laporan tiroid dan para tiro id

31
LAPORAN INDIVIDU BLOK VI NUTRISI, METABOLISME, DAN ENDOKRINOLOGI SKENARIO II TINJAUAN PENDIAGNOSAAN ETIOLOGI GOITER, KOMPLIKASI, DAN PENATALAKSANAAN TERHADAP PASIEN Nama : Astrid Kusuma Wardhani NIM : G0007005 Kelompok : 2 Tutor : dr. Yoseph Indrayanto, MS, Sp.And, SH.

Upload: astrid-wardhani

Post on 03-Jul-2015

558 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

LAPORAN INDIVIDUBLOK VI NUTRISI, METABOLISME, DAN ENDOKRINOLOGI

SKENARIO II

TINJAUAN PENDIAGNOSAAN ETIOLOGI GOITER, KOMPLIKASI, DAN PENATALAKSANAAN TERHADAP PASIEN

Nama : Astrid Kusuma WardhaniNIM : G0007005Kelompok : 2Tutor : dr. Yoseph Indrayanto, MS, Sp.And, SH.

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET

2008

Page 2: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGEndokrinologi merupakan ilmu tentang hormon, sistem endokrin dan peranannya

dalam fisiologi tubuh (Dorland, 2006). Hormon dalam tubuh berperan sebagai pesan kimiawi untuk disampaikan pada organ target sehingga organ akan bekerja sesuai pesan yang dibawa oleh hormon. Ilmu ini termasuk salah ilmu dasar yang harus dikuasai oleh tenaga medis didukung ilmu medis dasar lainnya. Endokrinologi erat kaitannya dengan masalah gizi dan proses metabolisme tubuh.

Kelenjar tiroid adalah salah satu kelenjar endokrin yang sangat esensial bagi tubuh. Kelenjar ini tersusun atas sel folikel dan parafolikel. Sel folikel menghasilkan hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon ini berefek fisiologis pada pengaturan berbagai sistem organ dalam tubuh. Selain itu, sel parafolikel juga menghasilkan hormon kalsitonin yang berperan aktif dalam metabolisme kalsium. Adanya gangguan pada kelenjar ini akan menimbulkan dampak yang nyata pada berbagai sistem tubuh.

Yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon tiroid sehingga harus selalu tersedia cukup dan berkesinambungan. Akibatnya bagi daerah terpencil di pegunungan di mana penduduknya mengonsumsi makanan yang berasal produksi setempat dengan kadar yodium yang rendah dapat menjadi daerah endemik goiter. Goiter merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang persisten.

Sistem Problem Based Learning yang diterapkan dalam fakultas kedokteran UNS memasuki blok endokrinologi. Oleh kelenjar tirod dan paratiroid beserta hormonnya sangat berpengaruh pada berbagai aktivitas metabolisme dalam tubuh maka topik ini sangat sesuai untuk dijadikan bahan pembahasan di blok endokrinologi, metabolisme, dan nutrisi.

B. RUMUSAN MASALAH Permasalahan yang dibahas dalam laporan dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana sekresi, efek fisiologis hormon tiroid dan paratiroid secara normal?2. Apa saja gangguan pada kelenjar tiroid atau pada hormon tiroid itu sendiri dan

bagaimana mekanisme patogenesis dan patofisiologinya?3. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kelainan kelenjar tiroid ?4. Bagaimana bentuk komplikasi yang terjadi pada kelainan kelenjar tiroid?5. Bagaiamana bentuk penatalaksanaan bagi penderita gangguan kelenjar dan hormon

tiroid?6. Kaitan dengan kasus skenario:

a.Apakah diagnosis dari keluhan yang dirasakan pasien wanita dalam skenario dan bagaimana cara penegakan diagnosisnya?

b. Apakah ada diagnosis benjolan yang terjadi pada tetangganya?c.Apakah ada hubungan antara benjolan pada leher dengan kondisi fisik anaknya

yang kecil dan sering tidak naik kelas? Bagaimana mekanismenya?C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1. Mengetahui prinsip ilmu dan dasar yang relevan dalam memahami etiologi, patofisiologi, dan patogenesis penyakit yang berkaitan dengan hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid dan paratiroid

Page 3: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

2. Memahami langkah penegakan diagnosis yang tepat dan hasil pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk penyakit yang berkaitan dengan hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid dan paratiroid.

3. Mengetahui tujuan, manfaat, dan perubahan proses patofisiologi setelah terapi dan pengobatan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. KELENJAR TIROID 1. Definisi

Kelenjar Tiroid merupakan kelenjar yang terletak di sebelah anterior trakea tepat di bawah kedua sisi laring yang meghasilkan hormon tiroksin dan triidotironin oleh sel folikel tiroid dan hormon kalsitonin oleh sel parafolikel. 2. Pembentukan, Sekresi, Aksi Hormon pada sel Target

Pembentukan hormon tiroid dimulai dari membran basal tiroid yang memompa aktif iodium secara aktif ke bagian dalam sel yang disebut Pompa Iodida. Retikulum endoplasma dan badan golgi menyekresikan molekul tiroglobulin yang terdiri dari asam amino tirosin dan tiroglobulin. Selain itu terjadi oksidasi ion iodida menjadi Nascent Iodida (I3

-) yang dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase. Selanjutnya terjadi pengikatan nascent iodida dengan molekul tiroglobulin yang disebut organifikasi tiroglobulin. Proses organifikasi ini dipercepat dengan enzim iodinase. Asam amino Tirosin yang mula-mula diiodisasi menjadi monoiodotirosin dan selanjutnya menjadi diiodotirosin. Penggabungan dua molekul diiodotirosin akan membentuk hormon tiroksin (T4) sedangkan penggabungan satu molekul monoiodotirosin dan diiodotirosin membentuk hormon triiodotironin (T3). Kedua hormon ini disimpan dalam bentuk berikatan denagn molekul tiroglobulin dalam sel folikel.

Proses pensekresian dimulai dengan pemecahan T3 dan T4 dari molekul tiroglobulin. Permukaan apikal sel tiroid menjulurkan pseudopodia membentuk vesikel pinositik yang masuk ke bagian apeks dari sel-sel tiroid. Kemudian lisosom segera bergabung dengan vesikel membentk sistem digestif. Proteinase dalam lisosom mencernakan molekul tiroglobulin membentuk tiroksin dan triiodotironin yang selanjutnya berdifusi melewati bagian basal sel tiroid ke pembuluh kapiler sekitarnya. Ada tirosin yang tetap dalam bentuk mono dan diiodotirosin tidak ikut dikeluarkan dalam darah, melainkan dilepaskan iodiumnya dengan bantuan enzim deiodinase sehingga iodium kembali cukup tersedia dalam kelenjar membentuk hormon tambahan.

Pengangkutan T3 dna T4 dalam darah dilakukan dengan pengikatan dengan protein plasma yakni globulin (afinitas terkuat, kapasitas paling sedikit), prealbumin dan albumin. Dibutuhkan periode laten yang lama sebelum timbulnya efek pada kecepatan metabolisme. Menurut Guyton, Kerja triidotionin timbul 4 kali lebih cepat daripada kerja tiroksin. Hal ini disebabkan afinitas triidotirinon dalam berikatan dengan protein plasma lebih rendah daripada tiroksin sehingga T3 lebih banyak digunakan jaringan dan T4 lebih banyak yang beredar dalam plasma. 3. Respon Fisiologis

a. Efek Hormon tiroid dalam peningkatan transkripsi gen Hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan transkripsi gen. b. Peningkatan aktivitas metabolik seluler yang penting

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa fungsi tiroksin dapat meningkatkan jumlah dan ukuran mitokondria. Mitokondria sebagai tempat terjadinya siklus Kreb yang menghasilkan ATP, sehingga kecepatan produksi ATP untuk membangkitkan

Page 4: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

fungsi seluler juga meningkat. Ketika jumlah hormon sangat tinggi, maka mitokondria membengkak tidak teratur dan terjadi uncoupling proses fosforilase oksidatif dengan pembentukan panas dan sedikit ATP.

Peningkatan enzim Na-K-ATPase dapat dipengaruhi oleh respon terhadap hormon tiroid. Enzim ini dapat meningkatkan kecepatan transpor natrium dan kalium. Proses transpor ini memerlukan energi yang memicu peningkatan metabolisme dan meningkatkan panas.

Hormon tiroid juga berpengaruh pada percepatan pertumbuhan terutama pada anak-anak. Selain itu, hormon tiroid dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pasca lahir. c. Efek hormon pada mekanisme tubuh yang spesifik

Hormon tiroid dapat merangsang penggunaan glukosa oleh sel, glikolisis, peningkatan kecepatan absorbsi sistem digestif, dan peningkatan sekresi insulin.

Peran hormon tiroid pada metabolisme lemak adalah mempercepat proses oksidasi asam lemak bebas oleh sel.

Peningkatan hormon tiroid dapat menurunkan jumlah kolesterol, fosfolipid dan trigliserida dalam darah serta peningkatan asam lemak bebas melalui mekanisme peningkatan kecepatan sekresi kolesterol dalam empedu dan pengeluaran dalam feses akibat peningkatan jumlah reseptor LDL yang cepat dari plasma dan sekresi lipoprotein kolesterol oleh sel hati.

Hormon tiroid meningkatkan jumlah enzim dan koenzim. Vitamin sebagai salah satu penyusun enzim dan koenzim sehingga hormon dapat meiningkatkan kebutuhan enzim.

Kenaikan laju metabolisme mengakibatkan kenaikan kadar hormon tiroid dapat menurunkan berat badan dan meningkatakan nafsu makan.

Pada sistem kardiovaskuler, hormon tiroid memberikan efek peningkatan kecepatan aliran darah, curah jantung, frekuensi denyut jantung (efek pada eksitabilitas jantung), kekuatan denyut jantung, volume darah (efek vasodilatasi), dan tekanan arteri. Peningkatan metabolisme akan memperbanyak jumlah produk dan peningkatan kebutuhan panas, sehingga menyebabkan vasodilatasi dan kecepatan aliran darah juga meningkat.

Pada sistem pernapasan, peningkatan metabolisme akibat rangsangan hormon tiroid akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbon dioksida yang menyebabkan peningkatan kecepatan dan kedalaman pernapasan.

Pada sistem digestif, peningkatan hormon tiroid menyebabkanb peningkatan nafsu makan, asupan makanan, dan kecepatan sekresi getah pencernaan.

Pada sistem saraf pusat, hormon tiroid dapat meningkatkan kecepatan berpikir, menimbulkan disosiasi pikiran.

Peningkatan hormon tiroid menyebabkan otot bereaksi kuat sehingga menjadi lemah akibat katabolisme protein berlebih.

Hormon tiroid dapat meningkatkan metabolisme jaringan sehingga kebutuhan jaringan akan hormon tertentu yang dibutuhkan untuk memetabolisme juga meningkat.

Berkurangnya hormon tiroid bagi pria dapat menyebabkan hilangnya libido sedangkan pada wanita menyebabkan timbulnya menoragia dan polimenore. Peningkatan kadar hormon tiroid pada pria sering menyebabkan impotensi dan pada wanita biasanya menderita oligomenore.

4. Respon Patologis

Page 5: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

Pada keadaan hipertiroidisme, pada anak-anak, pertumbuhan tulang menjadi sangat berlebih. Akan tetapi, terjadi percepatan maturasi tulang dan penutupan epifise pada usia muda sehingga waktu pertumbuhan semakin pendek dan menginjak dewasa tingginya lebih pendek dibanding seusianya.

Defisiensi hormon tiroid ketika masih janin mengakibatkan keterbelakangan pertumbuhan dan pematangan otak sehingga otak tetap kecil yang akhirnya menyebabkan keterbelakangan mental.

Pada sistem kardiovaskuler, kelebihan hormon tiroid dapat menekan kekuatan otot jantung karena katabolisme berlebih. Keadaan yang parah dapat meninmbulakn dekompensasi jantung sekunder akibat kegagalan miokard dan peningkatan beban jantung.

Penderita hipertiroidisme dapat merasakan kecemasan berlebihan dan psikoneurotik.

Salah satu gejala pada hipertiroidisme adalah tremor halus akibat bertambahnya kepekaan sinaps saraf di daerah medula yang mengatur tonus otot.

Efek melelahakan dari hormon tiroid pada otot dan SSP menyebabkan pada keadaan hipertiroid sering merasa capai terus-menerus, dan kesulitan tidur akibat efek eksitasi hormon tiroid pada sinaps. Sedangkan pada keadaan hipotiroid menyebabkan somnolen.

B. KELENJAR PARATROID1. Definisi

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terletak di belakang kelenjar tiroid, berjumlah 4 buah dan hormon ynag disekresikannya berperan dalam pengaturan kadar kalsium darah.2. Pembentukan, Sekresi, Aksi Hormon pad sel target

Hormon yang dihasilkan paratiroid disebut parathormon. Tahap pembentukan parathormon sama dengan pembentukan hormon lainnya. Prekursor PTH adalah preproPTH yang terdiri dari 110 asam amino dan terletak di ribosom. PreproPTH ini dipindahkan ke sisi sisternal retikulum endoplasma sementara molekul masih ditranslasikan dari mRNA PTH oleh ribosom. Ketika pemindahan ini, prepeptida 25-asam amino dari preproPTH diputus membentuk proPTH yang akan diangkut ke aparatus golgi. ProPTH ini terdiri dari 90 asam amino. Selanjutnya, bagian extension pro PTH akan diputus hingga membentuk PTH matur dengan 784 asam amino. PTH matur ini akan disimpan dalam granula sekretorik.

Sintesis PTH dapat diatur oleh Ca2+ plasma dan senyawa 1,25(OH)2-D3. Penurunan konsentrasi ion kalsium ekstraseluler akan mengakibatkan penurunan PTHmRNA dan dikompensasi dengan peningkatkan kecepatan sintesis dan menurunkan kecepatan penguraian proPTH. Senyawa 1,25(OH)2-D3 yang merupakan bentuk aktif dari vitamin D dan bila terikat pada reseptornya di gen promoter PTH akan mengakibatkan penurunan produksi PTHmRNA dan protein. 3. Respon Fisiologis

Parathormon bertanggungjawab dalam menjaga homeostasis dari kalsium dan kadar fosfat dalam caairan ekstrasel. Sebagian besar kalsium berada dalam tulang membentuk kristal hidroksiapatit dengan fosfat. Ketika terjadi peningkatan hormon paratiroid akan menyebabkan peningkatan kadar Ca2+ plasma akibat efek peningkatan absorbsi kalsium dari tulang dan pengurangan laju ekskresi kalsium oleh ginjal. Akan tetapi, peningkatan kadar Ca2+ plasma menyebabkan penurunan konsentrasi fosfat karena

Page 6: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

efek parathormon dalam mengekskresi fosfat secara berlebih melalui ginjal sebagai kompensansi peningkatan absorbsi.

Proses Absorbsi Kalsium dan Fosfat dari tulang melalui dua tahap yakni Fase Cepat atau Osteolitis dan Fase lambat atau Osteoklast. Pada proses osteolitik, kristal hidroksiapatit biasanya diabsorbsi dari Matriks tulang sekitar osteosit dalam tulang dan sekitar osteoblast di sepanjang permukaan tulang karena bersifat osteoblastik. Proses Osteolitik dimulai dari membran osteositik yang memompa ion Ca2+ dari cairan tulang ke cairan ekstrasel. Pompa osteositik yang aktif akan meningkatkan konsentrasi Ca darah secara aktif. Membran osteositik dan osteoblast memiliki reseptor parathormon. Pengikatan parathormon pada reseptor akan mengaktivasi pompa osteositik pada sisi cairan tulang sehingga mempermudah difusi ion ke membran sel. Pompa kalsium sisi sebaliknya memindahkan ion Ca yang tersisa ke cairan ekstrasel.

Fase Lambat proses absorbsi kalsium dan fosfat dilakukan oleh osteoklast. Osteoklas tidak memiliki protein reseptor membran untuk parathormone dan tidak mengenali sinyal sekunder yang dikirim dari osteoblast dan osteositik. Hal ini mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk merombak tulang menjadi lama. Aktivsasi osteoklas terjadi adalm dua tahap yakni aktivasi segera setelah osteoklas terbentuk dan pembentukan osteoklas baru.

Reseptor parathormon juga dapat ditemukan pada ginjal. Parathormon ini berpengaruh pada reabsorbsi beberapa jenis ion. Peningkatan kadar parathormon mengakibatkan peningkatan reabsorbsi ion Ca2+ pada bagian akhir tubulus distal dan duktus koligentes, Mg2+, dan H2 serta penurunan reabsorbsi ion PO4

3- pada tubulus proximal, Na+, K+ dan asam amino.

Vitamin D juga berperan dalam homeostasis kalsium dan berkaitan dengan kerja parathormon. Vitamin D memliki bantuk aktif berupa 1,25(OH)2-D3 yang berperan meningkatkan absorbsi ion kalsium dan fosfat dari usus dan meningkatkan pengangkutan ion kalsium melewati membran sel osteositik sehingga meningkatkan proses mineralisasi tulang. 4. Efek Patologis

Pada keadaan hipertiroidisme, kelebihan sekresi parathormon menyebabkan osteoklast berkembang baik dan peningkatan reabsorbsi fase cepat. Hal ini menyebabkan penurunan kadar kalsium tulang menurun dratis dan tidak dapat diseimbangkan antara proses osteoblas dengan osteoklast yang akhirnya mengakibatkan lemah tulang. Absorbsi Ca berlebih juga menyebabkan pembentukan rongga besar berisi osteoklas besar berinti banyak.

C. HIPERTIROIDISME dan TIROKSIKOSIS1. DEFINISI

Hipertiroidisme dan Tiroksikosis memiliki pengertian yang berbeda. Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid dalam sirkulasi, sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis akibat kelenjar hipertiroid yang hiperaktif. (Sudoyo,2007)2. KLASIFIKASI Berdasarkan Etiologi

a. Hipertiroidisme Primer1) Penyakit Graves2) Gondok Multinodula Toksik 3) Adenoma Toksik4) Obat: yodium berlebih, litium5) Karsinoma tiroid fungsional

Page 7: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

6) Struma Ovarii (ektopik)7) Mutasi TSH-r, Gsα

b. Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme1) Hormon Tiroid berlebih (Tirotoksikosis faktisia)2) Tiroiditis subakut (viral atau de Quervain)3) Silent Thyroiditis4) Destruksi kelenjar: amiodaron5) I-131, radiasi, adenoma, infark

c. Hipertiroidisme Sekunder1) TSH-secreting tumor chGH secreting tumor2) Tirotoksikosis gestasi (trisemester pertama)3) Resistensi hormon tiroid

D. GRAVE’S DISEASE/ Difus Toxic Goiter1. DEFINISIGraves disease adalah sindroma hiperplasia (kumpulan gejala thiroid difus dan paling sering pada wanita, etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis autoimun.2. PATOGENESIS

Penyakit grave’s disease berkaitan respon imun yang abnormal yakni autoimunitas. Sel T limfosit tersensitisasi oleh antigen yakni kelenjar tiroid dan menstimulasi B-limfosit untuk mensintesis antibodi terhadap antigen. Salah satunya antibodi menyerang reseptor TSH pada membran sel tiroid dan menstimulasi sel-sel tiroid untuk membelah dan meningkatkan fungsinya untuk mensekresikan hormon. Selain itu, terjadi kelainan pada T suppresor yang mengizinkan T helper untuk menstimulasi limfosit B untuk mensintesis autoantibodi tiroid (TSI, Tg Ab, TPO Ab). Antibodi tiroid ini akan menyebabkan terjadinya tirotoksikosis. Beberapa faktor yang mungkin dapat mendorong terjadinya Grave’s disease adalah kehamilan, kelebihan iodida, terapi lithium, infeksi virus dan bakteri,dll.1. PATOFISIOLOGI

Gejala klinis yang khas pada kasus grave’s disease adalah eksoftalmopati dan dermopati. Eksoftalmopati disebabkan oleh adanya infiltrasi otot ekstramuskular dengan sel limfosit dan cairan edema pada reaksi inflamasi akut. Proses ini melibatkan Sitokin mensensitisasi limfosit Tc yang akan menimbulkan inflamasi pada sel fibroblast orbital, myositis orbital sehingga menimbulkan pembengkakan otot mata, penonjolan bola mata, diplopia, mata merah, edema konjungtiva dan periorbital. Dermopathy berupa penebalan kulit yang biasanya daerah tibial. Seperti patofisiologi yang terjadi pada eksoftalmopati, infiltrasi sel limfosit dan pelepasan sitokin menimbulkan inflamasi pada sel fibroblas sehingga merangsangnya glikosaminogen. Akumulasi glikosaminogen pada jaringan akan memengaruhi lapisan dermis pretibial sehingga terjadi pelebaran jaringan ikat yang berakibat pada timbulnya penebalan kulit yang nodular maupun difus.2. MANIFESTASI KLINIS

Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yakni tiroidal dan ekstratiroidal. Ciri tiroidal meliputi: goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan gejala hipertiroidisme akibat sekresi berlebihan hormon tiroid seperti hipermetabolisme, aktivitas metabolisme berlebihan, lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, BB turun, nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, kelemahan, dan atrofi otot.

Manifestasi ekstratiroidal meliputi: oftalmopati, infiltrasi kulit lokal terutama terrbatas pada bawah tungkai. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra

Page 8: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata, dan kegagalan konversi. 3. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis diawali dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya gejala umum hipertiroidisme dan gejala khusus grave’s disease. Gejala umum yang dapat ditemukan antara lain: mudah berkeringat, tidak tahan panas, lebih suka hawa dingin, sering berdebar-debar, mudah lelah, berat badan turun, gemetar dll. Khusus pada penyakit graves memiliki gejala yang khas yakni struma difus, ophtalmopati, dan dermopati. Apabila pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan salah satu tanda khas tersebut ada kemungkinan diagnosis mengarah ke grave’s disease. Pendiagnosaan perlu ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Apabila ditemukan kenaikan kadar hormon FT4 dan penurunan kadar TSH beserta eksoftalmopati, goiter difus maka diagnosis Graves disease dapat ditegakkan. Namun, jika tidak ditemukan tanda klinis dan kadar FT4 meningkat seta TSH menurun maka dapat dilanjutkan pada radioiodine uptake. Bila hasilnya meningkat ada kemungkinan hasilnya adalah penyakit Grave’s Disease dan struma nodular goiter. Pemeriksaan ini dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan antibodi tiroid. Tg Ab dan TPO Ab adalah antibodi yang biasanya muncul pada penyakit Grave’s dan Sindrom Hashimoto. Akan tetapi, antibodi TSH reseptor sangat khas pada Grave’s disease. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain pembesaran otot orbital pada pemeriksaan CT Scan dan MRI.

Pemeriksaan oftalmopati dilakukan dengan menggunakan alat Hertel Eksoftalmometer. Adapun untuk memudahkan diagnosis digunakan klasifikasi sebagai berikut: No physical sign or symptoms, Only signs no symptom, soft tissue involvement, Proptosis, dan Extraocular muscle involvement, Corneal Involvement, and Sight Loss. 4. PENANGANAN

a. Segi FarmakologisPemberian obat pada pasien tirotoksikosis antara lain:1) Tirostatika atau Obat Anti Tiroid (OAT)

Kelompok penting yang masuk dalam kelompok ini adalah derivat tioimidazol dan derivat tiourasil. Keduanya menghambat proses organifikasi dalam sintesis tiroid dan reaksi autoimun, ekspresi HLA-DR di sel folikel. Di samping itu, untuk tiourasil dapat menghambat konversi T4 dan T3 di perifer. Dosis dimulai dengan dengan 30mg CMZ, atau 30 mg MTZ, atau 400 mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Ada dua metode dalam pemberiannya yakni berdasarkan titrasi dan sebagai blok subtitusi. Berdasarkan titrasi deengan cara dimulai dosis besar, kemudian dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah saat pasien dapat mencapai keadaan eutiroidisme. Berdasarkan blok subtitusi dengan memberi pasien dosis besar terus menerus dan bila terjadi hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroid untuk mencapai keadaan eutiroidisme. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain rash, urtikaria, demam, malaise, alergi, eksantem, nyeri otot, artralgia, artritis, dan agranulositosis. Indikasi pengobatan ini adalah sebagai pengobatan lini pertama pada Graves Disease dan berjangka pendek untuk pra bedah atau pra-RAI. 2) Tiroidektomi

Tindakan pengangkatan tiroid baru dijalankan kalau keadaaan pasien telah mencapai kadar hormon tiroid yang normal atau eutiroid. Untuk mencapai keadaan eutiroid, biasanya pasien diberikan OAT selama 2 minggu. Sebagai tambahan, diberikan 5 tetes solusio lugol fortior 7-10 jam preoperatif guna menginduksi involusi

Page 9: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

dan mengurangi vaskularisasi tiroid. Operasi dilakukan dengan metode subtotal dupleks dengan mensisakan jaringan seujung ibu jari, lobektomi total termasuk ismus, dan tiroidektomi subtotal lobus lain. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain: hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, hiperparatiroidisme, hipokalsemi berkepanjangan, dan krisis tiroid.3) Terapi Iodine Radioaktif

Sebelum diberi pengobatan RAI, sebaiknya pasien disiapkan dengan OAT untuk menghindari krisis tiroid. Kontraindikasi pengobatan ini adalah anak-anak dan wanita hamil. 4) Penanganan terhadap Oftalmopati Graves

Dalam menangani eksoftalmus dapat dilakukan menurut tingkat keparahannya yakni OG ringan dengan pengobatan lokal seperti air mata artifisial, salep, obat tetes mata penghambat beta, kaca mata hitam, prisma, menutup mata di waktu malam, dan menghindari rokok. OG aktif dapat diberikan pengobatan glukokortikoid dosis besar, radioterapi orbital, atau dekompresi orbital.

D. HIPOTIROIDISME1. DEFINISIHipotiroidisme adalah keadaan dimana kadar tiroid pada jaringan berkurang2. KLASIFIKASI dan ETIOLOGI

a. Hipotiroidisme Sentral Jika hipertiroidisme disebabkan kegagalan hipofisis disebut hipertiroidisme sekunder, sedangkan jika akibat kegagalan hipothalamus disebut hipertiroidisme tersier. Kegagalan ini antara lain disebabkan tumor, infiltrasi tumor, nekrosis iskemik (Sindrom Sheehan), iatrogen (radiasi, operasi), dan infeksi (sarcoidosis, histiosis)b. Hipotiroidisme PrimerHipotiroidisme primer terdapat kerusakan pada kelenjar tiroid. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh:1)Hipo atau agenesis kelenjar tiroid2) Destruksi kelenjar tiroid

a) Pasca radiaasib) Tiroiditis autoimun hashimotoc) Tiroiditis de Quervaind) Postpartum tiroiditis

3) Atrofi berdasar autoimun4) Dishormonogenesis Sintesis Hormon5) Hipotiroidisme Transiens/ sepintas: Tiroiditi de Quervain, Silent thyroiditis,

Tiroiditis postpartum, dan hipotiroidisme neonatal sepintas.c. Karena sebab lain

3. MANIFESTASI KLINISDefisiensi tiroid menimbulkan kulit kering dan kasar akibat berkurangnya aktivitas

kelenjar sebaseus, kulit terlihat pucat akibat vasokontriksi, peningkatan karotin, dan anemia. Selain itu, menyebabkan rambut kering dan mudah rontok. Bengkak pada upper dan lower eyelids.

Pada sistem kardiovaskuler, terjadi bradikardia, kontraksi otot tidak sempurna, dan penurunan curah jantung. Cardiomegaly dan efusi perikardium dapat terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan kaya akan protein dan kolesterol. Angina dapat terjadi akibat penyakit arteri coronaria. AST, ALT, LDH, CPK dapat meningkat akibat penurunan katabolisme. Total dan LDL cholesterol dapat meningkat akibat refleksi dari

Page 10: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

pengurangan katabolisme. Jenis pernapasan dispnea dan kegagalan pernapasan sering muncul pada koma miksedema. Tuli parsial, obstruksi nasal dapat terjadi akibat peningkatan mukopolisakarida pada telinga tengah. Pembesaran lidah juga dapat menyebabkan suara dengkur.

Defisiensi hormon tiroid juga berpengaruh pada sistem gastrointestinal antara lain: nafsu makan berkurang, gerak peristaltik berkurang, perut kembung.

Tanda klinis hipotiroidisme pada jaringan saraf antara lain: keterbelakangan mental, lesu, pengurangan konsentrasi, letargi, dan gerak refleks lambat akibat berkurangnya fungsi otot. Keluhan otot kaku, nyeri, dan keram sering terjadi serta terdapat peningkatan CPK dan SGOT.

T4 dan Hormon pertumbuhan bekerja secara sinergis pada maturasi tulang. Kekurangan hormon tiroid pada masa anak-anak berakibat perlambatan penutupan epifise sehingga pertumbuhannya kurang dibandingkan anak normal seusianya. Selain itu, ditemukan penurunan alkalin fosfatase.

Anemia dapat terjadi pada hipotiroidisme antara lain normokromik dan normositik anemia; mikrositik dari defisiensi zat besi akibat malabsorbsi usus; dan makrositik karena kekurangan asam folat dan vitamin B12 akibat malabsorbsi.

Gangguan hipotiroidisme pada ginjal dan elektrolit antara lain: laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, dan reabsorbsi tubulus menurun. Kadar Na dalam serum dapat meningkat.4. PENEGAKAN DIAGNOSISPenegakan diagnosis dapat dilakukan dengan menemukan gejala umum hipotiroidisme pada saat melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan pengukuran kadar TSH dan FT4. Diagnosis hipotiroidisme primer dapat ditegakkan apabial didapat hasil kadar TSH meningkat dan kadar FT4 menurun. Akan tetapi, bila ditemukan kadar FT4 menurun dan TSH rendah atau normal, maka perlu dilanjutkan tes TRH. Apabila respon terhadap TRH menunjukkan respon yang normal, maka terjadi kerusakan pada kelenjar hipotalamus (tersier), sedangkan jika tidak ada respon apapun terhadap TRH maka kemungkinan terjadi kerusakan pada kelenjar hipofisis (tersier). 5. KOMPLIKASI

a. Koma MiksedemaKoma Miksedema adalah keadaan tahap akhir dari hipotiroisme yang tidak

terkontrol ayng dikarakterisasai menjadi kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglikemia, hiponatremia, water intoxication, syok dan kematian.

Patofisiologi koma miksedema meliputi 3 aspek yakni retensi CO2 dan hipoksia; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, serta hipotermia. Retensi CO2 dan hipoksia dapat terjadi akibat depresi ventilatori respon terhadap hipoksia dan hiperkapnia akibat faktor obessitas, gagal jantung, ileus, imobilisasi pneumonia, depresi sistem saraf, dan kelemahan otot dada. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat intoksifikasi cairan karena berkurangnya perfusi renal dan pemurnian air yang tidak sempurna.

b. Miksedema dan penyakit hatic. Hipotiroidisme dan penyakit neuropsychiatric

Penyakit neuropsikiatrik yang dapat terjadi antara lain depresi, bingung, paranoid, dan manic.

6. PENANGANAN PASIEN

Page 11: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

Pengobatan yang dilakukan terhadap pasien hipotiroidisme bertujuan meringankan keluhan dan gejala, menormalkan metabolisme, TSH, T3 dan T4, serta menghindari komplikasi dan risiko.

Pengobatan yang dilakukan dengan pemberian hormon tiroid terutama L-Tiroksin secara oral. Pengobatan ini dilakukan dengan prinsip subtitusi yakni mengganti kekurangan produksi hormon tiroid normal dengan indikator adalah kadar TSH normal. Prinsip dalam melaksanakan subtitusi ini adalah makin berat hipotiroidisme maka makin rendah dosis dan makin landai peningkatan dosis. Dosis rerata subtitusi L-T4 antara lain: 112 ug/ hari atau 1.6 ug/kg BB atau 100-125 mg sehari. Untuk L-T3 25-50 ug.

E. TIROIDITIS1. DEFINISI

adalah segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid.2. KLASIFIKASIBerdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit, tiroiditis dapat dibagi menjadi:a. Tiroiditis akut dan disertai rasa sakit yang terdiri dari:

1) Tiroiditis Infeksiosa akutInfeksi dapat disebabkan bakteri gram – maupun +. Tiroiditis ini terjadi melalui

penyebaran hematogen atau lewat fistula dari sinus piriformis yang berdekatan dengan laring dan merupakan anomali kongenital anak. Kelenjar tiroid sebenarnya resisten terhadap infeksi sehingga tiroiditis ini jarang terjadi kecuali sebelumnya berpenyakit tiroid dan terjadi supresi imun. Keluhan yang dirasakan pasien antara lain: panas, menggigil, disfagia, disfonia, sakit leher depan, nyeri tekan, ada fluktuasi, dan eritema. Jumlah leukosit dan LED naik. Selain itu, ditemukan daerah supuratif dingin atau tidak menyerap iodium radioaktif. Pasien harus segera dilakukan aspirasi dan drainase dari daerah supuratif serta diberikan antibiotik yang sesuai. 2) Tiroiditis akut karena radiasi

Tiroiditis ini biasanya menyerang penderita Graves disease yang diterapi dengan Iodium radioaktif dan kemudian sering mengalami kesakitan dan nyeri tekan pada tiroid 5-10 hari kemudian. Hal ini disebabkan kerusakan dan nekrosis akibat radiasi. Rasa sakit ini biasanya membaik dalam beberapa hari. 3) Tiroiditis akut karena trauma

Pemijatan terlalu keras oleh pasien maupun dokter saat pemeriksaaan dapat menimbulkan tiroiditis akut disertai rasa sakit dan mngkin timbul tirotoksikosis. Selain itu, dapat disebabkan penggunaan sabuk pengaman yng terlalu kencang.

b. Tiroiditis Subakut yang terdiri dari:1) Tiroiditis Subakut yang disertai rasa sakit/ Granulomatosis akut (TGS)

TGS diduga disebabkan oleh infeksi virus terutama virus yang menyebabkan ISPA. TGS tidak berkait dengan autoimun, tetapi berkaitan dengan HLA-B35. Kompleks HLA-B35 mengaktifkan T sitotoksik yang akan merusak sel folikel tiroid dan proses ini hanya berlangsung sementara. Inflamasi menyebabkan kerusakan folikel tiroid dan mengaktifkan proteolisis molekul tiroglobulin sehingga terjadi pelepasan T3 dan T4 tidak terkendali ke dalam peredaran darah dan terjadilah hipertiroid. Hipertiroid akan berakhir jika timbunan hormon telah habis dan sintesis hormon baru tidak terjadi karena kerusakan folikel dan penurunan TSH akibat feedback hipertiroid. Keadaan ini menimbulkan terjadinya hipotiroid. Ketika radang telah sembuh, terjadi perbaikan folikel, dan sintesis hormon kembali normal.

Page 12: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

Penegakan diagnosis dapat dimulai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik terhadap pasien yang menemukan keluhan dan gejala seperti rasa sakityang terbatas atau menjalar, demam, malaise, anoreksia, myalgia, pembesaran difus kelenjar tiroid dan nyeri saat dipalpasi. Hipertiroiditis yang terjadi bersifat sementara selama 2-6 minggu diikuti hipotiroid selama 2-8 minggu lalu diikuti penyembuhan. Pemeriksaan T3 dan T4 menunjukkan peningkatan dan TSH menurun. Tes uptake iodium radioaktif rendah, kadar tiroglobulin serum tinggi, leukositosis, dan peningkatan LED.

Terapi yang diberikan bersifat asimptomatis dengan memberikan NSAID atau aspirin untuk mengatasi rasa sakit dan inflamasi dan kortikosteroid seperti prednison bila berat. Jika terjadi tiroksikosis berat dapat diberikan propanolol 40-120 mg/ hari. Bila pada perjalanan penyakitnya timbul hipotiroid berat dapat diberikan L-tiroksin 50-100 mg/ hari.

2) Tiroiditis Subakut subakut yang tidak disertai rasa sakita) Tiroiditis Limfositik subakut tanpa rasa sakit (TLSTRS)

TLSTRS adalah varian dari tiroiditis autoimun kronis (Hashimoto thyroiditis) dengan kadar antibodi tinggi terhadap TPO dan tiroglobulin. Penyebabnya diperkirakan gen HLA-DR3 dan adanya kemungkinan diwariskan. Faktor pencetusnya antara lain: intake iodium berlebihan, sitokin, terapi amiodaron, IFN-α, IL-2, dan litium.

Inflamasi pada TLSTRS menyebabkan kerusakan jaringan folikel dan proteolisis tiroglobulin sehingga terjadi pelepasan FT3 dan FT4 berlebih atau hipertiroid selama 1-2 minggu. Kelenjar tiroid akan membesar difus tanpa rasa sakit. Gejala hipertiroid akan diikuti perbaikan atau terjadi hipotiroid selama 2-8 minggu. Pemeriksaan lain yang menunjang diagnosis TRSTLS adalah kenikan LED dan penurunan TSH

Pengobatan hanya dilakukan jika terjadi hipertiroid berat dengan pemberian propanolol (40-120 mg/hari dan gejala hipotiroid berat dengan L-T4 50-100 mg/ hari selama 8-12 minggu.

b) Tiroiditis PostpartumTiroiditis Postpartum biasanya terjadi dalam waktu setahun pascamelahirkan

atau pasca abortusspontan dan merupakan varians dari Sindrom Hashimoto. Awalnya terjadi peningkatan hormon tiroid karena proses inflamasi yang

merusak sel folikel tiroid dan proteolisis tiroglobulin. Bila timbunan hormon habis, dan sel folikel tidak dapat membuat hormon lagi maka keadaan beralih menjadi hipotiroid. Peradangan yang telah membaik dan sel folikel pulih mengembalikan hormon tiroid dalam keadaan normal.

Pengobatan diberikan bila gejala hipertiroid yang nyata dengan memberi propanolol 40-120mg/hari atau atenolol 25-50 mg/ hari dan gejala hipotiroid nyata dengan memberi tiroksin 50-100 mcg/hari.

c) Tiroiditis karena obatObat yang dapat menimbulkan tiroiditis antara lain IFN-α, IL-2, amiodaron,

dan litium. Amiodaron dapat menimbulkan hipertiroid melalui terjadinya tiroiditis atau peningkatan sintesis hormon.

c. Tiroiditis Kronis1) Tiroiditis Hashimoto

Tiroiditis Hashimoto merupakan penyakit autoimun. Penyebab tiroiditis ini adalah kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Suseptibilitas gen antara lain:

Page 13: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

HLA dan CTLA-4. Ekspresi HLA antigen sel tiroid menyebabkan presentasi langsung antigen tiroid pada mekanisme imun. Antibodi yang berperan di sini adalah Tiroglobulin, tiroid peroksidase, reseptor TSH, dan sodium iodine symporter. Antibodi terhadap reseptor TSH bersifat memblok lebih kuat sehingga menimbulkan hipotiroid.

Dua bentuk tiroiditis Hashimotot yakni bentuk goitrous yang terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan bentuk atrofi dimana kelenjar tiroidnya mengecil. Perjalanan penyakit dimulai dari hipertiroid karena inflamasi diikuti penurunan fungsi tiroid secara perlahan, dan timbul hipotiroid dengan gejala menetap.

Pengobatan ditujukan terhadap hipotiroid dan goiter yang timbul dengan cara pemberian L-T4 sampai kadar TSH normal. 2) Tiroiditis Riedel

Tiroiditis Riedel merupakan penyakit yang terbatas pada kelenjar tiroid, bagian dari penyakit infiltratif umum suatu multifokal fibrosklerosis yang dapat mengenai ruang retroperitoneal, mediastinum, ruang retroorbital, dan traktus billiaris. Proses fibrostik ini berkaitan dengan inflamasi sel mononuklearyang menjorok melewati tiroid sampai ke jaringan lunak peritiroid dan mengenai n. Laryngeus rekuren sehingga suara serak; mengenai trakea sehingga kompresi, serta mengenai mediastinum dan dinding dada. Gejala yang timbul antara lain pembesaran tiroid secara perlahan dan tanpa rasa sakit yang menekan leher depan sehingga menimbulkan disfagia, suara serak, sesak napas, kadang hipoparatiroid. Skintografi tiroid menunjukkan gambaran heterogen dan uptake rendh Iodine. 3) Tiroiditis Infeksiosa kronis dapat disebabkan oleh jamur, mikrobakteri, parasit,

sifilis.F. HIPERPARATIROIDISME

1. DEFINISISindrom klinis yang menyebabkan tanda dan gejala tertentu sebagai akibat peningkatan PTH dan menginduksi hiperkalsemia. 2. KLASIFIKASIa.Primary

1) Etiologi: Parathyroid adenoma – 80% Parathyroid hyperplasia – 15%P Parathyroid carcinoma – 1-2% Familial Endokrinopati: MEN 1, MEN 2A, Isolated familial hyperparathyroidism Secara genetik dapat terjadi kelainan pada kromosom 11q13 dan gen yang berkaitan dengan MEN 1 disebut MENIN

2) Tanda dan Gejalaa) Pada Ginjal: hypercalciuria, nephrolithiasis, nephrocalcinosis, polyuria dan

polydipsia, renal insufficiency. b) Neuromuscular : lemah otot, myalgiac) Neurologic and psychiatric: Hilang ingatan, kebingungan, depresi, psychosis,

neurosis, lethargy, kelelahan, paresthesias.d) Skeletal: Bone pain, Osteoporosis, Subperiosteal skeletal resorptione) Pada sistem gastrointestinal: sakit perut, Mual, Peptic ulcer, Constipation, dan

Pancreatitisf)Hypertensiong) Arthralgia, synovitis, arthritis

Page 14: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

h) Band keratopathyi) Anemia

3) Analisa LaboratoriumHasil Laboratorium yang mendukung diagnosis hiperparatiroid: Peningkatan kadar kalsium dalam plasma darah (Hiperkalsemia) Serum phosphorus rendah (<2.5 mg/dl) Hyperchloremic metabolic acidosis ringan PTH meningkat Modern assays of intact PTH use immunoradiometric assay (IRMA) or

immunochemiluminescent assay (ICMA) Alkaline phosphatase juga meningkat

4) Pengobatan Pengobatan definitive dengan operasi pengangkatan kelenjar paratiroid.

Indikasi dilakukan pembedahan ini adalah Kalsium serum di atas nilai normal ( N=8.4-10.2 mg/dl; Hypercalciuria ( >50-150mg/24jam); Bersihan kreatinin di bawah normal (N wanita: 80-125 mL/mnt; N pria= 90-130 mL/mnt); Osteoporosis; umur < 50 years

b. Secondary Hiperparatiroidisme Hiperparatiroidisme terjadi karena sekresi berlebihan parathormon sebagai respon

terhadap hipokalsemi hiperfosfatemia, penurunan kalsitriol pada gagal ginjal, malabsorbsi dan defisiensi vitamin D.

c. Tertiary Hiperparatiroidisme Hypercalcemia dan overaktivitas kelenjar paratiroid menyebabkan terjadinya

hiperparatiroidisme tersier. G. HIPOPARATIROIDISME

1. DEFINISI: penurunan fungsi kelenjar paratiroid karena autoimun genetik dan pengangkatan kelenjar

2. ETIOLOGIa.Surgical hypoparathyroidism terutama disebabkan tiroidektomi total yang mengikutsertakan pengangkatan kelenjar tiroid.b.Idiopathic hypoparathyroidism

Usia antara 2-10 tahun Wanita lebih sering tersering Disebabkan adanya antibody dalam sirkulasi darah.

c.Autoimmune hypoparathyroidism Hypoparathyroidism sebagai tanda klinis sindrom autoimun poliglandula Berkaitan primary adrenal insufficiency, mucocutaneous candidiasis Age of onset 5-9 years

d.Familial hypoparathyroidism Autosomal dominant Mutation in PTH gene leads to defective PTH

e.DiGeorge’s syndromef.Congenital aplasia of the parathyroidsg.Iron deposition in the glandsh.Copper depositioni.Aluminium depositionj.Infiltration with metastatic carcinomak.Magnesium depletion

Page 15: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

3. GEJALA KLINISa.Sistem Saraf

Kebingungan, Kelemahan, Mental retardasi, perubahan perilakub. Neuromuskular

Paresthesias, Psychosis, Kejang, Carpopedal spasme, Chvostek dan Trousseau sign, Depression, Muscle cramping, Iritabilitas, parkinsonian, Basal Ganglion kalsifikasi

c.JantungProlonged Q-T interval, T-waves changes, Gagal Jantung kongestif

d. Ocular: Katarake.Dental: Enamel Hypoplasia Gigi, Defective root formation, Failure of adult teeth to

erupt, f. Respiratori: Lariospasme, Bronkospasme, Stridor

4. ANALISA LABORATORIUM

CaCa POPO44 PTHPTH 25-Vit D25-Vit D CalcitriolCalcitriolHypoparathyroidism ↓↓ ↑↑ ↓↓ NN ↓↓

Pseudohypoprarthyroidism ↓↓ ↑↑ ↑↑ NN ↓N↓N

Liver disease ↓↓ ↑↑ ↓↓ ↓N↓N

Renal disease ↓↓ ↑↑ ↑↑ NN ↓N↓N

5. PENANGANAN PASIEN Penanganan utama yang dilakukan adalah penyediaan garam kalsium, vitamin D Acute hypocalcemia

- IV Calcium- Oral or IV Calcitriol

Chronic hypocalcemia- Oral calcium- Calcitriol or vitamin D

BAB IIIPEMBAHASAN

Wanita usia 28 tahun dari desa Jatipuro dengan keluhan benjolan leher di depan sajak 5 tahun yang lalu. Dua tahun lalu penderita merasakan benjolan tersebut membesar, badan panas, lemah, leher tidak nyeri serta didiagnosis radang tiroid. Sekitar satu bulan ini, penderita merasa sering berdebar-debar, banyak berkeringat, kedua tangan gemetar bila memegang sesuatu. Tetangganya memiliki benjolan di leher dan mempunyai anak laki-laki yang sering tidak naik kelas dan kelihatan kecil.

Pemeriksaan fisik menunjukkan denyut nadi takikardi (110 kali/ menit), eksoftalmus, benjolan leher bersifat konsistensi lunak, tidak nyeri, dan mudah digerakkan. Pemeriksaan menunjukkan kadar TSHs di bawah normal (< 0.005 µIU/ml), FT4 di atas normal (20 µg/ dl), FT3 di atas normal (15 ng/ml). Dokter mendiagnosis Grave’s Disease dan diberi obat propil tiourasil dan propanolol.

Penderita berniat dioperasi setelah berobat 1 tahun. Akan tetapi niatnya dibatalkan setelah mengetahui bahwa dapat terjadi kemungkinan hypothyroid, hypoparathyroid atau hyperparathyroid, krisis tiroid.

Page 16: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

Sekitar dua tahun lalu wanita ini pernah merasa benjolan leher membesar dan tidak nyeri, badan panas, lemah dan didiagnosis radang tiroid. Kemungkinan dasar yang diambil penegakan diagnosis ini hanya berdasar pemeriksaan fisik dan anamnesa yang menunjukkan adanya tanda klasik radang yakni rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungsiolesa. Padahal, benjolan pada leher ini tidak bisa hanya ditentukan terjadi radang atau tidaknya, tetapi harus diketahui penyebabnya.

Keluhan wanita tersebut yang muncul sekitar satu bulan ini mulai menunjukkan gejala yang khas. Penegakan diagnosis dari segi anamnesa yang menunjukkan sering merasa berdebar-debar, banyak berkeringat, kedua tangan gemetar bila memegang sesuatu menunjukkan gejala umum hipertiroidisme. Kelebihan hormon tiroid dapat meningkatkan ketanggapan jantung terhadap katekolamin dalam darah sehingga meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung yang berakibat wanita tersebut sering merasa berdebar-debar. Banyak keringat dapat timbul sebagai mekanisme kerja thermoregulator agar tidak terjadi overheat panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme berlebihan akibat hipertiroidisme. Kedua tangan gemetar merupakan tremor halus yang ditimbulkan akibat kepekaan sinapsis sel saraf medulla yang mengatur tonus otot. Pemeriksaan fisik menunjukkan takikardi akibat peningkatan curah jantung yang bermula dari efek hiprtiroid teradap kontraksi dan denyut jantung yang lebih cepat untuk menyaluran peningkatan hasil produksi metabolisme yang meningkat.

Wanita tersebut memiliki benjolan di leher depan dengan konsistensi lunak, tidak nyeri dan mudah digerakkan. Ciri-ciri yang telah disebutkan menunjukkan bahwa benjolan tersebut tidak disebabkan oleh keganasan. Pada keganasan seperti adenoma atau karsinoma, benjolan yang terjadi mempunyai konsistensi keras, nyeri dan terfiksasi pada jaringan sekitar. Sehingga kemungkinan diagnosis tumor pada kelenjar tiroid bisa dihilangkan.

Gejala eksoftalmus merupakan gejala yang khas untuk hipertiroidisme jenis graves disease. Diagnosis Grave’s Disease dapat ditegakkan dengan ditunjang hasil pemeriksaan penurunan TSH dan peningkatan kadar hormon tiroid. Pada Grave’s disease, terjadi reaksi autoimun terhadar pada sel-sel folikel kelenjar tiroid. Tubuh membentuk autoantibodi terhadap sel folikel tiroid. Autoantibodi tersebut adalah TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin) yang bekerja dengan mengikat reseptor TSH, TGI (Thyroid Growth-stimulating Immunoglobulin) yang berperan pada proliferasi epitel folikel tiroid dan T-BII (Thyroid Binding Inhibitor Immunoglobulin) yang bekerja menyerupai TSH sehingga bisa menempel pada reseptor TSH. Ketiga autoantibodi tersebut akan menstimulasi aktivitas sel-sel folikel tiroid dan meningkatkan sekresi hormon tiroid. Inilah yang menyebabkan kadar T4 dan T3 bebas dalam darah meningkat tajam. Peningkatan kadar hormon tiroid dalam ini memunculkan negative feedback yang menekan produksi TSH oleh hipofisis sehingga kadar TSH dalam darah menurun drastis. Ternyata hasil pemeriksaan penunjang pada wanita tersebut, menyatakan penurunan nilai TSHs dan kenaikan kadar FT4 dan FT3. Denagn demikian, diagnosis Graves Disease pada wanita tersebut dapat ditegakkan.

Pada skenario ini,Pengobatan dilakukan dengan pemberian propil tiourasil 3 x 200 mg dan propanolol 3 x 10 mg. PTU merupakan OAT (Obat Anti Tiroid) golongan tionamida yang bekerja dengan cara menghambat enxim peroksidase sehingga menyebabkan terhambatnya proses inkorporasi yodium pada residu tirosil dari tiroglobulin dan juga terhambatnya pembentukan yodotironin dari penggabungan yodotirosil. Kelebihan PTU dibandingkan dengan beberapa OAT lain (misalnya metimazol) adalah PTU juga menghambat deyodinasi tiroksin menjadi triyodotironin di jaringan perifer. Selain itu, OAT merupakan pengobatan lini pertama yang biasa diberikan pada penderita

Page 17: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

Graves Disease. Propanolol merupakan β-adrenergic-antagonis atau β-blocker yang bekerja dengan mengurangi dampak hormon tiroid pada jaringan.

Pengobatan terhadap eksopthalmus (oftalmopati graves) bervariasi tergantung dari tingkat keparahannya. Pada OG ringan, cukup diberi pengobatan lokal seperti air mata artifisial dan salep, tetes mata obat β-blocker, kacamata hitam, prisma, mata waktu malam ditutup dan hindari rokok. Pada OG, yang lebih berat dibutuhkan pengobatan yang agresif yakni pemberian glukokortikoid dosis besar, radioterapi orbital dan dekompresi orbital.

Tiroidektomi atau operasi pengangkatan kelenjar tiroid bisa dilakukan apabila pembesaran kelenjar tiroid sudah sangat mengganggu pasien atau untuk kebutuhan kosmetik seperti keadaan pada skenario. Prinsip utama tiroidektomi adalah operasi baru dilakukan jika keadaan pasien eutiroid secara klinis maupun biokimiawi. Yang dimaksud keadaan eutiroid di sini adalah apabila kadar hormon tiroid dalam tubuh pasien dalam batas yang terkontrol, untuk menghindari resiko komplikasi operasi akibat keadaan hipertiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari.

Komplikasi yang terjadi dapat berupa hipokalsemia berkepanjangan, hipotiroid, hipoparatiroid, hiperparatiroid, dan krisis tiroid dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Krisis tiroid dapat terjadi akibat persiapan pra-operasi yang kurang baik dimana kadar hormon tiroid belum dalam batas normol (eutiroid) sehingga masih banyak free T3 dan T4 yang beredar yang dapat menimbulkan gejala hipertiroidisme yang lebih membahayakan. Kelenjar paratiroid terletak di bagian posterior dari lobus tiroid sehingga ada kemungkinan pertumbuhannya ditekan oleh kelenjar tiroid sehingga jika tidak ada yang menekan dapat menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar paratiroid. Selain itu, parathormon bekerja antagonis dengan hormon kalsitonin yang dihasilkan oleh tiroid. Ketidakberadaan calcitonin juga diperkirakan dapat meningkatkan kadar parathormon. Namun, komplikasi di atas bisa dihindari dengan persiapan operasi yang baik dan sesuai prosedur. Keputusan melakukan operasi atau tidak sepenuhnya diserahakan pada pasien setelah mengetahui proses, manfaat, dan komplikasi tiroidektomi secara jelas.

Kasus lain pada skenario ini adalah mengenai benjolan leher pada tetangganya. Tetangga pasien juga mempunyai benjolan pada leher depan serta mempunyai anak laki-laki dengan tubuh kecil dan sering tidak naik kelas. Kemungkinan besar orang tersebut menderita hipotiroidisme dan perlu dilakukan penegakan diagnosis untuk mengetahui penyabbanya. Beberapa faktor yang bisa menyebabkan keadaan hipotiroid antara lain karena kekurangan yodium (terutama pada daerah endemik), mengkonsumsi bahan goitrogenik, defek enzimatik herediter, mekanisme autoimun dan pada keadaan kebutuhan yodium dan tiroksin meningkat yaitu pada masa pubertas, gestasi, laktasi dan stress. Kondisi anaknya menunjukkan gejala keterlambatan pertumbuhan tulang dan otak. Kekurangan hormon tiroid dapat memperlambat maturasi tulang dan pertumbuhan otak. Pada saat hamil tetangga tersebut sudah mengalami hipotiroid sehingga FT3 yang dapat melewati plasenta anaknya menjadi sangat sedikit bahkan tidak ada. Dalam perkembangan saraf pada bayi, hormon tiroid sangat dibutuhkan. Kekurangan hormon tiroid saat kehamilan, beresiko menyebabkan anak kretinisme dan juga retardasi mental.

Selain itu, perlu diperhitungkan kemungkinan daerah Jantipuro sebagai daerah endemik kekurangan yodium mengingat letaknya di daerah pegunungan. Yodium sebagai salah satu unsur penting pembentukan hormon tiroid. Kekurangan yodium dapat menimbulkan penurunan sekresi FT3 dan FT4.

Page 18: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

KESIMPULAN DAN SARAN1. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada pasien wanita tersebut, maka diagnosis yang

memenuhi kriteria adalah Grave’s disease.2. Grave’s disease adalah penyakit tiroid autoimun yang ditandai oleh hiperplasia

kelenjar tiroid difus serta keluhan dan gejala yang terjadi akibat hiperfungsi kelenjar tersebut. Penyakit ini merupakan penyebab hipertiroidi yang paling sering terjadi dalam klinik.

3. Pengobatan lini pertama terhadap pasien Grave’s disease adalah dengan OAT yaitu propiltiourasil dan juga dengan β-blocker yaitu propanolol.

4. Tiroidektomi dapat dilakukan jika benjolan sudah sangat mengganggu aktivitas pasien atau juga boleh karena alasan kecantikan. Keputusan operasi diserahkan sepenuhnya kepada pasien dan keluarganya setelah mendapatkan penjelasan mengenai prosedur, keuntungan, kerugian dan komplikasi tiroidektomi secara jelas

5. Tetangga pasien tersebut kemungkinan menderita hipotiroidisme dengan melihat kondisi anaknya yang mengalami keterlambatan pertumbuhan dan mental.

6. Hipotiroidisme sendiri bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: kekurangan yodium (terutama pada daerah endemik), mengkonsumsi bahan goitrogenik, defek enzimatik herediter, mekanisme autoimun dan pada keadaan di mana kebutuhan yodium dan tiroksin meningkat yaitu pada masa pubertas, gestasi, laktasi dan stress

DAFTAR PUSTAKABaxter, John D et all. 2002. Genetic in Endocrinology. Philadelphia: Lippincott Williams

&Wilkins.Despopoulos, Agamemnon dan Stefan Silbernagl. 2000.. Atlas Berwarna dan Teks

Fisiologi Ed. IV. Jakarta: Hipokrates.Dorland, W.A. Newnmaan. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.Greenspan, Francis S dan David S. Gardner. 2004. Basic and Clinical Endocrinology. New

York: Lange Medical Books.Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:EGC.Katzung, Bertram G. 2006. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta: EGC.Murray, Robert K ,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.Pedidiro, Joseph. 2002. Farmaco Therapy, Patofisiology Approach. New York: Mc Graw

Hill.Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FK

UI Press.Syarif, Amir, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.Wilson, Lorine Mc Carthy dkk. 1989. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit Edisi 6

Jilid 2. Philadelphia: W.B. Saunders Company.Toni, Robert. 2008.Hyperthiroidism. http://ocw.tufts.edu/Toni, Robert. 2008.Hypothiroidism. http://ocw.tufts.edu/Carter, W Bradford. 2005. Parathyroid Physiology.

http://www.emedicine.com/ent/topic539.htm.Yeung, Sai-Ching Jim. 2007. Grave’s disease.n

http://www.emedicine.com/med/TOPIC929.HTM

Page 19: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

LAMPIRAN

Gb.1 Patofisiologi Graves Disease

Page 20: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

Gb.2 Penegakan Diagnosis Hipertiroidisme

FT4↑ TSH↑ FT4 N TSH↓FT4↑ TSH↓

Sign and Symptoms

Low

No eye signGoiter

Early Grave’s diseaseToxic Nodular Goiter

Grave’s disease

Spountaneusly Resolving hypothyroidismSubacute thyroiditisAcute fase Hashinomoto tiroiditisGrave’s disease in Iodine loaded patientsLevothiroxine tratmentRare: Struma Ovari

Graves disease, toxic nodular goiter

High

No eye sign

No goiter

Eye signGoiter

Hypertiroidism

123 I Uptake

High

TSH Secreting Pituitary tumorGRTHPRTH

Eutiroid Sick SyndromeDrugsDopamineKortikosteroid

Low

FT3

Page 21: LAporan Tiroid Dan Para Tiro Id

Patien takes tiroid hormon Patient takes no hormon tiroid

Stop medikasi 6 minggu Serum FT4 dan serum TSH

FT4 dan TSH normal

Eutiroid

FT4 rendah dan TSH tinggi

FT4 rendah, TSH rendah atau normal

Hipotirodisme Primer

Excessive respone

Normal respon

Tes TRH

No respon

Hipotiroidisme sekunder

Gangguan Hipotalamus Gangguan PituitaryPrimary hipotiroidisme

Sign and symptoms

Gb.3 Penegakan diagnosis hipotiroidisme