laporan pbl modul 1 sesak napas kelompok 9
DESCRIPTION
Vesak nafas cardiovascularTRANSCRIPT
LAPORAN PBL
SISTEM CARDIOVASCULER
MAKASSAR, 23 MARET 2016
MODUL 1
SESAK NAPAS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9 :
MUSDALIFAH EKA PRATIWI (110 2014 0011)
SITI RAMDHANI YUGIE PRAJAMUKTI (110 2014 0019)
IRMA NURWAHYU NINGSIH (110 2014 0026)
RAHMAT ARBIANSYAH H. (110 2014 0034)
RAHMIFAH PUTRI PRATIWI (110 2014 0040)
ANDI TITIN SUHARTINA (110 2014 0050)
MUHAMMAD FADEL ASYHAR (110 2014 0059)
HUSNIANSYARI (110 2014 0062)
FAUZIYAH ABIDAH (110 2014 0069)
NURBAITIL ATIQ (110 2014 0084)
TUTOR : dr. A. FAHIRAH ARSAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
MODUL 1
SESAK NAPAS
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajarai modul ini, mahasiswa mampu memahami konsep-konsep
dasar yang berhubungan dengan gejala sesak napas dan mampu menegakkan
diagnosis beberapa penyakit kardiovaskuler dengan sesak napas sebagai keluhan
utama.
SKENARIO 3
Seorang laki-laki 50 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan sesak napas saat
bergiat dan tidak bisa berbaring datar. Pasien hanya bisa berjalan 200 meter dan
tidak dapat naik tangga karena akan bertambah sesak. Selama 2 bulan terakhir
pasien hanya bisa tidur dengan 2 bantal dan sering terbangun tengah malam
karena sesak, tetapi 1 minggu terakhir pasien sesak mulai memberat disertai batuk
dan tidak nafsu makan. Pasien tidak pernah merokok sebelumnya dan rutin
berolahraga sebelum muncul keluhan. Tidak ada riwayat diabetes maupun tekanan
darah tinggi sebelumnya. Selama ini pasien kontrol teratur dengan Aspilet 80 mg
o.d; Simvastatin 40 mg o.d. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD : 170/115
mmHg, Nadi : 105 kali/menit, akral hangat dan terdapat ronkhi halus di kedua
lapangan paru disertai S3 Gallop.
PEMBAHASAN
KALIMAT KUNCI
- Laki-laki umur 50 tahun
- Sesak napas, tidak bisa berbaring
- Hanya bisa berjalan 200m dan tidak bisa naik tangga
- Tidur dengan 2 bantal dan terbangun karena sesak
- Sesak disertai batuk & nafsu makan menurun
- Merokok (-), Olahraga (+), DM (-), Hipertensi (-)
- Pemeriksaan fisik : TD = 170/115 mmHg, Nadi = 105 kali/menit, Akral
hangat, Rhonki halus disertai S3 Gallop.
PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi Jantung ?
2. Hubungan konsumsi aspilet dan simvastatin dengan keluhan pasien!
3. Apa hubungan batuk dan tidak nafsu makan dengan penyakit yang dialami
oleh pasien pada scenario?
4. Mengapa pasien merasa sesak saat melakukan aktivitas berat dan
berbaring? Sudah
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada kasus skenario?
6. Differensial diagnosa pada kasus scenario!
JAWABAN
1. Anatomi Jantung dan Fisiologi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dda dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-
kira 250-300 gram.
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruang sebelah atas jantung dan berdinding
tipis, sedangkan ventrikel adalah ruang sebelah bawah jantung dan mempunyai
dinding tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari
seluruh tubuh. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan
mengalirkan darah tersebut ke ventrikel kiri. Ventrikel kiri berfungsi untuk
memompakan darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh.
2. Hubungan konsumsi aspilet dan simvastatin dengan penyakit pada pasien
- Aspilet adalah obat paten golongan aspirin yang memiliki efek anti-agregasi.
Efek ini terjadi karena aspirin menghambat aktivitas enzim cyclooxigenase-1
dan -2 (COX-1 dan COX-2) pada trombosit yang selanjutnya menghambat
produksi tromboksan. Zat yang merangsang agregasi trombosit dan
vasokonstriksi. Aspirin juga dilaporkan memiliki efek anti-koagulan dan
fibrinolitik melalui efeknya menghambat fungsi trombosit. Efek langsung
aspirin untuk menghambat koagulasi baru terjadi pada dosis tinggi 3-4 gr,
karena pada dosis ini aspirin menghambat sintesis protrombin dan factor
koagulasi seperti factor VII, IX dan X.
- Simvastatin, obat ini menurunkan produksi kolesterol didalam hati dengn cara
menghambat enzim yang mensintesis kolesterol yaitu hidroximetilglutaril- co
enzim A (HMG coA) reduktase. Semua uji klinis berskala besar membuktikan
bahwa statin efektif menurunkan kolesterol dan mampu mencegah kejadian
koroner baik pada orang yang belum menderita PJK (pencegahan primer)
maupun yang sudah pernah mengalami serangan jantung (pencegahan
sekunder).
Berdasarkan dari 2 obat yang dikonsumsi oleh pasien maka dapat di tarik
sebuah dugaan bahwa pasien memiliki riwayat aterosklerosis yang menyebabkan
pasien terkena infark miokard dan selanjutnya berkembang menjadi penyakit
gagal jantung yang memberi manifestasi klinis seperti pada scenario.
3. Hubungan batuk dan tidak nafsu makan dengan penyakit pasien
- Batuk diakibatkan karena adanya bendungan pada paru-paru, terutama
pada posisi berbaring. Batuk yang terjadi dapat produktif, tetapi biasanya
kering dan pendek. Hal ini bisa terjadi karena bendungan mukosa
bronchial dan berhubungan dengan adanya peningkatan produksi mucus.
- Gangguan pencernaan dapat terjadi, seperti kehilangan nafsu makan
(anoreksia), perut kembung, mual, muntah dan nyeri abdomen yang
disebabkan oleh kongesti pada hati dan usus. Gejala ini bisa diperburuk
oleh edema organ intestinal yang bisa menyertai peningkatan menahun
dalam tekanan vena sistemi
4. Pasien merasa sesak saat melakukan aktifitas berat & saat berbaring
- Pasien sesak saat beraktifitas fisik dikarenakan kebutuhan oksigen
meningkat akibat metabolisme meningkat. Peningkatan kebutuhan
oksigen tidak dibarengi dengan peningkatan curah jantung sehingga
darah yang mengandung oksigen ke jaringan menjadi sedikit. Selain
itu juga disebabkan oleh terganggunya pertukaran oksigen dan
karbondioksida didalam alveoli serta meningkatnya tahanan aliran
udara. Maka tubuh berkompensasi dengan meningkatkan kerja otot
pemompa dan terjadilah sesak
- Pasien sesak saat berbaring atau ortopneu dikarenakan adanya
kongesti paru. Pada posisi berbaring, cairan akan menempati tempat
terendah dan menutup sebagian saluran nafas sehingga udara yang
dapat masuk dan berdifusi pun menjadi sedikit. Redistribusi aliran
darah dari bagian-bagian tubuh ke jantung dan paru-paru dan
penurunan kapasitas paru-paru. Maka kompensasi tubuh selanjutnya
dengan meningkatkan pernapasan
5. Langkah-langkah diagnosis
I. Anamnesa
Yang perlu diungkap dalam wawancara yaitu :
Keluhan utama : menanyakan tentang gangguan terpenting yang
dirasakan klien sehingga ia perlu pertolongan. Keluhan tersebut antara
lain : sesak nafas, batuklendir atau darah, nyeri dada, pingsan, berdebar-
debar, cepat lelah dll.Riwayat penyakit sekarang : menanyakan tentang
perjalanan tentang timbul keluhan sehingga klien meminta pertolongan.
Misalnya : sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali
keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana
pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang dilakukan ketika keluhan
ini terjadi, keadan apa yang memperberat atau memperingan keluhan,
adakah usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum meminta
pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha tersebut, dll.
- Riwayatpenyakit terdahulu: menanyakan tentang penyakit-penyakit
yang pernah dialami sebelumnya. Misalnya : apakah klien pernah
dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah
mengalami sakit yang berat, dsb.
- Riwayat keluarga : menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami oleh keluarga,serta bila ada anggota keluarga yang
meninggal,maka penyebab kematian juga ditanyakan.
- Riwayat pekerjaan : menanyakan situasi tempat bekerja dan
lingkungannya.
- Riwayat geografi : menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
- Riwayat alergi: menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap
cuaca,makanan, debu dan obat.
- Kebiasaan sosial : menanyakan kebiasaan dalam pola hidup,
misalnya minum alcohol atau obat tertentu.
- Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok,
sudah berapa lama, berapa batang perhari dan jenis rokok
Disamping pertanyaan-pertanyaan diatas, maka data biography juga
merupakan data yang perlu diketahui, yaitu : Nama, umur, jenis kelamin,
tempat tinggal, suku dan agama yang dianut oleh pasien.
II. Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
a. Pemeriksaan kepala dan leher
- Raut muka
- Bentuk mukan: bulat, lonjong dll
- Ekspresi tampak sesak, gelisah, kesakitan
- Tes syaraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk
memeriksa nervus V, VII
b. Bibir
- Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan TF, TGA, dll
- Pucat (anemia)
c. Mata
- Konjungtiva
- Sklera
- Kornea
- Eksopthalmus
- Gerakan bola mata
- Reflek kornea
- Funduscopy
- Tekanan Vena Jugularis (Jugular Venous Pressure)
Penderita dalam posisi berbaring setengah duduk, kemudian
diperhatikan :
- Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba,
tetapi bisa dilihat. Akan tampak gelombang a (kontraksi
atrium), gelombang c (awal kontraksi ventrikel-katup tricuspid
menutup), gelombang v (pengisian atrium-katup tricuspid
masih menutup).
- Pengembungan Vena, normal setinggi manubrium sterni.
- Bila lebih tinggi daripada itu maka berarti tekanan
hidrostatikatrium kanan meningkat, misalnya pada gagal
jantung kanan.
Pengukuran desakan vena sentralis memberi penjelasan faal
jantung .Dapat dilakukan dengan cara memakai vena jugularis eksterna
sebagaimanometer. Untuk menentukan vena cava superior di atrium
kanan dapatdipakai patokan angulus ludovici (di manubrium sterni)
yan jaraknya kuranglebih 5 cm (R) dari atrium kanan. Bila permukaan
titik kolaps vena jugularisberada 5 cm di bawah garis horizontal yang
melalui angulus ludovici makatekanan vena jugularis sama dengan R-5
cm. Sedang bila 3 cm di atas garishorizontal maka R+3 cm.
Normalnya pada posisi pasien 45 derajat titikkolaps berada 4-5 cm
diatas garis horizontal.
d. Arteri karotis
a) Palpasi :
- Berdenyut keras seperti berdansa (pada insufisiensi katup
aorta)
- Paling tepat untuk memeriksa sirkulasi pada henti jantung
- Perlu dibandingkan kiri dan kanan, untuk mengetahui
adanyapenyempitan pembuluh darah di daerah itu.
b) Auskultasi
Bising (bruit) pada penyempitan arteri karotis, penyempitan
katup aorta.
III. Pemeriksaan fisik jantung
- Atrium Kanan
Paling jauh disisi kanan (2 cm disebelah kanan tepi sternum,
setinggi sendi kostosternalis ke 3 – 6).
- Ventrikel kanan
Menempati sebagian besar dari proyeksi jantung pada permukaan
dada.Batasbawah adalah garis yang menghubungkan sendi
kostosternalis ke 6 dengan apeksjantung.
- Ventrikel Kiri
Tak begitu tampak dari depan. Daerah tepi kiri atas 1,5 cm
merupakan daerahventrikel kiri jantung merupakan garis yang
menghubungkan apeks jantung dengansendi kosto sternalis ke 2
sebelah kiri.
- Atrium kiri
Letaknya paling posterior, tak terlihat dari depan kecuali sebagian
kecil saja yangterletak di belakang kostosternalis kiri ke 2.
a) Inspeksi (periksa pandang) Menentukan :
Bentuk precordium
b) Normal kedua belah dada simetris
c) Bila cekung / cembung sesisi berarti ada penyakit jantung /
parusesisi
Urutan palpasi :
a) Teliti denyutan dan getaran (thrill) di prekordium
b) Teliti pergerakan trakea
Denyut Apeks
Normal di sela iga ke 5 (2-3 cm medial garis mid klavikularis). Bisa tak
terabaoleh karena kegemukan, dinding thoraks tebal,
emfisema,dll.Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada
insufisiensi aorta / mitralSedikit meningkat pada hipertensi dan stenosis
aorta.
Getaran (thrill)
Bising jantung yang keras (derajat IV/6 atau lebih) akan teraba sebagai
getaranpada palpasi.
- Lokasi di sela iga 2 kiri sternum, misalnya pada pulmonal stenosis.
- Lokasi di sela iga 4 kiri sternum misalnya pada Ventrikular Septal
Depect.
- Lokasi di sela-sela iga 2 kanan sternum (basis) misalnya pada Aortik
stenosis
- Lokasi di apeks - diastole : pada Mitral Stenosis, sistol : Mitral
Insufisiensi.
Getaran tersebut lebih mudah diraba bila penderita membungkuk kedepan,
dengan napas ditahan waktu ekspirasi, kecuali getaran MS yang lebih
mudah teraba bila penderita berbaring pada sisi kiri.
Perkusi (periksa ketuk)
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang
intercostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan
pekak jantung absolutperlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya
jantung.Pada kardiomegali,batas pekak jantung melebar kekiri dan ke
kanan.Dilatasi ventrikel kirimenyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-
bawah.Pinggang jantungmerupakan batas pekak jantung pada RSI III pada
garis parasternal kiri.
Auskultasi (periksa bunyi)
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi
akibatvibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan
kegiatan jantungdan kejadian hemodinamik darah dalam jantung.Alat yang
digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing danchespiece.
Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran,digunakan
terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi;bel
type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang
lebihrendah.
Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
1) Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.
2) Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombangsuara.
3) Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nadadasar dengan
bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadikomponen-komponen
bunyi yang terdengar. Selain bunyi jantung padaauskultasi dapat juga
terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai
desiran atau bising jantung.Bunyi jantung dibangkitkan oleh katup :
a) Mitral : paling jelas terdengar di apeks
b) Trikuspid : di sternum dekat sendi sternum sela iga 5 kanan
c) Aorta : pada sendi antara sternum sela iga 2 kanan / apeks
d) Pulmonal : pada sela iga 2 kiri dekat tepi sternum
Bunyi jantung :
a) BJ 1 : ditimbulkan oleh penutupan katup mitral dan tricuspid
b) BJ 2 : ditimbulkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonal
c) Normal BJ 1 lebih keras dari BJ 2, tetapi BJ 1 nadanya rendah sedang
BJ2 nadanya tinggi.
6. Differensial diagnose
a. Congestive Heart Failure
- Defenisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001).
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk
mempertahankan curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat
sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena, maka
keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (Kabo & Karim, 2002). Gagal
jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi (Smeltzer & Bare, 2001), Waren & Stead dalam Sodeman, 1991),
Renardi, 1992).
- Etiologi Gagal Jantung Kongestif
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif
meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah
kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah
jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada tiga
faktor: yaitu preload, konteraktilitas, afterload.
Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut otot jantung.
Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium
Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka
curah jantung berkurang (Brunner and Suddarth 2002).
- Gagal Jantung Kiri
Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah,
denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3, kecemasan dan
kegelisahan.
- Gagal Jantung Kanan
Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang
menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi
karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang
secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat
badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena
leher), asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia
dan mual, nokturia dan lemah.
- Patofisiologi Gagal Jantung
Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohurmoral. Vasokonteriksi dan retensi air
untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum
Starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload,
dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban
jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dengan
demikian terapi gagal jantung adalah dengan vasodilator untuk
menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk menurunkan preload,
sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard (Kabo &
Karsim, 2002).
1. Distensi Vena Jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan
terjadi dilatasi venterikel dan peningkatan volume curah jantung pada
akhir diastolik dan terjadi peningkatan laju tekanan darah pada atrium
kanan. Peningkatan ini sebaliknya memantau aliran darah dari vena kava
yang diketahui dengan peningkatan vena jugularis, dengan kata lain
apabila terjadi dekompensasi venterikel kanan maka kondisi pasien dapat
ditandai adanya edema tungkai kaki dan distensi vena jugularis pada leher.
2. Edema
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan
interstisial lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga
tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit
antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di dalam
rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium.
Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. Pada
jantung terjadinya edema yang disebabkan terjadinya dekompensasi
jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal
ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah
dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan
jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial (Syarifuddin, 2001).
Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan
dalam mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen)
dantungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian
bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama,
karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya
edema maka kita harus melihat kedalaman edema dengan pitting edema.
Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah
penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya
retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama
mengalami edema (Brunner and Suddarth, 2002).
- Diagnosis Gagal Jantung
a. Pemeriksaan Fisik
Gejala dan tanda sesak nafas
Edema paru
Peningkatan JVP
Hepatomegali
Edema tungkai
b. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio
kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.
Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH,
atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan
dengan fungsi ventrikel kiri.
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian
besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T,
hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis
gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan
diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit
katub jantung dapat disinggirkan.
Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai
fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan
gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi
ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari
ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu dalam
menilai fungsional penyakit jantung koroner.
- Penatalaksanaan Gagal Jantung
1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
-Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang
sesuaimenurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan
memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi
dan stabil.
-Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan
memperbaiki aliran darah paru.
-Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut
jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan
harus dihentikan.
-Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan
dapat memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol
memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.
2. Terapi obat-obatan
-Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007).
Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee,
2005). Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi
natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden,
namun efeknya bila diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal
jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia.
Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid,
metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu
reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic
loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%.
Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat
sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan
dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).
- Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif
yaitu memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit
dan dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay,
2007). Digoksin tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek
normal karena curah jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun
juga oleh beban dan denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat
memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme kompensasi
sekunder yang dapat menyebabkan gejala.
- Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding
ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,
menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.
Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin)
atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE,
antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator
menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat
menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada
gagal jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan
biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada
gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan
tekanan darah (Gibbs CR, 2000).
- Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta
adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik
negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada
gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung.
Dengan memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta
dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas
jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam
sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard (Gibbs CR, 2000).
Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat
tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi tak berat. Obat-
obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta memeperbaiki
gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat inotrop
negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati (Tjay, 2007).
- Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan
jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan
pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang
meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian
obat jantung menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini terhalang
oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk
meningkatkan harapan hidup penderita (Tjay, 2007).
Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan
penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak
juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-
obatan ini juga dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay,
2007). Obat antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung
memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang
paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan
keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada (Gibbs, 2000).
b. Infark Miokard
- Defenisi
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat
iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan
ert dengan adanya thrombus yang terbentuk akibat rupturnya plak
ateroma. Selama berlangsung proses agregasi, platelet melepaskan
banyak ADP, Tromboxan A2 dan serotonin. Ketiga substansi ini akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang
aterosklerotik. Apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi serius pada
arteri koroner, maka akan terjadi infark miokard.
PATOGENESIS
Proses terjadinya fissura dan ruptur plak
Oklusi total atau hampir total sering terjadi secara tiba-tiba pada
arteri yang sebelumnya sudah mengalami stenosis. Hasil otopsi
menunjukkan bahwa lesi arteri pasien Sindroma Koroner Akut (SKA)
memiliki gambaran morfologi yang kompleks dan eksentrik, yaitu adanya
rupture plak yang ditutupi thrombus. Plak matur terbentuk dari dua
komponen yaitu inti kaya lipid dan protein matriks ekstraseluler yang
membentuk fibrous cap. Adanya penumpukan lemak berlebihan serta
infiltrasi sel bisa berhubungan dengan fissure dan rupture plak.
Thrombosis akut dan aggregasi platelet
Thrombosis local dapat terjadi setelah rupture plak. Inti lipid
merupakan substrat utama pembentukan thrombus yang kaya platelet.
Agregasi platelet dan pelepasan komponan granuler yang dapat
meningkaykan perlekatan platelet, vasokonstriksi, dan pembentukan
thrombus yang merupakan respon yang terjadi akibat rupture dinding
endotel. Factor sistemik dan inflamasi juga berperan terhadap perubahan
jalur hemostasis dan koagulasi.
Vasospasme arteri koroner
Walaupun bukan merupakan pathogenesis dasar SKA, vasospasme
episodic dapat mengubah plak arteri koroner yang sebelumnya stabil
menjadi tidak stabil yaitu terjadi rupture intima, penetrasi makrofag, dan
agregasi trombosit.
DIAGNOSIS
Tiga criteria untuk menegakkan diagnosis IMA adalah adanya nyeri dada khas
infark, perubahan gambar EKG, dan kenaikan biomarker jantung seperti enzim
keratin kinase (CK).
Angina pectoris khas infark
Nyeri akibat infsr miokard memiliki karakteristik khas berupa
nyeri dada substernal dan menjalar ke tangan kiri, bahu atau leher.
Kualitasnyeri biasanya berupanyeri tumpul seperti rasa tertindih, rasa berat
atau seperti diremas-remas. Kuantitas nyeri lebih dari 20 menit dengan
intensitas nyeri semakin lama semakin bertambah.
Perubahan EKG
Pada IMA transmural, gambaran EKG biasanya dimulai dari
depresi segemn ST dengan T terbalik, kemudian berubah menjadi elevasi
segmen ST dan menghilangnya gelombang R sampai terbentuk gelombang
Q. Jadi pasien dengan nyeri dada khas infark disertai gambar ST segmen
elevasi pada EKG.
Kenaikan enzim jantung
Creatine kinase (CK) memiliki sensitivitas dan spesifitas yang
rendah untuk kerusakan otot jantung, karena enzim ini ditemukan di otot
skelet, otak, ginjal, paru dan jaringan organ lain. CK meningkat setelah 3-
8 jam terjadi IMA, mencapai konsentrasi maksimal setelah 24 jam
serangan, kemudian kembali ke nilai normal setelah 72 jam serangan.
PENANGGULANGAN
1. Atasi nyeri dada dan perasaan takut
- Beri oksigen 2-4 L/menit untuk meningkatkan suplai oksigen
- Beri nitrat oral atau intravena untuk angina (dosis dan cara pemberian
seperti Angina Pektroris stabil)
- Beri antiplatelet
- Beri morfin atau petidin untuk nyeri infark
- Beri diazepam 2 atau 5 mg setiap 8 jam
2. Stabilkan hemodinamik
Pendertia dipuasakan pada 8 jam pertama serangan kemudian
makanan lunak diberikan, dan beri laksansia agar tidak mengedan. Selain
itu pendertia diharuskan istirahat dengan tirah baring sampai 24 jam bebas
angina.
Tekanan darah dan laju jantung harus dikontril secara ketat dengan
β-blocker dan /atau ACE-inhibitors tergantung kondisi pasien.
- β-blocker
Kematian akibat IMA adalah disebabkan karena iskemi miokard,
aritmia, disfungsi bentrikel kiri dan peningkatan aktivitas saraf
adrenergic (peningkatan katekolamin). β-blocker memiliki efek
anti iskemia, anti aritmia, anti adrenergic, antitrombotik dan
memperbaiki disfungsi ventrikel kiri.
- Calcium channel Blockers (CCB)
CCB dihidropiridin long acting seperti nifedipin (GITs) dan
amlodipin mungkin bermanfaat pada pendertia AMI yang hipertens
berat.
- ACE-inhibitors
Pfeffer dkk (1984) menunjukkan bahwa oemberian captopril
mampu menghambat terjadinya dilatasi ventrikel kiri, evolusi dari
gagal jantung, dan mencegah kematian akibat infark yang dibuat
dengan mengikat a.koroner pada binatang percobaan.
REFERENSI
1. Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan
Fisik. Jakarta:Erlangga Medical Series. Halaman 112-137
2. Sanusi, Harsinen. 2007. Ilmu Diagnostik Fisik Interna.
Makassar:Aesculapius. Halaman 49-50
3. Repository usniversitas Sumatra utara
4. Repository.usu.ac.id, chapter II, di akses 22 maret 2016