laporan kelompok 4 (dr. indri) skenario c blok 6

70
I. Skenario Latina, seorang wanita 35 tahun mengeluh nyeri yang menyiksa di pipi kanan dan dagu. Nyeri ini sering terjadi apabila menyikat gigi dan beberapa waktu yang lalu dan sangat sering. Dia di diagnosa mengalami berbagai multiple sclerosis dalam 2 tahun terakhir. Dia tidak berobat, walaupun sebelumnya dia mendapatkan terapi corticosteroid intravena. Pada pemeriksaan ditemukan dia tidak mengalami opthalmoplegia dan tidak ditemukan kelainan penglihatan, pendengaran, penciuman, dan system pengecapan. Bentuk wajahnya masih simetris dan dia bisa menjulurkan lidahnya tanpa kesulitan. Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux. 1

Upload: umiieg-miansyah

Post on 28-Dec-2015

108 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skenario blok 6

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

I. Skenario

Latina, seorang wanita 35 tahun mengeluh nyeri yang menyiksa di pipi kanan dan

dagu. Nyeri ini sering terjadi apabila menyikat gigi dan beberapa waktu yang lalu dan

sangat sering. Dia di diagnosa mengalami berbagai multiple sclerosis dalam 2 tahun

terakhir. Dia tidak berobat, walaupun sebelumnya dia mendapatkan terapi

corticosteroid intravena. Pada pemeriksaan ditemukan dia tidak mengalami

opthalmoplegia dan tidak ditemukan kelainan penglihatan, pendengaran, penciuman,

dan system pengecapan. Bentuk wajahnya masih simetris dan dia bisa menjulurkan

lidahnya tanpa kesulitan. Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux.

1

Page 2: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

II. Klarifikasi Istilah

2.1. Excruciating pain : Sakit yang menyiksa

2.2. Multiple sclerosis : Demyelin yang berbentuk bercak-

bercak diseluruh subtansia alba sistem

saraf pusat kadang-kadang meluas

hingga subtansia grisea.

Demyelin : Perusakan,pengangkatan, atau

hilangnya selubung myelin syaraf.

2.3. Intravenous corticosteroid therapy : Terapi injeksi melalui vena yang

menggunakan hormone sitentik yang

setara dengan setiap steroid yang

dikeluarkan oleh kortek adrenal.

2.4. Ophthalmoplegia : Paralisis otot mata.

2.5. Symmetrical : Sama kedua belah bagiannya.

2.6. Tic douloureux : Nyeri episodic yang sangat menyiksa

pada daerah nervus trigeminus, sering

kali dicetuskan oleh rangsangan titik-

titik pencetus.

III. Identifikasi Masalah

No Problem Consent

1. Latina, seorang wanita 35 tahun mengeluh nyeri yang menyiksa

di pipi kanan dan dagu yang sering terjadi apabila menyikat gigi

dalam beberapa detik dan sangat kuat.

**

2. Dia di diagnosa mengalami multiple sclerosis dalam 2 tahun

terakhir namun dia tidak berobat, walaupun sebelumnya dia

mendapatkan terapi corticosteroid intravena.

*

3. Pada pemeriksaan ditemukan dia tidak mengalami

opthalmoplegia dan tidak ditemukan kelainan penglihatan,

*

2

Page 3: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

pendengaran, penciuman, dan sistem pengecapan.

4. Bentuk wajahnya masih simetris dan dia bisa menjulurkan

lidahnya tanpa kesulitan.

*

5. Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux. ***

Main Problem : Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux.

IV. Analisis Masalah

4.1. Latina, seorang wanita 35 tahun mengeluh nyeri yang menyiksa di pipi kanan

dan dagu yang sering terjadi apabila menyikat gigi dalam beberapa detik dan

sangat kuat.

4.1.1. Apa kaitan umur dan jenis kelamin pada tic douloureux dan multiple

sclerosis?

Ya, ada kaitannya antara umur dan jenis kelamin dengan tic

douloreux dan multiple sclerosis. Perempuan dengan usia tua lebih

mudah terserang penyakit ini. Kemungkinan penyebabnya adalah

karena faktor nervus pada wanita yang berukuran lebih kecil daripada

pria, ditambah dengan sistem pertahanan tubuh pada wanita yang

melemah saat kehamilan.

4.1.2. Nervus apa yang terganggu pada kasus ini?

Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan

pada kulit muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-

sinus dan bagian frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari

duramater. Saraf ini keluar dari bagian lateral pons berupa akar saraf

motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang lebih kecil, yang disebut

juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar saraf motoris.

Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri

dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah.

Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial

dari akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan

saraf mandibularis pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid.

Akar sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio

major nervi trigemini yang memberi penyebaran serupa dengan akar-

3

Page 4: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar saraf sensoris ini akan

melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari sini keluar

tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan

cabang mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan

melewati fissura orbitalis superior dan memberi persarafan sensorik

pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai bregma

( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke

bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan

iris, mukosa dari sinus frontalis dan sebagian dari hidung, juga

sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga disarafi oleh serabut,

saraf sensoris dari saraf ophtalmikus. Cabang kedua, yaitu saraf

maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui foramen

maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang

menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya

yaitu saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura

yang sama. Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini

terbagi menjadi beberapa cabang yang menyebar di permukaan

maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung dan bibir

sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat

beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar

dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan.

Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf

mandibularis. Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen

ovale dari os sphenoid, selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari

saraf trigeminal, juga membawa serabut-serabut sensoris untuk daerah

buccal, ke rahang bawah dan bagian depan dari lidah, gigi

mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis yang

memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas

daun telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana

tympani. Serabut – serabut sensoris untuk duramater yang merupakan

cabang – cabang dari ketiga bagian saraf trigeminal berperan dalam

proyeksi rasa nyeri yang berasal dari intrakranial. Terdapat hubungan

yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis,

dimana ganglia siliaris berhubungan dengan saraf ophtalmikus ,

4

Page 5: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan ganglion

otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis.

Dengan demikian berdasarkan hasil pemeriksaan pasien patut diduga

gangguan terjadi pada caang saraf ke dua yaitu maxillaris dan cabang

saraf ke tiga yaitu mandiularis.

4.1.3. Mengapa nyeri tersebut sering dipicu ketika menyikat gigi?

Karena terganggunya saraf trigeminal atau saraf V. Saraf ini, secara

normal, mensarafi area wajah, gusi, mulut maupun hidung. Jadi,

apabila saraf ini mengalami iritasi maka area diatas yang terkena

efeknya berupa rasa tebal sampai rasa nyeri berat. Saraf trigeminal

mempunyai tiga cabang, yaitu cabang ophtalmik (area wajah), cabang

maksilaris (area rahang atas), dan cabang mandibularis (area rahang

bawah). Pada saat menyikat gigi, mengenai reseptor-reseptor dari

cabang opthalmik dan cabang mandibularis sehingga merasakan nyeri

pada pipi kanan dan dagu.

4.1.4. Bagaimana karakteristik nyeri pada pipi kanan dan dagu?

Nyeri yang dialami pasien dalam skenario ini termasuk ke dalam tipe

nyeri neuropati perifer yang terjadi akibat kerusakan saraf perifer

yang biasanya dapat ditemukan pada sindrom nueralgia trigeminus(tic

doulourex).

Pada kasus ini nyeri bersifat terlokalisir di area yang dipersarafi

oleh nervus trigeminus. Namun, divisi oftalmikus saraf jarang

terkena..

Penyakit ini menimbulkan nyeri seperti ditusuk yang intens dan

paroksimal dengan distribusi divisi mandibular dan maksilaris saraf

trigeminus (n. Kranialis V). Nyeri dipicu oleh rangsangan tidak

berbahaya di saerah spesifik di wajah, bibir, atau gusi misalnya

sewaktu makan, berbicara, menguap, bercukur, menggosok gigi,

atau hembusan udara dingin dan berlangsung secara

singkat(beberapa detik sampai semenit).

Pasien juga mengeluh rasa tidak nyaman yang terus-menerus, gatal,

dan sensitivitas di wajah sebagai gambaran atipikal neuralgia

trigeminus.

5

Page 6: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Namun, sebagian kasus nyeri ini dapat juga disebabkan oleh penyakit

neurologik lain, misalnya sklerosis multiple, aneurisma arteria

basilaris, tumor (terutama nervus akustikus atau trigeminus) atau

penekanan akar trigeminus oleh pembuluh darah yang berkelok-kelok.

4.1.5. Perbedaan gejala nyeri pada wajah?

Nyeri pada wajah ataupun rongga mulut dapat diklasifikasikan dalam

3 kategori, yaitu :

1. Nyeri somatik/ Nosiseptif, nyeri yang dapat dihasilkan dari

stimulasi reseptor-reseptor neural ataupun saraf-saraf periferal. Jika

stimulasi bermula dari bagian superfisial tubuh, karakteristik

klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas menstimulasi, lokalisasi

nyeri yang tepat, adanya hubungan yang akurat antara tempat lesi

dan sumber nyeri serta cara menghilangkan nyeri yang temporer

dengan aplikasi anestesi topikal. Jika stimulasi bermula dari bagian

dalam tubuh, karakteristik klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas

mendepresikan, lokalisasi beragam dari nyeri yang menyebar,

lokasi dari nyeri bisa ataupun tidak berhubungan dengan tempat

lesi, sering menunjukkan efek-efek sekunder dari perangsangan

pusat.

2. Nyeri neurogenik, nyeri yang dihasilkan dalam sistem sarafnya

sendiri, reseptor saraf ataupun stimulasi serabut yang tidak

diperlukan. Karakteristik klinis dari nyeri neurogenik, yaitu: nyeri

seperti membakar dengan kualitas menstimulasikan, lokalisasi baik

adanya hubungan yang tertutup diantara lokasi dari nyeri dan lesi,

pengantaran nyeri mungkin dengan gejala-gejala sensorik, motorik

dan autonomik.

3. Nyeri psikogenik, nyeri yang dapat memunculkan intensifikasi

nyeri somatik atau neurogenik dan juga merupakan suatu

manifestasi psikoneurotik. Karakteristik dari nyeri psikogenik,

seperti: lokasi nyeri selalu tidak mempunyai hubungan dengan

suatu penyebab yang mungkin, tindakan klinis dan respon pada

pengobatan mungkin non fisiologis, tidak diharapkan dan tidak

biasa.

6

Page 7: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

4.2. Dia di diagnosa mengalami multiple sclerosis dalam 2 tahun terakhir namun

dia tidak berobat, walaupun sebelumnya dia mendapatkan terapi corticosteroid

intravena.

4.2.1. Apa yang dimaksud multiple sclerosis?

Adalah penyakit demyelinating yang mengenai serebelum, saraf

optikus dan medula spinalis (terutama mengenai traktus

kortikospinalis dan kolumna posterior), secara patologi memberi

gambaran plak multipel di susunan saraf pusat khususnya

periventrikel substansi alba.

4.2.2. Apa saja ciri-ciri multiple sclerosis?

Ciri-ciri multiple sclerosis ialah penderita mengalami kelemahan

umum. Kelemahan ini biasanya terjadi jika penderita mengalami

aktivitas minimal, tetapi dapat bertambah berat bila suhu tubuh

meningkat dan kelembapan tinggi yang disebut dengan Uht Holff

Fenomena. Kelemahan ini dapat disertai dengan kekakuan ekstremitas

sampai drop foot. Ciri kedua ialah penderita mengalami gangguan

sensoris seperti baal, kesemutan, perasaan seperti diikat, ditusuk

jarum, dingin pada tangan dan kaki. Gangguan sensoris ini akibat

adanya plaque pada columna vertebra cervicalis yang selanjutnya

mengiritasi dan menekan medula spinalis. Ciri ketiga adalah penderita

sering mengalami nyeri pada kepala. 50% kasus Multiple Sclerosis

memberi gejala seperti intension tremor, ataksia, titubasi kepala dan

disestesia, hal ini disebabkan oleh gangguan pada cererbelum.

Penderita mengalami gangguan pada batang otak yang disebabkan

oleh lesi nervus. Nervus-nervus yang mengalami lesi biasanya adalah

N.III, NIV, N.VII dan N.VIII. Lesi pada N.III dan N.IV menyebabkan

internuklear ophtalmoplegi (INO) patognomonis, lesi pada N.VII

menyebabkan bell palsy, lesi pada N.VIII sering menyebabkan

vertigor. Ciri penderita multiple sclerosis selanjutnya ialah penurunan

ketajaman penglihatan, skotoma sentral, gangguan persepsi warna,

nyeri pada belakang bola mata disebakan oleh gangguan pada nervus

opticus.

4.2.3. Apa manfaat terapi corticosteroid intravena pada pasien?

7

Page 8: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Multiple sklerosis adalah suatu gangguan neurologis yang

dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan

medulla spinalis. kelainan peradanganyang terjadi pada otak dan

sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh banyak faktor, Pada

20 tahun terakhir peneliti-peneliti telah memusat (fokus) pada

kelainan-kelainan dari sistim imun dan genetik-genetik dan diduga

suatu virus atau antigen asing memicu reaksi autoimun, yang biasanya

terjadi pada awal kehidupan penderita. Lalu tubuh akan menghasilkan

antibodi untuk melawan mielinnya sendiri, antibodi ini menyebabkan

peradangan dan kerusakan pada selubung saraf.

Pemberian kortikosteroid pada pasien dengan multiple sklerosis ini

bertujuan untuk memperpendek masa serangan, tetapi tidak

menghentikan perkembangan penyakit untuk jangka panjang tetapi

memungkinkan untuk menunda perkembangan penyakit ini dan

mengurangi sebaran, intensitas, dan durasi gejala. Kortikosteroid dan

ACTH digunakan sebagai agen anti-inflamasi yang dapat

meningkatkan konduksi saraf, menurunkan inflamasi, kekambuhan

dalam waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation). Obat-obat ini

mencakup azatioprin, sikiofosfamid, dan interferon.

Namun penggunaan kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek

samping seperti mudah terkena infeksi, diabetes, penambahan berat

badan, kelelahan, osteoporosis dan ulkus.

4.2.4. Apa dampak multiple sclerosis tidak diobati selama 2 tahun?

“Neuron berkomunikasi satu sama lain dengan mengirimkan sinyal

listrik melalui akson. Misalnya, saraf di jari dapat merasakan panas,

dan mengirim pesan ke otak melalui akson. Otak kemudian akan

mengirim perintah ke otot untuk menggerakkan jari. Otot sukarela

secara langsung dikendalikan oleh saraf, yang menerima perintah dari

otak. Bahan khusus yang disebut mielin meliputi akson. Myelin

meningkatkan konduksi arus listrik dan komunikasi antara neuron.

Pada multiple sclerosis, myelin di bagian-bagian tertentu dari otak,

sumsum tulang belakang, atau sistem saraf pusat hancur.

Multiple Sclerosis

8

Page 9: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Pada multiple sclerosis, mielin yang menutupi sel-sel saraf menjadi

meradang, bengkak,

dan terpisah. Hal ini kemudian dihancurkan, membentuk bekas luka

di atas akson. Sclerosis berarti parut. Ketika myelin rusak, neuron

berkomunikasi kurang efektif, menyebabkan gejala-gejala dari

multiple sclerosis. Misalnya, jika myelin neuron sensoris hancur maka

organ sensoris terpengaruh. Jika myelin neuron motorik hancur maka

otot menjadi lemah.”

Karena multiple sclerosis bervariasi begitu banyak dan tergantung

pada daerah yang terkena demeilinisas maka tidak ada yang bisa

memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan

Dampak dari multiple sclerosis yang ridak diobati adalah :

1. Pada multiple sclerosis terjadi peroses demielinisasi (rusaknya

selubung meilin) yang mengganggu kecepatan pengahntaran

impuls saraf ke otak dan sumsum-tulang belakang dan dapat

menyebabkan otak tidak menjadi tidak dapat mengirim maupun

menerima impuls.

2. (Berkaitan dengan kasus) pada multiple sclerosis yang tidak diobati

dapat menimbulkan trigerminal neuralgia yang diakibatkan

demielinisasi sehingga terganggunya saraf-saraf trigerminal.

3. Dampak dari multiple sclerosis yang tidak diobati ialah semakin

banyak syaraf yang terganggu

4. Gejala MS tergantung pada daerah saraf pusat sistem yang

kehilangan myelin. Gejala awal mungkin termasuk:

mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh

biasanya kaki atau lengan

kelemahan dijelaskan, pusing, dan kelelahan

Selama periode remisi, pasien mungkin merasa lebih baik, tapi

lengan atau kaki mungkin merasa kaku. Beberapa masalah

kelemahan, mati rasa, dan visi mungkin tetap ada. Gejala yang

lebih parah dan meliputi:

kejang otot

usus dan kandung kemih masalah

bicara cadel

9

Page 10: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

kebutaan

masalah seksual

kelumpuhan

kebingungan dan pelupa

Nyeri juga bisa menjadi gejala MS, dapat melibatkan wajah atau

salah satu ekstremitas.

4.2.5. Bagaimana histopatologi dari multiple sclerosis?

Keterangan :

A = multiple sclerosis

B = normal

Keadaan dimana hilang/hancurnya selubung meilin yang

mempengaruhi penghantaran impuls. Tampak daerah yang mengalami

demielinisasi dan daerah normal yang masih diselubungi meilin.

10

Page 11: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

4.2.6. Apa hubungan multiple sclerosis dengan tic douloureux?

Ada hubungannya, karena salah satu penyebab tic doulourex

(trigeminal neuralgia) adalah multiple sclerosis. Pada kasus sklerosis

multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang ditandai dengan

hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah

melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala

neuralgia trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral.

4.3. Pada pemeriksaan ditemukan dia tidak mengalami opthalmoplegia dan tidak

ditemukan kelainan penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sistem

pengecapan.

4.3.1. Mengapa pemeriksaan tersebut normal?

Dari pemeriksaan normal tersebut digunakan untuk memastikan

diagnosis bahwa si pasien benar-benar menderita tic doulorex. Pada

keadaan tic doulorex (trigeminal neuralgia) lokasi nyeri terjadi pada

daerah tertentu yang berkaitan dengan cabang nervus trigeminal yang

terganggu. keadaan nyeri pada daerah pipi dan dagu mengindikasikan

bahwa nervus trigeminal yang mempersarafi daerah tersebut

terganggu/mengalami kelainan berupa demielinisasi yang

menyebabkan nyeri neuropatik. Sekitar pipi berarti nervus

mandibularis yang mempercabangi lokasi nyeri di kasus sedangkan

nervus maxillaries dan aptalmikus berkaitan dengan mata dan hidung.

Hasil pemeriksaan tersebut menandakan N. III (occulomotorius), IV

(trochlearis) dan VI (abdusens) normal, maka tidak terjadi

opyhalmoplegia. N. II (opticus) normal, penglihatan tidak terganggu.

N. VIII (vestibulocochlearis) normal, pendengaran tidak terganggu.

N. I (olfaktorius) normal, penciuman tidak terganggu. Dan N. IX

(glossofaringeus) normal, sistem pengecapan tidak terganggu.

4.3.2. Apa saja pemeriksaan lain yang dapat mengindikasikan penyakit pada

tic douloureux?

a. Serangan – serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal

yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.

b. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:

11

Page 12: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus,

tersering pada cabang mandibularis atau maksilaris.

Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam ,

superficial, serasa menikam atau membakar.

Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi

kanan.

Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari

seperti makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah

atau menggosok gigi, area picu dapat ipsilateral atau

kontralateral.

Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.

c. Tidak ada kelainan neurologis.

d. Serangan bersifat stereotipik.

e. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.

4.4. Bentuk wajahnya masih simetris dan dia bisa menjulurkan lidahnya tanpa

kesulitan.

4.4.1. Otot apa yang terlibat dalam menjulurkan lidah?

Protrusio lidah (penjuluran lidah dilakukan

oleh m. Genioglosus dari kedua sisi yang

bekerja secara bersamaan. Otot ini berorigo

di spina mentalis mandibulae dan berinsersio

di aponeurosis linguae serta diinervasi oleh

nervus hypoglossus.

4.4.2. Bagaimana struktur wajah yang simetris?

Bentuk wajah ideal tidak hanya ukuran dan bentuk raut wajah yang

sempurna, posisi dan bentuk bagian-bagian lainnya pun harus

proporsional. Bentuk bibir, mata, alis, hidung, dan dagu, ukuran

maupun posisinya tepat pada tempatnya. Posisi bagian-bagian wajah

tersebut ditentukan atas dasar perbandingan proporsional antara posisi

12

Page 13: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

atau ukuran lebar bagian-bagian wajah terhadap tinggi dan lebar

wajah.

Letak bagian-bagian wajah :

A-B : tarik garis vertikal dari puncak kepala ke ujung dagu dan bagi

wajah menjadi sepuluh bagian yang sama.

C-D : tarik garis kedua secara horizontal melalui sudut-sudut mata

Garis A-B, idealnya panjangnya satu setengah garis C-D.

Lebar celah mata berukuran satu perlima garis C-D

Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada gambar tersebut, dapat

diketahui :

1. Lengkungan alis : tinggi lengkungan alis selebar celah mata atau

satu perlima garis C-D

2. Mata : tepat setinggi pertengahan garis vertikal-tengah A-B

3. Hidung : dari setinggi lengkungan alis (pangkal hidung) sampai

batas antara bagian 7/10 atas dan 3/10 bawah garis vertikal tengah

A-B (tepi bawah sekat hidung)

4. Bibir : 1/10 bagian garis A-B lebih rendah dari batas bawah

hidung.

13

Page 14: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Fokus wajah adalah daerah wajah yang dibatasi oleh dua garis miring,

masing-masing ditarik dari sudut bibir ke sudut luar mata di sisi yang

sama.

Secara morfologi bentuk wajah manusia tidak semuanya sempurna,

ada yang berbeda jika dilihat antara bagian kiri dengan bagian kanan

(asimetri). Hal ini dapat dibuktikan dengan cara menarik garis vertikal

di tengah wajah mulai dari batas tumbuhnya rambut sampai ke bawah

dagu. Dari gambar tersebut tampak sama tidaknya bentuk alis, mata

dan bibir antara bagian kanan dengan kiri, juga jarak alis dan mata

kanan dengan kiri.

4.5. Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux.

4.5.1. Apa saja penyebab tic douloureux ?

Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin

pada kelainan ini.

1. Adanya kompresi atas ‘nerve root entry zone' saraf kelima pada

batang otak oleh pembuluh darah. Hal ini meningkat sesuai usia

14

Page 15: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

karena sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan

arteriosklerosis

2. Kompresi dan inflamasi nonvaskuler saraf kelima.

3. Adanya tumor jinak sudut serebelopontin (meningioma, sista

epidermoid, neuroma akustik, AVM)

4. Kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget).

Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima

(misal karena tindakan dental) atau sklerosis multipel, dan beberapa

tanpa patologi yang jelas.

5. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V.

6. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita NT.

4.5.2. Bagaimana patofisiologi tic douloureux ?

Patofisiologis terjadinya suatu trigeminal neuralgia sesuai dengan

penyebab terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari

terjadinya trigeminal neuralgia adalah penekanan mekanik oleh

pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan oleh

lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan secarafisik dari nervus

trigeminus karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering

adalah faktor yang tidak diketahui.

Penekanan mekanik pembuluh darah di akar nervus ketika masuk ke

brain stem yang paling sering terjadi , sedangkan diatas bagian

nervus trigeminus/portio minor jarang terjadi. Pada orang normal

pembuluh darah tidak bersinggungan dengan nervus trigeminus.

Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar

maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada

nervus trigeminus. Arteri yang sering menekan akar nervus ini

adalah arteri cerebeli superior. Penekanan yang berulang

menyebabkan iritasi dan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin

(demielinisasi ) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi

peningkatan aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal

abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan menimbulkan gejala

trigeminal neuralgia. Aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya

asam amino eksitatori glutamat. Glutamat akan bertemu dengan

reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5-methyl-4-isaxole

15

Page 16: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul

depolarisasi dan potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan

disusul de ngan aktifnya reseptor glutamat lain N-Methyl-D-

Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang menyumbat

saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan

menyebabkan saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi

peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang

menerangkan terjadinya sensitisasi sentral. (Rose, 1997; Loeser,

2001)

Pada kasus multiple sclerosis ditandai dengan hilangnya selubung

myelin yang membungkus syaraf. Ketika ada perubahan pada myelin

dan akson diperkirakan akan menimbulkan potensial aksi ektopik

berupa letupan spontan pada syaraf yang disebabkan oleh terjadinya

perubahan distribusi saluran ion natrium sehingga turunnya nilai

ambang membran. Kemungkinan lain yaitu adanya hubungan

ephaptic antar neuron, yang menyebabkan serabutsaraf dengan nilai

ambang rendah dapat mengaktivasi serabut saraf lainnya sehingga

timbul cross after discharge. Pada tipe kasus ini biasanya terjadi

secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia muda sesuai dengan

kecenderungan terjadinya multiple scelrosis.

4.5.3. Apa saja dampak dari tic douloureux ?

1. Severe, nyeri proksimal

2. Unilateral pain

3. Nyeri yang terbatas, yang ditrisbusikan oleh nervus trigeminal

4. Dapat dirasakan pada trigger area

5. Tidak ada penurunan neuron sensor

4.5.4. Apa saja struktur yang dipersyarafi oleh nervus trigeminus ?

1. Sensoris

Kulit kepala (scalp), dahi, kelopak mata bagian atas, kornea

mata, hidung, sinus frontal, bagian dari meninges (duramater)

melalui N. Opthalmicus (V1)

Bagian bawah kelopak mata, pipi, bagian atas bibir, bagian atas

gigi, palatum dan atap dari faring, sinus sphenoid dan ethmoid,

bagian dari meninges melalui N. Maxillaris (V2)

16

Page 17: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Bagian bawah bibir, dagu dan rahang, bagian bawah gigi,

bagian telinga luar, bagian dari meninges melalui N.

Mandibularis (V3).

2. Motoris (oleh N. Mandibular)

Otot pengunyah: M. Masseter, M. Temporalis, M. Pterygoid

Medial, M. Pterygoid Lateral.

17

Page 18: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

M. Tensor veli palatini, M. Mylohyoid, M. Digastric anterior,

M. Tensor timpani

V.Merumuskan Keterbatasan dan Learning Issue

Pokok

Bahasan

What I

Know

What I don’t

Know

What I Have to

Prove

How I will

Learn

Inervasi wajah Fungsinya Saraf khusus

wajah

saraf trigeminal

neuralgia

Tic douloureux Definisi Patofisiologi TD Hubungan dengan

MS

-Jurnal

Multiple

sclerosis

Definisi Patofisiologi Saraf yang terkait -Textbook

Nervus

trigeminus

Definisi Topografi Penyebab terjadi

nya lesi pada

nervus ini

-Pakar

Nervus cranialis Definisi Topografi Fungsi -Internet

VI.Sintesis Masalah

6.1.Inervasi Wajah

Saraf sensoris wajah

Menurut Snell (2012), kulit wajah di persyarafi oleh percabangan dari ketiga

nervus divisi n. trigeminus, yaitu n. ophtalmicus, n. maxillaris, n.

mandibularis, kecuali pada daerah kecil di atas sudut mandibular dan glandula

parotidea yang dipersarafi n. auricularis magnus.

1. Nervus Ophtalmicus

N. ophtalmicus ini mempersarafi kulit dahi, kelopak mata atas,

conjunctiva, dan sisi hidung sampai ke ujungnya. Saraf ini memiliki lima

cabang, yaitu:

a. N. lacrimalis yang mempersarafi kulit dan conjunctiva bagian lateral

kelopak mata atas

18

Page 19: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

b. N. supraorbitalis yang mempersarafi kulit dan conjunctiva pada bagian

tengah kelopak mata atas dan kulit dahi bagian bawah, dekat bidang

tengah

c. N. supratrochlearis yang mempersarafi kulit dan conjunctiva pada

bagian medial kelopak mata atas dan kulit dahi bagian bawah, dekat

bidang tengah

d. N. infratochlearis yang mempersarafi kulit dan conjunctiva pada

bagian medial kelopak mata atas dan kulit sisi hidung yang berdekatan

e. N. nasalis externus yang mempersarafi kulit sisi hidung ke bawah

sampai ke ujungnya

2. Nervus Maxillaris

Nervus maxillaris mempersarafi kulit bagian posterior sisi hidung, kelopak

mata bawah, pipi, bibir atas, dan sisi lateral orbita. Tiga cabang saraf ini,

yaitu:

a. N. infraorbitalis yang mempersarafi kulit di kelopak mata bawah dan

pipi, sisi hidung, dan bibir atas

b. N. zygomaticofacialis yang mempersarafi kulit di atas tonjolan tulang

pipi

c. N. zygomaticotemporalis yang mempersarafi kulit di pelipis

3. Nervus Mandibularis

Nervus mandibularis mempersarafi kulir bibir bawah, bagian bawah

wajah, region temporalis, sebagian auricula. Tiga cabang saraf ini, yaitu:

a. N. mentalis yang mempersarafi kulit bibir bawah dan dagu

b. N. buccalis yang mempersarafi sebagian kecil kulit pipi

N. auriculotemporalis yang mempersarafi kulit auricular, meatus acusticus

externus, permukaan luar membrane tympani, dan kulit kepala di atas

auricula.

19

Page 20: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

3.Nervus Facialis

Menurut Snell (2012), N. facialis berjalan ke depan di dalam substansi

glandula parotidea. Saraf ini terbagi menjadi lima cabang terminal, yaitu:

1. Ramus temporalis, muncul dari atas glandula dan mempersarafi m.

auricularis anterior dan superior, venter frontalis m. occipitofrontalis, m

orbicularis oculi, dan m. corrugator supercilli

2. Ramus zygomaticus, muncul dari pinggir anterior glandula dan

mempersarafi m. orbicularis oculi

3. Ramus buccalis, muncul dari pinggir anterior glandula di bawah ductus

parotideus dan mempersarafi m. buccinators, dan otot bibir bawah serta

nares

4. Ramus mandibularis muncul dari pinggir anterior glandula dan

mempersarafi otot-otot bibir bawah

5. Ramus cevicalis uncul dari pinggir bawah glandula dan berjalan ke

depan di leher bawah mandibular untuk mempersyarafi m. Platysma. Saraf

ini dapat menyilang pinggir bawah mandibular utuk mempersarafi m.

depressor anguli oris

N. facialis ini mempersarafi semua otot ekspresi wajah, serta saraf ini tidak

mempersarafi kulit, tetapi cabangnya berhubungan dengan n. Trigeminus.

20

Page 21: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

6. Drainase vena wajah

Menurut Snell (2012), v. facialis dibentuk oleh gabungan dari v.

supraorbitalis dan supratrochlearis. Pembuluh ini dihubungkan langsung

dengan v. ophtalmica superior oleh v. supraorbitalis. Melalui v. ophtalmica

superior, v. facialis dihubungkan dengan sinus cavernosus. V. facialis

berjalan turun dibelakang a. facialis ke margo inferior mandibulae, dan

bergabung dengan divisi anterior v. retromandibularis. Lalu v. facialis

bermuara ke v. jugularis interna.

6.2.Tic Douloureux

Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai dalam

praktek sehari-hari dan salah satunya dapat disebabkan oleh karena gangguan

pada cabang saraf no 5 yaitu Nervus Trigeminus. Gangguan tersebut dikenal

dengan penyakit Neuralgia Trigeminal atau dikenal dengan istilah lain Tic

Douloureux yang berupa adanya keluhan serangan nyeri hebat diwajah salah

satu sisi yang berulang dan dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai

menit. Narasi pertama yang dicatat adalah oleh seorang doker dari Jerman

Johanes Laurentius Bausch pada tahun 1671 yang mengalami nyeri disisi

kanan wajahnya sehingga dia tidak bisa berbicara dan makan dan akhirnya

mengalami malnutrisi. Kemudian istilah Tic Douloureux digunakan oleh

seorang dokter dari Perancis Nicolaus Andre pada tahun 1756.

21

Page 22: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Definisi

Neuralgia Trigeminal ( NT) digambarkan oleh IASP ( International Association

for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang timbulnya mendadak,

biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu

cabang nervus trigeminus.

Neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah

dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba-tiba, seperti tersengat aliran

listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang

nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul

spontan. Terdapat “trigger area” diplika nasolabialis dan atau dagu. Pada

umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi.

Epidemiologi

Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun dengan

rata-rata antara 50 sampai 58 tahun , walaupun kadang-kadang ditemukan pada

usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder, dan ada yang melaporkan

kasus neuralgia trigeminal pada anak laki – laki usia 9 tahun. Pada wanita

sedikit lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan

1,6:1. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian

Neuralgia Trigeminal. Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan

insidensi 40 per 1.000.000.Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia

belum pernah dilaporkan . Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain

maka terdapat ± 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan

hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita

Neuralgia Trigeminal akan meningkat.

Anatomi

Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada kulit

muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian

frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar

dari bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf

yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan

akar saraf motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang

otak terdiri dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot

22

Page 23: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

pengunyah. Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah

medial dari akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan

saraf mandibularis pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar

sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio major nervi

trigemini yang memberi penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari

saraf spinal. Akar-akar saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal

( ganglion gasseri ) dan dari sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang

optalmikus, cabang maksilaris dan cabang mandibularis.Cabang pertama yaitu

saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis superior dan memberi

persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai

bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke

bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa

dari sinus frontalis dan sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan

pia-arakhnoid juga disarafi oleh serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus.

Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui

foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang

menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu

saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama.

Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa

cabang yang menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian

lateral dari hidung dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra

orbitalis, didapat beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-

gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan.

Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf mandibularis.

Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid,

selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga membawa

serabut-serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan bagian

depan dari lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis

yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun

telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut –

serabut sensoris untuk duramater yang merupakan cabang – cabang dari ketiga

bagian saraf trigeminal berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari

intrakranial. Terdapat hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf

otonomik/simpatis, dimana ganglia siliaris berhubungan dengan saraf

23

Page 24: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

ophtalmikus , ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan

ganglion otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis.

Patofisiologi

Patofisiologi dan etiologi sampai saat ini belum ada penjelasan yang pasti dan

ada dua pendapat yang pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer

sebagai penyebab Neuralgia trigeminal dan pendapat kedua mengatakan

gangguan mekanisme sentral.

Gangguan saraf tepi sebagai penyebab Neuralgia Trigeminal didukung

oleh data-data klinis berupa:

1. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus vagus.

2. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita Neuralgia

Trigeminal.

3. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat.

4. Adanya proses inflamasi pada nervus vagus.

Mekanisme sentral sebagai penyebab Neuralgia Trigeminal didukung oelh

data-data klinis sebagai berikut:

1. Adanya periode laten yang dapat diukur antara waktu stimulus

terhadap trigger poin dan onset NT.

2. Serangan tak dapat dihentikan apabila sudah berlangsung.

3. Setiap serangan selalu diikuti oleh periode refrakter dan selama

periode ini pemicu apapun tidak dapat menimbulkan serangan.

4. Serangan seringkali dipicu oleh stimulus ringan yang pada orang

normal tidak menimbulkan gejala nyeri.

5. nyeri yang menyebar keluar daerah yang diberi stimulus.

Kriteria diagnostik.

A. Serangan – serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang

berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.

B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:

Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering

pada cabang mandibularis atau maksilaris.

24

Page 25: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa

menikam atau membakar.

Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.

Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti

makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok

gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.

Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.

C. Tidak ada kelainan neurologis.

D. Serangan bersifat stereotipik.

E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.

Klasifikasi

Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan NT

klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang

etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat

akibat tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator

NT simptomatik adalah defisit sensorik n. Trigeminus, terlibatnya nervus

trigeminus bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan

antara NT simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama,

usia muda atau kegagaralan terapi farmakologik.

Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.

Neuralgia Trigeminus Idiopatik Neuralgia Trigeminus Simptomatik

1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang

maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis. Nyeri

berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau

nervus infra orbitalis.

2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul

antara beberapa detik sampai menit. Nyeri timbul terus menerus dengan

puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.

3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.

4. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf

kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).

25

Page 26: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

5. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap

dibanding laki-laki, Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita

atau pria dan tidak terbatas pada golongan usia.

Etiologi

Mengenai etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang

disebutkan diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan

gigi, dari berbagai kepustakaan disebut sebagai berikut. Seperti diketahui N. V

merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan

dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa

karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi

periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT. Akan

tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar

mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak jarang pula

penderita NT yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas.

Dahulu diketahui bahwa NT berawal dari dikeluhkannya rasa nyeri area mulut

pasca suatu prosedur dental sehingga berakibat munculnya diagnosis sebagai

dry socket pasca ekstraksi gigi. Oleh karena seringnya keluhan nyeri dirasakan

pada gigi geligi atas atau bawah disatu sisi, maka penderita terdorong mencari

pengobatan ke bagian gigi dengan asumsi nyeri tersebut berasal dari gigi.

Setelah dilakukan ekstraksi gigi timbul nyeri setelah 24-48 jam kemudian dan

biasanya disebabkan adanya osteitis superfisial pada tulang alveolar. Pada

pemeriksaan tidak menunjukkan adanya pembekuan darah setelah dilakukan

ekstraksi maupun tidak ada nyeri lokal pada waktu dilakukan palpasi.

Satu laporan kasus disebutkan kurang lebih sekitar 2 bulan setelah dilakukan ”

endodontic treatment ” timbul nyeri paroxysmal yang tajam, dan makin

bertambah frekwensinya, dan nyeri timbul bila ada ”trigger” sentuhan ringan

pada pipi kiri dan setiap serangan berlangsung 1-2 detik dan kadang sampai 5-

10 serangan berulang, kemudian akhirnya didiagnosa sebagai Neuralgia

Trigeminal.

Pada satu penelitian kasus dari 48 penderita dengan NT , 31 penderita yang

diobati sebelumnya telah mengalami 83 tindakan prosedur ”dental”

diantaranya ekstraksi tunggal, ekstraksi multipel, prosedur endodontik,

”complete denture”, ”periapical surgery” dsbnya. Kesimpulan hasil penelitian

26

Page 27: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

didapatkan adanya korelasi yang bermakna antara sejumlah pasien yang

mendapat tindakan terapi ”dental” dengan durasi terjadinya neuralgia

trigeminal.

Diagnosa

Pada saat ini belum ada tes yang dapat diandalkan dalam mendiagnosa

neuralgia trigeminal. Diagnosa neuralgia trigeminal dibuat berdasarkan

anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada

anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri , kapan dimulainya

nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya , efek samping,

dosis, dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain

seperti ada penyakit herpes atau tidak, dsb. Pada pemeriksaan fisik neurologi

dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita

sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek kornea dan test sensibilitas

untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral.Membuka

mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot masseter (otot pengunyah)

dan fungsi otot pterygoideus. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti

CT scan kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior

bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan aneurisma.

MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini dapat dilihat hubungan antara

saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI

juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas distribusinya

atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain misalnya

pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama bila jarang – jarang ada

saat – saat remisi dan terdapat gangguan sensisibilitas yang obyektif. Selain itu

harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang klasik dengan hanya sedikit

atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa merupakan gejala – gejala dari

tumor fossa posterior.

Diagnosa Banding

1. Post herpetic neuralgia

2. Cluster headache

3. Glossopharingeal neuralgia

4. Kelainan temporomandibuler.

5. Sinusitis

27

Page 28: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

6. Migrain

7. Giant cell arteritis

8. Atypical facial pain

Pengobatan

Terapi Farmakologik.

Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan

beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European

Federation of Neurological

Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 200-

1200mg sehari ) dan oxcarbazepin ( 600-1800mg sehari ) sebagai terapi lini

pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin.

Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan

untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam

pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European

Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin

efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan

lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat

terapi obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin,

phenytoin dan valproat. Dalam publikasi mutakhir dari ” The Neurologist”

dinyatakan carbamazepine merupakan terapi lini pertama , sedangkan terapi

lini kedua adalah Oxcarbazepine, gabapentin, phenytoin. Terapi lini ketiga

adalah lamotrigin dan baclofen. Pregabalin yang telah terbukti efektif dalam

terapi nyeri neuropatik mungkin juga bermanfaat pada terapi neuralgia

trigeminal.

Terapi non Farmakologik.

Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak

bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan

terapi pembedahan.

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,

terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer

dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu

dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion

28

Page 29: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekwensi

termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum

Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada

radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah

kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan

memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus.

6.3.Multiple Sclerosis

Pendahuluan

Multiple sclerosis (MS) pertama kali ditemukan pada tahun 1882 oleh Sir

Agustus D’este dari Inggris, akan tetapi Cruveilhier & Charcot member

gambaran lebih terperinci tentang adanya plak dan sclerosis pada susunan saraf

pusat. Insiden penyakit ini di AS 250.000-350.000/tahun (Anderson, 1991)

walau dalam beberapa penelitian menunjukkan kecendrungan meningkat

(Kurtze, 1991) pada daerah Skotlandia, Finlandia, Norwegia, Itali, Irlandia

Utara. Terdapat hubungan erat antara prevalensi dengan variasi geografik,

negara-negara ekuator menunjukkan insiden yang rendah, prevalensi

meningkat pada daerah yang jauh dari ekuator dan hemisfer misal Negara

Eropa Utara terutama Scandinavia yang dianggap sebagai nenek moyang

penyakit MS ini. Prevalensi di Amerika Utara sekitar 100/100.000 sedangkan

di Amerika Selatan 20/100.000 (Kurtze, 1993). Prevalensi menurut umur rata-

rata onset MS baik wanita maupun pria sekitar 31-33 tahun dengan usia rata-

rata lebih rendah dari wanita, tetapi dapat pada usia lebih tua, lebih dari 60

tahun. Studi tentang migrasi, etnik, anak kembar membuktikan bahwa factor

genetik dan lingkungan berpengaruh pada perkembangan MS. Studi tentang

migrasi menunjukkan bahwa faktor lingkungan akan menentukan resiko terjadi

MS, misalnya pasien yang melakukan migrasi dari suatu daerah insidensi ke

daerah insidensi tinggi sebelum umur 15 tahun mempunyai resiko tinggi untuk

terjadi MS (Eber & Sadovnick, 1993). Studi tentang anak kembar ternyata

monozigot 30%, dizigot 5% menunjukkan faktor genetika memegang peranan,

tidak adanya lokus mendelian tunggal yang menyebabkan MS,akan tetapi

berupa interaksi antar gen-gen (Sadovnicks, 1993), gen-gen pada pasien MS di

Eropa Utara akan mengontrol fungsi immun (HLA-A3,B7,DR2,T-Cell reseptor

29

Page 30: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

alpha, immunoglobulin subtype (Gm allotype, VH2-B5), antigen pitative target

(proteolipid protein, myelin basic protein, dan lain-lain)

Diet akan mempengaruhi MS, diet lemak tak jenuh akan mempengaruhi

pembentukan myelin otak, disamping adanya kelainan pada pertumbuhan

oligodendrolial yang berhubungan dengan diet. Diet lemak tak jenuh berupa

asam linoleat akan menurunkan eksaserbasi penyakit ini (Dwarkin, 1984).

Etiologi penykit ini diantaranya infeksi virus, bakteri, kelainan oligodendroglia,

diet, genetika, dan lain-lain. Untuk mendiognosa penyakit ini masih sulit,

diperlukan pengalaman-pengalaman fase awal penyakit. Pemeriksaan

laboratorium akan membantu menunjang diagnosa.

Manifestasi klinik

MS merupakan penyakit demyelinating yang mengenal serebelum, saraf

optikus dan medula spinalis (terutama mengenai traktus kortikospinalis dan

kolumna posterior), secara patologi memberi gambaran plak multipel di

susunan saraf pusat khususnya periventrikuler subtansia alba.

1. Gejala Klinia MS.

Kelemahan umum : biasanya muncul setelah aktivitas minimal,

kelemahan bertambah berat dengan adanya peningkatan suhu tubuh dan

kelembapan tinggi, yang disebut sebagai Uht holff fenomena (pada akson

yang mengalami demylisasi). Kelemahan seperti ini dapat dosertai

kekakuan pada ekstermitas sampai drop foot

2. Gangguan sensoris : baal, kesemutan, perasaan seperti diikat, ditusuk

jarum, dingin pada tungkai dan tangan, pada pemeriksaan fisik dengan

test lhermitte biasa + (30%) hal ini akibat adanya plek pada kolumna

servikal posterior yang kemudian meiritasi dan menekan medula spinalis.

3. Nyeri : pada kebanyakan pasien MS akan mengalami nyeri (Clifford &

Troter), nyeri bersifat menahun. Nyeri pada MS berbentuk:

a. Nyeri kepala relatif sering didapatkan (27%)

b. Nyeri neurolgia trigeminal: pada orang muda dan bilateral (Jensen,

1982) relatif jarang (5%)

c. Nyeri akibat peradangan nervus optikus akibat penekanan dura sekitar

nervus optikus

d. Nyeri visceral berupa spasme kandung kemih, konstipasi

30

Page 31: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

4. Gangguan Blader : pada 2/3 kasus MS akan mengalami gangguan

hoperreflek blader oleh karena gangguan spincter, pada fase awal areflek

dan 1/3 hiporelek dengan gejala impoten.

5. Gangguan serebelum : 50% kasus memberi gejala intension tremor,

ataksia, titubasi kepala, disestesia, dan dikenal sebagai trias dari Charcott:

nistagmus, gangguan bicara, intension tremor

6. Gangguan batang otak : lesi pada batang otak akan mengganggu saraf

intra aksonal, nukleus, internuklear, otonom dan motorik, sensorik

sepanjang traktus-traktus.

a. Lesi N III-IV menyebabkan diplopia, parese otot rektus medial yang

menyebabkan internuklear ophtalmoplegi (INO) patognomonis untuk MS

b. Lesi N VII menyebabkan Bell palsy

c. Lesi N VIII menyebabkan vertigor (sering), hearing loss (jarang)

7. Gangguan N Optikus (Neuritis optika) : terutama pada pasien muda

(Reder, 1997) sebanyak 31%, gejala berupa, penurunan ketajaman

penglihatan, skotoma sentral, gangguan persepsi warna, nyeri pada

belakang bola mata, visus akan membaik setelah 2 minggu onset neuritis

optika kemudian sembuh dalam beberapa bulan. Penambahan suhu tubuh

akan memperbesar gejala (uht holff)

8. Gangguan fungsi luhur : fungsi luhur umunya masih dalam batas normal,

akan tetapi pada pemeriksaan neuropsikologi didapatkan perlambatan

fungsi kognisi sampai sedang atau kesulitan menemukan kata (Rao,

1991).

Etiologi

Penyebab MS adalah suatu autoimmun yang menyerang myelin dan myelin

forming sel pada otak dan medula spinalis, akan tetapi pada MS sebenarnya

bukan suatu autoimmun murni oleh karena tidak adanya antigen respon immun

yang abnormal. Kausa MS terdiri dari:

a. Virus : infeksi retrovirus akanmenyebabkan kerusakan oligodendroglia

b. Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsangan heat shock

protein sehingga menyebabkan pelepasan sitokin

c. Defek pada oligodendroglia

d. Diet : berhubungan dengan komposisi membran, fungsi makrofag,

31

Page 32: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

sintesa prostaglandin

e. Genetika : penurunan kontrol respon immun

f. Mekanisme lain : toksin, endokrin, stress

Dasar Biologi

Perjalanan MS dibagi dalam 4 fase yaitu fase awal, relaps, sembuh dari relaps,

kronik progresif. Awal serangan pertama MS biasanya tidak diketahui, faktor

genetik dan lingkungan memegang peranan penting (Page, 1993) Plak MS

terbentuk akibat proses aktivasi T-sel perifer yang melekat pada post kapiler

venule susunan saraf pusat. T sel melewati sel endotel untuk bermigrasi ke

parenkin periventrikuler akibat adanya proses inflamasi maka terjadi kerusakan

lapisan myelin dalam dan oligodenroglia. Proses inflamasi

akan mereda dalam waktu 2-6 minggu.

Relaps pada MS biasanya dipicu oleh infeksi virus, pada 1/3 kasus infeksi

saluran nafas atas akan menyebabkan eksaserbasi akut (Panisch, 1991). Proses

relaps ini akibat adanya aktivasi sistim immun. Trauma dan stress diduga dapat

menyebabkan MS atau menyebabkan eksaserbasi walau hubungan stress dan

trauma belum pasti. Sembuh dan relaps berhubungan dengan immun-mediated.

Pada lession experimental alergic encephalomyelitis, inhibitory cytokin,

immunoglobulin, profile sitokin selama eksaserbasi dan sembuh pada MS

adalah identik.

6.4.Nervus Trigeminus

Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial merupakan

saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena terdiri dari

komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang disebut

portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut portio

minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan anterolateral bagian

tengah pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior

melintasi bagian petrosa tulang pelipis ke fossa kranialis media. Komponen

sensorik dan motorik bergabung didalam ganglion trigeminus atau ganglion

gaseri, kemudian berjalan bersama-sama sebagai saraf otak kelima (Sharav,

2002 ; Brice, 2004).

Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang

menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta

32

Page 33: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus trigeminus

adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot

pengunyahan. Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis

(nervus cranialis ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah. (Kaufman,

2001).

Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang disebut

ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang kearah

sisi brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan berjalan terus

mencapai.

Kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus trigeminal. Informasi

dibawa ke brain stem oleh nervus trigeminus kemudian diproses sebelum

dikirim ke otak dan korteks serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan

diturunkan. (Kaufman AM, 2001)

PATOFISIOLOGIS

Patofisiologis terjadinya suatu trigeminal neuralgia sesuai dengan penyebab

terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari terjadinya trigeminal

neuralgia adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri

vena disekitarnya, penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel,

kerusakan secara fisik dari nervus trigeminus oleh karena pembedahan atau

infeksi, dan yang paling sering adalah faktor yang tidak diketahui. (Sharav,

2002 ; Brice, 2004).

Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brain

stem yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus

trigeminus/portio minor jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah

tidak bersinggungan dengan nervus trigeminus. Penekanan ini dapat

disebabkan oleh arteri atau vena baik besar maupun kecil yang mungkin hanya

menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus. Arteri yang sering menekan

akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior. Penekanan yang berulang

menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin

(demielinisasi) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan

aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus

nervus trigeminus dan menimbulkan gejala trigeminal neuralgia. Teori ini sama

dengan patofisiologi terjadinya trigeminal neuralgia oleh karena suatu lesi atau

33

Page 34: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

tumor yang menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus. (Kaufmann,

2001 ; Bryce, 2004).

Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang

ditandai dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah

melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia

trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi

pada usia muda sesuai dengan kecenderungan terjadinya sklerosis multipel.

(Olessen, 1988 ; Kaufmann, 2001 ; Passon, 2001).

Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan

potensial aksi ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini

terutama disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi

saluran ion natrium sehingga menurunnya nilai ambang membran.

Kemungkinan lain adalah adanya hubungan ephaptic antar neuron, sehingga

serabut saraf dengan nilai ambang rendah dapat mengaktivasi serabut saraf

yang lainnya dan timbul pula cross after discharge. (Sharav, 2002 ; Bryce,

2004).

Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori

glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-

hidroxy-5methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga

timbul depolarisasi dan potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul

dengan aktifnya reseptor glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah

ion magnesium yang menyumbat saluran di reseptor tersebut tidak ada.

Keadaan ini akan menyebabkan saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi

peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang menerangkan

terjadinya sensitisasi sentral. (Rose, 1997 ; Loeser, 2001).

KLASIFIKASI

Trigeminal neuralgia menurut International Headache Society, 1988 dibagi atas

2 yaitu idiopatik dan simptomatik. (Olesen J et al, 1988)

1. Trigeminal neuralgia idiopatik : Jika dalam pemeriksaan anamnesa,

pemeriksaan fisik dan neurologik serta pemeriksaan penunjang tidak

ditemukan penyebab dari nyeri wajah.

34

Page 35: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

2. Trigeminal neuralgia simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat

diketahui dari pemeriksaan penunjang tertentu atau pada eksplorasi fossa

posterior.

GEJALA DAN TANDA

Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut : (olesen,

1988; Passon, 2001; Sharav, 2002; Brice, 2004).

1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,

seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar

yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi

kurang dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya

ada interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.

2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan

yang karakteristik nyeri unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi

nervus mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau

kombinasi keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah

wajah bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3)

3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus

(15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang

ditemukan kombinasi nyeri pada daerah distribusi nervus optalmikus dan

mandibularis (0,6%). Nyeri bilateral 3,4%, nyeri jarang terasa pada kedua

sisi bersamaan, umumnya diantara kedua sisi tersebut dipisahkan beberapa

tahun. Kasus bilateral biasanya berhubungan dengan sklerosis multiple atau

familial.

1.Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti

perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Akibatnya pasien

akan mengalami kesulitan atau timbul saat gosok gigi, makan, menelan,

berbicara, bercukur wajah, tersentuh wajah, membasuh muka bahkan

terhembus angin dingin. Biasanya daerah yang dapat mencetuskan nyeri

(triger area) diwajah bagian depan, sesisi dengan nyeri pada daerah

percabangan nervus trigeminus yang sama. Bila triger area didaerah

kulit kepala, pasien takut untuk berkeramas atau bersisir.

2. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu

tahun atau lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi

35

Page 36: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

peningkatan frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara progresif

sesuai dengan berjalannya waktu.

3. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya

nyeri atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia

trigeminal. Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu

rahang yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun.

Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut sehingga

sering dianggap sebagai nyeri dental. Pemberian terapi anti

konvulsan dapat meredakan nyeri preneuralgia trigeminal sehingga

cara ini dapat dipakai untuk membedakan kedua nyeri tersebut.

4. Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak

ditemukan defisit neurologik yang berarti. Hilangnya sensibilitas

yang bermakna pada nervus trigeminal mengarah pada pencarian

proses patologik yang mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang

dapat merusak syaraf. Pada tumor selain nyerinya atipikal dan

hilangnya sensibilitas, disertai pula gangguan pada syaraf kranial

lainnya.

DIAGNOSIS

Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang

lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan

bersama-sama pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang

serius. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan

klinis dan uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi

nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosa dari trigeminal neuralgia disesuaikan

dengan yang dikemukakan oleh klasifikasi Internatianal Headache Society

1988. (Olesen, 1988; Sharav, 2002; Brice, 2004).

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal

neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat

keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic

Resonance Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan

pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal

neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran

rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat

36

Page 37: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering

digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang

menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI

angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan daerah

nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan, dilakukan

pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi yang pasti dari

sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi, lidah dan dipipi

untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan perubahan

suhu (panas dan dingin). (Brice DD, 2004).

6.5.Nervus Cranialis

DEFINISI

Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti

kedua belas pasangan saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi

olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V),

abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus (IX),

vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).

Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf yang

berawal dari otak atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya keluhan

ataupun gejala pada berbagai organ atau bagian tubuh yang dipersarafinya.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. SARAF OLFAKTORIUS (N.I)

Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan

olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada

bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial

lobus orbitalis.

Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal

dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang

etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius

berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian

medial sisi yang sama.

37

Page 38: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya

mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat

memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk

yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa

sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang

menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial

forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai

rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan

dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

2. SARAF OPTIKUS (N. II)

Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.

Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri

optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak

untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari

berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian

bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan

sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina)

menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak

menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma

optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan

kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma

berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus

menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal

dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir

di korteks visual lobus oksipital.

Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga

serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan

untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-

serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari

lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

38

Page 39: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

3. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea

periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia

grisea (Nukleus otonom).

Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus

medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator

palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang

bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter

pupil dan otot siliaris.

4. SARAF TROKLEARIS (N. IV)

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan

substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus

okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang

keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot

oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi

dalam derajat kecil.

5. SARAF TRIGEMINUS (N. V)

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan

serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan

otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi

tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis.

Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,

hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior

dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian

membran timpani.

6. SARAF ABDUSENS (N. VI)

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian

bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat

saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.

7. SARAF FASIALIS (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi

motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian

ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi

sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus

39

Page 40: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam

kanalis akustikus interna.

Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri

dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot

stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.

Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

8. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut

aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung

serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut

untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea

di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial

dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut

untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan

bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis.

Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan

menyebar melewati batang dan serebelum.

9. SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)

10. Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius

pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf

glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis

superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf

berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot

stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis

lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

11. SARAF VAGUS (N. X)

Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau

jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah

foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan

abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-

paru.

40

Page 41: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

12. SARAF ASESORIUS (N. XI)

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial

adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat

neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang

mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius,

otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot

trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

13. SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi

garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan

trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk

lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan

genioglosus.

VII.Keterkaitan Antarmasalah

41

Kerusakan pada Myelin

Multiple Sclerosis

Tidak diobati selama 2 tahun

Tic Duoloureux

Nyeri yang menyiksa pada pipi kanan dan

dagu

Page 42: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

VIII. Kerangka Konsep

42

Umur 35 th (20-50 th)

Wanita

Reaksi autoimun

Kerusakan myelin pada medulla spinalis/otak

Tidak diobati selama 2thn (hanya intervenous

corticosteroid terapy

Lesi n. trigeminus (pada divisi m. maxillaris & m.

mandibularis)

Sakit disekitar pipi kanan dan dagu

(Nyeri neuropathy)

Dirangsang

Sikat gigi (reseptor saraf sensorik di

sekitar )

Multiple sclerosis

Page 43: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

IX. Kesimpulan

Latina menderita tic duoloureux karena demyelinasi pada nervus trigeminus akibat

multiple sclerosis yang tidak diobati.

43

Page 44: Laporan Kelompok 4 (Dr. Indri) Skenario C Blok 6

X. Daftar Pustaka

1. Bryce DD, 2004, Trigeminal Neuralgia. http :// Facial Neuralgia, org/conditins.

2. Grant SM et al, 1992, Oxacacarbazepine. A Review of its Pharmacology &

Therapeutic Potential in Epilepsy, Trigeminal Neuralgia & Affective disorders,

In: Drugs 43 (6) : 873-81

3. Aulina S. Trigeminal Neuralgia, Pertemuan Ilmiah Nasional I Kelompok Studi

Nyeri Perdossi, Menado 2005, hal: 162-170.

4. Leksmono P. Neuralgia Trigeminal, PKB III Ilmu Penyakit Saraf, Nyeri :

Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Surabaya, 1997, hal : 19-35.

5. Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson (2012) Patofisiologi Ed 6, Jakarta : EGC6. www.academia.edu 7. Utoyo Sunaryo, RSUD Dr M. Saleh Proolinggo, Neuralgia Trigeminal (2010)8. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper (2012) Prinsip Prinsip

Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : EGC9. Richard S. Snell. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:

EGC

10. Lily Susanto. 2013. Anatomi Otot Wajah diakses di www.slideshare.net/

11. http://amarhaeasta.blogspot.com/2010/02/tic-douloreux.html

12. Rose FC et al, 1977, Carbamazepine in the Treatment of Non-seizure Disorders: Trigeminal Neuralgia, Other Painful Disorders & Affective Disorders, Rev Contemp Pharmacother 8: 123-43

13. Sharav Y, 2002, Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-AnUpdated Review, Seattle, IASP Press, Hal: 440-2

14. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/10/

pustaka_unpad_terapi_medikamentosa_pada_trigeminal_neuralgia.pdf diakses

pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 00.01 WIB

15. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1974/1/bedah-iskandar

%20japardi24.pdf diakses pada tanggal 18 Februaru 2013 pukul 22.55 WIB

44