fisioterapi wahyu bp

21
Shoulder Test: Nama: Wahyu Budi Prasetyo 1. Neer Test Untuk mengtahui gangguan pada otot supraspinatus dan tendon bisep. Posisi pasien duduk dengn rileks, terapi melakukan pasif fleksi maksimal pada shoulder pasien. 2. Hawkins’ Test Posisi pasien duduk rileks, terapis memfelksikan bahu pasien sebesar 90⁰, kemudian diinternal Rotasikan. Tes ini dilakukan untuk mengetahui ganguan pada otot tendon superasupinatus. 3. Drop Arm Test Posisi pasien duduk atau berdiri, terapis melakukan abduksi pasif 90⁰ pada shoulder pasien. Kemudian pasien disuruh menurunkan lenganya secara perlahan-lahan. Test ini untuk mengetahui kelemahan, atau gangguan pada grup otot rotator cuff. 4. Cross Arm Test Posisi pasien duduk rileks, terapis berada di samping pasien dengan setabilitas trunk, trapis

Upload: wahyu-budi-prasetyo

Post on 26-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

semangat..!

TRANSCRIPT

Page 1: fisioterapi wahyu bp

Shoulder Test: Nama: Wahyu Budi Prasetyo

1. Neer Test

Untuk mengtahui gangguan pada otot supraspinatus dan tendon

bisep. Posisi pasien duduk dengn rileks, terapi melakukan pasif fleksi

maksimal pada shoulder pasien.

2. Hawkins’ Test

Posisi pasien duduk rileks, terapis memfelksikan bahu pasien

sebesar 90⁰, kemudian diinternal Rotasikan. Tes ini dilakukan untuk

mengetahui ganguan pada otot tendon superasupinatus.

3. Drop Arm Test

Posisi pasien duduk atau berdiri, terapis melakukan abduksi pasif

90⁰ pada shoulder pasien. Kemudian pasien disuruh menurunkan lenganya

secara perlahan-lahan. Test ini untuk mengetahui kelemahan, atau gangguan

pada grup otot rotator cuff.

4. Cross Arm Test

Posisi pasien duduk rileks, terapis berada di samping pasien

dengan setabilitas trunk, trapis melakukan pasif maksimal adduksi harizontal

pada shoulder pasien.

Jika nyeri pada bahu bagian atas, maka indikasi terjadi gangguan pada

sendi akromeoclavikular.

Jika nyeri pada bahu bagian depan, maka indikasi terjadi gangguan pada

otot subscapularis,suprasipinatus, atau bisep.

Jika nyeri pada bahu bagian belakang, maka indikasi terjadi gangguan

pada otot infraspinatus, teres minor, atau ganguan pada scapula dan sendi

glenohumeral.

Page 2: fisioterapi wahyu bp

5. Yergason Test

Posisi pasien duduk dengan fleksi elbow 90⁰ dan supinasi.

Dibantu oleh terapis, pasien melakukan gerakan aktif resisted supinasi di ikuti

eksternal rotasi humeri. Jika terjadi nyeri pada grup otot bisep, maka indikasi

terjadi tendinitis bicipitalis.

6. Speed’s Manuever

Posisi pasien duduk dengan fleksi sholder 90⁰, full ekstensi

elbow,dan supinasi. Dibantu oleh terapis, pasien melakukan gerakan aktif

resited fleksi shoulder. Jika terjadi nyeri pada grup otot bicep, maka indikasi

terjadi tendinitis bicepitalis.

7. Clunk Sign

Posisi pasien tidur terlentang. Terapis melakukan pasif abduksi

dan eksternal rotasi lengan atas pasien dan memberikan dorongan caput

humeri kearah anterior. Positif bila terjadi sensasi “clik”, kemungkinan terjadi

robekan pada perlekatan glenohumeral joint.

8. Apley’s Scratch Test

Posisi pasien duduk. Terapis berada disisi pasien.

Pasien disuruh mengangkat tangan dan meletakkannya pada pundak yang

berlawanan. Lakukan pula pada tangan yang lainnya secara bergantian.

Positif bila terjadi asimetri tinggi bahu. Indikasi terjadinya keterbatasan

gerak fungsi pada adduksi glenohumeral, internal rotasi, dan fleksi

horizontal.

Pasien disuruh mengangkat tangan dan menaruhnya pada belakang

kepala, antara leher dan pundak. Lakukan pula pada lengan yang lainnya

secara bergantian. Positif bila terjadi asimetri tinggi bahu. Indikasi

terjadinya keterbatasan gerak fungsi pada abduksi glenohumeral,

eksternal rotasi, dan elevasi scapula.

Page 3: fisioterapi wahyu bp

Pasien disuruh menggenggam jari-jari tangannya dan mengacungkan

jempol kemudian menaruhnya pada belakang punggungnya. Kemudian

perintahkan pasien untuk menggeser posisi lengannya keatas dan

kebawah. Lakukan pula pada lengan yang lainya secara bergantian. Positif

bila terjadi asimetri tinggi bahu. Indikasi terjadinya keterbatasan gerak

fungsi pada adduksi glenohumeral, internal rotasi, dan retraksi scapula.

9. Sulcus Sign

Posisi pasien duduk. Dengan stabilitas pada scapula, terapis

memberikan tekanan pada distal lengan kearah inferior. Dengan stabilitas

pada scapula, terapis memberikan tekanan kearah inferior pada distal humeri.

Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya kelemahan otot daerah

glenohumeral.

Elbow Test:

10. Tennis Elbow

Posisi pasien fleksi siku 90⁰ dalam keadaan pronasi. Pasien

diminta untuk menggerakkan lengannya kearah supinasi. Positif jika terjadi

nyeri pada epicondilus lateralis.

11. Golf Elbow

Posisi pasien fleksi siku 90⁰ dalam keadaan supinasi. Pasien

diminta untuk menggerakkan lengannya kearah pronasi. Positif jika terjadi

nyeri pada epicondilus medialis.

12. Varus Stress Test

Posisi pasien fleksi siku 20-30⁰. Stabilitasi terapis pada distal

humeri dan pergelangan tangan. Terapis melakukan gerakan varus pada

lengan pasien. Positif jika terjadi nyeri pada ligamentum collateral lateral.

Page 4: fisioterapi wahyu bp

13. Valgus Stress Test

Posisi pasien fleksi siku 20-30⁰. Stabilitasi terapis pada distal

humeri dan pergelangan tangan. Terapis melakukan gerakan valgus pada

lengan pasien. Positif jika terjadi nyeri pada ligamentum collateral medial.

14. Tinnel Sign

Posisi pasien fleksi siku. Terapis menstabilitasi pada pergelangan

tangan. Kemudian terapis memberikan ketukan pada n. ulnaris (yaitu diantara

olekranon dan epicondylus medial). Positif jika terjadi nyeri seperti rasa

kesemutan disepanjang daerah yang di inervasi oleh n. ulnaris.

Wrist and Hand Test:

15. Compression Test

Posisi pasien duduk dengan ekstensi jari-jari tangan. Dengan

stabilitasi pada interphalange, terapis melakukan pasif ekstensi jari pasien dan

memberikan tekanan pada ujung interphalange distal. Tes ini dilakukan untuk

mengetahui adanya fraktur jari-jari.

16. Finkelstein Test

Posisi pasien menggenggam thumb, terapis menggerakkan

pergelangan tangan kearah ulnar deviasi. Tes ini dilakukan untuk mengetahui

adanya gangguan pada otot abduktor pilicis longus dan abduktor policis

brevis. Nyeri pada otot-otot tersebut mengindikasikan adanya dequervain’s

syndrome.

17. Long Finger Flexion Test

Posisi pasien duduk. Terapis memfleksikan interphalange distal

dan stabilitasi pada metakarpal.

Page 5: fisioterapi wahyu bp

Jika pasien tidak mampu melakukan fleksi interphalange proksimal, maka

kemungkinan terjadi gangguan pada otot ekstensor digitorum

superfisialis.

Jika pasien tidak mampu melakukan fleksi interphalange distal, maka

kemungkinan terjadi gangguan pada otot ekstensor digitorum profundus.

18. Phallen Test

Bagian dorsal kedua tangan pasienbersentuhan dan kedua wrist

joint full palmar fleksi. Terapis perintahkan pasien untuk bertahan dalam

posisi tersebut selama 1 menit. Positif apabila terjadi rasa kesemutan pada

distribusi n. medianus. Tes ini juga dilakukan untuk mengetahui indikasi

terjadinya CTS (Carpal Tunnel Syndrome)

19. Reserve Phallen Test

Kedua telapak tangan pasien bersentuhan dan kedua wrist joint

full dorsal fleksi. Terapis perintahkan pasien untuk bertahan dalam posisi

tersebut selama 1 menit. Positif apabila terjadi rasa kesemutan pada distribusi

n. medianus. Tes ini juga dilakukan untuk mengetahui indikasi terjadinya

CTS (Carpal Tunnel Syndrome)

20. Tinnel Sign

Posisi pasien duduk rileks dengan lengan supinasi. Terapis

memberikan ketukan pada terowongan carpal pada lengan pasien. Positif

apabila terjadi rasa kesemutan pada distribusi n. medianus. Tes ini juga

dilakukan untuk mengetahui indikasi terjadinya CTS (Carpal Tunnel

Syndrome)

21. Wrinkle Test

Terapis mempersiapkan segelas air hangat dan air dingin pada

pasien. Perintahkan pasien untuk mencelupkan jarinya satu per satu kedalam

Page 6: fisioterapi wahyu bp

gelas tersebut secara bergantian. Positif apabila pasien tidak dapat

membedakan suhu air tersebut. Indikasi terjadi degenaratif pada saraf.

Hip Test:

22. Tes Trendelenburg

Tes ini untuk mengevaluasi kekuatan m. gluteus medius. Terapis

berdiri dibelakang pasien dan observasi kekakuan kecil diatas SIPS.

Normalnya, saat pasien menumpu berat badan kedua kaki seimbang, lekukan

kecil itu nampak sejajar. Kemudian mintalah pasien untuk berdiri satu kaki.

Jika dia dapat tegak, m. gluteus medius pada tungkai yang menyangga

berkontraksi saat tungkai terangkat. Akan terlihat garis pantat turun pada kaki

yang diangkat pada kelemahan pada m. gluteus minimus.

23. Tes OBER (untuk kontraksi iliotibial band)

Pasien tidur miring, terapis abduksikan kaki pasien sejauh

mungkin dan fleksikan knee 90ᴼ sambil memegang hip joint pada posisi

netral untuk merileksasikan traktus iliotibial. Kemudian lepaskan tungkai

yang diabduksikan tadi, jika traktus iliotibial normal, maka paha akan tetap

berposisi saat tungkai dibebaskan.

24. Tes Gapping Anterior

Pasien berbaring terlentang dan tangan pemeriksa bersilangan di

SIAS. Setelah itu lakukan kompresi. Jika hasilnya positif atau terjadi nyeri

maka terjadi kelainan pada sacro iliaca joint atau lig. Anterior Sacroiliaca

Joint.

25. Tes Gapping Posterior

Pasien tidur miring dan tangan pemeriksa berada region pelvis.

Setelah itu lakukan kompresi. Jika hasilnya positif maka terjadi kelainan

sacro iliaca joint atau Ligamen. posterior sacroiliaca joint.

Page 7: fisioterapi wahyu bp

26. Tes Patrick (Fabere Test)

Pasien tidur terlentang dan calcaneus menyentuh patella dan

tangan pemeriksa berada di SIAS dan bagian medial dari knee. Setelah itu

lakukan kompresi, apabila terjadi nyeri maka ada kelainan di group adductor

atau Lig. anterior hip, atau ligament Anterior Sacroiliaca Joint.

27. Tes Anti Patrick

Pasien tidur terlentang dan kaki internal rotasi. Tangan pemeriksa

memegang pergelangan kaki dan bagian lateral dari knee. Setelah itu lakukan

penekanan. Apabila terjadi nyeri maka terjadi kelainan pada Lig. Posterior

Sacroiliaca Joint.

28. Straight Leg Raising (SLR)

Tes ini dapat dikombinasi dengan fleksi leher atau fleksi dorsal

dari kaki. Apabila positif maka terjadi pengedangan pada n. ischiadicus yang

mengakibatkan nyeri kejut yang amat sangat, maka kemungkinan besar

bahwa ada rangsangan dari satu akar atau lebih dari L4 sampai S2. Tes ini

juga dilakukan untuk mengetahui adanya indikasi HNP (Hernia Nukleus

Pulposus).

29. True Leg Length Discrepamcy

Tujuan: untuk mengetahui panjang tungkai.

Posisi pasien supine lying posisi pelvic diseimbangkan dengan

anggota gerak bawah atau SIAS searah pada satu garis lurus dan segaris

dengan anggota gerak bawah. Tungkai lurus dengan jarak 15-20 cm dari satu

sama lain (jarak antara kaki).

Letakkan tungkai pasien pada posisi yang tepat dan pastikan jarak

dari SIAS ke Malleolus Medialis dari Ankle (merupakan titik penentu).

Perbedaan 1-1,5 cm dikategorikan normal walaupun dapat menyebabkan

gejala.

Page 8: fisioterapi wahyu bp

30. Prone Knee Bending Test

Posisi pasien tengkurap, terapis memfleksikan knee pasien

sedapat mungkin dan memastikan hip pasien tidak rotasi. Jika terapis tidak

dapat memfleksikan knee 90⁰ derajat karena ada kondisi patologis, maka tes

ini dapat juga dilakukan dengan pasif ekstensi hip dengan knee fleksi sedapat

mungkin. Nyeri unilateral di daerah lumbal mungkin indikasi cedera akar

saraf L2 atau L3. Sedangkan nyeri di bagian depan paha indikasi

m.quadriseps tegang. Tes ini juga mengulur n. femoralis. Posisi knee fleksi

ini dipertahankan antara 45-60 detik.

31. Tanda Bruzinki I (Brudzinski’s “Neck” Sign)

Pasien terlentang letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala

dan tangan lainnya diletakkan di atas dada pasien, lalu fleksikan kepala

pasien dengan cepat semaksimal mungkin. Positif jika pada saat kepala pasien

difleksikan timbul pula fleksi involunter pada kedua tungkai dan rasa tidak

enak atau nyeri pada bagian leher dan punggung bawah.

32. Tanda Brudzinski II

Pasien terlentang fleksikan hip dan knee pasien. Jika pada saat

gerakan tersebut dilakukan tungkai yang kontralateral ikut flesi secara

involunter, maka positif. Apabila gerakan tersebut tidak terjadi, tungkai yang

ipsilateral diekstensikan dan positif jika saat ekstensi tungkai yang

kontralateral ikut fleksi secara involunter.

Page 9: fisioterapi wahyu bp

Knee Test:

33. Hiperekstensi

Posisi pasien tidur terlentang. Terapis memberikan tambahan

gerak ekstensi pada knee pasien. Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya

ruptur pada ligamentum crusiatum anterior.

34. Gravity Sign

Posisi pasien tidur terlentang dan kedua kakinya diangkat

sehingga lutut dan pangkal pahanya membuat sudut 90⁰. Tahan posisi

tersebut beberapa saat. Terapis memperhatikan letak tuberositas tibia. Apabila

salah satu tuberositas tibia letaknya lebih rendah, maka kemungkinan terjadi

adanya ruptur pada ligamentum crusiatum posterior.

35. Laci Sorong Anterior

Posisi pasien tidur terlentang, dengan fleksi hip 45⁰ dan fleksi

knee 90⁰. Posisi terapis duduk diatas kaki pasien dan kedua tangan terapis

berpegangan pada proksimal tibia, kemudian berikan tekanan pada bagian

anterior dari proksimal tibia. Positif apabila terjadi kerusakan pada

ligamentum crusiatum anterior.

36. Laci Sorong Posterior

Posisi pasien tidur terlentang, dengan fleksi hip 45⁰ dan fleksi

knee 90⁰. Posisi terapis duduk diats kaki pasien dan kedua tangan terapis

berpagangan pada proksimal tibia, kemudian berikan tekanan pada bagian

posterior dari proksimal tibia. Positif apabila terjadi kerusakan pada

ligamentum crusiatum posterior.

Page 10: fisioterapi wahyu bp

37. Lachman Test

Posisi pasien tidur terlentang, dengan fleksi knee 20⁰. Posisi

terapis berdiri di depan pasien dan kedua tangan terapis berpegangan pada

tuberositas tibia. Lakukan gerakan seperti pada tes laci sorong anterior.

Positif apabila terjadi ruptur pada ligamentum crusiatum anterior.

38. Pivotshift Test

Kaki diangkat dalam keadaan lurus dan diendorotasikan

sepenuhnya (baik di dalam pangkal paha maupun di dalam lutut). Apa bila

ada ruptur ligamentum crusiatum anterior, maka akan terjadi endorotasi tibia

yang bertambah. Selanjutnya lutut pelan-pelan di tekuk. Pada posisi felksi 30-

40⁰ dengan mendadak tibia akan kembali kedalam posisi normal (ini

kelihatanya eksorotasi). Tractus iliotibialis pada lutut dalam keadan lurus

letaknya berada di depan poros dari fleksi dan ekstensi. Semakain jauh lutut

ditekuk, tractus ini akan berpindah tempat di belakang poros gerak tersebut

lalu tibia tertarik kembali kedalam posisi yang benar.

39. Varus

Pasien tidur terlentang, dan terapis memegang kaki pasien. Satu

tangan terapis memobilisasi kaki pasien (di sendi lutut) dan tangan yang

satunya berpegangan pada ankle. Kemudian lakuakan gerakan varus. Tes ini

dilakukan untuk mengetahui adanya ruptur pada ligamentum collateral lateral.

40. Valgus

Pasien tidur terlentang, dan terapis memegang kaki pasien. Satu

tangan terapis memobilisasi kaki pasien (di sendi lutut) dan tangan yang

satunya berpegangan pada ankle. Kemudian lakuakan gerakan valgus. Tes ini

dilakukan untuk mengetahui adanya ruptur pada ligamentum collateral

medial.

Page 11: fisioterapi wahyu bp

Synovial Test:

41. Tes Ballotement (menggoyang-goyangkan objek di dalam cairan)

Caranya: recessus suprapatellaris dikosongkan dengan

menekannya dengan satu tangan, sementara itu dengan jari tangan lainnya

patella ditekan ke bawah. Dalam keadaan normal patella tidak dapat ditekan

ke bawah, tapi bila terdapat (banyak) cairan pada sendi lutut (akibat OA)

maka patella seperti terangkat shgsedikit ada gerakan ke atas-bawah dan

kadang terasa seolah-olah patella “mengetik” pada dasar keras itu.

42. Tes Fluktuasi

Caranya: ibu jari dan jari telunjuk dari satu tangan diletakkan di

sebelah kiri dan kanan patella. Bila kemudian recessus suprapatellaris itu

dikosongkan menggunakan tangan lainnya, maka ibu jari dan jari telunjuk

tadi seolah-olah terdorong oleh perpindahan cairan dalam sendi lutut.

43. Tes Lekuk

Caranya: dengan memakai punggung tangan, kita mengusapi

“lekuk kecil” di sebelah medial patella ke arah proximal, sehingga

dikosongkan dari cairannya. Kalau kemudian kita melaksanakan gerakan

mengusap yang sama pada patella bagian lateral, maka lekuk kecil yang

medial itu akan kelihatan terisi cairan.

Ankle and Foot:

44. Laci Sorong

Posisi pasien duduk dengan fleksi lutut 900 dan gastrocnemius

dalam keadaan rileks. Dengan stabilitasi pada distal tibia dan fibula, terapis

Page 12: fisioterapi wahyu bp

memberikan dorongan pada calcaneus dan tallus kearah anterior. Positif

apabila terjadi sprain pada ligament talofibular.

45. Eversi Test

Posisi pasien tidur miring, fleksi knee 90⁰ pada tungkai yang akan

diperiksa. Terapis menstabilitasi distal tibia dan satu tangan yang lain

berpegangan pada talus. Terapis memposisikan kaki pasien pada posisi netral,

kemudian mengabduksikannya. Positif apabila terjadi keterbatasan LGS pada

ankle.

46. Inversi Test

Posisi pasien tidur miring, fleksi knee 90⁰ pada tungkai yang akan

diperiksa. Terapis menstabilitasi distal tibia dan satu tangan yang lain

berpegangan pada talus. Terapis memposisikan kaki pasien pada posisi netral,

kemudian mengadduksikannya. Positif apabila terjadi keterbatasan LGS pada

ankle.

47. Anterior Drawer Test

Posisi pasien tidur tengkurap. Satu tangan terapis menstabilitasi

pada distal tibia-fibula dan satu tangan lainnya memegang kalkaneus pasien.

Kemudian terapis memberikan tekanan pada calcaneus dan talus kearah

anterior. Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya sprain pada ligamentum

talofibular anterior.

48. Kleiger Test

Posisi pasien duduk dengan tungkai menggantung. Satu tangan

terapis menstabilitasi pada distal tibia-fibula dan satu tangan lainnya

memegang calcaneus dari telapak kaki. Kemudian terapis melakukan gerakan

kearah eksternal rotasi. Ulangi tes tersebut pada posisi kaki dorsal fleksi.

Jika terjadi nyeri pada saat dilakukan gerakan eksternal rotasi,

maka indikasi terjadinya deltoid ligament injury. Jika terjadi nyeri pada saat

Page 13: fisioterapi wahyu bp

dilakukan gerakan dorsi fleksi dan eksternal rotasi, maka indikasi terjadinya

syndesmotic involvement pada distal talofibular.

49. Tinnel Test

Posisi pasien tidur terlentang. Terapis memberikan ketukan pada

distribusi n. tibialis. Jika terjadi rasa kesemutan pada distribusi n. medianus,

maka indikasi terjadinya Tarsal Tunnel Syndrome.

50. Neuroma Test

Posisi pasien tidur terlentang. Stabilitasi pada distal tibia-fibula.

Terapis menggenggamujung proksimal metatarsal, dan bertahan pada posisi

tersebut selama 1menit. Positif apabila terjadi nyeri dan rasa kesemutan pada

kaki dan jari-jari kaki.

Page 14: fisioterapi wahyu bp

DAFTAR PUSTAKA

http ://www.aafp.org/afp/20000515/3079.html

http://kesehatan.kompasiana.com/group/medis/2010/01/19/pemeriksaan-spesifik-

fisioterapi-pada-hiplumbal-dan-sacro-iliac-joint/

http://artikelfisioterapi.blogspot.com/2010/04/pemeriksaan-fisik-pada-regio-

ankle.html

http://www.fisioska.co.cc/2008/07/oteoarthritis-oa-lutut.html

http://at.uwa.edu/Special%20Tests/SpecialTests/LowerBody/ankle.htm

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://

www.anatomy.tv/StudyGuides/StudyGuide.aspx%3Fguideid%3D9%26NextID

%3D0%26customer

De Wolf, A.N. Mens, J.M.A (1994). Pemeriksaan Alat Penggerak

Tubuh.

Special Test for Orthopedic Examination