kasus 2 trauma sesak napas

24
KASUS Skenar io 2: Sesak Napas Seorang perempuan usia 4 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan sesak napas penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah. KATA KUNCI Perempuan usia 4 tahun Sesak napas Terlihat pucat dan kebiruan Nadi teraba cepat dan lemah PERTANYAAN 1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan 2. Perbedaan sesak napas trauma dan non trauma 3. Penanganan awal ( primary survey,secondery survey,dan disability) JAWABAN 1. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu : Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh. Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu : 1. Respirasi / Pernapasan Dada Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut Tulang rusuk terangkat ke atas Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan. 2. Respirasi / Pernapasan Perut Otot difragma pada perut mengalami kontraksi Diafragma datar

Upload: nahla-zaimah-jainuddin

Post on 28-Nov-2015

322 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

modul sesak napas

TRANSCRIPT

KASUSSkenar io 2: Sesak Napas

Seorang perempuan usia 4 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan sesak napas penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.

KATA KUNCI Perempuan usia 4 tahun Sesak napas Terlihat pucat dan kebiruan Nadi teraba cepat dan lemah

PERTANYAAN1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan2. Perbedaan sesak napas trauma dan non trauma3. Penanganan awal ( primary survey,secondery survey,dan disability)

JAWABAN

1. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan

Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.

Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :1. Respirasi / Pernapasan Dada

Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut Tulang rusuk terangkat ke atas Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.

2. Respirasi / Pernapasan Perut Otot difragma pada perut mengalami kontraksi Diafragma datar Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke

paru-paru.Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang

lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia : Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2 Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2 Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2 Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air.Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan energy.Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:1. Hidung2. Faring3. Trakea4. Bronkus5. Bronkiouls6. paru-paru

Kapasitas Paru-Paru

Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai 1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik napas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.

Pertukaran Gas dalam Alveolus

Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.

Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas.Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan karnbondioksida keluar.

Proses Pernafasan

Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus. Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil.

Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan.(1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga dada membesar serta tekanan udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot antar tulang rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan

membesar (e kshalasi). (2) Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot diafragma ( datar dan melengkung), volume rongga dada membesar , paru-paru mengembang tekanan mengecil (inhalasi).Melengkung volume rongga dada mengecil, paru-paru mengecil, tekanan besar/ekshalasi.

Mekanisme Pernafasan Manusia. Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

A. Pernafasan dada Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’

Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut ’espirasi’.

B. Pernafasan perut Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma

berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).

Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.

Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.

Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.

Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

2.Perbedaan sesak napas trauma dan non trauma

Sesak napas Pucat dan kebiruan Nadi cepat dan lemah

TRAUMA Gangguan jalan

napas Tersedak Trauma

jatuh/pukulan dada

NON TRAUMA

Asma Alergi

3. Penanganan pada pasien

Penanganan awal dengan primary surveyA. AIRWAY

1. Penilaian a. Tanda-tanda objektif – sumbatan airway

Look (lihat)melihat gerakan nafas/ pengembangan dada dan adanya retraksi sela iga. Listen (dengar) mendengar aliran udara pernapasan Feel (Raba) merasakan adanya aliran udara pernapasan

b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi2. Pengelolaan airway bila terdapat obstruksi1. OBSTRUKSI PARSIALI. Suara mendengkur (snoring)

a. Tanpa alat secara manual

Sumbatan jalan nafas karena pangkal lidah jatuh kebelakang, terdengar suara snooring atau mendengkur. Lakukan pertolongan dengan cara :

Head-tilt/chin liftBila tidak ada cedera kepala dengan cara head tilt atau chin liftCara melakukan:1. Letakkan satu tangan pada dahi tekan perlahan ke posterior, sehingga kemiringan kepala menjadi normal atau

sedikit ekstensi (hindari hiperekstensi karena dapat menyumbat jalan napas).2. Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang rahang bawah tepat di ujung dagu dan dorong ke luar

atas, sambil mempertahankan cara 1.Jaw thrustBila tidak sadar dan ada cedera kepala dengan cara jaw thrust Cara melakukannya:1. Posisi penolong di sisi atau di arah kepala

2. Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut posterior bawah kemudian angkat dan dorong keluar.

3. Bila posisi penolong diatas kepala. Kedua siku penolong diletakkan pada lantai atau alas dimana korban diletakkan.4. Bila upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasi dengan head tilt dan membuka mulut (metode gerak triple)

Untuk cedera kepala/ leher lakukan jaw thrust dengan immobilisasi leher.

(A) (B)Gambar 1. (A) Head-tilt dan Chin-lift. (B) Jaw thrust

b. Dengan menggunakan alatPipa orofaring

Cara pemasangan :1. Pakai sarung tangan2. Buka mulut pasien dengan cara chin lift atau gunakan ibu jari dan telunjuk3. Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya4. Bersihkan dan basahi pipa orofaring agar licin dan mudah dimasukkan5. Arahkan lengkungan menghadap ke langit-langit (ke palatal)6. Masukkan separuh, putar lengkungan mengarah ke bawah lidah.7. Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat.8. Yakinkan lidah sudah tertopang dengan pipa orofaring dengan melihat pola napas, rasakan dan dengarkan suara

napas pasca pemasangan.

II. Berkumur (gurgling)Sapuan jari (finger sweep)Cara :a. Pasang sarung tanganb. Buka mulut pasien dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawahc. Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan /kassa untuk

membersihkan dan mengorek semua benda asing dalam mulut.Cross fingerDengan suction

2. OBSTRUKSI TOTALa. Tanpa alat secara manual

Back blows (kalau pasien sadar)Pukulan punggung dilakukan 5 kali dengan pangkal tangan diatas tulang belakang diantara kedua tulang belikat.Jika memungkinkan rendahkan kepala di bawah dada.Heimlich maneuver (pasien sadar)Penolong berdiri di belakang korban, lingkarkan kedua lengan mengitari pinggang, peganglah satu sama lain pergelangan atau kepalan tangan (penolong).Abdominal thrust(kalau pasien tidak sadar)Letakkkan kedua tangan (penolong) pada perut antara pusat dan prosessus sifoideus, tekanlah ke arah abdomen atas dengan hentakan cepat 3-5 kali.

b. Dengan menggunakan alat

ETT (Endotrakhea tube)

B. B REATHING Breating dilakukan apabila pemeriksaan airway telah dilaksanakan.Atau apabila tidak terdapat tanda-tanda obstruksi.a. Tanpa menggunakan alat:

Mouth to mouthSambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupan nafas buatan dengan mulut dengan cara tarik nafas dalam, tiup dan liat pengembangan dada. Dengan konsentrasi oksigen 16%.Mouth to mask

Caranya :a. Pasang sungkup dengan ukuran sesuai umur sehingga menutup mulut dan hidung, lalu rapatkanb. Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupan nafas dengan menggunakan :

Kanula oksigen : dengan oksigen 2-3 liter/menit, konsentrasi 30% Sungkup sederhana : dengan oksigen 6-8 liter/menit, konsentrasi 60% Sungkup berbalon : dengan oksigen >10 liter/menit, konsentrasi 100%

c. Kemudian liat pengembangan dada. d. Evaluasi pernapasan, nadi dan warna kulit. Bernapas

Nadi > 100

Sianosis

Nadi < 100

Sianosis menetap

Ventilasi efektif

Nadi > 100

Nadi < 60 nadi > 60

Nadi < 60 nadi < 60

Pemberian Ventilasi Tekanan positif1. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita2. Pastikan jalan napas penderita bebas.3. Tangan kiri memegang masker sedemikian rupa sehingga masker rapat ke wajah penderita dan pastikan tidak ada udara

yang keluar dari sisi masker pada saat dipompa. Tangan kanan memegang bag dan memompa sampai dada penderita terlihat mengembang.

4. Kecukupan ventilasi dinilai dengan melihat gerakan dada penderita.

C. CIRCULATION Indikasi pijat jantung : bradikardia ( <60x/m atau henti jantung )

Evaluasi pernapasan, nadi dan warna kulit

Perawatan observasi

Beri tambahan O2

Berikan VTPPerawatan pasca

resusitasi

Berikan VTP Lakukan kompresi dada

Berikan epinfrin

Lokasi pemijatan : 1/3 bagian bawah tulang dada (sternum) dengan kedalaman pijatan 1/3 tebal dada. Metode kompressi yaitu 1 pangkal telapak tangan dengan frekuensi pemijatan± 100x/menit. Koordinasi antara pijat jantung dan nafas buatan yaitu 5 : 1 dengan 20 siklus

D. D ISABILITY (Neurologic Evaluation) 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS 2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

E. E XPOSURE / KONTROL LINGKUNGAN 1. Buka pakaian penderita 2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yangcukup hangat

1. Penanganan pada kasus asmaTerapi

1. Albuterol, 1 sampai 2 semprotan dengan inhaler “dosis terukur”, atau 0,15 sampai 0,3 mg/kg dalam beberapa ml salin dengan nebulasi, atau pada kasus berat dengan tekanan positif. Terapi boleh diulang jika diperlukan dengan pemantauan frekuensi jantung. Dosis yang pasti tidak diperlukan karena banyak albuterol dari nebuizer tersebut tidak diperlukan karena banyak albuterol dan nebulizer tersebut tidak terhirup. Anak yang lebih muda dapat menerima 0,25 ml larutan 0,5% (1,25mg) dalam 2,5 ml NS, dan anak yang lebih besar dan remaja 0,5 ml (2,5 mg) dalam 2,5 ml NS. Albuterol kontinu dapat juga yang diberikan dengan kecepatan 0,5 mg /kg/jam (maksimum 7,5 mg/jam).

2. Meskipun biasanya tidak perlu, pada kasus berat, epinefrin dalam air (1:1000) dapat diberikan, 0,01 ml/kg, perdosis subkutan (maksimum dosis tunggal tidak lebih dari 0,5 ml). onset kerja berlangsung cepat, durasi kerjanya mendekati 20 menit. Suntikan boleh diulang setiap 15 sampai 20 menit sampai total tiga dosis.

3. Pemberian peroral atau cairan IV untuk mengencerkan mucus pada saat yang bersamaan cukup menguntungkan dan amat penting jika anak tersebut mengalami dehidrasi.

4. Pada kasus signifikan, steroid boleh diberikan UGD, prednisolon 1 sampai 2 mg/kg PO (prelone) atau IV (SoluMedrol).5. Jika langkah-langkah yang disebut diatas tidak mengurangi serangan, pasien harus dirawat di rumah sakit.6. Jika serangan asma member respons terhadap terapi, anak boleh dipulangkan. Bronkodilator inhalasi harus dilanjutkan, dan

setiap serangan yang signifikan harus diobati dengan pemberian singkat steroid. Berbagai regimen telah digunakan, misalnya prednisone atau prednisolon, 1 sampai 2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi untuk 3 hari atau dikurangi bertahap dalam 10 hari.

7. Epinefrin lepas lambat (Sus-Phrine), 0,005 ml/kg, kadang-kadang diberikan secara subkutan sebelum anak dipulangkan, meskipun penggunaannya sudah menurun pada tahun-tahun belakangan.

PulangPengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2Membutuhkan kortikosteroid oralEdukasi pasienMemakai obat yang benarIkuti rencana pengobatan selanjutnya

Dirawat di RSInhalasi agonis beta-2 + anti—kolinergikKortikosteroid sistemikAminofilin dripTerapi Oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker venturiPantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin

Dirawat di ICUInhalasi agonis beta-2 + anti kolinergikKortikosteroid IVPertimbangkan agonis beta-2 injeksi SC/IM/IVAminofilin dripMungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik

Penilaian AwalRiwayat dan pemeriksaan fisik

(auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi

Penilaian Ulang setelah 1 jamPem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respons baikRespons baik dan stabil dalam 60 menitPem.fisi normalAPE >70% prediksi/nilai terbaik

Respons Tidak SempurnaResiko tinggi distressPem.fisis : gejala ringan – sedangAPE > 50% terapi < 70%Saturasi O2 tidak perbaikan

Respons buruk dalam 1 jamResiko tinggi distressPem.fisis : berat, gelisah dan kesadaran menurunAPE < 30%PaCO2 < 45 mmHgPaCO2 < 60 mmHg

Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan AwalOksigenasi dengan kanul nasalInhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)Kortikosteroid sistemik : - serangan asma berat- tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator- dalam kortikosterois oral

Perbaikan Tidak Perbaikan

PulangBila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi

Dirawat di ICUBila tidak perbaikan dalam 6-12 jam

Nilai derajat serangan(1)(sesuai tabel 3)

Tatalaksana awalnebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)nebulisasi ketiga + antikolinergik jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Nilai derajat serangan(1)(sesuai tabel 3)

Tatalaksana awalnebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)nebulisasi ketiga + antikolinergik jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan sedang(nebulisasi 1-3x, respons parsial)berikan oksigen (3)nilai kembali derajat

serangan, jika sesuai dgn serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari/observasipasang jalur parenteral

Serangan ringan(nebulisasi 1-3x, respons baik, gejala hilang)observasi 2 jam

jika efek bertahan, boleh pulangjika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang

Serangan berat(nebulisasi 3x, respons buruk)

sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi

pasang jalur parenteralnilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan

berat, rawat di Ruang Rawat Inap

foto Rontgen toraks

Boleh pulangbekali obat -agonis (hirupan / oral)jika sudah ada obat pengendali, teruskanjika infeksi virus sbg. pencetus, dapat diberi steroid oral dalam 24-48 jam kon-trol

ke Klinik R. Jalan, untuk reevaluasi

Ruang Rawat Sehari/observasioksigen teruskanberikan steroid oralnebulisasi tiap 2 jambila dalam 12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum

membaik atau meburuk, alih rawat ke Ruang Rawat Inap

Ruang Rawat Inapoksigen teruskanatasi dehidrasi dan asidosis jika adasteroid IV tiap 6-8 jamnebulisasi tiap 1-2 jamaminofilin IV awal, lanjutkan rumatan

jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jamjika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulangjika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak

membaik, bahkan timbul Ancaman henti napas, alih rawat ke Ruang Rawat Intensif

Catatan:Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergikBila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat IntensifJika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kaliUntuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

Penanganan untuk alergi

Terapi :

Hentikan kontak dengan allergen

Perhatikan tanda-tanda vital dan jalan napas; bila perlu dilakukan resusitasi dan pemberian oksigen.

Epinefrin 1/1000 (obat terpilih) 0,5-1 ml sk/im, dapat diulang 5-10 menit kemudian.

Dapat diberikan pula :

- Antihistamin-difenhidramin (benadryl) 10-20 mg iv

- Kortikosteroid-hidrokortison (Solu-Cortef) 100-250 mg iv lambat (dalam 30 detik).

- Aminofilin 250-500 mg iv lambat, bila spasme bronkioli nyata.

Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan Propranolol peroral sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme otot infundibuler berkurang dan frekwensi spel menurun. Selain itu keadaan umum pasien harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia, dehidrasi atau infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekwensi spel. Bila spel hipoksia tak teratasi dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya memburuk, maka harus secepatnya dilakukan operasi paliatif Blalock-Tausig Shunt (BTS).

2. Penanganan untuk tetralogi fallotPada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :

Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena permasalahan bukan karena

kekuranganoksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian:

Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.

Syok anafilaktik

Adrenalin/epinephrin 0,3-0,5 IM (0,01 mg/kg

BB) Oksigen 100% 8

L/m

Berikan cairan IV

Antihistamin 10-20 mg IM

atau IV

Inhalasi beta-2 agonist

Perbaikan

Tidak ada perbaikan

Evaluasi, stabilisasi,

rujukan

Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif

penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.

Lakukan selanjutnya 1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi 3. Hindari dehidrasi

4. Penanganan untuk intoksikasi makanan

1. Stabilisasi

Penatalaksanan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan resusitasi kardiopulmonal yang dilakukan dengan

cepat dan tepat berupa:

Pembebasan jalan nafas

Perbaikan fungsi pernapasan (Ventilasi dan okigenasi)

Perbaikan sistem sirkulasi darah

2. Dekontaminasi GI

Dekomtaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap racun

mengurangi absorpsi dan mengurangi kerusakan. Tindakan dekontaminasi tergantung pada loksi tubuh yang

terkena racun. Pada GI, penelanan makanan merupakan rute pemaparan yang tersering sehingga tindakan

pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isis ambung dengan cara induksi

muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.

3. Eliminasi

Tindakan mempercepat pengeuaran racun yang sedang beredar dalam darah atau dalam sal.GI setelah lebih dari 4

jam. Apabila masih dalam sal.cerna dapat digunakn pemberian arang aktif yang diberikan berulang dengan dosis

TOFoksigen

asi

Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV

Ketamin 1-3 mg/kg IV

Resusitasi cairan

Evaluasi, stabilisasi,

rujukan

Baik Buruk

30-50 gr (0,5-1 gr/kgBB) setiap 4 jam per orl atau enteral. Tinadakan ini dapat bermanfaat pada keracunan obat

seperti karbamazepin,dll.

Terapi gejaa penyerta

Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa.

Kebutuhan dasar cairan harian adalah 30-35 ml/kgBB hari, Natrium 1-1,5 mmol/kgBB/hari., kalium 1

mmol/kgBB/hari. Apabila ada gangguan elektrolit dan asam basa harus dikoreksi sesuai derajat bert ringannya.

SECONDARY SURVEYA. Anamnesis

Anamnesis yang harus diingat : A : AlergiM : Mekanisme dan sebab trauma M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini) P : Past illness L : Last meal (makan minum terakhir) E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

B. PemeriksaanFisik1. Kepala dan Maksilofasial a) Penilaian

Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya laserasi, kontusi, fraktur dan luka termal Re-evaluasi pupil Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS Penilaian mata untuk perdarahan, luka tembus, ketajaman penglihatan, dislokasi lensa, dan adanya lensa kontak Evaluasi syaraf kranial Periksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan serebro-spinal Periksa mulut untuk adanya perdarahan dan kebocoran cairan serebro-spinal, perlukaan jaringan lunak dan gigi goyang.

b) Pengelolaan Jaga airway, pernafasan dan oksigenasi Cegah kerusakan otak sekunder

2. Vertebra servikalis dan leher Penilaian Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot pernafasan tambahan Palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, simetri pulsasi.

Intoksikasi

makanan

dekontaminasi

Evaluasi, stabilisasi,

rujukan

Pasang NGT

Aspirasi dan kumbah lambung

Resusitasi

cairan

Baik Buruk

3. Toraks PenilaianPenilaian dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma tumpul ataupun tajam, pemakaian otot

pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral.Auskultasi pada bagian depan dan basal untuk bising nafas (bilateral) dan bising jantung.

Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.Perkusi untuk adanya hipersonor atau keredupan.

c. Abdomen Penilaian : Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya trauma tajam/tumpul dan adanya perdarahan internal. Auskultasi bising usus Perkusi abdomen untuk menemukan nyeri lepas (ringan) Palpasi abdomen untuk nyeri tekan.

d. Perineum/rectum/penis Penilaian : Penilaian perineum : perdarahan uretra, laserasi, dsb Penilaian rektum : perdarahan rektum

Tonus sfinkter aniUtuhnya dinding rectumFragmen tulangPosisi prostat

e. Muskuloskeletal Penilaian :Inspeksi lengan dan tungkai akan adanya trauma tumpul/tajam, termasuk adanya laserasi kontusio dan deformitasPalpasi lengan dan tungkai akan adanya nyeri tekan, krepitasi, pergerakan abnormal, dan sensorikPalpasi semua arteri perifer untuk kuatnya pulsasi dan ekualitasNilai pelvis untuk adanya fraktur dan perdarahanInspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis untuk adanya trauma tajam/ tumpul, termasuk adanya kontusio,

laserasi, nyeri tekan, deformitas, dan sensorik

f. Neurologis Penilaian : Re-evaluasi pupil dan tingkat kesadaran Tentukan skor GCS Evaluasi motoric dan sensorik dari keempat ekstremitas Tentukan adanya tanda lateralisasi

C. Tambahan pada secondary surveyDalam melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik yaitu

pemeriksaan radiologi dan laboratorium.Seringkali ini membutuhkan transportasi penderita ke ruangan yang lain harus tersedia perlengkapan untuk resusitasi.Dengan demikian semua prosedur di atas jangan dilakukan sebelum hemodinamik penderita stabil dan telah diperiksa secara teliti.

MEKANISME RUJUKAN DAN TRANSPORTASI PADA SKENARIOA. Syarat Rujukan

Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.

Keadaan yang mengancam jiwa harus tertangani terlebih dahulu (A,B,C,D,E) Dokter yang merujuk menyertakan dokumen mengenai identitas pasien,hasil anamnesis dan kondisi pasien Tersedia layanan rujukan seperti transportasi dan perawat yang berpengalaman untuk ikut serta Dokter dan rumah sakit yang menerima pasien bersedia dan dapat memberikan penanganan kepada pasien

B. Transportasi 1. Syarat Transportasi Penderita

Memenuhi syarat :- Gangguan Pernapasan & CV telah ditanggulangi; Resusitasi bila perluSelama Tranportasi Monitor:- Kesadaran- Pernapasan- Tekanan Darah dan Denyut nadi

2. Syarat Alat TransportasiKendaraan Darat (Ambulance,Pick up, truck,gerobak,dll) Laut (perahu,rakit,kapal,perahu motor dll) Udara (Pesawat terbang,helikopter)Yang terpenting adalah: Penderita dapat terlentang Cukup luas minimal untuk 2 penderita & petugas dapat bergerak leluasa Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jala

ETIOLOGI SESAK NAPASTrauma Gangguan jalan nafas (obstruksi benda asing) Trauma thorax (trauma jatuh atau pukulan di dada) Trauma inhalasi (keracunan gas)Non-trauma Syok anafilaktik (misalnya karena alergi) Gangguan paru (misalnya asma, bronchitis, dll) Gangguan kardiovaskuler (misalnya Atrial septal defect (ASD), penyakit jantung bawaan, dll)

MEKANISME SESAK NAPAS Kebutuhan ventilasi meningkat

- orang normal atau penyakit paru- respiratory motor output meningkat sense of effort- hipoksemia rangsang kemoreseptor meningkatkan aktiviti motor pernpasan- dekonditioning (pasien penyakit kardiopumoner) asam laktat lebih cepat meningkat rangsang pernapasan

meningkat ventilasi sesak nafas Kelainan otot pernapasan

- Kelemahan / tidak efisien mekanik otot pernapasan mismatch antara output motor pernapasan dan ventilsi sesak nafasMisal pada penyakit neuromuskular, kelemahan otot

- PPOK : inflasi paru-ekspansi toraksKRF meningkat otot inspirasi memendeklength-tension inappropriateness menurunkan kapasiti

Kelainan tahanan ventilasi- Penyempitan jalan nafas (asma, PPOK) tahanan jalan nafas meningkat- Penyakit paru parenkim (interstisial pneumonitis, fibrosis paru) elastik paru tahanan jalan nafas

- Tahanan ventilasi meningkat – output moto pernapasan effort sesak nafas Kelainan pola bernafas

- Misal pada penyakit parenkim paru nafas cepat : refleks dar respon rangsangan reseptor vagus di paru. Kelainan asam basa

- Hipokesemia rangsang kemoreseptor aktiviti motor pernpasan meningkat- Hiperkapnia output motor pernapasan meningkat ventilasi- Hiperkapnia kronik : kompensasi metabolik mengurangi perubahan konsentrasi ion hidrogen

mengurangi respon ventilasi mengubah sensasi pernapasan

OBAT – OBATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN

Obat-Obat Bronkodilator

Tipe utama bronkodilator :

1. Adrenergik2. Antikolinergik3. Xanthin

1. Adrenergika

Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-mimetika) yang berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol (Meptin), dan klenbuterol (Spriropent). Lagi pula, obat long-acting yang agak baru, yaitu salmoterol dan formoterol (dorudil).

Zat-zat ini bekerja lebih kurang selektif terhadap reseptor b2 adrenergis dan praktis tidak terhadap reseptor- b1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin. Pengecualian adalah adrenalin (reseptor dan b) yang sangat efektif pada keadaan kemelut.

Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea (batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.

Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata secara berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru, karena tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi alergen pada pasien alergis. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun hanya digunakan untuk melawan serangan atau sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan obat pencegah, seperti kortikosteroid dan kromoglikat.

Kehamilan dan laktasi. Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh wanita hamil, begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-16. salbutamol. Terbutalin, dan salmeterol mencapai air susu ibu. Dari obat lainnya belum terdapat cukup data untuk menilai keamanannya; pada binatang percobaan, salmoterol ternyata merugikan janin.

Obat-obat adrenergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

Adrenalin epinefrin Lidonest 2%.

Zat adrenergik ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Sering kali senyawa ini dikombinasi dengan tranquillizer peroral guna melawan rasa takut dan cemas yang menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.

Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap jantung palpitasi, aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul pula hyperglikemia, karena efek antidiabetika oral diperlemah.

Dosis pada serangan asma i.v. 0,3 ml dari larutan 1 : 1.000 yang dapat diulang dua kali setiap 20 meter (tartrat)

Efedrin : *Asmadex, * Asmasolon, * Bronchicum”

Derivat – adrenalin ini memiliki efek sentral lebih kuat dengan efek bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat diberikan secara oral maka banyak digunakan sebagai obat asma (bebas berbatas tanpa resep) dalam berbagai sediaan populer, walaupun efek sampingnya dapat membahayakan.

Reasorbsinya baik dan dalam waktu ¼ – 1 jam sudah terjadi bronchodilatasi. Di dalam hati, sebagian zat dirombak ekskresinya terutama lewat urin secara utuh. Plasma ½-nya 3-6 jam.

Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah sudah dapat menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan berkemih. Pada overdose, timbul efek berbahaya terhadap SSP dan jantung (palpitasi) (3,4).

Isoprenalin : Isuprel Aleudrin

Derivat ini mempunyai efek b1 + b2 adrenergis dan memiliki daya bronchodilatasi baik tetapi resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Resorpsinya dari mulut (oromukosal sebagai tablet atau larutan agak lebih baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah beberapa menit dan bertahan sampai 1 jamn.

Penggunaannya sebagai obat asma sudah terdesak oleh adrenergika dengan khasiat spesifik tanpa efek beta-1 (jantung), sehingga lebih jarang menimbulkan efek samping. Begitu pula turunnya, seperti yang tersebut di bawah ini, sebaiknya jangan digunakan lagi.

Orsiprenalin (Metaproterenol, Alupent, Silomat comp)

Adalah isomer isoprenalin dengan resorpsi lebih baik, yang efeknya dimulai lebih lambat (oral sesudah 15-20 menit tetapi bertahan lebih lama, sampai 4 jam. Mulai kerjanya melalui inhalasi atau injeksi adalah setelah 10 menit.

Dosis 4 dd 20 mg (sulfat), i.m. atau s.c. 0,5 mg yang dapat diulang setelah ½ jam, inhalasi 3 – 4 dd 2 semprotan.

Salbutamol: ventolin, salbuven

Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama (1986) yang pada dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor b2. selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mastcell, maka sangat efektif mencegah maupun meniadakan serangan asma. Dewasa ini obat ini sudah lazim digunakan dalam bentuk dosis-aerosol berhubung efeknya pesat dengan efek samping yang lebih ringan daripada penggunaan per oral. Pada saat inhalasi seruk halsu atau larutan, kira-kira 80% mencapai trachea, tetapi hanya 7 -8% dari bagian terhalus (1-5 mikron) tiba di bronchioli dan paru-paru.

Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing-pusing, mual, dan tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi reseptor b-1 dengan efek kardiovaskuler: tachycardia, palpitasi, aritmia, dan hipotensi. Oleh karena itu sangat penting untuk memberikan instruksi yang cermat agar jangan mengulang inhalasi dalam waktu yang terlalu singkat, karena dapat terjadi tachyfylaxis (efek obat menurun dengan pesat pada penggunaan yang terlalu sering).

Dosis 3-4 dd 2-4 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada serangan akut 2 puff yang dapat diulang sesudah 15 menit. Pada serangan hebat i.m. atau s.c. 250-500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam.

Terbutalin : Bricasma, Bricanyl

Derivat metil dari orsiprenalin (1970) ini juga berkhasiat b2 selektif. Secara oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjnya ca 6 jam. Lebih sering mengakibatkan tachycardia.

Dosis 2-3 dd 2,5-5 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg, maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (3,4).

Fenoterol (berotec)

Adalah derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang sama. Efeknya lebih kuat dan bertahan ca 6 jam, lebih lama daripada salbutamol (ca 4 jam).Dosis : 3 dd 2,5-5 mg (bromida), suppositoria malam hari 15 mg, dan inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 200 mcg.

2. Antikolinergika

Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolimengika memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronchodilatasi.

Penggunaan terutama untuk terapi pemeliharaan HRB, tetapi juga berguna untuk meniadakan serangan asma akut (melalui inhalasi dengan efek pesat).

Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah efek atropin, seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram akibat gangguan akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini.

Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

Ipratropium : Atrovent

Derivat-N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat bronchodilatasi, karena melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropin berdaya mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak. Khususnya digunakan sebaga inhalasi, efeknya dimulai lebih lambat (15 menit) dari pada b2-mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam. Sangat efektif sebagai obat pencegah dan pemeliharaan, terutama pada bronchitis kronis. Kini, zat ini tidak digunakan (lagi) sebagai monoterapi (pemeliharaan), melainkan selalu bersama kortikosteroida-inhalasi. Kombinasinya dengan b2-mimetika memperkuat efeknya (adisi).

Resorpsinya secara oral buruk (seperti semua senyawa amonium kwaterner). Secara tracheal hanya bekerja setempat dan praktis tidak diserap. Keuntungannya ialah zat ini juga dapat digunakan oleh pasien jantung yang tidak tahan terhadap adrenergika. Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering, mual, nyeri kepala, dan pusing.

Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromida).

3. Derivat Xanthin: teofilin, aminofilin

Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya hiperektivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaksi. Resorpsi dari turunan teofilin amat berbeda-beda, yang terbaik adalah teofilin microfine (particle size 1-5 micron) dan garam-garamnya aminofilin dan kolinteofilinat. Penggunaanya secara terus-menerus pada terapi pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Pada keadaan akut

(infeksi aminofilin) dapat dikombinasi dengan obat asam lainnya, tetapi kombinasi dengan b2-mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubungan kedua jenis obat saling memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan efedrin (Asmadex, Asmasolon) praktis tidak memperbesar efek bronchodilatasi, sedangkan efeknya terhadap jantung dan efek sentralnya amat diperkuat. Oleh karena ini, sediaan kombinasi demikian tidak dianjurkan, terutama bagi para manula.

Tablet sustanined release (Euphyllin retard 125-250 mg) adalah efketif untuk memperoleh kadar darah yang konstan, khususnya pada waktu tidur dan dengan demikian mencegah serangan tengah malam dan morning dip.

Kehamilan dan laktasi

Teofilin aman bagi wanita hamil. Karena dapat mencapai air susu ibu, sebaiknya ibu menyusui bayinya sebelum menelan obat ini.

Obat-obat golongan xanthin yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

Teofilin : 1,3 dimryilkdsnyin, Quibron-T/SR Theobron.

Alkaloida ini (1908) terdapat bersama kofein (trimetilksantin) pada daun teh (Yuntheos = Allah, phykllon = daun) dan memiliki sejumlah khasiat antara lain berdaya spasmolitis terhadap otot polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi jantung (efek inotrop positif) dan mendilatasinya. Teofilin juga menstimulasi SSP dan pernafasan, serta bekerja diuretis lemah dan singat. Kofein juga memiliki semua khasiat ini meski lebih lemah, kecuali efek stimulasi sentralnya yang lebih kuat. Kini, obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan asma.

Efek bronchodilatasinya tidak berkorelasi baik dengan dosis, tetapi memperlihatkan hubungan jelas dengan kadar darahnya dan kadar di air liur. Luas terapeutisnya sempit, artinya dosis efektifnya terletak berdekatan dengan dosis toksisnya. Untuk efek optimal diperlukan kadar dalam darah dari 10-15 mcg/ml, sedangkan pada 20 mcg/ml sudah terjadi efek toksis. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menetapkan dosis secara individual berdasarkan tuntutan kadar dalam darah. Hal ini terutama perlu pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dan pada manula diatas 60 tahun, yang sangat peka terhadap overdose, juga pada pasien gangguan hati dan ginjal. Terapi dengan teofilin harus dipandu dengan penentuan kadar dalam darah.

Resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Itulah sebabnya mengapa bronchodilator tua ini (1935) dahulu jarang digunakan. Baru pada tahun 1970-an, diketahui bahwa resorpsi dapat menjadi lengkap bila digunakan dalam bentuk seruk microfine. (besarnya partikel 5-10 mikron) begitu juga pada penggunaan sebagai larutan, yang seperlunya ditambahkan alkohol 20%. Plasma-t ½ nya 3-7 jam, ekskresinya berlangsung sebagai asam metilurat lewat kemih dan hanya 10% dalam keadaan utuh. Teofilin sebaiknya digunakan sebagai sediaan ‘sutanined release’ yang memberikan resorpsi konstan dan kadar dalam darah yang lebih teratur.

Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah, baik pada penggunaan oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek kardiovaskuler, seperti tachycardia, aritmia, dan hipotensi. Anak kecil sangat peka terhadap efek samping teofilin.

Dosis 3-4 dd 125 – 250 mg microfine (retard). 1 mg teofilin 0 aq = 1,1 g teofilin 1 aq = 1,17 g aminofilin 0 aq = 1,23 g aminofilin 1 aq.

Aminofilin (teofilin-etilendiamin, Phyllocomtin continus, Euphylllin)

Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah), juga pada penggunaan dalam suppositoria dan injeksi intramuskuler (nyeri). Pada serangan asma, obat ini digunakan sebagai injeksi i.v.

DAFTAR PUSTAKA1. Buku ajar

a. American college of surgeons. 2004. Advance Trauma Life Support Program for Doctors, 7th edition. USA (Diterjemahan dan dicetak oleh komisi trauma IKABI)

b. Tambunan, Karmel L, dkk. 2003. Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat, Jilid 1. Jakarta. FKUIc. Alsagaff, Hood dan Mukty Abdul H.2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press : Surabaya.d. PDSPDI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat Penerbitan FKUI: Jakarta. e. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Airlangga: Jakarta.f. Modul Departemen Kesehatan RI (DIT YANMED GIGI DASAR – PUSDIKLAT KESEHATAN)g. Stead Latha G. : First Aid For the Emergency Medicine clerkship, McGraw Hill Companies,Inc, 2003.

2. Tim Dosen UNHAS : Diktat kuliah Sistem Gawat Darurat dan Traumatologi, UNHAS, 2010.

3. www.emedicine.com 4. www.medlinux.blogspot.com