laporan ekstraksi cair-cair kelompok 1
DESCRIPTION
partisiTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
17.504 pulau dan garis pantai lebih dari 81.000 km dengan luas perairan laut
sekitar 5,8 juta km2 (75% dari total Wilayah Indonesia). Kondisi alam dan
iklim yang tidak fluktuatif menjadikan Indonesia mempunyai potensi
sumber daya laut dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar
walaupun belum terdayagunakan sepenuhnya (Reina, 2004).
Komponen-komponen kimia yang terkandung didalam senyawa seperti
yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan dan hewan biota laut sangat
dibutuhkan oleh keperluan hidup manusia. Dimana seiring dengan
berkembangnya zaman, banyak para peneliti farmasi yang mengkaji
berbagai tumbuhan dan hewan biota laut yang digunakan sebagai bahan
obat dalam hal ini ditinjau berdasarkan jenis zat aktif yang terkandung
didalamnya. Zat aktif tersebut kemudian akan diisolasi dan dijadikan
sebagai komponen utama dalam sediaan famasi dengan berbagai bentuk
sediaan. Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode ekstraksi,
dimana ekstraksi merupakan proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat
aktif dari tumbuhan atau biota laut dengan menggunakan pelarut dan
metode yang sesuai (Harbone, 1987).
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, ekstraksi dibagi
menjadi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi
cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan pemisahannya
menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga terjadi
distribusi sampel di antara kedua pelarut tersebut. Pendistribusian sampel
dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD
(koefisien distribusi). Sedangkan ekstraksi padat-cair terdiri atas ekstraksi
panas dan dingin.
Teripang pasir (Holothuria scabra), bintang laut (Linckia laevigata),
dan bulu babi (Diadema setosum) adalah hewan biota laut yang telah
diekstraksi padat cair sehingga mendapatkan ekstrak. Dimana ektrak ini
berperan penting dalam menentukan senyawa yang terkandung didalam
tumbuhan tersebut. Dan dengan adanya ekstraksi cair-cair maka identifikasi
yang akan dilakukan enjadi lebih mudah. Berdasarkan dari latar belakang di
atas, maka dilakukanlah percobaan untuk melakukan ekstraksi secara cair-
cair.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan mengidentifikasi senyawa yang terdapat pada sampel
biota laut
1.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui identifikasi senyawa alkaloid, steroid dan saponin
yang terdapat pada Teripang (Halothuria scabra), Bintang Laut (Linchia
laevigata) dan Bulu Babi (Diadema Setosum)
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi dapat didefisinikan sebagai suatu proses penarikan keluar atau
proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, biasanya dengan
menggunakan pelarut. Komponen yang dipisahkan dalam ekstraksi dapat
berupa padatan dari suatu sistem campuran padat-cair, berupa cairan dari suatu
sistem campuran cairan-cairan, atau padatan dari suatu sistem padatan-
padatan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi umumnya
menggunakan pelarut berdasarkan pada kelarutan komponen terhadap
komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam melakukan ekstrasi yaitu
pemilihan pelarut yang sesuai dengan sifat-sifat polaritas senyawa yang ingin
diekstraksi ataupun sesuai dengan sifat kepolaran kandungan kimia yang
diduga dimiliki simplisia tersebut, hal lain yang perlu diperhatikan adalah
ukuran simplisia harus diperkecil dengan cara perajangan untuk memperluas
sudut kontak pelarut dan simplisia, tapi jangan terlalu halus karna
dikhawatirkan menyumbat pori-pori saringan menyebabkan sulit dan lamanya
poses ekstraksi (Khamidinal, 1989).
Pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang
akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan
ekstrak dalam pelarut. Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan
dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap tahap menggunakan pelarut yang
sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak makin lama makin
rendah, dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi besar, sehingga
untuk mendapatkan pelarut kembali biayanya menjadi mahal (Khamidinal,
1989).
Semakin kecil partikel dari bahan ekstraksi, semakin pendek jalan yang
harus ditempuh pada perpindahan massa dengan cara difusi, sehingga semakin
rendah tahanannya. Pada ekstraksi bahan padat, tahanan semakin besar jika
kapiler-kapiler bahan padat semakin halus dan jika ekstrak semakin
terbungkus di dalam sel (misalnya pada bahan-bahan alami) (Anonim, 2011).
Ekstraksi dibagi menjadi dua, yaitu (Anonim, 2011):
1) Ekstraksi padat-cair
Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat
larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Pada
ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka
pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan
ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk di
bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi
kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar
bahan padat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai unjuk
kerja ekstraksi atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi
padat-cair, yaitu:
a. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara
fase padat dan fase cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki
permukaan yang seluas mungkin.
b. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan
laju alir bahan ekstraksi.
c. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan
ekstrak lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja
ekstraksi.
2) Ekstraksi cair-cair
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari
suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair
terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi
tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau
karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti
ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua
tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut
dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin.
2.2 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan
solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran
diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling
campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan
fase solven (ekstrak) (Anonim, 2011).
Gambar 1. Rangkaian Alat Ekstraksi Cair-Cair
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.
Pemilihan solven menjadi sangat penting. Dipilih solven yang memiliki sifat
antara lain:
a. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven sedikit
atau tidak melarutkan diluen,
b. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi,
c. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali,
d. Tersedia dan tidak mahal.
Dalam hal yang paling sederhana, bahan ekstraksi. Yang cair dicampur
berulangkali dengan pelarut segar dalam sebuah tangki pengaduk (sebaiknya
dengan saluran keluar di bagian bawah). Larutan ekstrak yang dihasilkan
setiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan (pengaruh gaya berat). Yang
konstruksinya lebih menguntungkan bagi proses pencampuran dan pernisahan
adalah tangki yang bagian bawalmya runcing (yang dilengkapi dengan
perkakas pengaduk, penyalur bawah, maupun kaca Intip yang tersebar pada
seluruh ketinggiannya) (Harbone, 1987).
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara
teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika,
bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam.
logam. Proses ini pun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan
ekstrak hasil ekstraksi padat cair. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila
pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan
(misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap
panas) atau tidak ekonomis. Seperti halnya pada proses ekstraksi padat-cair,
ekstraksi caircair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran
secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair
itu sesempurna mungkin (Harbone, 1987).
Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan
cara distilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan
aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.
Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya
dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut,
dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Pada saat
pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut
yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media
ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak
saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi
perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar
haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara
kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-
tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk) (Anonim 2011).
Tentu saja pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh, karena akan
menyebabkan terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagi atau sukar sekali
dipisah. Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang
penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas
tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin
segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah
terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa
homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat
dipisahkan dari cairan yang lain (Anonim 2011).
Berbagai jenis metode pemisahan yang ada, ekstraksi pelarut atau juga
disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan
popular. Pemisahan ini dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro.
Prinsip distribusi ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua zat pelarut yang tidak saling bercampur.
Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda
dalam kedua fase terlarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan
preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua kerja.
Berbeda dengan proses retrifikasi, pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan
segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula
hanya terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi
biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:
1. Mencampurkan bahan ekstrak dengan pelarut dan membiarkannya saling
kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada
bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi
ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dari refinat, kebanyakan dengan cara
penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali
pelarut. Umumnya dilakukan dengan mendapatkan kembali pelarut.
Larutan ekstrak langsung dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah
dipekatkan.
2.3 Fitokimia dan Golongan Senyawa Metabolit Sekunder
A. Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-
komponen bioaktif yang terdapat pada sampel uji. Uji fitokimia ini
dilakukan agar diketahui komponen bioaktif apa yang terdapat didalam
sampel uji sehingga sampel uji nantinya diharapkan dapat digunakan
sebagaimana fungsi dan peranannya. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid,
uji steroid, uji saponin, (Dwi, 2010).
Fitokimia adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab
efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak
tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologis. Pemanfaatan prosedur
fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan dalam semua cabang
ilmu tumbuhan dan hewan biota laut. Meskipun cara ini penting dalam
semua telaah kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian
biologis (Harbone, 1987).
B. Golongan Senyawa Metabolit Sekunder
Metabolit atau metabolisme adalah keseluruhan proses sintesis
senyawa-senyawa oleh organ dalam jaringan atau sel individu dalam
kelangsungan hidupnya. (Dwi, 2010), menyatakan bahwa proses ini
berlangsung selama individu atau organisme masih hidup bahkan pada
jaringan organisme yang telah mati dan pada umumnya metabolisme
primer dan metabolisme sekunder.
Menurut (Harborne,1987) senyawa metabolit sekunder yang umum
terdapat pada tanaman adalah : alkaloid, flavanoid, steroid, saponin,
terpenoid dan tannin.
1. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat
basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N
(Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar
heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan
efek farmakologis pada manusia dan hewan. Selain itu ada beberapa
pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N
(Nitrogen)nya terdapat di dalam rantai lurus atau alifatis (Nadjeb,
2010).
Alkaloid di bagi menjadi beberapa kelompok menurut atom
Nitrogennya. Yaitu Alkaloid sebenarnya, protoalkaloid dan
pseudoalkaloid. Berdasarkan intinya penyusunnya (basa organiknya)
diklasifikasikan menjadi 12 kelompok yaitu; Benzena, Piridina,
Piperidina, Kuinolina, Isokuinolina, Fenantren, Pirolidina Siklo
pentano perhidro fenantren, Imidazol, Indol, Purin dan Tropan.
Bervariasinya skema untuk klasifikasi alkaloid didasarkan pada
konstitusinya, telah disarankan dalam hal ini tata nama untuk alkaloid.
Karena luasnya variasi kelompok alkaloid, akan tetapi tidak satu pun
yang sangat memuaskan (Nadjeb, 2010).
Karena alkaloid sebagai suatu kelompok senyawa yang terdapat
sebagian besar pada tanaman berbunga, maka para ilmuwan sangat
tertarik pada sistematika aturan tanaman. Kelompok tertentu alkaloid
dihubungkan dengan famili atau genera tanaman tertentu.
Berdasarkan sistem Engler dalam tanaman yang tinggi terdapat 60
order. Sekitar 34 dari padanya mengandung alkaloid. 40% dari semua
famili tanaman paling sedikit mengandung alkaloid. Namun
demikian, dilaporkan hanya sekitar 8,7% alkaloid terdapat pada
disekitar 10.000 genus. Kebanyakan famili tanaman yang
mengandung alkaloid yang penting adalah Liliaceae, solanaceae dan
Rubiaceae (Nadjeb, 2010).
2. Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam
tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga
ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih
yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak
larut dalam eter (Hartono, 2009).
Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati.
Sumber utama saponin adalah biji-bijian khususnya kedele. Saponin
dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar
kolesterol menjadi normal. Tergantung pada jenis bahan makanan
yang dikonsumsi, seharinya dapat mengkonsumsi saponin sebesar 10-
200 mg (Arnelia, 2011).
3. Steroid
Semua kerangka steroid mempunyai kerangka steran, yaitu
siklopentano-fenantrena yang terhidrogenasi penuh. Biasanya cincin
rangka ini diberi nama A, B, C dan D. Penomoran atom karbonnya
mempunyai konformasi kursi pada steroid yang berada di alam.
Cincin B, C dan D selalu trans terhadap lainnya, sedangkan cincin A
dan B dapat trans atau cis (Soewolo, 1996). Penomoran atom
karbonnya mempunyai konformasi kursi pada steroid yang berada di
alam. Cincin B, C dan D selalu trans terhadap lainnya, sedangkan
cincin A dan B dapat trans atau cis (Soewolo, 1996).
2. 4 Uraian Bahan
2.4.1 Uraian Sampel
1. Teripang
Klasifikasi Teripang
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Holothuroidea
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria scabra
2. Bintang laut
Klasifikas bintang laut
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Spesies : Linckia laevigata
3. Bulu Babi
Klasifikasi Bulu babi
Kingdom : Animalia
filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidae
Ordo : Camiodonia
Famili : Echinoiceae
Genus : Deadema
Spesies : Deadema Setosum
2.4.2 Uraian Pelarut
1. Kloroform (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Chloroform
Nama lain : Kloroform
RM / BM : CHCl3 / 119,38
Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap,
bau khas, rasa manis dan membakar
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air,
mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam
eter P, dalam sebagian besar pelarut
organik, dalam minyak atsiri dan dalam
minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2. Asam Sulfat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Acidum Sulfuricum
Nama Lain : Asam Sulfat
RM / BM : H2SO4 / 98,07
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif ; tidak
berwarna ; jika ditambahkan kedalam air
menimbulkan panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pereaksi
3. Asam asetat glacial (FI edisi III, hal 42)
Nama resmi : Acidum Aceticum Glaciale
Nama lain : Asam asetat glacial
Rumus molekul : C2H4O2
Berat molekul : 60,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas,
tajam, jika diencerkan dengan air, rasa
asam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol
(95%) P dan dengan gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan
4. Aqua destilata (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aqua Destilata
Nama lain : Air Suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan Jernih, tidak berwarna , tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan : Tidak mempunyai kelarutan karena secara
umumnya air merupakan pelarut dan
pembanding suatu larutan.
Stabilitas : Stabil di udara.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan.
5. N-heksana (Ditjen POM edisi III 1979 : 283)
Nama resmi : Hexaminum
Nama lain : Heksamina
RM/BM : C6H12N4 / 140,19
Pemerian : hablur mengkilap, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa
membakar an manis kemudian agak pahit.
Jika di panaskan dalam suhu ± 260⁰
menyublim.
Kelarutan : larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml
etanol (95 %) P dan dalam lebih kurang 10
bagian kloroform P
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : antiseptikum
6. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol, alkohol
Rumus molekul : C2 H5OH
Berat molekul : 46,07
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah
menguap danmudah bergerak, bau khas,
rasa panas. Mudah terbakardengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai zat pelarut dan tambahan, juga
dapat membunuh kuman serta dapat
mematikan dan menghambat pertumbuhan
jamur
BAB IIIMETODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat
1. Batang Pengaduk
2. Botol Vial
3. Corong Pisah
4. Gelas bening
5. Gelas Kimia
6. Gelas Ukur
7. Lemari asam
8. Mangkuk bening
9. Pipet tetes
10. Rak tabung
11. Sendok tanduk
12. Statif dan kleim
13. Tabung reaksi
14. Vorteks
15. Waterbath
3.1.2 Bahan1. Asam sulfat
2. Asam asetat glacial
3. Aluminium Foil
4. Alkohol 70%
5. Aqua destillata
6. Ekstrak kental bintang laut (Linckia laevigata), bulu babi (Diadema
setosum) dan Teripang pasir (Holothuria scabra)
7. kloroform
8. N-heksana
9. Pereaksi Dragendorff
10. Pereaksi Mayer
11. Tissue
3.2 Cara Kerja
a. Partisi Cair-Cair
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang maserat etanol sebanyak 100 ml
3. Dimasukkan kedalam corong pisah
4. Ditambahakan n-heksan sebanyak 100 ml
5. Dikocok dengan kecapatan yang konstan selama beberapa menit
6. Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan yang jelas
7. Lapisan n-heksan yang berada dibawah dikeluarkan dan
ditapung dalam gelas
8. Lapisan etanol dikeluarkan dan ditampung dalam gelas
9. Diukur masing-masing larutan tersebut
10. Lapisan n-heksan dimasukkan kembali kedalam corong pisah
11. Ditambahkan akuades sejumlah larutan n-heksan yang telah
dimasukkan kedalam corong pisah
12. Dikocok selama beberapa menit dengan kecepatan yang
konstan
13. Didiamkan selama beberapa menit sehingga terbentuk 2 lapisan
yang jelas
14. Lapisan n-heksan yang berada dibawah dikeluarkan dan
ditampung kedalam gelas
15. Lapisan aquades dikeluarkan dan ditampung di gelas
16. Diukur masing-masing larutan tersebut
17. Dimasukkan kembali aquades kedalam corong pisah
18. Ditambahkan kloroform dengan jumlah yang sama dengan
aquades yang telah dimasukkan kedalam corong pisah
19. Dikocok hingga kecepatan konstan selama beberapa menit
20. Didiamkan selama beberapa menit
21. Ditampung kedalam cawan porselin
b. Preparasi sampel
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70%
3. Diukur etanol sebanyak 50 mL
4. Dilarutkan sampel 0,5 gram kedalam etanol 50 mL
5. Disaring larutan dengan ketas saring
6. Dimasukan larutan kedalam 3 tabung reaksi masing-masing
sebanyak 5 mL (steroid, alkaloid, saponin)
c. Uji fitokimia alkaloid
1. Diletakan larutan alkaloid dalam lemari asam (ruang peraksi)
2. Ditambahkan asam sulfat sebanyak 2 mL
3. Dibagi menjadi dua larutan alkaloid dan dimasukan kedalam
tabung reaksi laiinya
4. Ditambahkan 2 tetes pereaksi mayer pada tabung reaksi 1
5. Ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendorff pada tabung reaksi 2
6. Diamati terbentuknya endapan yang berwarna
d. Uji fitokimia saponin
1. Diletakkan larutan saponin dalam lemari asam (ruang peraksi)
2. Ditambahkan aquadest panas sebanyak 10 mL
3. Dikocok larutan selama 30 detik
4. Diamati busa yang terbentuk
e. Uji fitokimia steroid
1. Diletakan larutan steroid dalam lemari asam (ruang pereaksi)
2. Ditambahkan 10 tetes asam asetat glacial
3. Ditambahkan 3 tetes asam sulfat pekat
4. Diamati perubahan warna yang terjadi
f. Uji fitokimia Hasil Partisi cair-cair
1. Fraksi 1 (Etanol) :
Diambil fraksi 1 etanol
Dimasukkan fraksi kedalam 3 tabung reaksi (untuk alkaloid,
steroid dan saponin) masing-masing 5 mL
Diletakan masing-masing larutan (alkaloid, steroid dan
saponin) kedalam lemari asam
Dilakukan uji fitokimia untuk masing-masing larutan
(alkaloid, steroid dan saponin) berdasarkan prosedur kerja
diatas
Diamati perubahan warna, terbentuknya endapan dan busa
2. Fraksi 2 (n-heksan) :
Diambil fraksi 1 etanol
Dimasukkan fraksi kedalam 3 tabung reaksi (untuk alkaloid,
steroid dan saponin) masing-masing 5 mL
Diletakan masing-masing larutan (alkaloid, steroid dan
saponin) kedalam lemari asam
Dilakukan uji fitokimia untuk masing-masing larutan
(alkaloid, steroid dan saponin) berdasarkan prosedur kerja
diatas
Diamati perubahan warna, terbentuknya endapan dan busa
BAB IVPEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Partisi Cair-Cair
Sampel Perlakuan Hasil
Pengamatan
Keterangan
Maserat teripang Sampel + Pelarut
etanol + Pelarut
n-heksan +
Dipartisi
Lapisan atas :
etanol
Lapisan bawah :
n-heksan
Fraksi 1 :
lapisan atas
(etanol)
Fraksi n-heksan Fraksi n-heksan +
air
Lapisan atas : air
Lapisan bawah :
n-heksan
Fraksi 2 :
lapisan bawah
(n-heksan)
Fraksi air Fraksi air +
kloroform
Tidak terjadi
pemisahan
Tidak diperoleh
fraksi
4.1.2 Identifikasi Senyawa
Identifikasi Alkaloid
No Sampel Perlakuan Hasil
Pengamatan
Keterangan
1 Ekstrak
kental
Bintang
Laut
(Culcita sp)
Sampel + Dilarutkan
dalam etanol + 5 ml
Kloroform + 2 ml
H2SO4 + Pereaksi
Dragendorff
Terbentuk
Sedikit Endapan
(+)
Mengandung
Alkaloid
(+)
Sampel + Dilarutkan
dalam etanol + 5 ml
Kloroform + 2 ml
H2SO4 + Pereaksi
Mayer
Terbentuk
Sedikit Endapan
(+)
2 Ekstrak
Kental Bulu
Sampel + Dilarutkan
dalam etanol + 5 ml
Tidak Terbentuk
Endapan (-)
Tidak
Mengandung
Babi
(Echinoidea
sp)
Kloroform + 2 ml
H2SO4 + Pereaksi
Dragendorff
Alkaloid (-)
Sampel + Dilarutkan
dalam etanol + 5 ml
Kloroform + 2 ml
H2SO4 + Pereaksi
Mayer
Tidak Terbentuk
Endapan (-)
3 Fraksi 1
Ekstrak
Kental
Teripang
(Holothuria
scabra)
Sampel + Dilarutkan
dalam etanol + 5 ml
Kloroform + 2 ml
H2SO4 + Pereaksi
Dragendorff
Terbentuk
Endapan (+)
Mengandung
Alkaloid (-)
Sampel + Dilarutkan
dalam etanol + 5 ml
Kloroform + 2 ml
H2SO4 + Pereaksi
Meyer
Tidak Terbentuk
Endapan (-)
4 Fraksi 2
Ekstrak
Kental
Teripang
(Holothuria
scabra)
Sampel + Dilarutkan
dalam etanol + 5 ml
Kloroform + 2 ml
H2SO4 + Pereaksi
Dragendorff
Tidak Terbentuk
Endapan (-)
Tidak
Mengandung
Alkaloid (-)
Sampel + Dilarutkan
dalam etanol + 5 ml
Kloroform + 2 ml
H2SO4 + Pereaksi
Mayer
Tidak Terbentuk
Endapan (-)
Identifikasi Steroid
No Sampel Perlakuan Hasil
Pengamatan
Keterangan
1 Ekstrak
kental
Bintang
Laut
(Culcita sp)
Sampel + 10 tetes
asam asetat glacial +
3 tetes asam sulfat
pekat
Tidak terjadi
perubahan warna
Tidak
Mengandung
Steroid
(-)
2 Ekstrak
Kental Bulu
Babi
(Echinoidea
sp)
Sampel + 10 tetes
asam asetat glacial +
3 tetes asam sulfat
pekat
Tidak terjadi
perubahan warna
Tidak
Mengandung
Steroid
(-)
3 Fraksi 1
Ekstrak
Kental
Teripang
(Holothuria
scabra)
Sampel + 10 tetes
asam asetat glacial +
3 tetes asam sulfat
pekat
Terjadi
perbubahan
warna menjadi
warna merah
Mengandung
Steroid
(+)
4 Fraksi 2
Ekstrak
Kental
Teripang
(Holothuria
scabra)
Sampel + 10 tetes
asam asetat glacial +
3 tetes asam sulfat
pekat
Terjadi
perbubahan
warna menjadi
warna merah
Mengandung
Steroid
(+)
Identifikasi Saponin
No Sampel Perlakuan Hasil
Pengamatan
Keterangan
1 Ekstrak
kental
Bintang
Laut
(Culcita sp)
Sampel + aquadest
panas sebanyak 10
mL + Dikocok
selama 30 detik
Tidak terbentuk
busa
Tidak
Mengandung
Saponin
(-)
2 Ekstrak
Kental Bulu
Babi
(Echinoidea
sp)
Sampel + aquadest
panas sebanyak 10
mL + Dikocok
selama 30 detik
Tidak terbentuk
busa
Tidak
Mengandung
Saponin
(-)
3 Fraksi 1
Ekstrak
Kental
Teripang
(Holothuria
scabra)
Sampel + aquadest
panas sebanyak 10
mL + Dikocok
selama 30 detik
Terbentuk busa Mengandung
Saponin
(+)
4 Fraksi 2
Ekstrak
Kental
Teripang
(Holothuria
scabra)
Sampel + aquadest
panas sebanyak 10
mL
Dikocok selama 30
detik
Tidak terbentuk
busa
Tidak
Mengandung
Saponin
(-)
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, kami akan melakukan pemisahan senyawa dari
ekstrak kental dengan menggunakan partisi cair-cair serta identifikasi
senyawa metabolit sekunder.
Partisi cair-cair menurut (Anonim, 2011) adalah Ekstraksi cair-cair
(liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan solute dari cairan
pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven
tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur), dan jika
dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven
(ekstrak)
Menurut Harborne (1987) senyawa metabolit sekunder yang umum
terdapat pada tanaman/hewan adalah : alkaloid, flavanoid, steroid, saponin,
terpenoid. Dan pada praktikum kali ini kami hanya mengidentifikasi
senyawa alkaloid,steroid dan saponin pada ekstrak Teripang (Halothuria
scabra), Bintang Laut (Linchia laevigata) dan Bulu Babi (Diadema
Setosum).
1. Partisi cair-cair
Terdiri atas empat langkah, dalam memisahkan senyawa dengan cara
partisi cair-cair. Dimana sebelum memulai langkah awal, disiapkan alat
dan bahan. Untuk alat dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%,
agar terhindari dari bakteri atau zat pengotor lain yang akan
mempengaruhi hasil akhir pada ektraksi. Sedangkan, untuk bahan
disediakan pelarut yang akan dipakai, antara lain Etanol 96%, N-Heksan,
Kloroform, dan Etil asetat.
Langkah pertama yaitu ekstrak kental teripang dilarutkan kedalam 50
mL perlarut etanol 96% dan diaduk hingga larut, kemudian disaring dan
ditambahkan etanol 96% hingga 100 mL, dan dimasukan kedalam corong
pisah.
Selanjutnya diukur N-heksan 100 mL dan dimasukan kedalam corong
pisah. Setelah itu dikocok dengan gaya yang konstan. Fungsi pengocokan
disini ialah membantu proses pemisahan sedangkan tujuan dibukanya
penutup bagian bawah untuk mengeluarkan udara di dalam corong pisah
sehingga mencegah pecahnya corong pisah.
Kemudian didiamkan kurang lebih beberapa menit hingga terbentuk
dua lapisan, dimana lapisan bagian atas adalah etanol sedangkan lapisan
bagian bawah adalah n-heksan. Hal ini dikarenakan perbedaan berat
molekul dari kedua pelarut. Dimana berat molekul dari etanol lebih kecil
dibandingkan berat molekul dari heksan, maka dari itu etanol berada
dilapisan atas sedangkan N-heksan pada lapisan bawah.
Langkah kedua, dipisahkan kedua lapisan tersebut dengan cara
mengeluarkan lapisan n-heksan melewati keran pada bagian bawah corong
pisah dan ditampung n-heksan dalam gelas setelah itu diukur volume dari
n-heksan (volume N-heksan setelah diukur sebanyak 120 mL).
Sedangkan, lapisan etanol juga dikeluarkan dengan cara yang sama,
dan diberi label sebagai fraksi 1.
Langkah ketiga, yaitu dimasukkan kembali 120 mL n-heksan ke
dalam corong pisah dan diukur volume air sebanyak volume n-heksan,
selanjutnya ditambahkan ke dalam corong pisah.
Setelah itu, dikocok sambil dibuka penutup bagian bawah. Kemudian
didiamkan selama beberapa menit dan akan terbentuk dua lapisan, dimana
lapisan bagian atas adalah air sedangkan lapisan bagian bawah adalah n-
heksan. Dimana berat molekul dari air lebih kecil dibandingkan berat
molekul dari n-heksan sehingga air berada di lapisan atas dan n-heksan di
lapisan bawah.
Selanjutnya dipisahkan dua lapisan tersebut dengan cara dikeluarkan
lapisan n-heksan melewati keran pada bagian bawah corong pisah dan
ditampung n-heksan dalam gelas serta diberi label sebagai fraksi 2.
Kemudian lapisan air juga dikeluarkan dengan cara yang sama setelah
itu diukur volume dari air. (volume air setelah diukur sebanyak 1 mL).
Selanjutnya, dimasukkan kembali 1 mL air ke dalam corong pisah dan
diukur volume kloroform sebanyak volume air, lalu ditambahkan ke dalam
corong pisah. Setelah itu dikocok sambil dibuka penutup bagian bawah.
Kemudian didiamkan selama beberapa menit. Hasil yang diperoleh
menunjukkan tidak terbentuk lapisan hal ini dikarenakan kloroform dan air
saling bercampur. Dan langkah terakhir partisi tersebut lalu diuapkan.
2. Identifikasi senyawa
Pada praktikum ini, disamping partisi cair-cair kami juga melakukan
percobaan tentang identifikasi senyawa atau yang disebut juga dengan
skrining fitokimia.
Skrining fitokimia (Fitokimia Screen) merupakan cara yang
sederhana untuk melakukan analisis kualitatif kandungan senyawa yang
terdapat dalam simplisia tumbuhan maupun hewan.
Skrining yang dilakukan pada praktimum kali ini terbatas pada
identifikasi senyawa alkaloid, identifikasi senyawa steroid, dan identifikasi
senyawa sampel. Sampel yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu
Ekstrak kental Bintang Laut (Culcita sp), Ekstrak Kental Bulu Babi
(Echinoidea sp), dan Ekstrak Kental Teripang (Holothuria scabra).
Terlebih dahulu, dilakukan preparasi sampel atau penyiapan dari
sampel tersebut dengan cara melarutkan masing-masing sampel tersebut
dalam pelarut etanol. Digunakan pelarut etanol karena pelarut ini
merupakan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi sampel tersebut
sebelumnya.
a. Identifikasi senyawa alkaloid
Terdapat beberapa tahap dalam mengidentifikasi alkaloid dari
Ekstrak kental Bintang Laut (Culcita sp), Ekstrak Kental Bulu Babi
(Echinoidea sp), dan Ekstrak Kental Teripang (Holothuria scabra).
Langkah awal dimasukkan 5 ml dari masing-masing sampel yang
sebelumnya telah dilarutkan dalam etanol tersebut ke dalam 3 tabung
reaksi yang berbeda.
Langkah berikutnya masing-masing tabung reaksi tersebut
ditambahkan 5 mL kloroform. Pada saat ditambahkan kloroform tidak
tampak adanya perubahan apapun pada larutan sampel. Selanjutnya
pada masing-masing tabung reaksi tersebut, ditambahkan 2 ml H2SO4.
Menurut teori, penambahan pereaksi H2SO4 akan menyebabkan
terbentuknya 2 lapisan pada larutan. Akan tetapi, berdasarkan
pengamatan tidak terlihat adanya 2 lapisan tersebut.
Langkah selanjutnya, masing-masing sampel tersebut dibagi
menjadi 2 tabung. Untuk tabung reaksi pertama, ditambahkan pereaksi
Mayer sebanyak 3 tetes, dan tabung reaksi kedua ditambahkan
pereaksi Dragendorff sebanyak 3 tetes.
Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa untuk sampel ekstrak
bintang laut, pada tabung reaksi pertama yang ditambahkan pereaksi
Mayer, terlihat adanya endapan yang terbentuk namun hanya sedit.
Begitu pula, pada tabung reaksi kedua yang ditambahkan pereaksi
Dragendorff, terlihat adanya endapan yang terbentuk tetapi hanya
sedikit. Terbentuknya endapan ini menandakan bahwa pada sampel
bintang laut mengandung alkaloid. Dalam hal ini endapan terbentuk
karena adanya penambahan H2SO4 yang berfungsi untuk membentuk
garam alkaloid sehingga alkaloid dapat tertarik dari larutannya.
Alkaloid dalam bentuk garamnya inilah yang bereaksi dengan reagent
atau larutan pereaksi dan membentuk endapan.
Selanjutnya berdasarkan pengamatan uji alkaloid pada sampel
ekstrak bulu babi, pada tabung pertama yang ditambahkan pereaksi
Mayer, tidak terlihat adanya endapan yang terbentuk. Begitu pula
pada tabung reaksi yang kedua, setelah ditambahkan pereaksi
Dragendorff, tidak terlihat adanya endapan yang terbentuk. Hal
tersebut menandakan bahwa sampel tersebut tidak mengandung
alkaloid.
Langkah berikutnya dilakukan pula uji alkaloid pada hasil
fraksinasi dari ekstrak teripang, yang meliputi fraksi etanol, fraksi n-
heksan. Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa pada tabung
reaksi yang berisi fraksi etanol dan ditambahkan pereaksi Mayer, tidak
terlihat adanya endapan yang terbentuk. Sedangkan pada tabung
reaksi kedua yang berisi fraksi etanol dan ditambahkan pereaksi
dragendorf, terlihat adanya endapan yang terbentuk. Sedangkan
berdasarkan hasil terlihat bahwa pada tabung reaksi yang berisi fraksi
n-heksan dan ditambahkan pereaksi Mayer, tidak terlihat adanya
endapan yang terbentuk.
Langkah terakhir pada tabung reaksi kedua yang ditambahkan
pereaksi dragendorf, juga tidak terlihat adanya endapan yang
terbentuk. Perbedaan hasil pengamatan alkaloid antara fraksi etanol
dan heksan, menunjukkan bahwa pada fraksi etanol terkandung
alkaloid, sedangkan pada fraksi n-heksan tidak terkandung senyawa
alkaloid.
b. Identifikasi senyawa saponin
Identifikasi senyawa saponin juga dilakukan terhadap sampel
ekstrak bulu babi, bintang laut, fraksi etanol sampel teripang serta
fraksi n-heksan teripang. Pada masing-masing tabung reaksi yang
berisi sampel tersebut ditambahkan air panas sebanyak 10 ml, lalu
didinginkan selama beberapa saat. Setelah itu, dikocok masing-masing
ketiga sampel tersebut selama 30 detik dengan kecepatan konstan.
Apabila terbentuk buih (busa) dari permukaan cairan, maka
menunjukkan adanya saponin.
Dari hasil pengamatan, bahwa untuk sampel bintang laut, sampel
bulu babi dan fraksi n-heksan teripang tidak terlihat adanya busa yang
terbentuk. Hal ini berarti bahwa pada ketiga sampel tersebut tidak
mengandung senyawa saponin. Sedangkan pada fraksi etanol, terlihat
adanya busa yang terbentuk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
fraksi etanol terkandung senyawa saponin.
c. Identifikasi senyawa Steroid
Untuk identifikasi senyawa steroid dilakukan terhadap sampel
ekstrak bulu babi, bintang laut, fraksi etanol teripang serta fraksi n-
heksan teripang. Pada masing-masing tabung reaksi yang berisi
sampel tersebut kemudian ditambahkan 10 tetes asam asetat glacial
dan 3 tetes asam sulfat pekat. Selanjutnya, diamati perubahan warna
yang terjadi. Apabila terjadi perubahan warna menjadi warna merah,
biru, atau hijau, maka menunjukkan bahwa sampel tersebut positif
mengandung steroid.
Dari pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil untuk sampel
bintang laut dan sampel bulu babi tidak terjadi adanya perubahan
warna. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut tidak
mengandung steroid. Sedangkan untuk fraksi etanol teripang dan
fraksi n-heksan teripang terlihat adanya perubahan warna menjadi
warna merah, yang menandakan bahwa kedua fraksi tersebut positif
mengandung steroid.
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
Identifikasi senyawa yang terdapat pada sampel biota laut setelah di uji
dengan menggunakan metode partisi cair-cair, maka senyawa yang di dapat
dari sampel masing-masing sampel yaitu :
1. Sampel Bulu Babi (Diadema Setosum)
- Dengan menggunakan larutan Mayer menghasilkan senyawa
alkaloid sedangkan dengan larutan Dragendroff tidak menghasilkan
senyawa alkaloid
- Tidak terdapat senyawa steroid tetapi terdapat juga senyawa saponin
2. Sampel Bintang Laut (Linchia laevigata)
- Dengan menggunakan larutan mayer dan Dragendroff menghasilkan
senyawa alkaloid
- Tidak terdapat senyawa steroid tetapi terdapat juga senyawa saponin
3. Sampel Teripang (Halothuria scabra)
- Untuk identifikasi senyawa alkaloid berdasarkan fraksi dan untuk
fraksi etanol dengan menggunakan larutan Mayer menghasilkan
senyawa alkaloid dan larutan Dragendroff tidak menghasilkan
senyawa alkaloid
- Untuk fraksi Kloroform dengan menggunakan larutan Mayer dan
Dragendroff menghasilkan senyawa alkaloid
- Tidak terdapat senyawa steroid dan saponin
5.2 Saran
Untuk mengefektifkan kegiatan praktikum di laboratorium, diharapkan :
Laboratorium dapat memperbaiki sarana dan prasana di laboratorium,
seperti alat-alat praktikum, bahan-bahan (pelarut) agar dapat
mengefektifkan kegiatan praktikum.
Untuk jurusan agar dapat lebih memperhatikan bagaimana kondisi di
dalam laboratorium yang kurang efektif karena kurangnya fasilitas (alat,
bahan-bahan praktikum) yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Ekstraksi Cair-Cair (http://www.chem-is-try-org/materi-kimia/kimia-industri/teknologi- proses/ekstraksi.cair), diakses 2 januari 2012.
Armelia. 2011. Fito-Kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker. (Online) (http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1100397943&2 diakses tanggal 21 november 2013).
Ditjen POM, 1979.”Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Ditjen POM, 1995.”Farmakope Indonesia Edisi IV”. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Dwi. 2010. Uji Fitokimia pada Buah Pedada (Sonneratia caseolaris). (Online) (http://dwio08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/uji-fitokimia-pada-buah-pedada-sonneratia-caseolaris/ diakses tanggal 21 november 2013).
Harbone, J.B, 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Mengekstraksi Tumbuhan, Terjemahan Padmawinata, K. Penerbit ITB : Bandung.
Hartono. 2009. Saponin. (Online) (http://www.farmasi.asia/tag/saponin/ diakses tanggal21 november 2013).
Khamidinal. 2009. Teknik Laboratorium Kimia. Pustaka Pelajar : Yogyakarta
Nadjeb. 2010. Alkaloid. (Online) (http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/alkaloid.pdf, diakses tanggal 21 november 2013).
Reina, 2004. Potensi dari Laut Belum dimaksimalkan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi: Jakarta.
Soewolo. 1996. Pengaruh Anabolik Steroid terhadap Pembentukan Otot dan Kesehatan. (Online) (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12961324.pdf diakses tanggal 21 november 2013).
Suyitno. Haryadi dan Supriyanto. 1989. Rekayasa Pangan. Universitas Gajah Mada : Yogyakarta