lapsus clm

28
LAPORAN KASUS “CUTANEOUS LARVA MIGRANS” Oleh: Ichsan, S.Ked 10700239 Pembimbing: dr. Buih Amartiwi, Sp.KK SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN KEPANITERAAN KLINIK FK UWKS

Upload: ekadiahfrisiliadewi

Post on 04-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

upload for free download

TRANSCRIPT

12

LAPORAN KASUSCUTANEOUS LARVA MIGRANS

Oleh:Ichsan, S.Ked 10700239

Pembimbing:dr. Buih Amartiwi, Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINKEPANITERAAN KLINIK FK UWKSRUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL KABUPATEN PASURUAN

2015

LAPORAN KASUSCUTANEOUS LARVA MIGRANS

Oleh:Ichsan, S.Ked 10700239

Pembimbing:dr. Buih Amartiwi, Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINKEPANITERAAN KLINIK FK UWKSRUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL KABUPATEN PASURUAN2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya dan karunia-Nya yang telah diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Cutaneous Larva Migrans dengan lancar. Tanpa bantuan dari Tuhan Yang Maha Esa maka tugas ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.Terima kasih kepada Yth. dr. Buih Amartiwi, Sp.KK, atas bimbingan serta ilmu yang diajarkan kepada kami dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh staf pembimbing SMF Kulit dan Kelamin RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang menyangkut dengan laporan kasus ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Bangil , 4 Maret 2015 Penulis

DAFTAR ISIhalamanHalaman Judul iKata Pengantar iiDaftar Isi iiiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah11.3 Tujuan Penulisan1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi32.2 Epidemiologi32.3 Etiopatogenesis32.4 Gambaran Klinis42.5 Diagnosis42.6 Diagnosa Banding42.7 Penatalaksanaan4

BAB III LAPORAN KASUS3.1 Identitas Pasien63.2 Anamnesis63.3 Pemeriksaan Fisik73.3.1 Status Generalisata73.3.2 Status Dermatologi83.4 Diagnosis Kerja83.5 Terapi8

BAB IV PEMBAHASAN9BAB V KESIMPULAN5.1 Kesimpulan115.2 Saran11

Daftar Pustaka 12iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangCutaneous larva migrans juga dikenal dengan nama creeping eruption dimana penyakit ini merupakan kelainan kulit berbentuk keradangan linier atau berkelok-kelok yang disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari kucing dan anjing Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.1,2Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terjadi di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia pun banyak dijumpai kasus seperti ini.11.2 Rumusan MasalahPenulis merumuskan masalah dalam laporan kasus ini sebagai berikut:1. Apakah definisi cutaneous larva migrans?2. Apakah etiologi cutaneous larva migrans?3. Bagaimana patofisiologi cutaneous larva migrans?4. Bagaimana gambaran klinis dari cutaneous larva migrans?5. Bagaimana penegakan diagnosis dari cutaneous larva migrans?6. Bagaimana penatalaksanaan cutaneous larva migrans?

1.3 Tujuan PenulisanTujuan penulisan dari makalah ini antara lain :1. Untuk mengetahui definisi penyakit cutaneous larva migrans.2. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit cutaneous larva migrans.3. Untuk mengetahui etiologi penyakit cutaneous larva migrans.4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit cutaneous larva migrans.

5. 1

6. Untuk mengetahui gambaran klinis penyakit cutaneous larva migrans.7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit cutaneous larva migrans.8. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis penyakit cutaneous larva migrans.9. Untuk mengetahui diagnosis banding penyakit cutaneous larva migrans.10. Untuk mengetahui penatalaksaan penyakit cutaneous larva migrans.2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiIstilah ini digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul, dan progresif. Disebabkan oleh invasi cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Sinonim dari istilah ini adalah creeping eruption, dermatosis linearis migrans, sandworm disease.1

2.2 EpidemiologiPenyakit ini endemik di masyarakat miskin pada negara yang sedang berkembang, terutama di Brazil, India, dan Hindia Barat. Tingkat kejadian di Indonesia pun juga sering terjadi. Hal ini terjadi secara sporadis atau dalam bentuk epidemi kecil bila di negara-negara berpenghasilan tinggi. Dilaporkan juga bahwa hal ini sering terjadi pada wisatawan yang mengunjungi daerah tropis.3

2.3 EtiopatogenesisPenyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides sternocalis, Dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.1 Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran binatang. Karena kelembaban ovum berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala kulit.1

3

2.4 Gambaran KlinisMasuknya larva ke kulit biasanya disertai dengan rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 milimeter, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi yang eritematous ini menunjukkan bahwa larva tersebut berada di kulit selama beberapa jam atau hari.1.4Perkembangan selanjutnya papul merah tersebut dapat menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa centimeter. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, dan paha, juga di bagian lain tubuh dimana saja yang sering berkontak dengan tempat larva yang berbeda.1,4

2.5 DiagnosisBerdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.1

2.6 Diagnosa BandingDengan melihat adanya terowongan dibedakan dengan skabies, pada skabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Bila bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permukaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insects bite. Bila invasi larva yang multiple dan timbul serentak, papul-papul lesi dini sering meyerupai herpes zoster stadium permulaan.1

2.7 PenatalaksanaanSebelum tahun 1960-an, terapi topikal seperti semprotan asethyl klorida, nitrogen cair, fenol, CO2 snow, peperazine sitrat, faudin, elektrokauter, dan bahkan terapi sinar-x yang digunakan tidak berhasil karen larva yang sering terlewat dan atau tidak terbunuh. Kemoterapi dengan klorokuin, antimon, dan dietil carbamazine juga dicobakan, dengan hasil yang lebih kurang sama.5Saat ini, pengobatan cutaneous larva migrans adalah thiabendazole, ivermectin, mebendazole, albendazole atau. Di Amerika Serikat cutaneous larva migrans dapat diterapi dengan cream thiabendazole 15%, dibuat dengan menghancurkan sebuah Tablet 500 mg thiabendazole kemudian dicampur dengan 5 gram water solulable cream atau dengan menggunakan thiabendazole suspensi oral yang digunakan secara topikal. Thiabendazole oral diberikan 25 mg/kg per hari dibagi dalam 2 dosis, dengan dosis maksimal 3 g/hari. Panjang pengobatan bervariasi dari 2 sampai 5 hari. Penurunan pruritus terjadi dalam waktu 24 sampai 48 jam, dan penyembuhan lesi dalam waktu 1 minggu. Suspensi thiabendazole oral 500 mg/5 ml dapat digunakan dua kali sehari. Thiabendazole oral merupakan alternatif yang sangat baik untuk kasus-kasus yang terus-menerus, tetapi dapat memiliki efek samping yang parah (misalnya, mual, muntah, pusing) dan efek sekunder yang serius (misalnya, kejang, eritema multiforme, epidermal toksik nekrolisis), tapi hal tersebut jarang terjadi. Sebuah terapi yang lebih baik ditoleransi adalah topikal thiabendazole. Terdapat dua studi yang memberi perlakuan berupa penggunaan thiabendazole topikal memperoleh hasil efikasi sebesar 98%. Albendazol, dosis sehari 400 mg sehari sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturur-turut.1,54

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M Umur: 23 Tahun Tempat Tanggal Lahir: Pasuruan, 23 Oktober 1991 Jenis Kelamin: Laki-laki Agama: Islam Suku: Jawa Alamat: Raci Krajan Bangil RT 03 RW 04, Pasuruan Pendidikan: SMK Pekerjaan: Swasta Tanggal Pemeriksaan: 2 Maret 2015 No RM: 00-19-16-92

3.2 ANAMNESISAnamnesa dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 2 Maret 2015 di poliklinik Kulit dan Kelamin. Keluhan Utama Benjolan yang tidak sembuh-sembuh di leher

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan benjolan yang tidak sembuh-sembuh di leher, dengan kulit kemerahan sejak lebih kurang 2 bulan yang lalu. Keluhan ini awalnya terasa gatal dan muncul benjolan, lama-kelamaan mengecil dalam waktu lebih kurang satu minggu dan muncul bintik-bintik putih di atas 6

permukaan benjolan. Setelah mengecil, benjolan muncul lagi di dekat benjolan sebelumnya. Gatal yang dirasakan penderita terasa hampir setiap saat, terutama saat berkeringat. Riwayat Penyakit DahuluBelum pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada yang sakit seperti ini

Riwayat PengobatanPernah diberi Fasolon cream (Fluocinolone acetonid 0,25 mg; Neomycin sulfate 5 mg) 4 kali sehari dan Chloramfecort-H (Cholramphenicol; prednisolone). Setelah diberi kulit jadi lebih gelap dan gatal hilang, tetapi tetap muncul kembali di tempat lain.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK3.3.1 Status Generalisata Keadaan umum: Baik Kesadaran : Composmentis, GCS E4 V5 M6 Tanda Vital Tekanan Darah: - Nadi: - RR: - Suhu: - Kepala: - Leher: Terdapat papula eritematous dengan sedikit pustul di permukaannya dan bekas lesi yang memiliki bentuk berkelok-kelok. Thoraks: - Abdomen: - Ekstremitas: -

3.3.2 Status Dermatologis Terdapat lesi papula eritematous dengan sedikit pustul di permukaannya pada regio colli Terdapat hiperpigmentasi pada kulit yang memiliki bentuk berkelok-kelok pada regio colli

Gambar3.1 Gambaran Lesi penderita

3.4 DIAGNOSIS KERJACutaneous larva migrans3.5 TERAPIAlbendazole tablet 200 mg (2 dd tab I)8

BAB IVPEMBAHASAN

Cutaneous larva migrans merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing tambang, pada kasus kali ini pasien datang dengan keluhan mengalami gatal-gatal pada leher sebelah kanan serta muncul benjolan yang tidak sembuh-sembuh sejak lebih kurang 2 bulan yang lalu. Pasien telah melakukan pengobatan dengan menggunakan salep yang diberikan oleh klinik di tempatnya bekerja, setelah diberi salep tersebut keluhan gatal menghilang, benjolan mengecil dan kulitnya berubah menjadi lebih gelap. Tetapi benjolan muncul kembali di dekat benjolan yang sebelumnya. Gambaran yang dialami pasien bila dihubungkan teori maka sesuai dengan penyakit cutaneous larva migrans. Berikut adalah tabel penjelasan secara teori dan gambaran klinis dari pasien:TeoriKeadaan Pasien

SBercak kemerahan dengan peninggian dan gatal pada kulit. Muncul pada bagian tubuh yang sering kontak dengan tanah atau pasir seperti tangan, kaki, atau anggota badan apa saja. Pasien datang dengan keluhan benjolan yang tidak sembuh-sembuh di leher, dengan kulit kemerahan sejak lebih kurang 2 bulan yang lalu. Keluhan ini awalnya terasa gatal dan muncul benjolan, lama-kelamaan mengecil dalam waktu lebih kurang satu minggu dan muncul bintik-bintik putih di atas permukaan benjolan. Setelah mengecil, benjolan muncul lagi di dekat benjolan sebelumnya. Gatal yang dirasakan penderita terasa hampir setiap saat, terutama saat berkeringat.

9

OTimbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 milimeter, dan berwarna kemerahan. Perkembangan selanjutnya papul merah tersebut dapat menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa centimeter. Lesi papula eritematous dengan sedikit pustul di permukaannya pada regio colli. Terdapat lesi hiperpigmentasi yang memiliki bentuk berkelok-kelok pada regio colli

ACutaneous Larva MigransCutaneous Larva Migrans

P Sistemik Thiabendazole 25 mg/kg per hari dibagi dalam 2 dosis, dengan dosis maksimal 3 g/hari. Albendazole 400 mg sehari sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari. Topikal Thiabendazole cream 15% Cryotherapy Kloretil spray sepanjang lesi Albendazole tablet 200 mg (2 dd tab I) selama 5 hari.

10

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanCutaneous larva migrans merupakan kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul, dan progresif. Disebabkan oleh invasi cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninu. Penyakit ini memiliki gambaran bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.Pada pasien ini di diagnosa dengan cutaneous larva migrans, karena gejala yang diberikan adalah Terdapat lesi papula eritematous dengan sedikit pustul di permukaannya dan lesi hiperpigmentasi yang memiliki bentuk berkelok-kelok pada regio colli.

5.2 SaranSaran yang dapat diberikan pada penderita penyakit ini adalah:1. Menjaga kebersihan perorangan seperti mandi 3 kali sehari.2. Menghindari kontak dengan tanah, pasir, atau kotoran kucing dan anjing dengan cara menggunakan alas kaki3. Mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah, S, editor. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2. Murtiastutik D, et.al. 2012. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin edisi 2. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.3. Sergio Vano-Galvan, Manuel Gil-Mosquera, Mayte Truchuelo and Pedro Jan. 2009. Cutaneous larva migrans: a case report. Cases Journal Biomed Central. 2:112.4. Fitzpatrick, T. B., Johnson, R. A., Polano, M.K., Suurmond, D., Wolff, K. 1992. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology: Common and Serious Diseases Second Edition. United States of America: McGraw-Hill.5. Marc A. Brenner and Mital B. Patel. 2003. Cutaneous Larva Migrans: The Creeping Eruption. Cutis. 72:111-115.