laporan pbl sistem geh modul 3

27

Click here to load reader

Upload: arga-aditya

Post on 27-Oct-2015

161 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

PBL GEH FKK UMJ

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

I LAPORAN PBLSKENARIO MATA KUNING

SISTEM GEH

Disusun Oleh :

Kelompok VIICHRISTIAN FEBRIANDRI

DAHLIA CHAIRUNISA

ENI BHINEKAWATI

GIRRY GUSTIA NUGRAHA

INA RATNA PERTIWI

IVONNY KOMALASARI

KARINA NUANSA PUTRI

MIFTAHA YUSRAFLI

RANNY PUSPITA DEWI

SYLVIA KAMAL

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2007

Page 2: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan

rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan PBL mata kuning ini dengan

tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada tutor kami

yang telah membantu dan membimbing kami, dan kepada semua pihak yang telah

membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Kami menyadari dalam pembuatan laporan PBL mata kuning ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu kami meminta kritik dan saran yang membangun dari

pembaca sekalian untuk perbaikan kami dalam pembuatan laporan selanjutnya.

Akhir kata semoga laporan PBL mata kuning ini bermanfaat bagi pembaca

semuanya.

Jakarta, 5 November 2007

Kelompok VII

Page 3: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

DAFTAR ISI

Hlm

KATA PENGANTAR ............................................................................................

DAFTAR ISI ...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................

1.1 Latar belakang .......................................................................................

1.2 Permasalahan .........................................................................................

1.3 Tujuan ...................................................................................................

1.4 Ruang Lingkup .....................................................................................

1.5 Metode Penulisan .................................................................................

BAB II HASIL DISKUSI KELOMPOK ...............................................................

2.1 Scenario .................................................................................................

2.2 Kata Kunci ............................................................................................

2.3 Pertanyaan ...........................................................................................

BAB III PEMBAHASAN TIK …………………………………………………..

BAB IV PENUTUP ………………………………………………………………

4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………

4.2 Saran …………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

Page 4: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa

yang sedang berkembang. Dimana pola hidup masyarakatnya sangat berpengaruh

terhadap kesehatannya.

Setelah bangsa ini megalami krisis moneter, angka kemiskinan menjadi

meningkat. Sehingga pola asupan gizi tidak seimbang.

Sebagaimana diketahui dalam penyakit gastro enterohepatologi ini yang paling

banyak menyerang masyarakat adalah hepatitis. Akhir-akhir ini penderita hepatitis

makin terus meningkat. Oleh karena itu kita perlu pengobatan dini untuk mencegah

komplikasi lebih lanjut dari penyakit ini yaitu dengan mengenali gejala-gejalanya.

1.2 TUJUAN

Mahasiswa dapat menjelaskan tentang berbagai etiologi mata kuning

Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patomekanisme mata kuning

Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan dari penyakit yang

menyebabkan mata kuning

1.3 METODE

Metode yang dinginkan adalah pembelajaran mandiri yang didapatkan

selain dari bahan kuliah juga di dapat informasi tambahan yang berasal dari

sumber-sumber yang terbaru, baik berupa media cetak maupun media elektronik

serta informasi para pakar yang berkompen di bidangnya.

Page 5: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

- Pembelajaran dilakukan dengan cara diskusi di bawah bimbingan para tutor,dosen-

dosen dan fasilitas pendukung

- Dengan key words mahasiswa mencari bahan-bahan untuk referensi,

mengklarifikasikan dan menjelaskan apa yang dianggap tidak jelas

- Menganalisis dengan metode diskusi, sehingga kita mengetahui salah satu

benarnya pernyataan yang kita buat.

- Mensintesis untuk menggabungkan semua informasi, dan dapat mengambil

kesimpulan.

- Mempelajari secara umum (TIU) dan secara khusus (TIK) pada skenario

1.4 KERANGKA TEORI

Kerangka teori yang mendasari adalah :

a. Memahami skenario

b. Membuat kata kunci dari skenario dan menjabarkannya

c. Mengidentifikasi problem dasar skenario dengan membuat beberapa

pertanyaan

d. Menjawab pertanyaan

e. Membuat differensial diagnosis

f. Mengambil kesimpulan

Page 6: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

IKTERUS

Perkataan “ikterus bararti jaringan tubuh berwarna kekuning-kuningan, meliputi kekuning-kuningan pada kulit dan jaringan dalam. Penyebab umum ikterus adalah adanya sejumlah besar bilirubin dalam cairan ekstraselular, baik bilirubin bebas atau bilirubin terkonjugasi. Konsentrasi bilirubin plasma normal, meliputi hampir seluruhnya bentuk bebas, rata-rata 0,5 mg/dl plasma. Pada keadaan abnormal tertentu, nilai dapat meningkat sampai 40 mg/dl, dan banyak dari bilirubin ini menjadi tipe konjugasi. Kulit biasanya mulai tampak kuning bila konsentrasinya meningkat kira-kira tiga kali normal yaitu diatas 1,5 mg/dl.

Penyebab ikterus yang umum adalah 1. Meningkatnya pemecahan sel darah merah dan pelepasan bilirubin yang cepat ke

dalam darah.2. Sumbatan duktus biliaris atau kerusakan sel hati sehingga bahkan umlah bilirubin

yang biasa sekali pun tidak dapat diekskresikan ke dalam saluran pencernaan.

Dua tipe ikterus ini disebut, berturut-turut ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif. Keduanya berbeda satu sama lain dalam cara berikut ini.

IKTERUS HEMOLITIK

Pada ikterus hemolitik, fungsi eksresi hati hanya terganggu sedikit, tapi sel darah merah dihemolisis dengan cepat dan sel hati tidak dapat mengeksresi bilirubin secepat pembentukkannya. Oleh karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas meningkat di atas nilai normal. Juga, kecepatan pembentukan urobilinogen diabsorbsi ke dalam darah dan akhirnya dieskresikan ke dalam urin.

IKTERUS OBSTRUKTIF

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakkan sel hati(yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukkan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang di bentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus. Bilirubin bebas biasanya masih masuk ke sel hati dan di konjugasi dengan cara yang biasa. Bilirubin terkonjugasi ini kemudian kembali ke dalam darah, mungkin karena pecahnya kanalikuli biliaris yang terbendung dan pengosongan langsung ke saluran limfe yang meninggalkan hati. Dengan demikian, kebanyakkan bilirubin dalam plasma menjadi bilirubin terkonjugsi dan bukan bilirubin bebas.

Page 7: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

PERBEDAAN DIAGNOSTIK ANTARA IKTERUS HEMOLITIK DAN IKTERUS OBSTRUKTIF

Uji laboratorium kimia dapat di pakai untuk memebedakan bilirubin bebas dari biirubin tergonjugasi dalam plasma. Pada ikterus hemolitik, hampir semua bilirubin dalam bentuk ”konjugasi”, suatu uji yang disebut reaksi van den bergh dapat digunakan untuk membedakan keduanya.

Bila terdapat obstruksi total aliran empedu, tidak ada bilirubin yang dapat mencapai usus untuk diubah menjadi urobilinogen oleh bakteri. Oleh karena itu, tidak ada urobilinogen yang diabsorbsi ke dalam darah dan tidak ada yang dikeluarkan oleh ginjal ke dalam urin. Akibatnya, pada ikterus obstruksi total, uji untuk urobilinogen dalam urin adalah negatif. Juga, feses berwarna seperti dempul karena kurangnya sterkobilin dan pigmen empedu lainnya.

Perbedaan penting lain antara bilirubin bebas dan terkonjugasi adalah bahwa ginjal dapat mengeluarkan sejumlah kecil bilirubin terkonjugasi. Kelarutan tinggi tetapi bukan ikatan albumin bilirubin ”bebas”. Oleh karena itu, pada ikterus obtruktif berat sejumlah bilirubin terkonjugasi yang bermakna terlihat dalam urin. Keadaan ini dapat diperlihatkan hanya dengan mengocok urin dan mengamati busanya, yang menjadi berwarna sangat kuning.

Jadi, dengan memahami fisiologi eksresi bilirubin oleh hati dan kegunaan beberapa uji yang sederhana, maka sering dapat dibedakan antara berbagai tipe penyakit hemolitik dan penyakit hati demikian juga menentukan derajat keparahan penyakit.

DIAGNOSIS BANDING

HEPATITIS

Hepatitis virus akut merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak

hanya di Amerika Serikat tetapi juga di seluruh dunia. The Centers for Disease control

and Prevention (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 300.000 infeksi virus

hepatitis B di Amerika Serikat. Walaupun mortalitas penyakit hepatitis rendah, factor

morbiditas yang luas dan ekonomi yang kurang memiliki kaitan dengan penyakit ini.

Page 8: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

Hepatitis virus akut adalah penyakit infeksi yang penyebarannya luas, walaupun efek

utamanya pada hati.

Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi agen penyebab:

1. Virus Hepatitis A (HAV)

2. Virus Hepatitis B (HBV)

3. Virus Hepatitis C (HCV)

4. Virus Hepatitis D (HDV)

5. Virus Hepatitis E (HEV)

6. Hepatitis F (HFV)

7. Hepatitis G (HGV)

Walaupun virus-virus ini dapat dibedakan melalui penada antigeniknya, namun

menimbulkan penyakit yang serupa secara klinis dan berkisar dari infeksi subklinis

asimptomatik hingga infeksi akut yang fatal.

Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah HAV dan HBV. Kedua istilah ini

lebih disukai daripada istilah lama yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum,

sebab kedua penyakit ini dapat ditularkan secara parenteral dan non parenteral.

Hepatitis virus yang tidak dapat digolongkan sebagai hepatitis A atau B melalui

pemeriksaan serologi disebut sebagai hepatitis non A non B (NANBH) dan sekarang

disebut sebagai hepatitis C. selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini ada dua

macam, yang pertama dapat ditularkan secara parenteral dan disebut PT-NANBH dan

yang kedua dapat ditularkan secara enteral yang disebut ET-NANBH sebagai

hepatitis C dan ET-NANBH sebagai hepatitis E.

Virus delta atau virus hepatitis D merupakan suatu virus RNA yang defektif yang

menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada HBV. HDV dapat timbul

sebagai suprainfeksi yang bersamaan dengan karier HBV.

HEPATITIS A (HAV)

Page 9: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

Virus hepatitis A merupakan virus RNA kecil berdiameter 27 nm yang dapat

dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik. Sewaktu timbul

ikterik, antibody terhadap HAV (anti-HAV) telah fi ukur di dalam serum. Awalnya

kadar antibody IgM anti- HAV meningkat tajam, sehingga memudahkan untuk

mendiagnosis secara tepat adanya suatu infeksi HAV. Setelah masa akut, antibody

IgG anti- HAV menjadi dominant dan bertahan seterusnya sehingga keadaan ini

menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV di masa lampau dan

memiliki imunitas. Keadaan karier tidak pernah ditemukan.

HAV terutama ditularkan per oral dengan menelan makanan yang sudah

terkontaminasi feses. Penularan melalui transfuse darah pernah dilaporkan, namun

jarang terjadi. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak

dengan orang yang terinfeksi melalui kontaminasi feses pada makanan atau air

minum atau dengan menelan kerang mengandung virus yang tidak di masak dengan

baik. Kasus yamg timbul dapat bersifat sporadic, sedangkan epidemic dapat timbul

pada daerah yang sangat padat seperti pada pudat perawatan dan rumah sakit jiwa.

Masa inkubasi rata-rata adalah 30 hari. Masa penularan tertinggi adalah pada

minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus.

Vaksin HAV yang telah disetujui dapat diberikan bagi para wisatawan dan

memberi perlindungan jangka lama bila dibandingkan dengan immunoglobulin yang

memberi perlindungan untuk sekitar 5 bulan, bergantung pada dosis yang diberikan

(Marwick, 1995).

HEPATITIS B

Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42

nm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Penada serologis khas yang

berkaitan dengan HBV. Penada serologis pertama yang dipakai untuk identifikasi

HBV adalah antigen permukaan (HBsAg, dahulu disebut Antigen Australia (HAA),

yang positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya

menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selama 4-6 bulan.

Pada sekitar 1%-5% penderita hepatitis kronis, HBsAg menetap selama lebih dari 6

Page 10: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

bulan, dan penderita ini disebut ‘karier’ HBV. Adanya HBsAg menandakan bahwa

penderita dapat menularkan HBV ke orang lain dan menginfeksi mereka.

Penada yang muncul berikutnya biasanya biasanya adalah antibody terhadap

antigen inti (anti-HBc). Antigen inti itu sendiri (HBcAg) tidak terdeteksi secara rutin

delam serum penderita infeksi HBV karena terletak di dalam kulit luar HBsAg.

Antibody anti- HBc dapat terdeteksi segera setelah timbul gambaran klinis hepatitis

dan menetap untuk seterusnya. Antibody ini merupakan penada kekebalan yang

paling jelas di dapat dari infeksi HBV (bukan dari vaksinasi). Antibody anti-HBc

selanjutnya dapat dipilah lagi menjadi fragmen IgM dan IgG. IgM anti-HBc terlihat

pada awal infeksi dan bertahan lebih dari 6 bulan. Antibody ini merupakan penada

yang dapat dipercaya untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang telah lewat.

Adanya predominasi antibody IgG anti-HBc menunjukkan kesembuhan dari HBV di

masa lamapau ( 6 bulan) atau infeksi HBV kronis.

Antibody yang muncul berikutnya adalah antibody terhadap antigen permukaan

(anti-HBs). Anti HBs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan

kekebalan terhadap antigen jangka panjang. Setelah vaksinasi ( yang hanya

memeberikan kekebalan terhadap antigen permukaan), kekebalan di nilai dengan

mengukur kadar anti-HBs. Cara terbaik untuk menentukan kekebalan yang dihasilkan

oleh infeksi spontan adalah dengan mengukur kadar anti-HBc.

Antigen ’e’ (HbeAg) merupakan bagian HBV yang larut dan timbul bersamaan

atau segera setelah HBsAg dan menghilang beberapa menggu sebelum HBsAg

menghilang. HbeAg selalu ditemukan pada semua infeksi akut dan hal ini

menunjukkan adanya replikasi virus dan penderita dalam keadaan sangat menular.

Yang terakhir, karier HBV merupakan individu yang hasil pemeriksaan

HBsAgnya positif pada sedikitnya dua kali pemeriksaan yang berjarak 6 bulan, atau

hasil pemeriksaan HBsAgnya positif tetapi IgM anti- HBcnya negative daris atu

specimen tunggal. Tingkat infektivitas paling baik dikorelasi dengan uji positif untuk

HbeAg. Persetujuan umum menyatakan bahwa status karier berkaitan langsung

dengan usia saat seseorang terkena HBV. Misalnya pada daerah endemis, HBV sering

didapat pada awal masa anak melalui penularan vertical dari ibu karier atau melalui

penularan horizontal akibat kontak dengan luka terbuka. Namun, pada daerah

Page 11: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

endemis-rendah hanya sejumlah kecil orang yang terkena HBV setelah usuia 6 tahun

menjadi karier kronis.

Infeksi HBV merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronik, sirosis

dan kanker hati di seluruh dunia. Infeksi ini endemis di daerah timur jauh, sebagian

besar kepulauan pasifik, banyak di negara afrika, sebagian timur tengah, dan di

lembah amazon. Infeksi HBV tidak terlalu endemis di amerika endemis di amerika

serikat, dan infeksi terutama terjadi pada usia dewasa. Perkiraan jumlah di amerika

serikat adalah sekitar 800.000 hingga 1 juta orang. Sekitar25 % dari karier ini

berkembang menjadi hepatitis kronik aktif, yang sering berlanjut menjadi sirosis.

Selain itu, risiko perkembangannya kanker primer di hati juga meningkat secara

bermakna pada karier. Diperlukan 25-40% penderita HBV akut sangat beresiko

mengalami sirosis dan karsinoma hepatoseluler.

Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran

mukosa, terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar

60-90 hari. HbsAg telah ditemukan pada hampir semua cairan tubuh orang yang

terinfeksi-darah, semen, saliva, air mata, asites, air susu ibu, urin, dan bahkan feses.

Setidaknya sebagian cairan tubuh ini ( terutama darah, semen, dan saliva ) telah

terbukti bersifat infeksius.

Walaupun infeksi HBV jarang terjadi pada populasi orang dewasa, kelompok tertentu

dan orang yang memiliki cara hidup tertentu berisiko tinggi, kelompok ini

mencakup :

1. Imigran dari daerah endemis HBV

2. penggunaan abat IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik

3. pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang terinfeksi.

4. pria homoseksual yang secara seksual aktif.

5. Pasien rumah sakit jiwa.

6. Narapidana pria.

7. Pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima produk tertentu dari

plasma .

Page 12: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

8. kontak serumah dengan karier HBV.

9. Pekerjaan sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak dengan darah.

10. Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi, dapat terinfeksi pada saat atau segera

setelah lahir.

HEPATITIS C ( dulu, hepatitis non-A, non-B )

Keberadaan bentuk hepatitis infeksiosa non-A non-B telah dikenal sejak tahun 1975.

pada tahun 1988 ( setelah dilakukan penelitian yang intensif ) telah ditemukan agen

penyebab. Terdapat dua bentuk virus hepatitis non-A non-B, yang satu ditularkan

melalui darah dan yang lain ditularkan melalui enterik. Kedua virus yang berbeda ini

kini disebut virus hepatitis C (HCV) dan hepatitis E (HEV).

HCV merupakan virus RNA untai tunggal, linear berdiameter 50-60nm. Telah

digunakan pemeriksaan imun enzim untuk mendeteksi antibody terhadap HCV ( anti

HCV), namunpemeriksaan ini banyak menghasilkan negatif-palsu, sehingga

digunakan juga pemeriksaan rekombinan suplemental ( recombinant assay, RIBA ).

Pemeriksaan ini diperkenelkan pada bulan mei sebagai suatu tes donor darah, dan

HBeAg

DNA

HBsAg

Page 13: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

telah menurunkan secara bermakna angka HCV yang berkaitan dengan transfusi.

Setelah virus hepatitis C dapat diklon, maka selayaknya vaksin untuk hepatitis ini

menjadi tujuan praktis.

HEPATITIS D

Virus hepatitis D ( HDV, virus delta ) merupakan virus RNA berukuran 35-37 nm

yang tidak biasa karena membutuhkan HBsAg untuk berperansebagai lapisan luar`

partikel yang infeksius. Sehingga hanya penderita positif HBsAg yang dapat

terinfeksius HDV.penenda serologis untuk antigen (HDAg) ( yang menandakan

infeksi akut dini )dan antibody ( anti HDV) (yang menunjukan dadnya infeksi pada

saat ini atau infeksi di masa lau ) kini telah dapat dibeli. Penularan terjadi terutama

melalui serum, dan di amerika serikat penyakit ini terutama menyerang pengguna

obat melalui IV. Sepertiga atau dua pertiga dari individu yang memiliki HBV (positif

HBV) juga memiliki anti-HDV)

HEPATITIS E

HEV adalah suatu virus RNA untai-tunggal yang kecil berdiameter kurang lebih

32 sampai 34 nm dan tidak berkapsul. HEV adalah jenis hepatitis non-A, non-B yang

ditularkan secara enterik melalui jalur fekal-oral. Sejauh ini, dapat dilakukan

pemeriksaan serologis untuk HEV menggunakan pemeriksaan imun enzim yang

dikodekan secara khusus. Metode ini telah berhasil membedakan aktivitas antibodi

terhadap HEV dalam serum. Infeksi HEV jarang terjadi di amerika dan prevalensinya

lebih banyak di india dan daerah sekitar India.

HEPATITIS F dan G

Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai kemungkinan

adanya virus hepatitis F. Debat pertama kali timbul ketika Fagan melaporkan

Page 14: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

ditemukannya beberapa partikel virus yang dia suntikan ke dalam kera rhesus Indian.

Kera-kera ini kemudian mengalami infeksi virus yang dikenal sebagai hepatitis F.

Virus hepatitis g (HGV) adalah suatu flavivirus RNA yang mungkin

menyebabkan hepatitis fulminan. HGV ditularkan terutama melalui air, namun juga dapat

ditularkan melalui hubungan seksual. Kelompok yang beresiko adalah individu yang

telah menjalani transfusi darah, tertusuk jarum suntiksecara tidak sengaja, pengguna obat

secara intra vena, atau pasien hemodialisis.

PATOLOGI

Perubahan morfologi yang terjadi pada hati sering kali mirip untuk berbagai virus

yang berlainan. Pada ksus yang klasik, hati tampaknya berukuran dan berwarna normal,

namun kadang-kadang agak edema, membesar dan pada palpasi teraba nyeri di tepian.

Secara histologi, terjadi kekacauan susunan hepatoseluler, cedera dan nekrosis sel hati

dalam berbagai derajat, dan peradangan periportal. Perubahan ini bersifat reversibel

sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Pada beberapa kasus, nekrosis submasif atau

masif dapat mengakibatkan gagal hati fulminan dan kematian.

GAMBARAN KLINIS

Inveksi virus hepatitis dapat menimbulkan berbagai efek yang berkisar dari gagal

hati fulminan sampai hepatitsanikterik sub klinis. Hepatitis anikterik subklinik lebih

sering terjadi pada infeksi HAV dan menderita flu. Infeksi HBV cenderung lebih berat

dibandingkan infeksi HAV, dan lebih sering terjadi insidensi nekrosis masif dan gagal

hati fulminan.

Sebagian besar infeksi HAV dan HBV bersifat ringan dengan penyembuhan

sempurna dan memiliki gambaran klinis yang serupa. Gejala prodromal timbul pada

semua penderita dan dapat berlangsung selama satu atau 2 minggu sebelum awitan

ikterus (meskipun tidak semua pasien mengalami ikterus). Gambaran utama pada pada

Page 15: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

saat ini adalah malaise, rasa malas, anoreksia, sakit kepala, demam derajat rendah, dan

(pada perokok) hilangnya keinginan merokok.

Fase prodromal diikuti oleh fase ikterik dan awitan ikterus. Fase ini biasanya

berlangsung selama 4 hingga 6 minggu namun dapat mulai mereda dalam beberapa hari.

Beberapa hari sebelum ikterus, biasanya penderita merasa lebih sehat. Nafsu makan

penderita kembali setelah beberapa minggu. Bersamaan dengan demam yang mereda,

urine menjadi lebih gelap dan feses memucat. Hati membesar sedang dan terasa nyeri,

dan limpa teraba membesar menjadi sekitar seperempat pasien. Seringkali dapat

ditemukan limfadenopati yang nyeri.

Kelainan biokimia yang paling dini adalah peningkatan kadar AST dan ALT,

yang mendahului awitan 1 atau 2 minggu. Pemeriksaan urine pada saat awitan akan

mengungkap adanya bilirubin dan kelebihan urobilinogen. Bilirubinuria menetap selama

penyakit berlangsung, namun urobilinogen urine akan hilang untuk sementara waktu bila

terjadi fase pbstruktif akibat kolestasis; dalam perjalanan penyakit selanjutnya, dapat

timbul peningkatan urobilinogen urine sekunder.

Fase ikterik dikaitkan dikaitkan dengan hiperbilirubinemia (baik fraksi

terkonjugasi dan tak terkonjugasi) yang biasanya kurang dari 10 mg/dl. Kadar fosfatase

alkali serum biasanya normal atau sedikit meningkat. Leukositosis ringan lazim

ditemukan pada hepatitis virus, dan waktu protrombin dapat memanjang. HbsAg

ditemukan di dalam serum selama fase prodromal dan memastikan adanya hepatitis

HBV.

Pada kasus yang tidak berkomplikasi, penyembuhan dimulai 1 atau 2 minggu

setelah awitan ikterus, dan berlangsung 2 hingga 6 minggu. Keluhan yang lazim adalah

mudah lelah. Fase cepat kembali ke warna semula, ikterus berkurang, dan warna urine

menjadi lebih muda. Bila terdapat splenomegali akan segera mengecil. Hepatomegali

baru kembali normal setelah beberapa minggu kemudian. Hasil pemeriksaan

laboratorium dan hasil uji fungsi hati yang abnormal dapat menetap selama 3 sampai 6

bulan.

PENGOBATAN

Page 16: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepatitis virus akut. Tirah baring selama fase

akut penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya

merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan

secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien terus-menerus

muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati

kembali normal.

Pengobatan terpilih untuk hepatitis B kronis atau hepatitis C cronis simtomatik

adalah terapi antivirus dengan interferon-. Terapi antivirus untuk hepatitis D kronis

membutuhkan pasien uji eksperimental. Jenis hepatitis kronis ini memiliki resiko

tertinggi untuk berkembangnya sirosis. Kecepatan respons yang terjadi bervariasi dan

lebih besar kemungkinan berhasil dengan durasi infeksi yang lebih pendek. Penderita

imunosupresi dengan hepatitis B kronis serta anak-anak yang terinfeksi saat lahir

tampaknya tidak berespons terhadap terapi interferon. Transplantasi hati merupakan

terapi pilihan bagi penyakit stadium alhir, meskipun terdapat kemungkinan yang tinggi

untuk terjadinya reinfeksi hati yang baru.

PENCEGAHAN

Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi karena

keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk

HAV maupun HBV. CDC telah menerbitkan rekomendasi untuk praktik pemberian

imunisasi sebelum dan sesudah pajanan virus.

Pada bulan februari 1995, vaksin pertama untuk HAV disetujui untuk dilisensikan

oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat. Vaksin diberikan dengan

rekomendasi untuk jadwal pemberian dua dosis bagi orang dewasa berumur 18 tahun dan

yang lebih tua, dan dosis kedua diberikan 6 hingga 12 bulan setelah dosis pertama. Anak

berusia lebih dari 2 tahun dan remaja diberi 3 dosis; dosis kedua diberikan satu bulan

setelah dosis pertama, dan dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan berikutnya. Anak

berusia kurang dari 2 tahun tidak divaksinasi.

Page 17: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

4.2 SARAN

Page 18: Laporan PBL Sistem GEH Modul 3

DAFTAR PUSTAKA

Buku saku Gastroenterology, David B. Sachar dkk.

Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Guyton.

Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 14, W.F. Ganong