laporan pendahuluan bp + pertusiss.doc

Upload: dwi-jayanti-meiana-dewi

Post on 08-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA DAN PERTUSSISOleh:

EKA KOMALASARI220112140004

EVI NOVIYANI

220112140031

DWI JAYANTI M D

220112140035

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVIII

KEPERAWATAN ANAK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

BANDUNG

2015Anatomi Saluran PernafasanFungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi maupun fisiologi paru disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi, fungsi pernafasan ini dimulai dari hidung sampai ke parenkim paru. Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan disebut dengan dead space. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini. Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius. Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sokus alveolaris. Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius. Organ yang bertindak sebagai respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.

Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai percabangan kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga, bronkus subsegmental sebagai percabangan keempat, hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi. Secara rinci dapat dilihat pada gambar.

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernafasan.

BRONKOPNEUMONIAA. DEFINISIBronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkusataubronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchydistribution)(Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis.

B. EPIDEMIOLOGI

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan diAmerikapneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011).

C. ETIOLOGIPenyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011):1. Faktor Infeksia. Pada neonatus:Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus(RSV).b. Pada bayi :1) Virus:Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,Cytomegalovirus.2) Organisme atipikal:Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.3) Bakteri:Streptokokuspneumoni,Haemofilusinfluenza,Mycobacterium tuberculosa,Bordetellapertusis.c. Pada anak-anak :1) Virus :Parainfluensa,Influensa Virus,Adenovirus, RSV2) Organisme atipikal :Mycoplasma pneumonia3) Bakteri:Pneumokokus,Mycobakterium tuberculosisd. Pada anak besar dewasa muda :1) Organisme atipikal:Mycoplasma pneumonia,C. trachomatis2) Bakteri:Pneumokokus,Bordetella pertusis,M. tuberculosis2. Faktor Non Infeksi.Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:

a. Bronkopneumonia hidrokarbonTerjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).b. Bronkopneumonia lipoidTerjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinyabronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat sepertiAIDSdan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.D. MANIFESTASI KLINISPasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak napas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.

Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif), takipnu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung.

Pada auskultasi dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar, tidak adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara napas menurun, dan terdengar fine crackles (ronki basah halus) di daerah yang terkena.iritasi pleura akan menyebabkan nyeri dada, bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perutE. PATOGENESISDalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : 1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti) Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya) Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari) Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari) Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.F. KLASIFIKASIPembagian bronkopneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan(Bradley et.al., 2011).1. Berdasarkan lokasi lesi di parua. Pneumonia lobarisb. Pneumonia interstitialisc. Bronkopneumonia2. Berdasarkan asal infeksia. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (communityacquired pneumonia= CAP)b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)3. Berdasarkan mikroorganisme penyebaba. Pneumonia bakterib. Pneumonia virusc. Pneumonia mikoplasmad. Pneumonia jamur4. Berdasarkan karakteristik penyakita. Pneumonia tipikal

b. Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakita. Pneumonia akutb. Pneumonia persistenG. PATOFISIOLOGI

H. KOMPLIKASIKomplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi(Bradley et.al., 2011).1. Otitis media akut (OMA) terjadi jika tidak diobati maka sputum yangberlebihanakanmasukkedalamtubaeusthaciisehinggamenghalangimasulnya udara ketelinga tengah dan mengakibatkan hampa udarakemudian gendang telinga akan tertarik kedalam timfus efusi (Asih, 2006).

2. Atelectasis terjadi akibat penyumbatan saluran udara pada bronkus ataubronkiolussehinggamenyebabkanalveoluskurangberkembangataubahkan tidak berkembang dan akhirnya kolaps (Asih, 2006).3. Meningitis disebabkan oleh baakteri yang sama dengan pneumonia. Padapneumoniabakterimasukkesalurannafasbagianbawahdandapatmenyerang pembuluh darah dan masuk keotak sehingga menyebabkanradang selaput otak (Prijanto, 2009).4. Abses paru, pada pneumonia yang memberat akan menjadi abses paru danseringnya pada pneumonia aspirasi yang disebabkan olehmikoroorganisme anaerob (Prijanto, 2009).5. Gagal nafas terjadi karena berkurangnya valume paru secara fungsionalkarena proses inflamasi akan mengganggu proses difusi dan akanmenyebabkan gangguan pertukaran gas yang akan menyebabkan hipoksia.Pada keadaan berat bisa terjagagal nafas (Prijanto, 2009).

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1. Pemeriksaan Fisik

Penderitapneumonia khususnya bronkopneumoniaditemukan hal-hal sebagai berikut(Bennete, 2013):a. Padainspeksi terlihatsetiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada;penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.c. Pada perkusi tidak terdapat kelainand. Pada auskultasi ditemukancracklessedang nyaring.Cracklesadalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlahcrackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).Cracklesdihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.2. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah(Bennete, 2013).3. Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.Isolasi mikroorganisme dari paru, cairanpleuraatau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan(Bennete, 2013).4. Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut(Bradley et.al., 2011):a. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dadab. Panas badanc. Ronkhi basahhalus-sedang nyaring (crackles)d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difuse. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan)J. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012;Bradley et.al., 2011)1. PenatalaksaanUmuma. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menitsampai sesak nafas hilang atau PaO2pada analisis gas darah 60 torr.b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.2. PenatalaksanaanKhususa. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantungc. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis2. Berat ringan penyakit3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis4. Ada tidaknya penyakit yang mendasariPemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :a. ampicillin + aminoglikosidb. amoksisillin-asam klavulanatc. amoksisillin + aminoglikosidd. sefalosporin generasi ke-32. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)a. beta laktam amoksisillinb. amoksisillin-asamklavulanatc. golongan sefalosporind. kotrimoksazole. makrolid (eritromisin)3. Anak usia sekolah (> 5 thn)a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jamganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit sepertiempyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).PERTUSISA. DEFINISIPertusis (atau batuk rejan) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi tenggorok dengan bakteri Bordetella pertussis.

Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan.

Pertusisataubatuk rejanataubatuk seratus hariadalah suatupenyakitakut yang disebabkan olehBordetella pertusis. Pertusis merupakan penyakit yangtoxin mediated,toksinyang dihasilkankuman(melekat pada bulu getar saluran napas atas) akan melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga gangguan aliran sekret saluran pernapasan, dan berpotensi menyebabkan pneumonia.B. ETIOLOGIPenyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis. Bordetella pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-1 um dengandiameter0,2-0,3 um, ovoid kokobasil, tidak bergerak,gram negatif, tidak berspora, berkapsul dapat dimatikan pada pemanasan 50C tetapi bertahan pada suhu tendah 0- 10C dan bisa didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis yang kemudian ditanam padamediaagar Bordet-Gengou.Bakteri Bordetella pertussis, batang gram negatif, tumbuh pada suhu kamar, wajib aerobe, segera mati diluar saluran nafas. Bakteri ini menyerang sel-sel epitelium yang bersilia di bronkus dan menyebabkan infiltrat selular, banyak sekret, hiperplasia jaringan limp, nekrosis sel. Reaksi ini dapat menular kedalam paru-paru. Sindroma whooping cough (batuk paroksismal) yg mirip, namun lebih ringan, dari Pertussis disebabkan B. parapertussis, Chlamydia trachomatis, beberapa jenis Adenovirus.

C. EPIDEMIOLOGI Manusia: hospes tuan rumah satu-satunya. Tidak ada imunitas bawaan. Antibodi terhadap Pertusis tidak lewat placenta Menular via titik-titik pernafasan langsung dari penderita kepada 90% penduduk serumah (yang tidak imun) Sering kali bayi & anak kecil kena infeksi dari kakak atau dewasa yang menderita secara ringan. Di USA, 71% kasus pertussis < 5 tahun & 38% < 6 bulan. 1.3% kasus fatal pada yang < 1 bulan. 0.3% fatal pada bayi yang berumur 2-11 bulan Masa inkubasi / tunas: 6 20 hari (rata-rata 7 10 hari) Masa infektiviti / tular: Paling mudah menular pada Stadium Kataral (sebelum paroksisma) Bisa menular selama 3 minggu, atau 5 hari sesudah Erythromicin dimulai. Bayi prematur & pasien yang kena penyakit jantung, paru-paru otot atau saraf-otot (neuromuscular) beresiko tinggi menderita pertusis dan kena komplikasinya.D. MANIFESTASI KLINISPertusis biasanya mulai seperti pilek saja, dengan hidung beringus, rasa lelah dan adakalanya demam parah. Kemudian batuk terjadi, biasanya sebagai serangan batuk, diikuti dengan tarikan napas besar (atau whoop). Adakalanya penderita muntah setelah batuk. Pertusis mungkin serius sekali di kalangan anak kecil. Mereka mungkin menjadi biru atau berhenti bernapas ketika serangan batuk dan mungkin perlu ke rumah sakit. Anak yang lebih besar dan orang dewasa mungkin menderita penyakit yang kurang serius, dengan serangan batuk yang berlanjut selama berminggu-minggu tanpa memperhatikan perawatan.E. KLASIFIKASI1. Stadium Kataral: 1-2 minggu Mulai seperti ISPA biasa Febris absen atau ringan Makin lama makin batuk keras terutama batuk malam2. Stadum Paroksisma / Spasmotik: 4-6 minggu (bisa sampai 10 minggu) Batuk berat yg singkat dan rangkaian 5 20 batuk tanpa bernafas. Muka bisa menjadi merah, sianosis & edema, vena-vena leher melebar, mata menonjol & lidah terjulur Setelah rangkaian batuk tanpa bernafas itu, pasien menarik nafas keras dengan suara whoop yang melengking tinggi merupai suara burung laut Kemudian proses tersebut dapat terulang lagi Proses ini berhenti kalau pasien mengularkan lendir kental atau muntah-muntah Habis semua ini, pasien terbaring kelelahan, berkeringat, & sesak nafas. Rangsangan apapun dapat memulai proses ini kembali Febris tetap ringan kalau ada

Pada bayi dibawa 3 bulan, whoopnya biasanya tidak ada, namum bayi tersebut sering apnea lama & mati 80% kasus fatal terjadi pada pasien < 2 tahun Remaja & dewasa sering tidak bersuara whoop, hanya ada batuk ngikil yang bertahan lama Anak yang sudah divaksinasi lengkap masih dapat kena infeksi Pertusis. Kasusnya lebih ringan tetapi bisa menular.3. Stadium Konvalesen / Penyembuhan: 2 4 minggu Batuk masih ada, tetapi serangan rangkaian batuk serta whoop makin berkurang (frekwensi & beratnya) Tidak ada muntah-muntah lagi. Akhirnya batukpun makin berkurang sampai tiada.F. PATOFISIOLOGI

G. KOMPLIKASI1. Pneumonia (20%): B. pertussis (jarang) atau bakteri sekunder.

Gambar. Pneumonia B. Pertussis

2. Penyebab kematian terutama pada bayi & balita3. Biasanya pneumonia diserta febris baru & tinggi4. Ensefalopati:serta kejang (1%), mungkin dari hipoxia serebral, pedarahan intrakranial atau keracunan pertusis.5. Perdarahan: Retina, Subkonjungtiva , Serebrum, Purpura, Petikia pada air muka

6. Pneumotoraks7. Edema muka, jarang8. Prolaps rektum, jarang

H. PENCEGAHAN1. Imunisasi anak secara tepat waktu Vaksin tidak memberikan perlindungan seumur hidup terhadap pertusis, dan perlindungan adakalanya tidak lengkap. Anak-anak perlu diimunisasi pada dua, empat dan enam bulan. Booster diperlukan pada usia empat tahun dan sekali lagi pada usia 15 tahun. Imunisasi dapat diperoleh dari dokter keluarga dan beberapa pemerintah setempat.2. Jauhkan bayi dari orang yang batuk Bayi memerlukan dua atau tiga vaksinasi sebelum terlindung. Oleh karena ini, penting sekali bayi Anda menjauhi dari orang yang menderita penyakit batuk supaya pertusis atau kuman lain tidak ditularkan.3. Dapatkan imunisasi jika seorang dewasa yang berada dalam kontak dekat dengan anak kecilTersedia vaksin untuk orang dewasa. Vaksin ini dianjurkan: Untuk kedua orang tua sewaktu merencanakan kehamilan, atau segera setelah bayi lahir Untuk orang dewasa yang bekerja dengan anak kecil, terutama petugas kesehatan dan petugas penitipan anak.4. Jika berada dalam kontak dekat dengan penderita pertusis: Perhatikan gejala-gejala. Jika gejala timbul, berjumpalah dengan dokter, bawa lembar fakta ini bersama dan jelaskan kontak dengan penderita pertusis. Beberapa kontak dekat yang menghadapi risiko tinggi (mis. anak di bawah usia satu tahun, anak yang belum divaksinasi secara lengkap dan wania di akhir kehamilannya) dan orang lain yang hidup atau bekerja dengan orang yang menghadapi risiko tinggi mungkin perlu menggunakan antibiotik untuk mencegah infeksi.5. Jika menderita pertusis: Dapatkan perawatan dini sewaktu dapat menularkan penyakit, jauhi dari orang lain dan jauhi dari anak kecil, misalkan di pusat penitipan anak, prasekolah dan sekolah.

Jenis-jenis vaksin1. Vaksin pertussis whole cell

Diberi 5x pd bayi yang berumur 2, 4, 6 bulan, 6 12 bulan kemudian dan pada umur 5 7 tahun (tergabung dengan Vaksin Difteri & Vaksin Tetanus: DPT). Anak yang berumur 7 tahun atau > diberi dT (dosis Vaksin Difteri dikurangi, maka lebih aman bagi anak sekolah, remaja & dewasa. Anak yang menerima DPT ke4 sesudah umur 4 tahun tidak perlu diberi DPT ke 5. Anak yang telah menderita Pertussis (terbukti dengan biakan) tidak perlu menerima Vaksin Pertussis lagi. Sebagai ganti, berilah DT/dT.2. Vaksin pertussis Acellular (aP) Mengandung immunogens dari B. pertussis, bukan sel utuh yang mati. Reaksi-reaksi sama, namun lebih ringan & jarang (25-50%). Kini AAP merekomendasi pemberian Acellular Pertussis Vaccine untuk semua bayi & anak yang menerima imunisasi rutin. Biasanya dikombinasi dengan vaksin tetanus toxoid & diphtheria toxoid: DTaP. DPT (yang mengandung Whole Cell Pertussis Vaccine) masih boleh dianjurkan. Dosis ke 4 boleh diberi sebelum umur 12 bulan apabila sudah ada 6 bulan sejak dosis ke3 dan kemungkinan besar reseptor tidak kembali pada umur 15 18 bulan.I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKDiagnosis ditegakan berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium. Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu batuk mula mula timbul pada malam hari tidak mereda malahan meningkat menjadi siang dan malam dan terdapat kontak dengan penderita pertusis, batuk bersifat paroksimal dengan bunyi whoop yang jelas, bagaimanakah riwayat imunisasinya. Pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (20.000-50000/ul) pada akhir stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic. Pada pemeriksaan secret nasofaring didapatkan Bordetella pertusis. Dan pemeriksaan lain adalah foto thorak apakah terdapat infiltrate perihiler, atelektasis atau emfisema.

Diagnosis dapat dibuat dengan memperhatikan batuk yang khas bila penderita datang pada stadium spasmodic, sedang pada stadium kataralis sukar dibuat diagnosis karena menyerupai common cold.Diagnosis banding

Pada batuk spasmodic perlu dipikirkan bronkioitis, pneumonia bacterial, sistis fibrosis, tuberculosis dan penyakit lain yang menyebabkan limfadenopati dengan penekanan diluar trakea dan bronkus.

Infeksi Bordetella parapertusis, Bordetella bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai sindrom klinis Bordetella pertusis. Tetapi dapat dibedakan dengan isolasi kumam penyebab.J. PENATALAKSANAAN

Kasus bayi & balita berat perlu MRS untuk perawatan pernafasan dengan suksion, oksigen, IV (bahaya minum) Eritromicin (40mg/kg/hari, max: 2 gm, QID X 14 hari) dapat menolong meringankan perkembangan batuknya asal dimulai pada stadium kataral. Pada stadium Paroksismal antibiotika hanya menolong menghentikan infektiviti. Trimethoprim-sulfamethoxazole pada pasien yang tidak tahan eritromicin tetapi manfaatnya belum dibuktikan Steroid dan Beta2 Agonis mungkin dapat menolong.DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

Ikatan Dokter AnakIndonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : PenerbitIDAI

www.health.nsw.gov.auKenneth C. Hinton. 2008. Pertusis Batuk rejan/Whooping Cought

_1480616617.unknown