinya kebiasaan makan yang tidak baik.
Perawatan
Parotidektomi superfisial akan menurunkan hipertropi kelenjar saliva, beberapa ahli bedah percaya
bahwa tindakan bedah merupakan kontraindikasi untuk beberapa pasien dengan gangguan
makan, karena peningkatan resiko dihubungkan dengan metabolik pasien yang tidak seimbang
dan profil psikologikal.
Pasien seharusnya ditanyakan secara langsung jika mengalami gangguan makan.
Gangguan makan harus diingat dalam diagnosa bandingnya dengan disfungsi kelenjar saliva dan
hipertropi kelenjar saliva.
1. C. RADIATION INDUCED PATHOLOGY
Terapi sinar radiasi eksternal untuk kanker kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen
pada kelenjar ludah, khususnya asinus serius yang menjadi xerostomia yang parah. Pasien ini
membutuhkan follow-up dental yang dekat dengan pemeliharaan preventif agresif karena resiko tinggi
untuk karies merajalela yang cenderung mempengaruhi daerah leher dan akar gigi. Restorasi dan
perlindungan gigi sangat penting mengingat potensial untuk osteorasionecrosis dari rahang juga
ekstraksi gigi hadir dalam bidang radiasi.
Terapi :
Pengobatan dengan radioreactive iodine diikuti pembedahan untuk kanker thyroid juga dapat
mengakibatkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar ludah dalam persentase kecil pada pasien.
Gejala biasanya sementara, kecuali struktur terjadi dalam saluran mengakibatkan sialadenitis kronis.
Sialography, yang sekarang telah banyak di gantikan oleh computed tomoghraphy dan jarang
ditunjukkan, mungkin berguna pada pasien untuk mengidentifikasi struktur duktal. Gejala kadang-
kadang dapat di kurangi dengan suntikan media kontras selama sialoghraphy, struktur mungkin dapat
digunakan untuk dilatasi melalui teknik endoskopik intraoral dalam beberapa kasus. Pilocarpine atau
cevirnilline dapat membantu kasus radiasi ini.
Tes diagnostik : Biasanya tidak ada, diagnosis berdasarkan sejarah dari terapi radiasi dan tes klinik.
Sialography merupakan indikasi dalam kasus ini.
- Tidak di perlukan biopsy
VI. NEOPLASMA
BENIGN TUMORS
A. PLEOMORPHIC ADENOMA
Definisi dan Etiologi
Merupakan tumor yang sering terjadi pada kelenjar saliva. Tumor ini sering disebut sebagai mixed
tumor karena terdiri dari sel epitel dan mesenkim. Sekitar 85% tumor ini ditemukan pada kelenjar
parotis dan 8% ditemukan pada kelenjar submandibular, dan sisanya ditemukan pada sublingual dan
kelenjar saliva minor.
Pleomorphic adenoma terjadi pada semua usia tetapi prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak. Dan
jenis kelamin perempuan lebih sering terkena.
Gambaran klinis
Pada pemeriksaan klinis tumor ini tidak terasa nyeri, kenyal dan massa yang mudah digerakan dan
jarang disertai ulser pada kulit atau mukosa. Pada kelenjar parotis, neoplasma ini tumbuh dengan
lambar dan biasanya terjadi pada sisi posterior inferior dari lobus superficial. Secara intraoral, mixed
tumor ini sering terjadi pada palatum, diikuti bibir atas dan mukosa bukal.
Pleomorphic ini dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kelenjar mana yang terkena. Pada
kelenjar parotis, tumor ini biasanya berdiameter beberapa centimete tetapi bisa menjadi lebih besar
jika tumor ini tidak dirawat.
Fig.Pleomorphic adenoma of the upper labial mucosa Fig.Pleomorphic adenoma of
the palate.
Perawatan
Perawatann lesi ini biasanya dilakukan dengan bedah. Pada lesi yang lebih besar dilakukan superficial
parotidectomy. Tumor kecil di buntut dari kelenjar saliba dibuang dengan mengikutsertakan tepi
jaringan yang normal. Lesi yang terjadi pada kelnjar saliva submandibular biasanya dilakukan
pembuangan dari kelenjar saliva tersebut.
B. PAPILLARY CYSTADENOMA LYMPHOMATOSUM
Definisi
Papillary cystadenoma lymphomatosum yang juga dikenal sebagi tumor Warthin, merupakan tumor
jinak kedua yang sering terjadi pada kelenjar parotis. Dan tumor ini selalu berlokasi di kelenjar parotis,
tetapi kebanyak terdapat pada bagian inferior kelenjar, sudut posterior dari kelenjar submandibila.
Tumor ini terjadi bilateral pada sekitar 6-12% penderita
Gambaran klinis
Kelenjar ini merupakan massa yang tumbuh lambat pada buntut dari kelenjar patotis dan tidak nyeri
kecuali tumor ini menjadi superinfected.
Fig.Lipoma of the buccal mucosa.
Perawatan
Papillary cytadenoma lymphomatosum sering berlokasi di buntuk kelenjar parotis sehingga mudah
dibuang dengan disertai tepi jaringan yang sehat. Tumor yang lebih besar dan melibatkan sejumlah
lobus superfisial dari kelenjar parotis biasanya dilakukan superficial parotidectomy. Jarang terjadi
rekurensi.
C. ONCOMYTIS
Definisi
Oncocytomas merupakan tumor jinak yang jarang terjadi. Nama dari tumor ini oncocytomas karena
tumor ini berisi sel oncocytes, yang merupakan sel granular acidophilic yang besar. Tumor ini sering
terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan.
Gambaran klinis
Oncocytomas biasa padat dan bisa dilihat di kelenjar saliva minor tetapi jarang terlihat pada intraroral.
Lesi ini bisa ditemukan pada lobus superficial dari kelenjar parotis. Biasanya lesi ini bilateral.
Pathology
Pada pemeriksaan histologis, tumor ini terdiri dari sel eosinophilic granular berwarna coklat. Oncocytes
pada tumor ini terdiri dari technetium, dan lesi ini bisa berubah menjadi tumor ganas. Dan lesi ini lesi
yang agrresive
Perawatan
Superficial parotidectomy merupakan pilihan pertama perawatan untuk kasus tumor kelenjar parotis.
Pembuangan kelenjar merupakan pilihan perawatan untuk tumor pada kelenjar submandibula dan
kelenjar saliva minor. Rekuren jarang terjadi
1. D. BASAL CELL ADENOMAS
Basal cell adenomas tumbuh dengan lambat dan merupakan massa yang tidak nyeri. Lesi ini lebih
sering terjadi pada pria. 70% kasus terjadi pada kelenjar parotism bibir atas merupakan tempat yang
sering terkena untuk basal cell adenomas pada kelenjar saliva minor.
Patologi
Secara histologi terdapat 3 varietas dari basal cell adenomas : padat, trabecular-tubular dan
membraneous. Ukuran dari nukleus normal dengan material cytoplasmic yang sedikit. Bentuk
Trabecular-tubular terdiri dari epitelium trabekular. Sedangkan bentuk membranous adalah
multilocular, dan 50% lesi tidak berkapsul. Bentuk membraneous tumbuh dianatar jaringan saliva
yang normal .
Perawatan
Lesi dibuang dengan bedah eksisi konservatif. Umumnya,lesi tidak rekuren. Tetapi pada bentuk
membraneous sering terjadi rekuren.
E. CANALICULAR ADENOMA
Canalicular adenoma biasa terjadi pada orang yang berumur lebih dari 50 dan lebih sering terjadi pada
wanita. 80% kasus terjadi pada bibir atas. Pertumbuhan lesi lambat dan asymptomatic.
Patologi
Lesi terdiri dari jaringan basaloid, yang biasanya tersusun 2 lapisan. Jaringan stroma hilang, fibril, dan
vaskularisasi yang tinggi
Perawatan
Bedah eksisi. Rekuren jarang terjadi tetapi pasien harus dimonitor secara teratur
F. SEBACEOUS ADENOMA
Sebaceous adenoma jarang terjadi. Lesi ini berasal dari kelenjar sebaceous yang berlokasi didalam
kelenjar saliva. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang sering terkena.
Perawatan
Pembuangan kelenjar saliva yang terkena merupakan pilihan perawatan. Lesi intraoral dibuang
dengan pembedahan
G. MYOEPITHELIOMA
Kebanyakan myopethelioma terjadi pada kelenjar parotis, palatum merupakan lokasi yang sering
terkena. Lesi cendereung terjadi ketika dewasa sekitar umur 53 tahun, gejala lesi asimptomatik
dengan pertumbuhan yang lambat.
Patologi
Myopitheliomas terdiri dari spindle shaped cell atau sel plasmacytoid atau kombinasi dari kedua sel
tersebut. Dianosis tergantung pada identifikasi sel myopitelial. Pola pertumbuhan dimulai dari jaringan
yang padat sampai kehilangan dari sel myopitelial. Pemeriksaan immunohistochemical dengan
perwarnaan actin, cytokeratin, dan s-100 protein.
Perawatan
Bedah eksisi standar. Jarang terjadi rekuren.
H. Ductal papilloma
Definisi
Ductal papilloma merupakan bentuk dari tumor jinak kelenjar saliva yang muncul dari duktus sekretori,
dan biasanya terjadi pada kelenjar saliva minor. 3 bentuk dari ductal papilloma adalah simple ductal
papilloma ( intraductal papilloma ), inverted ductal papilloma, dan sialadenoma papilliferum
Simple Ductal Papilloma.
Simple ductal papilloma merupakan lesi exophytic dengan dasar pedunkulus (bertangkai). Lesi kadang
berwarna merah.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren
Inverted Ductal Papilloma.
Inverted ductal papilloma terjadi pada kelenjar saliva minor. Gambaran klinisnya seperti nodul
submukosa yang hampir sama dengan fibroma atau lipoma. Pemeriksaan histologi hampir sama
dengan sialadenoma. Bentuk dari ductal papilloma ini juga terdiri dari duktus epitelium yang
berproliferasi ke dalam jaringan stroma membentuk cleft.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren
Sialadenoma Papilliferum.
Bentuk dari sialadenoma papilliferum hampir sama dengan syringocystadenoma papilliferum pada
kulit. Lebih sering terjadi pada pria dewasa. Lesi ini biasanya timbul pada palatum dan mukosa bukal
dan merupakan lesi exophytic yang tidak terasa sakit. Lesi ini hampir mirip dengan papilloma. Pada
pemeriksaan histologis terlihat epithelium papilla yang didukung oleh jaringan ikat fibrovascular.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren.
MALIGNANT NEOPLASMA
Definisi
Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat
dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan
suatu neoplasia atau neoplasma (Syafriadi, 2008).
Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant
neoplasm). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir,
berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya
cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis).
Neoplasia ganas sering disebut kanker (Syafriadi, 2008).
Banyak faktor penyebab atau pendukung yang dapat meransang terjadinya neoplasma. Faktor-faktor
ini digolongkan kedalam dua kategori, yaitu : (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan
dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan; dan (2) faktor eksternal seperti bakteri, virus, jamur,
bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau, atau alkohol (Syafriadi, 2008).
2.Klasifikasi malignant Neoplasma
2.1. Mucoepidermoid Carcinoma
Karsinoma mukoepidermoid melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis. Sebagian
kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering melibatkan kelenjar ludah minor di
palatum. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa dan berdasarkan jenis kelamin penderita wanita
mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki. Tumor tumbuhnya lambat dan berasal dari sel
epithelium duktus. Tumor ini berpotensi bermetastasis. 5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan
paling sering adalah kelenjar ludah parotis (Syafriadi, 2008).
Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar saliva yang diakibatkan oleh radiasi.
Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien
mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil
lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar
duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %.
Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan
tinggi (Adam et al., 1997; Lee, 2003).
Gambar 3 Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid
Secara mikroskopis karsinoma epidermoid dibedakan menjadi low grade, intermediate grade dan high
grade. Gambaran mikroskopis menunjukan campuran sel skuamous, sel kelenjar penghasil mucus, dan
sel epitel tipe intermediate. Ketiga sel-sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami
metaplasia. Tipe low grade merupakan masa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel
tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiri dari sel epidermoid
(sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mukus. Tipe intermediate ditandai dengan
masa tumor yang lebih solid sebagian besar epidermoid dan sel intermediate dengan sedikit
memproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differential ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan
tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi (Syafriadi, 2008).
Perawatan karsinoma epidermoid adalah eksisi seluruh jaringan tumor. Prognosis baik well
differentiated/ low grade, tetapi dapat bermetastasis, dan 90% kasus well differentiated dapat
bertahan hidup sampai 5 tahun, tetapi jika poorly differentiated/high grade, prognosis menjadi buruk,
dan kemampuan bertahan hidup 5 tahun menjadi rendah (sekitar 20-40%) (Syafriadi, 2008).
2.2.Polymorphous Low-Grade Adenocarsinoma
Definisi
Neoplasma ganas pada kelenjar ludah minor yang merupakan 2 – 4% dari neoplasma ganas kepala
dan leher, 10% malignant neoplasmsa pada rongga mulut dan 15 – 23% dari seluruh neoplasma
malignant pada kelenjar saliva. Neoplasma ganas kelenjar saliva diantaranya adalah polymorphous
low-grade adenocarcinoma (PLGA) yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1983 oleh Batsakis et al
dan Freedman dan Lumerman yang menamakannya Terminal Duct Carcinoma and Lobular Carcinoma.
Tumor ini didiagnosis sebagai Pleomorphic Adenoma atau Adenoid Cystic Carcinoma tidak spesifik
yang merupakan neoplasma malignant kelenjar ludah yang lebih sering terdeteksi di kelenjar liur
minor . Penyakit ini merupakan patologik yang jarang terjadi dan mengenai orang – orang dengan
rentang usia 30-70 tahun dengan ratio predileksi pada perempuan 2:1.
Polymorphous low grade adenocarcinoma ditemukan hampir secara eksklusif di glandula saliva minor,
dan jarang terjadi di lokasi ekstraoral, termasuk kelenjar ludah utama. Enam puluh persen dari kasus-
kasus pada palatum keras atau lunak, 13% kasus pada mukosa bukal, 10% pada bibir atas,6% di area
retromolar dan dan 9% di seluruh rongga mulut.
Tanda dan gejala
Lesi biasanya digambarkan tanpa rasa sakit, massa tumbuh lambat , dilapisi oleh mucosa non-
ulcerated. Penyakit ini tergolong lambat terdeteksi dapat berminggu minggu atau bahkan bertahun-
tahun karena pertumbuhan yang lambat . lesi ini dapat mengikis atau menginflitrasi ke jaringan tulang
. Histologi menunjukkan Lesi non-encapsulated dengan margin infiltratif
Dinamakan polymorphous karena memiliki pertumbuhan dengan pola yang berbeda yakni tubular,
padat, papiler, microcystic, cribiform, fasciculus, dan cords. Lesi ini dapat mengilfiltrasi jaringan tulang
dan bahkan sampai invasi perivascular dan perineural.
Perawatan
Perawatan terbaik adalah bedah eksisi termasuk tulang yg terletak di bawahnya, jika perlu
pembedahan ini diikuti oleh radioterapi.
Prognosis adalah baik dan angka relaps berkisar antara 17% dan 24%. Metastasis tidak biasa (9%),
namun bisa terjadi, terutama jika mempengaruhi kelenjar getah bening regional.
2.3Adenoid Cystic Carcinoma
Adenoid kistik carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma, merupakan tumor ganas yang
berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat, cenderung lokal invasive, dan kambuh setelah
operasi. Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor. Tumor ini tidak hanya timbul
pada kelenjar ludah atau rongga mulut, tetapi dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian
bawah dari saluran pernafasan, nasopharinx, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Umumnya
melibatkan penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008).
Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang termasuk tumor dengan
potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor
submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik,
walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda
dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh
kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan
karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan
hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen (Adam et al., 1997;
Lee, 2003).
Secara histopatologi anatomis adenoid kistik carcinoma mempunyai gambaran/ pola yang bervariasi.
Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu masa yang
padat atau berupa kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum.
Didalam kelompoknya sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan
suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform. Sel-sel tumor menghasilkan membran
basalis yang homogen sehingga menunjukan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk
silindris (Syafriadi, 2008).
Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun adenoid kistik karsinoma tidak
menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi, tetapi dalam jangka waktu yang panjang
menunjukan prognosis yang buruk (Syafriadi, 2008).
Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital
yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf
untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat
mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka
prognosisnya buruk (Adam et al., 1997).
2.4.Clear Cell carcinoma
Clear cell carcinoma (CCC), juga kadang-kadang disebut sel jernih kanker , adalah suatu bentuk yang
jarang dari tumor yang ditandai dengan sel-sel yang tampak pucat dalam warna atau jelas, dengan
batas demarkasi yang solid di bawah mikroskop. Sel-sel ini cenderung untuk menjadi baik diisi dengan
cairan atau glikogen Clear cell carcinoma dapat ditemukan di berbagai jenis tumor .
Tumor Karsinoma berasal dari sel epitel. sel-sel epitel membentuk permukaan tubuh dan gigi
berlubang. Meskipun karsinoma sel jernih dapat terjadi di lokasi yang berbeda, itu diakui sebagai
penyakit saluran kencing vagina dan bawah. Sebagian besar tumor sel jernih karsinoma bersifat ganas
dan dianggap sebagai kanker grade tinggi, tetapi mereka sering memiliki tingkat kelangsungan hidup
yang tinggi.
Clear cell carcinoma juga dapat ditemukan pada tumor payudara, kulit, dan lokasi lainnya. Hal ini
paling sering dikaitkan dengan ovarium , saluran vagina, dan rahim .
2.5.Acinic Cell Carsinoma
Karsinoma sel asini merupakan tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi, angka
kejadiannya sekitar 10% dari total seluruh tumor-tumor kelenjar ludah. Tumor ini berkapsul,
merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm
(Syafriadi,2008).
Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria.
Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus.
Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar
dan sel duktus intercalated (Amirlak, 2009). Terapi karsinoma sel asini meliputi bedah eksisi lengkap.
Terapi radiasi pascaoperasi mungkin dapat membantu pada kasus yang meragukan setelah operasi
(Vidyadhara et al., 2007).
Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini (kanan). Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini
kelenjar saliva (kiri).
Sumber : Anonim, 2008.
2.6 Adencarcinoma Not Otherwise Specified
Dalam klasifikasinya, adenokarsinoma tidak dinyatakan khusus (NOS), mencapai 17 persen dari tumor
ganas yang melibatkan kelenjar ludah kecil dan besar dan diikuti dan acinic karsinoma
mucoepidermoid sebagai yang paling sering tumor ganas ketiga. klasifikasi tambahan bahwa NOS
adenocarcinoma adalah yang paling umum ketiga atau keempat kelenjar ludah tumor ganas
Diagnosis tepat dari NOS adenokarsinoma, adalah penting jika kategori lainnya adenocarcinoma
kelenjar ludah adalah untuk menjadi semakin homogen untuk analisis klinikopatologi dan tujuan
prognosis. Selain itu, analisis kasus didiagnosis sebagai adenokarsinoma NOS menunjukkan prognosis
mereka berbeda secara signifikan dari beberapa kelompok tertentu. Umumnya, NOS adenocarcinoma
adalah lesi kelas tinggi dengan 5 dan kelangsungan hidup 10 tahun dalam kisaran 45 sampai 52% dan
36 sampai 39% masing-masingnya.
Sekitar 60% dari karsinoma tersebut terjadi pada kelenjar ludah utama (50% pada parotis dan 10% di
submandibular) dan sisanya melibatkan kelenjar kecil (langit-langit, bibir, lidah, mukosa bukal, dasar
mulut dan daerah tonsil) Tiga perempat dari kasus yang terjadi antara usia 40 dan 70 tahun.
Kebanyakan kasus akan memiliki beberapa bentuk pola pertumbuhan kelenjar-ducto.
MAKALAH BM
KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH
Oleh:
Anggi Sona Putri Nonegrina
04091004059
Dosen:
Drg. Galuh Anggraini, SpBM
Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
2011
KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH
1. I. DEVELOPMENTAL ANOMALI
1. A. APLASIA/AGENESIS ( Referensi : Diagnosis of salivary gland disorders Oleh K.
Graamans)
Definisi
Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau
agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkenal adalah
kelenjar parotis.
Faktor herediter merupakan faktor penyebab dari aplasia ini. Gejala utama pada aplasia adalah
xerostomia, kesulitan dalam berbicara dan makan, dan karies yang parah. Diagnosa bisa dibuat ketika
orifis dari satu atau beberapi kelenjar saliva mayor tidak ditemukan.
Diagnosis
Sialgografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar baik pada
duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri.
Perawatan
Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan gigi dengan
melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik,seperti kandidiasis oral dan
sialadenitis bakteri
1. B. ABERANSIA
Definisi : kelainan bentuk anatomis kelenjar ludah.
Kelenjar ludah aberansia di laporkan mempunyai variasi lokasi, meliputi middle-ear cleft, leher ,
mandibula posterior, mandibula anterior, pituitary. Biasanya ditemukan secara kebetulan dan tidak
memerlukan intervensi.
Aberansia ini biasanya jarang terjadi pada mandibula anterior dan sulit untuk dilakukan diagnose.
Memberikan gambaran radiolusen pada apex gigi.
Diagnosa banding: the nomeras unilucular lesi radiolusen mandibula.
1. C. ATRESIA
Atresia duktus kelenjar ludah ekskretoris yang mengacu pada adanya bawaan atau penyempitan
saluran. Atresia berasal dari perkembangan kondisi yang sangat langka, yang dapat menghasilkan
xerostomia berat. Hal ini juga dapat mengakibatkan pembentukan kista retensi dari kelenjar ludah.
Menurut beberapa peneliti terdapat cacat perkembangan di ekskretoris tersebut.
II. OBSTRUCTIVE SALIVARY GLAND DISEASE
Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan
pembengkakan kelenjar , dan paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi
bakteri yang akanmenurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi.
A. SIALOLITHIASIS
Definisi
Calculi atau ‘batu’ dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar
dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris.
Etiologi
Masih belum diketahui namun ada beberapa faktor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu
inflamasi, ketidakteraturan dari sistem duktus, iritasi lokal dan antikoligernik(obat-obatan) yang
mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yang mana lama
kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular, mungkin karena
viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari
duktus.
Gambaran klinis
Batu biasanya berbentuk oval, licin, dan tidak beraturan permukaannya.
Batu kelenjar saliva ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan
pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar yang
bersangkutan.
Keluhan awal, terjadi pembengkakan selama 1-2jam dan rasa tidak nyaman saat makan. Bila tahap
ini tidak diobati, sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakterial akut
dengan gejala seperti rasa sakit terus menerus, pembengkakan serta demam
Diagnosis
Secara klinis à abnormal saat pemeriksaan
Ekstraoral à Pembengkakan
Intraoral à Dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran/teraba di dalam saluran.
Pemeriksaan
Radiografi à tidak semua kalkuli radioopaq
Sialografi à Dapat mendeteksi adanya mucous plugs
Perawatan : .
Pemijatan dari kelenjar .
Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi
ke depan.
Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder.
Analgesik untuk mengurangi rasa sakit.
Pembedahan jika diperlukan
III. MUCOUS RETENTION
1. A. MUCOCELE
Definisi
Fenomena retensi mukus berupa pembengkakan noduler paling umum dari bibir bawah dan secara
khas disebut Mucocele
Terdapat 2 tipe fenomena retensi mukus :
1. Fenomena retensi mukus -tipe retensi/kista rentensi mukus à dibatasi oleh epitel duktus dan
merupakan akibat dari genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar.
2. Fenomena retensi mukus-tipe ekstravasasi/kista ekstravasasi mukus à tidak ada batas-batas epitel.
Biasanya dikelilingi oleh jaringan granulomatosa dan berasal dari trauma yang memutuskan suatu
duktus, diikuti oleh genangan mukus di luar duktus kelenjar liur tambahan dalam jaringan ikat.
3. 3. Etiologi
Etiologi
Mucocele melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun
diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus
glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat
disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat
pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang,
menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi
rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-
lain.
Diagnosis
Dapat secara langsung dari riwayat penyakit, gambaran klinis dan palpasi.
Gambaran Klinis
Mucocele memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan lunak yang
berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-
kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam,
apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter,
beberapa literatur menuliskan diameter mucocele umumnya kurang dari 1 cm.
Mucocele pada anterior median line ventral lidah mucocele pada bibir bawah
Perawatan
Perawatan untuk kasus mucocele adalah bedah eksisi. Tetapi, mucocele dapat bersifat
rekuren apabila tidak dieksisi dengan baik dan jika duktus-duktus lain terpotong selama pembedahan.
Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting.
Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.
1. B. RANULA
Definisi
ranula adalah mucocele besar yang berlokasi pada dasar mulut. Ranula dapat berupa ekstravasasi
mucus atau kista retensi mucus dan biasanya berhubungan dengan kelenjar saliva sublingualis dan
glandula saliva minor.
Etiologi
Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan
aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula
sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk
pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital
dimana duktus saliva tidak terbuka..
Gejala klinis
Istilah ranula digunakan karena lesi seringkali bengkak seperti perut kodok. Lesi ininpada umumnya
sakit, pertumbuhan lambat, lembut dan berlokasi pada dasar mulut. Kadang – kadang lesi hanya
terbentuk pada satu sisi frenulum lingualis. Tetapi, jika lesi telah menembus jaringan lunak, maka akan
melewati garis midline. Sama seperti mucocele, ranula yang dangkal memiliki warna biru yang khas,
tetapi bila ranula sudah dalam maka mukosa terlihat normal.
Gambaran klinis ranula simpel gambaran klinis ranula plunging
Perawatan
Ranula biasanya dirawat dengan pembedahan. Prosedur marsupialisasi untuk pengangkatan lesi
merupakan pilihan perawatan, terutama pada lesi kecil. Kekambuhan dapat terjadi dengan teknik
marsupialisasi tunggal, pada kasus ini eksisi lesi (termasuk kelenjar) dianjurkan. Penyuntikan
kortikosteroid pada intralesi telah sukses dalam perawatan ranula.
IV. INFECTION AND REACTIVE LESSIONS
1. A. NECROTIZING METAPLASIA
Definisi
Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke
kelenjar saliva palatal minor.
Etiologi
Hal ini telah diterima secara luas bahwa necrotizing sialometaplasia dimulai oleh kejadian iskemik
lokal. Beberapa sumber mangatakan bahwa kelainan ini berhubungan dengan kebiasaan merokok,
mengonsumsi alkohol, penggunaan gigi tiruan, operasi, dan penyakit sistemik.
Gambaran Klinis
Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai
malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral,bagaimanapun dapat
menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor.
Perawatan
Sesungguhnya necrotizing sialometaplasia adalah lesi yang tidak menyebar, bertahan paling
lama 6 minggu dalam rongga mulut, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada perawatan
spesifik yang dibutuhkan, tapi debridement dan saline rinse dapat membantu dalam proses
penyembuhan. Jarang pula terjadi kekambuhan pada kasus ini.
1. B. VIRAL INFECTIONS
1. 1. MUMPS
Etiologi
Mumps disebabkan karena RNA Paramyxovirus dan ditransmisi oleh kontak langsung dengan droplet
saliva. Di Amerika Serikat dan Kanada telah menganjurkan vaksinasi mumps sejak tahun 1970an dan
memonitor vaksinasi pd masa sekolah. Oleh karena itu, infeksi ini harus dipertimbangkan dalam kasus
peradangan kelenjar saliva nonsupurative akutpada pasien yang tidak divaksinasi dan tidak memiliki
mumps.
Gejala klinis
Biasanya, mumps menyerang anak – anak dengan usia 4 dan 6 tahun. Diagnose pada orang dewasa
lebih sulit. Masa inkubasi adala 2 – 3 minggu; diikuti oleh pembesaran dan peradangan kelenjar saliva,
nyeri, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kebanyakan kasus melibatkan glandula parotis,
tetapi 10% kasus melibatkan glandula mandibular. Kulit disekitar glandula bengkak kemerahan.
Kelenjar ludah membengkak tiba2 dan sakit bila di palpasi. Jika setengah dari kelenjae saliva
mengalami destruksi maka pasien akan merasa sakit saat makan. Pembengkakan terjadi secara
bilateral dan berlangsung sekitar 7 hari.
Perawatan
Perawatan mumps berupa perawatan simptomatik dan vaksinasi untuk pencegahan
1. 2. CYTOMEGALOVIRUS INFECTION
Etiologi
Human CMV adalah beta herpesvirus yang yang menginfeksi hanya pada manusia. CMV akan menjadi
latent setelah terekspos dan menginfeksi. Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada individu tanpa
gejala klinis, tetapi imunitas seseorang dapat merawatnya.
CMV dapat berkembang di darah, saliva, feces, sekresi pernapasan, urine dan cairan tubuh lain. CMV
adalah penyebab utama terjadi ny non – Epstein barr virus yang menginfeksi mononukleus pada
kebanyak populasi.
Gejala klinis
CMV mononukleusis sering menyerang dewasa muda dengan gejala demam akut dan terjadi
pembesaran kelenjar saliva.
Perawatan
Pasien dengan imunocompeten dirawat dengan mengobati symptom nya. Pasien dengan
immunocompromised dianjurkan memakai manajemen agresif dan dilakukan pengobatan dengan
intravena gancyclovir, foscarnet, atau cidofovir
1. 3. HIV – INFECTION
Etiologi
Neoplastik dan non – neoplastik lesi kelenjar ludah mengalami peningkatan pada pasien yang
menderita HIV. Dokter harus mempertimbangkan tumor yang berhubungan dengan AIDS seperti
Sarkoma Kaporsi dan Limfoma. Sjogren’s syndrome juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV.
Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kondisi ini “HIV penykit kelenjar ludah (HIV-
SGD) adalah istilah yang dipakai. HIV – SGD menggambarkan xerostomia dan pembesaran kelenjar
ludah jinak (unilateral dan bilateral) pada pasien yang positif HIV.
Gejala klinis
Kebanyakan gejala HIV – GSD adalah pembengkakan kelenjar saliva, dimana berhubungan dengan
xerostomia atau tidak. Kelenjar parotis ditemukan pada 98% laporan kasus dan 60% pasien
mengalami pembesaran bilateral.
Perawatan
Pengobatan HIV – SGD secara simptomatiknya. Xerostomia dapat diobati dengan memperbanyak
minum air, mengganti pengganti air liur, mengunyah permen karet bebas gula, atau mengisap permen
karet bebas gula. Flourida topical untuk mencegah karies.
1. 4. Hepatitis C virus Infection
Etiiologi
HCV DNA telah terdeteksi dalam saliva pasien dengan infeksi hepatitis C kronis, dan saliva pada HCV
itu merupakan pembawa infeksi. Sejumlah laporan dari Eropa pusat menunjukkan hubungan antara
HCV dan Sjogren’s syndrome
Gejala klinis
Infeksi HCV memiliki banyak manifestasi ekstrahepatik, termasuk pembesaran kelenjar saliva. Pasien
mungkin melaporkan xerostomia disertai dengan pembesaran kelenjar saliva mayor yang kronis.
Perawatan
Perawatan berdasarkan gejalanya.
1. C. BACTERY INFECTIONS
1. 1. ALLERGIC SIALADENITIS
Definisi
Merupakan pembesaran kelenjar saliva mayor khususnya kelenjar parotis yang dapat berasosiasi
dengan berbagai kelainan sitemik termasuk alkolisme, diabetes, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis
biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara
histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak.
Etiologi
Etiologinya tidak di ketahui , namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak
tepat.
Perawatan
Hindari allergen dan monitoring terhadap adanya infeksi sekunder.
1. D. ACTINOMYCOSIS
Etiologi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk kuman, meskipun
sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi berlubang, pada gigi dalam
pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya berdasarkan isolasi jamur, tetapi
berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai
sekarang Actinomyces belum berhasil diisolasi dari alam bebas.
Aktinomikosis ini dibedakan menjadi 4 bentuk:
1. Bentuk abdominalis
2. Bentuk servikofasialis
3. Bentuk torakalis
4. Bentuk generalisata
Disini yang akan dibahas adalah bentuk servikofasialis karena terjadinya pada rongga mulut.
Gambaran klinis
Dimulai dengan pembengkakan yang kecil, datar, dan keras di dalam mulut, kulit leher atau bawah
rahang. Kadang pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri. Selanjutnya terbentuk daerah lunak yang
menghasilkan cairan yang mengandung butiran belerang yang bulat dan kecil, berwarna kekuningan.
Infeksi bisa menyebar ke pipi, lidah, tenggorokan, kelenjar liur, tulang tengkorak atau otak dan selaput
otak (meningens).
V . METABOLIC DISORDER WITH SALIVARY GLAND INVOLMENT
1. A. SJOGREN SYNDROME
Definisi
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik
yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari
mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis
Etiologi
Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non
genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan
HLA DR dan DQ.
Gejala klinis
tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula dengan gejala sistemik atau
ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan mata kering dan kadang-kadang
disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi
limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy).
Diagnosis
Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit
karena pasien menunjukkan gejala utama yaitu mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal
dan biasanya pasien berobat kespesialis yang berbeda-beda.
Mulut kering pada penderita Sjogren Syndrome
Penatalaksanaan
Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan
pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada
satu pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren
bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat
mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat
menyebabkan kematian.
1. DIABETES
Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit endokrin umum, terutama pada populasi geriatri. Beberapa kelainan
metabolik berlangsung disini, dan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi ginjal, neuropati, dan
penyakit mata dapat terjadi.
Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol sering mengeluhkan mulut kering (xaerostomia) , yang
diyakini akibat poliuria dan hidrasi yang buruk. Adapun hasil penelitian tentang komposisi aliran saliva
pasien diabetes yang mengalami perubahan kontradiktif. Satu studi melaporkan bahwa laju aliran
saliva pada anak dengan diabetes mellitus tidak terkontrol akan menurun bila dibandingkan dengan
laju aliran saliva pada pasien anak diabetes yang terkontrol. Walaupun diabetes melitus terkontrol,
peneliti lain menemukan laju aliran saliva normal, tetapi terjadi perubahan pada komposisi salivanya.
Berdasarkan uji klinis pada perbandingan pasien diabetes yang terdiri dari pasien dewasa dengan
kontrol normal dengan pasien diabetes yang tidak terkontrol. Ditemukan bahwa pasien dengan
diabetes yang kurang terkontrol telah menurunkan laju aliran saliva bila dibandingkan dengan pasien
dengan diabetes terkontrol baik. Para peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara
populasi dalam frekuensi keluhan xerostomia, dan selanjutnya, bahwa disfungsi saliva mungkin ada
pada pasien diabetes yang lebih tua.
Etiologi
Disfungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes tidak jelas. Kontrol glikemik yang buruk secara langsung
dapat menimbulkan efek pada metabolisme. Disfungsi sistem saraf otonom mungkin berperan disini.
Meurman melaporkan tidak ada perubahan tingkat aliran saliva antara non-insulindependent pasien
diabetes dan kontrol normal. Namun, mereka menemukan efek dari obat xerostomic pada tingkat
aliran saliva lebih kuat pada pasien diabetes. Mereka menduga bahwa ini karena disfungsi sistem saraf
otonom pada populasi diabetes
1. B. GRANULOMATOUS CONDITIONS
1. 1. TUBERCULOSIS
Definisi
Tuberculosis ( TB ) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis,yang bisa menyebabkan terbentuknya granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Paru-paru
merupakan organ yang paling sering diserang, tetapi jaringan yang lain, termasuk kelenjar saliva juga
bisa diserang. Pasien dengan TB biasanya xerostomia dan pembengkakan pada kelenjar saliva dengan
granuloma dan cyst pada kelenjar yang terinfeksi. Pembesaran kelenjar saliva timbul sebagai bagian
dari karakteristik dari gejala yg kompleks dari TB.
Diagnosa
Pada biopsi, ditemukannya bakteri mycobacterium
Perawatan
Perawatan pada kelenjar saliva meliputi kemoterapi. Pada pasien yang tidak cocok untuk dilakukan
kemoterapi maka dilakukan pembedahan pada kelenjar saliva yang terinfeksi tersebut.
1. 2. SARCOIDOSIS
Definisi
Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronik dimana limfosit T, mononuclear dan granuloma
menyebabkan kerusakan pada suatu jaringa. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Heerfordt’s
syndrome biasa menyebabkan sarcoidosis. Sarcoidosis menyerang kelenjar saliva pada 1 dari 20
kasus. Pada pemeriksaan linis ditemukan adanya pembesaran kelenjar saliva, tidak disertai rasa sakit,
bilateral dan kenyal. Selain itu juga ditemukan penurunan fungsi saliva.
Pemeriksaan
Biopy, pemeriksaan serum (calcium level, autoimmune serologies, dan konsentrasi angiotensin I–
converting enzyme )
Perawatan
Pemberian chloroquine, yang bisa dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada pasien yang gagal pada
pengobatan dengan kortikosteroid, diberikan obat immunosuppresive dan immunomodulatory.
1. 3. BULIMIA / ANOREKSIA
Definisi
Berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilang nafsu makan. Patah selera, hilangnya,berkurangnya
nafsu makan. Anorexia nervosa adalah Anoreksi yang disebabkan terganggunya pusat nafsu makan
dalam hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering.
Etiologi
Tejadinya gangguan pusat nafsu makan pada hipotalamus yang menyebabkan penderita
menjadi kurus kering.
Gambaran klinis
Pembesaran dan disfungsi kelenjar saliva à Pembesaran yang nampak dihubungkan dengan
defisiensi nutrisi dan kebiasaan sering muntah.
Gangguan makan susah untuk didiagnosa . Untuk diagnosa dini dan perawatan , dokter gigi
seharusnya waspada pada temuan oral umum sperti erosi enamel, xerostomia, pembesaran
kelenjar saliva, eritema mukosa, dan angular cheilitis.
Hipertropi jinak mungkin menetap dan memerlukan tindak lanjut.
Terjadi peningkatan amilase yang spesifik pada pasien yang mengalami bulimia.
Enzim amilase meningkat dengan frekuensi minum minuman keras, tapi hubungannya tidak cukup
kuat untuk induksi level amilase sebagai suatu indeks dari keparahan penyakit.
Pemeriksaan
Telah dilaporkan satu studi kasus bahwa pemeriksaan histologis dari gangguan kelenjar saliva
terdapat pembesaran asinar dan penurunan lemak intertisial. Pembesaran Kelenjar saliva biasanya
terhenti jika berat badan pasien kembali normal dan tterhentinya kebiasaan makan yang tidak baik.
Perawatan
Parotidektomi superfisial akan menurunkan hipertropi kelenjar saliva, beberapa ahli bedah percaya
bahwa tindakan bedah merupakan kontraindikasi untuk beberapa pasien dengan gangguan
makan, karena peningkatan resiko dihubungkan dengan metabolik pasien yang tidak seimbang
dan profil psikologikal.
Pasien seharusnya ditanyakan secara langsung jika mengalami gangguan makan.
Gangguan makan harus diingat dalam diagnosa bandingnya dengan disfungsi kelenjar saliva dan
hipertropi kelenjar saliva.
1. C. RADIATION INDUCED PATHOLOGY
Terapi sinar radiasi eksternal untuk kanker kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen
pada kelenjar ludah, khususnya asinus serius yang menjadi xerostomia yang parah. Pasien ini
membutuhkan follow-up dental yang dekat dengan pemeliharaan preventif agresif karena resiko tinggi
untuk karies merajalela yang cenderung mempengaruhi daerah leher dan akar gigi. Restorasi dan
perlindungan gigi sangat penting mengingat potensial untuk osteorasionecrosis dari rahang juga
ekstraksi gigi hadir dalam bidang radiasi.
Terapi :
Pengobatan dengan radioreactive iodine diikuti pembedahan untuk kanker thyroid juga dapat
mengakibatkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar ludah dalam persentase kecil pada pasien.
Gejala biasanya sementara, kecuali struktur terjadi dalam saluran mengakibatkan sialadenitis kronis.
Sialography, yang sekarang telah banyak di gantikan oleh computed tomoghraphy dan jarang
ditunjukkan, mungkin berguna pada pasien untuk mengidentifikasi struktur duktal. Gejala kadang-
kadang dapat di kurangi dengan suntikan media kontras selama sialoghraphy, struktur mungkin dapat
digunakan untuk dilatasi melalui teknik endoskopik intraoral dalam beberapa kasus. Pilocarpine atau
cevirnilline dapat membantu kasus radiasi ini.
Tes diagnostik : Biasanya tidak ada, diagnosis berdasarkan sejarah dari terapi radiasi dan tes klinik.
Sialography merupakan indikasi dalam kasus ini.
- Tidak di perlukan biopsy
VI. NEOPLASMA
BENIGN TUMORS
A. PLEOMORPHIC ADENOMA
Definisi dan Etiologi
Merupakan tumor yang sering terjadi pada kelenjar saliva. Tumor ini sering disebut sebagai mixed
tumor karena terdiri dari sel epitel dan mesenkim. Sekitar 85% tumor ini ditemukan pada kelenjar
parotis dan 8% ditemukan pada kelenjar submandibular, dan sisanya ditemukan pada sublingual dan
kelenjar saliva minor.
Pleomorphic adenoma terjadi pada semua usia tetapi prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak. Dan
jenis kelamin perempuan lebih sering terkena.
Gambaran klinis
Pada pemeriksaan klinis tumor ini tidak terasa nyeri, kenyal dan massa yang mudah digerakan dan
jarang disertai ulser pada kulit atau mukosa. Pada kelenjar parotis, neoplasma ini tumbuh dengan
lambar dan biasanya terjadi pada sisi posterior inferior dari lobus superficial. Secara intraoral, mixed
tumor ini sering terjadi pada palatum, diikuti bibir atas dan mukosa bukal.
Pleomorphic ini dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kelenjar mana yang terkena. Pada
kelenjar parotis, tumor ini biasanya berdiameter beberapa centimete tetapi bisa menjadi lebih besar
jika tumor ini tidak dirawat.
Fig.Pleomorphic adenoma of the upper labial mucosa Fig.Pleomorphic adenoma of
the palate.
Perawatan
Perawatann lesi ini biasanya dilakukan dengan bedah. Pada lesi yang lebih besar dilakukan superficial
parotidectomy. Tumor kecil di buntut dari kelenjar saliba dibuang dengan mengikutsertakan tepi
jaringan yang normal. Lesi yang terjadi pada kelnjar saliva submandibular biasanya dilakukan
pembuangan dari kelenjar saliva tersebut.
B. PAPILLARY CYSTADENOMA LYMPHOMATOSUM
Definisi
Papillary cystadenoma lymphomatosum yang juga dikenal sebagi tumor Warthin, merupakan tumor
jinak kedua yang sering terjadi pada kelenjar parotis. Dan tumor ini selalu berlokasi di kelenjar parotis,
tetapi kebanyak terdapat pada bagian inferior kelenjar, sudut posterior dari kelenjar submandibila.
Tumor ini terjadi bilateral pada sekitar 6-12% penderita
Gambaran klinis
Kelenjar ini merupakan massa yang tumbuh lambat pada buntut dari kelenjar patotis dan tidak nyeri
kecuali tumor ini menjadi superinfected.
Fig.Lipoma of the buccal mucosa.
Perawatan
Papillary cytadenoma lymphomatosum sering berlokasi di buntuk kelenjar parotis sehingga mudah
dibuang dengan disertai tepi jaringan yang sehat. Tumor yang lebih besar dan melibatkan sejumlah
lobus superfisial dari kelenjar parotis biasanya dilakukan superficial parotidectomy. Jarang terjadi
rekurensi.
C. ONCOMYTIS
Definisi
Oncocytomas merupakan tumor jinak yang jarang terjadi. Nama dari tumor ini oncocytomas karena
tumor ini berisi sel oncocytes, yang merupakan sel granular acidophilic yang besar. Tumor ini sering
terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan.
Gambaran klinis
Oncocytomas biasa padat dan bisa dilihat di kelenjar saliva minor tetapi jarang terlihat pada intraroral.
Lesi ini bisa ditemukan pada lobus superficial dari kelenjar parotis. Biasanya lesi ini bilateral.
Pathology
Pada pemeriksaan histologis, tumor ini terdiri dari sel eosinophilic granular berwarna coklat. Oncocytes
pada tumor ini terdiri dari technetium, dan lesi ini bisa berubah menjadi tumor ganas. Dan lesi ini lesi
yang agrresive
Perawatan
Superficial parotidectomy merupakan pilihan pertama perawatan untuk kasus tumor kelenjar parotis.
Pembuangan kelenjar merupakan pilihan perawatan untuk tumor pada kelenjar submandibula dan
kelenjar saliva minor. Rekuren jarang terjadi
1. D. BASAL CELL ADENOMAS
Basal cell adenomas tumbuh dengan lambat dan merupakan massa yang tidak nyeri. Lesi ini lebih
sering terjadi pada pria. 70% kasus terjadi pada kelenjar parotism bibir atas merupakan tempat yang
sering terkena untuk basal cell adenomas pada kelenjar saliva minor.
Patologi
Secara histologi terdapat 3 varietas dari basal cell adenomas : padat, trabecular-tubular dan
membraneous. Ukuran dari nukleus normal dengan material cytoplasmic yang sedikit. Bentuk
Trabecular-tubular terdiri dari epitelium trabekular. Sedangkan bentuk membranous adalah
multilocular, dan 50% lesi tidak berkapsul. Bentuk membraneous tumbuh dianatar jaringan saliva
yang normal .
Perawatan
Lesi dibuang dengan bedah eksisi konservatif. Umumnya,lesi tidak rekuren. Tetapi pada bentuk
membraneous sering terjadi rekuren.
E. CANALICULAR ADENOMA
Canalicular adenoma biasa terjadi pada orang yang berumur lebih dari 50 dan lebih sering terjadi pada
wanita. 80% kasus terjadi pada bibir atas. Pertumbuhan lesi lambat dan asymptomatic.
Patologi
Lesi terdiri dari jaringan basaloid, yang biasanya tersusun 2 lapisan. Jaringan stroma hilang, fibril, dan
vaskularisasi yang tinggi
Perawatan
Bedah eksisi. Rekuren jarang terjadi tetapi pasien harus dimonitor secara teratur
F. SEBACEOUS ADENOMA
Sebaceous adenoma jarang terjadi. Lesi ini berasal dari kelenjar sebaceous yang berlokasi didalam
kelenjar saliva. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang sering terkena.
Perawatan
Pembuangan kelenjar saliva yang terkena merupakan pilihan perawatan. Lesi intraoral dibuang
dengan pembedahan
G. MYOEPITHELIOMA
Kebanyakan myopethelioma terjadi pada kelenjar parotis, palatum merupakan lokasi yang sering
terkena. Lesi cendereung terjadi ketika dewasa sekitar umur 53 tahun, gejala lesi asimptomatik
dengan pertumbuhan yang lambat.
Patologi
Myopitheliomas terdiri dari spindle shaped cell atau sel plasmacytoid atau kombinasi dari kedua sel
tersebut. Dianosis tergantung pada identifikasi sel myopitelial. Pola pertumbuhan dimulai dari jaringan
yang padat sampai kehilangan dari sel myopitelial. Pemeriksaan immunohistochemical dengan
perwarnaan actin, cytokeratin, dan s-100 protein.
Perawatan
Bedah eksisi standar. Jarang terjadi rekuren.
H. Ductal papilloma
Definisi
Ductal papilloma merupakan bentuk dari tumor jinak kelenjar saliva yang muncul dari duktus sekretori,
dan biasanya terjadi pada kelenjar saliva minor. 3 bentuk dari ductal papilloma adalah simple ductal
papilloma ( intraductal papilloma ), inverted ductal papilloma, dan sialadenoma papilliferum
Simple Ductal Papilloma.
Simple ductal papilloma merupakan lesi exophytic dengan dasar pedunkulus (bertangkai). Lesi kadang
berwarna merah.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren
Inverted Ductal Papilloma.
Inverted ductal papilloma terjadi pada kelenjar saliva minor. Gambaran klinisnya seperti nodul
submukosa yang hampir sama dengan fibroma atau lipoma. Pemeriksaan histologi hampir sama
dengan sialadenoma. Bentuk dari ductal papilloma ini juga terdiri dari duktus epitelium yang
berproliferasi ke dalam jaringan stroma membentuk cleft.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren
Sialadenoma Papilliferum.
Bentuk dari sialadenoma papilliferum hampir sama dengan syringocystadenoma papilliferum pada
kulit. Lebih sering terjadi pada pria dewasa. Lesi ini biasanya timbul pada palatum dan mukosa bukal
dan merupakan lesi exophytic yang tidak terasa sakit. Lesi ini hampir mirip dengan papilloma. Pada
pemeriksaan histologis terlihat epithelium papilla yang didukung oleh jaringan ikat fibrovascular.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren.
MALIGNANT NEOPLASMA
Definisi
Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat
dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan
suatu neoplasia atau neoplasma (Syafriadi, 2008).
Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant
neoplasm). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir,
berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya
cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis).
Neoplasia ganas sering disebut kanker (Syafriadi, 2008).
Banyak faktor penyebab atau pendukung yang dapat meransang terjadinya neoplasma. Faktor-faktor
ini digolongkan kedalam dua kategori, yaitu : (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan
dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan; dan (2) faktor eksternal seperti bakteri, virus, jamur,
bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau, atau alkohol (Syafriadi, 2008).
2.Klasifikasi malignant Neoplasma
2.1. Mucoepidermoid Carcinoma
Karsinoma mukoepidermoid melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis. Sebagian
kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering melibatkan kelenjar ludah minor di
palatum. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa dan berdasarkan jenis kelamin penderita wanita
mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki. Tumor tumbuhnya lambat dan berasal dari sel
epithelium duktus. Tumor ini berpotensi bermetastasis. 5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan
paling sering adalah kelenjar ludah parotis (Syafriadi, 2008).
Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar saliva yang diakibatkan oleh radiasi.
Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien
mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil
lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar
duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %.
Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan
tinggi (Adam et al., 1997; Lee, 2003).
Gambar 3 Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid
Secara mikroskopis karsinoma epidermoid dibedakan menjadi low grade, intermediate grade dan high
grade. Gambaran mikroskopis menunjukan campuran sel skuamous, sel kelenjar penghasil mucus, dan
sel epitel tipe intermediate. Ketiga sel-sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami
metaplasia. Tipe low grade merupakan masa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel
tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiri dari sel epidermoid
(sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mukus. Tipe intermediate ditandai dengan
masa tumor yang lebih solid sebagian besar epidermoid dan sel intermediate dengan sedikit
memproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differential ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan
tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi (Syafriadi, 2008).
Perawatan karsinoma epidermoid adalah eksisi seluruh jaringan tumor. Prognosis baik well
differentiated/ low grade, tetapi dapat bermetastasis, dan 90% kasus well differentiated dapat
bertahan hidup sampai 5 tahun, tetapi jika poorly differentiated/high grade, prognosis menjadi buruk,
dan kemampuan bertahan hidup 5 tahun menjadi rendah (sekitar 20-40%) (Syafriadi, 2008).
2.2.Polymorphous Low-Grade Adenocarsinoma
Definisi
Neoplasma ganas pada kelenjar ludah minor yang merupakan 2 – 4% dari neoplasma ganas kepala
dan leher, 10% malignant neoplasmsa pada rongga mulut dan 15 – 23% dari seluruh neoplasma
malignant pada kelenjar saliva. Neoplasma ganas kelenjar saliva diantaranya adalah polymorphous
low-grade adenocarcinoma (PLGA) yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1983 oleh Batsakis et al
dan Freedman dan Lumerman yang menamakannya Terminal Duct Carcinoma and Lobular Carcinoma.
Tumor ini didiagnosis sebagai Pleomorphic Adenoma atau Adenoid Cystic Carcinoma tidak spesifik
yang merupakan neoplasma malignant kelenjar ludah yang lebih sering terdeteksi di kelenjar liur
minor . Penyakit ini merupakan patologik yang jarang terjadi dan mengenai orang – orang dengan
rentang usia 30-70 tahun dengan ratio predileksi pada perempuan 2:1.
Polymorphous low grade adenocarcinoma ditemukan hampir secara eksklusif di glandula saliva minor,
dan jarang terjadi di lokasi ekstraoral, termasuk kelenjar ludah utama. Enam puluh persen dari kasus-
kasus pada palatum keras atau lunak, 13% kasus pada mukosa bukal, 10% pada bibir atas,6% di area
retromolar dan dan 9% di seluruh rongga mulut.
Tanda dan gejala
Lesi biasanya digambarkan tanpa rasa sakit, massa tumbuh lambat , dilapisi oleh mucosa non-
ulcerated. Penyakit ini tergolong lambat terdeteksi dapat berminggu minggu atau bahkan bertahun-
tahun karena pertumbuhan yang lambat . lesi ini dapat mengikis atau menginflitrasi ke jaringan tulang
. Histologi menunjukkan Lesi non-encapsulated dengan margin infiltratif
Dinamakan polymorphous karena memiliki pertumbuhan dengan pola yang berbeda yakni tubular,
padat, papiler, microcystic, cribiform, fasciculus, dan cords. Lesi ini dapat mengilfiltrasi jaringan tulang
dan bahkan sampai invasi perivascular dan perineural.
Perawatan
Perawatan terbaik adalah bedah eksisi termasuk tulang yg terletak di bawahnya, jika perlu
pembedahan ini diikuti oleh radioterapi.
Prognosis adalah baik dan angka relaps berkisar antara 17% dan 24%. Metastasis tidak biasa (9%),
namun bisa terjadi, terutama jika mempengaruhi kelenjar getah bening regional.
2.3Adenoid Cystic Carcinoma
Adenoid kistik carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma, merupakan tumor ganas yang
berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat, cenderung lokal invasive, dan kambuh setelah
operasi. Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor. Tumor ini tidak hanya timbul
pada kelenjar ludah atau rongga mulut, tetapi dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian
bawah dari saluran pernafasan, nasopharinx, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Umumnya
melibatkan penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008).
Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang termasuk tumor dengan
potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor
submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik,
walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda
dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh
kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan
karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan
hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen (Adam et al., 1997;
Lee, 2003).
Secara histopatologi anatomis adenoid kistik carcinoma mempunyai gambaran/ pola yang bervariasi.
Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu masa yang
padat atau berupa kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum.
Didalam kelompoknya sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan
suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform. Sel-sel tumor menghasilkan membran
basalis yang homogen sehingga menunjukan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk
silindris (Syafriadi, 2008).
Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun adenoid kistik karsinoma tidak
menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi, tetapi dalam jangka waktu yang panjang
menunjukan prognosis yang buruk (Syafriadi, 2008).
Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital
yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf
untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat
mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka
prognosisnya buruk (Adam et al., 1997).
2.4.Clear Cell carcinoma
Clear cell carcinoma (CCC), juga kadang-kadang disebut sel jernih kanker , adalah suatu bentuk yang
jarang dari tumor yang ditandai dengan sel-sel yang tampak pucat dalam warna atau jelas, dengan
batas demarkasi yang solid di bawah mikroskop. Sel-sel ini cenderung untuk menjadi baik diisi dengan
cairan atau glikogen Clear cell carcinoma dapat ditemukan di berbagai jenis tumor .
Tumor Karsinoma berasal dari sel epitel. sel-sel epitel membentuk permukaan tubuh dan gigi
berlubang. Meskipun karsinoma sel jernih dapat terjadi di lokasi yang berbeda, itu diakui sebagai
penyakit saluran kencing vagina dan bawah. Sebagian besar tumor sel jernih karsinoma bersifat ganas
dan dianggap sebagai kanker grade tinggi, tetapi mereka sering memiliki tingkat kelangsungan hidup
yang tinggi.
Clear cell carcinoma juga dapat ditemukan pada tumor payudara, kulit, dan lokasi lainnya. Hal ini
paling sering dikaitkan dengan ovarium , saluran vagina, dan rahim .
2.5.Acinic Cell Carsinoma
Karsinoma sel asini merupakan tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi, angka
kejadiannya sekitar 10% dari total seluruh tumor-tumor kelenjar ludah. Tumor ini berkapsul,
merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm
(Syafriadi,2008).
Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria.
Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus.
Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar
dan sel duktus intercalated (Amirlak, 2009). Terapi karsinoma sel asini meliputi bedah eksisi lengkap.
Terapi radiasi pascaoperasi mungkin dapat membantu pada kasus yang meragukan setelah operasi
(Vidyadhara et al., 2007).
Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini (kanan). Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini
kelenjar saliva (kiri).
Sumber : Anonim, 2008.
2.6 Adencarcinoma Not Otherwise Specified
Dalam klasifikasinya, adenokarsinoma tidak dinyatakan khusus (NOS), mencapai 17 persen dari tumor
ganas yang melibatkan kelenjar ludah kecil dan besar dan diikuti dan acinic karsinoma
mucoepidermoid sebagai yang paling sering tumor ganas ketiga. klasifikasi tambahan bahwa NOS
adenocarcinoma adalah yang paling umum ketiga atau keempat kelenjar ludah tumor ganas
Diagnosis tepat dari NOS adenokarsinoma, adalah penting jika kategori lainnya adenocarcinoma
kelenjar ludah adalah untuk menjadi semakin homogen untuk analisis klinikopatologi dan tujuan
prognosis. Selain itu, analisis kasus didiagnosis sebagai adenokarsinoma NOS menunjukkan prognosis
mereka berbeda secara signifikan dari beberapa kelompok tertentu. Umumnya, NOS adenocarcinoma
adalah lesi kelas tinggi dengan 5 dan kelangsungan hidup 10 tahun dalam kisaran 45 sampai 52% dan
36 sampai 39% masing-masingnya.
Sekitar 60% dari karsinoma tersebut terjadi pada kelenjar ludah utama (50% pada parotis dan 10% di
submandibular) dan sisanya melibatkan kelenjar kecil (langit-langit, bibir, lidah, mukosa bukal, dasar
mulut dan daerah tonsil) Tiga perempat dari kasus yang terjadi antara usia 40 dan 70 tahun.
Kebanyakan kasus akan memiliki beberapa bentuk pola pertumbuhan kelenjar-ducto.
September 30, 2011 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary
Oral Biology
Rate This
MANTLE DENTIN & CIRCUMPULPAL DENTIN
(Tugas Makalah Mata Kuliah Oral Biologi III)
Disusun oleh :
Sonya Annisa Ilma Dwi Woro Pancarwati
04091004005 04091004006
Mantle Dentin dan Circumpulpal Dentin ( definisi, gambaran dan perbedaanya )
Dentin primer terbentuk cepat selama pembentukan gigi. Dentin primer ini terbentuk sebelum erupsi
gigi dan akar selesai dibentuk sempurna. Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali
terbentuk. Hal ini menjelaskan bahwa ruang pulpa merupakan bagian utama dari masa dentin. Lapisan
luar dentin primer yang disintesis pada awal dentinogenesis disebut dentin mantel. Dentin Mantle
lebih sedikit mengandung mineral daripada lapisan lain dari dentin yaitu dentin primer circumpulpal.
Pembentukan dentin utama terus berlanjut sampai gigi menjadi fungsional (Linde & Goldberg 1993)
atau sampai apeks akar ditutup (Torneck 1994).
Setelah itu hasil pembentukan dentin sebagai dentinogenesis sekunder, yang berlanjut pada tingkat
lebih lambat dibandingkan dengan dentinogenesis utama selama waktu-kehidupan individu.
Ada tiga jenis dentin :
1. Dentin primer
1. a. Dentin mantel
2. b. Dentin circumpulpal
3. Dentin sekunder
4. Dentin tersier primer
Dentin primer, dentin yang paling menonjol di gigi terletak antara email dan ruang pulpa. Dentin
primer memenuhi fungsi pembentukan ruang pulpa. Lapisan luar yang paling dekat dengan email
dikenal sebagai dentin mantel. Sedangkan di bawahnya terletak dentin circumpulpal.
1. Tahap kuncup
2. Tahap tudung
3. Tahap lonceng pengapuran tulang
4. Aposisi dan pengapuran email dan dentin
5. Mahkota desidui sdh lengkap dg pmbntukan
Email & gigi permanen brbeda saat lahir
1. Erupsi awal gigi desidui & mahkota gigi perma-
Nen hampir selesai terbentuk
1. Akar gigi desidui terlihat tanda2 resorbsi &gigi
Permanen ,pembentukan gigi telah selesai
1. Gigi permanen sedang erupsi
2. Pd gigi permanen trlihat tnda2 Diagram mengambarkan tahap perkembangan gigi
keausan. (Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC, 1996)
DEFINISI
1. Dentin Mantel
http://www.pua.edu.eg/Version2/Courses2/Dentistry%20Courses/2008/Spring/Sophomore/OB212/
Lectures/Histology%20of%20Dentin.pdf
Gmbr.Struktur dalam dentin
Dentin mantel adalah dentin yang terbentuk pertama kali didekat persimpangan dentinoenamel
junction . Dentin mantel merupakan lapisan pertama dentin yang mengapur, ditumpuk pada email,
dan merupakan sisi dentin pada pertemuan dentin email. Dentin mantle dibatasi oleh zona dentin
interglobular dan persimpangan dentinoenamel junction, yang berarti bahwa pertemuan mantle dentin
dan circumpulpal itu ditandai dgn adanya interglobular. Zona ini memiliki fibril tegak yang lurus ke
persimpangan dentinoenamel junction. Fibrills kolagen yang lebih besar daripada yang ada didalam
dentin circumpulpal. Sehingga terletak pada bagian luar atau sebagian besar perangkat dentin primer.
Dentin mantel dibentuk oleh odontoblas dan membentuk sebuah lapisan dengan tebal sekitar 150
mikrometer.
1. b. Circumpulpal dentin
A, Epithelial rests
B, Mantle dentin
C, Globular dentin
D, Circumpulpal dentin
http://210.44.214.13/lab/oral%20histology%20slides/chap01/01_21big.htm
Dentin primer yang mengelilingi pulpa disebut dentin circumpulpal. Dentin circumpulpal terletak
dibawah dentin mantel. Dentin ini membentuk sebagian besar gigi. Mengandung mineral sedikit lebih
banyak dari dentin mantel yaitu sebuah dentin termineralisasi yang membuat sebagian besar lapisan
dentin dan terbentuk setelah dentin mantel di keluarkan oleh odontoblas. Oleh karena itu circumpulpal
dentin mengandung serat kolagen yang lebih kecil dengan diameter (0,05 mikron) dan lebih dekat
terkumpul dibandingkan dengan dentin mantel. Circumpulpal dentin menunjukkan semua dentin
dibentuk sebelum lengkap.
Perbedaan dentin mantle dengan dentin circumpulpal :
Mantle dentin :
- Dentin mantle sedikit kurang mineral
- Serat kolagen berorientasi tegak lurus dengan DEJ.
- Banyak terdapat cabang tubulus di daerah ini.
- Mengalami mineralisasi di vesikel matriks.
- mantle dentin biasanya dekat dgn enamel sedangkan circumpulpal dekat dengan dentin pulpa.
Dentin circumpulpal :
- Dasar struktur dentin.
- Bentuk sebagian besar dari dentin
- Seragam dalam struktur kecuali pada daerah dentin interglobular
- Termasuk dentin interglobular dan sekunder.
http://www.google.co.id/imglanding?
q=mantle+dentin&hl=id&gbv=2&sout=0&biw=1366&bih=549&tbs=isch:1&tbnid=s1m6OIA52Y5R1M:
&imgrefurl=http://www.kck.usm.my/ppsg/histology/D_4_0.htm&imgurl=http://www.kck.usm.my/ppsg/
histology/d_4_0.jpg&ei=heJfTZC3HJGvrAfG0LSzAQ&zoom=0&w=309&h=40
Keterangan gambar :
A. Striae of Retzius
B. Reparative dentin (irregular secondary dentin)
C. Cementum
D. Mantle dentin
E. Circumpulpal dentin
Referensi
1. Louis l. Grossman ,Seymour Oliet Carlos E.Del Rio. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta : EGC,
1995
2. N. W. Johnson & D.F.G Poole. Medical Research Council Dental Research Unit, Dental School, Bristol
3. Walton, Richard, E. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta : EGC, 2008
4. Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC, 1996
Tulisan dari ‘my DENTIST diary’ KategoriPlat Ekspansi — BLOK XII “ORTHODONSI “
1 Vote
judul : Kasus Orthodonti
seorang wanita 11 tahun datang ke dokter gigi bersama orang tuanya dengan keluhan gigi tidak rapi.
pemeriksaan subyektif diketahui ayah pasien memiliki bentuk rahang yang sama dengan pasien.
pemeriksaan obyektif profil muka cekung, relasi molar pertama tonjol mesio bukal molar pertama
maksila bertemu tonjol distobukal molar pertama mandibula. perhitungan metode pont menunjukkan
adanya kontraksi derajat sedang atau medium pada maksila. metode Howes indeks interfossa canina
42%. perhitungan metode korkhaus menunjukkan retrusi insisivus maksila. pemeriksaan penunjang
sefalometri, diketahui SNA 80% dan SNB 81%. maka dokter gigi merencanakan perawatan pasien
dengan alat removable .
Learning issu :
1. pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial
2. perhitungan-perhitungan dalam diagnosis orthodonti
3. pemeriksaan sefalometri
4. rencana perawatan
Belajar Mandiri :
1. Pertumbuhan dan perkembangan dentokraniofasial
Definisi :
Pertumbuhan (growth) Adalah proses fisikokimia (biofisis) yang menyebabkan organisme menjadi
besar
Perkembangan (development) Adalah semua rentetan peristiwa (perubahan) yang berurutan dari
pembuahan sel telur sampai menjadi dewasa.
Maturasi (maturation) Berarti masak, kemantapan (stabilitas) dari tahap dewasa yang dihasilkan
oleh pertumbuhan dan perkembangan. Secara umum pola arah pertumbuhan dan
perkembangandentofacial adalah sama dengan organ tubuh yang lain yaitu ke arah depan
belakang, ke samping dan ke arah atas bawah, tergantung titik mana yang dipakai sebagai acuan
pengukuran.
POLA ARAH PERTUMBUHAN MUKA DAN KEPALA
Pertumbuhan muka dan kepala seseorang menuruti sebuah pola yang pada umumnya ditentukan oleh
ras, keluarga dan umur. Ras-ras yang ada, Kaukasoid, Mongoloid dan Negroid mempunyai pola wajah
yang berbeda-beda. Demikian juga dalam satu ras terdapat pola tertentu pada keluarga-keluarga.
Selain itu pola pada bayi berbeda dengan anak-anak ataupun dewasa. Pada umur-umur tertentu wajah
dan kepala mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda-beda. Baik ras maupun keluarga mempunyai
pola pertumbuhan yang dapat dibedakan pada kelompok umur.
Terdapat tiga bentuk umur fisiologis yaitu :
1. Berdasarkan pertumbuhan tulang (skeletal age)
2. Berdasarkan pertumbuhan gigi (dental age)
3. Berdasarkan perkembangan sistem fenetalia dengan sifat seksual sekunder.
Umur skeletal ditentukan dengan cara membuat gambaran radiografi daerah yang terdapat banyak
tulang-tulang dan discus epiphyseal seperti tulang pergelangan tangan. Gambar radiografi tulang
pergelangan tangan dari tiap-tiap
umur anak yang spesifik normal, dipakai sebagai standar untuk membandingkan kasus seseorang
yang diperiksa. Gambaran standar yang dipakai sebagai gambaran baku tersebut disebut indeks
karpal.
Umur dental ditentukan dengan dua cara :
a. Berdasarkan atas jumlah dan tipe elemen gigi yang kelihatan di mulut. Tidak hanya jumlah gigi saja,
tetapi dalam dunia binatang dan antropologi ragawi derajat pemakaian oklusal gigi dipakai juga untuk
menentukan umur gigi.
b. Umur dental ditentukan dengan membuat gambaran radiografi gigi desidui atau gigi permanen
mandibula, gigi maxilla biasanya tidak digunakan. Gambaran gigi-gigi mandibula ini ditentukan sampai
seberapa jauh tahap-tahap klasifikasi dan pembentukan akar gigi.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
A. Herediter (keturunan)
B. Lingkungan
1. Trauma
a. Trauma prenatal
b. Trauma postnatal
2. Agen fisis
a. Prematur ekstraksi gigi susu
b. Makanan
Kebiasaan buruk
a. Mengisap jempol dan mengisap jari
b. Menjulurkan lidah
c. Mengisap dan menggigit bibir
d. Posture
e. Menggigit kuku
f. Kebiasaan buruk lain
4. Penyakit
a. Penyakit sistemik
b. Penyakit endokrin
c. Penyakit-penyakit lokal
Penyakit periodontal
Tumor
Karies
• Premature loss gigi susu
• Gangguan urutan erupsi gigi permanen
Hilangnya gigi permanen
5. Malnutrisi
C. Gangguan perkembangan oleh sebab yang tidak diketahui
HERIDITER
Sudah lama diketahui bahwa faktor heriditer sebagai penyebab maloklusi. Kerusakan genetik mungkin
akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer
pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari,
tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen yang mana berperan dalam pemasakan muskulatur
orofasial.
KELAINAN DENTOFASIAL
Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan
sehingga rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan menutup. Definisi : Oklusi adalah hubungan
timbal balik permukaan gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah yang terjadi selama gerakan
mandibula sampai terjadi kontak maksimal.
KELAINAN DENTOFASIAL = DENTOFACIAL ANOMALI
1. Besar gigi dipengaruhi oleh ras dan keturunan
2. Bentuk gigi dipengaruhi :
Ras : Gigi incisivus pertama orang Afrika permukaan lingualnya lebih halus. Keturunan: Besar setelah
erupsi tidak berubah
3. Jumlah gigi : yang sering mengalami agenese adalah : M3, I2, P2, I1, P1
4. Posisi gigi: Inklisasi aksial, tonjol gigi yang rendah; tonjol gigi yang lebih tinggi, rotasi, hal ini akan
mempengaruhi bentuk lengkung gigi, aktivitas TMJ, fungsi otot perioral atau sekitar mulut.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan maloklusi :
1. Keturunan
2. Lingkungan
3. Fungsional
Maloklusi adalah hal yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal.
GOLONGAN MALOKLUSI :
1. Dental displasia
2. Skeleto Dental displasia
3. Skeletal displasia
1. Dental displasia :
• maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal
satu dengan lain.
• Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal
• Keseimbangan muka dan fungsi normal
• Perkembangan muka dan pola skeletal baik
Macam-macam kelainan : Misalnya : kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh karena prematur
loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besr, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi,
labioversi dan sebagainya.
2. Skeleto Dental displasia
Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi keadaan yang tidak normal pada hubungan
rahang atas terhadap rahang bawah, hubungan rahang terhadap kranium, fungsi otot dapat normal
atau tidak tergantung macam kelainan dan derajat keparahan kelainan tersebut.
3. Skeletal Displasia
Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal pada :
a. Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium.
b. Hubungan rahang atas dan rahang bawah
KLASIFIKASI MALOKLUSI
KLASIFIKASI ANGLE
Dasar : Hubungan mesiodistal yang normal antara gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah. Sebagai
kunci oklusi digunakan gigi M1 atas. Dasar pemilihan :
1. Merupakan gigi terbesar
2. Merupakan gigi permanen yang tumbuh dalam urutan pertama
3. Tidak mengganti gigi desidui
4. Bila pergeseran gigi M1 maka akan diikuti oleh pergeseran poros gigi lainnya.
5. Jarang mengalami anomali
1. Kelas I Angle = Neutro Oklusi
Jika mandibula dengan lengkung giginya dalam hubungan mesiodistal yang normal terhadap maksila.
Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian bukal (buccal groove) gigi M1 bawah.
b. Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C bawah dan tepi mesial P1 bawah.
Tonjol mesiolingual M1 atas beroklusi pada Fossa central M1 bawah.
2. Kelas II Angle = Disto oklusi
Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan mesiodistal yang lebih ke
distal terhadap maksila. Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol mesiobukal M1 bawah dan tepi
distal tonjol bukal gigi P2 bawah.
b. Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari tonjol mesiobukal gigi M1 bawah dan
tepi distal tonjol bukal P2 bawah.
c. Lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke distal
terhadap lengkung gigi di maksila sebanyak 1’2 lebar mesiodistal M1 atau selebar mesiodistal gigi P.
Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 :
a. Kelas II Angle Divisi 1 :
Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi
b. Kelas II Angle Divisi 2 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya tidak ke labial atau retrusi.
Disebut sub divisi bila kelas II hanya dijumpai satu sisi atau unilateral.
3. Kelas III Angle
Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke
mesial terhadap lengkung gigi di maksila. Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal gigi M1 bawah dan tepi
mesial tonjol mesial tonjol mesial gigi M2 bawah.
b. Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior pada relasi gigi anterior.
2. PERHITUNGAN-PERHITUNGAN DALAM PERAWATAN ORTODONTIK
Masing-masing periode metode perhitungan yang dilakukan berbeda.
1. Periode gigi susu
2. Periode gigi bercampur
≈ Metode Nance
≈ Metode Moyers
3. Periode gigi permanen
≈ Metode Pont
≈ Metode Korkhaus
≈ Metode Howes
≈ Metode Thompson & Brodie
≈ Metode Kesling
Analisis dan perhitungan-perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menyiapkan:
• Model studi
• Ronsen :
- Individual atau intraoral
Panoramic atau opique
- sefalometrik
• Tabel
• Rumus
• Alat ukur : sliding calipers (jangka sorong)
≈ METODE NANCE
1. Dikemukakan pada tahun 1934, di Pasadena, Kalifornia, Amerika.
2. Dasar : adanya hubungan antara jumlah mesiodistal gigi-gigi desidui dengan gigi pengganti
3. Tujuan : untuk mengetahui apakah gigi tetap yang akan tumbuh cukup tersedia/lebih/kurang ruang.
4. Gigi-gigi yang dipakai sebagai dasar : c m1 m2
Lee way space: selisih ruang antara ruang yang tersedia dan ruang yang digunakan. Masing-masing
sisi : RA : 0,9 mm RB : 1,7 mm Hal ini telah dibuktikan oleh G.V. BLACK dengan cara menghitung lebar
mesio distal dari: Gigi desidui RBc = 5,0 mm m dan gigi pengganti 3 4 5.
1 = 7,7 mm m2
+ 22,6 mm -Gigi permanen RB 3 = 6,9 mm 4 = 6,9 mm 5 = 7,1 mm = 9,9 mm
+ 20,9 mm Selisih satu sisi 22,6 – 20,9 = 1,7mm
Prosedur :
a. Persiapan
1. Model RA & RB
2. Ro foto regio III, IV, V
3. Alat : jangka sorong
b. Cara
1. Ukur mesiodistal c m1m2
RA-kanan, kiri RB-kanan, kiri Kemudian dijumlahkan. dari model atau langsung
2. Ukur jumlah mesiodistal 3 4 5 yang belum tumbuh dari ro foto di regio
III, IV, V –RA & RB kanan dan kiri. Kemudian dijumlahkan. Akurasi hasil ro foto perlu, supaya tidak
terjadi distorsi. Bila perlu dari masing-masing regio III, IV, V atau dibatasi tiap dua gigi satu ro foto.
Kemudian bandingkan hasil 1 & 2 Kemungkinan :
1. hasil 1=2 – cukup
2. hasil 1>2 – kelebihan
3. hasil 1<2 – kurang
Hubungan molar : – Satu bidang terminal edge to edge – Penyesuaian molar/Molar adjustment.
Leeway Space – RA = 0,9 mm
- RB =1,7 mm
- Neutro oklusi
ad.1 – perlu observasi
ad.2 – molar adjustment – pengaturan gigi anterior
ad.3 – observasi
Huckaba Cara untuk mengetahui akurasi lebar mesiodistal masing-masing gigi 3,4,5 digunakan: -
Rumus : (y)(x1
x = (y)
1) x= gigi tetap yang dicari y= besar gigi susu diukur dari model y1= besar gigi susu diukur dari
ronsen x1
≈ METODE MOYERS = besar gigi tetap diukur dari ronsen
1. Diperkenalkan oleh Moyers, Jenkins dan staf ortodonsia Universitas Michigan.
2. Pemakaian ronsen foto tidak mutlak diperlukan.
3. Keuntungannya:
a. Kesalahan sedikit dan ralat kecil diketahui dengan tepat.
b. Dapat dikerjakan dengan baik oleh ahli maupun bukan ahli.
c. Tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Tidak memerlukan alat khusus.
e. Dapat dikerjakan dalam mulut maupun pada studi model baik RA/RB
Dasar : adanya korelasi antara satu kelompok gigi dengan kelompok lain.
Jadi dengan mengukur jumlah lebar gigi dalam satu kelompok pada satu segmen dimungkinkan dapat
membuat suatu perkiraan yang tepat jumlah lebar gigi-gigi dari kelompok lain dalam mulut yang
sama.
5. Kelompok gigi yang dipakai sebagai pedoman: 21 12
- Alasan :
1. Merupakan gigi permanen yang tumbuh paling awal.
2. Mudah diukur dengan tepat baik intraoral/ekstraoral (model).
3. Ukurannya tidak bervariasi banyak dibanding RA.
Prosedur
a. Disiapkan:
• model RA & RB
• jangka sorong
• tabel kemungkinan RA, RB
b. RB: misal sisi kanan dulu
1. ukur lebar mesiodistal gigi 21 12
2. kemudian dijumlahkan
3. menentukan jumlah ruang yang diperlukan kalau gigi tersebut diatur dalam susunan yang baik.
Caranya:
- tetapkan dengan jangka sorong suatu jumlah ukuran yang besarnya sama dengan jumlah 1 2 kanan
- tempatkan satu ujung jangka sorong tadi pada midline antara 1 1 & ujung lain pada lengkung gigi
sebelah kanan. Ujung ini mungkin akan terletak pada regio III . Buat tanda titik dengan pensil,titik ini
merupakan distal gigi 2 setelah gigi 1 & 2 diatur. Ulangi step ini untuk sisi kiri.
jumlah ruang yang tersisa sesudah gigi 1 & 2 diatur sampai tepi mesial gigi 6 bawah. Ruang ini
merupakan ruang yang akan disediakan untuk gigi 3 4 5 atau 3 4 5 kelak jika erupsi. Catat besarnya.
5. Berapa perkiraan jumlah lebar 3 4 5 ?
Dapat dilihat pada tabel kemungkinan, caranya: secara klinis diambil nilai 75%.
6. Berapa jumlah ruang yang tertinggal?
Hasil ad.4 dibanding ad.5. Kemungkinan yang terjadi:
• tidak ada sisa ruang
• kurang ruang
• kelebihan ruang.
Prosedur untuk RA = RB
1. Siapkan model RA
2. Hitung jumlah mesiodistal gigi 1+2 kanan/kiri
3. Buat lengkung imajiner RA dengan overjet yang diinginkan
4. Letakkan 1+2 pada lengkung tersebut
5. Distal gigi 2 kanan / kiri dapat ditentukan letaknya pada gigi III kanan/kiri.
6. Ber i tanda
7. Cari ruang yang disediakan untuk 345 kanan/kiri
- dari tanda ad.6 sampai mesial gigi 6 (alat: jangka sorong)
8. Berapa ruang 345 yang seharusnya
9. Lihat tabel RA
- ingat pedoman 21 12
- bandingkan ad.7 dan ad.8
10. Kemungkinan hasil ?
Perbedaan:
1. Tabel kemungkinan dipakai RA
2. Overjet harus dipertimbangkan
METODE PONT
(DR.Pont, drg. Perancis, 1909)
• Dasar : dalam lengkung gigi (dental arch) dengan susunan gigi teratur terdapat hubungan antara
jumlah lebar mesiodistal keempat gigi insisivus atas dengan lebar lengkung inter premolar pertama
dan inter molar pertama.
• Susunan normal :
Ideal : -gigi -gigi yang lebar membutuhkan suatu lengkung yang lebar -gigi-gigi yang kecil
membutuhkan suatu lengkung yang kecil -ada keseimbangan antara besar gigi dengan lengkung gigi
• Tujuan : untuk mengetahui apakah suatu lengkung gigi dalam keadaan kontraksi atau distraksi atau
normal.
Kontraksi = kompresi = intraversion : sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih mendekati bidang
midsagital.
Distraksi = ekstraversion : sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih menjauhi bidang midsagital.
Derajat kontraksi/distraksi :
• Mild degree : hanya 5 mm
• Medium degree : antara 5-10 mm
• Extreem degree : >10 mm
Hubungan dirumuskan: 1. Untuk lengkung gigi yang normal jumlah lebar mesiodistal 4 insisivus atas
tetap kali 100, kemudian dibagi jarak transversal interpremolar pertama atas merupakan indeks
premolar. Indeks Premolar = 80
Indeks Premolar = Σ I x 100 Jarak P1 – P
Jarak P
1 = 80
1-P1
Indeks Molar = ΣI x 100 jarak M = ΣI x 100 80 Jumlah lebar mesiodistal 4 insisivus tetap atas kali 100,
kemudian dibagi jarak transversal intermolar pertama tetap atas merupakan indeks molar. Indeks
Molar = 64
1-M
Jarak M
1 = 64
1-M1
• diameter paling lebar dari masing-masing gigi insisivus = ΣI x 100 64 Pengukuran lebar mesiodistal I:
• alat: jangka sorong.
Pengukuran jarak inter P1 :
jarak antara tepi paling distal dari cekung mesial pada permukaan oklusal P
• sudut distobukal pada tonjol bukal P
1.
Pengukuran jarak inter M
1
1
• jarak antara cekung mesial pada permukaan oklusal M:
• titik tertinggi tonjol tengah pada tonjol bukal M
1
1
Menentukan jarak inter P1 & inter M1 :
1. Mengukur langsung dari model (yang sesungguhnya)
2. Dari perhitungan rumus (yang seharusnya)
3. Dari tabel Pont (sebagai bandingan).
Cara memakai tabel Pont :
1. Jumlahkan lebar mesiodistal 4 insisivus atas tetap, masing-masing diukur dengan jangka sorong
(dari model).
2. Cari ukuran tersebut dalam tabel.
Pada tabel terlihat bahwa, pada garis yang sama dalam kolom ke arah kanan menunjukkan jarak
antara premolar kanan dan kiri, sedangkan kolom selanjutnya dalam garis yang sama menunjukkan
jarak antara molar atas kanan dan kiri. Juga dapat ditentukan pada kolom selanjutnya jarak antara
insisivus dan premolar atas. Pont 1.Mixed dentition
6 V 4 III 2 1 1 2 III 4 V 6
6 V IV 3 2 1 1 2 3 IV V 6 2.Permanen
6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6
METODE KORKHAUS
Jarak insisivus tetap atas dan premolar adalah jarak pada garis sagital antara titik pertemuan insisivus
tetap sentral dan titik dimana garis sagital tersebut memotong garis transversal yang menghubungkan
premolar pertama atas pada palatum.
P1 P1
≈ METODE HOWES
(Ashley E. Howes, 1947) Dasar:
1. Ada hubungan lebar lengkung gigi dengan panjang perimeter lengkung gigi.
2. Ada hubungan basal arch dengan coronal arch.
- Keseimbangan basal arch dengan lebar mesiodistal gigi. 1. Bila gigi dipertahankan dalam lengkung
seharusnya lebar inter P1 sekurang-kurangnya = 43 % dari ukuran mesiodistal M1-M1.
• lebar inter P1: dari titik bagian dalam puncak tonjol bukal P1.
• ukuran lengkung gigi: distal M1 kanan – distal M1 kiri
Seharusnya lebar interfossa canina sekurang-kurangnya = 44% lebar mesiodistal gigi anterior sampai
molar kedua. Fossa canina terletak pada apeks premolar pertama.
METODE THOMPSON & BRODIE
• Menentukan lokasi (daerah) sebab-sebab terjadinya deep overbite.
• Deep overbite: suatu kelainan gigi dimana tutup menutup (over lapping) gigi-gigi depan atas bawah
sangat dalam menurut arah bidang vertikal.
• Normal overbite:
rata-rata tutup menutup = 1/3 panjang mahkota 1 . normalnya adalah = 2 – 4 mm
• Dapat terjadi pada ketiga klas maloklusi Angle: kelas I, II, III
• Keadaan ini sangat tidak menguntungkan untuk kesehatan di kemudian hari serta keawetan gigi
geligi tersebut.dan melihat bagaimana pengaruhnya pada gigi anak-anak.
Beberapa hubungan yang mungkin terjadi :
1. Deep overbite
2. Palatal bite / Closed bite
3. Shallow bite
4. Edge to edge bite
5. Cross bite = reversed bite
6. Open bite
Deep overbite dapat disebabkan:
1. Dental:
a. Supra oklusi gigi-gigi anterior.
b. Infra oklusi gigi-gigi posterior.
c. Kombinasi a dan b.
d. Inklinasi lingual gigi-gigi P dan M.
2. Skeletal:
Ramus mandibulae yang panjang
b. Sudut gonion yang tajam
c. Pertumbuhan procesus alveolaris yang berlebihan.
3. Kombinasi
• Pada keadaan normal dalam keadaan physiologic rest position (istirahat) proporsi muka pada ukuran
vertikal : Nasion ke Spina Nasalis Anterior (SNA) = 43% dari jumlah panjang Nasion ke Mentum
(Gnathion).
• Ukuran ini sangat penting untuk mengetahui prognosis dari deep overbite yaitu koreksinya ditujukan
pada elevasi (ekstrusi) gigi-gigi bukal dan atau depresi (intrusi) gigi-gigi anterior.
Analisis deep overbite dapat dipelajari dari:
1. Cetakan model gigi-gigi penderita
2. Foto profil penderita
3. Langsung dari penderita
4. Dengan sefalometri radiografik
1. Mempelajari model gigi-gigi penderita :
- Sempurna tidaknya kalsifikasi dilihat adanya benjolan yang tidak sempurna rata pada model, pada
palatum, prosesus alveolaris, dan lain-lain.
- Adanya benjolan berarti kalsifikasi tidak sempurna.
- Adanya gingiva tebal.
- Kurva Von Spee yang tajam.
2. Dari foto profil penderita
a. Jika Nasion – SNA > 43%, maka SNA ke Mentum lebih pendek, berarti ada infraklusi gigi-gigi
posterior.
b. Jika NA – SNA < 43% maka SNA ke Mentum lebih panjang, berarti ada supraoklusi gigi-gigi anterior.
3. Langsung dari penderita
Cara Thompson & Brodie:
a. Ambil sepotong stenz (wax) dilunakkan.
b. Letakkan stenz tersebut di atas permukaan oklusal P dan M salah satu rahang atau kanan dan kiri.
c. Penderita disuruh menggigit stenz sehingga kedudukan profil muka penderita pada keseimbangan:
NA – SNA = 43% NA – Mentum
d. Setelah stenz keras dilihat pada regio anteriornya:
• Jika deep overbite sama sekali hilang, sedang stenz masih tebal berarti ada infraoklusi gigi-gigi P &
M.
• Jika deep overbite masih, sedang stenz tergigit habis berarti adanya supraoklusi gigi-gigi anterior
• Jika deep overbite masih, sedang stenz masih ada ketebalan; hal ini berarti ada kombinasi keadaan
tersebut di atas.
4. Dari mempelajari sefalometri radiografik :
- Cara yang baik untuk menentukan deep overbite yang bersifat skeletal type, dimana akan terlihat:
a. Frankfurt Mandibulair Plane Angle kecil.
b. Panjang Ramus Mandibulae lebih panjang.
c. Sudut gonion tajam
d. Pertumbuhan ke arah vertikal dan bagian muka kurang.
Prognosa:
1. Dental baik.
2. Skeletal tidak menguntungkan.
3. Deep overbite karena kalsifikasi yang jelek dari alveolaris dan basal bone biasanya jelek.
METODE KESLING
Adalah suatu cara yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan atau menyusun suatu lengkung
gigi dari model aslinya dengan membelah atau memisahkan gigi-giginya, kemudian disusun kembali
pada basal archnya baik mandibula atau maksila dalam bentuk lengkung yang dikehendaki sesuai
posisi aksisnya. Cara ini berguna sebagai suatu pertolongan praktis yang dapat dipakai untuk
menentukan diagnosis, rencana perawatan maupun prognosis perawatan suatu kasus secara
individual.
• Karena cara ini mampu untuk mendiagnosis maka disebut : DIAGNOSTIC SET UP MODEL
• Karena model yang telah disusun kembali dalam lengkung gigi tersebut merupakan gambaran suatu
hasil perawatan maka disebut : PROGNOSIS SET UP MODEL
Prosedur:
1. Siapkan model kasus RA & RB.
2. Fiksasi pada okludator yang sesuai, dengan dibuat kedudukan basis dari model sejajar dengan
bidang oklusal (model RB).
3. Pemeriksaan Sefalometri
Sefalometrik adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap
bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial. Manfaat
sefalometri radiografik adalah:
a. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval waktu yang berbeda,
untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
b. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi
(seperti ketidak seimbangan struktur tulang muka).
c. Mempelajari tipe fasial. Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial.
Ada 2 hal penting yaitu :
(1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan
(2) relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus
atau cekung.
d. Merencanakan perawatan ortodontik.
Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan sefalometrik dapat diprakirakan
hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
e.Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.
Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah perawatan
ortodontik.
Analisis fungsional.
Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi kondilus pada sefalogram
yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat.
TEKNIK SEFALOMETRI RADIOGRAFIK
1. AlatAlat-alat dasar yang digunakan untuk menghasilkan suatu sefalogram terdiri dari sefalostat atau
sefalometer, tabung sinar tembus dan pemegang kaset beserta kaset yang berisi film dan layar
pengintensif (intensifying screen).
Pemegang kaset dapat diatur sedemikian rupa agar diperoleh gambar yang tajam. Layar pengintensif
digunakan untuk mengurangi jumlah penyinaran yang tidak diperlukan. Bagian dari sefalometer yang
diletakkan pada telinga (ear rod) dapat digerakkan sehingga mudah disesuaikan dengan lebar kepala
pasien. Tabung sinar harus dapat menghasilkan tegangan yang cukup tinggi (90 KvP) guna menembus
jaringan keras dan dapat menggambarkan dengan jelas jaringan keras dan lunak. Dikenal 2 macam
sefalometer, yaitu:
a. Broadbent-Bolton, digunakan 2 tabung sinar X dan 2 pemegang kaset, sehingga objek tidak perlu
bergerak atau berubah apabila akan dibuat penyinaran/proyeksi lateral atau antero-posterior.
b. Higley, terdiri dari 1 tabung sinar X, 1 pemegang kaset dan sefalometernya dapat berputar
sedemikian rupa sehingga objek dapat diatur dalam beberapa macam proyeksi yang diperlukan.
Sefalometer modern pada umumnya adalah jenis ini yaitu Rotating type.
2. Teknik pembuatan dan penapakan sefalogram
a. Teknik pembuatan sefalogram
• Proyeksi lateral atau profil
Proyeksi lateral dapat diambil pada subjek dengan oklusi sentrik , mulut terbuka atau istirahat. Kepala
subjek difiksir pada sefalometer, bidang sagital tengah terletak 60 inci atau 152,4 cm dari pusat sinar
X dan muka sebelah kiri dekat dengan film. Pusat berkas sinar X sejajar sumbu transmeatal (ear rod)
sefalometer. Jarak bidang sagital tengah-film 18 cm. FHP (Frankfurt Horizontal Plane) sejajar lantai,
subjek duduk tegak, kedua telinga setinggi ear rod.
• Proyeksi postero-anterior/frontal
Pada proyeksi postero-anterior tube diputar 90o
• Oblique sefalogram sehingga arah sinar X tegak lurus sumbu transmeatal.
Oblique sefalogram kanan dan kiri dibuat dengan sudut 45 dan 135 terhadap proyeksi lateral. Arah
sinar X dari belakang untuk menghindari superimposisi dari sisi mandibula yang satunya. FHP sejajar
lantai. Oblique sefalogram sering digunakan untuk analisis subjek pada periode gigi bercampur.
b. Teknik penapakan sefalogram Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil penapakan
sefalogram. Acetate matte tracing paper (kertas asetat) tebal 0,003 inci ukuran 8×10 inci dipakai
untuk penapakan sefalogram. Kertas asetat dilekatkan pada tepi atas sefalogram dengan Scotch tape
(agar dapat dibuka apabila diperlukan), kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope).
Penapakan sefalogram dianjurkan menggunakan pensil keras (4H) agar diperoleh garis-garis yang
cermat dan tipis.
Bagian-bagian yang perlu ditapak pada sefalogram lateral antara lain:
Bagian 1:
Profil jaringan lunak
• Kontur eksternal kranium
• Vertebra servikalis pertama dan kedua
Bagian 2:
• Kontur internal kranium
• Atap orbita
• Sella tursika atau fossa pituitari
• Ear rod
Bagian 3:
• Tulang nasal dan sutura frontonasalis
• Rigi infraorbital
• Fisura pterigomaksilaris
• Spina nasalis anterior
• Spina nasalis posterior
• Molar pertama atas dan insisivus sentralis atas
Bagian 4:
• Simfisis mandibula
• Tepi inferior mandibula
• Kondilus mandibula
• Mandibular notch dan prosesus koronoideus
• Molar pertama bawah dan insisivus sentralis bawah
KELEMAHAN SEFALOMETRIK
1. Kesalahan sefalometer Kesalahan sefalometer meliputi:
a. Kesalahan dalam pembuatan sefalogram. Kesalahan yang sering dilakukan yaitu posisi subjek tidak
benar, waktu penyinaran tidak cukup, penentuan jarak sagital-film tidak tepat. Kesalahan ini dapat
diatasi dengan pengalaman dan teknik pemotretan yang benar.
b. Pembesaran dan distorsi. Makin besar jarak sumber sinar X terhadap film maka semakin sejajar
arah sinar X sehingga distorsi dan pembesaran semakin kecil. Makin dekat jarak film terhadap objek
semakin kecil terjadi pembesaran. Hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan teknik pemotretan
yang benar.
2. Kesalahan penapakan dan metode yang digunakan
a. Kesalahan penapakan pada umumnya disebabkan karena kurang terlatih atau kurangnya
pengetahuan tentang anatomi atau referensi sefalometrik. Hal ini dapat diatasi dengan latihan-latihan
dan pengalaman.
b. Kesalahan metode yang digunakan pada umumnya karena pengukuran 3 dimensi menjadi 2
dimensi, kesalahan interpretasi perubahan akibat pertumbuhan dan perawatan.
4. Rencana perawatan
Menurut Andresen (1920), Aktivator adalah pesawat fungsional yang bersifat fisologis karena tidak
menggunakan atau menghasilkan kekuatan-kekuatan mekanis tetapi melanjutkan kekuatan fungsional
dari otot-otot di sekitar mulut ke tulang gigi-gegi dan alveolus, rahang dan persendian rahang.
Aktivator ada beberapa macam antara lain aktivator yang dibuat oleh Robin, Andresen, Harvold dan
Vargervik. Aktivator Robin dan Andresen pada dasarnya mempunyai efek dan fungsi yang sama,
mereka menekankan pada penutupan muskulus, Aktivator disebut juga pesawat dari Andresen.dan
Haupl atau pesawat dari Norwegia oleh karena ditemukan oleh Andresen dan Haupl dari Norwegia,.
Karena rahang atas dan rahang bawah bersatu disebut juga monoblok.
Sifat-sifat :
a. Fungsional fisiologis
Melanjutkan tekanan fungsional otot-otot lidah, bibir, muka, pengunyahan, yang memberi
rangsangan secara pasif terhadap gigi dan alveolus, jaringan periodontal, dan persendian rahang.
b. Fungsional Orthopedik
Perubahan yang dihasilkan sebagian besar terjadi pada tulang rahang dan persendian. Perubahan
disekitar gigi dan jaringan pendukung gigi terjadi secara masal.
c. Pasif
Tidak menghasilkan gaya secara aktif tetapi mengapung diantara gigi-gigi, yang secara pasif
meneruskan tekanan otot-otot muka dan pengunyahan
Menurut Andresen dkk, dengan merubah kedudukan mandibula ke anterior, akan menimbulkan suatu
refleks kontraksi otot-otot masseter, temporalis pterygoideus dan supra hyoideus. Rangsangan otot-
otot pengunyahan tersebut dilanjutkan oleh aktivator ke gigi, jaringan pendukung gigi, rahang dan
persendian rahang. Gerakan gigi dihasilkan oleh tarikan otot-otot pengunyah yang berusaha untuk
mengembalikan mandibula ke kedudukan istirahat.
PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA PEMAKAIAN AKTIVATOR
1. Perubahan dento alveolair, dalam arah
• Antero posterior
Terjadi pergeseran gigi-gigi posterior maupun anterior sehingga terjadi perubahan oklusi menjadi
relasi klas I Angle, dari Klas II Angle atau Klas III Angle Gigi-gigi bergerak ke arah ruangan pada pelat
yang sebelumnya telah dikurangi.
• Vertikal atau ekstrusi pada gigi-gigi posterior karena pelat sebelah oklusal gigi-gigi posterior maksila
dan mandibula telah dikurangi.
• Lateral atau ekspansi
Disini lengkung gigi bertambah lebar. Apabila penderita menggerakkan mandibula ke kiri, aktivator
akan menekan dinding maksila kiri dan dinding lingual mandibula sebelah kanan, demikian juga
sebaliknya hal ini berefek melebarkan tulang rahang.
• Intrusi gigi-gigi anterior RB apabila gigi-gigi tidak protrusi yang berlebihan.
2. Perubahan artikulasi rahang
Menurut Korkhaus (Tulley, 1972), terjadi perubahan condylus yaitu pada cartilago yang merupakan
pusat pertumbuhan mandibula. Terjadi rangsangan pertumbuhan pada condylus dan menggerakkan
mandibula secara bodily ke anterior
Penambahan pertumbuhan condylus adalah karena antara gigi-gigi posterior maksila dan mandibula
terdapat pelat Aktivator yang berjarak lebih besar dari jarak inter-oklusal.
KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN PEMAKAIAN AKTIVATOR
1. Tidak ada kerusakan jaringan alat pengunyahan
2. Tidak ada tekanan pertumbuhan normal dari arkus dentalis dan rahang dan tidak ada hambatan
pembetulan posisi suatu anomali
KERUGIAN-KERUGIAN PEMAKAIAN AKTIVATOR
1. Untuk pasien yang tidak kooperatif, perawatan tidak berhasil.
2. Hanya dapat digunakan pada kasus-kasus tertentu.
Contoh : pada kasus gigi berjejal berat tidak dapat digunakan.
BAGIAN-BAGIAN AKTIVATOR :
a. Plat dasar
b. Plat oklusal
Pada RA menutupi permukaan oklusal gigi-gigi posterior sebatas fissura dan incisal gigi-gigi anterior.
Pada RB menutupi seluruh permukaan oklusal gigi-gigi posterior dan incisal gigi-gigi anterior.
c. Guide wire
Lengkung Labial pada Aktivator disebut juga Guide Wire ada 3 macam:
1) Maxillary Guide Wire
2) Mandibulary Guide Wire
3) Intermaxillary Guide Wire
Pemakaian macam Guide Wire tergantung dari tujuan perawatan, misalnya Untuk Maloklusi Angle Klas
I : Maxillary Guide wire atau Mandibulary Guide Wire atau keduanya, sedangkan Maloklusi Angle Klas II
: Maxillary Guide Wire atau Maxillary Guide wire dengan Mandibulary Guide wire; Maloklusi Angle Klas
III : Intermaxillary Guide wire atau Mandibullary Guide Wire. Basis Guide wire terletak pada daerah
embrasure antara C dan P1
LAMA PEMAKAIAN AKTIVATOR :
RA, ditengah-tengah plat oklusal, dengan tujuan tidak mengganggu pengurangan plat pada waktu
penyesuaian atau pengurangan Aktivator.
Menurut Schwartz dan Groutzinger (1966), pemakaian aktivator pada maloklusi klas II divisi 1 adalah 2
– 2 ½ tahun, dipakai terus menerus pada malam hari (minimal 7 jam/hari) dan dilanjutkan pemakaian
retainer aktivator selama 1 tahun.
PROSEDUR PEMBUATAN AKTIVATOR
1. Pembuatan Gigitan kerja
2. Fiksasi articulator untuk pembuatan Aktivator khusus yaitu Tripoid.
3. Pembuatan Guide Wire
4. Pembuatan model malam
a. Plat dasar Rahang Atas
b. Plat dasar Rahang Bawah
c. Tanam Guide Wire
d. Plat dasar Rahang Atas dan Rahang Bawah disatukan.
5. Try-in
6. Inbed dalam cuvet
7. Pengisian Akrilik
8. Insersi
E K S P A N S I
Dalam melakukan perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur
gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam lengkung yang
baik.
Tergantung pada jumlah kekurangan ruang yang diperlukan untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi
tersebut, dapat dilakukan :
1. Grinding/ slicing/ stripping pada gigi-gigi anterior
2. Melebarkan ( ekspansi ) perimeter lengkung gigi
3. Kombinasi antara ekspansi lengkung gigi dan grinding gigi-gigi anterior
4. Pencabutan satu atau beberapa gigi.
Pelebaran dengan alat ekspansi dapat dilakukan secara ortodontik ( pelebaran lengkung gigi ) maupun
ortopedik ( pelebaran lengkung basal ).
Pelebaran lengkung gigi sangat efektif dilakukan pada periode gigi bercampur, waktu sutura palatina
belum menutup dan pertumbuhan pasien masih aktif sehingga selain lengkung gigi ( lengkung koronal
) melebar, maka lengkung basal juga mengalami pelebaran. Pada periode gigi permanen hanya dapat
dilakukan perubahan inklinasi gigi saja, yaitu melebarkan lengkung gigi tanpa diikuti pelebaran
lengkung basal..
Macam alat ekspansi
a. Berdasarkan cara pemakaiannya alat ekspansi dapat bersifat:
1. Fixed/ cekat, misalnya RME ( Rapid Maxillary Expansion )
2. Semi cekat, misalnya Quad Helix.
3. Removable/ lepasan, misalnya plat ekspansi
b. Berdasarkan pergerakan/ reaksi jaringan yang dihasilkan :
1. Alat ekspansi yang menghasilkan gerakan ortodontik , misalnya : plat ekspansi
Alat ekspansi yang menghasilkan gerakan ortopedik, misalnya RME.
RAPID MAXILLARY EXPANSION
Alat ini bersifat cekat, menghasilkan pelebaran arah lateral, paralel dan simetris, digunakan untuk
melakukan pelebaran lengkung basal pada periode gigi bercampur. RME terdiri dari cincin stainless
yang disemenkan pada gigi-gigi molar satu desidui atau premolar satu dan gigi molar satu permanen
kanan dan kiri, dihubungkan dengan sekrup ekspansi yang mempunyai daya pelebaran yang besar.
Dengan alat ini terjadi pelebaran sutura palatina mediana ke arah lateral dan lengkung gigi bergerak
secara bodily.
Indikasi perawatan dengan ekspansi
1. Gigitan silang anterior ( anterior crossbite )
2. Gigitan silang posterior ( posterior crossbite ) bilateral atau unilateral
3. Lengkung gigi atau lengkung basal yang sempit yang disebabkan pertumbuhan ke arah lateral
kurang
4. Adanya “ space loss “, sebagai akibat pergeseran gigi molar permanen ke mesial pada pencabutan
gigi desidui terlalu awal ( premature loss )
5. Adanya gigi depan berjejal yang ringan, dengan diskrepansi lengkung gigi 4 – 6 mm.
QUAD HELIX
Alat ini bersifat semi cekat, dapat menghasilkan gerakan paralel simetris atau asimetris maupun
gerakan non paralel simetris atau asimetris, tergantung kebutuhan. Semi cakat, karena sebagian
dapat dilepas untuk diaktifkan ( bagian ekspansif yang terbuat dari kawat stainless steel diameter 0,9
mm ) dan cincin yang dipasang cekat dengan semen pada kedua gigi molar pertama. Pelebaran
lengkung gigi diperoleh dengan cara mengaktifkan coil, lengan helix ataupun palatal bar, tergantung
arah pelebaran yang diharapkan.
PLAT EKSPANSI
Plat ekspansi merupakan alat ortodontik lepasan yang sering digunakan pada kasus gigi depan berjejal
yang ringan. Kekurangan ruang guna mengatur gigi-gigi tersebut diperoleh dengan menambah
perimeter lengkung gigi menggunakan plat ekspansi. Pada pasien dewasa, pelebaran yang dihasilkan
merupakan gerakan ortodontik, yaitu hanya melebarkan lengkung gigi dengan cara tipping, merubah
inklinasi gigi.
Sifat plat ekspansi
1. Lepasan atau removable : alat bisa dipasang dan dilepas oleh pasien
2. Aktif : mempunyai sumber kekuatan untuk menngerakkan gigi, yaitu sekrup ekspansi atau coffin
spring, atau pir-pir penolong ( auxilliary spring ).
3. Mekanis : merubah posisi gigi secara mekanis
4. Stabilitas tinggi : alat tidak mudah lepas, karena retensi yang diperoleh dari Adams clasp atau
Arrowhead clasp serta verkeilung dari plat dasar yang menempel pada permukaan lingual atau
palatinal gigi.
Elemen-elemen plat ekspansi
Plat ekspansi terdiri dari :
1. Plat dasar akrilik
2. Klamer yang mempunyai daya retensi tinggi, misalnya Adam’s clasp atau Arrowhead clasp.
3. Elemen ekspansif, dapat berupa sekrup ekspansi maupun coffin spring
4. Busur labial ( labial arch )
5. Kadang dilengkapi juga dengan spur atau taji, tie-bar dan pir-pir penolong ( auxilliary spring ).
Macam – macam plat ekspansi A. Ekspansi arah lateral
1. Paralel :
a. simetris
b. asimetris
2. Non paralel ( radial ) :
a. simetris
b. asimetris
B. Ekspansi arah antero-posterior ( Schwartz plate )
1. Pergerakan ke distal gigi-gigi posterior
2. Pergerakan ke labial atau proklinasi gigi-gigi anterior
Untuk plat ekspansi rahang bawah yang paralel dan simetris, sekrup diletakkan di garis tengah
sebelah lingual gigi-gigi anterior.Sumbu panjang sekrup paralel dengan bidang oklusal dan tegak lurus
terhadap garis tengah. Plat tidak boleh terlalu tebal dan dalam karena dapat mengganggu gerakan
lidah yang dapat mengurangi stabilitas alat. Retensi diperoleh dengan pemasangan Adams clasp pada
gigi-gigi premolar dan molar bawah..
telah diterangkan dimuka bahwa plat ekspansi sangat efektif digunakan untuk perawatan pada
periode gigi bercampur karena pertumbuhan tulang masih aktif, sehingga selain dapat dilakukan
pelebaran lengkung gigi juga dapat terjadi pelebaran tulang basal. Pada pasien dewasa hanya terjadi
pelebaran pada coronal arch ( leng-kung gigi ) tanpa diikuti oleh pelebaran lengkung basal.
Untuk melakukan ekspansi pada pasien dewasa perlu diperhatikan beberapa hal antara lain: Jika
menurut perhitungan metode Pont didapatkan pertumbuhan lengkung gigi tidak mencapai normal
( istilah umum : kontraksi ).
a. Jika indeks Howes menujukkan :
- inter tonjol P1
- inter fossa canina antara 37% – 44%. antara 36% – 43%
Jadi jarak interfossa lebih besar dari jarak intertonjol bukal P1. Secara klinis atau pada model studi
terlihat inklinasi gigi P1
b. Jika terdapat diharmoni rahang, yaitu dalam keadaan oklusi menunjukkan adanya penyempitan
salah satu rahang dibandingkan dengan lengkung gigi antagonisnya. condong ke palatinal ( conver-
gen ).
3. Perawatan ortodontik dengan melebarkan lengkung gigi/ rahang menggunakan alat ekspansi harus
dilakukan over expansion untuk mengatasi relaps yang mungkin terjadi. Hal ini disebabkan tertariknya
serabut-serabut periodontal yang sangat elastis sewaktu dilebarkan, serabut-serabut tersebut akan
mengkerut kembali sehigga kemungkinan terjadinya relaps sangat besar.
Mei 5, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary
Laporan Tutorial : Hukum Dan Etika Kedokteran
1 Vote
1.Latar Belakang
Andi pergi ke drg. Aziz untuk mencabut gigi geraham belakangnya. Karena saat mencabut lama dan
sakit sekali, setibahnya dirumah Andi bercemin untuk melihat bekas pencabutan gigi
tersebut.Ternyata gigi yang dicabut bukan gigi gerahamnya. Merasa kesal dan dirugikan Andi
menuliskan pengalamannya di surat pembaca sebuah surat kabar. Andi juga mendatangi PDGI untuk
melaporkan drg. Aziz.Saat ini drg. Aziz sedang mengurus perpanjangan surat izin prakteknya yang
telah habis.
2.Batasan Topik
Adapun yang menjadi batasan topik pada diskusi kelompok Modul A Pemicu II ini, yaitu meliputi :
1. Pengertian PDGI
2. Tugas dan Wewenang PDGI
3. Fungsi surat izin praktek ( SIP )
4. Cara mendapatkan dan memperpanjang surat izin praktek ( SIP )
5. Tindakan PDGI dalam menindak lanjuti kasus
6. Mengapa msyarakat dapat melaporkan dokter ke PDGI
7. Pelanggaran beserta saksi dalam kedokteran
8. Profesi kedokteran
9. Standar Profesi kedokteran Dan Hukum kedokteran
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian PDGI
• PDGI ( Persatuan Dokter Gigi Inonesia )
Merupakan satu-satunya Organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI didirikan
pada tanggal 22 Januari 1950 di Hotel Savoy Homannbandung dan kini telah berusia lebih dari 50
tahun. Pengurus Besar PDGI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan saat ini
memiliki 14 Pengurus Wilayah dan 188 pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota, Jumlah dokter gigi
yang terdata sampai februari tahun 2009 mencapai kurang lebih 19 juta.
Adapun Jaringan PDGI di tingkat Internasional, Yaitu :
a. APDF/APRO (Asian Pacific Dental Federation/Asian Pacific regional Organization)
b. FDI (Federation dentaire Internationale)-Organisasi Dokter Gigi se-dunia
Sedangkan Tujuan PDGI :
• Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa dan negara.
• Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan umum dalam rangka menunjang
kesejahteraan rakyat Indonesia
• Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang seluas-luasnya
2.Tugas dan Wewenang PDGI
Wewenang PDGI Wilayah :
•Membina dan mengadakan hubungan dengan semua aparat pemerintah,organisasi profesi yang ada
khususnya yang berkaitan dengan pengembangkan kebijakan dalam program-program kesehatan
yang mempunyai tujuan yang sama.
•Melaksanakan keputusan kongres,rakernas,rakerwil dan bertanggung jawab pada rapat umum
anggota wilayah dan pengurus besar.
•Memberikan mandat kepada peserta utusan kongres
•Memberikan laporan kepada pengurus besar tentang hasil yang dilakukan minimal 1 x dalam setahun
•Membangun kapasitasi sebagai Organisasi yang profesional
•Menggalang seluruh kesatuan anggota dalam menjalankan program PDGI.
•Melakukan Pembinaan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi
PDGI berada dibawah naungan KKI yang memiliki tugas dan wewenang tentang :
Tugasnya :
a. Melakukan registrasi dokter/dokter gigi mengesahkan standar pendidikan dokter/dokter gigi
b. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilakukan bersama
lembaga terkait sesuai fungsinya masing-masing
Wewenangnya :
a. Menyetujui/Menolak surat tanda registrasi dokter/dokter gigi
b. Menerbitkan/mencabut surat tanda registrasi dokter/dokter gigi
3. Fungsi Surat Izin Praktek ( SIP )
SIP adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter/dokter gigi yang akan menjalankan
praktek kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
UU dalam praktek kedokteran dalam beberapa pasalnya mengatur tentang kewajiban-kewajiban
administrasi yang harus dipenuhi oleh setiap dokter/dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek
kedokteran Indonesia.
Fungsinya :
• Sebagai salah satu persyaratan/bukti seorang dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktek
• Sebagai bukti bahwa praktek yang dilaksanakan bersifat legal
• Sebagai kekuatan hukum apabila terjadi kasus yang tidak diinginkan
• Untuk menyatakan batasan wilayah dimana seorang dokter tersebut bertugas
• Untuk mengetahui berkompetens seorang dokter dan dokter gigi dalam pelayanan medis
• Agar dokter dan dokter gigi dapat mengamalkan praktek dan pengetahuan ilmu kedokterannya
untuk kepentingan masyarakat secara resmi
Kewajiban administrasi tersebut antara lain ;
• Kewajiban memiliki surat tanda registrasi (STP) dan surat izin praktek (SIP) dokter/dokter gigi
• Kewajiban memiliki SIP diatur dalam pasal 36 bunyinya ;
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktek kedokteran di Indonesia wajib memiliki Surat
Izin Praktek
Sedangkan menurut Permenkes No.512/menkes/per/IV/2007 mengenai izin praktek dan pelaksaan
praktek kedokteran,
Bab 2 pasal2 ayat (2) untuk memperoleh SIP,dokter dan dokter gigi yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan kepada kepala Dinkes Kab/Kota tempat praktek kedokteran yang
dilaksanakan dengan melampirkan :
• Fotocopy surat tanda registrasi dokter/dokter gigi yang diterbitkan dan dilegalisir asli oleh KKI yang
berlaku
• Sure pernyataan mempunyai tempat praktek/surat ketermagangan dari sarana pelayanan kesehatan
sebagai tempat praktiknya
• Surat rekomendasi dari organisasi profesi,sesuai tempat praktek
• Pasfoto berwarna ukuran 4×6 sebanyak 3 lembar dan 3×4 sebanyak 2 lembar.
4.Cara Mendapatkan dan Memperpanjang SIP
Cara Mendapatkan SIP sesuai dengan pasal 7 ayat (3),SIP diberikan oleh menteri/pejabat yang ditunjuk
setelah memenuhi persyaratan.
SIP diberikan oleh menteri/pejabat setelah memenuhi syarat :
• Memiliki STR
• Memiliki tempat praktek
• Memiliki rekomendasi organisasi profesi
• Memiliki surat penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
• Memiliki surat penugasan/keputusan penempatan yang dikeluarkan oleh
depkes/depdikbud/dephankam dalam rangka pelaksanaan masa bakti
• Memiliki kemampuan Jasmani dan rohani untuk menjalankan pekerjaan doktet dan dokter gigi
• Hanya diberikan paling banyak 3 tempat
• Satu SIP hanya berlaku untuk 1 tempat praktek
• SIP diberikan dengan memperhatikan asas pemerataan pelayanan kesehatan,penyebaran dokter dan
dokter gigi
Cara memperpanjang SIP :
Dengan berlakunya UUPK NO. 29 tahun 2004 yang mewajibkan dokter mengumpulkan angka keredit
(SKP), bila ingin memperpanjang STR dokter harus mengikiti acara ilmiah dengan tekun, SKP dan STR
adalah syarat perpanjangan SIP.
• seorang dokter wajib mengikuti min 15 x seminar setara dengan 30 SKP
• SIP berlaku selama 5 tahun disertai rekomendasi IDI dan diberikan 3 tempat praktek
• Pembaruan SIP tiap 5 tahun mengikuti standar Internasional
5.Tindakan PDGI Dalam Menindak Lanjuti Kasus
Apabila seseorang mengetahui atau merasa dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dalam
menjalankan praktek kedokteran maka orang tersebut bisa melaporkan masalahnya ke PGDI.
Selanjutnya PDGI akan melanjutkan pelaporan tersebut ke MKEKG.
Pelaporan ke MKEKG berupa laporan tertulis (Identitas pelapor/ pasien, nama dan tempat
praktek,waktu,tindakan dilakukan atas tindakan pengaduan dan kronologis, pernyataan tentang
kebenaran pengaduan)
MKEKG membutuhkan identitas pelapor untuk mendapatkan info yang cukup,untuk melakukan
investigasi dan untuk melakukan pemeriksaan oleh majelis.
Setelah itu pengaduan akan ditanda tangani oleh majelis pemeriksa awal, pemeriksa awal oleh MPA
untuk menentukan kewenangan MKEKG terhadap pengaduan tersebut.
Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh majelis pemeriksa disiplin (MPD) => Pemeriksaan
proses pembuktian.
Jika dokter gigi teradu dinyatakan melanggar disiplin kedokteran gigi, maka sanksi disiplin dalam
keputusan MKEKG dapat berupa :
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan di Instansi kedokteran gigi
6. Mengapa Masyarakat Dapat Melaporkan Dokter ke PDGI
Pertama PDGI melaporkan masalah tersebut ke MKEKG,MKEKG yang mempunyai wewenang dalam
mengatasi masalah karena Sesuai dengan UU RI No. 29 tahun 2004,pengaduan pasal 66 ayat 1 :
Setiap orang yang mengetahui kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigidalam
menjalankan praktek kedokteran dapat mengadukan secara tertulis pada ketua MKDKI yang
keputusannya akan diambil oleh MKDKI mengangkat dokter dan dokter gigi dan KKI dan bisa
dikenakan ketentuan pidana sesuai pasal 75 ayat 1 :
Setiap dokter/dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokterantanpa memiliki STR
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dipidana penjara paling lama 3 tahun/didenda paling
banyak 100 juta
Dalam pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. Identitas pengaduan pasien
b. Nama dan alamat tempat praktek dokter/dokter gigi
c. Waktu tindakan dilakukan
d. Alasan pengaduan
e. Alat bukti bila ada
f. Pernyataan tentang benar pengaduan
Adapun Tugas MKEKG adalah :
Mengirim pengaduan,memeriksa,memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter/dokter gigi yang
diajukan
Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
7.Pelanggaran Beserta Sanksi Dalam Kedokteran
Pasal 32 : Sanksi dilaksanakan oleh pengurus PDGI sesuai keputusan MKEKG
3 sanksi berupa :
1.Peringatan lisan berlaku paling lama 6 bulan
2.Peringatan tertulis paling lama 6 bulan
3.Penekanan rekomendasi PDGI untuk mendapatkan SIP paling lama 12 bulan
Bentuk Sanksi pelanggaran :
1.Teguran/tuntutan secara lisan/tulisan berlaku paling lama 6 bulan
2.Penundaan kenaikan gaji/pangkat
3.Penurunan gaji/pangkat setingkat lebih rendah
4.Dicabut izin praktek dikantor sementara/selama-lamanya
5.Pada kasus pelanggaran etikolegal (pelayanan dibawah standar,pelecehan dll), diberikan hukuman
sesuai peraturan kepegawaianyang berlaku dan diproses ke pengadilan
6.Kewajiban mengikuti pendidikan/pelatihan di Institusi pendidikan/kedokteran/dokter gigi
•Setiap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa memiliki
STR dan SIP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda banyak seratus juta
•Ancaman pidana terhadap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja menyelenggarakan praktek
kedokteran tanpa memasang papan nama praktek dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
tahun atau denda paling banyak 50 Juta
•Ancaman pidana terhadap dokter dan dokter gigi dengan sengaja tidak membuat rekaman medis
diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 50 juta
Sanksi PDGI :
-KOmisi kehormatan disiplin kedokteran gigi
-KKI
-Sanksi
Berupa : 1. Administratif
2. Hak Regresi
3. Perdata/ Pidana
(UU praktek kedokteran gigi No.29 tahun 2004)
Penegak Hukum :
- Perdata : KUH perdata 1365,1366,1371
- Pidana : KUHP 359
8.Profesi Kedokteran
Adapun definisi awal profesi, Yaitu :
Profesi Merupakan
•Kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan
keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia
Pemakaian keterampilan dengan cara yang benar dan keahlian yang tinggi
•Hanya dapat dicapai melalui penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup luas,mencakup sifat
manusia,kecendrungan sejarah dan lingkungan hidupnya
•serta,Disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang
profesi
Profesi memiliki 3 ciri Utama :
1.Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ektensif sebelum memasuki sebuah profesi
2.Pelatihan tersebut meliputi komponen Intelektual yang signifikan
3.Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat
3 ciri tambahan Profesi :
1.Ada proses lisensi atau sertifikat
2.Ada Organisasi
3.Ada Otonomi dalam pekerjaannya
Profesi Kedokteran dan Dokter gigi :
Suatu pekerjaan/profesi kedokteran dan dokter gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu ke
Ilmuwan,kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang diperolehnya dimasa pendidikan guna
pekerjaannya menyediakan atau memberikan pelayanan kepada masayarakat.
9.Standar Profesi kedokteran dan Hukum Kedokteran
Standar Profesi kedokteran dan Dokter Gigi, Yaitu :
1.Ketelitian
2.Sesuai ukuran medic
3.Kemampuan rata-rata
4.Sikon yang sama
5.Sarana upaya
Adapun Standar Umum profesi kedokteran dan dokter gigi, Yakni :
Mempunyai sikap dan perilaku Insani pancasarjana dan menjujung tinggi etika kedokteran Indonesia
Mempunyai kompetensi untuk memberikan pelayanan dan memimpin Lab. Klinik secara professional
Mampu mengembnagngkan Ilmu pengetahuan dan keterampilan
Mampu mengembnagkan pengetahuan,keterampilan dalam memimpin Lab.Klinik secara mandiri
sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat
Memiliki pengetahuam,keterampilan,sikap prosfesional dalam mendidik dan melaksanakan penelitian
maupun apresiasi atas
hasil penelitian
Hukum : Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup,tata tertib dalalm masyarakat dan harus ditaati Juga merupakan batasan-
batasan bertindak bagi seorang dokter atau dokter gigi. Hukum disusun oleh badan pemerintah,
bebentuk undang-undang, berlaku untuk umum, bentuk sanksi berupa tuntutan, bukti pelanggaran
perlu bukti fisik, dan diselesaikan di pengadilan.
Hukum Kedokteran merupakan bagian dari Hukum Kesehatan yaitu menyangkut asuhan pelayanan
kedokteran yang berisikan tentang aturan-aturan pelayanan kesehatan dan saksi untuk
pelanggarannya.
BAB III
PENUTUP
Rangkuman
•Jadi Pelanggaran yang terjadi dalam kasus Ini karena kurangnya standar profesi kedokteran/dokter
gigi yang berupa :
1.Ketelitian
2.Sesuai ukuran medic
3.Kemampuan rata-rata
4.Sikon yang sama
5.Sarana upaya
•Sintesa
Segala bentuk tindakan maupun pelanggaran dalam bidang hukum dan profesi kedokteran harus
diselesaikan melalui prosedur etik dan hukum kedokteran yang berlaku agar tidak merugikan berbagai
pihak.
REFERENSI
• http://www.google.com
• http://Ippm-aceh.org
• http://www.inam.org/v4/download.php
• Artikel dalam Internasional Enclopedia pf Education
• hukum kedokteran.2009.www.google.com.
• Standar profesi kedokteran.pdf
Mei 3, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary, Uncategorized
Tentang Dunia Perkuliahanku :)
Rate This
Tentang hari ini ..
Saya rasa bukan namanya anak kedokteran Gigi jika setiap harinya,,setiap waktunya tidak di hantui
dengan tugas—praktikum—tutorial ..—“
Yang kalo lagi praktikum ..bawaannya sudah kayak anak jualan gorengan pke box segala ,,kalo liat
isinya kayak tukang amplas, tukang semen deh –_–
Hari ini sesuai jadwal yang ada ..tutorial DK2 di layo lagi lagi hoaammm –___– capek juga lama-lama
hidup nomaden layo-palembang-layo ..
Kemaren waktu DK1 fasilitatornya bilang sih minggu depan tepatnya hari ini fasilitator akan digantikan
sama dokter yang paling manisss yang mampu buat teman cwe kampus ku klepek-klepek karena
kebaikannya ..dan wajahnya yang kayak gula arennn ituu lho u,u..jadinya saya agak santaian dikitlah
buat nulis logbook yang seabrek itu –___–..tapi entah karena ikut-ikutan cuaca yang dari pagi sudah
hujan ajee ,,ternyata bukan dokter gula aren itu yang menjadi fasilitator kami ..oo *musibah bagi
nasib logbook saya yang tak ada tempelan gambaran berwarna sedikitpun
Lalu spontan Langsung ekspresi wajah berubah waktu tau yang gantiin itu dokter cantik yang maunya
pke bahasa Indonesia formal kalo ngomng ..baik sih dokternya ga banyak macem tapii spontan yang
tadinya kelompok C nyantai jadi dibuat sedikit tegang…dokternya pke pasang muka badmood gthu
juga ..-___-
It’s my problem kalo dari awal udah niatnya santai ,,feel nya udah males-malesan ..satu per satu
bahasan Learning Issue udah di bahas teman-teman dengan di ketuai oleh Lina (anaknya pendiam,
baek banget ,,pokoknya wanita idaman lah ,,apalagi suaranya lembut ditambah anaknya sholeha
*sekalian mau publish hhi )..back to my problem ..AKU MAU NGOMONG APAA teman-teman ???
Sambil lirik-lirikan sama wajah badmoodnya dokter itu..saya mulai baca-baca lagi apa yang telah saya
tulis dari jam 21-00 sampe jam 00-00..sudah tau lah tulisan gak tau mirip cacing jenis apa
lagi ..ditambah gak ngertiii sama bahannyaa T___T..
*al hasil dari toleh menoleh sama teman yang lain ..aku akhirnya bahas masalah tumbuh kembang
dentokraniofasial ..hhaha – yang aku taunya Cuma kalo dentokraniofasial itu berarti kan struktur
anatomis dimana dibagi aja jadi tiga istilah nya –dento-kranio-fasial –nah bearti hubungan antara gigi
geligi dengan rahang dan profil wajah ..nah dari gigi itu akan mempengaruhi bentuk wajah kita ..
Trus bahas dari kasusnya juga yang bilang kalo ni remaja 15tahun giginya berlebih ya jadi namanya
supernumerary ..done itu aja yang aku bahas hahha
Selesai bahas ..mulai timbul bosan,,males dengarin penjelasan lain hha ..emang dasar aku nya yang
gak mau lagi denger udah gak nyangkut tuh bahan di otakku ..
Saya salut sama teman-teman yang mau bnyak kasih tambahan bahan ..mereka rajin sekaliii aaa..aku
akuu akuu kpan yaa ?? haha
Seakan sadar dari lamunan itu ..tau-tau sudah sintesa aja nih ..itu artinya udah selesai tutorial kali
ini ..Alhamdulillah
Nah ini nih habis tutorial terbitlah laperr … oOOO
April 22, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary
Makalah Ilmiah Oral Biologi
Rate This
PERANAN SEL LAGERHANS ORAL MUKOSA IMMUNOPATOGENESIS pada PENYAKIT PERIODONTAL
ABSTRAK
Oral Mukosa sangat berperan pada kesehatan di dalam rongga mulut karena pada keadaan
normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme.4 Daerah di dalam rongga
mulut pertemuan antara gingival dan gigi merupakan tempat yang sedikit rawan untuk perlekatan
mikroorganisme. Namun daerah ini mempunyai perlekatan epitel ke gigi yang baik sehingga pada
keadaan normal mikroorganisme tidak akan dapat masuk kedalam membran periodontal. Rongga
mulut merupakan jalan keluar masuk utamanya mikroorganisme, oleh karena itu sangat banyak faktor
yang terlibat dalam proses imun terhadap mikroorganisme yang pathogen. Lebih dari 300 spesies
bakteri dapat ditemukan sebagai mikrobiota di daerah subgingiva, dan hanya beberapa spesies yang
telah diketahui terlibat dalam proses inisiasi dan progresifitas penyakit periodontal [21]. Porphyromonas
gingivalis, Treponema denticola dan Bacteroidesforsythus merupakan bakteri periodontopathogen
yang sangat agresif. Infeksi bakteri periodontophatogen inilah yang dapat memicu sekresi
peningkatan inflamatory sitokin5, yang akan memicu timbulnya proses keradangan atau inflamatory.
Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal, diduga sitokin dan sel
langerhans ikut berperan dalam perubahan patologik periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan
gingival dan crevicular fluid, dan kadarnya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga terjadi
peningkatan fibroblast prokolagen, Prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi tulang. Il-2 yang
menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam jaringan periodontal pada kondisi
periodontitis. Hasil akhir dari metabolisme bakteri periodotophatogen berupa berbagai macam asam
amino dan berbagai macam endotoksin, hemolisin, kolagenase dan berbagai macam protease juga
dapat menyebabkan kerusakan imunnoglobulin, faktor komplemen, dan heme-sequestering proteins :
suatu protein dari host yang dapat menahan kerusakan kolagen. Banyak faktor lain seperti respon
imun seluler lokal dan sistemik serta respon humoral sekretori lokal dan serum juga ikut berperan
dalam proses patogenase berbagai kelainan atau penyakit periodontal.
Kata kunci : oral mukosa, sel langerhans dan sistem imun terhadap penyakit periodontal.
ISI
Penyakit periodontal terdiri dari gingivitis dan periodontitis yang menggambarkan bentuk klinis dari
proses inflamasi yang di produksi oleh dental biofilm.2 periodontitis merupakan penyakit jaringan
penyangga gigi, disebabkan oleh mikroorganisme spesifik dan mengakibatkan kerusakan progresif
pada ligamen periodontal dan tulang alveolar yang ditandai dengan adanya poket, resesi gingival atau
keduanya. Jenis periodontitis yang sering terjadi adalah periodontitis kronis yang di sebabkan oleh plak
dan kalkulus yang berkembang sangat lamabat dan biasanya menyerang pada orang dewasa atau
tua.4 Meskipun mekanisme pathogenesis belum jelas diketahui, konsep ini meyatakan bahwa
kerusakan jaringan periodontal lebih di sebabkan oleh ketidak seimbangan host bacterial ecosystem di
daerah sub gingival.3
Endotoksin merupakan hasil dari metabolisme bakteri periodonpathogen yang akan merangsang
timbulnya matrix metalloproteinase, sehingga merangsang proses apoptosis pada sel tulang.
Apoptosis yang berlebihan akan menyebabkan resesi tulang tetap berlanjut meskipun plak dan
kalkulusnya sudah di bersihkan.24 Dengan adanya terapi periodontal terbaru yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya kerusakan tulang yang berlanjut dan merusak endotoksin. Terapi ini
menggunakan antibiotik dan antiseptic telah terbukti efektif untuk membunuh bakteri
periodontophatogen serta mengahambat terjadinya proses MMP.
Penyakit periodontal merupakan kondisi keradangan yang menyebabkan kerusakan secara perlahan-
lahan terhadap jaringan penyangga gigi. Matriks ekstraseluler, seperti kolagen, fibronectin dan
proteoglikan merupakan matriks yang penting dalam menjaga integritas struktural jaringan
penyangga gigi. Terjadinya kerusakan tulang pada jaringan periodontal yang bersifat
irreversible.bakteri periodontopathogen dan produknya dapat memicu respon inflamasi dan respon
imun pada host. Adanya inflamasi ini meningkatkan sekelompok enzim proteolitik yang disebut
dengan matrixmetalloproteinase (MMP) yang berperan besar terhadap timbulnya penyakit periodontal.
MMP merupakan protein yang bertanggung jawab terhadap remodeling dan degradasi komponen
matriks ekstraselluler. Keberadaan MMP dikontrol oleh sel lain seperti fibroblast dan makrofag, serta
distribusi tissue inhibitor of MMP (TIMP) yang tersebar pada jaringan dan cairan ekstrasel. MMP-1 dan
MMP-8 keduanya merupakan kolagenase; dimana MMP-8 dihasilkan oleh neutrofil danMMP-1 dihasilkan
oleh sel host, termasuk epitel, fibroblast dan makrofag. MMP diketahui juga diproduksi oleh PG dan AA.
Peran Sitokin dan Sel Lagerhans
Adanya akumulasi sel plasma dan limfosit di dalam jaringan periodontal,diduga sitokin dan sel
Lagerhans ikut berperan pada perubahan patologik periodontal. IL-1 terdapat di dalam jaringan
gingiva dan crevicular fluid, dan kadar keduanya turun setelah perawatan periodontal. Selain itu juga
terjadi peningkatan fibroblas prokolagen, prostaglandin E2 (PGE2), dan aktivitas resorbsi tulang. IL-2
yang menstimulasi aktivitas makrofag juga meningkat di dalam jaringan periodontal pada kondisi
periodontitis. Demikian juga dengan IL-4 yang berperan dalam mengaktivasi proliferasi dan
diferensiasi sel B, pertumbuhan selT, fungsi makrofag, serta pertumbuhan sel mast kadarnya juga
meningkat selama periodontitis. IL-6 yang menginduksi produksi antibodi, kadarnya meningkat pada
peradangan gusi (gingivitis) dan berperan pada resorbsi tulang. 5
Kemampuan leukosit melekat pada sel endotel akan meningkat karena induksi TNFα. Aktivitas
fagositosis dan kemotaksisnya juga akan meningkat. Efek TNFα pada leukosit dan juga induksinya
terhadap makrofag, mempunyai peran dalam perubahan vaskular yang terjadi pada kelaianan
periodontal.
Sitotoksisitas sel jaringan juga dapat disebabkan oleh interaksi langsung limfosit dengan sel target
yang mengandung antigen spesifik yang berada pada permukaannya. Walaupun antigen yang
ditemukan oleh limfosit yang tersensitisasi umumnya sangat spesifik, efek sitotoksik akibat interaksi
limfosit-sel pejamu biasanya tidak spesifik. Oleh karena itu, diduga bahwa bertahannya deposisi
antigen plak gigi ke dalam jaringan gusi, dibantu oleh terbentuknya sel yang memproduksi limfotoksin
dan / atau langsung karena limfosi totoksisitas. Kejadian ini mengakibatkan kerusakan jaringan pada
kasus kelainan periodontal.
Komponen Jaringan
Membran Mukosa
Barier protektif mukosa rongga mulut terlihat berlapis-lapis, terdiri dari air liur dan permukaannya,
lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan komponen selular serta humoral yang berasal
dari pembuluh darah.5 Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri atas squamosa
yang karena bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya
tergantung pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel dan
derajat keratimisasinya yang menyebabkan mukosa mulut sangat efisien sebagai barier. Kedua hal ini
haruslah dalam keadaan seimbang. 6
Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan agregasi limfoid
intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar
mulut, palatum, pipi, dan bibir, mirip yang berasal dari gusi dan pulpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu
membentuk pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam otot lidah danstruktur lainnya. Antigen
mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propria, akan difagositosis oleh sel-sel
Lagerhans yang banyak ditemukan dimukosa mulut.
Celah gusi
Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel functional yang terletak pada celah
gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran cairan crevicular fluid ini merupakan proses
fifiologik atau merupakan respons terhadap inflamasi, sampai saat ini masih belum jelas. Pendapat
yang banyak dianut saat ini adalah pada keadaan normal cairan crevicular fluid yang mengandung
leukositini akan melewati epitel junctional menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat
bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Selain leukosit, cairan crevicular ini juga mengandung
komponen komplemen, seluler, dan humoral yang terlibat pada respon imun.7
Saliva
Saliva disekresikan oleh kelenjar-kelenjar parotis, submandibularis dan beberapa kelenjar kecil pada
permukaan mukosa. Aliran saliva sangat berperan dalam membersihkan rongga mulut dari
mikroorganisme. Dalam hal ini, saliva berperan sebagai pelumas aksi otot-otot lidah, bibir, dan pipi.
Aliran saliva akan mencuci permukaan mukosa mulut, sedangkan sirkulasi darah sub epitel bertindak
sebagai suplemen pada batas jaringan lunak dan jaringan keras melalui celah gingival.
Berbagai senyawa yang berperan dalam mekanisme pertahanan ditemukan dalam saliva. Lisozim atau
muramidase mempunyai aktivitas bakterisidal yang bekerja memecah ikatan antara N-asetil
glukosaamin dengan asam N-asetilmuramat dalam komponen mukopeptida dinding sel.
Komponen-komponen yang terdapat pada saliva adalah C3 yang sebagian besar berasal dari cairan
celah gingival. Komponen seluler yang banyak ditemukan di dalam aliran saliva adalah leukosit.
Diperkirakan migrasi leukosit sekitar satu juta per menit melalui air liur. Asal leukosit ini dari cairan
celah gusi dansekitar 98-99% berupa PMN, neutrofil, sisanya terdiri atas limfosit, monosit, dan
eosinofil. Antibodi yang paling penting di dalam air liur adalah immunoglobulin A (IgA) sekresi air liur.
Selain itu, juga ditemukan sedikit IgG dan IgM yangberasal dari cairan celah gusi.6
Adanya reaksi hipersensitivitas pada kelainan periodontal
Dalam tahap awal, respon imun digunakan sebagai pertahanan tubuh untuk melawan serangan
antigen yang melekat pada plak gigi. Tetapi akibat adanya akumulasi plak, respon imun menjadi lebih
kompleks sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas tipe IV, III,II,I.
Pada reaksi hipersensitif tipe IV, immunitas seluler (CMI) diaktivasi oleh antigen bakterial plak gigi
sehingga menjadi proliferasi sel T dan sel B. Subpopulasi sel T sangat sitotoksik terhadap jaringan
periodonsium. Limfosit memasok mediator terlarut, seperti MIF yang akan menghambat pergerakan
makrofag dan PMN neutrofil, faktor merusak fibroblas, dan OAF yang dapat menimbulkan kerusakan
tulang. Akibat kerusakan ini, antigen akan masuk lebih dalam lagi ke dalam jaringan periodonsium.
Adanya kompleks imun di dalam jaringan periodontal, berupa ikatan antigen-antibodi, menunjukan
bahwa terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III. PMN di dalam cairan celah gusi ( crevicular fluid),
mempunyai membran yang dapatmengikat IgG, IgM, dan C3. Kompleks imun akan mengaktivasi jalur
klasik komplemen dengan akibat terjadi peningkatan mediator biologik yang akanmenginduksi
peningkatan permeabilitas vaskular, agregasi platelet, kemotaksisfagosit, opsonisasi, dan fagositosis.
Pada proses ini juga dilepaskan enzim-enzimlisisim oleh PMN dn makrofag, seperti lozosim,
hialuronidase, dan kolagenaseyang mengakbatkan kerusakan jaringan lokal. Kolagenase akan
merusak kolagen jaringan periodontal. Hasil akhir proses ini adalah lisisnya sel disertai resorbsi tulang
yang dimediatori oleh prostaglandin. Pada reaksi tipe III ini, CMI juga ikut dilibatkan, karena C3b dapat
berinteraksi dengan reseptor limfosit sehingga terjadi pelepasan limfokin. Dengan demikian, sering
terlihat adanya reaksi hipersensitivitas tipe III dengan tipe IV.
Pada kelainan periodontal terdapat tiga proses reaksi hipersensitivitas tipe II, yaitu:
1. Fagositosis setelah terjadi ikatan antigen-antibodi
2. Aktivitas sel T
3. Lisisnya sel karena aktivasi komplemen
Respon imun yang semula dibangkitkan untuk mekanisme pertahanan,ternyata kemudian justru
merusak jaringan periodontal. Untuk menghadapi keadaan ini, tubuh dibekali mekanisme perthanan
lain yaitu dengan menghamba tperningkatan respon imun lebih lanjut untuk mencegah kerusakan
total jaringan periodontal. Mekanisme penekanan respon imun ini meliputi:
1. Penekanan CMIR dengan mneginduksi sek –sel supresif
2.Berbagai faktor penghambat di dalam serum juga ditemukan pada kasus periodontitis berat
3. Makrofag mensekresikan prostaglandin yang menghambat respon seluler
4. Inhibitior proteinase akan menghambat jalur komolemen
5. Komponen-komponen plak gigi seperti LPS menurunkan aktivitas CMI,LTA menghambat HMIR,
dekstran ikatan α ( 1menjadi 6 ) menurunkantoleransi sel B, dan bakteri plak mengeluarkan proteinase
spesifik yangmenghambat kerja beberapa klas imunoglobuolin.
Sistem Imun
Stem sel yang diproduksi oleh sumsum tulang, merupakan sel multipoten. Dalam perkembangannya,
sel ini dapat menjadi sel promonosit dan prelimfosit(limfosit primitive). Promonosit kemudian akan
menjadi monosit di dalam pembuluh darah dan bila memasuki jaringan dikenal sebagai makrofag.
Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi. Bila di pengaruhi oleh
Perkembangan prelimfosit, tergantung organ yang mempengaruhi.Bila dipengaruhi timus, prelimfosit
akan berkembang menjadi limfosit –T (sel-T),yang nantinya bertanggung jawab pada sistem imunitas
seluler (Cell-mediated immunresponses/CMI). Prelimfosit yang dalam perkembangannya dipengaruhi
oleh organ yang equivalen dengan bursa of fabricius pada unggas atau gut associated lymphoid
tissues (GALT), seperti tonsil, umbai cacing, limpa, ataubercak-bercak Peyers’s pada usus, akan
berubah menjadi Limfosit –B (sel-B)yang akan bertindak sebagai mediator immunitas humoral
(humoral-mediated immunoresponses / HMI) .
Begitu menyusup ke dalam jaringan, antigen di fagositosis oleh makrofag,diproses menjadi
superantigen. Kemudian, makrofag akan bertindak sebagai selpenyaji antigen
(antigen-presenting cells / APC), yaitu mempresentasikan antigenyang sudah diproses kepada sel-T
dan sel-B. Sel dendritik dan sel Lagerhans juga dapat bertindak sebagai APS.
Mekanisme Respons Imun
Titik sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limfosit T,terutama sel T CD4 (T4).[20]
Setellah diproses oleh APC ( Antigen Presenting Cells) seperti makrofag, sel Lagerhans, dan sel
dendritik, antigen akan disajikan kepada sel T4 oleh APC. Akibatnya, sel T4 akan teraktivasi, dan ini
merupakan picu bangkitnya respons imun yang lebih kompleks, baik seluler maupun humoral.Untuk
mengaktivasi sel T4, sedikitnya dibutuhkan dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor
antigen sel T pada kompleks antigen MHC kelas II yang berada pada permukaan APC dan sinyal kedua
berasal dari interleukin (IL-1),suatu protein terlarut yang dihasilkan oleh APC. Sel T4 yang sudah
tersensitisasi antigen, akan mengaktifkan sel T8 yang berfungsi menghancurkan sel asing, sel T
memori yang mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T8 yang sudah
teraktivasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi menghancurkan sel target. [3-4]
Gambar 1-3.
Immunopatogenesis kelainan periodontal
KESIMPULAN
Kelainan gingiva dan periodontal diinduksi oleh plak gigi bakterial. Pada kelainan ini terdapat empat
stadium immunopatologi yang melibatkan respon imun sistemik.
1. Awal lesi ditemukan dalam kondisi normal, namun sudah ada respon inflamasi lokal oleh PMN
leukosit, aktivasi komplemen, kemotaksis yang dihasilkan antigen plak, dan mungkin sudah terjadi
kompleks imun.
2. Pada lesi ini terlihat infiltrasi lokal sel T dan beberapa sel B. Limfosit didalam sirkulasi sudah
tersensitisasi antigen plak yang dapat dilihat darikemampuannya melepaskan limfokin.
3. Lesi yang menetap di karakterisasikan dengan infiltrasi sel plasma secaralokal dan limfosit di dalam
darah perifer dapat distimulasi untuk berproliferasi oleh antigen plak.
4. Pada lesi yang sudah lanjut, ditandai dengan mekanisme imunopatologiyang destruktif. Proses
destruktif ini dapat mengakibatkan hilangnya gigi.Mekanisme imunologi kelainan periodontal sangat
kompleks yang melibatkanreaksi hipersensitivitas tipe IV,III,II, dan I disertai mekanisme protektif-
destruktif melalui fungsi limfosit dan makrofag serta aktivasi antibodi dankomplemen. Proses ini
dimodulasi oleh bahan immunopotensiasi danimunosupresi untuk mencegah respon imun yang tidak
terkontrol.
.
Referensi
1. Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical Periodontology, 9th ed.WBSaunders Co. Philadelphia.
(2002).67-69, 559-560, 676-681
5. Wilson TG and Kornman KS.Anatomy of the Periodontium Fundamentalsof Periodontics, 2 Nd ed.
Quintessence Publishing Co,Inc.(2003).32-33.
6. Roeslan, Boedi. Immunologi Oral Kelainan di Rongga Mulut.BalaiPenerbit FK UI. Jakarta.(2002).113-
115Reddy, Santhypria.Essentials of clinical periodontology and periodontics..2006 ISBN : 81-8448-148-
9
5. F.X. Lu1,2* and R.S. Jacobson2. Oral Mucosal Immunity and HIV/SIV Infection J Dent Res .
(2007).86(3):216-226
7. H. Ohyama, N. Kato-Kogoe, A. Kuhara, F. Nishimura, K. Nakasho, K. Yamanegi, N. Yamada, M. Hata,
J. Yamane and N.The Involvement of IL-23 and the Th17 Pathway in Periodontitis. 2009. J Dent
Res88(7):633-638
6. C.W. Cutler and R. Jotwani .Dendritic Cells at the Oral Mucosal Interface. J DENT RES 2006 85: 678
8. Baker, P.J., et al., Heterogeneity of Porphyromonas gingivalis strains in the induction of alveolar
bone loss in mice. Oral Microbiol Immunol, 2000. 15(1): p. 27-32.
9. Kinane DF, Lappin DF. Clinical, pathological and immunological aspects of periodontal
disease. Acta Odontol 2001;59:154-160.
April 4, 2012 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary
Makalah BM : Klasifikasi Kelainan Kelenjar Ludah
Rate This
MAKALAH BM
KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH
Oleh:
Sonya Annisa Ilma
04091004005
Dosen:
Drg. Galuh Anggraini, SpBM
Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
2011
KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH
1. I. DEVELOPMENTAL ANOMALI
1. A. APLASIA/AGENESIS ( Referensi : Diagnosis of salivary gland disorders Oleh K.
Graamans)
Definisi
Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau
agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkenal adalah
kelenjar parotis.
Faktor herediter merupakan faktor penyebab dari aplasia ini. Gejala utama pada aplasia adalah
xerostomia, kesulitan dalam berbicara dan makan, dan karies yang parah. Diagnosa bisa dibuat ketika
orifis dari satu atau beberapi kelenjar saliva mayor tidak ditemukan.
Diagnosis
Sialgografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar baik pada
duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri.
Perawatan
Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan gigi dengan
melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik,seperti kandidiasis oral dan
sialadenitis bakteri
1. B. ABERANSIA
Definisi : kelainan bentuk anatomis kelenjar ludah.
Kelenjar ludah aberansia di laporkan mempunyai variasi lokasi, meliputi middle-ear cleft, leher ,
mandibula posterior, mandibula anterior, pituitary. Biasanya ditemukan secara kebetulan dan tidak
memerlukan intervensi.
Aberansia ini biasanya jarang terjadi pada mandibula anterior dan sulit untuk dilakukan diagnose.
Memberikan gambaran radiolusen pada apex gigi.
Diagnosa banding: the nomeras unilucular lesi radiolusen mandibula.
1. C. ATRESIA
Atresia duktus kelenjar ludah ekskretoris yang mengacu pada adanya bawaan atau penyempitan
saluran. Atresia berasal dari perkembangan kondisi yang sangat langka, yang dapat menghasilkan
xerostomia berat. Hal ini juga dapat mengakibatkan pembentukan kista retensi dari kelenjar ludah.
Menurut beberapa peneliti terdapat cacat perkembangan di ekskretoris tersebut.
II. OBSTRUCTIVE SALIVARY GLAND DISEASE
Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan
pembengkakan kelenjar , dan paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi
bakteri yang akanmenurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi.
A. SIALOLITHIASIS
Definisi
Calculi atau ‘batu’ dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar
dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris.
Etiologi
Masih belum diketahui namun ada beberapa faktor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu
inflamasi, ketidakteraturan dari sistem duktus, iritasi lokal dan antikoligernik(obat-obatan) yang
mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yang mana lama
kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular, mungkin karena
viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari
duktus.
Gambaran klinis
Batu biasanya berbentuk oval, licin, dan tidak beraturan permukaannya.
Batu kelenjar saliva ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan
pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar yang
bersangkutan.
Keluhan awal, terjadi pembengkakan selama 1-2jam dan rasa tidak nyaman saat makan. Bila tahap
ini tidak diobati, sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakterial akut
dengan gejala seperti rasa sakit terus menerus, pembengkakan serta demam
Diagnosis
Secara klinis à abnormal saat pemeriksaan
Ekstraoral à Pembengkakan
Intraoral à Dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran/teraba di dalam saluran.
Pemeriksaan
Radiografi à tidak semua kalkuli radioopaq
Sialografi à Dapat mendeteksi adanya mucous plugs
Perawatan : .
Pemijatan dari kelenjar .
Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi
ke depan.
Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder.
Analgesik untuk mengurangi rasa sakit.
Pembedahan jika diperlukan
III. MUCOUS RETENTION
1. A. MUCOCELE
Definisi
Fenomena retensi mukus berupa pembengkakan noduler paling umum dari bibir bawah dan secara
khas disebut Mucocele
Terdapat 2 tipe fenomena retensi mukus :
1. Fenomena retensi mukus -tipe retensi/kista rentensi mukus à dibatasi oleh epitel duktus dan
merupakan akibat dari genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar.
2. Fenomena retensi mukus-tipe ekstravasasi/kista ekstravasasi mukus à tidak ada batas-batas epitel.
Biasanya dikelilingi oleh jaringan granulomatosa dan berasal dari trauma yang memutuskan suatu
duktus, diikuti oleh genangan mukus di luar duktus kelenjar liur tambahan dalam jaringan ikat.
3. 3. Etiologi
Etiologi
Mucocele melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun
diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus
glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat
disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat
pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang,
menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi
rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-
lain.
Diagnosis
Dapat secara langsung dari riwayat penyakit, gambaran klinis dan palpasi.
Gambaran Klinis
Mucocele memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan lunak yang
berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-
kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam,
apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter,
beberapa literatur menuliskan diameter mucocele umumnya kurang dari 1 cm.
Mucocele pada anterior median line ventral lidah mucocele pada bibir bawah
Perawatan
Perawatan untuk kasus mucocele adalah bedah eksisi. Tetapi, mucocele dapat bersifat
rekuren apabila tidak dieksisi dengan baik dan jika duktus-duktus lain terpotong selama pembedahan.
Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting.
Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.
1. B. RANULA
Definisi
ranula adalah mucocele besar yang berlokasi pada dasar mulut. Ranula dapat berupa ekstravasasi
mucus atau kista retensi mucus dan biasanya berhubungan dengan kelenjar saliva sublingualis dan
glandula saliva minor.
Etiologi
Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan
aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula
sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk
pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital
dimana duktus saliva tidak terbuka..
Gejala klinis
Istilah ranula digunakan karena lesi seringkali bengkak seperti perut kodok. Lesi ininpada umumnya
sakit, pertumbuhan lambat, lembut dan berlokasi pada dasar mulut. Kadang – kadang lesi hanya
terbentuk pada satu sisi frenulum lingualis. Tetapi, jika lesi telah menembus jaringan lunak, maka akan
melewati garis midline. Sama seperti mucocele, ranula yang dangkal memiliki warna biru yang khas,
tetapi bila ranula sudah dalam maka mukosa terlihat normal.
Gambaran klinis ranula simpel gambaran klinis ranula plunging
Perawatan
Ranula biasanya dirawat dengan pembedahan. Prosedur marsupialisasi untuk pengangkatan lesi
merupakan pilihan perawatan, terutama pada lesi kecil. Kekambuhan dapat terjadi dengan teknik
marsupialisasi tunggal, pada kasus ini eksisi lesi (termasuk kelenjar) dianjurkan. Penyuntikan
kortikosteroid pada intralesi telah sukses dalam perawatan ranula.
IV. INFECTION AND REACTIVE LESSIONS
1. A. NECROTIZING METAPLASIA
Definisi
Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke
kelenjar saliva palatal minor.
Etiologi
Hal ini telah diterima secara luas bahwa necrotizing sialometaplasia dimulai oleh kejadian iskemik
lokal. Beberapa sumber mangatakan bahwa kelainan ini berhubungan dengan kebiasaan merokok,
mengonsumsi alkohol, penggunaan gigi tiruan, operasi, dan penyakit sistemik.
Gambaran Klinis
Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai
malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral,bagaimanapun dapat
menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor.
Perawatan
Sesungguhnya necrotizing sialometaplasia adalah lesi yang tidak menyebar, bertahan paling
lama 6 minggu dalam rongga mulut, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada perawatan
spesifik yang dibutuhkan, tapi debridement dan saline rinse dapat membantu dalam proses
penyembuhan. Jarang pula terjadi kekambuhan pada kasus ini.
1. B. VIRAL INFECTIONS
1. 1. MUMPS
Etiologi
Mumps disebabkan karena RNA Paramyxovirus dan ditransmisi oleh kontak langsung dengan droplet
saliva. Di Amerika Serikat dan Kanada telah menganjurkan vaksinasi mumps sejak tahun 1970an dan
memonitor vaksinasi pd masa sekolah. Oleh karena itu, infeksi ini harus dipertimbangkan dalam kasus
peradangan kelenjar saliva nonsupurative akutpada pasien yang tidak divaksinasi dan tidak memiliki
mumps.
Gejala klinis
Biasanya, mumps menyerang anak – anak dengan usia 4 dan 6 tahun. Diagnose pada orang dewasa
lebih sulit. Masa inkubasi adala 2 – 3 minggu; diikuti oleh pembesaran dan peradangan kelenjar saliva,
nyeri, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kebanyakan kasus melibatkan glandula parotis,
tetapi 10% kasus melibatkan glandula mandibular. Kulit disekitar glandula bengkak kemerahan.
Kelenjar ludah membengkak tiba2 dan sakit bila di palpasi. Jika setengah dari kelenjae saliva
mengalami destruksi maka pasien akan merasa sakit saat makan. Pembengkakan terjadi secara
bilateral dan berlangsung sekitar 7 hari.
Perawatan
Perawatan mumps berupa perawatan simptomatik dan vaksinasi untuk pencegahan
1. 2. CYTOMEGALOVIRUS INFECTION
Etiologi
Human CMV adalah beta herpesvirus yang yang menginfeksi hanya pada manusia. CMV akan menjadi
latent setelah terekspos dan menginfeksi. Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada individu tanpa
gejala klinis, tetapi imunitas seseorang dapat merawatnya.
CMV dapat berkembang di darah, saliva, feces, sekresi pernapasan, urine dan cairan tubuh lain. CMV
adalah penyebab utama terjadi ny non – Epstein barr virus yang menginfeksi mononukleus pada
kebanyak populasi.
Gejala klinis
CMV mononukleusis sering menyerang dewasa muda dengan gejala demam akut dan terjadi
pembesaran kelenjar saliva.
Perawatan
Pasien dengan imunocompeten dirawat dengan mengobati symptom nya. Pasien dengan
immunocompromised dianjurkan memakai manajemen agresif dan dilakukan pengobatan dengan
intravena gancyclovir, foscarnet, atau cidofovir
1. 3. HIV – INFECTION
Etiologi
Neoplastik dan non – neoplastik lesi kelenjar ludah mengalami peningkatan pada pasien yang
menderita HIV. Dokter harus mempertimbangkan tumor yang berhubungan dengan AIDS seperti
Sarkoma Kaporsi dan Limfoma. Sjogren’s syndrome juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV.
Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kondisi ini “HIV penykit kelenjar ludah (HIV-
SGD) adalah istilah yang dipakai. HIV – SGD menggambarkan xerostomia dan pembesaran kelenjar
ludah jinak (unilateral dan bilateral) pada pasien yang positif HIV.
Gejala klinis
Kebanyakan gejala HIV – GSD adalah pembengkakan kelenjar saliva, dimana berhubungan dengan
xerostomia atau tidak. Kelenjar parotis ditemukan pada 98% laporan kasus dan 60% pasien
mengalami pembesaran bilateral.
Perawatan
Pengobatan HIV – SGD secara simptomatiknya. Xerostomia dapat diobati dengan memperbanyak
minum air, mengganti pengganti air liur, mengunyah permen karet bebas gula, atau mengisap permen
karet bebas gula. Flourida topical untuk mencegah karies.
1. 4. Hepatitis C virus Infection
Etiiologi
HCV DNA telah terdeteksi dalam saliva pasien dengan infeksi hepatitis C kronis, dan saliva pada HCV
itu merupakan pembawa infeksi. Sejumlah laporan dari Eropa pusat menunjukkan hubungan antara
HCV dan Sjogren’s syndrome
Gejala klinis
Infeksi HCV memiliki banyak manifestasi ekstrahepatik, termasuk pembesaran kelenjar saliva. Pasien
mungkin melaporkan xerostomia disertai dengan pembesaran kelenjar saliva mayor yang kronis.
Perawatan
Perawatan berdasarkan gejalanya.
1. C. BACTERY INFECTIONS
1. 1. ALLERGIC SIALADENITIS
Definisi
Merupakan pembesaran kelenjar saliva mayor khususnya kelenjar parotis yang dapat berasosiasi
dengan berbagai kelainan sitemik termasuk alkolisme, diabetes, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis
biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara
histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak.
Etiologi
Etiologinya tidak di ketahui , namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak
tepat.
Perawatan
Hindari allergen dan monitoring terhadap adanya infeksi sekunder.
1. D. ACTINOMYCOSIS
Etiologi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk kuman, meskipun
sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi berlubang, pada gigi dalam
pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya berdasarkan isolasi jamur, tetapi
berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai
sekarang Actinomyces belum berhasil diisolasi dari alam bebas.
Aktinomikosis ini dibedakan menjadi 4 bentuk:
1. Bentuk abdominalis
2. Bentuk servikofasialis
3. Bentuk torakalis
4. Bentuk generalisata
Disini yang akan dibahas adalah bentuk servikofasialis karena terjadinya pada rongga mulut.
Gambaran klinis
Dimulai dengan pembengkakan yang kecil, datar, dan keras di dalam mulut, kulit leher atau bawah
rahang. Kadang pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri. Selanjutnya terbentuk daerah lunak yang
menghasilkan cairan yang mengandung butiran belerang yang bulat dan kecil, berwarna kekuningan.
Infeksi bisa menyebar ke pipi, lidah, tenggorokan, kelenjar liur, tulang tengkorak atau otak dan selaput
otak (meningens).
V . METABOLIC DISORDER WITH SALIVARY GLAND INVOLMENT
1. A. SJOGREN SYNDROME
Definisi
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik
yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari
mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis
Etiologi
Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non
genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan
HLA DR dan DQ.
Gejala klinis
tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula dengan gejala sistemik atau
ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan mata kering dan kadang-kadang
disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi
limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy).
Diagnosis
Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit
karena pasien menunjukkan gejala utama yaitu mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal
dan biasanya pasien berobat kespesialis yang berbeda-beda.
Mulut kering pada penderita Sjogren Syndrome
Penatalaksanaan
Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan
pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada
satu pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren
bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat
mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat
menyebabkan kematian.
1. DIABETES
Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit endokrin umum, terutama pada populasi geriatri. Beberapa kelainan
metabolik berlangsung disini, dan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi ginjal, neuropati, dan
penyakit mata dapat terjadi.
Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol sering mengeluhkan mulut kering (xaerostomia) , yang
diyakini akibat poliuria dan hidrasi yang buruk. Adapun hasil penelitian tentang komposisi aliran saliva
pasien diabetes yang mengalami perubahan kontradiktif. Satu studi melaporkan bahwa laju aliran
saliva pada anak dengan diabetes mellitus tidak terkontrol akan menurun bila dibandingkan dengan
laju aliran saliva pada pasien anak diabetes yang terkontrol. Walaupun diabetes melitus terkontrol,
peneliti lain menemukan laju aliran saliva normal, tetapi terjadi perubahan pada komposisi salivanya.
Berdasarkan uji klinis pada perbandingan pasien diabetes yang terdiri dari pasien dewasa dengan
kontrol normal dengan pasien diabetes yang tidak terkontrol. Ditemukan bahwa pasien dengan
diabetes yang kurang terkontrol telah menurunkan laju aliran saliva bila dibandingkan dengan pasien
dengan diabetes terkontrol baik. Para peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara
populasi dalam frekuensi keluhan xerostomia, dan selanjutnya, bahwa disfungsi saliva mungkin ada
pada pasien diabetes yang lebih tua.
Etiologi
Disfungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes tidak jelas. Kontrol glikemik yang buruk secara langsung
dapat menimbulkan efek pada metabolisme. Disfungsi sistem saraf otonom mungkin berperan disini.
Meurman melaporkan tidak ada perubahan tingkat aliran saliva antara non-insulindependent pasien
diabetes dan kontrol normal. Namun, mereka menemukan efek dari obat xerostomic pada tingkat
aliran saliva lebih kuat pada pasien diabetes. Mereka menduga bahwa ini karena disfungsi sistem saraf
otonom pada populasi diabetes
1. B. GRANULOMATOUS CONDITIONS
1. 1. TUBERCULOSIS
Definisi
Tuberculosis ( TB ) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis,yang bisa menyebabkan terbentuknya granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Paru-paru
merupakan organ yang paling sering diserang, tetapi jaringan yang lain, termasuk kelenjar saliva juga
bisa diserang. Pasien dengan TB biasanya xerostomia dan pembengkakan pada kelenjar saliva dengan
granuloma dan cyst pada kelenjar yang terinfeksi. Pembesaran kelenjar saliva timbul sebagai bagian
dari karakteristik dari gejala yg kompleks dari TB.
Diagnosa
Pada biopsi, ditemukannya bakteri mycobacterium
Perawatan
Perawatan pada kelenjar saliva meliputi kemoterapi. Pada pasien yang tidak cocok untuk dilakukan
kemoterapi maka dilakukan pembedahan pada kelenjar saliva yang terinfeksi tersebut.
1. 2. SARCOIDOSIS
Definisi
Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronik dimana limfosit T, mononuclear dan granuloma
menyebabkan kerusakan pada suatu jaringa. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Heerfordt’s
syndrome biasa menyebabkan sarcoidosis. Sarcoidosis menyerang kelenjar saliva pada 1 dari 20
kasus. Pada pemeriksaan linis ditemukan adanya pembesaran kelenjar saliva, tidak disertai rasa sakit,
bilateral dan kenyal. Selain itu juga ditemukan penurunan fungsi saliva.
Pemeriksaan
Biopy, pemeriksaan serum (calcium level, autoimmune serologies, dan konsentrasi angiotensin I–
converting enzyme )
Perawatan
Pemberian chloroquine, yang bisa dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada pasien yang gagal pada
pengobatan dengan kortikosteroid, diberikan obat immunosuppresive dan immunomodulatory.
1. 3. BULIMIA / ANOREKSIA
Definisi
Berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilang nafsu makan. Patah selera, hilangnya,berkurangnya
nafsu makan. Anorexia nervosa adalah Anoreksi yang disebabkan terganggunya pusat nafsu makan
dalam hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering.
Etiologi
Tejadinya gangguan pusat nafsu makan pada hipotalamus yang menyebabkan penderita
menjadi kurus kering.
Gambaran klinis
Pembesaran dan disfungsi kelenjar saliva à Pembesaran yang nampak dihubungkan dengan
defisiensi nutrisi dan kebiasaan sering muntah.
Gangguan makan susah untuk didiagnosa . Untuk diagnosa dini dan perawatan , dokter gigi
seharusnya waspada pada temuan oral umum sperti erosi enamel, xerostomia, pembesaran
kelenjar saliva, eritema mukosa, dan angular cheilitis.
Hipertropi jinak mungkin menetap dan memerlukan tindak lanjut.
Terjadi peningkatan amilase yang spesifik pada pasien yang mengalami bulimia.
Enzim amilase meningkat dengan frekuensi minum minuman keras, tapi hubungannya tidak cukup
kuat untuk induksi level amilase sebagai suatu indeks dari keparahan penyakit.
Pemeriksaan
Telah dilaporkan satu studi kasus bahwa pemeriksaan histologis dari gangguan kelenjar saliva
terdapat pembesaran asinar dan penurunan lemak intertisial. Pembesaran Kelenjar saliva biasanya
terhenti jika berat badan pasien kembali normal dan tterhentinya kebiasaan makan yang tidak baik.
Perawatan
Parotidektomi superfisial akan menurunkan hipertropi kelenjar saliva, beberapa ahli bedah percaya
bahwa tindakan bedah merupakan kontraindikasi untuk beberapa pasien dengan gangguan
makan, karena peningkatan resiko dihubungkan dengan metabolik pasien yang tidak seimbang
dan profil psikologikal.
Pasien seharusnya ditanyakan secara langsung jika mengalami gangguan makan.
Gangguan makan harus diingat dalam diagnosa bandingnya dengan disfungsi kelenjar saliva dan
hipertropi kelenjar saliva.
1. C. RADIATION INDUCED PATHOLOGY
Terapi sinar radiasi eksternal untuk kanker kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen
pada kelenjar ludah, khususnya asinus serius yang menjadi xerostomia yang parah. Pasien ini
membutuhkan follow-up dental yang dekat dengan pemeliharaan preventif agresif karena resiko tinggi
untuk karies merajalela yang cenderung mempengaruhi daerah leher dan akar gigi. Restorasi dan
perlindungan gigi sangat penting mengingat potensial untuk osteorasionecrosis dari rahang juga
ekstraksi gigi hadir dalam bidang radiasi.
Terapi :
Pengobatan dengan radioreactive iodine diikuti pembedahan untuk kanker thyroid juga dapat
mengakibatkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar ludah dalam persentase kecil pada pasien.
Gejala biasanya sementara, kecuali struktur terjadi dalam saluran mengakibatkan sialadenitis kronis.
Sialography, yang sekarang telah banyak di gantikan oleh computed tomoghraphy dan jarang
ditunjukkan, mungkin berguna pada pasien untuk mengidentifikasi struktur duktal. Gejala kadang-
kadang dapat di kurangi dengan suntikan media kontras selama sialoghraphy, struktur mungkin dapat
digunakan untuk dilatasi melalui teknik endoskopik intraoral dalam beberapa kasus. Pilocarpine atau
cevirnilline dapat membantu kasus radiasi ini.
Tes diagnostik : Biasanya tidak ada, diagnosis berdasarkan sejarah dari terapi radiasi dan tes klinik.
Sialography merupakan indikasi dalam kasus ini.
- Tidak di perlukan biopsy
VI. NEOPLASMA
BENIGN TUMORS
A. PLEOMORPHIC ADENOMA
Definisi dan Etiologi
Merupakan tumor yang sering terjadi pada kelenjar saliva. Tumor ini sering disebut sebagai mixed
tumor karena terdiri dari sel epitel dan mesenkim. Sekitar 85% tumor ini ditemukan pada kelenjar
parotis dan 8% ditemukan pada kelenjar submandibular, dan sisanya ditemukan pada sublingual dan
kelenjar saliva minor.
Pleomorphic adenoma terjadi pada semua usia tetapi prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak. Dan
jenis kelamin perempuan lebih sering terkena.
Gambaran klinis
Pada pemeriksaan klinis tumor ini tidak terasa nyeri, kenyal dan massa yang mudah digerakan dan
jarang disertai ulser pada kulit atau mukosa. Pada kelenjar parotis, neoplasma ini tumbuh dengan
lambar dan biasanya terjadi pada sisi posterior inferior dari lobus superficial. Secara intraoral, mixed
tumor ini sering terjadi pada palatum, diikuti bibir atas dan mukosa bukal.
Pleomorphic ini dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kelenjar mana yang terkena. Pada
kelenjar parotis, tumor ini biasanya berdiameter beberapa centimete tetapi bisa menjadi lebih besar
jika tumor ini tidak dirawat.
Fig.Pleomorphic adenoma of the upper labial mucosa Fig.Pleomorphic adenoma of
the palate.
Perawatan
Perawatann lesi ini biasanya dilakukan dengan bedah. Pada lesi yang lebih besar dilakukan superficial
parotidectomy. Tumor kecil di buntut dari kelenjar saliba dibuang dengan mengikutsertakan tepi
jaringan yang normal. Lesi yang terjadi pada kelnjar saliva submandibular biasanya dilakukan
pembuangan dari kelenjar saliva tersebut.
B. PAPILLARY CYSTADENOMA LYMPHOMATOSUM
Definisi
Papillary cystadenoma lymphomatosum yang juga dikenal sebagi tumor Warthin, merupakan tumor
jinak kedua yang sering terjadi pada kelenjar parotis. Dan tumor ini selalu berlokasi di kelenjar parotis,
tetapi kebanyak terdapat pada bagian inferior kelenjar, sudut posterior dari kelenjar submandibila.
Tumor ini terjadi bilateral pada sekitar 6-12% penderita
Gambaran klinis
Kelenjar ini merupakan massa yang tumbuh lambat pada buntut dari kelenjar patotis dan tidak nyeri
kecuali tumor ini menjadi superinfected.
Fig.Lipoma of the buccal mucosa.
Perawatan
Papillary cytadenoma lymphomatosum sering berlokasi di buntuk kelenjar parotis sehingga mudah
dibuang dengan disertai tepi jaringan yang sehat. Tumor yang lebih besar dan melibatkan sejumlah
lobus superfisial dari kelenjar parotis biasanya dilakukan superficial parotidectomy. Jarang terjadi
rekurensi.
C. ONCOMYTIS
Definisi
Oncocytomas merupakan tumor jinak yang jarang terjadi. Nama dari tumor ini oncocytomas karena
tumor ini berisi sel oncocytes, yang merupakan sel granular acidophilic yang besar. Tumor ini sering
terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan.
Gambaran klinis
Oncocytomas biasa padat dan bisa dilihat di kelenjar saliva minor tetapi jarang terlihat pada intraroral.
Lesi ini bisa ditemukan pada lobus superficial dari kelenjar parotis. Biasanya lesi ini bilateral.
Pathology
Pada pemeriksaan histologis, tumor ini terdiri dari sel eosinophilic granular berwarna coklat. Oncocytes
pada tumor ini terdiri dari technetium, dan lesi ini bisa berubah menjadi tumor ganas. Dan lesi ini lesi
yang agrresive
Perawatan
Superficial parotidectomy merupakan pilihan pertama perawatan untuk kasus tumor kelenjar parotis.
Pembuangan kelenjar merupakan pilihan perawatan untuk tumor pada kelenjar submandibula dan
kelenjar saliva minor. Rekuren jarang terjadi
1. D. BASAL CELL ADENOMAS
Basal cell adenomas tumbuh dengan lambat dan merupakan massa yang tidak nyeri. Lesi ini lebih
sering terjadi pada pria. 70% kasus terjadi pada kelenjar parotism bibir atas merupakan tempat yang
sering terkena untuk basal cell adenomas pada kelenjar saliva minor.
Patologi
Secara histologi terdapat 3 varietas dari basal cell adenomas : padat, trabecular-tubular dan
membraneous. Ukuran dari nukleus normal dengan material cytoplasmic yang sedikit. Bentuk
Trabecular-tubular terdiri dari epitelium trabekular. Sedangkan bentuk membranous adalah
multilocular, dan 50% lesi tidak berkapsul. Bentuk membraneous tumbuh dianatar jaringan saliva
yang normal .
Perawatan
Lesi dibuang dengan bedah eksisi konservatif. Umumnya,lesi tidak rekuren. Tetapi pada bentuk
membraneous sering terjadi rekuren.
E. CANALICULAR ADENOMA
Canalicular adenoma biasa terjadi pada orang yang berumur lebih dari 50 dan lebih sering terjadi pada
wanita. 80% kasus terjadi pada bibir atas. Pertumbuhan lesi lambat dan asymptomatic.
Patologi
Lesi terdiri dari jaringan basaloid, yang biasanya tersusun 2 lapisan. Jaringan stroma hilang, fibril, dan
vaskularisasi yang tinggi
Perawatan
Bedah eksisi. Rekuren jarang terjadi tetapi pasien harus dimonitor secara teratur
F. SEBACEOUS ADENOMA
Sebaceous adenoma jarang terjadi. Lesi ini berasal dari kelenjar sebaceous yang berlokasi didalam
kelenjar saliva. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang sering terkena.
Perawatan
Pembuangan kelenjar saliva yang terkena merupakan pilihan perawatan. Lesi intraoral dibuang
dengan pembedahan
G. MYOEPITHELIOMA
Kebanyakan myopethelioma terjadi pada kelenjar parotis, palatum merupakan lokasi yang sering
terkena. Lesi cendereung terjadi ketika dewasa sekitar umur 53 tahun, gejala lesi asimptomatik
dengan pertumbuhan yang lambat.
Patologi
Myopitheliomas terdiri dari spindle shaped cell atau sel plasmacytoid atau kombinasi dari kedua sel
tersebut. Dianosis tergantung pada identifikasi sel myopitelial. Pola pertumbuhan dimulai dari jaringan
yang padat sampai kehilangan dari sel myopitelial. Pemeriksaan immunohistochemical dengan
perwarnaan actin, cytokeratin, dan s-100 protein.
Perawatan
Bedah eksisi standar. Jarang terjadi rekuren.
H. Ductal papilloma
Definisi
Ductal papilloma merupakan bentuk dari tumor jinak kelenjar saliva yang muncul dari duktus sekretori,
dan biasanya terjadi pada kelenjar saliva minor. 3 bentuk dari ductal papilloma adalah simple ductal
papilloma ( intraductal papilloma ), inverted ductal papilloma, dan sialadenoma papilliferum
Simple Ductal Papilloma.
Simple ductal papilloma merupakan lesi exophytic dengan dasar pedunkulus (bertangkai). Lesi kadang
berwarna merah.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren
Inverted Ductal Papilloma.
Inverted ductal papilloma terjadi pada kelenjar saliva minor. Gambaran klinisnya seperti nodul
submukosa yang hampir sama dengan fibroma atau lipoma. Pemeriksaan histologi hampir sama
dengan sialadenoma. Bentuk dari ductal papilloma ini juga terdiri dari duktus epitelium yang
berproliferasi ke dalam jaringan stroma membentuk cleft.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren
Sialadenoma Papilliferum.
Bentuk dari sialadenoma papilliferum hampir sama dengan syringocystadenoma papilliferum pada
kulit. Lebih sering terjadi pada pria dewasa. Lesi ini biasanya timbul pada palatum dan mukosa bukal
dan merupakan lesi exophytic yang tidak terasa sakit. Lesi ini hampir mirip dengan papilloma. Pada
pemeriksaan histologis terlihat epithelium papilla yang didukung oleh jaringan ikat fibrovascular.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren.
MALIGNANT NEOPLASMA
Definisi
Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat
dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan
suatu neoplasia atau neoplasma (Syafriadi, 2008).
Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant
neoplasm). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir,
berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya
cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis).
Neoplasia ganas sering disebut kanker (Syafriadi, 2008).
Banyak faktor penyebab atau pendukung yang dapat meransang terjadinya neoplasma. Faktor-faktor
ini digolongkan kedalam dua kategori, yaitu : (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan
dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan; dan (2) faktor eksternal seperti bakteri, virus, jamur,
bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau, atau alkohol (Syafriadi, 2008).
2.Klasifikasi malignant Neoplasma
2.1. Mucoepidermoid Carcinoma
Karsinoma mukoepidermoid melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis. Sebagian
kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering melibatkan kelenjar ludah minor di
palatum. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa dan berdasarkan jenis kelamin penderita wanita
mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki. Tumor tumbuhnya lambat dan berasal dari sel
epithelium duktus. Tumor ini berpotensi bermetastasis. 5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan
paling sering adalah kelenjar ludah parotis (Syafriadi, 2008).
Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar saliva yang diakibatkan oleh radiasi.
Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien
mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil
lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar
duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %.
Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan
tinggi (Adam et al., 1997; Lee, 2003).
Gambar 3 Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid
Secara mikroskopis karsinoma epidermoid dibedakan menjadi low grade, intermediate grade dan high
grade. Gambaran mikroskopis menunjukan campuran sel skuamous, sel kelenjar penghasil mucus, dan
sel epitel tipe intermediate. Ketiga sel-sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami
metaplasia. Tipe low grade merupakan masa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel
tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiri dari sel epidermoid
(sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mukus. Tipe intermediate ditandai dengan
masa tumor yang lebih solid sebagian besar epidermoid dan sel intermediate dengan sedikit
memproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differential ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan
tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi (Syafriadi, 2008).
Perawatan karsinoma epidermoid adalah eksisi seluruh jaringan tumor. Prognosis baik well
differentiated/ low grade, tetapi dapat bermetastasis, dan 90% kasus well differentiated dapat
bertahan hidup sampai 5 tahun, tetapi jika poorly differentiated/high grade, prognosis menjadi buruk,
dan kemampuan bertahan hidup 5 tahun menjadi rendah (sekitar 20-40%) (Syafriadi, 2008).
2.2.Polymorphous Low-Grade Adenocarsinoma
Definisi
Neoplasma ganas pada kelenjar ludah minor yang merupakan 2 – 4% dari neoplasma ganas kepala
dan leher, 10% malignant neoplasmsa pada rongga mulut dan 15 – 23% dari seluruh neoplasma
malignant pada kelenjar saliva. Neoplasma ganas kelenjar saliva diantaranya adalah polymorphous
low-grade adenocarcinoma (PLGA) yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1983 oleh Batsakis et al
dan Freedman dan Lumerman yang menamakannya Terminal Duct Carcinoma and Lobular Carcinoma.
Tumor ini didiagnosis sebagai Pleomorphic Adenoma atau Adenoid Cystic Carcinoma tidak spesifik
yang merupakan neoplasma malignant kelenjar ludah yang lebih sering terdeteksi di kelenjar liur
minor . Penyakit ini merupakan patologik yang jarang terjadi dan mengenai orang – orang dengan
rentang usia 30-70 tahun dengan ratio predileksi pada perempuan 2:1.
Polymorphous low grade adenocarcinoma ditemukan hampir secara eksklusif di glandula saliva minor,
dan jarang terjadi di lokasi ekstraoral, termasuk kelenjar ludah utama. Enam puluh persen dari kasus-
kasus pada palatum keras atau lunak, 13% kasus pada mukosa bukal, 10% pada bibir atas,6% di area
retromolar dan dan 9% di seluruh rongga mulut.
Tanda dan gejala
Lesi biasanya digambarkan tanpa rasa sakit, massa tumbuh lambat , dilapisi oleh mucosa non-
ulcerated. Penyakit ini tergolong lambat terdeteksi dapat berminggu minggu atau bahkan bertahun-
tahun karena pertumbuhan yang lambat . lesi ini dapat mengikis atau menginflitrasi ke jaringan tulang
. Histologi menunjukkan Lesi non-encapsulated dengan margin infiltratif
Dinamakan polymorphous karena memiliki pertumbuhan dengan pola yang berbeda yakni tubular,
padat, papiler, microcystic, cribiform, fasciculus, dan cords. Lesi ini dapat mengilfiltrasi jaringan tulang
dan bahkan sampai invasi perivascular dan perineural.
Perawatan
Perawatan terbaik adalah bedah eksisi termasuk tulang yg terletak di bawahnya, jika perlu
pembedahan ini diikuti oleh radioterapi.
Prognosis adalah baik dan angka relaps berkisar antara 17% dan 24%. Metastasis tidak biasa (9%),
namun bisa terjadi, terutama jika mempengaruhi kelenjar getah bening regional.
2.3Adenoid Cystic Carcinoma
Adenoid kistik carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma, merupakan tumor ganas yang
berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat, cenderung lokal invasive, dan kambuh setelah
operasi. Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor. Tumor ini tidak hanya timbul
pada kelenjar ludah atau rongga mulut, tetapi dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian
bawah dari saluran pernafasan, nasopharinx, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Umumnya
melibatkan penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008).
Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang termasuk tumor dengan
potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor
submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik,
walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda
dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh
kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan
karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan
hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen (Adam et al., 1997;
Lee, 2003).
Secara histopatologi anatomis adenoid kistik carcinoma mempunyai gambaran/ pola yang bervariasi.
Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu masa yang
padat atau berupa kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum.
Didalam kelompoknya sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan
suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform. Sel-sel tumor menghasilkan membran
basalis yang homogen sehingga menunjukan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk
silindris (Syafriadi, 2008).
Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun adenoid kistik karsinoma tidak
menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi, tetapi dalam jangka waktu yang panjang
menunjukan prognosis yang buruk (Syafriadi, 2008).
Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital
yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf
untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat
mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka
prognosisnya buruk (Adam et al., 1997).
2.4.Clear Cell carcinoma
Clear cell carcinoma (CCC), juga kadang-kadang disebut sel jernih kanker , adalah suatu bentuk yang
jarang dari tumor yang ditandai dengan sel-sel yang tampak pucat dalam warna atau jelas, dengan
batas demarkasi yang solid di bawah mikroskop. Sel-sel ini cenderung untuk menjadi baik diisi dengan
cairan atau glikogen Clear cell carcinoma dapat ditemukan di berbagai jenis tumor .
Tumor Karsinoma berasal dari sel epitel. sel-sel epitel membentuk permukaan tubuh dan gigi
berlubang. Meskipun karsinoma sel jernih dapat terjadi di lokasi yang berbeda, itu diakui sebagai
penyakit saluran kencing vagina dan bawah. Sebagian besar tumor sel jernih karsinoma bersifat ganas
dan dianggap sebagai kanker grade tinggi, tetapi mereka sering memiliki tingkat kelangsungan hidup
yang tinggi.
Clear cell carcinoma juga dapat ditemukan pada tumor payudara, kulit, dan lokasi lainnya. Hal ini
paling sering dikaitkan dengan ovarium , saluran vagina, dan rahim .
2.5.Acinic Cell Carsinoma
Karsinoma sel asini merupakan tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi, angka
kejadiannya sekitar 10% dari total seluruh tumor-tumor kelenjar ludah. Tumor ini berkapsul,
merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm
(Syafriadi,2008).
Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria.
Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus.
Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar
dan sel duktus intercalated (Amirlak, 2009). Terapi karsinoma sel asini meliputi bedah eksisi lengkap.
Terapi radiasi pascaoperasi mungkin dapat membantu pada kasus yang meragukan setelah operasi
(Vidyadhara et al., 2007).
Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini (kanan). Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini
kelenjar saliva (kiri).
Sumber : Anonim, 2008.
2.6 Adencarcinoma Not Otherwise Specified
Dalam klasifikasinya, adenokarsinoma tidak dinyatakan khusus (NOS), mencapai 17 persen dari tumor
ganas yang melibatkan kelenjar ludah kecil dan besar dan diikuti dan acinic karsinoma
mucoepidermoid sebagai yang paling sering tumor ganas ketiga. klasifikasi tambahan bahwa NOS
adenocarcinoma adalah yang paling umum ketiga atau keempat kelenjar ludah tumor ganas
Diagnosis tepat dari NOS adenokarsinoma, adalah penting jika kategori lainnya adenocarcinoma
kelenjar ludah adalah untuk menjadi semakin homogen untuk analisis klinikopatologi dan tujuan
prognosis. Selain itu, analisis kasus didiagnosis sebagai adenokarsinoma NOS menunjukkan prognosis
mereka berbeda secara signifikan dari beberapa kelompok tertentu. Umumnya, NOS adenocarcinoma
adalah lesi kelas tinggi dengan 5 dan kelangsungan hidup 10 tahun dalam kisaran 45 sampai 52% dan
36 sampai 39% masing-masingnya.
Sekitar 60% dari karsinoma tersebut terjadi pada kelenjar ludah utama (50% pada parotis dan 10% di
submandibular) dan sisanya melibatkan kelenjar kecil (langit-langit, bibir, lidah, mukosa bukal, dasar
mulut dan daerah tonsil) Tiga perempat dari kasus yang terjadi antara usia 40 dan 70 tahun.
Kebanyakan kasus akan memiliki beberapa bentuk pola pertumbuhan kelenjar-ducto.
MAKALAH BM
KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH
Oleh:
Anggi Sona Putri Nonegrina
04091004059
Dosen:
Drg. Galuh Anggraini, SpBM
Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
2011
KLASIFIKASI KELAINAN KELENJAR LUDAH
1. I. DEVELOPMENTAL ANOMALI
1. A. APLASIA/AGENESIS ( Referensi : Diagnosis of salivary gland disorders Oleh K.
Graamans)
Definisi
Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau
agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkenal adalah
kelenjar parotis.
Faktor herediter merupakan faktor penyebab dari aplasia ini. Gejala utama pada aplasia adalah
xerostomia, kesulitan dalam berbicara dan makan, dan karies yang parah. Diagnosa bisa dibuat ketika
orifis dari satu atau beberapi kelenjar saliva mayor tidak ditemukan.
Diagnosis
Sialgografi merupakan cara untuk memperlihatkan adanya cacat struktural yang besar baik pada
duktus saliva maupun pada kelenjarnya sendiri.
Perawatan
Pengobatan xerostomia didasarkan pada pemberian saliva tiruan, mengurangi kerusakan gigi dengan
melakukan tindakan pencegahan dan mengobati infeksi oportunistik,seperti kandidiasis oral dan
sialadenitis bakteri
1. B. ABERANSIA
Definisi : kelainan bentuk anatomis kelenjar ludah.
Kelenjar ludah aberansia di laporkan mempunyai variasi lokasi, meliputi middle-ear cleft, leher ,
mandibula posterior, mandibula anterior, pituitary. Biasanya ditemukan secara kebetulan dan tidak
memerlukan intervensi.
Aberansia ini biasanya jarang terjadi pada mandibula anterior dan sulit untuk dilakukan diagnose.
Memberikan gambaran radiolusen pada apex gigi.
Diagnosa banding: the nomeras unilucular lesi radiolusen mandibula.
1. C. ATRESIA
Atresia duktus kelenjar ludah ekskretoris yang mengacu pada adanya bawaan atau penyempitan
saluran. Atresia berasal dari perkembangan kondisi yang sangat langka, yang dapat menghasilkan
xerostomia berat. Hal ini juga dapat mengakibatkan pembentukan kista retensi dari kelenjar ludah.
Menurut beberapa peneliti terdapat cacat perkembangan di ekskretoris tersebut.
II. OBSTRUCTIVE SALIVARY GLAND DISEASE
Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa sakit atau nyeri dan
pembengkakan kelenjar , dan paling sering disebabkan oleh gangguan ductus dikarenakannya infeksi
bakteri yang akanmenurunkan aliran saliva dan stasis dari sekresi.
A. SIALOLITHIASIS
Definisi
Calculi atau ‘batu’ dapat terjadi dalam duktus saliva dari endapan garam-garam kalsium yang keluar
dari saliva di dalam lapisan konsentrik disekitar debris.
Etiologi
Masih belum diketahui namun ada beberapa faktor yang berkontribusi dari pembentukan batu yaitu
inflamasi, ketidakteraturan dari sistem duktus, iritasi lokal dan antikoligernik(obat-obatan) yang
mungkin akan menyebabkan adanya suatu genangan saliva di dalam duktus yang mana lama
kelamaan akan terbentuk batu. Terjadi paling sering di kelenjar submandibular, mungkin karena
viskositas yang tinggi dari kombinasi saliva dengan relatif yang lama dan bentuk yang berliku-liku dari
duktus.
Gambaran klinis
Batu biasanya berbentuk oval, licin, dan tidak beraturan permukaannya.
Batu kelenjar saliva ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan
pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar yang
bersangkutan.
Keluhan awal, terjadi pembengkakan selama 1-2jam dan rasa tidak nyaman saat makan. Bila tahap
ini tidak diobati, sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakterial akut
dengan gejala seperti rasa sakit terus menerus, pembengkakan serta demam
Diagnosis
Secara klinis à abnormal saat pemeriksaan
Ekstraoral à Pembengkakan
Intraoral à Dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran/teraba di dalam saluran.
Pemeriksaan
Radiografi à tidak semua kalkuli radioopaq
Sialografi à Dapat mendeteksi adanya mucous plugs
Perawatan : .
Pemijatan dari kelenjar .
Hidrasi dan penggunaan dari sialagogues (seperti tetesan asam lemon) untuk mendorong sekresi
ke depan.
Antibiotik dibutuhkan untuk mengobati infeksi sekunder.
Analgesik untuk mengurangi rasa sakit.
Pembedahan jika diperlukan
III. MUCOUS RETENTION
1. A. MUCOCELE
Definisi
Fenomena retensi mukus berupa pembengkakan noduler paling umum dari bibir bawah dan secara
khas disebut Mucocele
Terdapat 2 tipe fenomena retensi mukus :
1. Fenomena retensi mukus -tipe retensi/kista rentensi mukus à dibatasi oleh epitel duktus dan
merupakan akibat dari genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar.
2. Fenomena retensi mukus-tipe ekstravasasi/kista ekstravasasi mukus à tidak ada batas-batas epitel.
Biasanya dikelilingi oleh jaringan granulomatosa dan berasal dari trauma yang memutuskan suatu
duktus, diikuti oleh genangan mukus di luar duktus kelenjar liur tambahan dalam jaringan ikat.
3. 3. Etiologi
Etiologi
Mucocele melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun
diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus
glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat
disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat
pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang,
menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi
rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-
lain.
Diagnosis
Dapat secara langsung dari riwayat penyakit, gambaran klinis dan palpasi.
Gambaran Klinis
Mucocele memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan lunak yang
berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-
kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam,
apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter,
beberapa literatur menuliskan diameter mucocele umumnya kurang dari 1 cm.
Mucocele pada anterior median line ventral lidah mucocele pada bibir bawah
Perawatan
Perawatan untuk kasus mucocele adalah bedah eksisi. Tetapi, mucocele dapat bersifat
rekuren apabila tidak dieksisi dengan baik dan jika duktus-duktus lain terpotong selama pembedahan.
Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting.
Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi massa.
1. B. RANULA
Definisi
ranula adalah mucocele besar yang berlokasi pada dasar mulut. Ranula dapat berupa ekstravasasi
mucus atau kista retensi mucus dan biasanya berhubungan dengan kelenjar saliva sublingualis dan
glandula saliva minor.
Etiologi
Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan
aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula
sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk
pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital
dimana duktus saliva tidak terbuka..
Gejala klinis
Istilah ranula digunakan karena lesi seringkali bengkak seperti perut kodok. Lesi ininpada umumnya
sakit, pertumbuhan lambat, lembut dan berlokasi pada dasar mulut. Kadang – kadang lesi hanya
terbentuk pada satu sisi frenulum lingualis. Tetapi, jika lesi telah menembus jaringan lunak, maka akan
melewati garis midline. Sama seperti mucocele, ranula yang dangkal memiliki warna biru yang khas,
tetapi bila ranula sudah dalam maka mukosa terlihat normal.
Gambaran klinis ranula simpel gambaran klinis ranula plunging
Perawatan
Ranula biasanya dirawat dengan pembedahan. Prosedur marsupialisasi untuk pengangkatan lesi
merupakan pilihan perawatan, terutama pada lesi kecil. Kekambuhan dapat terjadi dengan teknik
marsupialisasi tunggal, pada kasus ini eksisi lesi (termasuk kelenjar) dianjurkan. Penyuntikan
kortikosteroid pada intralesi telah sukses dalam perawatan ranula.
IV. INFECTION AND REACTIVE LESSIONS
1. A. NECROTIZING METAPLASIA
Definisi
Merupakan kondisi inflamasi yang jarang terjadi karena tidak tuntasnya suatu etiologi yang berefek ke
kelenjar saliva palatal minor.
Etiologi
Hal ini telah diterima secara luas bahwa necrotizing sialometaplasia dimulai oleh kejadian iskemik
lokal. Beberapa sumber mangatakan bahwa kelainan ini berhubungan dengan kebiasaan merokok,
mengonsumsi alkohol, penggunaan gigi tiruan, operasi, dan penyakit sistemik.
Gambaran Klinis
Nekrosis yang diikuti pembengkakan yang sakit dan ulserasi sering muncul yang dicurigai sebagai
malignant. Umumnya lesi berada di palatum durum bagian posterolateral,bagaimanapun dapat
menyerang semua tempat dimana terdapat jaringan kelenjar minor.
Perawatan
Sesungguhnya necrotizing sialometaplasia adalah lesi yang tidak menyebar, bertahan paling
lama 6 minggu dalam rongga mulut, dan dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak ada perawatan
spesifik yang dibutuhkan, tapi debridement dan saline rinse dapat membantu dalam proses
penyembuhan. Jarang pula terjadi kekambuhan pada kasus ini.
1. B. VIRAL INFECTIONS
1. 1. MUMPS
Etiologi
Mumps disebabkan karena RNA Paramyxovirus dan ditransmisi oleh kontak langsung dengan droplet
saliva. Di Amerika Serikat dan Kanada telah menganjurkan vaksinasi mumps sejak tahun 1970an dan
memonitor vaksinasi pd masa sekolah. Oleh karena itu, infeksi ini harus dipertimbangkan dalam kasus
peradangan kelenjar saliva nonsupurative akutpada pasien yang tidak divaksinasi dan tidak memiliki
mumps.
Gejala klinis
Biasanya, mumps menyerang anak – anak dengan usia 4 dan 6 tahun. Diagnose pada orang dewasa
lebih sulit. Masa inkubasi adala 2 – 3 minggu; diikuti oleh pembesaran dan peradangan kelenjar saliva,
nyeri, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Kebanyakan kasus melibatkan glandula parotis,
tetapi 10% kasus melibatkan glandula mandibular. Kulit disekitar glandula bengkak kemerahan.
Kelenjar ludah membengkak tiba2 dan sakit bila di palpasi. Jika setengah dari kelenjae saliva
mengalami destruksi maka pasien akan merasa sakit saat makan. Pembengkakan terjadi secara
bilateral dan berlangsung sekitar 7 hari.
Perawatan
Perawatan mumps berupa perawatan simptomatik dan vaksinasi untuk pencegahan
1. 2. CYTOMEGALOVIRUS INFECTION
Etiologi
Human CMV adalah beta herpesvirus yang yang menginfeksi hanya pada manusia. CMV akan menjadi
latent setelah terekspos dan menginfeksi. Meskipun kekambuhan dapat terjadi pada individu tanpa
gejala klinis, tetapi imunitas seseorang dapat merawatnya.
CMV dapat berkembang di darah, saliva, feces, sekresi pernapasan, urine dan cairan tubuh lain. CMV
adalah penyebab utama terjadi ny non – Epstein barr virus yang menginfeksi mononukleus pada
kebanyak populasi.
Gejala klinis
CMV mononukleusis sering menyerang dewasa muda dengan gejala demam akut dan terjadi
pembesaran kelenjar saliva.
Perawatan
Pasien dengan imunocompeten dirawat dengan mengobati symptom nya. Pasien dengan
immunocompromised dianjurkan memakai manajemen agresif dan dilakukan pengobatan dengan
intravena gancyclovir, foscarnet, atau cidofovir
1. 3. HIV – INFECTION
Etiologi
Neoplastik dan non – neoplastik lesi kelenjar ludah mengalami peningkatan pada pasien yang
menderita HIV. Dokter harus mempertimbangkan tumor yang berhubungan dengan AIDS seperti
Sarkoma Kaporsi dan Limfoma. Sjogren’s syndrome juga ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV.
Berbagai istilah telah digunakan untuk menggambarkan kondisi ini “HIV penykit kelenjar ludah (HIV-
SGD) adalah istilah yang dipakai. HIV – SGD menggambarkan xerostomia dan pembesaran kelenjar
ludah jinak (unilateral dan bilateral) pada pasien yang positif HIV.
Gejala klinis
Kebanyakan gejala HIV – GSD adalah pembengkakan kelenjar saliva, dimana berhubungan dengan
xerostomia atau tidak. Kelenjar parotis ditemukan pada 98% laporan kasus dan 60% pasien
mengalami pembesaran bilateral.
Perawatan
Pengobatan HIV – SGD secara simptomatiknya. Xerostomia dapat diobati dengan memperbanyak
minum air, mengganti pengganti air liur, mengunyah permen karet bebas gula, atau mengisap permen
karet bebas gula. Flourida topical untuk mencegah karies.
1. 4. Hepatitis C virus Infection
Etiiologi
HCV DNA telah terdeteksi dalam saliva pasien dengan infeksi hepatitis C kronis, dan saliva pada HCV
itu merupakan pembawa infeksi. Sejumlah laporan dari Eropa pusat menunjukkan hubungan antara
HCV dan Sjogren’s syndrome
Gejala klinis
Infeksi HCV memiliki banyak manifestasi ekstrahepatik, termasuk pembesaran kelenjar saliva. Pasien
mungkin melaporkan xerostomia disertai dengan pembesaran kelenjar saliva mayor yang kronis.
Perawatan
Perawatan berdasarkan gejalanya.
1. C. BACTERY INFECTIONS
1. 1. ALLERGIC SIALADENITIS
Definisi
Merupakan pembesaran kelenjar saliva mayor khususnya kelenjar parotis yang dapat berasosiasi
dengan berbagai kelainan sitemik termasuk alkolisme, diabetes, malnutrisis, dan bulimia. Sialodenosis
biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan berkembang perlahan seiring waktu. Secara
histology terlihat perbesaran acinar terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak.
Etiologi
Etiologinya tidak di ketahui , namun berhubungan dengan sistem stimulus saraf otonom yang tidak
tepat.
Perawatan
Hindari allergen dan monitoring terhadap adanya infeksi sekunder.
1. D. ACTINOMYCOSIS
Etiologi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa genus Actinomyces termasuk kuman, meskipun
sebelumnya diduga suatu jamur. Actinomyces ditemukan dalam gigi berlubang, pada gigi dalam
pocket gingiva dan kripta tonsil sebagai saprofit. bukannya berdasarkan isolasi jamur, tetapi
berdasarkan atas sifat serta bentuk-bentuk benda yang ditemukan dalam lesi penyakitnya dan sampai
sekarang Actinomyces belum berhasil diisolasi dari alam bebas.
Aktinomikosis ini dibedakan menjadi 4 bentuk:
1. Bentuk abdominalis
2. Bentuk servikofasialis
3. Bentuk torakalis
4. Bentuk generalisata
Disini yang akan dibahas adalah bentuk servikofasialis karena terjadinya pada rongga mulut.
Gambaran klinis
Dimulai dengan pembengkakan yang kecil, datar, dan keras di dalam mulut, kulit leher atau bawah
rahang. Kadang pembengkakan ini menimbulkan rasa nyeri. Selanjutnya terbentuk daerah lunak yang
menghasilkan cairan yang mengandung butiran belerang yang bulat dan kecil, berwarna kekuningan.
Infeksi bisa menyebar ke pipi, lidah, tenggorokan, kelenjar liur, tulang tengkorak atau otak dan selaput
otak (meningens).
V . METABOLIC DISORDER WITH SALIVARY GLAND INVOLMENT
1. A. SJOGREN SYNDROME
Definisi
Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik
yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari
mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis
Etiologi
Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non
genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan
HLA DR dan DQ.
Gejala klinis
tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula dengan gejala sistemik atau
ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan mata kering dan kadang-kadang
disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi
limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk sekresi kelenjer (exocrinopathy).
Diagnosis
Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren Primer biasanya lebih sulit
karena pasien menunjukkan gejala utama yaitu mata kering, mulut kering dan keluhan muskuloskletal
dan biasanya pasien berobat kespesialis yang berbeda-beda.
Mulut kering pada penderita Sjogren Syndrome
Penatalaksanaan
Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan
pengelolaan sekuele serta pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada
satu pengobatan yang ditujukan untuk semua manifestasi Sindrom Sjogren.Walaupun Sindrom Sjogren
bukan merupakan penyakit yang ganas tapi keluhan mata dan mulut kering yang persisten dapat
mengurangi kualitas hidup dan dalam perkembangannya dapat menjadi limfoma yang dapat
menyebabkan kematian.
1. DIABETES
Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit endokrin umum, terutama pada populasi geriatri. Beberapa kelainan
metabolik berlangsung disini, dan komplikasi jangka panjang seperti hipertensi ginjal, neuropati, dan
penyakit mata dapat terjadi.
Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol sering mengeluhkan mulut kering (xaerostomia) , yang
diyakini akibat poliuria dan hidrasi yang buruk. Adapun hasil penelitian tentang komposisi aliran saliva
pasien diabetes yang mengalami perubahan kontradiktif. Satu studi melaporkan bahwa laju aliran
saliva pada anak dengan diabetes mellitus tidak terkontrol akan menurun bila dibandingkan dengan
laju aliran saliva pada pasien anak diabetes yang terkontrol. Walaupun diabetes melitus terkontrol,
peneliti lain menemukan laju aliran saliva normal, tetapi terjadi perubahan pada komposisi salivanya.
Berdasarkan uji klinis pada perbandingan pasien diabetes yang terdiri dari pasien dewasa dengan
kontrol normal dengan pasien diabetes yang tidak terkontrol. Ditemukan bahwa pasien dengan
diabetes yang kurang terkontrol telah menurunkan laju aliran saliva bila dibandingkan dengan pasien
dengan diabetes terkontrol baik. Para peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara
populasi dalam frekuensi keluhan xerostomia, dan selanjutnya, bahwa disfungsi saliva mungkin ada
pada pasien diabetes yang lebih tua.
Etiologi
Disfungsi kelenjar saliva pada pasien diabetes tidak jelas. Kontrol glikemik yang buruk secara langsung
dapat menimbulkan efek pada metabolisme. Disfungsi sistem saraf otonom mungkin berperan disini.
Meurman melaporkan tidak ada perubahan tingkat aliran saliva antara non-insulindependent pasien
diabetes dan kontrol normal. Namun, mereka menemukan efek dari obat xerostomic pada tingkat
aliran saliva lebih kuat pada pasien diabetes. Mereka menduga bahwa ini karena disfungsi sistem saraf
otonom pada populasi diabetes
1. B. GRANULOMATOUS CONDITIONS
1. 1. TUBERCULOSIS
Definisi
Tuberculosis ( TB ) adalah infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis,yang bisa menyebabkan terbentuknya granuloma pada jaringan yang terinfeksi.Paru-paru
merupakan organ yang paling sering diserang, tetapi jaringan yang lain, termasuk kelenjar saliva juga
bisa diserang. Pasien dengan TB biasanya xerostomia dan pembengkakan pada kelenjar saliva dengan
granuloma dan cyst pada kelenjar yang terinfeksi. Pembesaran kelenjar saliva timbul sebagai bagian
dari karakteristik dari gejala yg kompleks dari TB.
Diagnosa
Pada biopsi, ditemukannya bakteri mycobacterium
Perawatan
Perawatan pada kelenjar saliva meliputi kemoterapi. Pada pasien yang tidak cocok untuk dilakukan
kemoterapi maka dilakukan pembedahan pada kelenjar saliva yang terinfeksi tersebut.
1. 2. SARCOIDOSIS
Definisi
Sarcoidosis merupakan suatu kondisi kronik dimana limfosit T, mononuclear dan granuloma
menyebabkan kerusakan pada suatu jaringa. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Heerfordt’s
syndrome biasa menyebabkan sarcoidosis. Sarcoidosis menyerang kelenjar saliva pada 1 dari 20
kasus. Pada pemeriksaan linis ditemukan adanya pembesaran kelenjar saliva, tidak disertai rasa sakit,
bilateral dan kenyal. Selain itu juga ditemukan penurunan fungsi saliva.
Pemeriksaan
Biopy, pemeriksaan serum (calcium level, autoimmune serologies, dan konsentrasi angiotensin I–
converting enzyme )
Perawatan
Pemberian chloroquine, yang bisa dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada pasien yang gagal pada
pengobatan dengan kortikosteroid, diberikan obat immunosuppresive dan immunomodulatory.
1. 3. BULIMIA / ANOREKSIA
Definisi
Berasal dari bahasa Yunani yang berarti hilang nafsu makan. Patah selera, hilangnya,berkurangnya
nafsu makan. Anorexia nervosa adalah Anoreksi yang disebabkan terganggunya pusat nafsu makan
dalam hipotalamus yang menyebabkan penderita menjadi kurus kering.
Etiologi
Tejadinya gangguan pusat nafsu makan pada hipotalamus yang menyebabkan penderita
menjadi kurus kering.
Gambaran klinis
Pembesaran dan disfungsi kelenjar saliva à Pembesaran yang nampak dihubungkan dengan
defisiensi nutrisi dan kebiasaan sering muntah.
Gangguan makan susah untuk didiagnosa . Untuk diagnosa dini dan perawatan , dokter gigi
seharusnya waspada pada temuan oral umum sperti erosi enamel, xerostomia, pembesaran
kelenjar saliva, eritema mukosa, dan angular cheilitis.
Hipertropi jinak mungkin menetap dan memerlukan tindak lanjut.
Terjadi peningkatan amilase yang spesifik pada pasien yang mengalami bulimia.
Enzim amilase meningkat dengan frekuensi minum minuman keras, tapi hubungannya tidak cukup
kuat untuk induksi level amilase sebagai suatu indeks dari keparahan penyakit.
Pemeriksaan
Telah dilaporkan satu studi kasus bahwa pemeriksaan histologis dari gangguan kelenjar saliva
terdapat pembesaran asinar dan penurunan lemak intertisial. Pembesaran Kelenjar saliva biasanya
terhenti jika berat badan pasien kembali normal dan tterhentinya kebiasaan makan yang tidak baik.
Perawatan
Parotidektomi superfisial akan menurunkan hipertropi kelenjar saliva, beberapa ahli bedah percaya
bahwa tindakan bedah merupakan kontraindikasi untuk beberapa pasien dengan gangguan
makan, karena peningkatan resiko dihubungkan dengan metabolik pasien yang tidak seimbang
dan profil psikologikal.
Pasien seharusnya ditanyakan secara langsung jika mengalami gangguan makan.
Gangguan makan harus diingat dalam diagnosa bandingnya dengan disfungsi kelenjar saliva dan
hipertropi kelenjar saliva.
1. C. RADIATION INDUCED PATHOLOGY
Terapi sinar radiasi eksternal untuk kanker kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen
pada kelenjar ludah, khususnya asinus serius yang menjadi xerostomia yang parah. Pasien ini
membutuhkan follow-up dental yang dekat dengan pemeliharaan preventif agresif karena resiko tinggi
untuk karies merajalela yang cenderung mempengaruhi daerah leher dan akar gigi. Restorasi dan
perlindungan gigi sangat penting mengingat potensial untuk osteorasionecrosis dari rahang juga
ekstraksi gigi hadir dalam bidang radiasi.
Terapi :
Pengobatan dengan radioreactive iodine diikuti pembedahan untuk kanker thyroid juga dapat
mengakibatkan peradangan dan kerusakan pada kelenjar ludah dalam persentase kecil pada pasien.
Gejala biasanya sementara, kecuali struktur terjadi dalam saluran mengakibatkan sialadenitis kronis.
Sialography, yang sekarang telah banyak di gantikan oleh computed tomoghraphy dan jarang
ditunjukkan, mungkin berguna pada pasien untuk mengidentifikasi struktur duktal. Gejala kadang-
kadang dapat di kurangi dengan suntikan media kontras selama sialoghraphy, struktur mungkin dapat
digunakan untuk dilatasi melalui teknik endoskopik intraoral dalam beberapa kasus. Pilocarpine atau
cevirnilline dapat membantu kasus radiasi ini.
Tes diagnostik : Biasanya tidak ada, diagnosis berdasarkan sejarah dari terapi radiasi dan tes klinik.
Sialography merupakan indikasi dalam kasus ini.
- Tidak di perlukan biopsy
VI. NEOPLASMA
BENIGN TUMORS
A. PLEOMORPHIC ADENOMA
Definisi dan Etiologi
Merupakan tumor yang sering terjadi pada kelenjar saliva. Tumor ini sering disebut sebagai mixed
tumor karena terdiri dari sel epitel dan mesenkim. Sekitar 85% tumor ini ditemukan pada kelenjar
parotis dan 8% ditemukan pada kelenjar submandibular, dan sisanya ditemukan pada sublingual dan
kelenjar saliva minor.
Pleomorphic adenoma terjadi pada semua usia tetapi prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak. Dan
jenis kelamin perempuan lebih sering terkena.
Gambaran klinis
Pada pemeriksaan klinis tumor ini tidak terasa nyeri, kenyal dan massa yang mudah digerakan dan
jarang disertai ulser pada kulit atau mukosa. Pada kelenjar parotis, neoplasma ini tumbuh dengan
lambar dan biasanya terjadi pada sisi posterior inferior dari lobus superficial. Secara intraoral, mixed
tumor ini sering terjadi pada palatum, diikuti bibir atas dan mukosa bukal.
Pleomorphic ini dapat berbeda-beda ukurannya tergantung pada kelenjar mana yang terkena. Pada
kelenjar parotis, tumor ini biasanya berdiameter beberapa centimete tetapi bisa menjadi lebih besar
jika tumor ini tidak dirawat.
Fig.Pleomorphic adenoma of the upper labial mucosa Fig.Pleomorphic adenoma of
the palate.
Perawatan
Perawatann lesi ini biasanya dilakukan dengan bedah. Pada lesi yang lebih besar dilakukan superficial
parotidectomy. Tumor kecil di buntut dari kelenjar saliba dibuang dengan mengikutsertakan tepi
jaringan yang normal. Lesi yang terjadi pada kelnjar saliva submandibular biasanya dilakukan
pembuangan dari kelenjar saliva tersebut.
B. PAPILLARY CYSTADENOMA LYMPHOMATOSUM
Definisi
Papillary cystadenoma lymphomatosum yang juga dikenal sebagi tumor Warthin, merupakan tumor
jinak kedua yang sering terjadi pada kelenjar parotis. Dan tumor ini selalu berlokasi di kelenjar parotis,
tetapi kebanyak terdapat pada bagian inferior kelenjar, sudut posterior dari kelenjar submandibila.
Tumor ini terjadi bilateral pada sekitar 6-12% penderita
Gambaran klinis
Kelenjar ini merupakan massa yang tumbuh lambat pada buntut dari kelenjar patotis dan tidak nyeri
kecuali tumor ini menjadi superinfected.
Fig.Lipoma of the buccal mucosa.
Perawatan
Papillary cytadenoma lymphomatosum sering berlokasi di buntuk kelenjar parotis sehingga mudah
dibuang dengan disertai tepi jaringan yang sehat. Tumor yang lebih besar dan melibatkan sejumlah
lobus superfisial dari kelenjar parotis biasanya dilakukan superficial parotidectomy. Jarang terjadi
rekurensi.
C. ONCOMYTIS
Definisi
Oncocytomas merupakan tumor jinak yang jarang terjadi. Nama dari tumor ini oncocytomas karena
tumor ini berisi sel oncocytes, yang merupakan sel granular acidophilic yang besar. Tumor ini sering
terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan.
Gambaran klinis
Oncocytomas biasa padat dan bisa dilihat di kelenjar saliva minor tetapi jarang terlihat pada intraroral.
Lesi ini bisa ditemukan pada lobus superficial dari kelenjar parotis. Biasanya lesi ini bilateral.
Pathology
Pada pemeriksaan histologis, tumor ini terdiri dari sel eosinophilic granular berwarna coklat. Oncocytes
pada tumor ini terdiri dari technetium, dan lesi ini bisa berubah menjadi tumor ganas. Dan lesi ini lesi
yang agrresive
Perawatan
Superficial parotidectomy merupakan pilihan pertama perawatan untuk kasus tumor kelenjar parotis.
Pembuangan kelenjar merupakan pilihan perawatan untuk tumor pada kelenjar submandibula dan
kelenjar saliva minor. Rekuren jarang terjadi
1. D. BASAL CELL ADENOMAS
Basal cell adenomas tumbuh dengan lambat dan merupakan massa yang tidak nyeri. Lesi ini lebih
sering terjadi pada pria. 70% kasus terjadi pada kelenjar parotism bibir atas merupakan tempat yang
sering terkena untuk basal cell adenomas pada kelenjar saliva minor.
Patologi
Secara histologi terdapat 3 varietas dari basal cell adenomas : padat, trabecular-tubular dan
membraneous. Ukuran dari nukleus normal dengan material cytoplasmic yang sedikit. Bentuk
Trabecular-tubular terdiri dari epitelium trabekular. Sedangkan bentuk membranous adalah
multilocular, dan 50% lesi tidak berkapsul. Bentuk membraneous tumbuh dianatar jaringan saliva
yang normal .
Perawatan
Lesi dibuang dengan bedah eksisi konservatif. Umumnya,lesi tidak rekuren. Tetapi pada bentuk
membraneous sering terjadi rekuren.
E. CANALICULAR ADENOMA
Canalicular adenoma biasa terjadi pada orang yang berumur lebih dari 50 dan lebih sering terjadi pada
wanita. 80% kasus terjadi pada bibir atas. Pertumbuhan lesi lambat dan asymptomatic.
Patologi
Lesi terdiri dari jaringan basaloid, yang biasanya tersusun 2 lapisan. Jaringan stroma hilang, fibril, dan
vaskularisasi yang tinggi
Perawatan
Bedah eksisi. Rekuren jarang terjadi tetapi pasien harus dimonitor secara teratur
F. SEBACEOUS ADENOMA
Sebaceous adenoma jarang terjadi. Lesi ini berasal dari kelenjar sebaceous yang berlokasi didalam
kelenjar saliva. Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang sering terkena.
Perawatan
Pembuangan kelenjar saliva yang terkena merupakan pilihan perawatan. Lesi intraoral dibuang
dengan pembedahan
G. MYOEPITHELIOMA
Kebanyakan myopethelioma terjadi pada kelenjar parotis, palatum merupakan lokasi yang sering
terkena. Lesi cendereung terjadi ketika dewasa sekitar umur 53 tahun, gejala lesi asimptomatik
dengan pertumbuhan yang lambat.
Patologi
Myopitheliomas terdiri dari spindle shaped cell atau sel plasmacytoid atau kombinasi dari kedua sel
tersebut. Dianosis tergantung pada identifikasi sel myopitelial. Pola pertumbuhan dimulai dari jaringan
yang padat sampai kehilangan dari sel myopitelial. Pemeriksaan immunohistochemical dengan
perwarnaan actin, cytokeratin, dan s-100 protein.
Perawatan
Bedah eksisi standar. Jarang terjadi rekuren.
H. Ductal papilloma
Definisi
Ductal papilloma merupakan bentuk dari tumor jinak kelenjar saliva yang muncul dari duktus sekretori,
dan biasanya terjadi pada kelenjar saliva minor. 3 bentuk dari ductal papilloma adalah simple ductal
papilloma ( intraductal papilloma ), inverted ductal papilloma, dan sialadenoma papilliferum
Simple Ductal Papilloma.
Simple ductal papilloma merupakan lesi exophytic dengan dasar pedunkulus (bertangkai). Lesi kadang
berwarna merah.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren
Inverted Ductal Papilloma.
Inverted ductal papilloma terjadi pada kelenjar saliva minor. Gambaran klinisnya seperti nodul
submukosa yang hampir sama dengan fibroma atau lipoma. Pemeriksaan histologi hampir sama
dengan sialadenoma. Bentuk dari ductal papilloma ini juga terdiri dari duktus epitelium yang
berproliferasi ke dalam jaringan stroma membentuk cleft.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren
Sialadenoma Papilliferum.
Bentuk dari sialadenoma papilliferum hampir sama dengan syringocystadenoma papilliferum pada
kulit. Lebih sering terjadi pada pria dewasa. Lesi ini biasanya timbul pada palatum dan mukosa bukal
dan merupakan lesi exophytic yang tidak terasa sakit. Lesi ini hampir mirip dengan papilloma. Pada
pemeriksaan histologis terlihat epithelium papilla yang didukung oleh jaringan ikat fibrovascular.
Perawatan
Bedah eksisi lokal. Jarang terjadi rekuren.
MALIGNANT NEOPLASMA
Definisi
Neoplasma atau neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan tidak dapat
dikontrol oleh tubuh. Para ahli onkologis masih sering menggunakan istilah tumor untuk menyatakan
suatu neoplasia atau neoplasma (Syafriadi, 2008).
Ada dua jenis neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas (malignant
neoplasm). Neoplasia jinak adalah pertumbuhan jaringan baru yang lambat, ekspansif, terlokalisir,
berkapsul, dan tidak bermetastasis (anak sebar). Neoplasia ganas adalah tumor yang tumbuhnya
cepat, infiltrasi ke jaringan sekitarnya, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (bermetastasis).
Neoplasia ganas sering disebut kanker (Syafriadi, 2008).
Banyak faktor penyebab atau pendukung yang dapat meransang terjadinya neoplasma. Faktor-faktor
ini digolongkan kedalam dua kategori, yaitu : (1) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan
dengan herediter dan faktor-faktor pertumbuhan; dan (2) faktor eksternal seperti bakteri, virus, jamur,
bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas, dingin, tembakau, atau alkohol (Syafriadi, 2008).
2.Klasifikasi malignant Neoplasma
2.1. Mucoepidermoid Carcinoma
Karsinoma mukoepidermoid melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis. Sebagian
kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering melibatkan kelenjar ludah minor di
palatum. Tumor ini sering terjadi pada orang dewasa dan berdasarkan jenis kelamin penderita wanita
mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki. Tumor tumbuhnya lambat dan berasal dari sel
epithelium duktus. Tumor ini berpotensi bermetastasis. 5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan
paling sering adalah kelenjar ludah parotis (Syafriadi, 2008).
Tumor ini merupakan jenis terbanyak dari keganasan kelenjar saliva yang diakibatkan oleh radiasi.
Insidens kejadian paling tinggi didapat pada usia antara dekade 30-40. Hampir 75% pasien
mempunyai gejala pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian kecil
lainnya dengan paralisis nervus fasialis. Tumor ini berasal dari sel epithelial interlobar dan intralobar
duktus saliva. Tumor ini tidak berkapsul, dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %.
Penentuan derajat keganasan berdasarkan patologi klinik terdiri atas derajat rendah,menengah, dan
tinggi (Adam et al., 1997; Lee, 2003).
Gambar 3 Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid
Secara mikroskopis karsinoma epidermoid dibedakan menjadi low grade, intermediate grade dan high
grade. Gambaran mikroskopis menunjukan campuran sel skuamous, sel kelenjar penghasil mucus, dan
sel epitel tipe intermediate. Ketiga sel-sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami
metaplasia. Tipe low grade merupakan masa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel
tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiri dari sel epidermoid
(sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mukus. Tipe intermediate ditandai dengan
masa tumor yang lebih solid sebagian besar epidermoid dan sel intermediate dengan sedikit
memproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differential ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan
tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi (Syafriadi, 2008).
Perawatan karsinoma epidermoid adalah eksisi seluruh jaringan tumor. Prognosis baik well
differentiated/ low grade, tetapi dapat bermetastasis, dan 90% kasus well differentiated dapat
bertahan hidup sampai 5 tahun, tetapi jika poorly differentiated/high grade, prognosis menjadi buruk,
dan kemampuan bertahan hidup 5 tahun menjadi rendah (sekitar 20-40%) (Syafriadi, 2008).
2.2.Polymorphous Low-Grade Adenocarsinoma
Definisi
Neoplasma ganas pada kelenjar ludah minor yang merupakan 2 – 4% dari neoplasma ganas kepala
dan leher, 10% malignant neoplasmsa pada rongga mulut dan 15 – 23% dari seluruh neoplasma
malignant pada kelenjar saliva. Neoplasma ganas kelenjar saliva diantaranya adalah polymorphous
low-grade adenocarcinoma (PLGA) yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1983 oleh Batsakis et al
dan Freedman dan Lumerman yang menamakannya Terminal Duct Carcinoma and Lobular Carcinoma.
Tumor ini didiagnosis sebagai Pleomorphic Adenoma atau Adenoid Cystic Carcinoma tidak spesifik
yang merupakan neoplasma malignant kelenjar ludah yang lebih sering terdeteksi di kelenjar liur
minor . Penyakit ini merupakan patologik yang jarang terjadi dan mengenai orang – orang dengan
rentang usia 30-70 tahun dengan ratio predileksi pada perempuan 2:1.
Polymorphous low grade adenocarcinoma ditemukan hampir secara eksklusif di glandula saliva minor,
dan jarang terjadi di lokasi ekstraoral, termasuk kelenjar ludah utama. Enam puluh persen dari kasus-
kasus pada palatum keras atau lunak, 13% kasus pada mukosa bukal, 10% pada bibir atas,6% di area
retromolar dan dan 9% di seluruh rongga mulut.
Tanda dan gejala
Lesi biasanya digambarkan tanpa rasa sakit, massa tumbuh lambat , dilapisi oleh mucosa non-
ulcerated. Penyakit ini tergolong lambat terdeteksi dapat berminggu minggu atau bahkan bertahun-
tahun karena pertumbuhan yang lambat . lesi ini dapat mengikis atau menginflitrasi ke jaringan tulang
. Histologi menunjukkan Lesi non-encapsulated dengan margin infiltratif
Dinamakan polymorphous karena memiliki pertumbuhan dengan pola yang berbeda yakni tubular,
padat, papiler, microcystic, cribiform, fasciculus, dan cords. Lesi ini dapat mengilfiltrasi jaringan tulang
dan bahkan sampai invasi perivascular dan perineural.
Perawatan
Perawatan terbaik adalah bedah eksisi termasuk tulang yg terletak di bawahnya, jika perlu
pembedahan ini diikuti oleh radioterapi.
Prognosis adalah baik dan angka relaps berkisar antara 17% dan 24%. Metastasis tidak biasa (9%),
namun bisa terjadi, terutama jika mempengaruhi kelenjar getah bening regional.
2.3Adenoid Cystic Carcinoma
Adenoid kistik carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma, merupakan tumor ganas yang
berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat, cenderung lokal invasive, dan kambuh setelah
operasi. Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor. Tumor ini tidak hanya timbul
pada kelenjar ludah atau rongga mulut, tetapi dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian
bawah dari saluran pernafasan, nasopharinx, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Umumnya
melibatkan penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008).
Adenoid kistik karsinoma merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang termasuk tumor dengan
potensial ganas derajat tinggi. Tumor ini di dapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15 % tumor
submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari pasien merasa asimptomatik,
walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda
dari tumor-tumor sebelumnya karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh
kekambuhan lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita dengan
karsinoma adenokistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga lima tahun, angka harapan
hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun ditemukan kurang dari 20 persen (Adam et al., 1997;
Lee, 2003).
Secara histopatologi anatomis adenoid kistik carcinoma mempunyai gambaran/ pola yang bervariasi.
Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu masa yang
padat atau berupa kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum.
Didalam kelompoknya sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan
suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform. Sel-sel tumor menghasilkan membran
basalis yang homogen sehingga menunjukan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk
silindris (Syafriadi, 2008).
Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun adenoid kistik karsinoma tidak
menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi, tetapi dalam jangka waktu yang panjang
menunjukan prognosis yang buruk (Syafriadi, 2008).
Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor primer, jika perlu struktur vital
yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf
untuk mengembalikan kontinuitas saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat
mengembalikan fungsi saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka
prognosisnya buruk (Adam et al., 1997).
2.4.Clear Cell carcinoma
Clear cell carcinoma (CCC), juga kadang-kadang disebut sel jernih kanker , adalah suatu bentuk yang
jarang dari tumor yang ditandai dengan sel-sel yang tampak pucat dalam warna atau jelas, dengan
batas demarkasi yang solid di bawah mikroskop. Sel-sel ini cenderung untuk menjadi baik diisi dengan
cairan atau glikogen Clear cell carcinoma dapat ditemukan di berbagai jenis tumor .
Tumor Karsinoma berasal dari sel epitel. sel-sel epitel membentuk permukaan tubuh dan gigi
berlubang. Meskipun karsinoma sel jernih dapat terjadi di lokasi yang berbeda, itu diakui sebagai
penyakit saluran kencing vagina dan bawah. Sebagian besar tumor sel jernih karsinoma bersifat ganas
dan dianggap sebagai kanker grade tinggi, tetapi mereka sering memiliki tingkat kelangsungan hidup
yang tinggi.
Clear cell carcinoma juga dapat ditemukan pada tumor payudara, kulit, dan lokasi lainnya. Hal ini
paling sering dikaitkan dengan ovarium , saluran vagina, dan rahim .
2.5.Acinic Cell Carsinoma
Karsinoma sel asini merupakan tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi, angka
kejadiannya sekitar 10% dari total seluruh tumor-tumor kelenjar ludah. Tumor ini berkapsul,
merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm
(Syafriadi,2008).
Terjadi pada sekitar 3 % dari tumor parotis. Tumor ini menyerang lebih banyak wanita dibanding pria.
Puncak insidens antara usia dekade 5 dan 6. Terdapat metastasis ke nodus servikal pada 15% kasus.
Tanda patologik khas adalah adanya amiloid. Asal mula sel ini dipikirkan dari komponen serosa asinar
dan sel duktus intercalated (Amirlak, 2009). Terapi karsinoma sel asini meliputi bedah eksisi lengkap.
Terapi radiasi pascaoperasi mungkin dapat membantu pada kasus yang meragukan setelah operasi
(Vidyadhara et al., 2007).
Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini (kanan). Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini
kelenjar saliva (kiri).
Sumber : Anonim, 2008.
2.6 Adencarcinoma Not Otherwise Specified
Dalam klasifikasinya, adenokarsinoma tidak dinyatakan khusus (NOS), mencapai 17 persen dari tumor
ganas yang melibatkan kelenjar ludah kecil dan besar dan diikuti dan acinic karsinoma
mucoepidermoid sebagai yang paling sering tumor ganas ketiga. klasifikasi tambahan bahwa NOS
adenocarcinoma adalah yang paling umum ketiga atau keempat kelenjar ludah tumor ganas
Diagnosis tepat dari NOS adenokarsinoma, adalah penting jika kategori lainnya adenocarcinoma
kelenjar ludah adalah untuk menjadi semakin homogen untuk analisis klinikopatologi dan tujuan
prognosis. Selain itu, analisis kasus didiagnosis sebagai adenokarsinoma NOS menunjukkan prognosis
mereka berbeda secara signifikan dari beberapa kelompok tertentu. Umumnya, NOS adenocarcinoma
adalah lesi kelas tinggi dengan 5 dan kelangsungan hidup 10 tahun dalam kisaran 45 sampai 52% dan
36 sampai 39% masing-masingnya.
Sekitar 60% dari karsinoma tersebut terjadi pada kelenjar ludah utama (50% pada parotis dan 10% di
submandibular) dan sisanya melibatkan kelenjar kecil (langit-langit, bibir, lidah, mukosa bukal, dasar
mulut dan daerah tonsil) Tiga perempat dari kasus yang terjadi antara usia 40 dan 70 tahun.
Kebanyakan kasus akan memiliki beberapa bentuk pola pertumbuhan kelenjar-ducto.
September 30, 2011 bingkaikehidupanmujahidah Tinggalkan Komentar
Kategori: my DENTIST diary
Oral Biology
Rate This
MANTLE DENTIN & CIRCUMPULPAL DENTIN
(Tugas Makalah Mata Kuliah Oral Biologi III)
Disusun oleh :
Sonya Annisa Ilma Dwi Woro Pancarwati
04091004005 04091004006
Mantle Dentin dan Circumpulpal Dentin ( definisi, gambaran dan perbedaanya )
Dentin primer terbentuk cepat selama pembentukan gigi. Dentin primer ini terbentuk sebelum erupsi
gigi dan akar selesai dibentuk sempurna. Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali
terbentuk. Hal ini menjelaskan bahwa ruang pulpa merupakan bagian utama dari masa dentin. Lapisan
luar dentin primer yang disintesis pada awal dentinogenesis disebut dentin mantel. Dentin Mantle
lebih sedikit mengandung mineral daripada lapisan lain dari dentin yaitu dentin primer circumpulpal.
Pembentukan dentin utama terus berlanjut sampai gigi menjadi fungsional (Linde & Goldberg 1993)
atau sampai apeks akar ditutup (Torneck 1994).
Setelah itu hasil pembentukan dentin sebagai dentinogenesis sekunder, yang berlanjut pada tingkat
lebih lambat dibandingkan dengan dentinogenesis utama selama waktu-kehidupan individu.
Ada tiga jenis dentin :
1. Dentin primer
1. a. Dentin mantel
2. b. Dentin circumpulpal
3. Dentin sekunder
4. Dentin tersier primer
Dentin primer, dentin yang paling menonjol di gigi terletak antara email dan ruang pulpa. Dentin
primer memenuhi fungsi pembentukan ruang pulpa. Lapisan luar yang paling dekat dengan email
dikenal sebagai dentin mantel. Sedangkan di bawahnya terletak dentin circumpulpal.
1. Tahap kuncup
2. Tahap tudung
3. Tahap lonceng pengapuran tulang
4. Aposisi dan pengapuran email dan dentin
5. Mahkota desidui sdh lengkap dg pmbntukan
Email & gigi permanen brbeda saat lahir
1. Erupsi awal gigi desidui & mahkota gigi perma-
Nen hampir selesai terbentuk
1. Akar gigi desidui terlihat tanda2 resorbsi &gigi
Permanen ,pembentukan gigi telah selesai
1. Gigi permanen sedang erupsi
2. Pd gigi permanen trlihat tnda2 Diagram mengambarkan tahap perkembangan gigi
keausan. (Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC, 1996)
DEFINISI
1. Dentin Mantel
http://www.pua.edu.eg/Version2/Courses2/Dentistry%20Courses/2008/Spring/Sophomore/OB212/
Lectures/Histology%20of%20Dentin.pdf
Gmbr.Struktur dalam dentin
Dentin mantel adalah dentin yang terbentuk pertama kali didekat persimpangan dentinoenamel
junction . Dentin mantel merupakan lapisan pertama dentin yang mengapur, ditumpuk pada email,
dan merupakan sisi dentin pada pertemuan dentin email. Dentin mantle dibatasi oleh zona dentin
interglobular dan persimpangan dentinoenamel junction, yang berarti bahwa pertemuan mantle dentin
dan circumpulpal itu ditandai dgn adanya interglobular. Zona ini memiliki fibril tegak yang lurus ke
persimpangan dentinoenamel junction. Fibrills kolagen yang lebih besar daripada yang ada didalam
dentin circumpulpal. Sehingga terletak pada bagian luar atau sebagian besar perangkat dentin primer.
Dentin mantel dibentuk oleh odontoblas dan membentuk sebuah lapisan dengan tebal sekitar 150
mikrometer.
1. b. Circumpulpal dentin
A, Epithelial rests
B, Mantle dentin
C, Globular dentin
D, Circumpulpal dentin
http://210.44.214.13/lab/oral%20histology%20slides/chap01/01_21big.htm
Dentin primer yang mengelilingi pulpa disebut dentin circumpulpal. Dentin circumpulpal terletak
dibawah dentin mantel. Dentin ini membentuk sebagian besar gigi. Mengandung mineral sedikit lebih
banyak dari dentin mantel yaitu sebuah dentin termineralisasi yang membuat sebagian besar lapisan
dentin dan terbentuk setelah dentin mantel di keluarkan oleh odontoblas. Oleh karena itu circumpulpal
dentin mengandung serat kolagen yang lebih kecil dengan diameter (0,05 mikron) dan lebih dekat
terkumpul dibandingkan dengan dentin mantel. Circumpulpal dentin menunjukkan semua dentin
dibentuk sebelum lengkap.
Perbedaan dentin mantle dengan dentin circumpulpal :
Mantle dentin :
- Dentin mantle sedikit kurang mineral
- Serat kolagen berorientasi tegak lurus dengan DEJ.
- Banyak terdapat cabang tubulus di daerah ini.
- Mengalami mineralisasi di vesikel matriks.
- mantle dentin biasanya dekat dgn enamel sedangkan circumpulpal dekat dengan dentin pulpa.
Dentin circumpulpal :
- Dasar struktur dentin.
- Bentuk sebagian besar dari dentin
- Seragam dalam struktur kecuali pada daerah dentin interglobular
- Termasuk dentin interglobular dan sekunder.
http://www.google.co.id/imglanding?
q=mantle+dentin&hl=id&gbv=2&sout=0&biw=1366&bih=549&tbs=isch:1&tbnid=s1m6OIA52Y5R1M:
&imgrefurl=http://www.kck.usm.my/ppsg/histology/D_4_0.htm&imgurl=http://www.kck.usm.my/ppsg/
histology/d_4_0.jpg&ei=heJfTZC3HJGvrAfG0LSzAQ&zoom=0&w=309&h=40
Keterangan gambar :
A. Striae of Retzius
B. Reparative dentin (irregular secondary dentin)
C. Cementum
D. Mantle dentin
E. Circumpulpal dentin
Referensi
1. Louis l. Grossman ,Seymour Oliet Carlos E.Del Rio. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta : EGC,
1995
2. N. W. Johnson & D.F.G Poole. Medical Research Council Dental Research Unit, Dental School, Bristol
3. Walton, Richard, E. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta : EGC, 2008
4. Leeson, C.Roland. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC, 1996