lapsus

24
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadiratan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus "Close Fracture Shaft Radius and Ulna" sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di bidang ilmu bedah dalam menyelesaikan pendidikan Dokter Muda di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Laporan kasus ini dibuat selain sebagai tugas, juga diharapkan dapat membantu teman sejawat yang ingin mengetahui tentang fraktur antebrachii dan juga membantu saya untuk mempelajari lebih dalam tentang fraktur tersebut. Selain itu saya mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2. dr. M. Jundi Agustoro Sp.B, selaku Kepala Bagian Ilmu Bedah RSUD Bangil. 3. dr. M. Sadabaskara Sp.OT, selaku pembimbing saya untuk tugas laporan kasus ini. 4. Semua pihak yang telah membantu saya dalam kelancaran tugas ini, serta seluruh dokter spesialis bedah dan beserta staff yang telah memberikan peranan dalam menyelesaikan tugas ini.

Upload: ekadiahfrisiliadewi

Post on 14-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

upload for free

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiratan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus "Close Fracture

Shaft Radius and Ulna" sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di bidang

ilmu bedah dalam menyelesaikan pendidikan Dokter Muda di Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Laporan kasus ini dibuat selain sebagai tugas, juga diharapkan dapat

membantu teman sejawat yang ingin mengetahui tentang fraktur antebrachii dan

juga membantu saya untuk mempelajari lebih dalam tentang fraktur tersebut.

Selain itu saya mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. dr. M. Jundi Agustoro Sp.B, selaku Kepala Bagian Ilmu Bedah RSUD

Bangil.

3. dr. M. Sadabaskara Sp.OT, selaku pembimbing saya untuk tugas laporan

kasus ini.

4. Semua pihak yang telah membantu saya dalam kelancaran tugas ini, serta

seluruh dokter spesialis bedah dan beserta staff yang telah memberikan

peranan dalam menyelesaikan tugas ini.

Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya

mengharapkan segala masukan demi sempurnanya tugas ini. Akhir kata saya

berharap semoga tugas laporan kasus ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang

terkait.

Bangil, 24 Juli 2014

Penulis

Page 2: Lapsus

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Makalah Ilmiah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.2 Anatomi

2.3 Klasifikasi

2.4 Jenis Fraktur

2.5 Pemeriksaan Fisik

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.7 Penatalaksanaan

2.8 Komplikasi

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

3.2 Anamnesa

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.4 Pemeriksaan Penunjang

3.5 Working Diagnostic

3.6 Penatalaksanaan

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Lapsus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulas dan

atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada

lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa

trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan

tulang klavikula atau radius distal patah. (Gleadle Jonathan. At a Glance

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga. 2007.)

1.2 Tujuan

Tujuan dari tugas laporan kasus ini adalah untuk mempelajari tentang

fraktur antebrachii, status lokalis dan penatalaksanaannya.

Page 4: Lapsus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya

kontinuitas dari struktur tulang "epiphisieal plate" serta "cartilage" (tulang

rawan sendi).

2.2 Anatomi

Regio Antebrachii terdiri atas dua buah tulang paralel yang

berbeda panjang bentuknya; os radius dan os ulna. Di sebelah proximal

membentuk tiga persendian, sedangkan sebelah distal ada dua persendian.

Tulang radius, lebih pendek daripada ulna, bentuk lebih melengkung dan

bersendi dengan os ulna pada bagian proximal dan distal radio-ulnar joint

yang bersifat rotator.

Ujung proximal radius membentuk caput radii berbentuk roda dan

terletak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fossa articularis

yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies

articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan

dengan incisura radialis ulnae. Caput radii terpisah dari corpus radii oleh

collum radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial terdapat

tuberositas radii. Corpus radii di bagian tengah cepat membentuk margo

interossea, margo anterior, dan margo posterior. Ujung distal radius

melebar ke arah lateral membentuk prosesus styloideus radii, di bagian

medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat

sulkus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius

membentuk facies articularis carpi.

Sedangkan ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung

distalnya. Hal yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proximal

ulna terdapat incisura trochlearis atau disebut juga incisura semiulnaris,

Page 5: Lapsus

menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea

humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal

incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di sebelah

caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan M.brachialis di

bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang

berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat

crista musculi supinatoris. Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies

posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo

posterior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae yang berbentuk

circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapat processus

styloideus serta silcus M.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna

berhadapan dengan kartilago triangularis dan dengan radius.

Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar

yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum

radius, dan di distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen

radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membrana

interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan

satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu

tulang hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan

lokasi fraktur tersebut.

Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antar tulang yaitu

musculus supinator, musculus pronator teres, musculus pronator quadratus

yang membuat gerakan pronasi dan supinasi. Ketiga otot itu bersama

dengan otot lain yang berinsersi dengan radius dan ulna menyebabkan

patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi terutama

radius.

2.3 Klasifikasi Fraktur Antebrachii

a. Fraktur Colles

Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti garpu makan (dinner

fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan

Page 6: Lapsus

pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi).

Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi

supinasi).

b. Fraktur Smith

Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut

'reverse colles fracture'. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda.

PAsien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan

dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi.

c. Fraktur Galleazi

Faktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat

pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi

pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan

berat badan yang memberi gaya supinasi.

d. Fraktur Monteggia

Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna

proksimal.

Page 7: Lapsus

2.4 Jenis Fraktur

a. Transversaladalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap

sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur

semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.

b. Spiraladalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul

akibat torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya

menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.

c. Oblikadalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana

garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

d. Segmentaladalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen

tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya

segmen sentral dari suplai darah.

e. Kominutaadalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau

terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

f. Greenstickadalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak

lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga

periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.

Page 8: Lapsus

2.4 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kita harus lakukan primary survey dan

secondary survey. Primary survey dilakukan dengan mengetahui keadaan

umum pasien, sedangkan secondary survey untuk mengetahui gerakan

pasien apakah masih dianggap normal atau tidak. Kedua pemeriksaan

diatas dapat kita lakukan dengan look (inspeksi) , feel (palpasi), dan move

(gerakan). Perlu untuk diketahui bahwa auskultasi tidak dapat dilakukan

dalam pemeriksaan fisik tulang. Pada inspeksi kita dapat melihat

deformitas yaitu angulasi, diskrepensi, oedema atau hilangnya fungsi

gerak.

Selanjutnya kita meraba untuk mengukur selisih panjang

ekstremitas kiri dan kanan serta juga untuk menegtahui keadaan

neurovaskular bagian distal pasien dengan meraba arteri paling distal,

misalnya pada extremitas bawah pasien yaitu arteri dorsalis pedis dan

exremitas atas pasien yaitu arteri radialis. Terakhir dari pemeriksaan fisik

yaitu dengan gerakan sendi proksimal dan distal dari tulang yang patah.

Misalnya terjadi fraktur pada antebrachii yaitu dengan melakukan gerakan

aktif pada siku yang meliputi fleksi-hiperekstensi dan supinasi-pronasi.

Berikutnya kita move untuk melihat apakah ada krepitasi bila

fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus.

Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang

kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa

krepitasi. Selanjutnya kita memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi,

gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan

kekuatan serta kita melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada

gerakan tidak normal atau abnormal. Gerakan abnormal merupakan

gerakan yang tidak terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur dapat

digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang

membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang sesuai definisi fraktur

diatas. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak ada

fasilitas pemeriksaan rontgen.

Page 9: Lapsus

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat

dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan

untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya.

Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang

diagnosanya harus dibantu oleh pemeriksaan radiologi baik rontgen

ataupun dengan melakukan MRI, misalnya untuk fraktur tulang belakang

dengan komplikasi neurologis.

2.6 Penatalaksanaan

Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu: rekognisi,

reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai

diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam

penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat

dipersiapkan lebih sempurna.

2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan

fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan

atau kedudukan semula atau keadaan letak normal.

3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan

mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut

selama penyembuhan.

4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang

menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.

Pada anak-anak, close reduction biasanya berhasil dan fragmen

dapat dipertahankan dengan baik menggunakan full-length gips dari ketiak

ke shaft metacarpal (untuk mengontrol rotasi). Gips diaplikasikan dengan

siku pada 90 derajat. Jika fraktur radialis tersebut proksimal dari pronator

teres, lengan bawah harus pada posisi supinasi; jika bagian distal dari

pronator teres, lengan bawah diposisikan di netral. Posisi dicek

Page 10: Lapsus

menggunakan X-ray setelah seminggu dan, jika memuaskan, splint

dipertahankan sampai kedua fraktur tulang bersatu (biasanya 6-8 minggu).

Selama periode ini, disarankan tangan dan bahu melakukan latihan ringan.

Sedangkan pada dewasa, kecuali fragmen berada di aposisi dekat,

reduksi sulit dan reposisi dengan gips hampir tidak bisa membantu.

Akibatnya, sebagian besar ahli bedah memilih untuk open reduction dan

fiksasi internal dari awal. Fragmen akan ditahan oleh plates and screws.

Fasia profunda dibiarkan terbuka untuk mencegah penumpukan tekanan

dalam kompartemen otot, dan hanya kulit dan jaringan subkutan dijahit.

Setelah operasi, lengan tetap di elevasi sampai pembengkakan

reda, dan selama periode ini disarankan untuk melakukan latihan tangan.

Jika fraktur tidak comminuted dan pasien kooperatif, range of movement

awal dimulai dari latihan-latihan ringan, tetapi mengangkat beban dan

olahraga harus dihindari. Dibutuhkan 8-12 minggu untuk tulang untuk

union.

Page 11: Lapsus

2.7 Komplikasi

a. Cedera Nervus

Cedera pada nervus jarang terjadi karena fraktur, tetapi biasanya

terjadi karena dokter bedanya sendiri. Eksposur dari radius dalam

risiko sepertiga proksimal kerusakan pada saraf posterior

interoseus yang tertutup oleh bagian superfisial dari otot supinator.

b. Kompartemen Sindrom

Fraktur (dan operasinya) dari tulang antebrachii selalu

berhubungan dengan pembengkakkan jaringan tissue dengan resiko

kompartemen sindrom. Resiko akan semakin besar dan diagnosa

akan semakin susah jika lengan sudah di gips. Maka dari itu,

penelitian mengatakan, jika ada suatu kejanggalan pada sirkulasi

darah dari fraktur tersebut harus cepat di tangani.

c. Delayed Union and Non-union

Biasanya, fraktur radius dan ulna akan union pada waktu 8-12

minggu. Tetapi, salah satu tulang tersebut akan membutuhkan

waktu yang lebih lama dari biasanya dan imobilisasi harus

dilanjutkan lebihh lama dari biasanya. High-energy fractures dan

fraktur terbuka beresiko untuk mal-union dan akan membutuhkan

bone-grafting dan fiksasi internal.

d. Malunion

Dengan close reduction, akan selalu ada resiko tulang untuk

malunion, yang akan menghasilkan tulang dengan deformitas

lengan seperti angulasi dan rotasi, cross-union dengan fragmen

atau pemendekan sari salah satu tunlang tersebut. Jika gerakan

Page 12: Lapsus

pronasi atau supinasi sangat terbatas, dan tidak ada cross-union,

mobilitas dapat ditingkatkan dengan koreksi osteotomy.

e. Komplikasi dalam Pengangkatan Plate dan Screw

Pengangkatan plate dan sekrup sering dianggap sebagai prosedur

yang cukup sepele. Berhati-hatilah! Komplikasi sering terjadi, dan

mereka termasuk kerusakan pembuluh dan saraf, infeksi, dan patah

tulang melalui lubang sekrup.

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : An. M. Fandy Yusuf

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 14 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Dsn. Legok RT7 RW2 Desa Legok Kec. Gempol

Tgl MRS : 17 Juli 2014

Tgl Pemeriksaan : 17 Juli 2014

3.2 Anamnesa

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD dengan menggunakan spalk post KLL. Pasien

mengeluh nyeri pada tangan sebelah kiri yang berdarah setelah

kejadian dan banyak luka gores di kaki. Pasien masih mengingat

kejadiannya, tidak ada mual dan muntah, dan pasien tidak

mengeluhkan adanya pusing.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat trauma sebelumnya disangkal

Page 13: Lapsus

Riwayat patah tulang sebelumnya disangkal

3.3 Pemeriksaan fisik

STATUS GENERALISATA

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : Compos mentis GCS : 456

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respiratory rate : 22 x/menit

Suhu : 36,3 ºC

Kepala dan leher

Anemia : - / -

Icterus : - / -

Cyanosis : - / -

Dyspneu : - / -

Pembesaran KGB : - / -

JVP : -

Thoraks

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak ada

thrill

Perkusi : Redup

Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur - , gallop –

Pulmo : Inspeksi : Simetris +/+ , Retraksi - /- . tidak ada

jejas.

Palpasi : Fremitus raba normal, fremitus suara

normal, tidak ada krepitasi.

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler , Rh -/- , Wh -/-

Abdomen : Inspeksi : tidak ada jejas

Auskultasi : bising usus normal

Page 14: Lapsus

Palpasi : supel

Perkusi : timpani

Genitalia : Laki-laki

Ekstremitas : Akral hangat, kering, terdapat luka

STATUS LOKALIS

Look : deformitas (+), edema (+), laserasi (+), shortening(-)

Feel : nyeri tekan (+), krepitasi (+)

Move : pergerakan terbatas, gangguan persarafan (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Lab: DL dan GDA diambil pada tanggal 18 Juli 2014

WBC 13.1 K/uL

NEU 10.6 80.5 %N

LYM 1.40 10.7 %L

MONO 1.04 7.92 %M NWBC

EOS .065 .497 %E

BASO .047 .362 %B

RBC 4.59 M/uL

HGB 13.1 g?dL

HCT 39.1 %

MCV 85.1 fL

MCH 28.5 pg

MCHC 33.5 g/dL

RDW 12.0 %

PLT 377. K/uL

MPV 5.28 fL

GDA 112.08 mg/dl

Page 15: Lapsus
Page 16: Lapsus

3.5 Working Diagnostic

Close Fracture Shaft Radius and Ulna

3.6 Penatalaksanaan

Pertolongan darurat: lakukan ABCD terlebih dahulu, pemasangan Spalk

- mencegah kerusakan jaringan lebih parah

- mengurasi rasa nyeri

- menghindari kemungkinan terjadinya emboli lemak dan syok

- memudahkan transportasi dan pengambilan foto rontgen

Pengobatan definitif: open reduction and implant plate and screw

Terapi:

Inj. Ceftriaxone 2 x 1

Inj. Ketorolac 3 x 10

Inj. Ranitidin 2 x 1

Elevasi lengan 30°

Page 17: Lapsus

DAFTAR PUSTAKA

Puts R, Pabst R. 2006. Atlat Anatomi Manusia Sobotta Jilid I. Edisi 22. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat R., dan Wim de Jong. 2005. Patah Tulang dan Dislokasi. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC

Solomon, L., Warwijk, D.J. & Nayagam, S. 2005. Apley’s concise system of orthopaedics & fractures. 3rd ed. United Kingdom : Hodder Arnold.