ekstraksi cair cair

38
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam pencarian senyawa bioaktif. Diantara sekian banyak spesies tumbuhan yang memiliki potensi bioaktifikasi, hanya sebagian kecil yang diteliti secara fitokimia. Beberapa tahun terakhir ini penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional mengalami peningkatan, hal ini terbukti dengan makin banyaknya obat tradisional yang beredar dipasaran, untuk itu perlu langkah yang tepat dalam usaha pengembangannya dengan cara mengembangkan dan menggalakan penelitian obat tradisional, sehingga penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan bukan berdasarkan pada pengalaman saja. Penggunaan tanaman sudah diketahui efeknya dan khasiatnya tetapi belum diketahui komponen senyawa kimianya. Jika kita menyadari bahwa tumbuh-tumbuhan dapat mengandung beribu-ribu kandungan kimia, maka dari itu diperlukan metode pemisahan, pemurnian, identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan

Upload: ocamanda

Post on 09-Dec-2015

135 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

ecc

TRANSCRIPT

Page 1: Ekstraksi Cair Cair

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi

untuk dikembangkan dalam pencarian senyawa bioaktif. Diantara sekian

banyak spesies tumbuhan yang memiliki potensi bioaktifikasi, hanya

sebagian kecil yang diteliti secara fitokimia.

Beberapa tahun terakhir ini penggunaan bahan alam sebagai obat

tradisional mengalami peningkatan, hal ini terbukti dengan makin

banyaknya obat tradisional yang beredar dipasaran, untuk itu perlu langkah

yang tepat dalam usaha pengembangannya dengan cara mengembangkan

dan menggalakan penelitian obat tradisional, sehingga penggunaannya dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan bukan berdasarkan pada

pengalaman saja.

Penggunaan tanaman sudah diketahui efeknya dan khasiatnya tetapi

belum diketahui komponen senyawa kimianya. Jika kita menyadari bahwa

tumbuh-tumbuhan dapat mengandung beribu-ribu kandungan kimia, maka

dari itu diperlukan metode pemisahan, pemurnian, identifikasi kandungan

yang terdapat dalam tumbuhan yang sifatnya berbeda dan dalam jumlah

yang banyak itu.

Dalam bidang farmasi, mahasiswa dituntut untuk mempelajari ilmu

tumbuh-tumbuhan seperti fitokimia. Fitokimia adalah ilmu yang

mempelajari berbagai senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh

tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintesis, perubahan dan

metabolisme, penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari senyawa

organik (Dewi, 2012).

Penelitian terhadap tanaman obat yang paling berkembang, terutama

pada segi fitokimianya dan pada segi farmakologinya. Hasil penelitian

tersebut tentunya lebih memantapkan pada penggunaan tumbuhan obat akan

berkhasiat maupun penggunaannya.

Page 2: Ekstraksi Cair Cair

2

Dalam tumbuhan terkandung senyawa kimia yang merupakan hasil

metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli,

tidak jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi

yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal

dengan senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari

penyimpanan metabolit primer tumbuhan (Fajarullah, 2011).

Untuk mendapatkan senyawa tersebut dilakukan beberapa metode

salah satunya adalah menggunakan partisi cair-cair dengan ekstrak daun

jeruk (Citrus aurantifolia), daun durian (Durio zibethinus), temu putih

(Curcuma zedoaria) dan kayu manis (Cinnamomum burmanii) dengan

menggunakan pelarut metanol dan n-heksan, dimana diketahui ekstrak cair-

cair merupakan proses pemisahan zat terlarut didalam 2 macam pelarut yang

tidak saling bercampur.

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Adapun maksud dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan

memahami cara fraksinasi dari ekstrak temu putih (Curcuma zedoaria) dan

kayu manis (Cinnamomum burmanii) dengan menggunakan metode ekstrak

cair-cair.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk memperoleh

fraksi aktif dari ekstrak temu putih (Curcuma zedoaria) dan kayu manis

(Cinnamomum burmanii) dengan menggunakan metode ekstrak cair-cair.

I.3 Prinsip Percobaan

Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan cara pemisahan komponen kimia

diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana sebagian

komponen larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua. Lalu

kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan didiamkan sampai

terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan. Yakni fase cair dan

komponen kimi yang terpisah.

Page 3: Ekstraksi Cair Cair

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Tentang Partisi Cair-Cair

II.1.1 Definisi Partisi

Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak campur

menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan

analitis. Bahkan dimana tujuan primer bukan analitis namun preparatif,

ektraksi pelarut merupakan suatu langkah penting dalam urutan menuju ke

suatu produk murni itu dalam laboratorium organik, anorganik atau

biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan peralatan yang rumit

namun seringkali diperlukan hanya sebuah corong pisah. Seringkali suatu

pemisahan ekstraksi pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit,

pemisahan ektraksi biasanya bersih dalam arti tak ada analog kopresipitasi

dengan suatu system yang terjadi (Underwood, 1986).

Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air sedangkansebagai

pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidakbercampur dengan air.

Dengan demikian ion anorganik atausenyawa organik polar sebagian besar

terdapat dalam fase air,sedangkan senyawa organik non polar sebagian

besar akanterdapat dalam fase air, sedangkan senyawa organik non

polarsebagian besar akan terdapat dalam fase organik. Hal ini yang

dikatakan “ like dissolves like “, yang berarti bahwa senyawa polar akan

mudah larut dalam pelarut polar, dan sebaliknya (Dirjen POM, 1979).

Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau

disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik

dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa peemisahan ini dapat

dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak

memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pisah. Prinsip

metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan

tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzene,

karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat di

Page 4: Ekstraksi Cair Cair

4

transfer pada jumlah yang berbeda dalam keadaan dua fase pelarut. Teknik

ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan

serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 2008).

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan

perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut

yang berbeda (Rahayu, 2009).

II.1.2 Metode Partisi

1. Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut di dalam 2

macam zat pelarut yang tidak saling bercampur atau dengan kata lain

perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan pelarut

air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang

dapat larut air dan ada pula senyawa yang larut dalam pelarut organik.

Satu komponen dari campuran akan memiliki kelarutan dalam kedua

lapisan tersebut (biasanya disebut fase) dan setelah beberapa waktu

dicapai keseimbangan biasanya dipersingkat oleh pencampuran kedua

fase tersebut dalam corong pisah (Tobo, 2001).

Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air sedangkan pelarut

kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air.

Dengan demikian ion organik atau senyawa organik polar sebagian

besar terdapat dalam fase air, sedangkan senyawa organik non polar

sebagian besar akan terdapat dalam fase air, sedangkan senyawa

organik non polar sebagian besar akan terdapat dalam fase organik.

Hal ini yang dikatakan “like dissolves like”, yang berarti bahwa

senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar dan sebaliknya

polar akan mudah larut dalam pelarut polar dan sebaliknya (Dirjen

POM, 1979).

Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak yang telah

dilarutkan dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur dengan yang

pertama, akan terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari campuran

akan memiliki kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya

Page 5: Ekstraksi Cair Cair

5

disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai kesetimbangan

konsentrasi dalam kedua lapisan. Waktu yang diperlukan untuk

tercapainya kesetimbanga biasanya dipersingkat oleh pencampuran

kedua fase tersebut dalam corong pisah (Tobo, 2001).

Kelarutan senyawa yang tidak bermuatan dalam satu fase pada

suhu tertentu bergantung pada kemiripan kepolarannya dengan fase

cair, menggunakan prinsip “like dissolves like”. Molekul bermuatatan

yang memiliki afinitas tinggi terhadap cairan dengan sejumlah besar

ion bermuatan berlawanan dan juga dalam kasus ini “menarik yang

berlawanan”, misalnya senyawa asam akan lebih larut dalam fase air

yang basa dari pada yang netral atau asam. Rasio konsentrasi senyawa

dalam kedua fase disebut koefisien partisi. Senyawa yang berbeda

akan mempunyai koefisien partisi yang berbeda, sehingga jika satu

senyawa sangat polar, koefisien partisinya related ke fase polar lebih

tinggi daripada senyawa non-polar (Tobo, 2001).

Fraksinasi selanjutnya yaitu suatu senyawa hanya ada dalam satu

fase, hal ini dapat dicapai dengan ekstraksi fase awal berturut-turut

dengan fase yang berlawanan. Lebih baik menggunakan elusi

berurutan dengan volume relatif kecil dibandingan dengan satu kali

elusi keseluruhan volume (Tobo, 2001).

2. Ekstraksi Padat-Cair

Partisi padat cair adalah proses pemisahan untuk memperoleh

komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Dapat juga didefinisikan sebagai

disperse komponen kimia dari ekstrak yang telah dikeringkan dalam

suatu pelarut yang sesuai berdasarkan kelarutan dari komponen kimia

dan zat-zat yang tidak diinginkan seperti garam-garam tidak dapat

larut. Operasi ekstraksi ini dapat dilakukan dengan pengadukan

suspense padatan did alam wadah dengan atau tanpa pemanasan

(Tobo, 2001).

Page 6: Ekstraksi Cair Cair

6

Pelaksanaan ekstraksi padat cair terdiri dari 2 langkah, yaitu (Tobo,

2001):

a. Kontak antara padatan dan pelarut untuk mendapatkan perpindahan

solute ke dalam pelarut

b. Pemisahan larutan yang terbentuk dan padatan sisa

II.1.3 Tujuan Partisi

Ekstraksi cair-cair bertujuan untuk memisahkan analit yang dituju dari

pengganggu dengan cara melakukan partisi sampai antar 2 pelarut yang

tidak saling campur. Salah satu fasenya seringkali berupa air dan fase yang

lain adalah pelarut organik. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan

ditemukan di dalam fase air, sementara senyawa-senyawa yang bersifat

hidrofobik akan masuk pada pelarut organik, begitupula dengan ekstraksi

padat cair dan tetapi sampel yang digunakan tidak larut air (Tobo, 2001).

II.2 Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan

Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar,

selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan

kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di

dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang

seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh

lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian,

kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari

kromatografi kolom (Gholib, 2007).

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya

sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.

Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga

yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair

kinerja tinggi. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan

bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada

pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi

pada pengembangan secara menurun (descending) (J. Gritter, 1991).

Page 7: Ekstraksi Cair Cair

7

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih

murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan

yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan

lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat

melaksanakan setiap saat secara cepat.

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya

komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya

suatu reaksi, menentukan efektivitas  pemurnian, menentukan kondisi

yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau kromatografi

kolom, melakukan screening sampel untuk obat. Analisa kualitatif dengan

KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada

KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis

kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung pada

lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik

densitometry dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu

menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode

analisis yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk

analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan

yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non-

dekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya

dikerok dan dilakukan analisis lanjutan (Gholib, 2007).

II.2.1 Nilai Rf

Nilai Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh oleh

senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh

oleh pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka

semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat

kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di

bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa

tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan absorben polar dari plat

kromatografi lapis tipis (Handayani, 2008).

Page 8: Ekstraksi Cair Cair

8

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila

identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf standart dari

senyawa tersebut maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki

karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan bila nilai Rfnya berbeda,

senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.

Namun perbedaan perlakuan percobaan kromatografi lapis tipis juga akan

mempengaruhi nilai Rf sampel yang diidentifikasi (Pameswaran, 2013).

II.2.2 Polaritas dalam KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering

dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.

Sistem yang paling sederhana ialang sampuran 2 pelarut organik karena

daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa

sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gholib, 2007).

Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan

adanya pelarut tertentu dapat dilihat sebagai penggabungan 2 interaksi

yang saling berkompetisi. Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat

berkompetisi dengan analit untuk terikat pada permukaan silika gel.

Dengan demikian, jika pelarut yang sangat polar digunakan, pelarut akan

berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel dan hanya menyisakan

sedikit tempat bagi analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya, analit

akan bergerak cepat melewati fase diam dan keluar dari kolom tanpa

pemisahan. Dengan cara yang sama, gugus polar pada pelarut dapat

berinteraksi kut dengan gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi

analit pada permukaan silika gel. Pengaruh ini juga menyebabkan analit

dengan cepat meninggalkan fase diam. Kepolaran suatu pelarut yang dapat

digunakan untuk kromatografi dapat dievaluasi dengan memperhatikan

tetapan dielektrik dan momen dipol pelarut. Semakin besar kedua tetapan

tersebut, semakin polar pelarut tersebut. Sebagai tambahan, kemampuan

berikatan hidrogen pelarut dengan fase diam harus dipertimbangkan (Tim

Penyusun, 2010).

Page 9: Ekstraksi Cair Cair

9

II.3 Uraian Tanaman (Dalimartha, 2000)

1. Temu Putih (Curcuma zedoaria)

a) Klasifikasi

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma zedoaria

b) Morfologi

Tumbuhan ini berupa terna tahunan, tinggi mencapai 2 m,

tumbuh tidak berkelompok.Daun berbentuk lanset memanjang

berwarna merah lembayung di sepanjang tulang tengahnya.Bunga

keluar dari rimpang samping, menjulang ke atas membentuk

bongkol bunga yang besar.Mahkota bunga berwarna putih, dengan

tepi bergaris merah tipis atau kuning.Rimpang berwarna putih atau

kuning muda, rasa sangat pahit.

c) Kandungan Kimia dan Khasiat

Secara tradisioal digunakan sebaagi antimikroba dan

antifungal.Mengandung senyawa cyclopropanosesquiterpene,

curcumenone dan 2  spirolactones, curcumanolide A dan

curcumanolide B. Pada shoots muda dari Curcuma zedoaria

mengandung  (+)-germacrone-4,5-epoxide, sebuah intermediet

kunci pada biogenesis a germacrone-type sesquiterpenoids. Di

negara Brazil, di gunakan sebagai obat penurun panas.Aktivitas ini

dikarenakan adanya senyawa yang bertanggung jawab yaitu

curcumenol.Kandungan kimia rimpang Curcuma zedoariaterdiri

dari: kurkuminoid (diarilheptanoid), minyak atsiri, polisakarida

serta golongan lain. Diarilheptanoid yang telah diketahui meliputi :

kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, dan 1,7 bis

Gambar II.3.1Temu Putih

(Curcuma zedoaria)

Page 10: Ekstraksi Cair Cair

10

(4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on. Minyak atsiri berupa cairan

kental kuning emas mengandung: monoterpen dan sesquiterpen.

Monoterpen terdiri dari: monoterpen hidrokarbon (alfa pinen, D-

kamfen), monoterpen alkohol (D-borneol), monoterpen keton (D-

kamfer), monoterpen oksida (sineol). Seskuiterpen pada Curcuma

zedoaria terdiri dari berbagai golongan dan berdasarkan

penggolongan yang dilakukan terdiri dari: golongan bisabolen,

elema, germakran, eudesman, guaian dan golongan spironolakton.

Kandungan lain meliputi: etil-p-metoksisinamat, 3,7-dimetillindan-

5-asam karboksilat.

2. Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)

a) Klasifikasi

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmanii

b) Morfologi

Tinggi tanaman kayu manis berkisar antara 5 – 15 m, kulit

pohon berwarna abu-abu tua berbau khas, kayunya berwarna

merah coklat muda. Daun tunggal, kaku seperti kulit, letak

berseling, panjang tangkai daun 0,5 – 1,5 cm, dengan 3 buah tulang

daun yang tumbuh melengkung. Bentuk daun elips memanjang,

panjang 4 – 14 cm, lebar 1,5 – 6 cm, ujung runcing, tepi rata,

permukaan atas licin warnanya hijau, permukaan bawah bertepung

warnyanya keabu-abuan. Daun muda berwarna merah pucat.

Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna

kuning. Ukurannya kecil. Kelopak bunga berjumlah 6 helai dalam

dua rangkaian. Bunga ini tidak bertajuk bunga. Benang sarinya

Gambar II.3.2Kayu Manis

(Cinnamomum burmanii)

Page 11: Ekstraksi Cair Cair

11

besrjumlah 12 helai yang terangkai dalam empat kelompok, kotak

sarinya beruang empat. Persariann berlangsung dengan bantuan

serangga. Buahnya buah buni berbiji satu dan berdaging.

Bentuknya bulat memanjang. Warna buah muda hijau tua dan buah

tua ungu tua. Panjang buah sekitar 1,3 – 1,6 cm, dan diameter 0,35

– 0,75 cm. Panjang biji 0,84 – 1,32 cm dan diameter 0,59 – ,68 cm.

c) Kandungan Kimia dan Khasiat

Kayu manis memiliki kandungan senyawa sinamaldehid

turunan dari senyawa fenol. Dalam dunia kedokteran diketahui

bahwa senyawa sinamaldehid memiliki sifat anti-agregasi platelet

dan sebagai vasodilasator secara in vitro. Platelet sendiri adalah

kolesterol yang menempel pada pembuluh darah dan pegumpulan

(agregasi) platelet pada pembuluh darah dapat menyebabkan

terjadinya aterosklerosis atau lemak mengeras pada pembuluh

aerteri. Karena memiliki kadungan senyawa sinamaldehid, maka

manfaat kayu manis adalah sangat luar biasa bagi kesehatan antara

lain untuk menurunkan resiko aterosklerosis dan stroke. Selain itu

khasiat kayu manis selama ini telah banyak digunakan untuk

mengobati kencing manis (Diabetes Militus).

II.4 Uraian Bahan

1. Alkohol (Dirjen POM, 1995)

Nama resmi : Aethanolum

Nama lain : Etanol

RM/BM : C2H5OH/46,07

Rumus struktur : H H

H C C O H

H H

Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,

baunya khas dan menyebabkan rasa terbakar pada

lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu rendah

dan mendidih pada suhu 78°.Mudah terbakar.

Page 12: Ekstraksi Cair Cair

12

Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur

dengan semua pelarut organik.

Khasiat : Sebagai disinfektan

Kegunaan : Untuk membersihkan alat yang akan digunakan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api

2. Metanol (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Metanol

Nama lain : Hikdroksimetan, Metil alkohol

RM/BM : CH3OH/32,04

Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan

jernih tidak berwarna

Kegunaan : Sebagai pelarut

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

3. N-heksan (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi     : Hexane

Nama lain : heksana, n-heksan

RM/BM            : C6H14/ 86.18 g/mol

Pemerian         : Cairan tak berwarna, dapat dibakar

Kelarutan : Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan

cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air.

Kegunaan        : Pelarut organik

Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat

Page 13: Ekstraksi Cair Cair

13

II.5 Prosedur Kerja

a) Ekstrak Cair-Cair

1. Ekstrak metanol ditimbang sebanyak 1 g

2. Ekstrak kemudian dilarutkan dalam 15 mL heksan dan dimasukkan

dalam corong pisah

3. Ekstrak yang tidak larut disuspensikan dengan 5 mL air dan

dimasukkan ke dalam corong pisah

4. Corong pisah dikocok hingga homogen dan didiamkan selama

beberapa saat hingga terbentuk 2 lapisan pelarut

5. Lapisan heksan kemudian ditampung dan lapisan air dimasukkan

kembali dan ditambahkan 15 mL heksan yang baru, penggantian

pelarut heksan yang baru dilakukan sebanyak 3 kali

6. Lapisan heksan yang diperoleh kemudian diuapkan, ekstrak heksan

yang diperoleh kemudian ditimbang dan sebagian dimasukkan ke

dalam vial

7. Lapisan air kemudian ditambahkan dengan pelarut n-butanol jenih

air sebanyak 15 mL di dalam corong pisah dan kemudian dikocok

8. Kemudian corong pisah didiamkan selama beberapa saat hingga

terbentuk 2 lapisan pelarut

9. Kemudian lapisah kedua pelarut yang terbentuk ditampung ke

dalam dua wadah yang berbeda

10. Kemudian ekstrak n-butanol diuapkan hingga terbentuk ekstrak

yang kental

11. Kemudian ekstrak kental ditimbang dan kemudian sebagian

dimasukkan ke dalam vial

12. Dilakukan identifikasi senyawa dengan menggunakan metode

kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan eluen polar

dan non-polar dengan penampak noda oleh sinar UV serta pereaksi

H2SO4

Page 14: Ekstraksi Cair Cair

14

b) Kromtografi Lapis Tipis

1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%

3. Diukur 4 mL pelarut etil asetat dan 2 mL pelarut metanol, lalu

dimasukkan kedalam gelas

4. Dimasukkan kertas saring pada masing-masing gelas yang berisi

pelarut hingga jenuh

5. Dilarutkan masing-masing sampel yaitu ekstrak temu putih

(Curcuma zedoaria) dan kayu manis (Cinnamomum burmanii)

dengan metanol secukupnya

6. Ditotolkan sampel dengan menggunakan pipa kapiler pada

lempeng KLT

7. Dimasukkan lempeng kedalam gelas berisi pelarut, ditunggu

hingga pelarut mencapai batas lempeng bagian atas

8. Diangkat lempeng dan dibiarkan mongering diudara

9. Diamati lempeng KLT secara visual menggunakan sinar UV 366

dan 254 nm

10. Dihitung Rf pada masing-masing lempeng KLT

Page 15: Ekstraksi Cair Cair

15

BAB III

METODE PRAKTIKUM

III.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum dilaksanakan pada hari kamis, 14 mei 2015 pukul 10.00

sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Farmakognosi dan

Fitokimia, Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan

Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.

III.2 Alat dan Bahan

III.2.1 Alat

1. Batang pengaduk

2. Corong pisah

3. Gelas

4. Gelas kimia

5. Gelas ukur

6. Kaca arloji

7. Lempeng KLT

8. Neraca analitik

9. Pipa kapiler

10. Plat kaca

11. Sendok tanduk

12. Statif dan klem

III.2.2 Bahan

1. Alkohol 70%

2. Aluminium foil

3. Ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii)

4. Ekstrak temu putih (Curcuma zedoaria)

5. Etil asetat

6. Metanol

7. N heksan

8. Tissue

Page 16: Ekstraksi Cair Cair

16

III.3 Cara Kerja

a) Ekstrak cair-cair

1. Ditimbang ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan

ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii) sebanyak 1 g, ekstrak

daun durian (Durio zibethinus) sebanyak 0,25 g dan ekstrak temu

putih (Curcuma zedoaria) sebanyak 0,6 g

2. Dilarutkan masing-masing ekstrak ke dalam 20 mL pelarut metanol

3. Dimasukkan ke dalam corong pisah

4. Ditambahkan 40 mL pelarut n heksan ke dalam ekstrak yang tidak

larut

5. Dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian dikocok

6. Didiamkan corong pisah selama beberapa saat hingga terbentuk 2

lapisan pelarut

7. Kedua lapisan pelarut yang terbentuk ditampung ke dalam dua

wadah yang berbeda

8. Ditutup dengan aluminium foil dan kemudian diuapkan

b) Kromatografi Lapis Tipis

1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%

3. Diukur 4 mL pelarut etil asetat dan 2 mL pelarut metanol, lalu

dimasukkan kedalam gelas

4. Dimasukkan kertas saring pada masing-masing gelas yang berisi

pelarut hingga jenuh

5. Dilarutkan masing-masing sampel yaitu ekstrak temu putih

(Curcuma zedoaria) dan kayu manis (Cinnamomum burmanii)

dengan metanol secukupnya

6. Ditotolkan sampel dengan menggunakan pipa kapiler pada

lempeng KLT

7. Dimasukkan lempeng kedalam gelas berisi pelarut, ditunggu

hingga pelarut mencapai batas lempeng bagian atas

8. Diangkat lempeng dan dibiarkan mongering diudara

Page 17: Ekstraksi Cair Cair

17

9. Diamati lempeng KLT secara visual menggunakan sinar UV 366

dan 254 nm

10. Dihitung Rf pada masing-masing lempeng KLT

Page 18: Ekstraksi Cair Cair

18

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

IV.1.1 Proses Ekstraksi Cair-Cair

Gambar IV.1Proses Ekstraksi Cair-Cair

IV.1.2 Perhitungan Rf

Nama Sampel

(Ekstraksi)Eluen Nilai Rf Gambar

Sokletasi

Temu Putih

(Curcuma

zedoaria)

Etil Asetat dan

Metanol 4:2

Rf =66

= 1

Refluks

Kayu Manis

(Cinnamomum

burmanii)

Etil Asetat dan

Metanol 4:2

Rf =4,56

= 0,75

Page 19: Ekstraksi Cair Cair

19

IV.3 Pembahasan

Partisi ekstrak (ekstraksi cair-cair) adalah proses pemisahan zat terlarut

di dalam dua macam zat pelarut yang tidak saling bercampur, dengan kata

lain perbandingan konsenrasi zat terlarut dalam pelarut non polar dan

polar. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang

dapat larut dalam pelarut polar dan ada pula yang dapat terlarut dalam

pelarut non polar. Sedangkan ekstraksi padat-cair adalah proses pemisahan

untuk memperoleh komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan

dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

Tujuan dilakukannya partisi yaitu untuk memisahkan komponen kimia

dari sampel berdasarkan tingkat kepolarannya. Proses partisi sebenarnya

dapat dilakukan dengan partisi cair-cair ataupun partisi padat cair, namun

pada praktikum kali ini hanya dilakukan partisi cair-cair.

Prinsip dari proses partisi yaitu digunakannya dua pelarut yang tidak

saling bercampur untuk melarutkan zat-zat yang ada dalam ekstrak.

Ekstrak yang digunakan dalam percobaan ini adalah ekstrak daun jeruk

(Citrus aurantifolia), daun durian (Durio zibethinus), temu putih

(Curcuma zedoaria) dan kayu manis (Cinnamomum burmanii). Pelarut

yang digunakan adalah pelarut yang bersifat polar yaitu metanol dan

pelarut yang bersifat non polar yaitu n heksan.

Langkah awal yang dilakukan pada percobaan ini yaitu disiapkan alat

dan bahan yang akan digunakan. Kemudian membersihkan alat dengan

menggunakan alkohol 70% agar terhindar dari mikroba dan debu yang

menempel pada alat tersebut. Selanjutnya ditimbang ekstrak daun jeruk

nipis (Citrus aurantifolia) dan ekstrak kayu manis (Cinnamomum

burmanii) sebanyak 1 g, ekstrak daun durian (Durio zibethinus) sebanyak

0,25 g dan ekstrak temu putih (Curcuma zedoaria) sebanyak 0,6 g. Sampel

yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia. Lalu

diukur pelarut metanol sebanyak 20 mL dan pelarut nheksan sebanyak 40

mL atau dengan perbandingan 4 : 2, hal tersebut memungkinkan karena

adanya sifat senyawa yang dapat larut dalam pelarut polar dan ada pula

Page 20: Ekstraksi Cair Cair

20

senyawa yang dapat larut dalam pelarut non polar. Satu komponen dari

campuran akan memiliki kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya

disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai keseimbangan biasanya

dipersingkat oleh pencampuran kedua fase tersebut dalam corong pisah

(Tobo, 2001).

Kemudian ditambahkan pelarut yang pertama yaitu metanol sebanyak

20 mL ke dalam gelas kimia yang berisi ekstrak yang telah ditimbang.

Tujuan pelarut pertama yaitu sebagai pembawa senyawa-senyawa yang

terdapat pada ekstrak tersebut. Menurut Dirjen POM (1979) kerap kali

sebagai pelarut pertama adalah pelarut polar sedangkan pelarut kedua

adalah pelarut non polar yang tidak bercampur dengan air. Dengan

demikian senyawa organik polar sebagian besar terdapat dalam fase polar,

sedangkan senyawa organik non polar sebagian besar akan terdapat dalam

fase non polar. Hal ini yang dikatakan “like dissolves like”, yang berarti

bahwa senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar dan sebaliknya

senyawa non polar akan mudah larut dalam pelarut non polar. Selanjutnya

diaduk menggunakan batang pengaduk hingga homogen. Setelah itu

dimasukkan kedalam corong pisah. Ekstrak yang tidak larut dilarutkan

dalam 40 mL pelarut n heksan. Lalu dimasukkan kedalam corong pisah

dan kemudian dikocok. Corong pisah didiamkan selama beberapa saat

hingga terbentuk 2 lapisan pelarut.

Dalam proses pemisahan ini, pelarut non polar yaitu n heksan akan

berada dalam fase atas sedangkan pelarut polar yaitu metanol berada

dalam fase bawah. Hal ini disebabkan karena air memiliki massa jenis

yang lebih besar dari pada n heksan. Setelah terjadi pemisahan, pelarut

tersebut dikeluarkan dari corong pisah dengan mendahulukan pelarut yang

berada dibagian bawah dan dimasukkan kedalam wadah yang berbeda.

Setelah itu pelarut yang sudah mengandung ekstrak diuapkan untuk

mendapatkan ektrak yang bersifat polar dan nonpolar yang kemudian

akan diuji dengan metode kromatografi lapis tipid (KLT) untuk

Page 21: Ekstraksi Cair Cair

21

mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam fase polar dan

dalam fase nonpolar (Watson, 2005).

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari

suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-

komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya

yakni memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel

dengan pelarut yang digunakan.

Metode ini memiliki dua komponen utama, yaitu fase diam dan fase

gerak. Fase diam merupakan fase (bagian) yang tetap dan tidak bergerak

dalam sebuah sistem, sedangkan fase gerak adalah fase yang melalui

lapisan yang menyelubungi permukaan fase diam. Pada umumnya fase

diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis

sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang

digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel

dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Fase diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis di percobaan

ini yakni berupa lempeng/plat berukuran 7x1 cm yang disebut juga TLC.

TLC ini mengadung silica jel dimana merupakan bentuk dari silika

dioksida (silika). Sedangkan fase gerak yang digunakan yakni campuran

larutan etil asetat dan metanol dengan perbandinga 4:2. Perbandingan

campuran larutan etil asetat dan metanol ini bertujuan agar diperoleh

larutan etil asetat dan metanol yang mana memiliki polaritas yang sesuai

dengan yang dibutuhkan pada karakteristik sampel, mulai dari yang

polaritasnya rendah sampai polaritas yang tinggi.

Awalnya pada TLC dibuat pembatas berupa garis 0,5 cm dari bawah

dan 0,5 cm dari atas menggunakan pensil. Pembuatan batas dilakukan

dengan menggunakan pensil dikarenakan bahan pensil tidak dapat bereaksi

dengan pelarut (eluen) yang digunakan. Fungsi dari penandaan pada

lempeng yaitu untuk menunjukkan posisi awal dan posisi akhir dari

tetesan.

Page 22: Ekstraksi Cair Cair

22

Kemudian dilarutkan ekstrak dari masing-masing sampel dengan

pelarut pertama yaitu metanol. Tujuan pelarut pertama yaitu sebagai

pembawa senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak tersebut. Seperti

yang diketahui, pelarut metanol merupakan pelarut yang bersifat universal

dan banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam

karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder baik yang

bersifat polar maupun nonpolar. Lalu ditotolkan sampel yang telah

dilarutkan dalam metanol ke lempeng KLT menggunakan pipa kapiler.

Selanjutnya, lempeng ditempatkan dalam sebuah gelas (chamber) yang

berisi campuran pelarut etil asetat dan metanol dengan perbandingan 4:2,

kemudian ditutup dengan gelas penutup untuk meyakinkan bahwa kondisi

dalam gelas tersebut terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Kondisi jenuh

dalam gelas (chamber) dengan uap mencegah penguapan pelarut (Gritter,

1991).

Setelah pelarut mencapai garis batas atas, lempeng diangkat dan

dikeluarkan dari gelas (chamber). Untuk mengetahui bentuk noda pada

TLC tidak dapat diamati dengan mata telanjang. Namun, harus

menggunakan bantuan sinar UV. Penyinaran sinar UV 254 nm dan 366 nm

pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan

posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.

Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan. Pada posisi bercak-

bercak yang timbul kemudian ditandai menggunakan pensil dan

melingkarinya. Kemudian dihitung nilai Rfnya.

Pada sampel ektraksi sokletasi nilai Rf yang dihasilkan adalah 1, hal

ini menandakan bahwa sampel tersebut mengandung senyawa yang

bersifat non polar yaitu demetoksikurkumin yang merupakan turunan dari

senyawa kurkumin karena semakin diatas bercak noda yang dihasilkan

pada lempeng KLT maka semakin non polar senyawa tersebut (Avicenna,

2009). Sedangkan pada sampel ekstraksi refluks nilai Rf yang dihasilkan

adalah 0,75, hal ini menandakan bahwa sampel tersebut mengandung

flavonoid karena menurut Mursidi (1991) senyawa flavonoid memiliki Rf

Page 23: Ekstraksi Cair Cair

23

diantara 0,2-0,75. Adapun cara menghitung nilai Rf yaitu jarak yang

ditempuh oleh senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak

yang ditempuh oleh pelarut sebagai fase gerak.

Lempeng KLT yang digunakan disemprot dengan asam sulfat (H2SO4),

tujuan penggunaan H2SO4 10% pada saat penyemprotan lempeng yaitu

untuk lebih menampakkan noda pada lempeng dimana penampakan noda

setelah lempeng disemprot dengan H2SO4 ini bersifat reduktor yang dapat

memutuskan ikatan rangkap sehingga panjang gelombangnya bertambah

dan warna noda dapat dilihat pada cahaya tampak. Kemudian lempeng

tersebut dipanaskan, tujuan pemanasan lempeng KLT yaitu untuk

menghilangkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan

pada adsorben yang selanjutnya akan membuka pori-pori adsorben

sehingga luas permukaan spesifiknya meningkat.

Didalam kromatografi, berlaku suatu prinsip umum “Like Dissolve

Like” artinya polar menyukai yang polar dan non polar menyukai non

polar. Dalam hal ini, fase diam yang polar akan mengikat lebih kuat

komponen yang relatif polar, sedangkan fase diam yang non polar akan

mengikat lebih kuat komponen-komponen yang juga non polar. Hal yang

sama berlaku bagi fase gerak. Fase gerak yang polar akan melarutkan lebih

baik komponen yang juga polar, sebaliknya fase gerak yang non polar

akan melarutkan relatif lebih baik komponen yang juga non polar.

Page 24: Ekstraksi Cair Cair

24

BAB V

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Setelah melakukan percobaan ini maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak yang dihasilkan dari proses ekstraksi sokletasi dan refluks di

fraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut

yang tidak saling bercampur atau pelarut yang bersifat non polar yaitu

etil asetat dan pelarut yang bersifat polar yaitu metanol dengan

perbandingan 4 : 2.

2. Ekstrak yang dihasilkan dari partisi cair-cair dilakukan uji Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yang

terdapat dalam ekstrak tersebut. Nilai Rf dari ekstrak temu putih

(Curcuma zedoaria) adalah 1, hal ini menandakan bahwa sampel

tersebut mengandung senyawa yang bersifat non polar yaitu

demetoksikurkumin yang merupakan turunan dari senyawa kurkumin

karena semakin diatas bercak noda yang dihasilkan pada lempeng KLT

maka semakin non polar senyawa tersebut. Sedangkan nilai Rf dari

ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii) adalah 0,75 yang

menandakan bahwa sampel tersebut mengandung flavonoid.

VI.2 Saran

1. Jurusan

Saran untuk jurusan yaitu sebaiknya menyediakan anggaran yang

lebih besar untuk laboratorium agar alat-alat yang ada di dalam

laboratorium lengkap dan dapat digunakan dengan maksimal oleh

praktikan.

2. Laboratorium

Saran untuk laboratorium, sebaiknya alat-alat yang ada di

laboratorium lebih diperhatikan dan dirawat lagi agar saat praktikum

bisa dipergunakan dengan baik dan maksimal tanpa ada kekurangan.

Page 25: Ekstraksi Cair Cair

25

3. Praktikan

Saran untuk praktikan yaitu, praktikan harus teliti dalam melakukan

percobaan dan berhati-hati memakai peralatan-peralatan agar tidak tejadi

kecelakaan dalam percobaan dan tidak ribut ketika sedang melakukan

percobaan.