laporan pbl modul 1

42
LAPORAN PBL MODUL 1 BENGKAK PADA WAJAH DAN PERUT SISTEM UROGENITAL SEMESTER ANTARA Disusun oleh : Nama : Novia Ayu Larasati NIM : 2012730144 Kelompok : 2 (Dua) Tutor : Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpRM, M. Kes PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

Upload: novia-ayu-larasati

Post on 20-Feb-2016

124 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

uro

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pbl Modul 1

LAPORAN PBL MODUL 1

BENGKAK PADA WAJAH DAN PERUT

SISTEM UROGENITALSEMESTER ANTARA

Disusun oleh :

Nama : Novia Ayu Larasati

NIM : 2012730144

Kelompok : 2 (Dua)

Tutor : Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpRM, M. Kes

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Page 2: Laporan Pbl Modul 1

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah melimpahkan ilmu dan hikmah

kepada saya, sehingga saya dapat menjalankan tugas-tugas dengan baik. Semoga

ALLAH berkenan senatiasa menambahkan ilmu dan iman saya, sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas laporan Sistem Urogenitalia ini.

Pada laporan hasil diskusi ini membahas tentang modul bengkak pada wajah

dan perut. Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat

mengetahui terapi terkini. Problem base learning merupakan salah satu metode yang

digunakan untuk melatih mahasiswa mampu berpikir kritis apabila diberikan suatu

kasus atau masalah.

Terima kasih kepada Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpRM, M. Kes selaku dosen

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada kelompok dua

sehingga berjalan dengan baik kegiatan diskusi ini. Saya menyadari bahwa laporan

saya belum sampai titik kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah. Saya

mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan laporan saya

kedepannya. Terimakasih kepada dosen-dosen yang telah banyak membantu saya

sehingga laporan ini dapat tersusun.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta , Agustus 2015

Penyusun

Novia Ayu Larasati

i

Page 3: Laporan Pbl Modul 1

Daftar Isi

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................1

I.1 Tujuan Instruksional Umum (TIU)...............................................................1

I.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)..............................................................1

I.3 Skenario............................................................................................................1

I.4 Kata Sulit..........................................................................................................1

I.5 Kata / kalimat kunci........................................................................................2

I.6 Mind Map.........................................................................................................3

I.7 Pertanyaan........................................................................................................3

BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................................4

1. Jelaskan mekanisme udem sesuai scenario!...................................................4

2. Jelaskan hubungan hipertensi dengan oliguria!............................................7

3. Jelaskan kriteria urin normal pada anak!......................................................9

4. Jelaskan hubungan penyakit dahulu dengan penyakit sekarang!.............11

5. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!.........................................................12

6. Bagaimana tindakan awal pada pasien datamg ke UGD!...........................13

7. Jelaskan diagnosis banding pada scenario!..................................................15

Kesimpulan.............................................................................................................25

Daftar Pustaka........................................................................................................iii

ii

Page 4: Laporan Pbl Modul 1

BAB I. PENDAHULUANI.1 Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah pembelajaran modul ini selesai, mahasiswa diharapkan dapat

menyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka

dan perut, menjelaskan gejala-gejala klinis, penyebab, patomekanisme, cara-

cara diagnosis, penatalaksanaan/terapi, komplikasi dan aspek epidemiologi

penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut.

I.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)A. Menyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan muka dan perut

bengkak.

B. Menjelaskan tentang patomekanisme terjadinya penyakit-penyakit yang

menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut.

C. Menjelaskan tentang gejala-gejala klinik dari penyakit-penyakit yang

menyebabkan pembengkakan muka dan perut.

D. Menjelaskan tentang cara-cara diagnosis dari penyakit-penyakit yang

menyebabkan pembengkakan muka dan perut.

E. Menjelaskan tentang penatalaksanaan dari penyakit-penyakit yang

menyebabkan pembengkakan muka dan perut.

F. Menjelaskan prognosis dari penyakit-penyakit tersebut.

G. Menjelaska aspek-aspek epidemiologi penyakit-penyakit tersebut.

I.3 Skenario Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang diantar ibunya berobat ke dokter

jaga poli umum RSUD sejak 3 hari yang lalu dengan

Keluhan utama : kedua kelopak mata bawah terlihat bengkak saat bangun tidur

pagi hari selama 2 hari berturut-turut. Sejak tadi pagi pasien ini mendadak

demam, mual ,BAK kurang normal (oliguria) dan urine berwarna kecoklatan.

Pada hasil pemeriksaan fisik tanda vital diperoleh TD hipertensi ringan-sedang.

Pada riwayat penyakit sebelumnya, kira-kira 3 minggu yang lalu, pasien pernah

menderita demam tinggi disertai nyeri tenggorokan dan nyeri menelan selama 6

hari. Saat itu pasien hanya minum obat FG Troches isap-isap, obat parasetamol

250 mg bila demam disertai Vitamin C lalu pulih.

I.4 Kata Sulit-

1

Page 5: Laporan Pbl Modul 1

I.5 Kata / kalimat kunci Istirahat mutlak 3-4 minggu.

Pemberian penisilin fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glumerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarkan infeksi

Streptococcus yang mungkin masih ada.

Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)

dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan

suhu tinggi dan makan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria

dan muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada

penderita tanpa komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan

oliguria, maka jumlah cairan harus dibatasi.

Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian

sedative untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.

Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpine dan hidralazin.

Mula-mula diberikan reserpine sebanyak 0.07 mg/kgbb secara IM. Bila terjadi

diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpine diberikan peroral

dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.

Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari

dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum,

hemodialisisi, biasanya lambung dan usus.

Furesamid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak

berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (repetto

dkk., 1972).

Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

2

Page 6: Laporan Pbl Modul 1

I.6 Mind Map

I.7 Pertanyaan1. Jelaskan mekanisme udem sesuai scenario!

2. Jelaskan hubungan hipertensi dengan oliguria!

3. Jelaskan kriteria urin normal pada anak!

4. Jelaskan hubungan penyakit dahulu dengan penyakit sekarang!

5. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!

6. Bagaimana tindakan awal pada pasien datamg ke UGD?

7. Jelaskan diagnosis banding pada scenario!

laki-laki 8 th

keluhan tambahan

riwayat penyakit

duluriwayat obat keluhan

utama

3

Page 7: Laporan Pbl Modul 1

BAB II. PEMBAHASAN

1. Jelaskan mekanisme udem sesuai scenario!

Pembengkakan jaringan akibat kelebihan jaringan akibat kelebihan jaringan

interstitium dikenal sebagai edema. Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi

empat kategori umum:

1. Berkurangnya konsentrasi protein plasma menurunkan tekanan osmotik

koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini menyebabkan kelebihan

cairan yang keluar sementara cairan yang direabsorpsi lebih sedikit daripada

normal; karena itu kelebihan cairan tersebut tetap berada di ruang interstitium.

Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma melalui

beberapa cara berbeda; pengeluaran berlebihan protein plasma melalui urin,

akibat penyakit ginjal; penurunan sintesis protein plasma, akibat penyakit hati

(hati membentuk hamper semua protein plasma); makanan yang kurang

mengandung protein; atau pengeluaran bermakna protein plasma akibat luka

bakar yang luas.

2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memungkinkan lebih banyak

protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan interstitium sekitar.

Sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler yang dipicu oleh histamine

sewaktu cedera jaringan atau reaksi alergik. Penurunan tekanan osmotic koloid

plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara

peningkatan tekana osmotik koloid cairan interstitium yang terjadi akibat

peningkatan protein di cairan interstitium meningkatkan gaya keluar efektif.

Ketidakseimbanagan ini ikut berperan menyebabkan edema local yang

berkaitan dengan cedera (misalnya, lumpuh) dan reaksi alergik (misalnya

biduran).

3. Meningkatnya tekanan vena, seperti ketika darah terbendung di vena,

menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler karena kapiler mengalirkan

isinya kedalam vena. Peningkatan tekanan keluar kapiler ini berperan besar

menyebabkan edema pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat

terjadi akibat restriksi local aliran balik vena. Contohnya adalah

pembengkakan yang sering terjadi di tungkai dan kaki selama kehamilan.

Uterus yang membesar menekan vena-vena besar yang menyalurkan darah

4

Page 8: Laporan Pbl Modul 1

dari ekstremitas bawah sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut masuk ke

rongga abdomen. Bendungan darah di vena ini menigkatkan tekanan darah di

kapiler tungkai dan kaki, mendorong edema regional ekstremitas bawah.

4. Sumbatan pembuluh limfe menyebabkan edema karena kelebihan cairan

filtrasi tertahan di cairan interstitium dan tidak dapat dikembalikan ke darah

melalui pembuluh limfe.

Apapun kasus edemnya, konsekuensi penting adalah berkurangnya pertukaran bahan

antara darah dan sel. Cairan yang berlebihan menumpuk. Jarak antara darah dan sel

yang harus dilalui oleh nutrient O2, dan zat sisa betambah. Karena itu sel-sel didalam

jaringan edematosa mungkin mengalami kekurangan pasokan.

Mekanisme udem pada skenario

Pada skenario diduga glumerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN). Namun,

sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan. Diduga terdapat suatu

antibody yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membrane

plasma streptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan

bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secera mekanis

terperangkap dalam membrane basalis. Selanjutnya komplemen akan terfisasi

mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)

dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga

merusak endotel dan membrane basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap

lesi yang terjadi, timbul ploriferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel magnesium dan

selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus

menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang

dibentuk oleh ginjal.

GFR biasanya menurun. Akibatnya eksresi air, natrium dan zat-zat nitrogen mungkin

berkurang sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosterone juga diduga

berperan terhadap retensi natrium dan air.

5

Page 9: Laporan Pbl Modul 1

Sumber :

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Sherwood, Lauree.2011.Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta:EGC

6

Page 10: Laporan Pbl Modul 1

2. Jelaskan hubungan hipertensi dengan oliguria!

Pada skenario diduga glumerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN). Namun,

sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan. Diduga terdapat suatu

antibody yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membrane

plasma streptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan

bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secera mekanis

terperangkap dalam membrane basalis. Selanjutnya komplemen akan terfisasi

mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)

dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga

merusak endotel dan membrane basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap

lesi yang terjadi, timbul ploriferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel magnesium dan

selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus

menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang

dibentuk oleh ginjal.

Hipertensi hampir selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah munkin hanya

sedang. Hipertensi terjadi ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat

vasopasme masih belum diketahui dengan jelas.

Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteola glomerulus yang mengakibatkan

tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus

menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum, dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai

akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative

kurang terganggu. Ion natrium dan air direabsorpsi kembali sehingga diuresis

mengurang (timbul oliguria dan anuria)

7

Page 11: Laporan Pbl Modul 1

sumber :

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta

8

Page 12: Laporan Pbl Modul 1

3. Jelaskan kriteria urin normal pada anak!

1. Jumlah urin.

Pembuatan urin dimuali pada saat fetus berumur 9 minggu. Biasanya pada

neonates miksi baru ads pada umur 12 jam.

Umur Jumlah urin

Hari ke 1-2 30-60 mL

Hari ke 3-10 100-300 mL

Hari ke 10-2 bulan 250-450 mL

2 bualn-1 tahun 400-500 mL

1-3 tahun 500-600 mL

3-5 tahun 600-700 mL

5-8 tahun 650-700 mL

8-14 tahun 800-1400 mL

2. Berat jenis.

Selama hari pertama tinggi (1.012), kemudian setelah neonatus mulai minum

susu atau minum air susu ibu, maka berat jenis menjadi 1.002-1.006. berat

jenis kemudian menjadi lebih tinggi bila bayi dapat makanan padat. Bayi yang

dilahirkan genap bulan baru dapat memekatkan (mengkonsentrasikan) urin

pada umur 3 bulan. Bila pemberian cairan dibatasi maka ginjal sanggup

mengurangi pengeluaran jumlah urin dengan berat jenis yang tinggi. Hal ini

dapat dibuktikan dengan uji konsentrasi.

3. Warna.

Sampai umur 2 tahun warna urin agak kemerah-merahan karena asam urat,

kemudian warna kuning tetapi lebih terang dari urin orang dewasa.

4. pH (5,0-7,0).

Reaksi urin pada bayi baru lahir asam dan kemudian menjadi netral. Pada pagi

hari kencing kurang asam dibandingkan urin sore hari. Pada anak sampai akhir

masa anak (childhood) urin baru tidaj bau, kecuali bila urin lebih pekat. Bila

popok tidak diganti maka urin berbau karena mulai terurai.

5. Sedimen.

9

Page 13: Laporan Pbl Modul 1

Bila 5-10 ml urin segar dipusingkan selama 3-5 menit, maka akan terdapat

sedimen sel darah merah kurang dari 3 bulir, darah putih paling banyak 5

bulir, 1 torak (cast) setiap lapangan pandang besar (LPB). Kadang-kadang

tampak Kristal.

Sumber :

• Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI.

Jakarta

10

Page 14: Laporan Pbl Modul 1

4. Jelaskan hubungan penyakit dahulu dengan penyakit sekarang!

Pada skenario diduga glumerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN). Namun,

sebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan. Diduga terdapat suatu

antibody yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membrane

plasma streptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan

bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secera mekanis

terperangkap dalam membrane basalis. Selanjutnya komplemen akan terfisasi

mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)

dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga

merusak endotel dan membrane basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap

lesi yang terjadi, timbul ploriferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel magnesium dan

selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus

menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang

dibentuk oleh ginjal. Sehingga gambaran APSGN yang palis sering ditemukan adalah:

hematuria, proteinuria, oliguria, edema dan hipertensi.

sumber :

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

11

Page 15: Laporan Pbl Modul 1

5. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!

1. Anamnesisa. Keluhan pasien?b. Keluahn tambahan pasien? Apakah demam? Mual? Bagaimana warna

urine? c. Bagaimana jumlah urine yang dikeluarkan?d. Riwayat infeksi? Sebelumnya menderita sakit ISPA? Batuk? Flu?e. Riwayat penyakit sistemik? DM? Lupus? f. Riwayat penggunaan obat?g. Riwayat Psikososial?

2. Pemeriksaan fisika. Tanda vital

i. Respiratory rateii. Tekanan darah

iii. denyut nadiiv. suhu

b. Inspeksi daerah edemac. Palpasi (asites, nyeri tekan abdomen, bimanual ginjal)d. Perkusi (abdomen)e. Auskultasi (suara jantung)

3. Pemeriksaan penunjanga. Urinalisis

i. Proteinuria (+1 sampai +4ii. Hematuria makroskopik

iii. Sedimen urin : eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+)

b. Serologii. ureum dan kreatinin serum meningkat

ii. Komplemen hemolitik serum C3 rendah, C4 rendah/normal (20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl))

c. Titer antibodyi. antisterptozim, ASTO (75-80%), antihialuronidase, dan anti

Dnase B

12

Page 16: Laporan Pbl Modul 1

6. Bagaimana tindakan awal pada pasien datamg ke UGD!

Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila

dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin < 60 ml/1

menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi,

hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap. Pasien hipertensi dapat diberi

diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg

dan diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi. Hipertensi sedang

(tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan

pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual.

Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada

memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-

0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10

mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis

hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5

mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip

0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5

mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.

Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan

cairan sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan

tubuh/hari) ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan

tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari.

Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien

dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme dan

mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi

benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari

selama 10 hari bila pasien alergi penisilin. Pembatasan bahan makanan tergantung

beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar

urea N kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein

dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan

NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2

g/m2/ hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan

13

Page 17: Laporan Pbl Modul 1

oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA

dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.

Sumber :

• Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting.

Clinical pediatric nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.

• Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,

Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2002. h. 345-53

14

Page 18: Laporan Pbl Modul 1

7. Jelaskan diagnosis banding pada scenario!

DD 1

GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)Definisi

Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu rekasi imunologi pada ginjal terhadap

bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman

Streptococcus.

Etiologi

Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,

misalnya pharyngitis atau tonsillitis. Penyakit infeksi lain yang jugadapat

berhubungan ialah skarlatina, otitis media, mastoiditis, abses peritonsilerdan bahkan

infeksi kulit. Jasad reniknya hampir selalu streptokok beta hemolitikgolongan A, dan

paling sering ialah tipe 12. Strain nefritogenik lain yang dapatditemukan pula ialah

tipe 4,16, 25 dan 49.

Hubungan antara GNA dan infeksi streptokokus ini ditemukan pertama kali

oleh lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A

3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum penderita

Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang

10 hari. Dari pada tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada

yang lain. Mungkin factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi

mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman streptokokus. GNA

dapat disebabkan juga oleh sifilis, keracunan, pemnyakut amyloid, thrombosis vena

renalis, purpura anafilaktoid dan lupus.

Patogenesis

Hasil penyelelidikan klinis imunologi dan percobaan pada binatang

menunjukan adanya kemungkinan proses imunologi sebagai penyebab beberapa

penyidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalais

gromerulus dan kemudian merusaknya.

15

Page 19: Laporan Pbl Modul 1

2. Proses autoimun kuman streptokokus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan

badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptokokus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai

komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak

membranana basalis ginjal.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi

tidak jarang anak datang dengan gejala berat. oGejala yang sering ditemukan:

hematuria/kencing berwarna merah daging

edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau seluruh tubuh

edema berat berserta oliguria dan bila ada gagal jantung

hipertensi pada hari pertama kemudian akhir minggu pertama menjadi

normal

suhu badan tidak tinggi, tetapi dapat tinggi pada hari pertama

gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan

diare.

Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteola glomerulus yang

mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi

glomerulus menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum, dan zat-zat lainnya berkurang

dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi

tubulus relative kurang terganggu. Ion natrium dan air direabsorpsi kembali sehingga

diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan eksresi natrium mengurang.

Ureum pun di reabsorpsi kembali lebih daripada biasa. Akhirnya insufisiensi ginjal

akut dengan uremia, hipofosfatemia, hidremia dan asidosis metabolik.

Pemerikasaan Laboratorium

laju endap darah meninggi

kadar Hb menurun sebagai akibat hypervolemia

jumlah urin mengurang

berat jenis meninggi

hematuria makroskopis (50% penderita)

ditemukan albumun (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit

dan hialin

alnumin serum sedikit menurun

ureum dan kreatinin meningkat

16

Page 20: Laporan Pbl Modul 1

titer anti-streptolisin umunya meningkat

uji fungsi ginjal normal (50% penderita)

Patologi

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan

pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehigga dapat

disebut glomerulonephritis difusa.

Kompilkasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebelum karena hipertensi.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapat ronki basah, pembesaran

jantung, dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan oleh

spasme pembuluh darah, melainkan disebabkan oleh bertambahnya volume

plasma.

4. Anemia yang timbul karena adanya hopovolemia di samping sintesis

eritropoetik yang menurun.

Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusu yang mempengaruhi kelainan glomerulus:

1. Istirahat mutlak 3-4 minggu.

2. Pemberian penisilin fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glumerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarkan infeksi

Streptococcus yang mungkin masih ada.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)

dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan

suhu tinggi dan makan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria

dan muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada

penderita tanpa komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan

oliguria, maka jumlah cairan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian

sedative untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.

Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpine dan hidralazin.

Mula-mula diberikan reserpine sebanyak 0.07 mg/kgbb secara IM. Bila terjadi

diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpine diberikan peroral

dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.

17

Page 21: Laporan Pbl Modul 1

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari

dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum,

hemodialisisi, biasanya lambung dan usus.

6. Furesamid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak

berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (repetto

dkk., 1972).

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

Prognosis

Diperkirakan 95% akan sembuh sempurna, 2% kasus meninggal selama fase

akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glumerulonefritis kronik.

Sumber :

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.

18

Page 22: Laporan Pbl Modul 1

DD 2SINDROM NEFROTIK

Definisi

Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia

dan hiperkolesterolmia.

Angka Kejadian

Terbanyak pada anak berumur antara 3-4 tahun dengan perbandingan wanita : pria = 1

: 2.

Etiologi

Sebab yang pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit

autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.

Umunya para ahli membagi etiologinya menjadi:

1. Sindro nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.

Resisten terhadap pengobatan.

Gejalanya adalah edema pad masa neonates.

Pencangkokan ginjal pada masa neonates telah dicoba, tapi tidak berhasil.

Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dan bulan-bulan pertama.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh:

Malaria kuartana atau parasite lain.

Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus disemintata, purpura

anafilaktoid.

Glomerulonephritis akut atau glumerulonefritis krooni, thrombosis vena

renalis.

Bahan kimia seperti trimetadon, paradon, penisilamin, gram emas,

sengatan lebah, racun oak, air raksa.

Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperprolimenia, nefritis membrano

proliferative hipokomplementemik.

3. Sindrom nefrotik idiopatik

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan

pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, Churg., dkk. Membagi

dalam 4 golongan yaitu :

19

Page 23: Laporan Pbl Modul 1

a. Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal. Sedangkan

dengan mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu.

Dengan cara imunofluoresensi tetnyata tidak terdapat IgG ata

immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus.

Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak dari pada dewasa.

Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.

b. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang

tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak.

c. Gluronefritis proliferative

i. Glumerulonefritis proliferative eksudatif difus

ii. Dengan penebalan batang lobular

iii. Dengan bulan sabit

iv. Glumerulonefritis membranoproliferatif

v. Lain-lain

4. Glomerulonephritis fokal segmental

Pada kelainan yang mencolok sclerosis glomerulus. Sering disertai atrofi

tubulus.

Prognosis buruk

Gejala Klinis

Edema dan didapatkan anarsarka

Beberapa minggu: hematuria, azotermia, dan hipertensi ringan

Proteinuria terutama albumin sebanyak 10-15 gr/hari

Produksi urin berkurang dan berat jenis tinggi

Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula

sel darah putih; dalam urin mungkin dapat ditemukan pula double refractile

bodies.

Uji fungsi ginjal dapat normal atau meninggi.

Pada fase nefritik fungsi ginjal dapat menurun.

Hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi, kadar

ureum normal.

Anemia defisiensi besi

Laju endap darah meninggi, kadar kalsium darah rendah.

20

Page 24: Laporan Pbl Modul 1

Keadaan lanjut terdapat hiperglikemia.

Komplikasi

Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus,

Staphylococcus, bronkopnemonia dan tuberculosis.

Pengobatan

1. Istirahat samapi edema tinggal sedikit

2. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3-4 g/kgbb/hari, dengan

garam minimal bila edema masih berat, bila edema berkurang dapat diberikan

garam sedikit.

3. Mencegah infeksi. Harus diperiksa kemungkinan anak juga menderita

tuberculosis.

4. Diuretikum

5. Kortikosterois

International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)

mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:

a. Selama 28 hari prednisone diberikan peroral dengan dosis 60

mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.

b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan

dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis

maksimum 60 mg/hari.

Bila terdapat respon selama b maka pengobatan ini dilanjutkan secara

intermiten selama 4 minggu.

6. Antibiotika hanya diberikan bila ada infeksi.

7. Lain-lain

Pungsi asites, pungsi hdrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada

gagal jantung diberikan digitalis.

Prognosis

Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak

berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.

Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun

dengan kortikosteroid.

Sumber:

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta.

21

Page 25: Laporan Pbl Modul 1

DD 3

GLUMERULONEFRITIS KRONIS

Definisi

Glumerulonefritis kronik ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya

hematuria dan proteinuria yang menetap.

Hal ini dapat terjadi karena eksaserbasi berulang dan glomerulonephritis akut yang

berlangsung dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Tiap-tiap

eksaserbasi akan menambah kerusakan ginjal sehingga terjadi kerusakan total yang

berakhir dengan gagal ginjal.

Gejala klinis

Kadang tidak memberi keluhan

Lemah, lesu, megeluh nyeri kepala, gelisah, mual, koma dan kejang pada

stadium akhir.

Edema sedikit

Suhu subfebril

Fase nefrotik edema terlihat jelas

Kolesterol darah meninggi

Fungsi ginjal menurun

Ureum meningkat

Anemia bertambah berat diikuti tekana darah yang tinggi

Kadang-kadang anak-anak mendapat seranagn ensefalopati hipertensi dan

gagal jantung yang berakhir dengan kematian

Pemeriksaan Laboratorium

Pada urin ditemukan albumin (+), slinder, eritrosit, leukosit, berat jenis urin

menetap pada 1.008-1.012

Pada darah ditemukan laju endap darah meninggi, ureum darah meningkat,

demikian juga fosfor serum, sedangkan kalsium dan serum menurun.

Stadium akhir: serum natrium dan klorida meurun, sedangkan kalium

meningkat. Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukkan kelainan fungsi

ginjal yang progesif.

Pengobatan

22

Page 26: Laporan Pbl Modul 1

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala klinis, gangguan elektrolit. Anak

diperkenankan melakukan kehidupan sehari-hari sebagaimana dalam biasa dalam

batas kemampuan. Pengawan hipertensi dengan pengawasan, anemia dikoreksi serta

infeksi diobati dengan pemberian antibiotika. Dialysis berkulang merupakan cara

yang efektif untuk memperpanjang umur penderita..

Prognosis

Menurunya fungsi ginjal dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang-kadang

dapat berlangsung cepat dan berakhir dengan kematian akibat uremia dalam beberapa

bulan. Sering kematian terjadi dalam waktu 5-10 tahun bergantung pada keruasakan

ginjal.

Sumber:

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta

23

Page 27: Laporan Pbl Modul 1

Kesimpulan

Dari diskusi yang telah dilaksuanakan, dapat disimpulkan bahwa anak pada skenario

diduga glumerulonefritis akut pascastreptokokus (APSGN). Tetapi perlu dilakukan

pemeriksaan tambahan seperti :

Pemerikasaan Laboratorium

laju endap darah

kadar Hb

jumlah urin

berat jenis

urin makroskopis dan mikroskopis (albumun, eritrosit, leukosit, silinder

leukosit, eritrosit dan hialin)

ureum dan kreatinin

uji fungsi ginjal

24

Page 28: Laporan Pbl Modul 1

Daftar Pustaka

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan Anak. FKUI. Jakarta

Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting.

Clinical pediatric nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.

Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede

SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI, 2002. h. 345-53

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Sherwood, Lauree.2011.Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta:EGC

iii

Page 29: Laporan Pbl Modul 1

4

Page 30: Laporan Pbl Modul 1

5

Page 31: Laporan Pbl Modul 1

6