final ortho paper

Upload: yunny-safitri

Post on 20-Jul-2015

303 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

FRAKTUR FEMUR PADA ANAK

Disusun oleh :Dona Rumondang Nasution ( 060100078) Erwin Siahaan (060100090) Yunny Safitri (060100158) Arthur MK Hutabarat (060100198)

Pembimbing : Prof. Dr. Hafas Hanafiah, Sp. B, Sp. OT (K), FICS

DEPARTEMEN ILMU BEDAH ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSU HAJI ADAM MALIK MEDAN 2011

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan pemilik alam semesta beserta ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya. Berkat rahmat dan karunia-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah dengan judul Fraktur Femur pada Anak ini disusun untuk melengkapi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Ortopedi dan Traumatologi. Untuk itu, penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Hafas Hanafiah, Sp. B, Sp. OT (K), FICS, yang telah memberikan bimbingan selama program P3D di RSU Haji Adam Malik, Medan. Penyusun menyadari masih banyaknya kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran agar penyusun dapat terus belajar dan menjadi lebih baik untuk ke depannya kelak.

Medan, Desember 2011

Penyusun

i

DAFTAR ISIHalaman Kata Pengantar .... Daftar Isi ... BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.................................................................... 1.2. Tujuan ................................................................................ BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Femur ................................................................. 2.2. Perbedaan fraktur femoral pada anak dan dewasa ...........4 2.3. Fraktur Leher Femur ......................................................... 2.4. Fraktur Batang Femur ....................................................... 2.5. Fraktur Distal Femur ......................................................... BAB III PENUTUP Kesimpulan ........................................................................ 14 15 6 7 7 2 1 1 i ii

DAFTAR PUSTAKA...

ii

iii

BAB I PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umunya disebabkan oleh rudapaksa (Samsuhidajat R, 2005). Fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Tulang anak-anak sangat porus, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi (Mulyono Sudirman). Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan, serta memungkinkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan orang dewasa. (R.Chairuddin,2007) Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh manusia. Hal ini menyebabkan perkembangan yang sesuai pada bagian proksimal dan distal sehingga memungkinkan koordinasi aktifitas muskuloskeletal pada panggul dan lutut. Perkembangan pada femur proksimal khususnya pada epifisis dan fisis adalah sangat kompleks di antara region pertumbuhan skeletal apendikular (Ogden JA, 2000). Fraktur disekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti trauma energi tinggi atau pada keadaan yang yang jarang yang sering dikaitkan dengan kondisi patologis. Fraktur leher femur pada gambaran yang tidak khas merupakan suatu

iv

kekerasan terhadap anakmyang juga sering terjadi akhirakhir ini. Insidensi Fraktur leher femur pada anak-anak yakni kurang dari 1 %, dimana lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Fraktur ini terjadi pada anakanak semua usia, tetapi insidensi tertinggi pada usia 11 tahun dan 12 tahun (R.Chairuddin, 2007). Pada anakanak, fraktur leher femur dan intertrokanter merupakan cedera yang paling sering terjadi. Ratliff mengulas kembali 71 kasus fraktur leher femur pada pasien-pasien berusia di bawah 17 tahun. Insidensi tertinggi cedera tampak pada rentang usia11 13 tahun ( Ogden JA, 2000). Parsch (2010) menyebutkan bawa fraktur batang femur termasuk diantaranya region subtrokanter dan suprakondilar berkisar 1,6% pada semua fraktur pada anak. Rasio antara anak lakilaki dan perempuan adalah 2:1, rasio ini m u n g k i n perubahan jika semakin banyak akan anak mengalami perempuan

y a n g berpartisipasi pada olah raga seperti sepak bola. Insidensi ini tampaknya terdistribusi pada anakanak usia muda dan pada remaja muda. Tingkat terjadinya fraktur batang femur per tahunnya adalah 19 per 100.000 anak anak. 1.2. Tujuan Makalah ini diselesaikan guna melengkapi tugas dalam menjalani Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Orthopaedi RSUP H.Adam Malik Medan - Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

v

BAB II PEMBAHASAN2.1 Anatomi Femur Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, colum, trokanter mayor dan trokanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan asetabulum dari os coxae membentuk articulasio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk kaput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea. Bagian colum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit. Trokanter mayor dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trokanter ini adalah linea intertrokanterika di depan dan krista intertrokanterika yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberkulum quadratum. Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai krista suprakondilaris medialis menuju tuberkulum adduktorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan krista suprakondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trokanter mayor terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.

vi

Ujung bawah femur memiliki kondilus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh insisura interkondilaris. Permukaan anterior kondilus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua kondilus ikut membentuk artikulasio genu. Di atas kondilus terdapat epikondilus lateralis dan medialis. Tuberkulum adduktorium berhubungan langsung dengan epikondilus medialis.

Gambar 1 Anatomi Femur tampak Depan dan Belakang

vii

Gambar 2 Anatomi Femur Tampak depan

Vaskularisasi femur Vaskularisasi femur berasal dari arteria iliaka komunis kanan dan kiri. Saat arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis. Tiap-tiap arteri femoralis kana dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda femoris, rami arteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria sirkumfleksia femoris lateralis desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis dan arteria perforantes. Perpanjangan dari arteri femoralis akan membentuk arteri yang memperdarahi daerah genus dan ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran balik darah menuju jantung dari bagian femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan kiri. (Yokochi dkk, 2006)

viii

Gambar 3 Arteri femoralis dan percabangannya. 2.2 Perbedaan fraktur femoral pada anak dan dewasa 1. Fraktur femoral pada anak sembuh lebih cepat karena adanya periosteum yang aktif dan banyaknya vascular. Pembentukan kalus lebih cepat terjadi untuk menopang fraktur femoral pada anak. (Murugappan, 2011) 2. Fraktur leher femur pada anak terjadi karena trauma yang besar, berbeda dengan dewasa yang terjadi karena trauma kecil, seperti jatuh ke lantai. (Murugappan, 2011) 3. Pemisahan transepifisis merupakan cedera yang terjadi pada pembentukan tulang yang imatur. (Murugappan, 2011) 4. Deformitas tulang dapat terjadi jika terjadi pertumbuhan yang abnormal karena kerusakan lempeng pertumbuhan. (Skinner, 2003)

ix

5. Permukaan sendi pada anak biasanya lebih tolerir terhadap iregularitas daripada orang dewasa. (Skinner, 2003) 2.3 Fraktur Leher Femur 2.3.1 Frekuensi dan Mekanisme Cedera Fraktur disekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti trauma energi tinggi atau pada keadaan yang yang jarang yang sering dikaitkan dengan kondisi patologis. Fraktur leher femur pada gambaran yang tidak khas merupakan suatu kekerasan terhadap anak (child abuse) yang juga sering terjadi akhir akhir ini. insidensi secara keseluruhan pada fraktur leher femur pada anak anak adalah kurang dari 1%. Fraktur ini terjadi pada anak anak semua usia, tetapi insidensi tertinggi pada usia 11 tahun dan 12 tahun, dengan 60 70% terjadi pada anak laki laki. (Gottlieb, 2006) Pada Negara berkembang penyebab paling sering adalah kecelakaan lalu lintas sedangkan pada negara maju umumnya penyebabnya adalah jatuh dari ketinggian seperti dari pohon dan atap rumah. 30% pasien pasien ini mengalami cedera yang berkaitan dengan dada, kepala, dan abdomen. Cedera pada ekstremitas seperti fraktur femur, tibiafibula, dan pelvik juga sering. Hal lain yang sering menyebabkan fraktur femur pada anak adalah child abuse. Pada neonatus, cedera lahir dapat menyebabkan pemisahan transepifiseal. (Arora, 2006) 2.3.2 Klasifikasi Fraktur panggul pada anak anak diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan morfologi. Cromwell pertama sekali menjelaskan fraktur pada leher femur pada anak. Delbet mempublikasikan klasifikasi standar dari fraktur femur proksimal pada tahun 1907. Klasifikasi ini tidak dikenal dengan baik hingga Collona (1929) melaporkan 12 kasus dengan menggunakan Klasifikasi Delbet. (Arora, 2006) Delbet Tipe I (Transepisial) Terjadi pemisahan epifisis dari tulang femur. Tipe ini harus dibedakan dengan fraktur menurut Salter Harris tipe 1 cedera pada epifisial. Fraktur jenis ini merupakan cedera yang jarang dijumpai, diperkirakan terdapat kurang dari 10% dari semua fraktur femur proksimal pada anak. Fraktur tipe ini juga dapat terjadi

x

pada bayi baru lahir dan sering terdapat kelalaian dalam penilaian bayi baru lahir. Fraktur tipe ini juga dapat terjadi pada anak usia 5-10 tahun. Namun hal ini terjadi jika kekuatan trauma besar dan biasanya berhubungan dengan dislokasi dari kepala femur. Angka kejadian terjadinya nekrosis avaskular sekitar 20-100%. (Murugappan, 2011) Delbet tipe II (Transservikal) Terjadi fraktur di bagian tengah leher femur. Ini merupakan tipe fraktur femur proksimal yang paling sering ditemukan, sekitar 40-50% angka kejadiannya dari semua fraktur femur proksimal pada anak. Sering ditemukan bersamaan dengan dislokasi kepala femur. Angka kejadian nekrosis avaskular sekitar 50% pada fraktur tipe ini. (Murugappan, 2011) Delbet tipe III (Servikotrokanterik) Terjadi fraktur melalui basis leher femur. Angka kejadian ditemukannya fraktur tipe ini sekitar 30-35% dari semua fraktur femur proksimal pada anak. Angka kejadian nekosis vaskuler sekitar 15-20%. (Murugappan, 2011) Delbet tipe IV (Intertrokanter) Terjadi fraktur antara basis leher femur dan trokanter minor. Angka kejadian fraktur tipe ini sekitar 10-20% dari semua fraktur femur proksimal pada anak. Fraktur tipe ini mempunyai prognosis yang paling baik karena kejadian nekrosis avaskular kurang dari 10%. (Murugappan, 2011)

xi

Gambar 4 Klasifikasi Delbet tipe I-IV 2.3.3 Diagnosis Anakanak biasanya yang mengalami trauma berat sering mengalami nyeri pada region panggul dan pemendekan, ektremitas terotasi ke arah luar. Anakanak biasanya ketakutan karena pergerakan ekstremitas yang pasif dan tidak dapat bergerak secara aktif. Diagnosis ditegakkan dengan bantuan radiografi, yang umumnya dilakukan pada dua plane foto, jika memang tidak nyeri. Sonografi juga sering digunakan pada kondisi yang menimbulkan keraguan misalnya nyeri panggul pada anak. Garis fraktur atau hematom intrakapsular dapat dideteksi dengan menggunakan ultrasonografi. (Hbner, 2000) Dengan fraktur yang tidak diketahui letak pasti pada femur, maka radiografi tidak dapat digunakan sebagai penunjang diagnostik. Computed tomography (CT) dapat digunakan untuk menilai derajat fraktur dan hematoma intrakapsular lainnya. Scan tulang pada 3 bulan post cedera juga membantu dalam mendeteksi nekrosis kaput femur, yang merupakan xii

komplikasi yang paling mungkin. Magnetic resonance imaging (MRI) mendeteksi avaskular sebelumnya. (Benson, 2010) Pada keadaan fraktur femur pulsasi arteri dorsalis pedis dipalpasi. Pada fraktur femur juga harus dilakukan pemeriksaan sekunder karena umumnya pasien hanya mengeluhkan nyeri sehingga halhal yang mengancam nyawa seperti perdarahan internal pada ruptur spleen sering terlewatkan. Karena itu tekanan darah juga penting untuk diawasi. (Pring, 2005) 2.3.4 Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan untuk fraktur leher femur termasuk di antaranya: (Arora, 2006) Minimalkan komplikasi yang potensial pada avascular necrosis (AVN). Hindari cedera pada lempeng epifisis. Reduksi fragmen fragmen secara anatomis Stabilisasi dengan pin atau sekrup mengakibatkan protesi dini menahan berat. Dekompresi terhadap hemarthrosis dan fiksasi internal stabil merupakan aspek penting terhadap treatment untuk semua fraktur dengan pergeseran. Fraktur yang tidak mengalami pergeseran dapat ditangani secara konservatif dengan cast immobilisasi menggunakan hip spica.(Engelhardt, 2010) Berdasarkan studi yang dilakukan pada 71 kasus dari British Orthopedic Association yang dilaporkan pada tahun 1962, Ratliff menyebutkan bahwa insidensi tinggi non union terjadi pada fraktur tipe II atau tipe III yang diterapi secara konservatif. Canale dan Bourland pada tahun 1974, melaporkan bahwa dengan operasi fiksasi yang diamati menunjukan hasil yang lebih baik. (Engelhardt, 2010)

xiii

Gambar 1.7 Klasifikasi dari fraktur femur proksimal pada anak, berdasarkan klasifikasi Colonna dan Delbet. (Arora, 2006) Penanganan fraktur leher femur traumatic pada anak didasari oleh tipe dan jumlah pergesaran akibat fraktur, dan maturitas skeletal pada anak. Untuk internal fiksasi pada fraktur leher femur tipe I, tipe II, dan tipe III, pin halus dapat digunakan pada infant, sekrup kanul 4.0 mm pada anak anak; sekrup kanul 6.5 mm pada remaja. Untuk fiksasi fraktur tipe IV, secara teori sekrip panggul pediatric (pediatric hip screw) lebih baik pada anak anak dan sekrup panggul dewasa untuk anak remaja. Hip spica cast yang digunakan untuk imobilisasi post operasi banyak terutama pada anak anak < 10 tahun. Untuk anak anak yang lebih tua, imobilisasi dengan pin lebih dianjurkan. (Arora, 2006) 2.3.5 Komplikasi Nekrosis avaskular Nekrosis avaskular pertama sekali dijelaskan pada tahun 1927 yang merupakan komplikasi yang paling ditakuti dikarenakan hal ini mengakibatkan dampak yang sangat buruk. Nekrosis avaskular terjadi pada kebanyakan fraktur sebelum penanganan sekarang ditetapkan. Hal ini dianggap sebagai akibat dari ruptur atau tamponade dari salah satu atau kedua arteri sirkumfleksa. Ini terjadi di kepala femur. Komplikasi ini merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dan merupakan komplikasi yang paling ditakutkan. Ini terjadi pada sekitar 30% kasus. (Solomon, 2010)

xiv

Faktor risiko penting antara lain: 1. Usia lebih dari 10 tahun 2. Besarnya kekuatan trauma 3. Fraktur tipe I atau II 4. Adanya dislokasi Anak-anak sering mengeluhkan nyeri dan sulit untuk menggerakkan kaki. Perubahan foto radiologis muncul dalam 3 bulan setelah terjadinya cedera. (Solomon, 2010) Coxa Vara Deformitas pada leher femur dapat terjadi akibat malunion, nekrosis avaskular atau penutupan fisis yang premature. Remodeling fraktur dapat terjadi pada deformitas tingkat ringan. (Solomon, 2010) Kehilangan pertumbuhan tulang Kerusakan fisis dapat menghasilkan retardasi pertumbuhan tulang femur. Pengukuran panjang ekstrimitas diperlukan untuk menyamakan panjangnya. (Solomon, 2010) Nonunion Keterlambatan penyembuhan dan nonunion jarang dijumpai sekarang yang mana dilakukan reduksi dan stabilisasi terbuka, direkomendasikan. (Gottlieb, 2006) 2.4 Fraktur Batang Femur (Femoral Shaft Fracture) 2.4.1 Frekuensi dan Mekanime Cedera Fraktur batang femur termasuk di antaranya subtrokanter dan suprakondilar yang berkisar 1.6% pada semua fraktur pada anak. Rasio anak laki laki dan perempuan adalah 2 : 1. Angka kejadian tahunan fraktur batang femur adalah 19 per 100.000 anak. (Gottlieb, 2006) fiksasi internal comprehensif

xv

Etiologi fraktur batang femur bergantung pada usia. Pada infant, diaman tulang femur relatif lemah dan mungkin patah karena beban karena terguling. Pada usia anak taman kanakkanak dan usia sekolah, sekitar setengah dari fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan berkecepatan rendah seperti terjatuh dari ketinggian, misalnya dari sepeda, pohon, tangga atau sesudah tersandung dan terjatuh pada level yang sama dengan atau tanpa tabrakan. Seiring dengan meningkatnya kekuatan tulang femur, dengan maturitas selanjutnya pada masa anakanak dan remaja, trauma berkecepatan tinggi sering mengakibatkan fraktur pada femur. (Pring, 2005) Fraktur pada batang femur jarang terjadi akibat trauma kelahiran, dengan pengecualian tersebut, maka fraktur ini dapat juga disebabkan oleh arthrogryposis multiplex congenital, myelomeningocele, dan osteogenesis imperfect. Kontraktur yang kaku pada panggul dan lutut pada anakanak dengan arthtogrypotic dapat menyebabkan fraktur batang femur selama proses persalinan atau selama penanganan selanjutnya. Kelompok risiko lainnya adalah bayi baru lahir dengan penyakit neuromuscular seperti myelomeningocele, osteopenia. Dan osteogenesis imperfect yang menyebabkan fraktur multipel. (Arora, 2006) Fraktur batang femur yang terjadi selama 12 bulan pertama kehidupan jarang terjadi. Kebanyakan 30 50% merupakan non accidental dari child abuse. Penyebab ini sering terlewatkan dan penilaian awal oleh dokter adalah perlindunagn terhadap anak merupakan hal yang penting. (Gottlieb, 2006)

xvi

Gambar 5 (a) anak perempuan berusia 6 bulan dengan mid shaft transverse fracture kiri (b) anak pada posisi spica cast 60/60o dengan cyclist pant pada sisi yang tidak mengalami fraktur.(c) fraktur femur kiri yang dipasang cast. (d) femur kiri saat pasien berusia 7 bulan dengan formasi callus yang baik. (e) Foto saat berdiri pada usia 18 bulan. Ada tampak varus minor dan panjang kedua tungkai sama. (Arora, 2006) 2.4.2 Klasifikasi Fraktur shaft femoralis pada anak anak antara lain spiral, oblik, atau transversal, fraktur ini umumnya dapat pecah atau tidak pecah, tertutup atau terbuka. Pada fraktur terbuka, akan dikategorikan menurut klasifikasi Gustilo. Fraktur shaft femoralis ini juga diklasifikasikan menurut lokasi frakturnya, yaitu proksimal, medial, atau distal. Diagnosis termasuk perbedaan antara fraktur pada epifisis (E),

xvii

metafisis (M), atau diafisis (D) menampilkan identifikasi yang khas pada anak dan derajat displacement atau kominutifnya. (Murugappan, 2010) 2.4.3 Temuan Klinis Tanda tanda yang sering pada fraktur batang femur antara lain nyeri, shortening (pemendekan), angulasi, bengkak, dan krepitasi. Seorang anak dengan fraktur demur yang masih baru biasanya tidak dapat berdiri atau berjalan. Semua anak harus diperiksa termasuk tungkai bawah dan lingkar pelvik dan abdomen, jadi tidak mengabaikan tibia, pelvik, abdomen, atau trauma ginjal. Pemeriksaan neuromuskular harus diperiksa secara hati hati. Walaupun cedera neuromuskular jarang terjadi akibat fraktur batang femur. Perdarahan merupakan masalah utama pada fraktur batang femur,rata rata darah yang hilang dapat lebih dari 1200 mL dan 40% memerlukan transfusi. Penilaian kondisi hemodinamik pra operasi mutlak harus dlakukan. (Pring, 2005) 2.4.5 Penatalaksanaan Fratur batang femur diterapi menurut usia dan besar anak, seiring cedera cedera tersebut seperti cedera kepala atau politrauma, atau tampak adanya lesi terbuka dengan cedera pada pembuluh darah dan saraf. Penyesuaian dengan pengobatan dan faktor sosioekonomik harus dipertimbangkan. (Arora, 2006) Fraktur Batang Femur pada Tahun pertama Kehidupan Pada periode postnatal, sebuah bandage sederhana atau harness digunakan untuk panggul displastik diaplikasikan selama periode dari 2 minggu. (Engelhardt, 2010) Traksi bilateral overhead telah menjadi pilihan pengobatan untuk selama beberapa tahun. Anak yang dihospitalisasi selama 10 14 tahun. Fraktur transversal rata rata sembuh dengan pemendekan (shortening) beberapa millimeter. Pada kasus kecurigaan cedera non accident, hospitalisasi memberikan kesempatan untuk menginvestigasi situasi sosial anak. (Engelhardt, 2010)

xviii

Pengobatan Terpilih Spica cast setelah reduksi tertutup pada fraktur femur merupakan pilihan pengobatan pada kebanyakan ahli bedah ortopedik pediatric. Posisi fraktur tungkai diatur pada fleksi 90o pada panggul dan lutut. Dalam hal mencegah deformitas varus sekunder, fraktur tungkai dijaga agar tetap dalam abduksi yang nertal, saat sisi kontralateral dapat diabduksi yang memungkinkan untuk menukar popok. Radiografi rutin dalam dua plane disarankan setelah pemasangan cast . jika ibu atau keluarga diinformasikan baik tentang perawatan terhadap bayi dengan spica cast, anak tidak perlu dirawat di rumah sakit. Selama kontrol ulang di klinik selama 1 minggu, radiografi rutin akan mendeteksi angular deviasi. Karena konsolidasi pembentukan callus yang cepat dalam 2 3 minggu, setelah pelepasan cast perbaikan fungsi terjadi cepat. (Engelhardt, 2010) Pavlik harness digunakan selama periode 3 5 minggu merupakan alternatif pengobatan untuk bayi yang sangat kecil. Pemasangan alat ini tidak membutuhkan anestesi dan waktu hospitalisasi dapat diminimalkan.2 Fraktur Batang Femur pada usia 1 sampai 4 tahun Traksi masih digunakan secara luas untuk fraktur batang femur pada anak anak pra sekolah dan anak tahun pertama sekolah. Hospitalisasi selama 4 6 minggu dirasakan sudah memadai. Traksi kulit overhead (overhead skin traction) memiliki risiko berupa efek yang merugikan pada sirkulasi ekstremitas. Traksi kulit sebaiknya dipilih bahan yang hipoalergenik (ex, Elastoplast) untuk pasien yang alergi dengan bahan yang biasa atau pada orang tua dimana kulitnya telah rapuh.

xix

Gambar 6 Traksi Kulit Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka atau kerusakan kulit serta traksi itu, itu, yang memerlukan beban > 5 kg. Akibat traksi kulit yang kelebihan beban di antaranya adalah nekrosis kulit, obstruksi vaskuler, oedem distal, serta peroneal nerve palsy pada traksi tungkai. (Hidayat, 2005) Selain itu, traksi kulit-Bryan traksi juga menjadi pilihan terapi pada fraktur batang femur. Anak diposisikan dengan tidur terlentang di tempat tidur, kedua tungkai dipasang traksi kulit, kemudian kedua tungkainya ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg, sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur. (Engelhardt, 2010)

Gambar 7 Bryan traksi Komplikasi Bryan traksi adalah terjadi iskemik paralisis. Hal ini disebabkan karena terganggunya aliran darah pada tungkai yang ditinggikan. (Engelhardt, 2010) Fraktur Batang Femur pada Usia 5 sampai 15 tahun Dilakukan pemasangan Russel traksi, untuk traksi ini diperlukan : Frame Katrol Tali Plester

xx

Anak tidur terlentang, lalu dipasang plester dari batas lutut, dipasang sling di daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali, dimana tali tersebut dihubungkan dengan beban penarik.

Gambar 8 Russel traksi Untuk mempersingkat waktu rawat setelah 4 minggu ditraksi, callus sudah terbentuk, tetapi belum kuat benar. Traksi dilepas kemudian dipasang gip hemispika. Elastic intramedullary nail atau wayer Kirschner intramendular kadang digunakan untuk fraktur femur pada kelompok pra sekolah. Indikasi utama adalah gagalnya penanganan dengan menggunakan spica cast. Titanium nail sberdiameter dua millimeter dimasukkan dari medial dan lateral metafisis dari femur distal untuk menstabilisasi intramedular pada fraktur. Waktu konsolidasi relative singkat, rentang waktu dari 2 5 bulan tergantung pada usia pasien. Implant dicabut pada 3 6 bulan setelah pemasangan. ( Engelhardt, 2010) Fiksator eksternal merupakan pilihan jika terjadi fraktur terbuka pada pasien poli trauma atau untuk fraktur segmental, yang juga pada kelompok ini. Jika fiksator dilepaskan lebih awal dengan pembetukan callus yang masih kurang, maka akan xxi

berisiko terjadi fraktur kembali. Seperti semua penggunaan fiksator lainnya, infeksi jalur pemasangan pin sering terjadi dan diobati dengan kulit lokal dan antibiotik. Namun penanganan fraktur batang femur tertutup atau terisolasi tidak dianjurkan dengan pemasangan fiksator eksternal pada anak anak pra sekolah. (Engelhardt, 2010) 2.4.6 Komplikasi Komplikasi yang paling sering terjadi pada fraktur femoral shaft pada anak ialah malunion, dengan atau tanpa diskrepansi panjang ekstrimitas bawah. Ini mungkin dapat kembali seperti semula seiring dengan terjadinya remodeling. Karena pertumbuhan yang cepat dapat terjadi pada fraktur femoral, observasi yang adekuat diperlukan sebelum penentuan dilakukannya epifisiodesis dari ekstrimitas yang kontralateral. Osteotomi dapat dilakukan untuk mengoreksi deformitas pada anak yang usianya lebih tua. Cedera neurovaskular dapat terjadi pada fraktur femoral shaft pada anak. Cedera vaskular umumnya berhubungan dengan fraktur distal femur. Komplikasi ini diatasi dengan perbaikan dari vaskular melalui arteriografi. Stabilisasi dari fraktur femoral shaft dengan fiksasi internal atau eksternal harus dilakukan sebelum dilakukan arteriografi. Sindroma kompartemen dapat mempengaruhi otot-otot paha yang terjadi akibat fraktur femoral shaft, setelah intramedullary nailing, atau akibat traksi kulit. Kecacatan yang permanen dapat dicegah dengan mengawasi kecurigaan terjadinya dekompresi yang lebih awal terjadi. Secara umum, delayed union dan nonunion jarang dijumpai pada anak. Biasanya terjadi pada anak usia remaja, dengan kekuatan trauma yang besar, atau disertai adanya infeksi, atau yang menggunakan fiksasi eksternal. Infeksi dapat ditemukan pada anak yang menggunakan fiksasi eksternal. Namun, jarang dijumpai terjadinya penyebaran secara hematogen ke hematom pada lokasi fraktur. Debrideman merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah itu. Jika tidak dijumpai infeksi, maka bone graft dengan locked nail atau compression plate merupakan penatalaksanaan pilihan. Kontrol infeksi dengan

xxii

melakukan debrideman yang berulang pada pasien yang menggunakan fiksasi eksternal dan bone graft dapat membantu terjadinya union pada tulang. (Murugappan, 2010) 2.5 Fraktur Distal Femur 2.5.1 Klasifikasi Klasifikasi Shalter Harris (SH), yang mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe, yaitu : (Arora, 2006) SH I: Fraktur pada zona hipertropi kartilago fisis, memisahkan epifisis dan metafisis secara longitudinal; Prognosis baik, biasanya hanya dengan closed reduction, ORIF dapat dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau tidak terjamin. SH 2: Fraktur sebagian mengenai fisis dan fragmen segitiga metafisis; 75% dari semua fraktur fisis. SH 3: Fraktur pada fisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai sebagian fisis, epifisis, dan permukaan sendi. Sering memerlukan ORIF untuk memastikan realignment anatomis. SH IV: Fraktur berjalan oblik melewati metafisis, fisis, dan epifisis. SH V: Lesi kompresi pada fisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera. Tidak tampak garis fraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar terjadi gangguan pertumbuhan.

xxiii

Gambar 1.3. Fraktur Shelter Haris

2.5.2 Diagnosis Pada fraktur distal femur biasanya dijumpai nyeri yang hebat dan ketidakmampuan untuk menopang paha yang cedera. Malalingnment, pembengkakkan, dan ekimosis biasanya dijumpai. Pada fraktur Salter-Harris tipe III dan tipe IV dijumpai adanya hemartrosis pada lutut. Displacement pada epifisis terjadi kebanyakan di lempeng koronal, sehingga penonjolan dari ujung metafisis dapat diraba. Pada anterior displacement, patella menjadi lebih menonjol dan ujung metafisis dirasakan di fosa poplitea. Pada posterior displacement menyebabkan terjadinya penonjolan padat di paha bagian bawah, akibat dari ujung metafisis yang menonjol. Patela dan kondilus selalu segaris dengan tibia, jika tidak maka dicurigai adanya dislokasi pada lutut. Diagnosis dapat ditegakkan melalui foto polos AP dan lateral. Radiografi dapat menunjukkan adanya displacement, pelebaran, atau robeknya jaringan sekitar tulang pada kasus cedera fisis. Fraktur tipe I dan III dapat tidak dijumpai pada foto polos. Maka dapat dilakukan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebagai modalitas diagnosis. Computed Tomography (CT) dapat digunakan untuk menentukan derajat displacement dan berguna untuk rencana preoperative. Pada infant, MRI,

xxiv

ultrasonografi, atau artrografi lutut dapat dibutuhkan untuk mendiagnosis epifisis femoral yang tidak terosifikasi. (Murugappan, 2010) 2.5.3 Penatalaksanaan 2.5.4 Komplikasi Komplikasi dari fraktur distal femur termasuk dengan cedera pada struktur sekitarnya seperti ligamen, pembuluh darah, dan saraf peroneal, serta gangguan pertumbuhan tulang. Robeknya ligamen dapat menyebabkan instabilitas dari penyembuhan fraktur. Rekonstruksi ligamen dapat dilakukan bersamaan dengan perbaikan meniskal, bergantung terhadap usia pasien. Jika tidak ada lesi pada meniskal, maka anak tersebut dapat langsung mengikuti program rehabilitasi. Cedera vaskular terjadi sekitar 2% pada fraktur distal femur. Spasme arteri atau obstruksi mekanik yang disebabkan oleh fragmen metafisis dapat kembali seperti semula dengan dilakukan reduksi, namun bila tidak kembali seperti semula, diperlukan pemeriksaan arteriografi. Pada kasus fraktur terbuka, perbaikan pembuluh darah dilakukan setelah fiksasi tulang. Kebanyakan pada cedera saraf peroneal menyebabkan neuropraksia yang akan sembuh seiring dengan penyembuhan fraktur. Karena proses pertumbuhan tulang terdapat pada fisis, maka jika terdapat fraktur, dapat terjadi gangguan pertumbuhan dari tulang itu sendiri. Cedera pada fisis dapat terlihat dari foto polos radiologi yang menunjukkan konvergensi atau absennya garis pertumbuhan Park-Harris selama 6 bulan setelah fraktur. (Murugappan, 2010)

BAB III KESIMPULAN

xxv

Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh manusia. Hal ini menyebabkan perkembangan yang sesuai pada bagian proksimal dan distal sehingga memungkinkan koordinasi aktifitas musculoskeletal pada panggul dan lutut. Perkembangan pada femur proksimal khususnya pada epifisis dan fisis adalah sangat kompleks di antara region pertumbuhan skeletal apendikular. Akibat kerusakan pada leher femur, misalnya akibat fraktur leher femur, mungkin secara serius akan mengganggu kapasitas karilago region leher femur untuk berkembang secara normal. Pada anak anak, fraktur leher femur dan intertrokanter merupakan cedera yang paling sering terjadi. Ratliff mengulas kembaki 71 kasus fraktur leher femur pada pasien pasien berusia di bawah 17 tahun. Insidensi tertinggi cedera tampak pada rentang usia 11 13 tahun. Fraktur di sekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti trauma akibat enrgi tinggi atau yang paling jarang dikaitkan dengan kondisis patologis. Fraktur pada leher femur juga dapat sebagai gambaran yang tidak khas pada kekerasan terhadap anak (child abuse) yang juga sering terjadi akhir akhir ini. insidensi secara keseluruhan dari fraktur leher femur pada anak anak kurang dari 1%. Fraktur batang femur (femoral shaft fracture) termasuk diantaranya region subtrokanter dan suprakondilar berkisar 1,6% pada semua fraktur pada anak. Rasio antara anak laki laki dan perempuan adalah 2 : 1. Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis, radiologi, sonografi, CT scan, dan MRI. Namun dengan gejala klinis dan radiologi biasanya sudah cukup untuk menegakkan diagnosis fraktur femur pada anak. Penatalaksanaan didasari pada usia anak.terapi operasi dengan fiksasi lebih dianjurkan dan keberhasilan akan lebih besar jika penatalaksanaan hanya secara konservatif

xxvi

xxvii