laporan kromato cair vakum

14
LABORATORIUM ANALITIK DASAR SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016 PRAKTIKUM KROMATOGRAFI MODUL : KROMATOGRAFI CAIR VAKUM PEMBIMBING : Dra. Endang Widiastuti M. Si. Oleh : Kelompok : III Nama : 1. Firdha Nur Fadhilah 131431009 2. Fuzya Rubbianti Putri 131431010 3. Hilda Hidayati 131431012 Kelas : 2A Praktikum : 20 Maret 2015 Penyerahan (Laporan) : 27 Maret 2015

Upload: fuzya

Post on 20-Dec-2015

70 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Kromatografi cair vakum

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kromato Cair Vakum

LABORATORIUM ANALITIK DASARSEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016

PRAKTIKUM KROMATOGRAFIMODUL : KROMATOGRAFI CAIR VAKUMPEMBIMBING : Dra. Endang Widiastuti M. Si.

Oleh :Kelompok : IIINama : 1. Firdha Nur Fadhilah 131431009

2. Fuzya Rubbianti Putri 131431010 3. Hilda Hidayati 131431012 Kelas : 2A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIAJURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2015

Praktikum : 20 Maret 2015

Penyerahan (Laporan) : 27 Maret 2015

Page 2: Laporan Kromato Cair Vakum

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah : (1) Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), (2) Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi, penjerapan), dan (3) Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian).

1.2. Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa dapat:

1. Memahami prinsip kromatografi cair vakum (KCV) dan melakukan pemisahan dengan metoda KCV.

2. Mampu melakukan pemisahan dan mengidentifikasi sampel dengan metoda KCV.

Bab 2. Tinjauan Pustaka

Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan salah satu metode fraksinasi yaitu dengan memisahkan crude extract menjadi fraksi-fraksinya yang lebih sederhana. Pemisahan tersebut memanfaatkan kolom yang berisi fasa diam dan aliran fasa geraknya dibantu dengan pompa vakum. Fasa diam yang digunakan dapat berupa silika gel atau alumunium oksida (Ghisalberti, 2008).

Fasa diam yang digunakan dikemas dalam kolom yang digunakan dalam KCV. Proses penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a.      Cara BasahPreparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan fasa diam dalam

fase gerak yang akan digunakan. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam kolom dan dibuat merata. Fase gerak dibiarkan mengalir hingga terbentuk lapisan fase diam yang tetap dan rata, kemudian aliran dihentikan (Sarker et al., 2006).

b.     Cara keringPreparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan cara memasukkan fase diam

yang digunakan ke dalam kolom kromatografi. Fase diam tersebut selanjutnya dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan (Sarker et al., 2006).

Preparasi sampel saat akan dielusi dengan KCV juga memiliki berbagai metode seperti preparasi fasa diam. Metode tersebut yaitu cara basah dan cara kering (Canell, 1998). Preparasi sampel cara basah dilakukan dengan melarutkan sampel dalam pelarut yang akan

Page 3: Laporan Kromato Cair Vakum

digunakan sebagai fasa gerak dalam KCV. Larutan dimasukkan dalam kolom kromatografi yang telah terisi fasa diam. Bagian atas dari sampel ditutupi kembali dengan fasa diam yang sama. Sedangkan cara kering dilakukan dengan mencampurkan sampel dengan sebagian kecil fase diam yang akan digunakan hingga terbentuk serbuk. Campuran tersebut diletakkan dalam kolom yang telah terisi dengan fasa diam dan ditutup kembali dengan fase diam yang sama (Canell, 1998; Sarker et al., 2006).

Seperti halnya KKi, proses pemisahan denan metoda kromatografi cair vakum merupakan hasil modifikasi dari kromatografi kolom (KK) terbuka. Jika pada KKi prinsip percepatannya dilakukan dengna menambahkan tekanan ke dalam kolom,maka pada KCV percepatan dilakukan dengan penyedotan (penfurangan tekanan dari sistem kromatografinya). Penyedotan ini dilakukan dengan memanfaatkan pompa vakum atau dapat juga menggunakan “water jet pump”.

Dalam percobaan ini, akan dilakukan pemisahan secara kromatografi kilat dari sampel zat warna. Dengan menggunakan sistem eluen (pelarut pengembangan) yang dipilih , akan dapat dipelajari pengaruh sistem pengembang terhadap waktu dan derajat pemisahan yang dihasilkan. Pengembangan dilakukan secara eluotropik, dari pelarut (atau campuran pelarut) non polar sampai paling polar.

Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom konvensional yaitu :

1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil disbanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100μl/menit)

2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spectrometer massa.

3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas missal sampel klinis

Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) :1. Membutuhkan waktu yang cukup lama2. Sampel yang dapat digunakan terbatas

Bab 3. Metodologi Praktikum

3.1. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan Jumlah

Kolom Kaca KCV 1 set

Penampung Eluen 1 buah

Silika Gel

Hexana

Page 4: Laporan Kromato Cair Vakum

Rodhamine B

Metilen Blue

3.2. Langkah Kerja

Pasang rangkaina alat KCV, hubungkan dengan water jet pump

Masukkan silika gel secara kering ke dalam kolom kaca setinggi 10 cm

Campurkan sampel dengan silika gel sampai didapat masa kering

Masukkan sampel ke dalam kolom

Tutup bagian atas sampel dengan kertas saring whatman

Lakukan pengembangan dengan menggunakan pelarut yang paling non

polar terlebih dahulu yaitu hexana

Lanjutkan dengan komposisi Hexana : DCM

Lanjutkan dengan komposisi DCM : Metanol

Lakukan pengembangan dengan menggunakan pelarut yang paling non

polar terlebih dahulu yaitu hexana

Page 5: Laporan Kromato Cair Vakum

Bab 4. Data Pengamatan

Tabel pengamatan pada saat pengaliran pereaksi

No Komposisi EluenPengamatan

Dalam kolom Labu penampung

1

Heksana 100%

Lapisan atas : UnguLapisan bawah : Putih

Larutan berwarna putih

2

Heksana 75% : DCM 25%

Lapisan atas : Ungu

Lapisan bawah : Putih

Larutan berwarna putih

Amati perbedaan intensitas warna dengan spektrofotometri UV/Vis Shimadzu

Page 6: Laporan Kromato Cair Vakum

3

Heksana 50% : DCM 50%

Lapisan atas : Ungu

Lapisan bawah : Putih

Larutan berwarna putih

4

Heksana 25% : DCM 75%

Lapisan atas : Ungu dan ada sedikit warna pink

Lapisan bawah : Putih

Larutan berwarna putih

5

DCM 100%

Lapisan atas : Ungu dan ada sedikit warna pink

Lapisan bawah : Putih

Larutan berwarna putih sedikit pink

Page 7: Laporan Kromato Cair Vakum

6

DCM 75% : Metanol 25%

Lapisan atas : Putih

Lapisan bawah : Putih ada sedikit ungu dan pink

(Warna sampel luntur)

Larutan berwarna coklat keunguan

7

DCM 50% : Metanol 50%

Lapisan atas : Putih

Lapisan bawah : Putih ada sedikit ungu dan pink

Larutan berwarna ungu kecoklatan

Page 8: Laporan Kromato Cair Vakum

8

DCM 25% : Metanol 75%

Lapisan atas : Putih

Lapisan bawah : Putih ada sedikit pink

Larutan berwarna pink

9

Metanol 100%

Lapisan atas : Putih

Lapisan bawah : Putih

Larutan berwarna putih

Bab 5. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan fraksionasi terhadap campuran metilen blue dan rodhamin B dengan perbandingan 4 : 1 dengan menggunakan kromatografi cair vakum. Prinsip dari kromatografi cair vakum ini adalah proses pemisahan senyawa yang terjadi berdasarkan sifat kepolaran dari setiap komponen dalam senyawa. Fasa diam yang digunakan adalah silica gel dan fasa geraknya adalah pelarut n-hexane, diklorometan dan methanol. Dimana, pada percobaan ini metoda yang digunakan dalam penyiapan fasa diam adalah menggunakan cara basah. Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan fasa diam dalam fase gerak yang akan digunakan. Kemudia silica gel tersebut dimasukkan ke dalam kolom. Tinggi silica gel yang digunakan adalah 10 cm. Setengah bagian silica gel dicampurkan terlebih dahulu dengan sampel (campuran metylen blue dan rhodamin B) hingga semua campuran terserap dalam silica gel. Setelah siap masukkan 50 mL larutan pengembang dari larutan yang paling non polar sampai yang paling polar, (n-hexanediklorometanmetanol) dalam berbagai komposisi.

Page 9: Laporan Kromato Cair Vakum

Pelarut yang non polar dimasukkan terlebih dahulu dikarenakan karena fase diam yang digunakan adalah silica gel yang bersifat polar, sehingga lebih mudah untuk mengelusi zat warna yang bersifat non polar terlebih dahulu karena ikatan dengan silica gel lebih lemah. Kemudian dilanjutkan dengan pelarut yang lebih polar. Setelah larutan dilewatkan, maka larutan ditampung pada suatu wadah. Zat warna yang tertampung paling awal yaitu rhodamin B dan yang paling akhir yaitu methylen blue. Perbedaan waktu penampungan yang terjadi yaitu tergantung dari eluen yang digunakan dan sifat larutannya. Hal ini juga dapat terjadi akibat kecenderungan sampel terhadap fasa gerak ataupun fasa diam. Konsentrasi eluen pertama yang lebih banyak adalah DCM, DCM ini bersifat polar sehingga zat akan pertama kali tertampung adalah rhodamin B yang bersifat polar juga, karena zat yang bersifat polar akan larut dalam pelarut bersifat polar juga. Selain itu panjang kolom yang digunakan juga mempengaruhi adanya perbedaan waktu penampungan.

Setelah larutan dilewatkan semua, maka dilanjutkan pengukuran dengan spektrofotometer UV/VIS Shimadzu. Larutan hasil tampungan dengan dari pelarut hexana sampai larutan komposisi DCM tidak memberikan warna. Kondisi sampel dalam silica gel pun tidak mengalam perubahan yang signifikan hanya sedikit perubahan yaitu warnanya yang asalnya berwarna ungu pekat sedikit demi sedikit berubah menjadi pink. Hal tersebut membuktikan bahwa selama menggunakan pelari hexana sampai dengan DCM hanya sedikit sampel yang terbawa oleh fasa gerak. Sedangkan ketika mulai digunakan komposisi DCM metanol sampel mulai terbawa oleh fasa gerak. Komposisi DCM metanol dengan perbandingan 75%:25% memberikan warna yang sangat pekat, perbandingan 50%:50% memberikan warna yang kurang pekat dari sebelumnya dan pada perbandingan 25% : 75% memberikan warna pink yang sangat muda dimana pada silika gel sudah tidak terdapat lagi sampel. Sehingga pada saat menggunakan fasa gerak metanol saja sudah tidak lagi memberikan warna karena sampel sudah terbawa semuanya.. Pada saat Berikut merupakan grafik antara panjang geombang dan absorbansi setiap zat yang tertampung yang kemudian di ukur dengan spektrofotometer.

Page 10: Laporan Kromato Cair Vakum

Grafik 1. Pengukuran Absorbansi Berbagai Komponen dengan Shimadzu

Dari Grafik dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan pada komposisi campuran DCM : Metanol 50%: 50% dan DCM : Metanol 25%:75%. Hal ini dikarenakan sampel memiliki ketertarikan atau afinitas lebih kuat kepada fasa gerak. Dimana larutan hasil penampungan pada komposisi 50%:50% ini memiliki warna ungu kecoklatan yang dianggap adalah Rodhamine B yang tertampung disini. Sedangkan pada komposisi 25%:75% didapatkan larutan hasil penampungan berwarna pink. Yang dianggap

Dari pengukuran didapatkan juga panjang gelombang maksimum yang berbeda-beda. Pada saat pelarut yang digunakan metanol pada pengukuran memberikan panjang gelombang maksimum 404 nm dengan absorbansi 0,024 dan 274 nm dengan absorbansi 4. Pada saat pelarut yang digunakan komposisi Hexana DCM 75%:25% pada pengukuran memberikan panjang gelombang maksimum 464 nm dengan absorbansi -0,381. Pada saat pelarut yang digunakan komposisi Hexana DCM 50%:50% pada pengukuran memberikan panjang gelombang maksimum 527 nm dengan absorbansi 0,037 dan 364 nm dengan absorbansi -0,424. Pada saat pelarut yang digunakan komposisi Hexana DCM 25%:75% pada pengukuran memberikan panjang gelombang maksimum 522 nm dengan absorbansi 0,001. Pada saat pelarut yang digunakan komposisi DCM pada pengukuran memberikan panjang gelombang maksimum 521 nm dengan absorbansi 0,003 dan 335 nm dengan absorbansi -0,448. Pada saat pelarut yang digunakan komposisi DCM Metanol 75%:25% pada pengukuran memberikan panjang gelombang maksimum 523 nm dengan absorbansi 0,031 dan 364 nm dengan absorbansi -0,426. Pada saat pelarut yang digunakan komposisi DCM Metanol 50%:50% pada pengukuran memberikan 4 panjang gelombang maksimum yaitu 634 nm dengan absorbasni 2,443, 536 nm dengan absorbansi 4, 391 nm dengan absorbanso 0,471 dan 355 nm dengan absorbansi 3,354. Pada saat pelarut yang digunakan komposisi DCM Metanol 25%:75% pada pengukuran memberikan 4 panjang gelombang maksimum

Page 11: Laporan Kromato Cair Vakum

yaitu 655 nm dengan absorbansi 1,974, 536 nm dengan absorbansi 2,985, 392 nm dengan absorbansi -0,188 dan 354 nm dengan absorbansi 0,081. Dan terakhir ada saat pelarut yang digunakan komposisi Metanol pada pengukuran memberikan panjang gelombang maksimum 357 nm dengan absorbansi -0,352 dan 280 dengan absorbansi 4.

Bab 6. Kesimpulan

1. Prinsip kerja kromatografi kolom vakum yaitu adsorpsi atau serapan, sedangkan pemisahannya didasarkan pada senyawa-senyawa yang akan dipisahkan terdistribusi di antara fasa diam dan fasa gerak dalam perbandingan yang berbeda-beda.

2. Zat warna yang tertampung paling awal adalah rodhamin B dan yang paling akhir adalah Methylen Blue.

3. Fasa diam yang digunakan adalah silica gel dan fasa gerak yang digunakan adalah n-hexane, diklorometan dan methanol

4. Didapatkan panjang gelombang pengukuran perbedaan intensitas warna dari hasil tampungan menggunakan Spektrofotometri UV/Vis Shimadzu

Bab 7. Keselamatan Kerja

Peringatan bahaya menurut MSDS

Metanol Hexana

DCM

Bab 8. Daftar Pustaka

Lide, David R.2009.”CRC Handbok of Chemistry and Physics”.Ed-90.

Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.