laporan pbl modul 1
DESCRIPTION
uroTRANSCRIPT
LAPORAN PBL MODUL 1
BENGKAK PADA WAJAH DAN PERUT
SISTEM UROGENITALSEMESTER ANTARA
Disusun oleh :
Nama : Novia Ayu Larasati
NIM : 2012730144
Kelompok : 2 (Dua)
Tutor : Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpRM, M. Kes
PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah melimpahkan ilmu dan hikmah
kepada saya, sehingga saya dapat menjalankan tugas-tugas dengan baik. Semoga
ALLAH berkenan senatiasa menambahkan ilmu dan iman saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas laporan Sistem Urogenitalia ini.
Pada laporan hasil diskusi ini membahas tentang modul bengkak pada wajah
dan perut. Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui terapi terkini. Problem base learning merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk melatih mahasiswa mampu berpikir kritis apabila diberikan suatu
kasus atau masalah.
Terima kasih kepada Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpRM, M. Kes selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada kelompok dua
sehingga berjalan dengan baik kegiatan diskusi ini. Saya menyadari bahwa laporan
saya belum sampai titik kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah. Saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan laporan saya
kedepannya. Terimakasih kepada dosen-dosen yang telah banyak membantu saya
sehingga laporan ini dapat tersusun.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta , Agustus 2015
Penyusun
Novia Ayu Larasati
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................1
I.1 Tujuan Instruksional Umum (TIU)...............................................................1
I.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)..............................................................1
I.3 Skenario............................................................................................................1
I.4 Kata Sulit..........................................................................................................1
I.5 Kata / kalimat kunci........................................................................................2
I.6 Mind Map.........................................................................................................3
I.7 Pertanyaan........................................................................................................3
BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................................4
1. Jelaskan mekanisme udem sesuai scenario!...................................................4
2. Jelaskan hubungan hipertensi dengan oliguria!............................................7
3. Jelaskan kriteria urin normal pada anak!......................................................9
4. Jelaskan hubungan penyakit dahulu dengan penyakit sekarang!.............11
5. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!.........................................................12
6. Bagaimana tindakan awal pada pasien datamg ke UGD!...........................13
7. Jelaskan diagnosis banding pada scenario!..................................................15
Kesimpulan.............................................................................................................25
Daftar Pustaka........................................................................................................iii
ii
BAB I. PENDAHULUANI.1 Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah pembelajaran modul ini selesai, mahasiswa diharapkan dapat
menyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka
dan perut, menjelaskan gejala-gejala klinis, penyebab, patomekanisme, cara-
cara diagnosis, penatalaksanaan/terapi, komplikasi dan aspek epidemiologi
penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut.
I.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)A. Menyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan muka dan perut
bengkak.
B. Menjelaskan tentang patomekanisme terjadinya penyakit-penyakit yang
menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut.
C. Menjelaskan tentang gejala-gejala klinik dari penyakit-penyakit yang
menyebabkan pembengkakan muka dan perut.
D. Menjelaskan tentang cara-cara diagnosis dari penyakit-penyakit yang
menyebabkan pembengkakan muka dan perut.
E. Menjelaskan tentang penatalaksanaan dari penyakit-penyakit yang
menyebabkan pembengkakan muka dan perut.
F. Menjelaskan prognosis dari penyakit-penyakit tersebut.
G. Menjelaska aspek-aspek epidemiologi penyakit-penyakit tersebut.
I.3 Skenario Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang diantar ibunya berobat ke dokter
jaga poli umum RSUD sejak 3 hari yang lalu dengan
Keluhan utama : kedua kelopak mata bawah terlihat bengkak saat bangun tidur
pagi hari selama 2 hari berturut-turut. Sejak tadi pagi pasien ini mendadak
demam, mual ,BAK kurang normal (oliguria) dan urine berwarna kecoklatan.
Pada hasil pemeriksaan fisik tanda vital diperoleh TD hipertensi ringan-sedang.
Pada riwayat penyakit sebelumnya, kira-kira 3 minggu yang lalu, pasien pernah
menderita demam tinggi disertai nyeri tenggorokan dan nyeri menelan selama 6
hari. Saat itu pasien hanya minum obat FG Troches isap-isap, obat parasetamol
250 mg bila demam disertai Vitamin C lalu pulih.
I.4 Kata Sulit-
1
I.5 Kata / kalimat kunci Istirahat mutlak 3-4 minggu.
Pemberian penisilin fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glumerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarkan infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada.
Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria
dan muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan harus dibatasi.
Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedative untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpine dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpine sebanyak 0.07 mg/kgbb secara IM. Bila terjadi
diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpine diberikan peroral
dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum,
hemodialisisi, biasanya lambung dan usus.
Furesamid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (repetto
dkk., 1972).
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
2
I.6 Mind Map
I.7 Pertanyaan1. Jelaskan mekanisme udem sesuai scenario!
2. Jelaskan hubungan hipertensi dengan oliguria!
3. Jelaskan kriteria urin normal pada anak!
4. Jelaskan hubungan penyakit dahulu dengan penyakit sekarang!
5. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!
6. Bagaimana tindakan awal pada pasien datamg ke UGD?
7. Jelaskan diagnosis banding pada scenario!
laki-laki 8 th
keluhan tambahan
riwayat penyakit
duluriwayat obat keluhan
utama
3
BAB II. PEMBAHASAN
1. Jelaskan mekanisme udem sesuai scenario!
Pembengkakan jaringan akibat kelebihan jaringan akibat kelebihan jaringan
interstitium dikenal sebagai edema. Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi
empat kategori umum:
1. Berkurangnya konsentrasi protein plasma menurunkan tekanan osmotik
koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini menyebabkan kelebihan
cairan yang keluar sementara cairan yang direabsorpsi lebih sedikit daripada
normal; karena itu kelebihan cairan tersebut tetap berada di ruang interstitium.
Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma melalui
beberapa cara berbeda; pengeluaran berlebihan protein plasma melalui urin,
akibat penyakit ginjal; penurunan sintesis protein plasma, akibat penyakit hati
(hati membentuk hamper semua protein plasma); makanan yang kurang
mengandung protein; atau pengeluaran bermakna protein plasma akibat luka
bakar yang luas.
2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memungkinkan lebih banyak
protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan interstitium sekitar.
Sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler yang dipicu oleh histamine
sewaktu cedera jaringan atau reaksi alergik. Penurunan tekanan osmotic koloid
plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara
peningkatan tekana osmotik koloid cairan interstitium yang terjadi akibat
peningkatan protein di cairan interstitium meningkatkan gaya keluar efektif.
Ketidakseimbanagan ini ikut berperan menyebabkan edema local yang
berkaitan dengan cedera (misalnya, lumpuh) dan reaksi alergik (misalnya
biduran).
3. Meningkatnya tekanan vena, seperti ketika darah terbendung di vena,
menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler karena kapiler mengalirkan
isinya kedalam vena. Peningkatan tekanan keluar kapiler ini berperan besar
menyebabkan edema pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat
terjadi akibat restriksi local aliran balik vena. Contohnya adalah
pembengkakan yang sering terjadi di tungkai dan kaki selama kehamilan.
Uterus yang membesar menekan vena-vena besar yang menyalurkan darah
4
dari ekstremitas bawah sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut masuk ke
rongga abdomen. Bendungan darah di vena ini menigkatkan tekanan darah di
kapiler tungkai dan kaki, mendorong edema regional ekstremitas bawah.
4. Sumbatan pembuluh limfe menyebabkan edema karena kelebihan cairan
filtrasi tertahan di cairan interstitium dan tidak dapat dikembalikan ke darah
melalui pembuluh limfe.
Apapun kasus edemnya, konsekuensi penting adalah berkurangnya pertukaran bahan
antara darah dan sel. Cairan yang berlebihan menumpuk. Jarak antara darah dan sel
yang harus dilalui oleh nutrient O2, dan zat sisa betambah. Karena itu sel-sel didalam
jaringan edematosa mungkin mengalami kekurangan pasokan.
Mekanisme udem pada skenario
Pada skenario diduga glumerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN). Namun,
sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan. Diduga terdapat suatu
antibody yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membrane
plasma streptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secera mekanis
terperangkap dalam membrane basalis. Selanjutnya komplemen akan terfisasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)
dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga
merusak endotel dan membrane basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap
lesi yang terjadi, timbul ploriferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel magnesium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang
dibentuk oleh ginjal.
GFR biasanya menurun. Akibatnya eksresi air, natrium dan zat-zat nitrogen mungkin
berkurang sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosterone juga diduga
berperan terhadap retensi natrium dan air.
5
Sumber :
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Sherwood, Lauree.2011.Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta:EGC
6
2. Jelaskan hubungan hipertensi dengan oliguria!
Pada skenario diduga glumerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN). Namun,
sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan. Diduga terdapat suatu
antibody yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membrane
plasma streptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secera mekanis
terperangkap dalam membrane basalis. Selanjutnya komplemen akan terfisasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)
dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga
merusak endotel dan membrane basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap
lesi yang terjadi, timbul ploriferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel magnesium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang
dibentuk oleh ginjal.
Hipertensi hampir selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah munkin hanya
sedang. Hipertensi terjadi ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasopasme masih belum diketahui dengan jelas.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteola glomerulus yang mengakibatkan
tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus
menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum, dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai
akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative
kurang terganggu. Ion natrium dan air direabsorpsi kembali sehingga diuresis
mengurang (timbul oliguria dan anuria)
7
sumber :
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta
8
3. Jelaskan kriteria urin normal pada anak!
1. Jumlah urin.
Pembuatan urin dimuali pada saat fetus berumur 9 minggu. Biasanya pada
neonates miksi baru ads pada umur 12 jam.
Umur Jumlah urin
Hari ke 1-2 30-60 mL
Hari ke 3-10 100-300 mL
Hari ke 10-2 bulan 250-450 mL
2 bualn-1 tahun 400-500 mL
1-3 tahun 500-600 mL
3-5 tahun 600-700 mL
5-8 tahun 650-700 mL
8-14 tahun 800-1400 mL
2. Berat jenis.
Selama hari pertama tinggi (1.012), kemudian setelah neonatus mulai minum
susu atau minum air susu ibu, maka berat jenis menjadi 1.002-1.006. berat
jenis kemudian menjadi lebih tinggi bila bayi dapat makanan padat. Bayi yang
dilahirkan genap bulan baru dapat memekatkan (mengkonsentrasikan) urin
pada umur 3 bulan. Bila pemberian cairan dibatasi maka ginjal sanggup
mengurangi pengeluaran jumlah urin dengan berat jenis yang tinggi. Hal ini
dapat dibuktikan dengan uji konsentrasi.
3. Warna.
Sampai umur 2 tahun warna urin agak kemerah-merahan karena asam urat,
kemudian warna kuning tetapi lebih terang dari urin orang dewasa.
4. pH (5,0-7,0).
Reaksi urin pada bayi baru lahir asam dan kemudian menjadi netral. Pada pagi
hari kencing kurang asam dibandingkan urin sore hari. Pada anak sampai akhir
masa anak (childhood) urin baru tidaj bau, kecuali bila urin lebih pekat. Bila
popok tidak diganti maka urin berbau karena mulai terurai.
5. Sedimen.
9
Bila 5-10 ml urin segar dipusingkan selama 3-5 menit, maka akan terdapat
sedimen sel darah merah kurang dari 3 bulir, darah putih paling banyak 5
bulir, 1 torak (cast) setiap lapangan pandang besar (LPB). Kadang-kadang
tampak Kristal.
Sumber :
• Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI.
Jakarta
10
4. Jelaskan hubungan penyakit dahulu dengan penyakit sekarang!
Pada skenario diduga glumerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN). Namun,
sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan. Diduga terdapat suatu
antibody yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membrane
plasma streptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secera mekanis
terperangkap dalam membrane basalis. Selanjutnya komplemen akan terfisasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)
dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga
merusak endotel dan membrane basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap
lesi yang terjadi, timbul ploriferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel magnesium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang
dibentuk oleh ginjal. Sehingga gambaran APSGN yang palis sering ditemukan adalah:
hematuria, proteinuria, oliguria, edema dan hipertensi.
sumber :
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
11
5. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!
1. Anamnesisa. Keluhan pasien?b. Keluahn tambahan pasien? Apakah demam? Mual? Bagaimana warna
urine? c. Bagaimana jumlah urine yang dikeluarkan?d. Riwayat infeksi? Sebelumnya menderita sakit ISPA? Batuk? Flu?e. Riwayat penyakit sistemik? DM? Lupus? f. Riwayat penggunaan obat?g. Riwayat Psikososial?
2. Pemeriksaan fisika. Tanda vital
i. Respiratory rateii. Tekanan darah
iii. denyut nadiiv. suhu
b. Inspeksi daerah edemac. Palpasi (asites, nyeri tekan abdomen, bimanual ginjal)d. Perkusi (abdomen)e. Auskultasi (suara jantung)
3. Pemeriksaan penunjanga. Urinalisis
i. Proteinuria (+1 sampai +4ii. Hematuria makroskopik
iii. Sedimen urin : eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+)
b. Serologii. ureum dan kreatinin serum meningkat
ii. Komplemen hemolitik serum C3 rendah, C4 rendah/normal (20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl))
c. Titer antibodyi. antisterptozim, ASTO (75-80%), antihialuronidase, dan anti
Dnase B
12
6. Bagaimana tindakan awal pada pasien datamg ke UGD!
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila
dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin < 60 ml/1
menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi,
hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap. Pasien hipertensi dapat diberi
diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg
dan diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi. Hipertensi sedang
(tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan
pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual.
Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada
memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-
0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10
mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis
hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5
mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip
0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5
mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.
Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan
cairan sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan
tubuh/hari) ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan
tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari.
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien
dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme dan
mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari
selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. Pembatasan bahan makanan tergantung
beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar
urea N kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein
dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan
NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2
g/m2/ hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan
13
oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA
dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.
Sumber :
• Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting.
Clinical pediatric nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.
• Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2002. h. 345-53
14
7. Jelaskan diagnosis banding pada scenario!
DD 1
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu rekasi imunologi pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
Streptococcus.
Etiologi
Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,
misalnya pharyngitis atau tonsillitis. Penyakit infeksi lain yang jugadapat
berhubungan ialah skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsilerdan bahkan
infeksi kulit. Jasad reniknya hampir selalu streptokok beta hemolitikgolongan A, dan
paling sering ialah tipe 12. Strain nefritogenik lain yang dapatditemukan pula ialah
tipe 4,16, 25 dan 49.
Hubungan antara GNA dan infeksi streptokokus ini ditemukan pertama kali
oleh lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum penderita
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang
10 hari. Dari pada tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada
yang lain. Mungkin factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman streptokokus. GNA
dapat disebabkan juga oleh sifilis, keracunan, pemnyakut amyloid, thrombosis vena
renalis, purpura anafilaktoid dan lupus.
Patogenesis
Hasil penyelelidikan klinis imunologi dan percobaan pada binatang
menunjukan adanya kemungkinan proses imunologi sebagai penyebab beberapa
penyidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalais
gromerulus dan kemudian merusaknya.
15
2. Proses autoimun kuman streptokokus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membranana basalis ginjal.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi
tidak jarang anak datang dengan gejala berat. oGejala yang sering ditemukan:
hematuria/kencing berwarna merah daging
edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau seluruh tubuh
edema berat berserta oliguria dan bila ada gagal jantung
hipertensi pada hari pertama kemudian akhir minggu pertama menjadi
normal
suhu badan tidak tinggi, tetapi dapat tinggi pada hari pertama
gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan
diare.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteola glomerulus yang
mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi
glomerulus menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum, dan zat-zat lainnya berkurang
dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi
tubulus relative kurang terganggu. Ion natrium dan air direabsorpsi kembali sehingga
diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan eksresi natrium mengurang.
Ureum pun di reabsorpsi kembali lebih daripada biasa. Akhirnya insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hipofosfatemia, hidremia dan asidosis metabolik.
Pemerikasaan Laboratorium
laju endap darah meninggi
kadar Hb menurun sebagai akibat hypervolemia
jumlah urin mengurang
berat jenis meninggi
hematuria makroskopis (50% penderita)
ditemukan albumun (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit
dan hialin
alnumin serum sedikit menurun
ureum dan kreatinin meningkat
16
titer anti-streptolisin umunya meningkat
uji fungsi ginjal normal (50% penderita)
Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan
pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehigga dapat
disebut glomerulonephritis difusa.
Kompilkasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebelum karena hipertensi.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapat ronki basah, pembesaran
jantung, dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan oleh
spasme pembuluh darah, melainkan disebabkan oleh bertambahnya volume
plasma.
4. Anemia yang timbul karena adanya hopovolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusu yang mempengaruhi kelainan glomerulus:
1. Istirahat mutlak 3-4 minggu.
2. Pemberian penisilin fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glumerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarkan infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria
dan muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedative untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpine dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpine sebanyak 0.07 mg/kgbb secara IM. Bila terjadi
diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpine diberikan peroral
dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.
17
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum,
hemodialisisi, biasanya lambung dan usus.
6. Furesamid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (repetto
dkk., 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
Prognosis
Diperkirakan 95% akan sembuh sempurna, 2% kasus meninggal selama fase
akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glumerulonefritis kronik.
Sumber :
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
18
DD 2SINDROM NEFROTIK
Definisi
Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolmia.
Angka Kejadian
Terbanyak pada anak berumur antara 3-4 tahun dengan perbandingan wanita : pria = 1
: 2.
Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umunya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindro nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap pengobatan.
Gejalanya adalah edema pad masa neonates.
Pencangkokan ginjal pada masa neonates telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dan bulan-bulan pertama.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
Malaria kuartana atau parasite lain.
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus disemintata, purpura
anafilaktoid.
Glomerulonephritis akut atau glumerulonefritis krooni, thrombosis vena
renalis.
Bahan kimia seperti trimetadon, paradon, penisilamin, gram emas,
sengatan lebah, racun oak, air raksa.
Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperprolimenia, nefritis membrano
proliferative hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, Churg., dkk. Membagi
dalam 4 golongan yaitu :
19
a. Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal. Sedangkan
dengan mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi tetnyata tidak terdapat IgG ata
immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak dari pada dewasa.
Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak.
c. Gluronefritis proliferative
i. Glumerulonefritis proliferative eksudatif difus
ii. Dengan penebalan batang lobular
iii. Dengan bulan sabit
iv. Glumerulonefritis membranoproliferatif
v. Lain-lain
4. Glomerulonephritis fokal segmental
Pada kelainan yang mencolok sclerosis glomerulus. Sering disertai atrofi
tubulus.
Prognosis buruk
Gejala Klinis
Edema dan didapatkan anarsarka
Beberapa minggu: hematuria, azotermia, dan hipertensi ringan
Proteinuria terutama albumin sebanyak 10-15 gr/hari
Produksi urin berkurang dan berat jenis tinggi
Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula
sel darah putih; dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double refractile
bodies.
Uji fungsi ginjal dapat normal atau meninggi.
Pada fase nefritik fungsi ginjal dapat menurun.
Hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi, kadar
ureum normal.
Anemia defisiensi besi
Laju endap darah meninggi, kadar kalsium darah rendah.
20
Keadaan lanjut terdapat hiperglikemia.
Komplikasi
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus,
Staphylococcus, bronkopnemonia dan tuberculosis.
Pengobatan
1. Istirahat samapi edema tinggal sedikit
2. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3-4 g/kgbb/hari, dengan
garam minimal bila edema masih berat, bila edema berkurang dapat diberikan
garam sedikit.
3. Mencegah infeksi. Harus diperiksa kemungkinan anak juga menderita
tuberculosis.
4. Diuretikum
5. Kortikosterois
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:
a. Selama 28 hari prednisone diberikan peroral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari.
Bila terdapat respon selama b maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermiten selama 4 minggu.
6. Antibiotika hanya diberikan bila ada infeksi.
7. Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hdrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
gagal jantung diberikan digitalis.
Prognosis
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak
berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.
Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun
dengan kortikosteroid.
Sumber:
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.
21
DD 3
GLUMERULONEFRITIS KRONIS
Definisi
Glumerulonefritis kronik ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya
hematuria dan proteinuria yang menetap.
Hal ini dapat terjadi karena eksaserbasi berulang dan glomerulonephritis akut yang
berlangsung dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Tiap-tiap
eksaserbasi akan menambah kerusakan ginjal sehingga terjadi kerusakan total yang
berakhir dengan gagal ginjal.
Gejala klinis
Kadang tidak memberi keluhan
Lemah, lesu, megeluh nyeri kepala, gelisah, mual, koma dan kejang pada
stadium akhir.
Edema sedikit
Suhu subfebril
Fase nefrotik edema terlihat jelas
Kolesterol darah meninggi
Fungsi ginjal menurun
Ureum meningkat
Anemia bertambah berat diikuti tekana darah yang tinggi
Kadang-kadang anak-anak mendapat seranagn ensefalopati hipertensi dan
gagal jantung yang berakhir dengan kematian
Pemeriksaan Laboratorium
Pada urin ditemukan albumin (+), slinder, eritrosit, leukosit, berat jenis urin
menetap pada 1.008-1.012
Pada darah ditemukan laju endap darah meninggi, ureum darah meningkat,
demikian juga fosfor serum, sedangkan kalsium dan serum menurun.
Stadium akhir: serum natrium dan klorida meurun, sedangkan kalium
meningkat. Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukkan kelainan fungsi
ginjal yang progesif.
Pengobatan
22
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala klinis, gangguan elektrolit. Anak
diperkenankan melakukan kehidupan sehari-hari sebagaimana dalam biasa dalam
batas kemampuan. Pengawan hipertensi dengan pengawasan, anemia dikoreksi serta
infeksi diobati dengan pemberian antibiotika. Dialysis berkulang merupakan cara
yang efektif untuk memperpanjang umur penderita..
Prognosis
Menurunya fungsi ginjal dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang-kadang
dapat berlangsung cepat dan berakhir dengan kematian akibat uremia dalam beberapa
bulan. Sering kematian terjadi dalam waktu 5-10 tahun bergantung pada keruasakan
ginjal.
Sumber:
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta
23
Kesimpulan
Dari diskusi yang telah dilaksuanakan, dapat disimpulkan bahwa anak pada skenario
diduga glumerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN). Tetapi perlu dilakukan
pemeriksaan tambahan seperti :
Pemerikasaan Laboratorium
laju endap darah
kadar Hb
jumlah urin
berat jenis
urin makroskopis dan mikroskopis (albumun, eritrosit, leukosit, silinder
leukosit, eritrosit dan hialin)
ureum dan kreatinin
uji fungsi ginjal
24
Daftar Pustaka
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta
Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting.
Clinical pediatric nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.
Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2002. h. 345-53
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Sherwood, Lauree.2011.Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta:EGC
iii
4
5
6