laporan kasus radiologi
DESCRIPTION
RADIOLOGITRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
SPONDILOSIS LUMBALIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Pendidikan Program Profesi Dokter
Stase Radiologi
Diajukan Oleh:
Sri Khodijah, S.Ked (J510145064)
PEMBIMBING :
dr. Abdul Aziz, Sp.Rad
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SPONDILOSIS LUMBALIS
Diajukan Oleh:
Sri Khodijah, S.Ked (J510145064)
Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
dr. Abdul Aziz, Sp.Rad (.................................)
Disahkan Sek. Program Profesi :
dr. Dona Dewi Nirlawati (.................................)
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.M
Usia : 62 tahun
Alamat : Sukoharjo
No RM : 3336xx
Tanggal Pemeriksaan : 19 Agustus 2014
Jenis Pemeriksaan : X-Foto Vertebra Lumbosacral AP dan lateral
B. HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Telah dilakukan pemeriksaan X-Foto Vertebra Lumbosacral AP dan
lateral dengan hasil:
Susunan dan struktur tulang baik
Aligment V Lumbal lurus
Pedikel intact
Tampak spur pada corpus v lumbal 2-5
Discus intervertebralis tak menyempit
Permukaan vertebrae regular
Tidak tampak compresi corpus V lumbal
Tidak tampak bulging corpus V lumbal ke posterior
Tak tampak lesy lytik dan sklerotik
Kesan:
Gbr Spondilosis Lumbalis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang.
Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior,
lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra
centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah kondisi dimana telah
terjadi degenerasi pada sendi intervertebral yaitu antara diskus dan corpus
vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum).
B. Anatomi dan Fisiolgi
1. Struktur vertebra lumbalis
Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang
memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi
7 columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna
vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra
coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx
pada umur 20 sampai 25 tahun. Susunan tulang vertebra secara umum
terdiri dari corpus, arcus dan foramen vertebra.
a. Korpus
Merupakan bagian terbesar dai vertebra, berbentuk silindris yang
mempunyai beberapa facies, yaitu : anterior dan superior.
b. Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangal pada
korpus menuju dorsal dan ada tonjolan ke arah lateral yang disebut
prosesus spinosus.
c. Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara korpus dan arkus.
Formen vertebra ini membentuk saluran yang disebut canalis
vertebralis yang berisi medula spinalis. Canalis spinalis mempunyai
dua bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina
intervertebralis.
2. Diskus intervertebralis
Merupakan struktur elastis diantara korpus vertebra. Struktur diskus
bagian dalam disebut nukleus pulposus sedangkan bagian tepi disebut
anulus fibrosus. Diskus berfungsi sebagai bantalan sendi antar korpus yang
berdekatan untuk menahan tekanan dan menumpu berat badan.
3. Stabilitas
Stabilitas pada vertebra ada dua macam, yaitu pasif dan aktif. Stabilitas
pasif terdiri dari:
a. Ligamentum longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior
tiap diskus dan anterior korpus vertebra yang berfungsi mengontrol
gerakan ekstensi.
b. Ligamentum longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada
bagian posterior diskus dan posterior korpus vertebra yang berfungsi
untuk mengontrol gerakan fleksi.
c. Ligamentum flavum terletak di dorsal vertebra diantara lamina yang
berfungsi melindungi medula spinalis dari posterior
d. Ligamentum transversus melekat pada tiap prosesus tranversus yang
berfungsi mengontrol gerakan fleksi.
Sedangkan yang berfungsi sebagai stabilitas aktif adalah otot-otot
penggerak lumbal, antara lain: m. rektus abdominis, m. psoas mayor, m.
quadratus lumborum yang terletak di anterior dan lateral serta m.
longisimus torakalis, m. iliocostalis di posteror.
Fungsi kolumna vertebralis yaitu sebagai berikut:
(1) Menyangga berat kepala dan batang tubuh
(2) Memungkinkan pergerakan kepala dan batang tubuh
(3) Melindungi medula spinalis
(4) Memungkinkan keluarnya nervus spinalis dari kanalis spinalis
(5) Tempat untuk perlekatan otot.
Di sepanjang medula spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis
melalui radix anterior (motorik) dan posterior (sensorik). Masing-
masing radix melekat pada medula spinalis melalui sederetan radices
(radix kecil) yang terdapat di sepanjang segmen medula spinalis.
Setiap radix mempunyai sebuah ganglion radix posterior yang axon
sel-selnya memberikan serabut-serabut saraf perifer dan pusat. Radix
nervus spinalis berjalan dari masing-masing segmen spinalis foramen
intervertebralis yang sesuai tempat keduanya menyatu membentuk
nervus spinalis. Di sini antara saraf sensorik dan motorik bercampur.
Karena pertumbuhan memanjang columna vertebralis tidak sebanding
dengan pertumbuhan medulla spinalis, panjang radix n.spinalis
bertambah panjang dari atas ke bawah. di daerah cervikal atas, radix
nervus spinalis pendek dan bearjalan hampir horizontal, tetapi di
bawah di ujung medula (pada orang dewasa di L1) membentuk
seberkas saraf vertikal di sekitar filum terminal vertebra yang disebut
cauda equina.
C. Epidemiologi
Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang
asimtomatis. Di Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih
dari 40 tahun mengalami spondilosis lumbalis, meningkat dari 3% pada
individu berusia 20-29 tahun. Di dunia, spondilosis lumbal dapat mulai
berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan mungkin tidak dapat
dihindari, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74% wanita
mempunyai osteofit vertebralis, yang sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira
30% pria dan 28% wanita berusia 55-64 tahun mempunyai osteofit lumbalis.
Kira-kira 20% pria dan 22% wanita berusia 45-64 tahun mengalami osteofit
lumbalis.
D. Etiologi dan faktor risiko
Spondilosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan
degeneratif. Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling
banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita
daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis
lumbal adalah :
1. Kebiasaan postur yang jelek
2. Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang
melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan
barang.
3. Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi
pada vertebra lumbal yaitu:
a. Faktor usia
Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa
proses penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk
degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian
otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis
meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun.
Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun
dan sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan
Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu.
Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada
lumbal, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting,
mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan
vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan
faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan spondylosis dan
keparahan spondylosis.
c. Peran herediter
Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan
degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan
bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan
dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi
progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar
47–66% spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan,
sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance
training.
d. Adaptasi fungsional
Perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal
dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses
degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa
pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi
fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra
lumbal.
E. Patogenesis
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang
tersusun atas banyak unit rigid (vertebra dan unit fleksibel (diskus
intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset,
ligament-ligament dan otot paravertebralis. Konstruksi yang unik ini
memungkinkan fleksibilitas dan memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap sumsum tuang belakang. Lengkungan tulang belakang akan
menyerap goncangan saat lari atau melompat.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago
dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat
dan tak teratur. penonjolan faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar
saraf ketika keluar dari kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri menyebar
sepanjang saraf tersebut.
F. Gambaran klinis
Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat
iritasi nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus
intervertebralis, sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur myofascial
didalam axial spine. Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai
puncaknya dalam gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan
didalam canalis spinal melalui pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi
processus articular inferior, herniasi diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen
flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran klinis yang muncul berupa
neurogenik claudication, yang mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta
rasa kebas dan kelemahan motorik pada ekstremitas bawah yang dapat
diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan diperingan saat duduk dan tidur
terlentang. Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan
gerak pada pagi hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu segmen.
Pada saat aktivitas, biasa timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang
serabut nyeri dilapisan luar annulus fibrosus dan facet joint. Duduk dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan gejala-gejala lain akibat
tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti mengangkat
beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat
meningkatkan nyeri.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk melihat gambaran yang
mungkin dapat terlihat, seperti:
1. Penyempitan ruang discus intervertebralis
2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
3. Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
4. Pemadatan Corpus vertebrae
5. Porotik (Lubang) pada tulang
6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur
8. Celah sendi menghilang
Adapun pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain:
a. Foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan
oblique sangat membantu untuk melihat keabnormalan pada tulang.
Menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk
foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan spondilosis,
spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan spondilolistesis.
Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat
ditentukan dengan metode ini.
b. Mielografi merupakan tindakan invasif dengan memasukan cairan
berwarna medium ke kanalis spinalis sehingga struktur bagian
dalamnya dapat terlihat. Myelografi digunakan untuk penyakit yang
berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor atau abses.
c. CT scan adalah metode terbaik untuk mengevaluasi adanya penekanan
tulang dan terlihat juga struktur yang lainnya, antara lain ukuran dan
bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga
morfologi discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum
clavum juga.
d. MRI memberikan gambaran yang lebih jelas CT scan. jelas lebih
canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan saat ini
merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis.
Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2
weighted image, biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk
diagnosis stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan
adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang merupakan
metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan
bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan rangkaian
fungsional spinal lumbalis akan sangat bermanfaat. Sangat penting
bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala,
karena penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT
sering ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimptomatik atau
pasien yang sama sekali asimptomatik dan seharusnya tidak
diperhitungkan.
e. Electro miography (EMG)/Nerve conduction study (NCS) digunakan
untuk pemeriksaan saraf pada lengan dan kaki. EMG dapat
memberikan informasi tentang:
1). Adanya kerusakan pada saraf
2). Lama terjadinya kerusakan saraf (akut/kronik)
3). Lokasi terjadinya kerusakan saraf
4). Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
5). Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan harus disesuaikan dengan pasien, usia dan tujuan. Pada
kebanyakan pasien dapa dicapai perbaikan yang nyata atau berkurangnya
gejala-gejala. Gejala-gejala radikuler dan claudicatio intermitten neurogenik
lebih mudah berkurang dengan pengobatan daripada nyeri punggung, yang
menetap sampai pada 1/3 pasien.
1. Pengobatan konservatif
Pengobatan ini terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal
yang mana dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat memperbaiki
gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Pada beberapa kelompok
pasien, perbaikan yang mereka rasakan cukup memuaskan dan jarak saat
berjalan cukup untuk kegiatan sehari-hari. Percobaan dalam 3 bulan
direkomendasikan sebagai bentuk pengobatan awal kecuali terdapat defisit
motorik atau defisit neurologis yang progresif. Terapi konservatif untuk
stenosis spinalis lumbalis dengan gejala-gejala permanen jarang sekali
berhasil untuk waktu yang lama, berbeda dengan terapi konservatif untuk
herniasi diskus.
Terapi medis dipergunakan untuk mencari penyebab sebenarnya
dari gejala nyeri punggung dan nyeri skiatika.
- Jangan menyimpulkan bahwa gejala pada pasien berhubungan
dengan osteofitosis. Carilah penyebab sebenarnya dari gejala pada
pasien.
- Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka diindikasikan
untuk bed rest total selama dua hari. Jika hal tersebut tidak
mengatasi keluhan, maka diindikasikan untuk bedah eksisi.
- Pengobatan tidak diindikasikan pada keadaan tanpa komplikasi.
2. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan
adanya gejala-gejala permanen khususnya defisit mototrik. Pembedahan
tidak dianjurkan pada keadaan tanpa komplikasi.
Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya
persinggungan dengan nervus skiatika yang tidak membaik dengan bed
rest total selama 2 hari.
- Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang
mungkin terjadi hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang
30% dari normal.
- Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi
foramen sampai kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi
saraf yang diinduksi osteofit.
- Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis
spinalis adalah komplikasi yang mungkin terjadi.
- Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma
aorta dapat menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan.
Jika osteofit muncul kembali, tanda yang pertama muncul seringkali
adalah erosi dari osteofitosteofit tersebut, sehingga tidak nampak lagi.
- Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan
duodenum.
I. Komplikasi
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada
penderita nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena
pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa
mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot
pada sisi vertebra yang sakit.
BAB III
KESIMPULAN
Spondilosis lumbalis merupakan perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau berupa pertumbuhan berlebihan
dari tulang (osteofit) . Spondilosis lumbalis dapat simptomatis dan asimptomatis.
Spondilosis lumbalis menimbulkan manifestasi klinis berupa neurogenik
claudication jika telah mengenai nervus spinalis.
Spondilosis lumbal muncul karena proses penuaan atau perubahan
degeneratif. Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling
banyak pada usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita
daripada laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis
lumbal adalah kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal akibat pekerjaan
seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan
membawa/memindahkan barang dan tipe tubuh.
Gambaran klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang
mencakup nyeri pinggang, nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik
pada ekstremitas bawah yang dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan
diperingan saat duduk dan tidur terlentang. Karakteristik dari spondylosis lumbal
adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi hari.
Pemeriksaan penunjang yaitu berupa Foto polos lumbosakral dengan arah
anteroposterior, lateral dan oblique, Mielografi, CT scan, MRI, dan Electro
miography (EMG)/Nerve conduction study (NCS). Penatalaksanaan spondilosis
lumbalis dengan terapi konserfatif dan terapi pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Lumbar Spine Stenosis A Common - Medical Illustration_files. 1998.
In : http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd. Accses: 10 October 2007.
Anonim. Anatomy of the Vertebral Column with Typical Cervical and Lumbar
Vertebrae-Medical Illustration_files. 2004. In :
http://www.w3.org/TR/html4/loose.dtd. Access:10 October 2007.
Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta : Widya Medika.
Middleton, Kimberly dan David E.Fish. 2009. Lumbar Spondylosis: Clinical
Presentation and Treatment Approaches. Vol 2:94-104. Pubmed.
Prescher, Andreas. 2002. Anatomy and Pathology of the Aging Spine. Vol
23:181-195. European Journal of Radiology.
Thamburaj V. Lumbar spondylosis. 2007. In: http://www.pubmedcentral.nih.gov.
Accses : 10 October 2007.