laporan od 1 ortho

77
LAPORAN TUTORIAL ORTHODONSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Oral Diagnosa dan Rencana Perawatan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Pembimbing : drg. Leliana Sandra Devi P, Sp.Ort FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Upload: danarwati-budiningrum

Post on 19-Dec-2015

211 views

Category:

Documents


47 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL

ORTHODONSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial

Oral Diagnosa dan Rencana Perawatan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Pembimbing :

drg. Leliana Sandra Devi P, Sp.Ort

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2015

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

Tutor : drg. Leliana Sandra Devi P, Sp.Ort

Ketua : Iman Santoso Adji (131610101060)

Scriber Meja : Lusi Hesti Pratiwisari (131610101058)

Scriber Papan : Afifannisa Dienda Rifani (131610101013)

Anggota :

1. Jerry Daniel (131610101018)

2. Hesti Rasdi Setiawai (131610101020)

3. Duati Mayangsari (131610101039)

4. Arini Al Haq (131610101040)

5. Pungky Anggraini (131610101042)

6. Rachel P W (131610101049)

7. Fatimatuz Zahroh (131610101051)

8. Cholida Rachmatia (131610101056)

9. Primawati Dyah (131610101077)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah – NYA

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul “Orthodonsi”.

Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok V pada

skenario pertama.

Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,

oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. drg. Leliana Sandra Devi P, Sp.Ort selaku tutor yang telah membimbing

jalannya diskusi tutorial kelompok V Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Jember dan memberi masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang

telah didapatkan.

2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang demi kesempurnaan laporan ini.

Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.

Jember, 25 Maret 2015

Tim Penyusun

SKENARIO I

ORTHODONSI

Anak laki – laki umur 9 tahun datang dengan keluhan ingin

merapikan gigi atas dan bawah yang saling tumpang tindih. Pasien

sebelumnya tidak pernah ke dokter gigi, tidak ada riwayat trauma, proses

kelahiran normal.

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Orthodonsi dalam artinya sangat banyak dipengaruhi oleh beberapa

kondisi yang timbul pada saat ilmu orthodonsi itu sendiri pertama kali

muncul. Ada beberapa pengertian yang sangat penting untuk diketahui.

Ilmuwan dari amerika serikat, pengertian orthodonsi diilhami oleh

penemuan fosil yang ditemukan di yunani yang berasal dari abad sebelum

masehi lalu. Orthodontic/ orthodonsi menurut amerika serikat terdiri dari 2

kata yaitu “orthos/ortho” yaitu lurus dan “odontos/donsi” yaitu gigi.

Sehingga dalam 2 kata tersebut dapat diambil pengertian yang dimaksud

orthodonsi adalah ilmu yang digunakan untuk membuat gigi lurus. Yang

dimaksud gigi lurus adalah gigi yang terletak pada lengkung rahang yang

normal.

Sedangkan ilmuwan-ilmuwan benua eropa orthodonsi diartikan

sebagai dental orthopedies atau orthopedie dentofaciale. Secara harfiah

dapat diartikan sebagai ilmu yang digunakan untuk membuat lurus tidak

hanya melibatkan gigi saja tetapi secara luas diartikan muka juga dibuat

lurus. Moyers dalam Handbook of orthodontic memberikan pengertian

orthodonsi sebagai bagian dari kedokteran gigi yang mempelajari

pertumbuhan dan perkembangan kompleks dari kraniofacial, perkembangan

oklusi dan perawatan keabnormalan dari dentofacial.

Perawatan ortodonti adalah salah satu jenis perawatan yang

dilakukan di bidang kedokteran gigi yang bertujuan mendapatkan

penampilan dentofasial yang menyenangkan secara estetika yaitu dengan

menghilangkan susunan gigi yang berjejal, mengoreksi penyimpangan

rotasional dan apikal dari gigi-geligi, mengoreksi hubungan antar insisal

serta menciptakan hubungan oklusi yang baik.

Tujuan dari perawatan ortodontik sebagai suatu penciptaan

hubungan – hubungan oklusal sebaik mungkin dalam kerangka estetika

wajah yang dapat di terima dan stabilitas dari hasil akhirnya. Tentu tujuan

utama dari perawatan ortodonti adalah mendapat penampilan dentofacial

yang menyenangkan secara estetika dengan fungsi yang baik dengan gigi –

gigi dalam posisi stabil.

Dewasa ini banyak penyimpangan dentofasial yang sering dikoresi

oleh dokter gigi. Dalam penentuan diagnosa orthodonti diperlukan beberapa

langkah yang harus dilakukan secara sistematis dan terstrukur untuk

mendapatkan hasil diagnosa yang akurat dan tepat. Untuk itu dalam laporan

ini penulis akan membabarkan bagaimana cara / langkah – langkah

penentuan diagnosa dalam bidang orthodonti sehingga mendapatkan hasil

diagnosa yang tepat.

BAB 2. PEMBAHASAN

STEP 1 Identifikasi Masalah

STEP 2

1. Apakah etiologi dari gigi berjejal ?

2. Apa diagnosa yang sesuai dengan klasifikasi maloklusi ?

3. Apa saja pertimbangan yang perlu dilakukan untuk perawatan

orthodontik?

STEP 3

1. Apakah etiologi dari gigi berjejal ?

- Kebiasaan buruk menghisap ibu jari, menghisap bibir

- Presistensi gigi caninus susu dengan caninus permanen

- Lengkung rahang kecil menyebabkan gigi berjejal

- Ukuran gigi besar dan rahang kecil yang menyebabkan gigi berjejal

- Herediter mempengarui sifat mukosa - rentang terjadi rokbek

pada mukosa

- Adanya gigi mesiodens

- Karies interproximal Menyebabkan lengkung rahang kecil

- Makroglosia lidah mendorong gigi anterior

2. Apa diagnosa yang sesuai dengan klasifikasi maloklusi ?

- Kelas 1 angle tipe 1

- Netroklusi dengan berjejal anterior

3. Apa saja pertimbangan yang perlu dilakukan untuk perawatan

orthodontik?

- Ekstra Oral

1. Bentuk kepala : pemeriksaan dengan menggunakan indeks

- Panjang dan sempit < 0,75

- Brachisepali 0,8

- Mesosepali 0,76-0,79

2. Tipe profil : cembung , cekung, lurus

3. Evaluasi bibir bawah

Prognosis

Pemeriksaan Umum Pemeriksaan Penunjang

Etiologi

Diagnosis

Rencana perawatan

Analisa Model Studi

Anamnesis

Keluhan utama

4. Evaluasi wajah arah vertikal dan mandibula

5. Keadaan lengkung rahang dan lengkung ruang berhubungan

dengan perawatan

- Intra Oral

1. Ada dan tidaknya benih gigi dengan menggunakan rongten foto

2. Pengukuran mesial dan distal - pengurangan enamel dari mesial

dan distal gigi

3. Pencabutan dibutuhkan saat masa gigi campuran

4. Pengukuran gigi insisiv

5. Susunan dan simetri gigi dalam rahang

6. Analisi over jet dan overbite

7. pemeriksaan TMJ berhubungan dengan tonus otot

- Pemeriksaan subjektiv

1. Kondisi psikologis berhubungan dengan prognosis perawatan

2. Motivasi pasien melakukan perawatan

3. Kebiasaan buruk saat masih gigi sulung harus dihentikan

STEP 4 MAPPING

STEP 5 Learning Objective

1. Mahasiswa mampu memahami cara anamnesis yang benar dalam bidang

orthodonti

2. Mahasiswa mampu memahami cara pemeriksaan ektra oral dan intra oral

untuk bidan g orthodonti

3. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan

dalam bidang orthodonti

4. Mahasiswa mampu memahami etiologi kelainan maloklusi

5. Mahasiswa mampu memahami prognosis perawata ditinjau dari

pemeriksaan dan etiologi

6. Mahasiswa mampu memahami diagnosa dalam bidang orthodonti \

7. Mahasiswa mampu menganalisa model studi

8. Mahasiswa mampu memahami rencana perawatan yang dibutuhkan untuk

mengkoreksi kelainan

STEP 7

A. IDENTITAS PASIEN

Pencatatan identitas pasien meliputi :

1. Nama Pasien : Nama pasien dicatat dengan benar sesuai dengan yang

dimaksud pasien

2. Umur : Pencatatan umur diperlukan untuk :

- Mengetahui apakah pasien masih dalam masa pertumbuhan atau sudah

berhenti

- Pertumbuhan gigi-geligi masih termasuk periode gigi susu/decidui,

campuran/ mixed atau tetap/permanent.

- Gigi yang sudah erupsi sudah sesuai dengan umur pasien (menurut

umur erupsi gigi).

- Menetapkan jenis alat ortodontik yang tepat untuk digunakan (alat

cekat atau lepasan, alat aktif atau fungsional)

- Untuk memperkirakan waktu /lama perawatan yang diperlukan.

Apakah perawatan bisa segera dilaksanakan atau harus ditunda, berapa

lama dibutuhkan perawatan aktif dan berapa lama diperlukan untuk

periode retensi

3. Jenis kelamin : Pencatatan jenis kelamin pasien diperlukan berkaitan segi

psikologi perawatan :

- Pasien wanita lebih sensitif dari pada pasien lelaki oleh karena itu

perawatan harus dilakukan dengan cara yang lebih lemah lembut dari

pasien lelaki.

- Pasien wanita lebih memperhatikan secara detil keteraturan giginya

dari pada pasin laki-laki.

- Pasien wanita biasanya lebih tertib lebih sabar dan lebih telaten dari

pada pasien lelaki dalam melaksanakan ketentuan perawatan.

4. Alamat : Pencatatan alamat (dan nomer telepon) diperlukan agar operator

dapat menghubungi pasien dengan cepat bila diperlukan . Sebaliknya

pasien juga diberi alamat (dan nomer telepon) operator untuk

mempermudah komunikasi.

5. Pendidikan : Dengan mengetahui pendidikan pasien, operator dapat

menyesuaikan cara memberi penerangan, cara memotivasi pasien).

6. Suku bangsa : Pencatatan suku bangsa diperlukan karena suatu kelompok

suku bangsa atau ras tertentu akan mempunyai ciri-ciri spesifik yang

masih termasuk normal untuk kelompok tersebut (misalnya suku bangsa

Negroid sedikit protrusif masih termasuk normal).

7. Nama Orang Tua

8. Alamat Orang Tua

- Identitas orang tua diperlukan jika sewaktu-waktu operator perlu

konsultasi dengan orang tua pasien.

9. Pekerjaan Orang tua

B. ANAMNESIS / PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang

didapat dengan cara operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

berhubungan dengan keadaan pasien :

Anamnesis meliputi :

1. Keluhan Utama (chief complain/main complain) :

Keluhan utama adalah alasan/motivasi yang menyebabkan pasien

datang untuk dirawat. Dari keluhan yang telah dikemukakan itu akan dapat

diketahui:

1. Apa sebenarnya yang pasien inginkan untuk mendapat perbaikan

dari operator/dokter gigi

2. Apakah keluhan itu memungkinkan untuk ditanggulangi dengan

perawatan ortodontik

3. Apakah keluhan itu menyangkut faktor esteik atau fungsional

(bicara , mengunyah) ?

4. Keluhan utama bisanya diikuti oleh keluhan sekunder yaitu

keluhan yang baru disadari setelah mendapat penjelasan dari

operator: Apakah ada keadaan lain yang tidak disadari oleh pasien

yang merupakan suatu kelainan yang memungkinkan untuk

dirawat secara ortodontik ? Jika ada ini perlu dijelaskan dan

dimintakan persetujuan untuk dirawat.

2. Riwayat Kasus (Case History)

Disini dimaksudkan agar operator dapat menelusuri riwayat

pertumbuhan dan perkembangan pasien yang melibatkan komponen

dentofasial sampai terjadinya kasus maloklusi seperti yang diderita pasien saat

ini. Rawayat kasus dapat ditelusuri dari beberapa aspek :

a. Riwayat Gigi-geligi (Dental History):

Anamnesis riwayat gigi-geligi dimaksudkan untuk mengetahui proses

pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi pasien sampai keadaan sekarang

sehingga dapat diketahui mulai sejak kapan dan bagai mana proses

perkembangan terbentuknya maloklusi pasien. Meliputi riwayat pada :

- Periode gigi susu (Decidui Dentition) : Untuk mengetahui adakah

poses pertumbuhan dan perkembangan maloklusi pasien dimulai pada

periode ini ?

- Adakah gigis (rampant caries) pada waktu masa gigi susu ?

- Adakah karies pada sela-sela gigi-gigi (proximal caries) pada waktu

gigi susu ? Di daerah mana ? Apakah karies ini ditambalkan ke dokter

gigi? Penahkah mendapat benturan (trauma) pada gigi-gigi susu? Di

bagian mana ? Periode gigi campuran (Mixed Dentitition) : Adakah

proses pergantian dari gigi susu ke gigi permanen ini sebagai penyebab

terjadinya maloklusi? Perlu diketahui kemungkinan adanya

persistensi / prolonged retensi bahkan prematur loss.

- Ketika gigi-gigi susu mulai goyah apakah dicabutkan kedokter gigi

secara teratur ? Adakah gigi-gigi yang sampai kesundulan /

persistensi? Di daerah mana ?

- Adakah gigi susu yang karies besar tidak dirawat. Adakah sisa-sisa

akar gigi susu yang tertinggal pada saat gigi permanen mulai erupsi ?

- Adakah gigi-gigi permanen yang terlambat tumbuh (terlalu lama

ompong)

- Periode gigi permanen (Permanent Dentition) : Untuk mengetahui

apakah maloklusi pasien dimulai pada periode ini ?

- Adakah karies pada gigi permanen. Apakah sudah ditambal / apakah

mendapat perawatan syaraf (endodontik) ?

- Adakah gigi permanen yang telah dicabut ? Kapan ? Karena apa ?

Apakah ada gigi yang telah dicabut dibiarkan tidak diganti dalam

waktu yang lama ? Adakah gigi tidak bisa tumbuh / impaksi ? Apakah

sudah dicabut atau agenese

- Adakah benturan / trauma pada gigi-gigi permanen , dibagian mana ?

b. Riwayat Penyakit (Desease History) :

Anamnesis Riwayat penyakit tujuannya untuk mengetahui :

- Adakah penyakit yang pernah / sedang diderita pasien dapat

menggangu proses pertumbuhan, perkembangan rahang dan erupsi

normal gigi-geligi, sehingga diduga sebagai penyebab maloklusi.

- Adakah penyakit yang diderita pasien dapat mengganggu /

menghambat proses perawatan ortodontik yang akan dilakukan.

- Adakah penyakit yang kemungkinan dapat menular kepada operator

- Perlu diketahui pada umur berapa dan berapa lama penyakit itu

diderita pasien dan

- apakah sekarang masih dalam perawatan dokter, dokter siapa ?

- Penyakit yang dimaksud antara laian :

- Penyakit kekurangan gizi pada masa kanak-kanak

- Tonsilitis atau Adenoiditis

- Hypertensi atau penyakit Jantung

- Hepatitis atau Lever

- Asthma

- Tubercolosis

- HIV atau AIDS

- Allergi terhadap obat tertentu

- Dll.

c. Riwayat keluarga (Family History) :

Tujuan dari anamnesis riwayat keluarga adalah untuk mengetahui

apakah maloklusi pasien merupakan faktor herediter (keturunan) yang

diwariskan dari orang tua. Untuk iru perlu ditanyakan keadaan gigi-geligi

kedua orang tua dan saudara kandung pasien.

Contoh : Umur Susunan Gigi-geligi

Orang tua :

- Ayah : 38 tahun Teratur / Berjejal / Renggang, Protrusif / Retrusif

- Ibu : 35 tahun Teratur / Berjejal / Renggang, Protrusif / Retrusif

- Saudara: - Anak I(♂) : 19 tahun Teratur / Berjejal / Renggang,

Protrusif / Retrusi

- Anak II (♀ ) : 17 tahun Teratur / Berjejal / Renggang, Protrusif /

Retrusif

- Anak III (♀) : 15 tahun Teratur / Berjejal / Renggang, Protrusif /

Retrusif

- Anak IV((♂) : 13 tahun Teratur / Berjejal / Renggang, Protrusif /

Retrusif

d. Kebiasaan buruk (Bad habit ) :

Anamnesis bad habit dinamaksudkan untuk mengetahui etiologi

maloklusi pasien apakah berasal dari suatu kebiasaan buruk yang telah /

sedang dilakukan pasien. Untuk itu tanyakan kepada pasien atau orang tuanya

tentang :

- Jenis : Bad habit apa yang telah dilakukan ?

- Kapan : Umur berapa bad habit dilakukan, apakah sekarang masih

dilakukan ?

- Durasi : Dari sejak kapan sampai kapan dilakukan ?

- Frekuensi : Berapa kali per jam / perhari dilakukan ?

- Intensitas : Seberapa kuat / keras dilakukan ?

- Posisi : Bagaimana dan di bagian mana dilakukan ?

- Apakah ada hubungan anatara bad habit yang dilakukan dengan

keadaan maloklusi pasien

C. PEMERIKSAAN KLINIS / PEMERIKSAAN OBYEKTIF

1. Umum / General

Pemeriksaan klinis secara umum pada pasien dapat dilakukan dengan

mengukur dan mengamati :

- Tinggi badan : …………………cm.

- Berat badan : …………………kg.

- Keadaan jasmani : baik / cukup / jelek

- Keadaan mental : baik / cukup / jelek

- Status gizi : baik / cukup / jelek

Maksud pemeriksaan klinis menyangkut tinggi badan, berat badan,

keadaan jasmani serta keadaan gizi pasien adalah untuk memperkirakan

pertumbuhan dan perkembangan pasien secara umum, sedangkan data

keadaan mental pasien diperlukan untuk menentukan apakah pasien nanti

dapat bekerja sama (kooperatif) dengan baik bersama operator dalam

proses perawatan untuk mendapatkan hasil perawatan yang optimal.

1. Khusus / Lokal :

a. Luar mulut / Ekstra Oral :

- Bentuk muka : simetris / asimetris

- Tipe muka : Menurut Martin (Graber 1972) dikenal 3 tipe muka yaitu :

Brahisepali : lebar, persegi

Mesosepali : lonjong / oval

Oligisepali : panjang / sempit

Umumnya tipe muka berkaitan erat dengan bentuk lengkung gigi pasien.

Klasifikasi bentuk muka dan kepala menurut Sukadana (1976)

berdasarkan:

- Indeks muka = Tinggi muka ( A) (Jarak N – Gn) x 100

- Lebar muka (B) (Jarak bizigomatik)

Menurut Schwarz (Boersma,1987) Tipe profil bervariasi masing-

masing menjadi :

- Cembung (Anteface ) bila titik Sub nasale (Sn) berada di depan titi

Nasion (Na)

- Lurus (Average face) bila titik Sub nasale (Sn) berada tepat segaris

dengan Nasion (Na)

- Cekung (Retroface) bila titik Sub nasale (Sn) berada di belakang titik

Nasion (Na)

Masing-masing tipe ini masih bisa bervariasi dengan kombinasi :

- Retrognatik (Dorsaly rotated dintition ) : Bila gigi-geligi rahang

bawah berotasi ke arah belakang sehingga posisi titik Pog tampak lebih

ke belakang dari posisi Nasion

- Ortogantik (Unrotated dentition): Bila gigi-geligi rahang bawah tidak

berotasi / posisinya normal titik Pog tampak lurus terhadap Nasion

- Prognatik (Ventraly rotated dentition) : Bila gigi-geligi rahang bawah

berotasi kedepan, dagu (titik Pog) tampak maju terhadap Nasion

- Nasion (Na) adalah titik terdepan dari sutura Fronto nasalis

- Subnasale (Sn) adalah titik titik terdepan tepat dibawah hidung

Dengan demikian akan didapatkan 9 tipe muka :

- Cembung : Anteface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan

prognatik

- Lurus : Average face dengan variasi retrognatik, ortognatik dan

prognatik

- Cekung : Retroface dengan variasi retrognatik, ortognatik dan

prognatik

Otot-otot mastikasi dan otot-otot bibir

Serabut otot bersifat elastis , mempunyai dua macam ketegangan

(tonus), aktif dan pasif. Pada waktu kontraksi terdapat ketegangan yang

aktif dan apabila dalam keadaan dilatasi terdapat ketegangan pasif.

Dengan demikian pada waktu istirahat otot-otot mastikasi dan bibir

mempunyai tonus yang dalam keadaan normal terdapat keseimbangan

yang harmonis, bila tidak normal tonus otot sangat kuat (hypertonus) atau

sangat lemah (hipotonus) dapat menimbulkan anomali pada lengkung gigi

akibat adanya ketidakseimbangan atara tekanan otot di luar dan di dalam

mulut. Pada pemeriksaan klinis, periksa :

- Otot-otot mastikasi : normal / hypertonus / hypotonus

- Otot bibir atas : normal / hypertonus / hypotonus

- Otot bibir bawah : normal / hypertonus / hypotonus

- Keadaan bibir pada waktu istirahat (rest position) : terbuka / menutup

Bibir terbuka pada waktu rest posisi bisa disebabkan karena bibir

terlalu pendek(incompetent) atau hypotonus otot bibir sering dijumpai

pada pada pasien yang gigi depannya protrusif.

- Keadaan pipi : normal / cembung / cekung

Keadaan ini juga berkaitan dengan tonus otot-otot pipi (m. masseter)

pasien.

b. Dalam mulut /Intra oral :

Pemeriksaan intraoral dilakukan dengan mengamati :

- Kebersihan mulut (oral hygiene / OH) : baik / cukup / jelekIni dapat

ditetapkan dengan Indeks OHIS, pasien yang kebersihan mulutnya

jelekkemungkinan besar kebersihan mulutnya akan lebih jelek lagi

selama perawatan dilakukan , oleh karena itu motivasi kebersihan

mulut perlu diberikan sebelum perawatan ortodontik dilakukan

- Keadaan lidah : normal / macroglossia / microglossia Pasien yang

mempunyai lidah besar ditandai oleh : Ukuran lidah tampak besar

dibandingkan ukuran lengkung giginya, Dalam keadaan relax

membuka mulut, lidah tampak luber menutupi permukaan oklusal gigi-

gigi bawah, pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat tekanan

permukaan lingual mahkota gigi (tongue of identation), Gigi-gigi

tampak renggang-renggang (general diastema).

- Palatum : normal / tinggi / rendah serta normal / lebar / sempit. Pasien

dengan pertumbuhan rahang rahang atas kelateral kurang (kontraksi)

biasanya palatumnya tinggi sempit, sedangkan yang pertumbuhan

berlebihan (distraksi) biasanya mempunyai palatum rendah lebar. Jika

ada kelainan lainnya seperti adanya peradangan, tumor, torus,

palatoschisis, dll.

- Gingiva : Normal / hypertophy / hypotropy

- Adanya peradangan pada gingiva bisa ditetentukan dengan gingival

indeks (GI).

- Mucosa : normal / inflamasi / kelainan lainnya. Pasien dengan oral

hygiene yang jelek biasanya mempunyai gingiva dan mucosa yang

inflamasi dan hypertropy.

- Frenulum labii superior : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis

- Frenulum labii inferior : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis

- Frenulum lingualis : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis

Pemeriksaan frenulum dilakukan untuk mengetahui posisi

perlekatannya insersio) pada marginal gingiva serta ketebalannya, apakah

akan mengganggu pengucapan kata-kata tertentu dan apakah akan

mengganggu pemakaian plat ortodontik yang akan dipasang ?

- Tonsila palatina : normal / inflamasi / hypertrophy

- Tonsila lingualis : normal / inflamasi / hypertrophy

- Tonsila pharengea : normal / inflamasi / hypertrophy

- Apakah ada amandel yang membengkak? Dilakukan pemeriksaan

dengan menekan lidah pasien dengan kaca mulut, jika dicurigai adanya

kelaianan yang serius pasien dikonsulkan ke dokter ahli THT sebelum

dipasangi alat ortodontik.

- Bentuk lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah : Parabola /

Setengah elips / Trapeziod / U-form / V-form / Setengah lingkaran

Ciri-ciri :

- Parabola : Kaki lengkung (dari P1 sampai M2 kanan dan kiri)

beberbentuk garis lurus devergen ke posterior dengan posisi gigi M2

merupakan terusan kaki lengkung, sedangkan puncak lengkung (C –

C) berbentuk garis lengkung (curved).

- Setengah elips : Kaki lengkung berbentuk garis lengkung konvergen

ke posterior ditandai oleh posisi gigi M2 mulai berbelok kearah

median line, sedangkan puncak lengkung juga merupakan garis

lengkung (curved).

- Trapezoid : Kaki lengkung merupakan garis lurus devergen ke

posterior dan puncak lengkung merupakan garis datar di anterior dari

gigi C – C.

- U-form : Kaki lengkung merupakan garis lurus sejajar ke posterior,

sedangkan puncak lengkung merupakan garis lengkung.

- V-form : Puncak lengkung merupakan garis lurus devergen ke

posterior, tetapi puncak lengkung merupakan garis menyudut ke

anterior ditandai dengan posisi gigi I2 masih merupakan terusan kaki

lengkung lurus konvergen ke anterior.

- Setengah lingkaran : Kaki lengkung dan puncak lengkung merupakan

garis lengkung merupakan bagian dari setengah lingkaran. Ini biasanya

dijumpai pada akhir periode gigi desidui sampai awal periode gigi

campuran (mixed dentision)

Pemeriksaan gigi geligi :

- Rumus gigi : Periksa elemen gigi apa saja yang ada pada pasien.

Tulislah rumusgigi sesuai dengan gigi yang sudah erupsi dan beri

keterangan.

- Apel gigi : Periksa gigi-gigi yang telah mengalami perawatan dan gigi

yang tidak normal atau telah mengalami perawatan.

- Anomali / malposisi gigi individual : Periksa posisi gigi-gigi secara

urut dengan membayangkan garis oklusi sebagai referensi. Setiap

penyimpangan yang ada

D. ANALISIS FUNGSIONAL DAN MODEL STUDI

1. Analisis Fungsional

a. Freeway Space

Merupakan jarak inter-oklusal (interoclusal clearence) pada saat

mandibula dalam posisi istirahat.

Cara Pengukuran :

1. Pasien didudukkan dalam posisi istirahat (rest position), kemudian

ditarik garis yang yang menghubungkan antara titik di ujung

hidung dan ujung dagu (paling anterior) dan dihitung berapa

jaraknya.

2. Pasien dalam keadaan oklusi sentris, kemudian ditarik garis yang

menghubungkan antara titik di ujung hidung dan ujung dagu

(paling anterior) dan dihitung berapa jaraknya.

3. Nilai FWS, jarak pada saat posisi istirahat dikurangi jarak pada

saat oklusi sentris.

Nilai normal menurut Houston = 2-3 mm.

b. Path of closure

Merupakan gerakan mandibula dari posisi istirahat menuju oklusi

sentris. Normal, apabila gerakan mandibula ke atas, ke muka dan ke

belakang.

Tidak normal apabila :

1. Deviasi mandibula

2. Displacement mandibula

Cara Pemeriksaan :

1. Pasien didudukkan pada posisi istirahat (rest position), dilihat

posisi garis mediannya.

2. Pasien diinstruksikan untuk oklusi sentris dari posisi istirahat

dan dilihat kembali posisi garis mediannya.

Apabila posisi garis median pada saat posisi istirahat menuju

oklusi sentris tidak terdapat pergeseran (sliding) maka tidak terdapat

gangguan path of closure.

Apabila posisi garis median pada posisi istirahat menuju oklusi

sentris terdapat pergeseran (sliding) maka terdapat gangguan path of

closure.

c. Sendi temporo – mandibular

Merupakan gerakan mandibula saat membuka dan menutup mulut.

Cara Pemeriksaan :

1. Pasien didudukkan pada posisi istirahat.

2. Diletakkan kedua jari telunjuk operator dibagian luar meatus

acusticus externa kiri dan kanan pasien.

3. Pasien diinstruksikan untuk membuka dan menutup mulut.

Apabila tidak terasa adanya krepitasi saat palpasi dibagian luar

meatus acusticus externa atau bunyi clicking pada saat membuka dan

menutup mulut maka pola pergerakan sendi temporomandibular

normal.

d. Pola atrisi :

Pola atrisi dikatakan tidak normal apabila terjadi pengikisan

dataran oklusal gigi permanen pada usia fase geligi pergantian.

2. Pembuatan model studi :

Pemeriksaan secara klinis belum lengkap dapat memberikan data

yang dibutuhkan untuk perawatan ortodontik. Disamping karena

terbatasnya waktu pemeriksaan diklinik juga ada bagian-bagian yang tidak

bisa diamati secara teliti. Banyak pengukuran tidak bisa dilakukan secara

langsung pada pasien. Untuk itu diperlukan model cetakan gigi dan rahang

sebagai model studi. Untuk mendapatkan model studi dilakukan :

- Mencetak rahang atas dan rahang bawah pasien

- Membuat gigitan sentrik (centric occlusal record)

- Boxing model cetakan

- Pemberian nomer model

- Penyabunan

3. Analisis pada model studi

a. Bentuk lengkung geligi

b. Jumlah lebar 4 insisisiv rahang atas.

Apabila jumlahnya : 28-36 mm, berarti normal, kurang dari

28 mm disebut mikrodonti dan bila lebih dari 36 mm disebut

makrodonti.

c. Diskrepansi pada Model (DM)

Diskrepansi model adalah selisih antara tempat yang tersedia

dan tempat yang dibutuhkan yang diukur berdasarkan model studi.

Tujuan pengukuran adalah untuk menentukan adaya kekurangan atau

kelbihan tempat dari gigi geligi berdasarkan model studi yang

akhirnya untuk menentukan macam perawatan yang dilakukan pada

maloklusi yang ada.

d. Kurve spee

Kurve Spee merupakan lengkung yang menghubungkan

insisal insisiv dengan bidang oklusal molar terakhir pada rahang

bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak melebihi 1.5mm.

Pada kurva spee positif seperti pada pasien, bentuk kurvanya jelas

dan dalam. Biasanya didapatkan gigi insisiv yang supra posisi atau

gigi posterior yang infra posisi atau gabungan kedua keadaan ini.

e. Diastema

Diastema adalah ruang antara dua gigi yang berdekatan,

gingival diantara gigi-gigi kelihatan.

f. Pergeseran Gigi Geligi

Pemeriksaan gigi yang terletak salah dilakukan pada gigi secara

individu. Menurut Angle (1907) dengan diketahuinya kelainan letak

gigi secara individu dapat direncanakan perawatan untuk meletakkan

gigi-gigi tersebut pada letaknya yang benar. Pada pasien terdapat

beberapa gigi yang terletak salah yaitu mengalami rotasi yang dapat

dijelaskan sebagi berikut :

- Insisivus pertama kiri atas : mesio-palato rotasi sentris

- Insisivus kedua kiri atas : mesio-palato rotasi sentries

- Insisivus kedua kanan bawah : disto-linguo rotasi eksentris

- Insisivus pertama kanan bawah : mesio-linguo rotasi eksentris

Untuk menilai apakah terdapat pergeseran garis median lengkung

geligi terhadap median muka dilihat letak insisivus sentral kiri dan kanan.

Bila titik kontak insisiv central terletak di sebelah kiri garis median muka

maka keadaan ini disebut terjadi pergeseran ke kiri, demikian pula

sebaliknya. Penentuan garis muka sebaiknya dilakukan langsung pada

pasien. Cara melihat pergeseran median muka melewati titik kontak insisiv

central masing-masing rahang. Bila titik kontak terletak pada garis median

berarti tidak terdapat pergeseran akan tetapi bila titik kontak terletak di

sebelah kiri atau kanan garis median muka maka terdapat pergeseran ke

kiri atau ke kanan.

g. Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan kelompok gigi

- Letak berdesakan yaitu gigi yang tumpang tindih. Pada pasien

terdapat pada anterior rahang atas

- Retrusi yaitu kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut

inklinasinya terhadap garis maksila kkurang dari 110o, untuk rahang

bawah kurang dari 90o. . tidak terdapat kelompok gigi yang retrusi.

- Protrusi yaitu kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut

inklinasinya terhadap maksila lebih dari 110o untuk rahang bawah

sudutnya lebih dari 90o terhadap garis mandibula. tidak terdapat

kelompok gigi yang protrusi

Tidak ada kelompok gigi yang mengalami retrusi ataupun protrusi.

Hal ini juga dapat dilihat berdasrkan gigi yang terletak salah. Jika retrusi

anterior harus ada gigi yang palatoversi atau lingoversi. Sedangkan jika

protrusi anterior harus ada gigi yang labioversi.

h. Relasi gigi geligi rahang atas terhadap rahang bawah

Sagital

Relasi gigi caninus rahang atas dan rahang bawah baik sebelah

kanan maupun sebelah kiri tidak ada relasi. Karena gigi-gigi caninus

permanen kanan belum ada yang erupsi sehingga masih gigi sulung,

sedangkan gigi caninus permanen kiri hanya rahang bawah yang sudah

erupsi. Tidak terdapat relasi gigi caninus dikarenakan gigi caninus masih

sulung

Relasi gigi molar permanen rahang atas dan rahang bawah kanan

maupun kiri didapatkan relasi neutroklusi.

Terdapat relasi pada gigi molar terhadap rahang bawah yaitu

hubungan neutroklusi.

Transversal

Lebar rahang mempengaruhi lebar lengkung. Pada bayi gusi atas

lebih lebar dari bawah dan bila molar susu bererupsi cusp bukal gigi-gigi

atas menutupi cusp bukal bawah. Hubungan transversal serupa juga

terdapat pada gigi geligi tetap.

Lebar rahang juga dipengaruhi oleh otot pipi dan lidah. Jadi,

inklinasi gigi-gigi pada beberapa keadaan, dapat mengkompensasi

penyimpangan lebar antara rahang atas dan bawah.

Bila dasar maksila sempit dalam hubungannya dengan mandibula

dan inklinasi gigi-gigi tidak mengkompensasi keadaan tersebut, rahang

atas dan bawah dapat memiliki lebar sama. Pada keadaan ini, mandibula

biasanya tergeser satu sisi pada saat menutup mulut untuk mendapat

intercuspal maksimal. Keadaan ini menghasilkan crossbite (gigitan silang)

unilateral. Bila masih ada penyimpangan lebar yang besar maka terbentuk

croosbite bilateral.

Crossbite sangat sering terjadi bila ada hubungan rahang klas III,

karena bagian rahang bawah yang lebih besar merupakan antagonis

maksila.

Kadang-kadang dasar maksila jauh lebih lebar daripada mandibula

dan terdapat crossbite lingual atau scissor bite. Keadaan tersebut biasanya

unilateral, tetapi kadang-kadang juga bilateral.

Pemeriksaan hubungan Transversal

Secara klinis lebar dasar maksila dan mandibula tidak dapat diukur.

Tetapi bila ada crossbite, harus diingat bahwa mungkin terdapat malrelasi

basal. Bila crossbite unilateral dan ada pergeseran lateral mandibula pada

saat menutup mulut ke oklusi, pelebaran sederhana seringkali berhasil.

Crossbite bilateral mencerminkan penyimpangan basal yang lebih parah

dan maloklusi tidak dapat dirawat dengan pesawat sederhana.

Vertikal

Hubungan vertikal antara maksila dan mandibula sangat

dipengaruhi oleh bentuk mandibula dan panjang istirahat otot kunyah.

Ruang antara dasar maksila dan mandibula disebut “ruang

intermaksilaris”. Pada anak gigi dan processus alveolaris berkembang

untuk membentuk oklusi dan bila tinggi ruang intermaksilaris meningkat

sejalan dengan pertumbuhan, pertumbuhan vertical struktur dento-alveolar

dapat memepertahankan oklusi.

Bila tinggi ruang intermaksilaris sangat besar di bagian depan,

struktur dento-alveolar dapat mencapai daya pertumbuhan maksimal tanpa

membentuk oklusi. Pada keadaan ini terdapat open bite (gigitan terbuka)

skeletal. Harus diingat bahwa open bite skeletal tidak dapat dirawat

dengan memundurkan gigi-gigi depan yang telah bertumbuh sebesar

mungkin. Juga tidak dengan mengasah atau mencabut gigi belakang.

Keadaan ini tidak mempengaruhi tinggi istirahat tetapi mengharuskan

adanya overclosure untuk memperoleh oklusi. Jenis perawatan ini tidak

memperbaiki wajah pasien dan overclosure dapat menimbulkan rasa sakit

otot jangka panjang. Untungnya open bite skeletal jarang dengan

sendirinya mengganggu wajah dan fungsi. Tetapi open bite skeletal

seringkali berhubungan dengan pola skeletal klas III. Bila operasi

perbaikan pola skeletal merupakan indikasi, open bite skeletal dapat

diperbaiki bersamaan.

Reduksi tinggi ruang intermaksilaris mungkin berhubungan dengan

overbite yang dalam tetapi ada faktor-faktor lain, seerti oklusi antar

insisivus yang lebih penting peranannya.

i. Analisis geligi tetap

a) Analisis Howes

Howes memikirkan suatu rumusan untuk mengetahui apakah

basis apikal cukup untuk memuat gigi geligi pasien. Panjang lengkung

gigi (Tooth Material/ TM) adalah jumlah lebar mesiodistal gigi dari

molar pertama kiri sampai dengan molar pertama kanan. Lebar

lengkung basal premolar atau fosa kanina (Premolar Basal Arch Width/

PMBAW) merupakan diameter basis apikal dari model gigi pada

apeks gigi premolar pertama, yang diukur menggunakan jangka

sorong atau jangka berujung runcing. Rasio diperoleh dari membagi

PMBAW dengan TM dikalikan 100. Howes percaya bahwa dalam

keadaan normal perbandingan PMBAW dengan TM kira-kira sama

dengan 44%, perbandingan ini menunjukkan bahwa basis apikal

cukup lebar untuk menampung semua gigi. Bila perbandingan antara

PMBAW dan TM kurang dari 37% berarti terjadi kekurangan lengkung

basal sehingga perlu pencabutan gigi premolar. Bila lebar basal

premolar lebih besar dari lebar lengkung puncak premolar, maka dapat

dilakukan ekspansi premolar.

Analisis Howes berguna pada saat menentukan rencana

perawatan dimana terdapat masalah kekurangan basis apikal dan untuk

memutuskan apakah akan dilakukan: (1) pencabutan gigi, (2)

memperluas lengkung gigi atau (3) ekspansi palatal.

b) Indeks Pont

Pont memikirkan sebuah metoda untuk menentukan lebar

lengkung ideal yang didasarkan pada lebar mesiodistal mahkota

keempat insisif rahang atas. Pont menyarankan bahwa rasio gabungan

insisif terhadap lebar lengkung gigi melintang yang diukur dari pusat

permukaan oklusal gigi, idealnya adalah 0,8 pada fosa sentral premolar

pertama dan 0,64 pada fosa sentral molar pertama. Pont juga

menyarankan bahwa lengkung rahang atas dapat diekspansi sebanyak

1-2 mm lebih besar dari idealnya untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadinya relaps.

c) Metode Kesling

Metode Kesling dalah suatu cara yang dipakai sebagai pedoman

untuk menentukan atau menyusun suatu lengkung gigi dari model aslinya

dengan membelah atau memisahkan gigi- giginya, kemudian disusun

kembali pada basal archnya baik mandibula atau maksila dalam bentuk

lengkung yang dikehendaki sesuai posisi aksisnya.

Cara ini berguna sebagai suatu pertolongan praktis yang dapat

dipakai untuk menentukan diagnosis, rencana perawatan maupun

prognosis perawatan suatu kasus secara individual.

d) Indeks Bolton

Bolton mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang

bawah terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya.

Rasio yang diperoleh membantu dalam mempertimbangkan hubungan

overbite dan overjet yang mungkin akan tercapai setelah perawatan

selesai, pengaruh pencabutan pada oklusi posterior dan hubungan

insisif, serta oklusi yang tidak tepat karena ukuran gigi yang tidak

sesuai. Rasio keseluruhan diperoleh dengan cara menghitung jumlah

lebar 12 gigi rahang bawah dibagi dengan jumlah 12 gigi rahang

atas dan dikalikan 100. Rasio keseluruhan sebesar 91,3 berarti sesuai

dengan analisis Bolton, yang akan menghasilkan hubungan overbite

dan overjet yang ideal. Jika rasio keseluruhan lebih dari 91,3 maka

kesalahan terdapat pada gigi rahang bawah. Jika rasio kurang dari

91,3 berarti kesalahan ada pada gigi rahang atas. Pengurangan antara

ukuran gigi yang sebenarnya dan yang diharapkan menunjukkan

kelebihan ukuran gigi. Rasio anterior diperoleh dengan cara

menghitung jumlah lebar 6 gigi rahang bawah dibagi dengan jumlah

6 gigi rahang atas dan dikalikan 100. Rasio anterior 77,2 akan

menghasilkan hubungan overbite dan overjet yang ideal jika

kecondongan gigi insisif baik dan bila ketebalan labiolingual tepi insisal

tidak berlebih. Jika rasio anterior lebih dari 77,2 berarti terdapat

kelebihan ukuran gigi-gigi pada mandibula. Jika kurang dari 77,2 maka

terdapat kelebihan jumlah ukuran gigi rahang atas.

e) Analisis Arch Length Discrepancy (ALD)

Analisis ALD merupakan salah satu cara penetapan

kebutuhan ruang untuk pengaturan gigi-gigi dalam perawatan

ortodontik. Analisis ini juga merupakan penyederhanaan dari

metode analisis Set up model yang dikemukakan oleh Kesling

(1956). Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui perbedaan

panjang lengkung rahang dengan panjang lengkung gigi sehingga

diketahui berapa selisihnya agar dapat ditentukan indikasi

perawatannya.

Metode ini mempunyai prinsip dasar yang sama dengan

metode Kesling, yaitu menetapkan diskrepansi antara lengkung gigi

yang direncanakan dengan besar gigi yang akan ditempatkan pada

lengkung tersebut pada saat melakukan koreksi maloklusi.

Perbedaannya adalah, pada metode Kesling dilakukan langsung pada

model dengan memisahkan gigi - gigi yang akan dikoreksi dengan

cara menggergaji masing - masing mahkota gigi dari bagian

processus alveolarisnya setinggi 3 mm dari marginal gingiva,

kemudian menyusun kembali pada posisi yang benar. Diskrepansi

ruang dapat diketahui dari sisa ruang untuk penempatan gigi

Premolar pertama dengan lebar mesiodistal gigi tersebut untuk

masing - masing sisi rahang.

Pada metode determinasi lengkung dilakukan dengan cara

tidak langsung yaitu dengan mengukur panjang lengkung ideal yang

direncanakan pada plastik transparan di atas plat gelas, kemudian

membandingkan dengan jumlah lebar mesiodistal gigi yang akan

ditempatkan pada lengkung tersebut. Dengan metode ini perencanaan

perawatan akan lebih mudah dilakukan karena tidak perlu membuat

model khusus (Set up model), jadi langsung bisa dilakukan pada

model studi.

Langkah pertama dalam analisis ini adalah mengukur lebar

mesial distal terbesar gigi menggunakan jangka berujung runcing

atau jangka sorong. Analisis Nance mengukur mesial distal setiap

gigi yang berada di mesial gigi molar pertama permanen atau

ukuran lebar mesiodistal gigi geligi ditentukan dengan mengukur

jarak maksimal dari titik kontak mesial dan distal gigi pada

permukaan interproksimalnya ataupun diukur pada titik kontak gigi

yang bersinggungan dengan titik kontak gigi tetangganya. Jumlah

lebar total menunjukkan ruangan yang dibutuhkan untuk lengkung

gigi yang ideal. Pengukuran dilakukan pada gigi molar pertama kiri

sampai molar kedua kanan pada setiap rahang.

Gambar 1. Cara pengukuran lebar mesiodistal gigi dengan

menggunakan caliper menurut Nance.

Selanjutnya panjang lengkung rahang diukur menggunakan

kawat lunak seperti brass wire atau kawat kuningan. Kawat ini

dibentuk melalui setiap gigi, pada geligi posterior melalui

permukaan oklusalnya sedangkan pada geligi anterior melalui tepi

insisalnya. Jarak diukur mulai mesial kontak molar pertama

permanen kiri hingga kanan. Penilaian dilakukan dengan cara

membandingkan ukuran panjang lengkung gigi ideal dengan

panjang lengkung rahang. Jika hasilnya negatif berarti kekurangan

ruangan, jika hasilnya positif berarti terdapat kelebihan ruangan.4,5

Gambar 2. Pengukuruan panjang lengkung menurut Nance

menggunakan brass wire melibatkan gigi geligi di mesial molar

pertama. A. Rahang atas, B. Rahang bawah.

Teknik lain untuk mengukur panjang lengkung rahang

diperkenalkan oleh Lundstrom, yaitu dengan cara membagi

lengkung gigi menjadi enam segmen berupa garis lurus untuk

setiap dua gigi termasuk gigi molar pertama permanen.

Setelah dilakukan pengukuran dan pencatatan pada keenam

segmen selanjutnya dijumlahkan. Nilai ini dibandingkan dengan

ukuran mesial distal 12 gigi mulai molar pertama permanen

kiri hingga kanan. Selisih keduanya menunjukkan keadaan

ruangan yang tersisa.

Gambar 3. Teknik pengukuran panjang lengkung rahang secara

segmental menurut Lundstrom.

j. Analisis geligi campuran

a) Perkiraan ukuran gigi menggunakan gambaran radiografi

Metoda ini memerlukan gambaran radiografi yang jelas

dan tidak mengalami distorsi. Distorsi gambaran radiografi pada

umumnya lebih sedikit terjadi pada foto periapikal dibandingkan

dengan foto panoramik. Namun, meskipun menggunakan film

tunggal, seringkali sulit untuk menghindari distorsi terutama pada

gigi yang panjang seperti kaninus, sehingga pada akhirnya akan

mengurangi tingkat akurasi.

Dengan penggunaan berbagai tipe gambaran radiografi yang

semakin umum, sangat penting untuk menghitung pembesaran

yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengukur obyek

yang dapat dilihat baik secara radiografi maupun pada model.

Pada umumnya, gigi yang dijadikan tolak ukur adalah molar sulung.

Perbandingan sederhana untuk mengetahui ukuran gigi sebenarnya

yang belum erupsi adalah sebagai berikut : perbandingan ukuran lebar

molar sulung sebenarnya dengan ukuran gigi tersebut pada gambaran

radiografi sama dengan perbandingan lebar premolar tetap yang

belum erupsi dengan ukuran lebar premolar pada gambaran

radiografi. Ketepatan pengukuran bergantung pada kualitas

radiografi dan kedudukan gigi di dalam lengkung. Teknik ini juga

dapat digunakan untuk gigi lain baik pada maksila maupun mandibula.

b) Perkiraan ukuran gigi menggunakan tabel probabilitas

Moyers memperkenalkan suatu analisis dengan dasar

pemikiran bahwa berdasarkan studi yang dilakukan beberapa ahli,

terdapat hubungan antara ukuran kelompok gigi pada satu bagian

dengan bagian lainnya. Seseorang dengan ukuran gigi yang besar pada

salah satu bagian dari mulut cenderung mempunyai gigi-gigi yang

besar pula pada tempat lain. Berdasarkan penelitian, ukuran gigi

insisif permanen rahang bawah memiliki hubungan dengan ukuran

kaninus dan premolar yang belum tumbuh baik pada rahang atas

maupun rahang bawah. Gigi insisif rahang bawah telah dipilih untuk

pengukuran pada analisis Moyers karena gigi ini muncul lebih dulu di

dalam rongga mulut pada masa geligi campuran, mudah diukur secara

akurat, dan secara langsung seringkali terlibat dalam masalah

penanganan ruangan.

Analisis Moyers banyak dianjurkan karena mempunyai

kesalahan sistematik yang minimal. Metoda ini juga dapat dilakukan

dengan cepat, tidak memerlukan alat-alat khusus ataupun

radiografi, dan dapat dilaksanakan oleh pemula karena tidak

memerlukan keahlian khusus. Walaupun pengukuran dan

penghitungan dilakukan pada model, tetapi mempunyai tingkat

ketepatan yang baik di dalam mulut. Metoda ini juga dapat

dilakukan untuk mengalisis keadaan pada kedua lengkung rahang.

c) Tanaka-Johnston

Tanaka dan Johnston mengembangkan cara lain penggunaan

keempat insisif rahang bawah untuk memperkirakan ukuran

kaninus dan premolar yang belum erupsi. Menurut mereka,

metoda yang mereka temukan mempunyai keakuratan yang cukup

baik dengan tingkat kesalahan yang kecil. Metoda ini juga sangat

sederhana dan tidak memerlukan tabel atau gambaran radiografi apa

pun.

Perkiraan ukuran lebar kaninus dan premolar pada satu kuadran

mandibula sama dengan setengah ukuran keempat insisif rahang

bawah ditambah 10,5 mm Sedangkan perkiraan lebar ukuran kaninus

dan premolar pada satu kuadran maksila sama dengan ukuran keempat

insisif rahang bawah ditambah 11,0 mm.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada gambaran rontenogram ini dapat membantu

menegakkan diagnosa. Foto rontgen ini mempunyai berbagai

kegunaan untuk :

a. Mengetahui benih gigi

b. Menentukan letak benih gigi

c. Untuk mengetahui ukuran benih gigi

d. Untuk mengetahui ukuran dan arah erupsi gigi.

e. Mengetahui gigi-gigi yang impaksi

f. Mengetahui lebar mesiodistal.

g. Untuk mengetahui required space

h. Mengetahu urutan erupsi gigi

i. Menentukan adanya kelainan periapikal, periodontal, vitalitas,

karies dan kelainan akar gigi.

F. ETIOLOGI

Secara garis besar etiologi maloklusi dapat digolongkan dalam

faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-kadang suatu maloklusi

sukar untuk ditentukan etiologinya karena adanya berbagai faktor yang

mempengaruhi pertumbuhkembangan.

a) Faktor Herediter

Faktor herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1)

disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi

berupa gigi berdesakan atau berupa diastema. Disproporsi ukuran, posisi,

dan bentuk rahang atas dan bawah yang menghasilkan relasi rahang yang

tidak harmonis. Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut

menentukan terjadinya oklusi normal ialah :

- Ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus

- Faktor yang ikut memengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti

basis kranial dan lingkungan

- Jumlah, ukuran dan morfologi gigi

- Morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah, dan pipi)

- Implikasi klinis untuk suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi

faktor herediter adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang

kurang baik bila dirawat ortodontik, namun sangat sulit untuk dapat

menentukan seberapa besar pengaruh faktor herediter terhadap

maloklusi tersebut.

Etiologi Maloklusi Kelas I Angle

Pola skelet maloklusi kelas I biasanya kelas I tetapi dapat juga

kelas II atau kelas III ringan. Kebanyakan maloklusi kelas I disebabkan

oleh faktor lokal yang berupa diskrepansi ukuran gigi dan lengkung geligi.

Etilogi Maloklusi Kelas II Divisi 1 Angle

Pada maloklusi kelas II divisi 1 sering didapatkan letak mandibula

yang lebih posterior daripada maloklusi kelas I atau maksila yang lebih ke

anterior sedangkan mandibula normal. Terdapat korelasi yang tinggi

antara pasien dengan keluarganya sehingga beberapa peneliti

menyimpulkan bahwa pewarisan maloklusi kelas II divisi 1 dari faktor

poligenik.

Selain faktor genetik maloklusi kelas II divisi 1 juga disebabkan

faktor lingkungan. Jaringan lunak, msalnya bibir yang tidak kompeten

dapat memengaruhi posisi insisiv atas karena hilangnya keseimbangan

yang dihasilkan oleh bibir dan lidah sehingga insisiv atas protrusi.

Etiologi Maloklusi Kelas II Divisi 2 Angle

Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-faktor yang

memengaruhi skelet dan jaringan lunak. Pola skelet pada maloklusi kelas

II divisi 2 biasanya kelas II ringan ataupun kelas I. pengaruh bibir bawah

sangan besar terutama bila didapatkan high lower lip line (bibir bawah

menutupi lebih dari sepertiga panjang mahkota insisiv) yang menyebabkan

posisi insisiv atas retroklinasi.

Etiologi Maloklusi Kelas III Angle

Contoh paling jelas adanya pengaruh faktor genetik adalah

progneti mandibula. Maloklusi kelas III dapat terkadi karena faktor sklet,

yaitu maksila yang kurang tumbuh sedangkan mandibula normal atau

maksila norma dan mandibula yang tumbuh berlebihan atau kombinasi

kedua keadaan tersebut. Selain itu juga diengaruhi oleh panjang basis

kranial serta sudut yang terbentuk antara basis kranial posterior dan

anterior. Jaringan lunak tidak begitu memainkan peranan dalam terjadinya

maloklusi kelas III kecuali adanya tendens tekanan dari bibir dan lidah

yang mengkompensasi relasi skelet kelas III sehingga terjadi retroklinasi

insisiv bawah dan proklinasi insisiv atas.

Faktor genetik lebih memengaruhi skelet sedangkan faktor

lingkungan lebih memengaruhi letak gigi dalam lengkung geligi.

b) Kelainan Gigi

Beberapa kelainan gigi yang dipenagruhi faktor herediter ialah

kekurangan jumlah gigi (hipodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia),

misalnya ada mesiodens, bentuk gigi yang khas misalnya karabeli pada

molar, kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus

yang terletak diantara premolar.

c) Kekurangan Jumlah Gigi

Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuknya gigi sama

sekali. Bentuk gangguan pertumbuhan yang tidak separah anodontia

adalah hipodontia, yaitu suatu keadaan beberapa gigi mengalami agenesis(

sampai dengan 4 gigi), sedangkan oligodontia adalah gigi yang tidak

terbentuk lebih dari 4 gigi. Gigi yang sering agenesis adalah molar ketiga,

premolar kedua, dan insisiv lateral.

d) Kelebihan Jumlah Gigi

Yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak

di garis median rahang atas biasa disebut mesiodens. Jenis gigi kelebihan

lainnya adalah yang terletak disekitar insisiv lateral sehingga disebut

laterodens dan premolar tambahan. Adanya gigi yang kelebihan dapat

menghalangi terjadinya oklusi normal.

e) Disharmoni Dentomaksiler

Disharmoni dentomaksiler adalah suatu keadaan disproporsi antara

besar gigi dan rahang dalam hal ini lengkung gigi. Menurut Anggraini

(1975) etiologi disharmoni dentomaksiler adalah faktor herediter. Tanda-

tanda klinis suatu disharmoni dentomaksiler di regio anterior yang mudah

diamati antara lain:

- Tidak ada diastema fisiologis pada fase geligi sulung yang secara

umum dapat dikatakan bahwa bila pada fase geligi sulung tidak ada

diastema fisiologis dapat diduga bahwa kemungkinan besar akan

terjadi gigi berdesakan bila gigi-gigi permanen telah erupsi.

- Pada saat insisiv sentral akan erupsi, gigi ini meresorpsi akar

insisiv sentral sulung dan insisiv lateral sulung secara bersamaan

sehingga insisiv lateral sulung tanggal prematur.

- Insisiv sentral permanen tumbuh dalam posisi normal oleh karena

mendapat tempat yang cukup. Bila letak insisiv sentral permanen

tidak normal berarti penyebabnya bukan disharmoni dentomaksiler

murni tapi penyebab lain.

- Pada saat insisiv lateral permanen akan erupsi dapt terjadi dua

kemungkinan. Yang pertama insisv lateral permanen meresorpsi

akar kaninus sulung sehingga kaninus sulung tanggal prematur dan

insisiv lateral permanen tumbuh dalam letak yang normal karena

tempatnya cukup. Selanjutnya kaninus permanen akan tumbuh

diluar lengkung geligi karena tidak mendapat tempat yang cukup.

Kemungkinan kedua adalah insisv leteral permanen tidak

meresopsi akar kaninus sulung tetapi tumbuh di palatal sesuai

dengan letak benihnya.

f) Faktor Lokal

Gigi Sulung Tanggal Prematur

Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada

susunan gigi permanen. Insisiv sentral dan lateral sulung yang tanggal

prematur tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan

menyebabkan adanya pergeseran garis median. Molar pertama sulung

yang tanggal prematur juga dapat menyebabkan pergeseran garis

median. Molar kedua sulung terutama rahang bawah merupakan gigi

sulung yang paling sering tanggal prematur karena karies, kemudian

gigi molar permanen bergeser kearah diastema sehingga tempat untuk

premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh sesuai letak

benihnya.

Persistensi Gigi

Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous

teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi

tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi sulung tetapi gigi

sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu diketahui anamnesis pasien,

dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien.

Trauma

Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi

permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang

terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila

mahkota gigi permanen telah terbentuk makan terjadi dilaserasi. Kalau

ada dugaan terjadi trauma pada saat pembentukan gigi permanen perlu

diketahui anamnesis apakah pernah terjadi trauma di sekitar mulut

untuk lebih memperkuat dugaan. Trauma pada salah satu sisi muka

pada masa kanak-kanak dapat menyebakan asimertri muka.

Pengaruh Jaringan Lunak

Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang

besar terhadap letak gigi. Menurut penelitian tekanan yang berlangsung

selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Misalnya pada lidah, karena letak

lidah pada posisi istirahat tidak benar atau karena makroglosi dapat

mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga

insisiv bergerak ke arah labial. Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah

bibir dan langit-langit kadang-kadang mengandung jaringan parut yang

banyak selain tekannya yang besar oleh karena bibir pada keadaan tertentu

menjadi pendek sehingga memberi tekanan yang lebih besar dengan akibat

insisiv tertekan kearah palatal.

Kebiasaan Buruk

Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari,

berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat

menyebabkan maloklusi . kebiasaan menghisap jari pada fase geligi sulung

tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah

berhenti sebelum gigi permanen tumbuh. Bila kebiasaan ini terus berlanjut

sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda

berupa insisiv yang proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka,

lengkung atas yang sempit serta retroklinasi insisv bawah. Kebiasaan

menghisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi insisiv atas disertai

jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisiv bawah.

Faktor Iatrogenik

Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya

kelainan iatrogenik. Misalnya, pada saan menggerakkan kaninus ke distal

dengan peranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat juga saat

menempatkan pegas tidak benar sehingga terjadi gerakan gigi kedistal dan

palatal. Pemakaian kekuatan besar untuk menggerakkan gigi dapat

menyebabkan resorpsi akar gigi yang akan digerakkan, resorpsi yang

berlebihan pada tulang alveolar selain kematian pulpa gigi. Kelainan

jaringan periodontal dapat juga disebabkan adanya perawatan ortodontik,

misalnya gerakan gigi kearah labial/bukal yang berlebihan dapat

menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.

G. PROGNOSIS

Prognosis merupakan ramalan keberhasilan perawatan dilihat dari

etiologi yang menyebabkan dan kebiasaan buruk yang dilakukan pasien.

- Prognosis baik

Pasien kooperatif

Tidak ada/ terkontrolnya kelainan sistemik ataupun faktor

lain

Pasien dengan kebutuhan perawatan orthodontik dengan

faktor etiologi dental

- Prognosis buruk

Pasien tidak kooperatif

Ada kelainan sistemik ataupun faktor lain

Pasien dengan kebutuhan perawatan orthodontik dengan

faktor etiologi skeletal

H. DIAGNOSIS

Ditulis diagnosis gigi ataupun jaringan pendukungnya yang

memerlukan perawatan utama ataupun keseluruhan kasus untuk

mengembalikan fungsi stomatonagtik yang optimal dan menyeluruh.

Cara penulisan diagnosa dalam bidang orthodontik :

I. RENCANA PERAWATAN

Dalam merencanakan perawatan ortodontik berdasar problema

yang ada pada pasien beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah:

- Keinginan pasien

- Wajah pasien

- Susunan dan simetri gigi dalam rahang

- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan sagital

- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan transversal

- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan horizontal

Prinsip dasar perencanaan perawatan ortodontik meliputi kesehatan

mulut, perencanaan perawatan rahang bawah, perencanaan perawatan

rahang atas, relasi gigi posterior, penjangkaran dan masa retensi .

- Kesehatan mulut

Sebelum memulai perawatan ortodontik harus diupayakan

kesehatan mulut yang baik. Gigi-gigi yang karies perlu dirawat demikian

juga adanya kalkulus dan penyakit periodontal harus dirawat. Bila

didapatkan penyakit sistemik, misalnya diabetes mellitus kadar gula darah

harus terkontrol .

Diagnosa = Relasi + Keluhan Utama penderita + keluhan yang menyertai

- Perencanaan perawatan rahang bawah.

Perencanaan perawatan di rahang bawah terutama di region insisivi

dilakukan lebih dahulu kemudian rencana perawatan rahang atas

disesuaikan. Insisivi bawah diletakkan dalam posisi yang stabil, yaitu

terletak pada daerah keseimbangan di antara lidah, bibir dan pipi.

Perubahan letak insisivi yang berlebihan cenderung terjadi relaps .

- Perencanaan perawatan rahang atas.

Penyesuaian perawatan rahang atas terhadap rahang bawah

dilakukan terutama untuk mendapatkan relasi kaninus klas I, hal ini

mempengaruhi pertimbangan seberapa banyak tempat yang dibutuhkan

dan banyaknya kaninus diretraksi .

- Relasi gigi posterior.

Hendaknya diupayakan mendapatkan relasi molar pertama

permanen kelas I tetapi bila tidak memungkinkan relasi molar bisa juga

kelas II atau kelas III .

- Penjangkaran

Mavam penjangkaran yang digunakan perlu dipikirkan untuk

mencegah terjadinya kehilangan penjangkaran (gigi penjangkar bergeser

ke mesial) yang berlebihan, apakah penjangkaran cukup dari gigi-gigi

yang ada ataukah perlu mendapat penjangkaran dari tempat yang lain

misalnya dari penjangkaran ekstra oral.

- Masa retensi

Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus

yang dirawat ortodontik. Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik

membutuhkan masa retensi untuk mencegah relaps, yaitu kecenderungan

untuk kembali ke posisi sebelum dilakukan perawatan. Macam piranti

retensi dan lama pemakaian piranti tersebut perlu dijelaskan kepada pasien

sebelum dilakukan perawatan ortodontik. Untuk piranti retensi lepasan

dibutuhkan kepatuhan pasien untuk memakai piranti retensinya.

BAB 3. LAPORAN KASUS

Anak laki – laki umur 9 tahun datang dengan keluhan ingin

merapikan gigi atas dan bawah yang saling tumpang tindih. Pasien

sebelumnya tidak pernah ke dokter gigi, tidak ada riwayat trauma, proses

kelahiran normal.

I. IDENTITAS PASIENNama lengkap/panggilan : Ahmad Jamaludin/JamalTanggal lahir/Umur : 12-6-2003/12 tahunPekerjaan/Sekolah : Pelajar/SDN Sumbersari 2Jenis kelamin : Laki-lakiAlamat : Kaliurang RT 06/RW VII, JemberStatus Perkawinan : Belum kawinNama orang tua : Muhammad AlifKebangsaan/Suku bangsa : Indonesia/Madura

II. KONSUL/RUJUKAN DARI : -III. ANAMNESIS

1. Keluhan utama Pasien mengatakan gigi pada rahang atas dan bawah berdesakan.

2. Riwayat penyakit bedasakan keluhan utamaPasien mengatakan pernah ada gigi yang copot sebelum waktunya

3. Riwayat perawatan gigi dan mulut yang pernah dilakukanWali pasien mengatakan pernah dilakukan perawatan gigi yaitu membersihkan karang gigi.

4. Riwayat kesehatan umum (penyakit sistemik/alergi)-

5. Kebiasaan buruk-

6. Riwayat kesehatan keluargaWali pasien mengatakan ayah pasien mengalami protusi

IV. PEMERIKSAAN1. Keadaan umum

a. Kondisi fisik : Sehatb. Tanda-tanda vital

BB : 29,5 kgTB : 137 cm

2. Klinisa. Ekstra oral

1. Wajah

- Profil wajah : Lurus

- Tipe wajah : Dolicocephalix

- Asimetri wajah : Simetris

- Hipotonus bibir : hipotonus bibir atas

- Bibir bawah normal2. Sendi Tempora Mandibular

- Pergerakan mandibula membuka & menutup : TAA

- Pergerakan mandibula ke segala arah : TAA

- Kemampuan membuka mulut : TAAb. Intra oral

1. Kebersihan rongga mulut Baik Sedang Buruk2. Pemeriksaan gigi dan jaringan periodontal

No.

GIG

I

PEMERIKSAAN GIGI GELIGI PEMERIKSAAN JARINGAN PERIODONTAL

Ked

alam

an K

arie

s Tes Vitalitas

Per

kusi

Tek

anan

Fra

ktur

Mah

kota

War

na

BO

P

Pem

besa

ran

Kon

sist

ensi

Tek

stur

Sak

it

Pro

bing

Dep

th

Sup

uras

i

Res

esi G

ingi

va

Keg

oyah

an

Tes

Pan

as

Tes

Din

gin

Vit

alit

este

r

Tes

Kav

itas

Tes

Jar

um

Mil

ler

1 11

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

2 12

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A- -

TA

A3 14

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -T

AA

4 55

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

5 16

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

V√

6 21

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

7 22

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

8 24

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

9 65

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

10 26

TA

A

- - - - - - -T

AA

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

11 31

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

12 32

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -T

AA

TA

A

- -

TA

A

13 34

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al P

ink - - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

14 75

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

15 36

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

16 41

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

17 42

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

18 85

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

19 46

TA

A

- - - - - - -

TA

A

Cor

al

- - - -

TA

A

TA

A

- -

TA

A

ODONTOGRAM

c. Keadaan gigi

1. Relasi gigi

- Relasi molar : Gigitan tonjol

- Relasi caninus : -

2. Relasi Anterior :

- Overjet : 2 mm

- Overbite : 2,5 mm

3. Oklusi : Normal

- Gigitan silang : TAA

- Gigitan terbuka : TAA

4. Pergeseran garis median : Rahang bawah 1,5 mm ke kiri,

Rahang atas ke kanan

5. Gigi protrusi/retrusi : TAA

Gigi berdesakan : TAA

3. Pemeriksaan Penunjang

Urutan erupsi gigi

27

13 23

15 25

14 24

22

16 55 54 53 1121 62 63 64 65 26

84 83 82 8171 72 73 74

44 34

43 33

Berdasarkan pemeriksaan radiografi juga bisa diketahui

etiologi dari maloklusi pasien. Pada pasien Ahmad Jamaludin ini,

12

etiologi dari maloklusinya adalah Disharmoni DentoMaksila

(DDM) tipe berdesakan anterior rahang bawah, dimana gambar

radiografinya menunjukkan adanya gigi yang tampak bertumpuk,

sehingga menyebabkan bagian mesial dan distal gigi yang

berdesakan lebih radiopak dibandingkan bagian gigi yang lain.

Berbeda dengan tipe diastema, yang akan apabila dilakukan

pemeriksaan radiografi maka gambaran radiografinya akan terlihat

gigi-gigi yang jaraknya berjauhan.

V. DIAGNOSIS

Maloklusi klas 1 Angle dan berdesakan anterior rahang bawah, rotasi

gigi 21, pergesaran garis median rahang bawah 1,5 mm ke kiri.

VI. PROGNOSIS : Baik

VII. RENCANA PERAWATAN

1. DHE

2. Ekstraksi gigi 53, 62, 72, 83

3. Koreksi berdasakan gigi rahang bawah dan rotasi gigi 21

4. Koreksi garis median

5. Fase evaluasi

6. Fase retensi

ANALISA FUNGSIONAL DAN MODEL KLINIK ORTODONSIA

1. Analisa Fungsional“Freeway Space” : 8,1-7,9 = 2 mm“Path Of Closure” : normal / tidak normalSendi temporo mandibular : normal / tidak normalPola atrisi : normal / tidak normal

2. Analisa ModelBentuk lengkung geligi Rh. atas : normal / tidak normal

Rh. bawah : normal / tidak normalJumlah lebar 4 incisif RA : -Diskrepansi pada model(model discrepancy)Tempat yang tersedia (available space) :RA nance : 79 RB nance : 71

Moyers : 78 moyers : 74Tempat yang dibutuhkan (required space):RA moyers : 82 RB moyers : 76Jumlah kekurangan/kelebihan tempat: kekurangan RA: 4 mm

RB : 5 mmKurva spee positif/datar/negative: -Diastema Rh. atas : -

Rh. bawah : -

3. Pergeseran gigi-gigi :Rh. atas : 26 lebih ke mesial dari 16 Rh. bawah : 41 lebih ke mesial dari 31

11 lebih ke mesial dari 21 42 lebih ke mesial dari 32

36 lebih ke mesial dari 46Gigi-gigi yang terletak salah :Rh. atas : 21 disto labial rotasi exsentris Rh. bawah : 41 mesio

labial rotasi exsentris42, 43 linguoversi

Pergeseran garis median terhadap muka :Rh. atas : - mm ke kanan/kiriRh. bawah : 1,5 mm mm ke kanan/kiri

4. Kelainan kelompok gigi:

Letak berdesakan : Anterior : Rh. atas / bawahPosterior: Rh. atas kiri / kanan

Rh. bawah kiri / kananSupra posisi : Rh. atas, regio

Rh. bawah, regioInfra posisi : Rh. atas, regio

Rh. bawah, regioRetrusi anterior : Rh. atas / bawahProtrusi anterior : Rh. atas / bawah

5. Etiologi daripada maloklusi :

Faktor keturunan : -

DDM : Berdesakan (volume gigi normal, rahang

kecil)

Kebiasaan jelek : -

Kehilangan premature gigi sulung : -

Kelainan otot mulut : -

Kelainan jumlah gigi : -

Letak salah benih : Gigi 21

Kelainan patologik : -

Defek kongenital : -

Sebab-sebab yang tidak diketahui : -

Lain-lain : -

6. Ringkasan

6.1. Diagnosa : Maloklusi klas 1 Angle dan berdesakan anterior

rahang bawah rotasi gigi 21, pergesaran garis median

rahang bawah 1,5 mm ke kiri.

6.2. Diskrepansi : RA = -4 RB = -5

6.3. Tumpang Gigit : 2,5 mm

6.4. Jarak Gigit : 2 mm

6.5. Etiologi : DDM & letak salah benih

7. Macam perawatan Ekstraksi seri :

Nonekstraksi:Karena deskrepansi <8

Ektraksi :

Ortodonsi Cekat :

Perawatan pasif: dengan alat/tanpa alat

8. Rencana perawatan : - DHE

- Ekstraksi gigi caninus sulung

- Gigi I2 (insisivus kedua) digeser kearah yang di inginkan

- Insisivus bawah crowded (berdesakan) digeser ke arah distal

BAB 4. PENUTUP

Prosedur penegakan diagnosa Ortodonsia meliputi analisa umum, analisa

lokal, analisa fungsional, analisa model. Dari beberapa analisa tersebut dapat di

simpulkan sebuah diagnosa. Setelah diagnosa ditegakkan maka kita dapat

menentukan rencana perawatan. Kesalahan penegakan diagnosa berpengaruh

terhadap rencana perawatan pasien, untuk itu diperlukan langkah – langkah yang

sistematik dan teliti.

DAFTAR PUSTAKA

T.D Foster. 1997, 1999. Buku Ajar Ortodonsi, Edisi III. Jakarta : EGC

Rahardjo, Pambudi. 2008. Diagnosis Ortodonti. Surabaya : Airlangga University Press.

Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga Universitas Press

White and Pharoah. 2004. Oral Radiology: Principles and Interpretation Fifth

Edition. USA:Mosby.