laporan pbl sistem reproduksi modul 1 kelompok 6 cempaka putih
DESCRIPTION
laporan reproduksiTRANSCRIPT
LAPORAN PBL SISTEM REPRODUKSI
MODUL 1 AMENOREA
KELOMPOK 6
Febridayanti Nur (2012730126)Fitra Hadi (2012730127)M. Ilham Ramadhan (2012730138)Miranda Audina (2012730140)Putri Intan Nurrahma (2012730147)Rizka Sekar Kinasih (2012730154)Yutika Adnindya (2012730159)Nursigit (2010730151)Marleni Mirlyanti (2007730078)
Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan
inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Diskusi PBL Sistem Reproduksi Modul
Amenorea tepat pada waktunya sesuai jadwal yang ditentukan.
Kritik dan saran yang membangun sangatlah penulis butuhkan demi kesempurnaan
laporan yang telah penulis buat ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada tutor pembimbing dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan diskusi ini. Dan tak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu baik secara moril
maupun materil hingga laporan ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membaca.
Jakarta, Mei 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
I.1 Skenario .............................................................................................................................. 4
I.2 Kata Kunci ........................................................................................................................... 4
I.3 Pertanyaan ........................................................................................................................... 5
1. Jelaskan organ-organ yang terkait dalam proses haid! ................................................. 6
2. Jelaskan fisiologi dari siklus haid! .............................................................................. 12
3. Jelaskan histologi dari organ-organ yang terkait dalam proses haid! ......................... 15
4. Jelaskan hormon-hormon apa saja yang berperan dalam siklus haid! ........................ 25
5. Jelaskan definisi dan klasifikasi amenorea! ................................................................ 26
6. Jelaskan penyebab dan penatalaksanaan medikamentosa pada kasus! ....................... 31
7. Jelaskan penatalaksanaan non-medikamentosa pada kasus! ....................................... 35
8. Jelaskan faktor risiko yang mempengaruhi menopause! ............................................. 38
9. Bagaimana menopause mempengaruhi terjadinya osteoporosis? ............................... 40
10. Jelaskan alur diagnosis dari skenario! ......................................................................... 47
BAB II PENUTUPAN ................................................................................................................ 50
II.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 50
II.2 Penutupan ......................................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 51
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Skenario
Seorang wanita usia 59 tahun datang ke klinik untuk konsultasi masalah menopause karena takut
menderita osteoporosis seperti yang diderita oleh ibunya. Pasien terlihat sehat dengan tinggi
badan 160 cm dan berat 90 kg. Pasien mengaku bahwa dirinya sudah tidak mendapatkan haid
sejak usia 50 tahun. Pasien merasa sehat dan hasil pemeriksaan kesehatan umum menunjukkan
hasil yang baik. Pasien tidak pernah berolahraga dan memiliki kebiasaan merokok. Pasien tidak
pernah mencari terapi untuk mengatasi masalah menopause. Ibu pasien meninggal pada usia 71
tahun, 3 bulan setelah menderita patah Collum Femoris.
I.2 Kata Sulit
- Menopause: berhentinya haid secara menetap setelah masa subur berakhir. (Kamus
Kedokteran FKUI, 2011)
- Collum Femoris: bagian leher dari tulang femur.
- Osteoporosis: merapuhnya tulang akibat demineralisasi. (Kamus Kedokteran FKUI,
2011)
I.3 Kata Kunci
- Wanita 59 tahun, menopause sejak usia 50 tahun.
- Riwayat keluarga osteoporosis (ibu).
- Tinggi badan 160 cm, berat badan 90 kg. (Obese II)
- Pasien tidak pernah berolahraga dan memiliki kebiasaan merokok.
- Ibu pasien meninggal, 3 bulan setelah patah Collum Femoris pada usia 71 tahun.
- Pasien tidak pernah berobat untuk mengatasi masalah menopause.
- Kesehatan umum menunjukkan hasil yang baik.
4
I. 4 Pertanyaan
1. Jelaskan organ-organ yang terkait dalam proses haid!
2. Jelaskan fisiologi dari siklus haid!
3. Jelaskan histologi dari organ-organ yang terkait dalam proses haid!
4. Jelaskan hormon-hormon apa saja yang berperan dalam siklus haid!
5. Jelaskan definisi dan klasifikasi amenorea!
6. Jelaskan penyebab dan penatalaksanaan medikamentosa pada kasus!
7. Jelaskan penatalaksanaan non-medikamentosa pada kasus!
8. Jelaskan faktor risiko yang mempengaruhi menopause!
9. Bagaimana menopause mempengaruhi terjadinya osteoporosis?
10. Jelaskan alur diagnosis dari skenario!
5
Nama : Rizka Sekar Kinasih Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2012730154
Pertanyaan : 1. Jelaskan organ-organ yang terkait dalam proses haid!
Organ reproduksi perempuan terbagi atas organ genitalia eksterna dan organ genitalia interna.
Organ genitalia eksterna dan vagina adalah bagian untuk sanggama, sedangkan organ genitalia
interna adalah bagian untuk ovulasi, tempat pembuatan sel telur, transportasi blastokis,
implantasi, dan tumbuh kembang janin.
Organ Genitalia Eksterna
Vulva (pukas) atau pudenda, meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai dari
pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia minora, klitoris, selaput
dara (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar, dan struktur vaskular.
Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke
bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah
dan ke belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior. Labia
mayora analog dengan skrotum pada pria. Ligamentum rotundum berakhir di batas atas labia
mayora.
Labia minora (bibir-bibir kecil atau nymphae) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah
dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu yang di atas klitoris membentuk
6
preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris membentuk frenulum klitoris. Ke belakang
kedua bibir kecil juga bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi bibir
kecil mengandung banyak glandula sebasea (kelenjar-kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung
saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif. Jaringan ikatnya mengandung banyak
pembuluh darah dan beberapa otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat
mengembang.
Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri atas glans
klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans
klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat saraf, sehingga
sangat sensitif.
Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan dibatasi
di depan klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh perineum
(fourchette). Embriologik sesuai dengan sinus urogenitalis. Kurang lebih 1-1,5 cm di bawah
klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm
dan tidak sukar ditemukan oleh karena tertutup oleh lipatan-lipatan selaput vagina. Tidak
jauh dari lubang kemih, di kiri dan di kanan bawahnya, dapat dilihat dua ostia Skene. Saluran
Skene (duktus paraureteral) analog dengan kelenjar prostat pada laki-laki. Di kiri dan kanan
bawah di dekat fossa navikulare, terdapat kelenjar Bartolin. Kelenjar ini berukuran diameter
lebih kurang 1 cm, terletak di bawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil
pnjang 1,5-2 cm yang bermuara di vestibulum, tidak jauh dari fossa navikulare. Pada koitus
kelenjar Bartholin mengeluarkan getah.
Bulbus Vestibuli sinistra et dekstra merupakan pengumpulan vena terletak di bawah selaput
lendir vestibulum, dekat ramus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm, lebarnya 1-2 cm dan
tebalnya 0,5-1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh darah sebagian tertutup
oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina. Embriologik sesuai dengan
korpus kavernosum penis.
Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada seserorang virgo
selalu dilindungi oleh labia minora yang baru dapat dilihat jika bibir kecil ini dibuka.
Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara (himen). Himen ini mempunyai bentuk berbeda-
beda, dari yang semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang-lubang atau yang bersekat
(septum). Konsistensinya pun berbeda-beda, dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus
7
himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah dilalui
oleh kedua jari.
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang
mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis. Diafragma
pelvis terdiri atas otot levator ani dan otot koksigis posterior serta fasia yang menuntupi
kedua otot ini. Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di
daerah segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma urogenitalis meliuti
muskulus transversus perinei profunda, otot konstriktur uretra dan fasia internal maupun
eksternal yang menutupinya. Perineum mendapat pasokan darah terutama dari arteria
pudenda interna dan cabang-cabangnya. Oleh sebab itu, dalam menjahit robekan perineum
dapat dilakukan anastesi blok pudendus. Otot levator ani kiri dan kanan bertemu di tengah-
tengah di antara anus dan vagina yang diperkuat oleh tendon sentral perineum. Di tempat ini
bertemu otot-otot bulbokavernosus, muskulus transversus perinei superfisialis, dan sfingter
ani eksternal. Struktur ini membentuk perineal body yang memberikan dukungan bagi
perineum. Dalam persalinan sering mengalami laserasi, kecuali dilakukan episiotomi yang
adekuat.
Organ Genitalia Interna
Vagina (Liang Kemaluan/Liang Sanggama)
Setelah melewati introitus vagina, terdapat liang kemaluan (vagina) yang merupakan
suatu penghubung antara introitus vagina dan uterus. Arahnya sejajar dengan arah dari
pinggir atas simfisis ke promontorium.
Vagina mendapat darah dari (1) arteri uterina, yang melalui cabangnya ke serviks dan
vagina memberikan darah ke vagina bagian 1/3 atas; (2) arteria vesikalis inferior, yang
melalui cabangnya memberikan darah ke vagina bagian 1/3 tengah; (3) arteria hemoroidalis
mediana dan arteria pudendus interna, yang memberikan darah ke vagina bagian 1/3 bawah.
Darah kembali melalui pleksus vena yang ada, antara lain pleksus pampiniformis ke vena
hipogastrika dan vena iliaka ke atas.
Getah bening (limfe) yang berasal dari 2/3 bagian atas vagina akan melalui kelenjar
getah bening di daerah vasa iliaka, sedangkan getah bening yang berasal dari 1/3 bagian
bawah akan melalui kelenjar getah bening di regio inguinalis.
8
Uterus
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan
belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas
otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan
tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio
(serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan
membentuk sudut dengan serviks uteri).
Uterus terdiri atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri; dan (3) serviks uteri. Fundus uteri
adalah bagian uterus proksimal; di situ kedua tuba Falloppii masuk ke uterus. Korpus uteri
adalah bagian uterus yang terbesar. Serviks uteri terdiri atas (1) pars vaginalis servisis uteri
yang dinamakan porsio; (2) pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang
berada di atas vagina.
Uterus diberi darah oleh arteria Uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asendens
dan desendens. Pembuluh darah ini berasal dari ateria Iliaka Interna yang melalui dasar
ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas forniks
lateralis vagina.
Getah bening yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah obturatorial dan
inguinal, selanjutnya ke daerah vasa iliaka. Dari korpus uteri saluran getah bening akan
menuju ke daerah paraaorta atau paravertebra dalam.
Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf simpatetik dan untuk sebagian terdiri
atas sistem parasimpatetik dan serebrospinal. Sistem parasimpatetik berada di dalam panggul
di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf sakral 2, 3, dan 4, yang selanjutnya
memasuki pleksus Frankenhauser. Sistem simpatetik masuk ke rongga panggul sebagai
pleksus hipogastrikus melalui bigurkasio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju ke
pleksus Frankenhauser. Pleksus ini terdiri atas ganglion-ganglion berukuran besar dan kecil
yang terletak terutama pada dasar ligamentum sakrouterina. Serabut-serabut saraf tersebut di
atas memberi inervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatetik dan
parasimpatetik menanggung unsur motorik dan sensorik. Kedua sistem bekerja antagonistik.
Saraf simpatetik menimbulkan kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
Saraf yang berasal dari torakal 11 dan 12 mengandung saraf sensorik dari uterus dan
meneruskan perasaan sakit dari uterus ke pusat saraf (serebrum). Saraf sensorik dari serviks
9
dan bagian atas vagina melalui saraf sakral 2, 3, dan 4, sedangkan yang dari bawah vagina
melalui nervus pudendus dan nervus ileoinguinalis.
Tuba Falloppii
Tuba Falloppii terdiri atas (1) pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding
uterus; (2) pars ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; (3) pars
ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi;
dan (4) infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan
selanjutnya menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum seperti anemon (sejenis
binatang laut).
Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale yang merupakan bagian dari
ligamentum latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot longitudinal dan
otot sirkular. Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang
bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke
arah kavum uteri dengan uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran rambut getar
tersebut.
Ovarium (Indung Telur)
Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri. Mesovarium
menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium
berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar
dan tebal kira-kira 1,5 cm. Pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium
tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk ovarium.
Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakangnya menuju ke atas dan belakang, sedangkan
permukaan depannya ke bawah dan depan. Ujung yang dekat dengan tuba terletak lebih
tinggi daripada ujung yang dekat dengan uterus dan tidak jarang diselubungi oleh beberapa
fimbria dan infundibulum. Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus
melalui ligamentum ovarii proprium tempat ditemukannya jaringan otot yang menjadi satu
dengan jaringan otot di ligamentum rotundum.
Struktur ovarium terdiri atas (1) korteks, bagian luar yang diliputi oleh epitelium
germinativum berbentuk kubik dan di dalamnya terdiri atas stroma serta folikel-folikel
10
primordial; dan (2) medulla, bagian di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma
denga pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf dan sedikit otot polos.
Folikel de Graff yang matang terdiri atas (1) ovum, yakni suatu sel besar dengan diamer
0,1 mm yang mempunyai nukleus dengan anyaman kromatin yang jelas sekali dan satu
nukleolus pula; (2) stratum granulosum, yang terdiri atas sel-sel granulosa, yakni sel-sel bulat
kecil dengan inti yang jelas pada pewarnaan dan mengelilingi ovum; pada perkembangan
lebih lanjut di tengahnya terdapat satu rongga terisi likuor follikuli; (3) teka interna, suatu
lapisan yang melingkarai stratum granulosum dengan sel-sel lebih kecil daripada sel
granulosa; dan (4) teka eksterna, di luar teka interna yang terbentuk oleh stroma ovarium
yang terdesak.
11
Nama : Nursigit Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2010730151
Pertanyaan : 2. Jelaskan fisiologi dari siklus haid!
Fisiologi Siklus Menstruasi (haid)
Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi, yang memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarium axis). Menurut teori neurohumoral yang dianut sekarang,
12
hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing Hormon (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis.
Penyelidikan pada hewan menunjukkan bahwa pada hipotalamus terdapat dua pusat, yaitu pusat tonik dibagian belakang hipotalamus di daerah nukleus arkuatus dan pusat siklik di bagian depan hipotalamus di daerah suprakiasmatik. Pusat siklik mengawasi lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus haid yang menyebabkan terjadinya ovulasi. Mekanisme kerjanya juga belum jelas benar.
Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH, estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular dini, beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH itu menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek dari LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16 – 24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa itu.
13
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 8–9 hari setelah ovulasi.
Luteinized granulose cell dalam korpus luteum itu membuat progesteron banyak, dan luteinized theca cell membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10–12 hari setelah ovulasi, korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom). Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan sedikit LH terus-menerus. Steroidogenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH. Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat belas hari sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal umumnya terjadi variasi dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam fase folikular.
Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblas. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9–10 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari perubahan-perubahan kadar estrogen, pada permulaan siklus haid meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar minimum LH yang terus-menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi yang normal.
14
Nama : M. Ilham Ramadhan Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2012730138
Pertanyaan : 3. Jelaskan histologi dari organ-organ yang terkait dalam proses haid!
HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI WANITA
INDUNG TELUR / OVARIUM
Ovarium tergolong kelenjar ganda sebab ia menghasilkan baik getah eksokrin (sitogenik) maupun getah endokrin. Setiap ovarium tertambat pada sisinya yang disebut hilus oleh mesovarium yang merupakan suatu lipatan peritoneum, ke ligamentum latum uterus. Pada hilus, jaringan ikat vaskuler mesovarium menyatu dengan stroma ovarium. Peritoneum yang meliputi mesovarium mendadak lenyap pada hilus dan diganti oleh selapis sel epitel kuboid yang disebut epitel germinal yang meliputi permukaan bebas
ovarium. Kekhususan mesotel peritoneum karena adanya lamina basal yang tipis. Di bawah epitel tersebut terdapat jaringan ikat padat yang tidak terlalu jelas disebut tunika albuginea, yang semakin memadat dengan bertambahnya umur.
Pada potongan ovarium dapat dibedakan/kenali dengan baik : (1) bagian luar yaitu korteks dan (2) bagian dalam yaitu medula yang menyatu dengan jaringan ikat vaskular mesovarium di hilus. Tidak terdapat garis pembatas dianatara kedua bagian tersebut. Medula terdiri atas jaringan ikat fibroelastis longgar yang mengandung pembuluh darah besar, pembuluh limf, dan saraf. Stromanya mengandung tebaran berkas serat otot polos.
Korteksnya terdiri atas stroma padat selular yang mengandung folikel ovarium. Stromanya terbentuk oleh jejala serat retikulin dan sel berbentuk gelendong yang tersusun berpusaran tidak teratur. Sel stroma ini menyokong perkembangan teka folikel. Jaringan elastis tipis dan hanya ada di dalam dinding pembuluh darah. Folikel mungkin dapat terlihat dalam berbagai tingkat perkembangan, dan penampilan korteks ovarium tergantung pada umur individu dan fase daur ovarium. Sebelum pubertas, hanya terlihat folikel primer atau primitif. Kematangan seks ditandai oleh adanya folikel berkembang dan hasil akhirnya (korpus luteum, folikel atretis). Sesudah menopause folikel menghilang dan korteks selanjutnya menjadi daerah tipis terdiri atas jaringan ikat fibrosa.
15
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FOLIKEL
FOLIKEL PRIMER
Setiap folikel ovarium terdiri atas sebuah telur muda diliputi sel-sel epitel. Telur muda, oosit primer, berupa sebuah sel lonjong dengan inti besar lembung (vesikular) dan sebuah anak inti yang jelas. Pada jabang bayi, jumlah folikel dianggap sekitar 400.00 buah. Jumlahnya menurun terus menerus sepanjang hidup sampai benar-benar tak bersisa segera setelah mati haid. Lamina basal yang tipis memisahkan folikel dari stroma indung telur.
FOLIKEL BERKEMBANG
Perkembangan folikel yang terjadi setelah pubertas ditandai oleh pertumbuhan dan diferensiasi sel telur, proliferasi sel folikel dan perkembangan sampai dari jaringan stroma di sekitarnya. Telur muda bertambah ukurannya, dan dibentuk membran kilau, terpulas pekat yang disebut zona pelusida di sekelilingnya. Zona pelusida mengandung glikoprotein.
Sel folikel yang semula berbentuk gepeng mula-mula menjadi kuboiod dan kemudian silindris. Mereka sangat aktif membelah diri untuk membentuk dinding berlapis di sekitar ovum. Proliferasi sangat cepat di satu kutub ovum, karenanya ovum menjadi lonjong bentuknya dan ovum terletak menepi. Reruang kecil berisis cairan jernih muncuk di dalam kerumunan sel folikel. Peningkatan jumlah cairan ini lebih lanjut menambah besar ukuran folikel. Reruang berisi cairan tadi menyatu membentuk sebuah ruang besar, yaitu antrum, yang terletak di dalam lapis sel folikel. Antrum berisis cairan liquor yang berupa cairan kental kaya akan asam hialuronat.
16
Sementara folikel bertambah besar ukurannya, stroma sekelilingnya beratur membentuk simpai, yaitu teka folikel yang terpisah dari membran granulosa oleh lamina basal. Teka folikel tersebut berkembang menjadi 2 lapisan yaitu lapis dalam atau teka interna dan lapis luar atau teka eksterna. Lapis dalam terdiri atas sel stroma yang mengembang dan kaya akan pembuluh darah sedangkan lapis luar mengandung banyak serat kolagen yang tersusun padat dan sel-sel berbentuk gelendong yang kemudian tepinya menyatu dengan stroma di sekitarnya.
FOLIKEL GRAAF MATANG
Telah disepakati bahwa telur memerlukan waktu 10-14 hari untuk mencapai kematangan. Sebuah folikel Graaf yang matang bergaris-garis 10 mm atau lebih, memenuhi seluruh tebal korteks indung telur dan menjorok ke medula. Folikel ini menonjol ke permukaan indung telur. Pada tempat ini, tunika albuginea dan teka folikel menipis dan disebut stigma. Antrum yang besar dipenuhi cairan, dibungkus membran granulosa. Telur telah mencapai ukuran terbesar dan dikelilingi zona pelusida yang tebal dan korona radiata yang mencolok. Setelah mencapai kematangan folikel, tampak reruang tak beraturan berisis cairan di antara sel-sel kumulus oofurus, yang memperlemah tambatan telur pada membran granulosa.
OVULASI
Setelah folikel matang terjadi pembentukan cairan yang lebih encer dari sebelumnya yang lebih lanjut memperbesar garis-garis folikel. Keadaan ini disebut sembab praovulasi. Folikel yang tebungkus korteks yang menipis., meletup pada stigmanya dan cairan folikel muncrat ke dalam ruang peritoneum. Telur yang diliputi korona radiata terpelanting dari kumulus dan keluar bersama cairan folikel. Peristiwa ini disebut ovulasi.
Oogenesis
Telur yang dilepas saat ovulasi sebenernya oosit sekunder dan tentunya belum matang atau masih muda. Guan persiapan fertilisasi, ovum menjalani beberapa tahap perubahan inti. Hasil akhir nya sama dengan spermatogenesis yaitu pengurangan jumlah kromosom menjadi setengah jumlah kromosom somatis (yang diploid).
Korpus Luteum
Sesudah ovulasi kadang terdapat perdarahan kecil ke dalam rongga folikel. Dinding folikel kempis dan berlipat-lipat, berubah menjadi sebuah kelenjar sementara disebut korpus luteum. Sel granulosa folikel berkembang menjadi sel besar, pucat, berinti besar lembung. Sel granulosa yang telah berubah disebut sel lutein granulosa yang membentuk lapisan tebal berlipat-lipat dibekas ruang folikel. Sel teka interna, yang menjelang ovulasi bertambah besar, membentuk sel lutein
17
teka. Jaringan ikat di antara sel lutein meningkat jumlahnya dan mengalami hialinisasi dan secara bertahap sedikit demi sedikit korpus luteum berubah menjadi parut putih yang disebut korpus albikans.
Atresia Folikel
Folikel yang mencapai kematangan hanya 400 buah. Masa subur seorang wanita kurang lebih 30 tahun, dan selama itu hanya sebuah sel telur dilepas setiap bulan. Semua folikel yang gagal berkembang menjadi layu, mungkin sebagai folikel primer atau setelah tingkat apapun selama perkembangan. Pengisutan folikel ini disebut atresia yang tampaknya dimulai dari dalam telur. Peristiwa tersebut diikuti oleh kelayuan sel folikel.
BULUH FALLOPI/BULUH RAHIM
Buluh Fallopi berwujud sepasang bangunan yang membentang dari indung telur ke rahi, terbungkus lipatan peritoneum yang merupakan pinggir bebas atas ligamentum latum. Ujung buluh yang menghadap indung terluar terbuka langsung ke ruang peritoneum sedangkan yang lain bermuara ke dalam rongga rahim.
Bagian-bagain Buluh Rahim
Buluh rahim terbagi menjadi 4 bagian:
1. Infundibulum, berbentuk corong terbuka ke arah peritoneum. Bibirnya berumbai yang disebut fimbria
2. Ampula, penggal tengah yang melebar, mencakup 2/3 bagian panjang buluh dan berdinding tipis.
3. Ismus, lanjutan ampula, langsing dan sempit, menghubungkan ampula dengan rahim.
4. Bagian (interstisial) intramural¸lanjutan saluran buluh yang menembus dinding rahim.
Makin dekat ke rahim, dinding buluh makin tebal, sementara itu lumennya semakin sempit.
Lapis-lapis dinding buluh rahim:
1. Lapis mukosa2. Lapis otot3. Lapis serosa
18
RAHIM/UTERUS
Rahim merupakan bagian saluran reproduksi yang berdinding tebal dan ujungnya menonjol ke dalam bagian atas vagina. (1) bagian atas yang melebar disebut badan rahim (corpus uteri); (2) bagian bawah yang berbentuk silinder disebut leher rahim (cervix uteri). Bagian leher yang menonjol ke dalam rahim disebut portio vaginalis. Istilah fundus diperuntukkan bagi bagian ujung atas rahim yang membulat, tempat kedua ujung
buluh rahim berakhir. Ismus ialah bagian sempit, peralihan dari badan ke leher rahim.
Lapisan Dinding Rahim
1. Perimetrium2. Miometrium3. Endometrium
Perimetrium
Perimetrium merukan serosa khas terdiri atas selapis sel mesotel ditopang oleh jaringan ikat tipis. Dikiri kanan organ ini, perimetrium melanjutkan diri menjadi ligamentum latum. Bagian setengah bawah permukaan anterior tempat berhimpitan denagn kandung kemih, tidak mempunyai perimetrium.
Miometrium
Miometrium berupa dinding otot polos padat setebal kira-kira 12-15 cm. Selama kehamilan ukurannya dapat bertambah. Dapat dibedakan tiga lapisan otot walaupun batas-batas kurang jelas karena adanya berkas-berkas yang saling berselusup.
1. Lapis otot dalam terutama dibentuk oleh serat-serat yang tersusun memanjang disebut stratum subvaskular.
2. Lapis otot tengah yang tebal, seratnya tersususun melingkar dan serong dilengkapi dengan banyak pembuluh darah disebut struma vaskular.
3. Lapis otot luar memanjang yang tipis tepat di bawah peritoneum disebut stratum supravaskular.
19
Endometrium
Endometrium (mukosa), yang melekat erat pada miometrium dibawahnya, merupakan sasaran perubahan sesuai daur kegiatan pergetahan ovarium, perubahan ini berpuncak dengan kerusakan sebagian mukosa yang berakibat terjadinya perdarahan yang disebut menstruasi/haid. Haid terjadi secara khas ddengan selang waktu sekitar 28 hari dan berlangsung selama 3-5 hari. Hari pertama haid dihitung sebagai hari pertama daur haid.
Serviks Uteri
Serviks adalah bagian uterus terbawah yang berbentuk silindris. Bagian ini berbeda struktur histologinya dari bagian uterus lainnya. Pelapisnya terdiri dapi epitel selapis silindris penghasil mukus. Serviks memiliki sedikit serat otot polos dan banyak jaringan ikat padat (85%). Bagian luar serviks yang menonjol ke dalam lumen vagina (dari bahasa latin yang berarti sarung) ditutupi oleh epitel berlapis gepeng.
Mukosa serviks mengandung kelenjar serviks mukosa, yang bercabang banyak. Mukosa ini tidak mengelupas selama menstruasi, meskipun kelenjar-kelenjarnya mengalami sedikit perubahan struktur selama siklus menstruasi. Bila saluran kelenjar ini tersumbat, sekret yang tertahan berakibat pelebaran yang membentuk kista nabothi. Selama kehamilan, kelenjar mukosa serviks berproliferasi dan mengeluarkan banyak mukus yang lebih kental.
Sekret serviks berperan penting dalam pembuahan ovum. Pada saat ovulasi, sekret mukosa bersifat cair dan memungkinkan masuknya spermatozoa ke dalam uterus. Pada fase luteal atau kehamilan, kadar progesteron mengubah sekret mukosa sehingga menjadikannya lebih kental dan mencegah masuknya mikroorganisme, juga sperma, ke dalam korpus uteri. Pelebaran serviks yang mendahului kelahiran adalah akibat kolagenolisis hebat, suatu proses yang mempermudah pelunakan.
1. Siklus Menstruasi
Meskipun siklus menstruasi dapat dikatakan mempunyai fase prolifrasi, fase sekresi atau luteal, dan fase menstruasi, tetapi perubahan struktural yang terjadi selama siklus itu terjadi secara berangsur.
a. Fase proliferasiSetelah fase menstruasi, mukosa uterus tersisa lapis jaringan ikat tipis (lamina propia) yang mengandung bagian-bagian basal dari kelenjar. Fase proliferasi juga dikenal dengan fase folikular karena bertepatan dengan pembentukan folikel ovarium dan produksi estrogen. Proliferasi sel berlanjut dan membentuk kembali kelenjar-kelenjar dan epitel permukaan yang melapisis endometrium. Terjadi juga proliferasi sel jaringan ikat dan peletakkan subastansi dasar dalam lamina propia, berakibat tumbuhnya endometrium secara keseluruhan. Pada akhir fase proliferasi, tebal endometrium sekitar 2-3 mm, dan
20
kelenjar-kelenjar merupakan tubulus lurus-lurus dengan lumen sempit. Sel-sel ini berangsur menimbun lebih banyak sisterna retikulum endoplasma kasar dan kompleks Golgi bertambah besar sebagai persiapan untuk aktivitas sekresi. Arteri spiralis tumbuh ke dalam stroma baru.
b. Fase sekresi atau fase lutealFase ini dimulai setelah ovulasi dan bergantung pada progesteron yang di sekresi oleh korpus luteum. Bekerja pada kelenjar-kelenjar yang telah berkembang oleh kerja estrogen, progesteron merangsang sel-sel kelenjar untuk menghasilkan glikoprotein yang akan merupakan sumber utama bagi nutrisi embrio sebelum terjadi implantasi.
Kelenjar-kelenjar menjadi berkelok-kelok dan sel epitel mulai menimbun glikogen dibawah intinya. Kemudian jumlah glikogen berkurang, dan produk sekresi glikoprotein melebarkan lumen kelenjar. Dalam fase ini endometrium mencapai lebar maksimumnya sebagai akibat penimbunan sekret dan edema dari stroma. Pemanjangan dan berkelok-keloknya arteri spiralis berlanjut dan meluas ke dalam bagian superfisial endometrium.
c. Fase menstruasi
21
Bila tidak terjadi pembuahan dan implantasi ovum dilepaskan ovarium, maka korpus luteum secara spontan berhenti berfungsi. Kadar progesteron dan estrogen dalam darah dengan cepat turun, dan endometrium yang dibentuk sebagai respons terhadap hormon-hormon ini mengalami involusi dan sebagian dilepaskan. Pada akhir fase sekresi, dinding arteri spiralis berkerut, menutup aliran darah dan mengakibatkan iskemia, yang menyebabkan matinya dinding dan lapisan fungsional endometrium. Pada saat ini pembuluh darah diatas pengerutan ini pecah, dan mulailah terjadi perdarahan. Sebagian endometrium dilepaskan. Pada akhir fase menstruasi, endometrium hampir selalu menipis sampai hanya tersisa lapisan basal, mengandung ujung basal dari kelenjar endometrium.
2. Implantasi dan KehamilanImplantasi terjadi bila endometrium berada dalam fase sekresi. Kelenjar uterus mengandung glikoprotein dan glikogen, pembuluh-pembuluh melebar, dan lamina propia sedikit sembab. Setelah implantasi embrio, endometrium mengalami perubahan besar dan disebut desidua. Sel-sel stroma membesar dan berbentuk poligonal dan disebut sel desidua. Desidua dapat dibagi dalam desidua basalis, terletak diantara embrio dan miometrium; desidua kapsularis, diantara embrio dan lumen uterus; dan desidua parietalis, desidua selebihnya.
Plasenta
Terdiri atas bagian fetus (korion) dan bagian ibu (desidua basalis).
A. Bagian FetusMemiliki lempeng korion pada tempat munculnya vili korion. Vilus ini terdiri atas pusat jaringan ikat yang berasal dari mesenkim ekstraembrional, dikelilingi oleh
22
sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas. Sinsisiotrofoblas menetap hingga akhir kehamilan, tetapi sitotrofoblas secara berangsur menghilang selama paruh kedua kehamilan. Meskipun sitotrofoblas mengalami proliferasi hebat, seiring engan pelebaran sel selama awal pembentukan plasenta, pada paruh kedua kehamilan, proliferasi melambat sementara penyatuan masih berlanjut. Hal ini berakibat halnya sel-sel sititrofoblas, yang ikut digabung dalam sinsium yang sedang tumbuh.Vilus korion dapat terjulur bebas atau tertambat pada desidua basalis. Keduanya memiliki struktur sama, tetapi yang bebas tidak mencapai desidua, sedangkan viilus korion yang tertambat akan terbenam di dalam desidua basalis. Permukaan vilus bermandikan darah dari lakuna desidua basalis; disinilah terjadi pertukaran substansi antara darah ibu dan fetus.
B. Bagian MaternalBagian maternal plasenta yaitu desidua basalis, memasok darah arteri kepada dan menerima darah vena dari lakuna yang terletak diantara vili sekunder. Walapun pembuluh darah itu terbuka selama implantasi, pembuluh fetus yang terdapat dalam vili sekunder tetap utuh. Darah vetus dan darah ibu tidak bercampur.Selama kehamilan, sel-sel dari stroma jaringan ikat desidua basalis dan sedikit sel dari desidua parietalis dan desidua kapsularis membentuk sel-sel desidua.
Sel-sel ini besar dan memperlihatkan ciri sel pembuat protein; yaitu prolaktin dan senyawa lain.
Vagina
Dinding vagina tidak mengandung kelenjar dan terdiri atas 3 lapisan: mukosa, lapisan muskular, dan adventisia. Lendir yang terdapat dalam lumen vagina berasal dari kelenjar serviks uteri.
Epitel dari lapisan mukosa adalah berlapis gepeng. Sel-selnya mungkin mengandung sedikit keratohialin. Tetapi proses pertandukan intensif seperti hal-halnya sel-sel yang berubah menjadi lempeng-lempeng keratin, seperti pada epitel berlapis tanduk, tidak terjadi disini. Di bawah pengaruh estrogen, epitel vagina membuat dan mengumpulkan banyak glikogen, yang dikeluarkan de dalam lumen vagina bila sel-sel vagina mengelupas. Baktteri di dalam vagina memetabolisir glikogen dan membentuk asam laktat, yang berfungsi memelihara pH rendah dalam vagina.
23
Lamina propia dari mukosa vagina terdiri atas jaringan ikat longgar dengan banyak serat elastin. Di antara sel-sel yang ada, terdapat limfosit dan neutrofil dalam jumlah relatif besar. Di lamina propia tidak ada kelenjar tetapi sangat vaskular yang menjadi sumber eksudat cair yang merembas melalui epitel gepeng selama rangsangan seksual. Mukosa vagina dapat dikatakan tidak memiliki ujung saraf sensoris, dan beberapa ujung saraf bebas yang ada agaknya adalah serat nyeri.
Lapisan muskularis vagina terutama terdiri atas berkas memanjang serat otot polos. Ada sedikit berkas serat melingkar, terutama pada bagian yang paling dalam.
Di luar lapisan muskular, sebuah lapisan jaringan ikat padat, yaitu adventisia, kaya akan serat elastin tebal, menyatukan vagina dengan jaringan sekitarnya. Kelenturan vagina yang sangat berhubungan dengan banyaknya serat elastin dalam jaringan ikat dari dindingnya. Di dalam jaringan ikat ini terdapat pleksus venosus luas, berkas saraf, dan kelompok-kelompok sel saraf.
24
Nama : Marleni Mirlyanti Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2007730078
Pertanyaan : 4. Jelaskan hormon-hormon apa saja yang berperan dalam siklus haid!
Hormone-hormon yang berperan pada siklus haid
- GnRH (gonadotropin releasing hormone)
- FSH (follicle stimulating hormone)
- LH (Luteinzing hormone)
- Estrogen
- Progesterone
Empat fase dalam siklus haid:
1. Fase menstruasi
2. Fase folikuler
Pada fase awal siklus, kadar FSH dan LH relative tinggi dan memicu proses maturasi 10-
20 folikel. Kadar FSH dan LH yang tinggi disebabkan oleh kadar estrogen dan
progesterone yang rendah pada fase haid sebelumnya. Selama dan setelah haid, kadar
estrogen relative rendah namum akan kembali meningkat setelah masuk fase proliferasi
3. Ovulasi
Fase folikuler proses pematangan menyebabkan menikgkatnya kadar estrogen.
Hipotalamus dapat mengenali peningkatan progesterone tersebut memberi respon
melepaskan GnRH. Selanjutnya GnRH memicu hipofisis untuk mengeluarkan LH dan
FSH.
4. Fase luteal
Sel-sel granulosa dari sisa folikel yang telah mengalami luteunusasi dan sisa folikel
berubah menjadi corpus lutem. Pada pasca ovulasi, corpus luteum merupakan sumber
estrogen dan progesterone utama dari ovarium. Bila terjadi konsepsi, struktur corpus
luteum dipertahankan oleh hCG yang dihasilkan oleh hasil konsepsi. Bila tidak terjadi
konsepsi, corpus luteum mengalami regresi dan siklus haid. akan dimulai kembali.
25
Nama : Yutika Adnindya Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2012730159
Pertanyaan : 5. Jelaskan definisi dan klasifikasi amenorea!
Definisi
Amenorea adalah tidak terjadinya menstruasi selama usia subur. Keadaan ini merupakan gejala, bukan diagnosis. Penyebab amenore paling umum adalah fisiologis, misalnya kehamilan, menyusui atau nifas. Jika patologis, amenore dapat disebabkan oleh gangguan genetic, anatomi atau endokrin dan dikelompokkan sebagai amenore primer atau sekunder.
AMENORE PRIMER
Amenore primer adalah tidak pernah terjadinya menstruasi hingga umur 16.5 tahun atau dalam 2 tahun setelah tanda – tanda kelamin sekunder berkembang penuh. Kasus ini jarang terjadi (0.1% - 2.5%) dan faktor penyebab amenore primer secara patofisiologis dapat diklasifikasikan melalui pemeriksaan fisik, dengan penekanan pada perkembangan payudara (tanda – tanda kelamin sekunder), genitalia eksterna dan ada tidaknya uterus. Paling sering genitalia eksterna normal.
Genitalia Ambigu
Pasien – pasien dengan genitalia ambigu biasanya terpajan oleh androgen yang berlebihan sejak dalam kandungan. Biasanya dijumpai pada usia yang lebih muda.
Ada Perkembangan Payudara dan Uterus
Amenore primer dengan perkembangan payudara normal dan uterus terjadi pada sepertiga kasus. Seperempat dari kasus ini disebabkan oleh hiperprolaktinemia. Lainnya disebabkan oleh estrogen eksogen. Sisanya mempunyai diagnosis serupa dengan pasien amenore sekunder. Karena itu harus dilakukan pemeriksaan dan pengobatan seperti untuk amenore sekunder.
Tidak Ada Perkembangan Payudara dan Ada Uterus
Kategori ini merupakan kondisi yang paling sering ditemui pada pasien – pasien dengan amenore primer.
Kegagalan Gonad
Penyebab kegagalan gonad terutama kromosomal atau genetic: tidak adanya sebagian atau seluruh kromosom X (misalnya 45,X,46,XX, p- atau q-), mosaisisme (misalnya X/XX),
26
disgenesis gonad XX dan XY murni dan defisiensi 17 alfa hidroksilase (dengan kariotipe 46,XX).
Untuk perkembangan ovarium normal diperlukan dua atau lebih kromosom X normal. Tanpa itu, pita fibrosa (garis gonad) seringkali menggantikan perkembangan ovarium normal, dan tidak ada produksi hormone ovarium serta tanda – tanda kelamin sekunder. Pada kasus – kasus ini, kadar gonadotropin tinggi seperti pada gagal ovarium. Stigma kelainan kromosom X lainnya adalah tubuh pendek (<63 inci) dan kelainan mayor kardiovaskular atau ginjal pada sepertiga pasien.
Kelainan kromosom X yang paling lazim adalah sindrom Turner (45,X) yang terjadi pada 1 dari 2000 kelainan hidup. Individu dengan sindrom Turner atau mosaisisme Turner (45,X/XX) mempunyai migrasi normal oogenia ke daerah genital. Meskipun sebagian perkembangan ovarium janin dapat terjadi, akan segera mengalami degenerasi yang dipercepat, menghasilkan ovarium berbentuk garis. Individu dengan mosaisisme pernah dilaporkan mengalami menstruasi singkat tetapi sangat jarang terjadi konsepsi. Wanita dengan kehilangan lengan pendek kromosom X secara fenotip menyerupai wanita dengan 45,X.
Disgenesis gonad dianggap murni jika oogonia primitive tidak bermigrasi ke daerah genital, menghasilkan gonad seperti garis yang tidak dapat menghasilkan hormone. Gangguan genetic yang mungkin terjadi ini termasuk tinggi tubuh normal dan mempunyai fenotip 46,XX, dan 46,XY. Jika kesalahan perkembangan ini terjadi pada 46,XX, tidak ada hormone ovarium yang dihasilkan. Namun perkembangan genitalia interna dan eksterna tidak tergantung pada estrogen. Biasanya menyebabkan amenore primer. Jika sindrom ini tidak lengkap, sebagian kecil individu ini dapat memiliki beberapa folikel dan sekali sekali mengalami menstruasi. Pada kariotipe 46,XY kegagalan sel benih primitive untuk bermigrasi ke daerah genital menghasilkan gonad garis yang tidak menghasilkan testosterone atau hormone penghambat mulleri (MIH). Hasilnya genitalia eksterna dan interna adalah wanita. Karena tidak menghasilkan estrogen, tidak terjadi perkembangan payudara dan pasien biasanya mendatangi dokter lebih karena tertundanya onset pubertas disbanding amenore primer.
Pasien dengan defisiensi 17 alfa-hidroksilase sangat jarang. Pasien ini mengalami kekurangan enzim yang diperlukan untuk mengubah progesterone menjadi kortisol, dan karenanya mempunyai kadar progesterone tinggi dan kortisol rendah. Dapat mengalami hypernatremia (dengan hipertensi) dan hypokalemia disamping peningkatan ACTH dan mineralokortikoid. Pasien pasien ini memerlukan penggantian steroid seks dan kortisol.
Kelainan SSP-Hipotalamus-Hipofisis
Pasien dengan lesi ini mempunyai kadar gonadotropin dan estrogen yang rendah.
Gangguan hipotalamus. Fungsi hipotalamus normal memerlukan pelepasan pulsatile. GnRH dari nucleus arkuatus ke dalam system portal hipofisis sekitar setiap jam. GnRH menyebabkan pelepasan LH dan FSH dari hipofisis yang memacu pertumbuhan folikel ovarium dan ovulasi.
27
Tidak adanya GnRH, transport abnormal GnRH, atau adanya pulsatile GnRH yang abnormal akan menghasilkan hipogonadisme hipogonadotropik.
Gangguan Transpor GnRH. Keadaan – keadaan yang akan memengaruhi transport GnRH adalah keadaan yang merusak nucleus arkuatus atau menekan atau mengganggu tangkai hipofisis. Masalah – masalah ini meliputi trauma, tumor (misalnya kraniofaringioma, germinoma, glioma, teratoma atau tumor sinus endodermal), penyakit – penyakit Hand-Schuller-Christian, sarkoidosis, tuberculosis dan radiasi.
Gangguan Produksi Pulsatil GnRH. Jika frekuensi atau amplitude pulsatile GnRH sangat berkurang, hanya sedikit atau tidak ada FSH dan LH yang akan dilepaskan, tidak ada folikel ovarii yang akan berkembang dan estradiol tidak akan disekresi. Meskipun mungkin idiopatik, keadaan ini juga terlihat pada anak perempuan pre pubertas dan pasien – pasien dengan anoreksia nervosa, stress berat, kelaparan, latihan berat berkepanjangan dan hiperprolaktinemia. Jika frekuensi atau amplitude pulsatile GnRH tidak terlalu berkurang, mungkin terdapat pengurangan produksi LH dan FSH yang dapat menghasilkan insufesiensi stimulasi folikel untuk perkembangan penuh dan ovulasi, tetapi estradiol akan disekresi. Keadaan ini dapat juga idiopatik atau terjadi akibat stress, hiperprolaktinemia, aktivitas atletik berat atau gangguan makan sejak dini.
Ada Perkembangan Payudara dan Tidak Ada Uterus
Agenesis Uterovagina Kongenital (Sindrom Rokitansky-Kuster-Hauser)
Biasanya tidak adanya uterus kongenital merupakan defek perkembangan tersendiri yang terjadi pada 1 dari 4000-5000 kelahiran wanita. Keadaan ini menyebabkan sekitar 15% individu dengan amenore primer. Ovarium berfungsi normal. Karena itu biasanya individu – individu ini mempunyai perkembangan seksual sekunder normal dan tidak ada endokrinopati. Namun tidak ditemukan uterus dan vagina bagian atas (atau seluruhnya). Kelainan lain yang menyertai adalah kelainan ginjal (sepertiga), tulang rangka (seperdelapan) dan peningkatan angka kelainan jantung dan berbagai kelainan lain.
Insesitivitas Androgen
Amenore primer seringkali merupakan alasan bagi seseorang dengan kariotipe 46,XY tetapi memiliki fenotip wanita untuk mencari bantuan medis. Janin tidak membentuk genitalia laki – laki kecuali terdapat testosterone dan metabolit aktifnya, dihidrotestosteron (DHT). Karena itu gangguan apapun dalam produksi testosterone janin, gangguan metabolism atau gangguan reseptor testosterone akan menghasilkan fenotip wanita. Disamping itu, testis janin menghasilkan faktor penghambat mulleri (MIF) yang menyebabkan regresi struktur mulleri (misalnya uterus, tuba uterine dan dua per tiga atas vagina).
28
Insensitivitas androgen (feminisasi testikuler) terjadi pada produksi testosterone janin normal akibat tidak ada atau rusaknya reseptor androgen pada primordium genital dan duktus mesonefrik. Karena produksi MIF normal, struktur mulleri mengalami regresi dan tidak ada tuba uterine, uterus, atau vagina bagian atas. Karena sebagian pasien – pasien ini menghasilkan estrogen, perkembangan payudara mungkin normal dan kelainan mungkin tidak terdiagnosis sampai dilakukan pemeriksaan karena amenore primer.
Tidak Ada Perkembangan Payudara dan Uterus
Semua defek enzimatik dalam biosintesis testosterone yang terjadi sebelum produksi androstenedion akan menghasilkan individu dengan genitalia eksterna wanita tetapi tidak ada struktur mulleri. Jika defek enzimatik terjadi setelah androstenedion terbentuk tetapi tidak ada produksi testosterone, pasien akan memiliki genitalia eksterna ambigu dan tidak ada struktur mulleri.
Kelompok ini termasuk <1% semua pasien amenore primer dan terdiri dari defisiensi 17,20-desmolase, agonadisme, dan defisiensi 17 alfa-hidroksilase (46,XY). Biasanya berkariotipe laki – laki, dan memiliki kadar gonadotropin yang meningkat dan kadar testosterone normal atau dibawah rentang normal untuk wanita. Dengan adanya defisiensi 17,20-desmolase dan 17 alfa-hidroksilase, individu akan mengalami defek enzimatik pada jalur sintesis testosterone. Akibatnya pada individu tersebut akan berkembang genitalian eksterna wanita, bukan pria. MIF dihasilkan oleh testis, menyebabkan regresi genitalia interna wanita.
Regresi testis janin pada umur <7 minggu menghasilkan gambaran klinis yang tidak dapat dibedakan dari disgenesis gonad murni. Jika regresi testis terjadi antara 7 – 13 minggu, produksi MIF dan testosterone memiliki cukup waktu untuk memengaruhi diferensiasi genital sehingga menghasilkan genitalia ambigu.
AMENORE SEKUNDER
Amenore sekunder adalah tidak adanya menstruasi >6 bulan pada wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi normal atau tidak adanya menstruasi selama 3 interval tertentu pada wanita dengan oligomenore. Amenore sekunder terjadi pada 0,7%-3% wanita. Keadaan ini dipredisposisi oleh umur (<25 tahun), ketidak teraturan menstruasi sebelumnya, beban emosi yang luar biasa atau beban fisik yang nyata.
Disfungsi Ovarium
Penyebab disfungsi paling umum adalah ovarium polikistik (sindrom Stein-Leventhal). Penemuan patologi berupa ovarium dengan folikel-folikel kecil, multiple di antrum, jaringan stroma yang berkembang baik dan pseudokapsul yang tebal. Kelainan ini diyakini akibat peningkatan androgen (baik dari ovarium maupun kelenjar adrenal) diikuti perubahan menjadi
29
estrogen dalam jaringan lemak. Karena kadar steroid seks yang terikat globulin rendah, maka kadar estrogen bebas meningkat. Peningkatan estrogen memacu hipofisis untuk meningkatkan perbandingan LH/FSH yang menyebabkan penyimpangan perkembangan folikel, anovulasi dan peningkatan produksi androgen ovarium. Androgen sebaliknya mengubah estrogen lebih banyak lagi sehingga terjadi lingkaran setan. Amenore dapat primer atau sekunder.
Gagal Ovarium
Gagal ovarium primer ditandai dengan adanya peningkatan gonadotropin dan rendahnya estradiol (hipogonadisme hipergonadotropik). Gagal ovarium sekunder ditandai dengan kadar gonadotropin normal atau rendah dan rendahnya estradiol (hipogonadisme hipergonadotropik) dan biasanya sekunder karena disfungsi hipotalamus. Jika ovum habis <35 tahun, gagal ovarium dianggap premature dan akibatnya terjadi menopause premature.
Penyebab gagal gonad primer meliputi gagal ovarium premature idiopatik, defek enzim steroidogenik, hermafrodit sejati, disgenesis gonad, sindrom resistensi ovarium, trauma pasca ooforektomi (setelah wedge resection atau bivalve operation), ooforitis autoimun, pasca infeksi, pasca radiasi dan pasca kemoterapi. Sebagian besar penyebab ini terbukti melalui anamnesis dan pemeriksaan yang cermat.
Resistensi ovarium (sindrom Savage) ditandai dengan ovarium yang berisi sel benih primordial dan peningkatan kadar FSH dan LH yang bersirkulasi. Dipercayai juga telah terjadi resistensi reseptor.
Penyebab Sistemik
Selain proses – proses yang sudah disebutkan, obesitas juga dapat menyebabkan amenore, mungkin karena mekanisme ketidakseimbangan hormone yang sama dengan yang dijumpai pada sindrom ovarium polikistik. Endokrinopati lain yang dapat menyebabkan obesitas meliputi hipotiroid, penyakit Addison, sindrom Chusing dan gagal ginjal kronis.
30
Nama : Fitra Hadi Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2012730138
Pertanyaan : 6. Jelaskan penyebab dan penatalaksanaan medikamentosa pada kasus!
Klimakterium
Klimakterium adalah suatu masa dimana seorang peremupan lewat dari masa reproduksi ke
transisi menopause hingga tahun-tahun pascamenopause, terjadi pada umur rata-rata 45 – 65
tahun. Perimenopause adalah suatu masa peralihan menopause yang terjadi beberapa tahun
sebelum menopause, yang meliputi perubahan dari siklus-siklus ovulatorik menjadi anovulatorik,
dengan tanda ketidateraturan haid.
Penurunan sekresi inhibin oleh folikel-folikel ovarium dimulai sekitar umur 35 tahun dan
menjadi lebih cepat setelah umur 40 tahun. Penurunan inhibin memungkinkan peningkatan FSH
yang mencerminkan berkurangnya reaktivitas dan kemampuan folikel karena ovarium menua.
Pramenopause adalah suatu masa menjelang menopause yang terjadi pada umur rata-rata 40 – 50
tahun. Ketika perempuan mencapai umur 40-an, anovulasi menjadi lebih menonjol, panjang
siklus haid meningkat. Durasi fase folikuler adalah penentu utama panjang siklus. Perubahan
siklus haid sebelum menopause ditandai oleh peningkatan kadar hormon penstimulasi folikel
(FSH) dan penurunan kadar inhibin, tetapi dengan kadar hormon luteinisasi (LH) yang normal
dan kadar estradiol yang sedikit meninggi.
Menopause
Segera sesudah menopause tidak ada folikel ovarium yang tersisa. Terjadi peningkatan FSH 10 –
20 kali lipat dan peningkatan LH sekitar 3 kali lipat dan kadar maksimal dicapai 1 – 3 tahun
pascamenopause, selnjutnya terjadi penurunan yang bertahap, walaupun sedikit pada kedua
gonadotropin tersebut. Peningkatan kadar FSH dan LH pada saat kehidupan merupakan bukti
pasti terjadinya kegagalan ovarium. Segera sesudah menopause ovarium menyekresi terutama
androstenedion dan testosteron. Kadar androstenedion yang disirkulasi adalah satu setengah kali
sebelum menopause. Androstenedion pascamenopause sebagian besa berasal dari kelenjar
adrenal, sebagian kecil dari ovarium. Produksi testosteron turun sekitar 25% pascamenopause,
produksi estrogen oleh ovarium tidak berlanjut setelah menopause. Namun, kadar estrogen tetap
31
bermakna terutama karena konversi ekstraglandular dari androstenedion dan testosteron menjadi
estrogen.
Gejala
Gejala yang sering dijumpai berhubungan dengan penurunan folikel ovarium, dan kemudian
kehilangan estrogen pascamenopause adalah sebagai berikut.
Gangguan pola haid, termasuk anovulasi dan penurunan fertilitas, frekuensi haid yang tak
teratur dan kemudian diakhiri dengan amenorea
Hot flushes beberapa derajat dan berkeringat, dipandang sebagai ciri khas klimakterium
(suatu masa dimana perempuan lewat dari masa reproduksi ke transisi menopause hingga
tahun-tahun pascamenopause, terjadi pada umur rata-rata 45 – 65 tahun) yang dialami
oleh sebagian besar perempuan masa pascamenopause,berupa dimulainya kulit kepala,
leher, dan dada kemerahan secara mendadak disertai perasaan panas yang hebat dan
kadang-kadang diakhiri dengan berkeringat yang banyak.
Atrofi genitourinaria menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi kulitas hidup.
Uretritis dengan disuria, inkontinensia urgensi, dan meningkatnya berkemih merupakan
gejala lanjutan dari penipisan mukosa uretra dan kandung kemih. Karena kehabisan
estrogen, vagina kehilangan kolagen, jaringan adipose dan kemampuan untuk
mempertahankan air. Ketika dinding vagina mengerut, rugae akan mendatar dan lenyap.
Osteoporosis
Tulang adalah organ yang sangat aktif, mempunyai proses berkelanjutan yang disebut
remodeling tulang, yang melibatkan resorpsi (aktivitas osteoklastik) dan formasi
(aktivitas osteoblastik) yang konstan. Osteoblas ataupun osteoklas berasal dari
progenitor-progenitor sumsum tulang, osteoblas dari sel-sel induk mesenkimal, dan
osteoklas dari turunan sel darah putih hematopoetik. Sitokin terlibat dalam proses
perkembangan ini, sebuah proses yang diregulasi oleh steroid-steroid seks. Penuaan dan
hilangnya estrogen, keduanya menyebabkan aktivitas osteoklastik berlebihan. Penurunan
asupan dan/atau absorpsi kalsium menurunkan kadar kalsium terionisasi dalam serum.
Hal ini menstimulasi sekresi hormon paratiroid (PTH) untuk memobilisasi kalsium dari
tulang melalui stimulus langsung pada aktivitas osteoklastik. Peningkatan PTH juga
menstimulasi produksi vitamin D untuk meningkatkan absorbsi kalsium usus. Defisiensi
32
estrogen berhubungan dengan responsitivitas tulang yang lebih besar terhadap PTH.
Kadar PTH berepa pun, lebih banyak kalsium yang diambil dari tulang, meningkatkan
kalsium serum, yang pada gilirannya menurunkan PTH dan menurunkan vitamin D serta
absorpsi kalsium oleh usus.
Osteoporosis adalah berkurangnya massa tulang dengan rasio mineral terhadap matriks
yang normal, menyebabkan terjadinya peningkatan kejadian fraktur.
Kerangka tulang terdiri dari dua macam. Tulang kortikal (tulang rangka perifer)
bertanggung jawab pada 80% dari seluruh tulang, sedangkan tulang trabekular (tulang
rangka aksial): kolumna vertebralis, panggul, femur proksimal (membentuk suatu
struktur tawon yang dipenuhi oleh sumsum tulang dan lemak, sehingga mengakibatkan
luas permukaan yang lebih besar tiap kesatuan)
Risiko fraktur akibat osteoporosis akan bergantung pada massa tulang saat menopause
dan kecepatan hilangnya tulang pascamenopause. Setelah menopause kehilangan massa
tulang trabekular serta kehilangan massa tulang total 1 – 1,5% per tahun. Percepatan
kehilangan ini berlangsung menurun selama 5 tahun, tetapi tetap berlanjut sesuai dengan
penuaan. Selama 20 tahun pertama setelah menopause reduksi tulang trabekular 50% dan
reduksi tulang kortikal 30%.
Penatalaksanaan
Terapi hormon dengan estrogen atau kombinasi estrogen + progesteron pascamenopause
adalah pilihan yang harus dipertimbangkan oleh hampir semua perempuan sebagai bagian
penting dari program kesehatan preventif.
Pemberian estrogen dapat berefek positif terhadap massa tulang, yang dapat
meningkatkan aktifitas osteoblas, memperpanjang umur osteosit, dan mempercepat apoptosis
osteoklas.
Terapi hormon yang diberikan yaitu terapi substitusi. Terapi substitusi adalah pemberian hormon
untuk menggantikan hormon yang tidak diproduksi oleh tubuh penderita. Tujuan pemberian
substitusi adalah mencegah atau mengurangi gejala yang timbul akibat hormon tersebut tidak
diproduksi.
Estrogen yang diberikan pada wanita pascamenopause akan secara aktif mengatasi aliran
panas (hot flushes), osteoporosis, atrofi genitalia, dan mungkin juga gangguan mood.
33
Estrogen meningkatkan risiko hiperplasia endometrium dan adenokarsinoma, kecuali jika
ditambahkan progestins (MPA – Medroxyprogesterone Asetat 10 mg p.o per hari). Risiko kanker
payudara meningkat secara moderat yang bergantung pada lama penggunaan dan riwayat
keluarga.
Estrogen Terkonjugasi paling banyak digunakan sebagai terapi keluhan perempuan
menopause. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1942 oleh perusahan Ayerst Kanada sebagai
“Premarin”. Premarin berasal dari urin kuda betina yang sedang hamil, mengandung beberapa
estrogen yang berbeda. Premarin diketahui mengandung dua estrogen yaitu estron dan equilin.
Pada tahun 1970 United States Pharmacopeia (USP) menerangkan estrogen terkonjugasi
mengandung sodium estron sulfat dan sodium equlin sulfat. Efek estrogen premarin yang berasal
dari sodium estron-sulfat (52,5% - 61,5%) dan sodium equlin-sulfat (22,5% - 30,5%). Pemakaian
terapi estrogen oral yang digunakan adalah 0,625 mg equin estrogen terkonjugasi, atau 1,25 mg
estron sulfat.
34
Nama : Putri Intan Nurrahma Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2012730147
Pertanyaan : 7. Jelaskan penatalaksanaan non-medikamentosa pada kasus!
A. Promotif dan Edukatif
Berikan konseling bahwa berhentinya haid (menopause) adalah hal yang fisiologis dan
akan dialami oleh semua wanita.
Antara usia sekitar 25 tahun dan menopause, resorpsi tulang (proses pemecahan tulang)
dan pembentukan tulang mencapai titik yang seimbang dalam mempertahankan massa
tulang keseluruhan. Setelah menopasue, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang,
sehingga mengarah kepada penurunan massa tulang yang cepat.
Risiko seseorang terkena osteoporosis dan patah tulang oleh kerapuhan ditentukan oleh
sejumlah faktor:
Riwayat keluarga osteoporosis dan patah tulang
Obat-obatan: pasien yang menggunakan salah satu obat berikut harus berkonsultasi
dengan dokter tentang peningkatan risiko untuk kesehatan tulangL glukokortikosteroid,
obat imunosupresan, kelebihan terapi hormon tiroid, hormon steroid tertentu, inhibitor
aromatase, obat antipsikotik tertentu, obat antikonvulsan atau obat antiepilepsi, lithium;
antasida; inhibitor pompa proton
Pengobatan glukokortikoid adalah penyebab paling umum dari osteoporosis yang
diakibatkan oleh obat, dengan kehilangan tulang yang cepat terjadi dalam 6 bulan
pertama pengobatan.
Menopause prematur (sebelum usia 40 tahun) dan menopause dini (antara 40-45 tahun).
Riwayat kerapuhan patah tulang
Gaya Hidup
- Aktivitas fisik yang kurang
- Kurang Nutrisi
- Merokok
- Minuman beralkohol
35
B. Preventif
Untuk mengurangi dan mencegah risiko osteoporosis teruatama pasca menopause dilakukan
dengan memperbaiki faktor risiko osteoporosis yang dapat dimodifikasi dengan cara:
Olahraga
Olahraga minimal 30 menit dengan aktivitas fisik intensitas sedang setiap hari untuk
mengurangi risiko penyakit jantung, stroke, osteoporosis, dan kondisi lain yang terkait
dengan penuaan. Individu dengan gaya hidup pasif lebih cenderung mengalami patah
tulang pinggul daripada mereka yang lebih aktif. Lebih giat berolahraga untuk waktu yang
lebih lama dapat membantu penurunan berat badan, dan dapat membantu mengurangi
stress.
Nutrisi
Kalsium
Kalsium adalah sebuah bahan dasar utama dalam kerangka manusia. Kalsium dalam
tulang kita bertindak sebagai sumber persediaan untuk menjaga tingkat kalsium di
darah, yang penting untuk saraf dan fungsi otot. Rekomendasi asupan kalsium harian
bervariasi di setiap negara. Organisasi Kesehatan Dunia / Organisasi Pangan dan
Pertanian merekomendasikan untuk wanita menopause 1300 mg/hari.
Diet harus menjadi sumber utama kalsium. Bagi orang yang tidak bisa mendapat cukup
melalui diet mereka, sumplemen kalsium mungkin bermanfaat. Namun penggunaannya
harus dibatasi 500-600 mg per hari.
Vitamin D
Vitamin D dapat mengurangi risiko patah tulang dengan mengatur tingkat kalsium
dalam tubuh, dan dengan meningkatkan kinerja otot dan keseimbangan. Rekomendasi
vitamin D IOF adalah 800-1000 IU per hari .
Protein
Studi menunjukkan bahwa peserta dengan asupan protein terendah kehilangan 40%
massa otot dibandingkan dengan mereka dengan asupan protein yang tinggi. Agar efek
protein pada kepadatan massa tulang (BMD) dapat diwujudkan, maka hrus disertai
dengan asupan kalsium yang cukup.
Keseimbangan asam basa diet
36
Lingkungan asam mungkin memiliki efek negatif pada pelestarian tulang. Hal ini terjadi
ketika asupan makanan yang memproduksi asam (biji-bijian, sereal dan protein), tidak
seimbang dengan makanan yang memproduksi alkali yang cukup seperti buah dan
sayuran. Diet yang kaya buah dan sayuran telah terbukti berhubungan dengan BMD
yang lebih tinggi dan atau kecenderungan lebih rendah untuk tulang keropos.
Berhenti Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar estrogen, sehingga kadar
estrogen pada orang yang merokok akan cenderung lebih rendah daripada yang tidak
merokok. Wanita pasca menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen
masih akan kehilangan massa tulang.
Jangan mengkonsumsi alkohol
Alkohol dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa tulang
karena adanya nutrisi yang buruk. Hal ini disebabkan karena pada orang yang selalu
menonsumsi alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan mendapatkan
hampir seluruh kalori dari alkohol.
Pertahankan Indeks Massa Tubuh normal
Individu dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) kurang atau lebih dari normal memiliki
peningkatan risiko dua kali lipat patah tulang dibandingkan dengan yang memiliki IMT
normal.
Rencanakan jadwal pemeriksaan rutin
Jangan abaikan nyeri tulang
Osteoporosis terjadi karena kepadatan tulang yang berkurang, membuat tulang menjadi
hancur atau kolaps. Hal ini biasanya akan menimbulkan nyeri tulang pada tubuh dan
bahkan kelainan bentuk. Oleh karena itu, apabila anda merasakan sesuatu yang aneh pada
tulang di bagian tubuh anda seperti terasa nyeri, segeralah kunjungi dokter.
37
Nama : Febridayanti Nur Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2012730126
Pertanyaan : 8. Jelaskan faktor risiko yang menyebabkan menopause!
beberapa faktor lain yang mendukung menopause itu terjadi dan kapan menopause itu terjadi, diantaranya ialah :
1. Usia saat haid pertama kali ( menarche )
Jika seorang wanita pertama kali mengalami menstruasi terbilang dalam usia yang masih belia, maka menopause yang akan terjadi semakin lama.
2. Faktor psikis
Mereka para wanita yang belum menikah dan bekerja sangat mempengaruhi menopause itu lebih cepat terjadi dibanding dengan mereka yang tidak menikah dan tidak bekerja. Hal ini sangat mempengaruhi keadaan psikis wanita.
3. Jumlah anak
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa wanita yang melahirkan banyak anak, cenderung lebih mudah dan lebih cepat mengalami penuaan dini dan mereka makin dekat dengan masa menopause.
4. Usia melahirkan
Ketika seorang wanita melahirkan atau memilii seorang anak dalam usia yang cukup tua misalnya memiliki anak di usia 35 tahun, maka semakin lama wanita tersebut memasuki usia menopause. Hal ini disebabkan oleh ketika seorang dalam masa kehamilan dan persalinan di usia yang cukup tua akan berpengaruh pada lambannya proses sistem kerja dari organ reproduksi dan memperlambat proses penuaan dini
5. Pemakaian kontrasepsi
Pemilihan dalam pemakaian alat kontrasepsi juga dapat mempengaruhi seorang wanita mengalami keterlambatan dalam menopause.
6. Merokok
Rokok memang menjadi salah satu penyebab dari banyak penyakit. Wanita yang suka merokok cenderung lebih cepat mengalami masa menopause.
7. Sosial ekonomi
38
Secara pasti faktor sosial ekonomi belum bisa dipastikan sebagai penyebab menopause. Namun menurut sebuah buku karya DR. Faisal mengungkapkan bahwa menopause dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi termasuk pendidikan dan pekerjaan.
8. Alkohol
Wanita yang mengonsumsi alkohol akan lebih muda memasuki usia menopause dibandingkan dengan wanita yang tidak mengonsumsi
9. Penyakit
Ada beberapa hal yang bisa memicu menopause antara lain penyakit atau gangguan hormonal sehingga estrogen tidak bisa diproduksi kembali. Ada pula perempuan yang tekena penyakit tertentu yang indung telurnya harus diangkat, begitu diangkat maka estrogen tidak diproduksi karena estrogen diproduksi di indung telur
Beberapa penyakit infeksi seperti infeksi kelenjar tiroid, kelebihan hormon prolaktin, kelainan pada kelenjar pitutitary, penyakit autoimun, dan status gizi yang buruk. Mengalami pengangkatan ovarium, menjalani terapi kanker seperti radiasi.
39
Nama : Miranda Audina Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2012730140
Pertanyaan : 9. Bagaimana menopause mempengaruhi terjadinya osteoporosis?
Tulang adalah organ yang sangat aktif, mempunyai proses berkelanjutan yang disebut remodeling tulang, yang melibatkan resorpsi (aktivitas osteoklastik) dan formasi (aktivitas osteoblastik) yang konstan. Osteoblast ataupun osteoklas berasal dariprogenitor-progenitor sumsum tulang, osteoblast dari sel-sel induk mesenkimal, dan osteoklas dari turunan sel darah putih hematopoietik. Sitokin terlibat dalam proses perkembangan ini, sebuah proses yang diregulasi oleh steroid-steroid seks. Penuaan dan hilangnya estrogen, keduanya menyebabkan aktivitas osteoklastik berlebihan. Penurunan asupan dan/atau absorbsi kalsium menurunkan kadar kalsium terionisasi dalam serum. Hal ini menstimulasi sekresi hormone paratiroid (PTH) untuk memobilisasi kalsium dari tulang melalui stimulasi langsung pada aktivitas osteoklastik. Peningkatan PTH juga menstimulasi produksi vitamin D untuk meningkatkan absorpsi kalsium usus. Defisiensi estrogen berhubungan dengan responsivitas tulang yang lebih besar terhadap PTH. Kadar PTH berapapun, lebih banyak kalsium yang diambil dari tulang, meningkatkan kalsium serum, yang pada gilirannya menurunkan PTH dan menurunkan vitamin Dserta absorpsi kalsium oleh usus.
Osteoporosis adalah masalah tulang yang paling menonjol, berkurangnya massa tulang dengan rasio mineral terhadap matriks yang normal, menyebabkan peningkatan kejadian fraktur, dan kejadiannya 4 kali lebih banyak pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap osteoporosis antara lain :
1) Usia
Semua bagian tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia, begitu juga dengan rangka tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30 tahun, jaringan tulang yang dibuat lebih banyak daripada yang hilang. Tetapi setelah usia 30 tahun situasi berbalik, yaitu jaringan tulang yang hilang lebih banyak daripada yang dibuat.
Tulang mempunyai 3 permukaan, atau bisa disebut juga dengan envelope, dan setiap permukaan memiliki bentuk anatomi yang berbeda. Permukaan tulang yang menghadap lubang sumsum tulang disebut dengan endosteal envelope, permukaan luarnya disebut periosteal envelope, dan diantara keduanya terdapat intracortical envelope. Ketika masa kanak- kanak, tulang baru terbentuk pada periosteal envelope. Anak- anak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum melebihi apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal. Pada anak remaja, pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya produksi hormon seks. Seiring dengan meningkatnya usia, pertumbuhan tulang akan semakin berkurang.
40
Proporsi osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia 55-65 tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-85 tahun). Peningkatan usia memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Jadi terdapat hubungan antara osteoporosis dengan peningkatan usia. Begitu juga dengan fraktur osteoporotik akan meningkat dengan bertambahnya usia. Insiden fraktur pergelangan tangan meningkat secara bermakna setelah umur 50, fraktur vertebra meningkat setelah umur 60, dan fraktur panggul sekitar umur 70.
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya osteoporosis. Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan antara wanita dan pria adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%, karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian kortikosteroid yang berlebihan. Secara keseluruhan perbandingan wanita dan pria adalah 4 : 1.
3) Ras
Pada umumnya ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih terutama Eropa Utara, memiliki massa tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada diantara keduanya. Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan pada usia muda terdapat perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan anak kulit putih. Wanita Afrika-Amerika umumnya memiliki massa otot yang lebih tinggi. Massa tulang dan massa otot memiliki kaitan yang sangat erat, dimana semakin berat otot, tekanan pada tulang semakin tinggi sehingga tulang semakin besar. Penurunan massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang semua cenderung lebih lambat daripada wanita berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan hormon di antara kedua ras tersebut.
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang berasal dari negara-negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah terkena osteoporosis daripada yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau Mediterania.
4) Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang di bagian pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada genetika. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih rendah). Riwayat adanya osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam menentukan risiko seseorang mengalami patah tulang.
5) Indeks Massa Tubuh
41
Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan, misalnya pada tulang femur atau tibia.
Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa dihasilkan oleh kelenar adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita, semakin banyak hormon estrogen yang dapat diproduksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka tubuh dari trauma dan patah tulang.
6) Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang. Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih besar dibandingkan yang non-atlet. Proporsi osteoporosis seseorang yang memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan harian tinggi saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah daripada yang memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.
7) Pil KB
Terdapat beberapa bukti bahwa wanita yang menggunakan pil KB untuk waktu yang lama memiliki tulang yang lebih kuat daripada yang tidak mengkonsumsinya. Kontrasepsi oral mengandung kombinasi estrogen dan progesteron, dan keduanya dapat meningkatkan massa tulang. Hormon tersebut dapat melindungi wanita dari berkurangnya massa tulang dan bahkan merangsang pembentukan tulang.
8) Densitas Tulang
Densitas masa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya fraktur. Setiap penurunan 1 SD, berhubungan dengan risiko peningkatan fraktur sebesar 1,5 - 3,0 kali. Faktor usia juga menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya risiko menurut densitas tulang.
9) Penggunan kortikosteroid
Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit, terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat menginduksi terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per hari selama lebih dari 3 bulan.
42
Kortikosteroid akan menyebabkan gangguan absorbsi kalsium di usus, dan peningkatan ekskresi kalsium pada ginjal, sehingga akan terjadi hipokalsemia.Selain berdampak pada absorbsi kalsium dan ekskresi kalsium , kortikosteroid juga akan menyebabkan penekanan terhadap hormon gonadotropin, sehingga produksi estrogen akan menurun dan akhirnya akan terjadi peningkatan kerja osteoklas. Kortikosteroid juga akan menghambat kerja osteoblas, sehingga penurunan formasi tulang akan terjadi. Dengan terjadinya peningkatan kerja osteoklas dan penurunan kerja dari osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif.
10) Menopause
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai.
Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih tinggi daripada formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular karena tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak tulang yang terlepas, tulang trabekular akan melemah.
11) Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok. Wanita pasca menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen masih akan kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan dapat mengalami menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal ), daripada non- perokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan wanita yang tidak merokok.
12) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol lebih dari 750 mL per minggu mempunyai peranan penting dalam penurunan densitas tulang.
Alkohol dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa tulang karena adanya nutrisi yang buruk. Hal ini disebabkan karena pada orang yang selalu menonsumsi alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Disamping akibat dari defisiensi nutrisi, kekurangan vitamin D juga disebabkan oleh terganggunya metabolisme di dalam hepar, karena pada konsumsi alkohol berlebih akan menyebabkan gangguan fungsi hepar.
43
Kerangka tulang terdiri dari dua macam. Tulang kortikal (tulang rangka perifer) bertanggung jawab pada 80% dari seluruh tulang, sedangkan tulang trabecular (tulang rangka aksial): kolumna vertebralis, panggul, femur proksimal (membentuk suatu struktur sarang tawon yang dipenuhi oleh sumsum tulang dan lemak, sehingga mengakibatkan luas permukaan yang lebih besar tiap kesatuan).
Risiko fraktur akibat osteoporosis akan tergantung pada massa tulang saat menopause dan kecepatan hilangnya tulang pascamenopause. Setelah menopause kehilangan massa tulang trabecular serta kehilangan massa tulang total 1-1,5% per tahun. Percepatan kehilangan ini berlangsung menurun selama 5 tahun, tetapi tetap berlanjut sesuai dengan penuaan. Selama 20 tahun pertama setelah menopause reduksi tulang trabecular 50% dan reduksi tulang kortikal 30%.
Tanda dan gejala osteoporosis pascamenopause meliputi nyeri punggung; peurunan tinggi badan dan mobilitas; fraktur pada korpus vertebra, humerus, femur atas, lengan atas sebelah distal, dan iga. Nyeri punggung adalah gejala klinis mayor dari fraktur-fraktur kompresi vertebra, nyeri pada fraktur bersifat akut, dan kemudian mereda setelah 2-3 bulan. Namun, berlanjut sebagai nyeri punggung kronik, karena meningkatnya lordosis lumbal. Nyeri mereda dalam waktu 6 bulan, kecuali bila ada fraktur multiple yang menyebabkan nyeri permanen.
PATOGENESIS TERJADINYA OSTEOPOROSIS
Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentuk tulang). Keadaan ini mengakikatkan penurunan massa tulang. Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu: defisiensi estrogen, faktor sitokin, pembebanan.
Defisiensi estrogen
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut, mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6)dan Tumor NecrosisFactor-Alpha, merupakan sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor yang merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growthfactor)yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas, sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada sel osteoklas.
44
Efek estrogen pada sel osteoblas
Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti dikemukakan diatas bahwasanya sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan betha (ERαdan ERβ)di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan reseptor betha (ER β)10kali lipat dari reseptor estrogen alpha (ERα).
Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-α, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-β(Transforming Growth Factor-βpada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas.
Induksi fungsi suatu sel oleh berbagai faktor yang sangat kompleks serta regulasinya yang berbeda-beda masih sedikit diketahui sampai saat ini. Suatu sitokin, ligand, maupun hormon yang dapat menghambat atau merangsang fungsi suatu sel bergantung pada berbagai hal, di antaranya adalah tingkat aktivasi sel tersebut, sinyal yang memicu, dan waktu (timing), seperti misalnya pada sel makrofag. Hal yang sama terjadi juga pada sel stroma osteoblastik dan osteoblas. Jadi tingkat aktivasi dari sel stroma osteoblastik bergantung pada kontak antara reseptor dan ligand. Estrogen merupakan salah satu yang berfungsi menstimulasi ekspresi gene dan produksi protein pada sel osteoblastik manusia, seperti misalnya produksi OPG, RANK-L, dan IL-6. Besar kecilnya protein yang diproduksi bergantung pada aktivasi sel stroma osteoblastik.
Efek biologis dari estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh sel osteoblastik diantaranya: estrogen receptor-related receptor α (ERRα), reseptor estrogen α, β(ERα, ERβ). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan homeostasis tulang dan berperan akan terjadinya osteoporosis. Dalam sebuah studi didapatkan bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin sangat bervariasi dari masing-masing organ maupun masing-masing spesies, begitu juga terhadap produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada osteoblas manusia (human osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia (human bone marrow stromal cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 dan
TNFα, tidak secara langsung oleh steroid ovarium. Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik dan sel osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi perbedaan produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6, RANK-L, dan OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.
45
Efek estrogen pada sel osteoklas dalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Dengan defisiensi estrogen ini akan terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-α yang lebih lanjut akan diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya RANK-L menginduksi aktivitas JNK1 dan osteoclastogenic activator protein-1, faktor transkripsi c-Fos dan c-Jun. Estrogen juga merangsang ekpresi dari OPG dan TGF- β oleh sel osteoblas dan sel stroma, yang selanjutnya berfungsi menghambat penyerapan tulang dan mempercepat / merangsang apoptosis sel osteoklas (lihat gambar 1)
Gambar 1. Efek estrogen dan sitokin terhadap pengaturan pembentukanosteoklas, aktivitas,danprosesapoptosisnya. Efek estrogen sebagai stimulasi ditandai dengan E(+), sedangkan efek inhibisi dengan tanda E(-).
Jadi estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosi dari osteoklas. Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi RANK-L, M- CSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG, yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen menghambat produksi sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi osteoklas seperti: IL-6, IL-1, TNF-α, IL-11 dan IL-7. Terhadap apoptosis sel osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk memproduksi TGF-β, yang selanjutnya TGF-βini menginduksi sel osteoklas untuk lebih cepat mengalami apoptosis.
Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa.
46
Nama : Yutika Adnindya Tutor : dr. Bambang Widjanarko, Sp.OG
NIM : 2012730159
Pertanyaan : 10. Jelaskan alur diagnosis dari skenario!
DIAGNOSIS
Tujuan diagnosis adalah untuk menentukan organ mana yang terutama menyebabkan amenore sehingga terapi yang tepat jika ada, dapat dimulai. Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat merupakan keharusan.
Singkirkan Kelainan Anatomis
Terdapat lima kelainan anatomis yang lazim dijumpai pada individu 46,XX yang dapat menyebabkan amenore.
1. Digenesis mulleri (tidak adanya uterus dan vagina bagian atas karena kelainan kongenital)
2. Agenesis vagina (tidak adanya vagina karena kelainan kongenital)3. Septum vagina transversa (akibat kegagalan penyatuan mulleri dan sinus urogenital yang
berasal dari bagian vagina)4. Himen imperforate (tidak memungkinkan darah menstruasi keluar dari vagina)5. Amenore pada Sindrom Asherman dapat terjadi akibat tindakan – tindakan seperti
miomektomi dan seksio cesarea tetapi paling sering setelah D & C dengan komplikasi (misalnya eliminasi endometrium yang terlalu bersemangat, hasil konsepsi terinfeksi) atau akibat endometritis tuberkulosa.
Himen imperforate, septum vagina transversa dan agenesis vagina dapat dikenali atau disingkirkan melalui pemeriksaan. Hal terpenting dalam menilai amenore primer adalah menentukan apakah pasien memiliki uterus atau tidak (dengan pemeriksaan, ultrasonografi). Jika tidak ada uterus, harus diperoleh kariotipe dan kadar testosterone karena mungkin sekali 46,XY.
Singkirkan Kehamilan
Jika ada uterus dan vagina, kehamilan harus disingkirkan sebelum pemeriksaan lebih lanjut dimulai, apakah amenore primer atau sekunder.
Lakukan Uji Tantangan Progestin
Rencana pemeriksaan diagnostic pasien amenore sekunder dengan kadar prolactin normal dan tidak ada galaktore dimulai dengan uji tantangan progestin untuk menentukan apakah ovarium menghasilkan estrogen atau tidak. Dapat diberikan medroksiprogesteron asetat 10 mg PO setiap hari selama 5 hari atau progesterone 100-200 mg IM sebagai dosis tunggal. Pemberian progestin eksogen akan menyebabkan menstruasi jika endometrium telah normal setelah sebelum
47
diberikan estrogen. Jika tidak terjadi perdarahan, mungkin tidak ada estrogen (atau tidak mencukupi) atau pasien menderita sindrom Asherman.
Sindrom Asehrman dapat didiagnosis dengan histerosalpingografi, histeroskopi atau dengan mendapat kadar progesterone setiap minggu dan menunjukkan setiap rentang ovulasi (>3ng/ml) yang tidak disertai menstruasi. Pada pasien – pasien ini, pemberian estradiol 2,5 mg PO selama 25 hari dan medroksiprogesteron asetat 10 mg PO pada hari ke 16-25 akan dapat mendiagnosis sindrom Asherman jika tidak terjadi menstruasi.
Jika uji tantangan progestin positif (terjadi menstruasi) dan terdapat hirsutisme harus dicurigai adanya sindrom ovarium polikistik, tumor ovarium, atau tumor adrenal. Jika pasien dengan uji tantangan positif tetapi tidak menunjukkan hirsutisme, mungkin terjadi disfungsi hipotalamus ringan, kemungkinan akibat berbagai faktor seperti beban emosi atau fisik, turunnya berat badan, obesitas atau gangguan psikologis atau idiopatik.
Evaluasi Aksis Hipotalamus-Hipofisis
Jika sindrom Asherman sudah disingkirkan tetapi tidak terjadi perdarahan menstruasi dengan uji tantangan progestin, harus diperoleh kadar FSH serum. Jika FSH >40 mlU/ml, diagnosisnya adalah gagal gonad dan harus dilakukan pemeriksaan kariotipe untuk mengetahui etiologi genetic menopause premature. Penyebab – penyebab autoimun juga harus dicari karena dapat diobati. Jika kadar FSH <40mlU/ml, terdapat disfungsi hipotalamus berat (hipogonadisme hipogonadotropik).
Jika ada uterus dan vagina, kadar prolactin dan FSH serum harus diperoleh untuk membantu dalam evaluasi aksis hipotalamus-hipofisis.
Jika ada perkembangan payudara, pasien amenore primer harus menjalani pemeriksaan seperti amenore sekunder. Jika tidak ada perkembangan payudara, rencana pemeriksaan harus berlanjut seperti untuk amenore sekunder dengan uji tantangan progestin yang negative.
Sindrom Galaktore-Hiperprolaktinemia
Jika ditemukan galaktore pada pemeriksaan fisik pasien dengan peningkatan kadar prolactin, mulailah mempertimbangkan galaktore-hiperprolaktinemia sebagai diagnosis banding. Diagnosis banding meliputi tumor hipofisis, hipotiroid, hiperprolaktinemia idiopatik, hiperprolaktinemia dipicu obat (antagonis dopamine, misalnya fenotiazin, tioxantin, butirofenon, difenil butilpiperidin, dibenzoxazepin, dihidroindolon dan derivate prokainamid, agen pendeplesi katekolamin dan transmitter palsu misalnya alfa-metildopa), gangguan hubungan normal hipotalamus-hipofisis dan stimulasi saraf perifer yang berasal dari stimulasi berbagai dinding dada (misalnya torakotomi, mastektomi, torakoplasti, luka bakar, herpes zoster, tumor bronkogenik, bronkiektasis, bronchitis kronis), perangsangan putting susu, lesi korda spinalis
48
(misalnya tabes dorsalis, siringomielia) hingga penyakit system saraf pusat (misalnya esefalitis, kraniofaringioma, tumor pineal, tumor hipotalamus, pseudotumor serebri).
Rencana pemeriksaan amenore yang disertai galaktore-hiperprolaktinemia dimulai dengan mendapatkan kadar TSH serum. Jika TSH meningkat, obati hipotiroid yang ada. Jika TSH normal, lakukan pemeriksaan CT scan atau MRI sela tursika. Jika sela tursika normal dan kadar prolactin <50-100 ng/ml, ulangi pemeriksaan kadar prolactin setiap 6 bulan dan lakukan pemeriksaan CT scan atau MRI sela tursika setiap 1-2 tahun. Jika sela tidak normal atau kadar prolactin >50-100 ng/ml atau jika lapang pandang terbatas, mungkin terdapat adenoma atau hyperplasia.
49
BAB II
PENUTUPAN
II.1 Kesimpulan
Berdasarkan skenario yang kami peroleh kelompok kami menyimpulkan bahwa wanita pada skenario mengalami amenorea fisiologis dengan faktor risiko osteoporosis.
II.2 Penutup
Demikianlah laporan ini kami susun. Semoga dengan tersusunya laporan ini, pengetahuan atau wawasan menjadi semakin luas. Dan kami berharap, laporan ini dapat berguna tidak hanya untuk kami, tetapi juga untuk pembaca.
Jika ada kesalahan dalam penulisan pada laporan ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Segala kesalahan datangnya dari kami dan segala kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
50
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Mochamad, Ali bBziad & R. Prajitno Prabowo. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 109-110
Benson Ralph, 2009, Buku Saku Obstetri & Gonekologi, EGC
Geri Morgan & Carole Hamilton. Obstetri dan ginekologi Panduan Praktis hal. 100
Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Edisi 11. Jakarta : EGC
Lauralee Sherwood. 2011. Fisiologi Manusia Edisi 6. Jakarta : EGC
Speroff, Leon, dkk. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility seventh edition. USA : Lippincott Williams and Wilkins. Page 418.
Sylvia A. Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Penuntun Diskusi Obstetri dan Ginekologi Halaman 71
Setiyohadi, Bambang. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : FKUI. hal 2650
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem, terj. Brahm U.Pendit. Jakarta : EGC. Hal : 794-798
OSTEOPOROSISPATOGENESIS DIAGNOSIS DAN PENANGANAN TERKINI oleh I Ketut Siki Kawiyana. Diakses pada tanggal 28 Mei 2014.
http://eprints.undip.ac.id/37820/1/Wisnu_W_G2A008196_Lap.KTI.pdf
http://www.lawanosteoporosis.com/artikel/perawatan-tulang-untuk-perempuan-pasca-
menopause/
51