laporan kasus bp

30
BAB I PEMBAHASAN IDENTITAS Nama : An. B Usia : 11 Bulan Jenis Kelamin : Laki-Laki Alamat : Muara karang Timur Rt. 07 Rw. 16 Tanggal datang ke Puskesmas : 2 April 2012 ALLOANAMNESIS Keluhan Utama : Batuk sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas. Keluhan Tambahan : Batuk, pilek, sesak napas, muntah Riwayat Penyakit Sekarang: Ibu pasien mengeluh pasien batuk sejak 2 hari sebelum datang ke Puskesmas Kecamatan Penjaringan. Batuk disertai dahak berwarna putih yang sulit untuk dikeluarkan. Dahak dikeluarkan bersamaan dengan muntah. Batuk disertai pilek dan sesak napas. Pilek dirasakan sejak 2 hari yang lalu, dengan cairan berwarna putih kental. Sesak napas juga dirasakan bersamaan dengan batuk. Menurut ibu pasien, sesak napas dirasakan terutama pada malam hari. Saat sesak napas, pasien menjadi rewel, gelisah dan tidak dapat tidur. Demam disangkal. BAB dan BAK normal. Sejak sakit, pasien masih mau minum saat diberi ASI Riwayat Penyakit Dahulu : 1

Upload: karina-sandra-amilia

Post on 30-Oct-2014

149 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Bp

BAB I

PEMBAHASAN

IDENTITAS

Nama : An. B

Usia : 11 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Muara karang Timur Rt. 07 Rw. 16

Tanggal datang ke Puskesmas : 2 April 2012

ALLOANAMNESIS

Keluhan Utama :

Batuk sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas.

Keluhan Tambahan :

Batuk, pilek, sesak napas, muntah

Riwayat Penyakit Sekarang:

Ibu pasien mengeluh pasien batuk sejak 2 hari sebelum datang ke Puskesmas

Kecamatan Penjaringan. Batuk disertai dahak berwarna putih yang sulit untuk dikeluarkan.

Dahak dikeluarkan bersamaan dengan muntah. Batuk disertai pilek dan sesak napas. Pilek

dirasakan sejak 2 hari yang lalu, dengan cairan berwarna putih kental. Sesak napas juga

dirasakan bersamaan dengan batuk. Menurut ibu pasien, sesak napas dirasakan terutama pada

malam hari. Saat sesak napas, pasien menjadi rewel, gelisah dan tidak dapat tidur. Demam

disangkal. BAB dan BAK normal. Sejak sakit, pasien masih mau minum saat diberi ASI

Riwayat Penyakit Dahulu :

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini.

- Riwayat TB paru disangkal

- Riwayat Asma disangkal

- Riwayat DBD disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Sakit seperti ini di keluarga disangkal

- Riwayat TB Paru disangkal

- Riwayat Kejang demam disangkal

- Riwayat Asma disangkal

Riwayat Pengobatan :

1

Page 2: Laporan Kasus Bp

- Orang tua pasien belum memberikan obat apapun untuk mengurangi batuk dan sesak

pada pasien

Riwayat Kehamilan Ibu :

- ANC teratur

- Riwayat penyakit saat hamil disangkal

- Konsumsi obat-obatan selama kehamilan disangkal

Kesan : Riwayat kehamilan normal

Riwayat Kelahiran :

- Lahir cukup bulan

- Lahir spontan di bantu oleh bidan

- Bayi langsung menangis

- BBL : 2900 gr

- PBL : 49 cm

Kesan : Riwayat Kelahiran normal

Riwayat Makanan

- Ibu pasien memberikan ASI Eksklusif pada pasien sampai usia 6 bulan

- Pasien diberikan makanan pendamping ASI tambahan sejak usia 7 bulan

- Saat ini pasien diberikan makanan nasi tim, yang dicampur dengan sayur dan lauk

Kesan : Kualitas : baik

Kuantitas :baik

Riwayat Imunisasi

- BCG : 1x

- Hepatitis B : 4x

- DPT : 3x

- Polio : 4x

- Campak : 1x

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat tumbuh kembang :

- Tengkurap 3 bulan

- Duduk 5 bulan

- Merangkak 7 bulan

- Saat ini pasien sudah dapat merambat, namun belum bisa berjalan.

Kesan : Riwayat perkembangan dalam batas normal

Riwayat Psikososial

2

Page 3: Laporan Kasus Bp

Pasien tinggal bersama dengan keluarga inti, ibu , ayah dan 1 orang kakak pasien.

Rumah tempat tinggal pasien dilengkapi oleh ventilasi rumah yang memadai. Ibu pasien

mengatakan bahwa saat siang dan malam, di rumah tinggal pasien selalu menggunakan kipas

angin dan orang tua pasien jarang membersihkan kipas tersebut. Di lingkungan tinggal pasien

terdapat tetangga yang sedang batuk dan pilek. Ayah pasien merokok, namun menurut ibu

pasien, ayah pasien tidak pernah merokok di depan pasien. Di dalam keluarga inti, tidak ada

yang sedang berobat untuk sakit tuberculosis

Riwayat Alergi :

- Alergi suhu disangkal

- Alergi Susu disangkal

- Alergi makanan disangkal

- Alergi obat disangkal

- Alergi debu disangkal

- Alergen lain disangkal

ANTROPOMETRI

BB : 8.8 kg

TB : 72 cm

Status Gizi : BB / U : 8.8 / 9.5 x 100 % = 93 % (gizi baik normal)

TB / U : 72 / 74 x 100% = 97 % (gizi baik normal)

BB/TB : 8.8 / 9 x 100 % = 98 % (gizi baik normal)

Kesan : Gizi baik normal

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda Vital :

- Suhu :36.8 oC

- TD : - mmHg ( tidak dilakukan)

- Nadi : 124 x/menit , Reguler, Isi cukup

- Pernapasan : 36 x/ menit

STATUS GENERALIS

3

Page 4: Laporan Kasus Bp

Kepala : Bentuk : Normochepal, simetris

Ubun-ubun : Belum tertutup sempurna

Rambut hitam, distribusi bertambah

Mata : Sklera ikterik (-/-), Conjungtiva Anemis (-/-), Cekung (-/-), Reflek cahaya

(+/+)

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (+/+), mukosa merah (hiperemis) (+)

Mulut : Lidah kotor (-), stomatitis (-), Mukosa tonsil hiperemis (-)

Tonsil T1/T1

Telinga : Normotia, otore (-/-)

Leher : Tidak teraba adanya pembesaran KGB,

Tidak teraba adanya pembesaran tiroid

Thorax :

Jantung :

- Inspeksi :Ictus Cordis terlihat

- Palpasi : tidak dilakukan

- Perkusi : tidak dilakukan

- Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru :

- Inspeksi : Bentuk dada normal (simetris), pergerakan dinding dada simetris, retraksi

sela iga (-)

- Palpasi : pergerakan kedua dinding dada simetris

- Perkusi : tidak dilakukan

- Auskultasi : Bronchovesikuler di kedua lapang paru, ronchi basah halus (+/+) pada

basal paru, wheezing (-/-)

Abdomen :

- Inspeksi : Abdomen cembung

- Palpasi : nyeri epigastrium (-), turgor baik, hepar dan lien tidak teraba pembesaran

- Perkusi : timpani pada ke-empat kuadran abdomen

- Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas :

- Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

- Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), sianosis (-)

Inguinal : tidak teraba adanya pembesaran KGB pada kedua inguinal

Anus dan rectum : Diaper rash (-)

4

Page 5: Laporan Kasus Bp

Genitalia : Normal

Pemeriksaan neurologis : Anak dapat bergerak dengan aktif, pergerakan simetris. Dan

mampu berbahasa dan mengerti perkataan lawan bicara.

RESUME

Anak 11 bulan, batuk sejak 2 hari sebelum datang ke PKC Penjaringan, rinorea (+),

dyspneu (+), vomitus (+), febris (-).

Pemeriksaan Fisik

Pernapasan : 36 x/menit

Suhu : 36.8 oC

Hidung : Sekret (+/+), Mukosa hiperemis (+/+)

Paru : Ronchi basah halus (+/+) pada basal paru

DAFTAR MASALAH

1. Bronchopneumonia

2. Rhinitis

ASSESMENT

1. Bronchopneumonia

Subjektif :

Anak 11 bulan, batuk sejak 2 hari sebelum datang ke PKC Penjaringan, dyspneu (+)

Objektif :

Pernapasan : 36 x/menit

Suhu : 36,8 oC

Paru : Ronchi basah halus (+/+) pada basal paru

DD / :

1. ISPA

2. TB Paru

Planning :

RDx :

Mantoux Test

RTh/ :

5

Page 6: Laporan Kasus Bp

Non Medikamentosa :

- Edukasi

Memberikan edukasi kepada orang tua pasien mengenai cara mengurangi gejala

batuk dengan mengubah pola hidupnya, yakni dengan menjauhkan pasien dari

bahan yang dapat memperberat gejala batuk, diantaranya dengan tidak

menggunakan kipas angin, selama pasien masih sakit, jikapun menggunakan

kipas angin, kipas angin tidak di arahkan langsung ke pasien namun diarahkan

ke tembok. Kipas angin dibersihkan minimal 2 minggu 1 kali. Pasien dijauhkan

dari asap rokok. Dan ASI tetap diberikan selama pasien sakit.

Medikamentosa :

- Antibiotik

o Kotrimoksazol syrup 240 mg / 5 ml 2 dd 1 sdt

- Ekspectoran

o Glyceril Guaiacolatee 100 mg 3 dd ¼ tab

2. Rhinitis

Subjektif :

Anak 11 bulan, batuk sejak 2 hari sebelum datang ke PKC Penjaringan, rinorea (+),

Objektif :

Pernapasan : 36 x/menit

Suhu : 36.8 oC

Hidung : Sekret (+/+), Mukosa hiperemis (+/+)

DD/ :

1. Influenza

RTh/

Non-Medikamentosa

- Edukasi

Berikan informasi dan anjuran kepada orang tua pasien untuk menghindarkan

pasien dari debu dan asap yang dapat memicu timbulnya rhinitis.

Medikamentosa

- Paracetamol syrup 250 mg/5ml 3 x ½ sdt

- Pseudoefedrine 30 mg 3 x ¼ tab

BAB II

6

Page 7: Laporan Kasus Bp

TINJAUAN PUSTAKA

BRONCHOPNEUMONIA

2.1. Latar Belakang

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak

di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di

seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,

sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional

(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh

penyakit sistem respiratori terutama pneumonia.

Faktor Resiko

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas

pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah pneumonia

yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,

tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens

kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi

industri atau asap rokok)

2.2. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar

disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain

(aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan

penting adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali

dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.

Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral.

Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata.

Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat,

batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan

radiologis.

Pada bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur

pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah

7

Page 8: Laporan Kasus Bp

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus

grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun pneumonia viral dapat

ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi umumnya sebagian besar pasien diberi antibiotik karena

infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.

Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.

Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri-

bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik beta-laktam. Di lain

pihak, terdapat pneumonia yang tidak responsif dengan antibiotik beta-laktam dan dikenal

sebagai pneumonia atipik. Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma

pneumonia dan Chlamydia pneumoniae.

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu : 1)

pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di

masyarakat, dan 2) pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired

pneumonia), bila infeksinya didapat di RS. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan

infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spektrum

etiologinya berbeda dengan infeksi yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis,

derajat beratnya penyakit, dan komplikasi yang timbul lebih kompleks. Pneumonia yang

didapat di RS memerlukan penanganan khusus sesuai dengan penyakit dasarnya.

2.3. Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan

kekhasan pneumonia pada anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan

strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil

berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

meliputi Streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti E.colli,Pseudomonas sp,

atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan

oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus

aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga

ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping

bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia

anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan

bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV),

8

Page 9: Laporan Kasus Bp

Rhinovirus, dan virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus

peneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak

berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak

berusia di bawah 2 tahun.

Di negara maju, pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehaatan sangat baik.

Vaksinasi dengan vaksin konyugat Hib dan vaksin konyugat Pneumokokus telah mempunyai

cakupan yang luas.

2.4. Patologi dan Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran

respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi

dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami

konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya

kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi febrin

semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis

yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag

meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris

menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru

yang tidak terkena akan tetap normal.

Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,

sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri

tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri

lain. Infeksi Streptococcus pneumonia biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak

konsolidasi merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada anak besar atau

remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau

abses-abses kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi

kecil, karena Staphylococcus aureusmenghasilkan berbagai toksindan enzim seperti

hemolisisn , lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan

nekrosis, perdarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan

menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi

eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman.

Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang

serius. Pneumokokel dapat menetap hingga berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak

memerlukan terapi lebih lanjut.

9

Page 10: Laporan Kasus Bp

2.5. Klasifikasi Pneumonia

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial

pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita Immunocompromise

2. Berdasarkan bakteri penyebab

a. Pneumonia bakterial  / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa

bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya

Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca

infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama

pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan

orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan

sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda

asing atau proses keganasan.

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan

paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan

orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

c. Pneumonia interstisial

2.6. Manifestasi Klinis

Beberapa faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi gambaran klinis

pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab

yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya

penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, faktor

patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang

10

Page 11: Laporan Kasus Bp

menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam

tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pada pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-

ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu

makan. Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-kadang

ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.

Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas

cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas

melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia

lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak

ditemukan kelainan.

Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil

Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak

berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber

infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks ibu.

Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari RS (hospital acquired

pneumonia, misalnya dari perawat, dokter, atau pasien lain; atau dari alat kedokteran,

misalnya penggunaan ventilator. Di samping itu, infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi

dengan sumber infeksi dari masyarakat (community- acquired pneumonia).

Gambaran klinis pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup

serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau

minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering

terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan dengan sepsis atau meningitis.

Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama.

Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di

Indonesia dan negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap

kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus dan bayi kecil berusia di bawah 2 bulan

harus segera dibawa ke RS.

Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar

Spektrum etiologi pneumonia pada anak meliputi Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae tipe B, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumoniae,

Chlamydia pneumoniae, di samping berbagai virus respiratori. Pada anak yang lebih besar

11

Page 12: Laporan Kasus Bp

dan remaja, Mycoplasma pneumoniae merupakan etiologi pneumonia atipik yang cukup

signifikan.

Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-

kadang keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis, ditemukan gejala

respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping hidung, ronki,

dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media,

faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang

sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat

alveoler. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna. Bila

terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di daerah efusi.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan

leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri

didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN.

Leukopenia (<5.000/mm3) menujukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat

(>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada

keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tingggi. Pada infeksi Chlamydia

pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia.

C-Reactive Protein (CRP)

C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.

Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara tepat distimulasi oleh

sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi

pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme

atau sel yang rusak.

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor

infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan

profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi superfisialis dan

profunda daripada infeksi bakteri profunda.

Uji Serologis

Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi

Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti

12

Page 13: Laporan Kasus Bp

antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. peningkatan titer dapat juga berarti adanya

infeksi terdahulu. Untuk dikonfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen

(paired sera).

Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi

bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan

Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3

Influenza A dan B, dan Adeno, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi

diagnosis.

Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan,

kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,

spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi

pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan darah, cairan

pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah

sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30%

ditemukan bakteri pada kultur darah. Pada anak besar dan remaja, spesimen untuk

pemeriksaan mikrobiologik dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan Gram maupun

untuk kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25

leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan

pembesaran kecil. Spesimen dari nasofaring untuk kultur maupun untuk deteksi antigen

bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring.

Kultur darah jarang positif pada infeksi Mikoplasma dan Klamidia, oleh karena itu

tidak rutin dianjurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan laboratorium yang canggih; di

samping tidak selalu teresedia, hasil PCR positif pun tidak selalu menunjukkan diagnosis

pasti.

Pemeriksaan rontgen Toraks

Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya

direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada

pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak

sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi,

resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang.

Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau

untuk tindak lanjut.

13

Page 14: Laporan Kasus Bp

Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di

Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP, Lynch dkk

mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan

sensitivitas dan spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto rontgen toraks

AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan

seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial

cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat

mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal

yang biasanya cukup besar , berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan

menyerupai lesi tumorparu, dikenal sebagai round pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa

bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan

peningkatan corakan peribronkial.

Pada penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru

kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah,

maka hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko

terjadinya pleuritis lebih meningkat.

2.8. Diagnosis

1.    Gambaran klinis

a. Anamnesis

 

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh

meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-

kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

b. Pemeriksaan fisik

 

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi

dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus

dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas

bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang

kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

14

Page 15: Laporan Kasus Bp

Penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium

penunjang yag memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis

berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta

gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan

lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, napas cuping hidung,

retraksi, ronki, dan suara napas lemah.

Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam

upaya penanggulanganya, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang

sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai

pendidikan kesehata utuk masyarakat di Negara berkembang. Tujuannya adalah

meyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi;

menetapka klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar pemakaian atibiotik. Gejala klinis

sederhana tersebut meliputi naps cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak

segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi

napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan

melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi

epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum,

kejang, kesadara menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah

2 bulan adalah malas minum, kejag, kesadaran menurun, stridor, megi, dan demam/badan

terasa dingin.

Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut :

Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun

Pneumonia berat

- bila ada sesak napas

- harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

- bila tidak ada sesak napas

- ada napas cepat dengan laju napas :

>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

>40x/menit untuk anak > 1-5 tahun

- tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

Bukan Pneumonia

- bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

15

Page 16: Laporan Kasus Bp

- tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis

seperti peurun panas.

2.9. Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan

terutama berdasarkan berat-ringanya peyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau

makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama

mempertimbagkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis

pneumonia harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic

yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,

terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbagan asam basa, elektrolit, dan gula darah.

Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak

terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang

terjadi harus dipantau dan diatasi.

Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.

Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga

disebabkan oleh bakteri.

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak

tersedia uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotic dipilih berdasarkan pengalaman

empiris. Umumya pemilihan antibiotic empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi

penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan kliis pasien serta factor

epidemiologis.

a. Pneumonia Rawat Jalan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotic lini pertama secara oral,

misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat

diberikan antibiotic tuggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter

di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan

kotrimoksazol dua kali sehari mempuyai efektivitas yang sama. Dosis amoksisilin yag

diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20

mg/kgBB sulfametoksaziol.

Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi

alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya

aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik.

16

Page 17: Laporan Kasus Bp

b. Pneumonia Rawat Inap

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan antibiotik dengan beta-

laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan

kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin,

sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10

hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol

mengenai lama terapi antibiotik yang optimal.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera

mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,

antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta-

laktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan

sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah

antibiotik beta laktam dengan atau atanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan

beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid bari intravena, atau sefalosporin

generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti

dengan antibiotik oral dan berobat jalan.

Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik beta-

laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol. Feyzullah

dkk. melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotik pada anak dengan pneumonia

berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G

intravena (25.000 U/kgBB setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam),

dan seftriakson intravena (50 mg/kg BB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10

hari, dan ternyata memiliki efektivitas yang sama.

Akan tetapi, banyak peneliti melaporkan resitensi Streptococcus pneumoniae dan

Hemopilus influenzae –mikroorganisme paling penting penyebab pneumonia pada anak-

terhadap kloramfenikol.

Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme

dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.

3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum

pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :

17

Page 18: Laporan Kasus Bp

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

Golongan Penisilin

TMP-SMZ

Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

Marolid baru dosis tinggi

Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa

Aminoglikosid

Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

Tikarsilin, Piperasilin

Karbapenem : Meropenem, Imipenem

Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)

Vankomisin

Teikoplanin

Linezolid

Hemophilus influenzae

TMP-SMZ

Azitromisin

Sefalosporin gen. 2 atau 3

Fluorokuinolon respirasi

Legionella

Makrolid

Fluorokuinolon

Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae

Doksisiklin

Makrolid

Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae

Doksisikin

18

Page 19: Laporan Kasus Bp

Makrolid

Fluorokuinolon

Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,

pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis

merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

Ilten F dkk, melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel

kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada

seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan

yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti

EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.

BAB III

PENUTUP

19

Page 20: Laporan Kasus Bp

4.1. Kesimpulan

Dari hasil diskusi pengamatan dan pembelajaran yang saya lakukan terhadap pasien

ini, dapat disimpulkan bahwa, pada pasien didapatkan batuk yang kemungkinan diakibatkan

oleh penyakit bronkopneumonia, yang disebabkan oleh kuman pada saluran pernapasan. Pada

pasien perlu dilakukan adanya observasi untuk melihat derajat dari bronkopneumonia

tersebut.

4.2. Saran

Dalam pembelajaran melalui diskuai ini, perlu adanya pendalaman materi, agar pada

tindak lanjut pada kenyataannya kita dapat menangani kasus dengan sebaik-baiknya, agar

menghindari dari komplikasi lebih lanjut.

20