laporan kasus radiologi

35
LAPORAN KASUS SEORANG LAKI - LAKI 61 TAHUN DENGAN TRAUMA OS HUMERUS SINISTRA Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase Radiologi di RSUD DR. ADHYATMA Tugurejo Semarang Pembimbing: dr. Zakiyah, Sp.Rad Disusun oleh : Devi Anggraini G. A. H2A009012 Gharini Sumbaga N. H2A009020 KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI 1

Upload: deph-phii

Post on 29-Dec-2015

272 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

laporan kasus radiologi fraktur humerus

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Radiologi

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI - LAKI 61 TAHUN DENGAN

TRAUMA OS HUMERUS SINISTRA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase

Radiologi di RSUD DR. ADHYATMA Tugurejo Semarang

Pembimbing:

dr. Zakiyah, Sp.Rad

Disusun oleh :

Devi Anggraini G. A. H2A009012

Gharini Sumbaga N. H2A009020

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD DR. ADHYATMA TUGUREJO

SEMARANG

2014

1

Page 2: Laporan Kasus Radiologi

HALAMAN PENGESAHAN

Nama/ NIM : Devi Anggraini G. A. H2A009012

Gharini Sumbaga N. H2A009020

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang

Bidang pendidikan : Radiologi

Judul Kasus : Seorang laki - laki dengan trauma os humerus sinistra

Pembimbing : dr. Zakiyah, Sp. Rad

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal April 2014

Pembimbing

dr. Zakiyah, Sp. Rad

2

Page 3: Laporan Kasus Radiologi

DAFTAR MASALAH

Tanggal Masalah Aktif12-04-2014 Trauma Os. Humerus Sinistra Nyeri dan gangguan gerak

lengan kiri

3

Page 4: Laporan Kasus Radiologi

BAB 1

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. Identitas

Nama : Tn. K

Umur : 61 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Alamat : Wonotingal. Candisari, Semarang

Ruang : Dahlia 3

No. CM : 44-52-28

Tanggal Pemeriksaan : 2 April 2014

Biaya pengobatan : BPJS

B. Keluhan Utama :

Nyeri pada lengan kiri

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo Semarang Selasa, 1 April

2014 rujukan dari RS ST. ELISABETH dengan keluhan nyeri lengan atas

sebelah kiri. Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh ke dalam sungai dengan

bagian bertumpuan pada siku sebelah kiri. Lengan dirasakan semakin

nyeri. Nyeri dirasakan terutama saat digerakkan. Lengan atas bagian kiri

dirasa bertambah bengkak dan sulit digerakkan. Pasien tidak mengeluh

mual (-), muntah (-) dan pusing (-).

D. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat trauma/ kecelakaan sebelumnya : Disangkal

2. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal

4

Page 5: Laporan Kasus Radiologi

3. Riwayat penyakit kencing manis : Diakui

4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

5. Riwayat alergi makanan dan obat : Disangkal

6. Riwayat penyakit asma : Disangkal

7. Riwayat sakit di ginjal : Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat sakit seperti ini : Disangkal

2. Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal

3. Riwayat penyakit kencing manis : Diakui

4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

5. Riwayat penyakit asma : Disangkal

6. Riwayat alergi makanan dan obat : Disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien sudah tidak bekerja dan tinggal bersama anak. Biaya pengobatan

mengguanakan BPJS

G.Riwayat Pribadi

1. Riwayat merokok : Disangkal

2. Riwayat konsumsi alkohol : Disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 22 Maret 2014

Keadaan umum : baik, Compos mentis

Tanda vital : Tensi : 120/90mmHg

Nadi : 82 x/menit, irama reguler, isi dan

tegangan cukup

Frekuensi respirasi : 22 x/menit, ireguler

Suhu : 370C , axiller

Kepala : mesocepal

5

Page 6: Laporan Kasus Radiologi

Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil bulat, central, reguler,

isokor dan 3 mm, lesi (-), perdarahan (-), trauma orbita (-)

Hidung : napas cuping (-), deformitas (-), lesi (-),darah (-)

Teling : serumen (-/-), lesi (-), darah (-), deformitas (-)

Mulut : sianosis (-),darah (-), hematom (-), lesi (-)

Leher : tiroid (-), deviasi trakea (-), lesi (-)

Thorax :

a. Paru

Paru depan Paru belakang

InspeksiStatis

Dinamis

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-), sudut arcus costa dalam batas normal, ICS dalam batas normalPengembangan pernafasan paru Normal

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-)

Pengembangan pernapasan paru normal

Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal

Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal

PerkusiKanan

Kiri

Sonor seluruh lapang paruBatas paru-hatiSonor seluruh lapang paru.

Sonor seluruh lapang paruPeranjakan paruSonor seluruh lapang paruPeranjakan paru

AuskultasiSuara dasarSuara Tambahan

VesicularRonki (-/-), Wheezing (-/-)

VesicularRonki (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung

Inspeksi ictus cordis tidak tampakPalpasi Ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah medial linea

midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi

Kesan

Batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistraPinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitraBatas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextraBatas kiri bawah : ICS V linea midclavikula sinistra 1-2

cm ke arah medialKonfigurasi jantung (dalam batas normal)

Auskultasi Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler, suara jantung tambahan (-)

6

Page 7: Laporan Kasus Radiologi

Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, lesi

(-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, Pekak sisi (-), pekak alih

(-), nyeri ketok ginjal (-/-)

Palpasi : Nyeri tekan seluruh lapang perut (-), Tidak teraba

pembesaran hepar, Lien dan ginjal tidak teraba

Ektremitas : Superior Inferior

Capilary Refill

Lesi

Akral dingin

Sianosis

Edema

Nyeri gerak

Motorik :

- Gerakan

- Kekuatan

- Tonus

<2”/ <2”

-/-

-/-

-/-

-/+

-/+

+/ Sulit dinilai

5/ Sulit dinilai

+/ Sulit dinilai

<2”/<2”

-/-

-/-

-/-

-/-

-/-

+/+

5/5

+/+

7

Page 8: Laporan Kasus Radiologi

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologi

X foto AP dan Lateral Os. Humerus Sinistra

Gambar 1. X foto Os. Humerus sinistra AP & Lateral

Tampak discontinuitas Os. Humerus 1/3 proximal

Aposisi dan aligment tak baik

Struktur tulang baik

KESAN : Fraktur Os. Humerus sinistra 1/3 proksimal

2. Pemeriksaan darah rutin

IV. Diagnosa

Fraktur tertutup Os. Humerus sinistra 1/3 proksimal

V. Planning terapi

a. Terapi Non farmakologi :

- Rencana ORIF Os. Humerus Sinistra

b. Terapi Farmakologi :

- Infus RL 20 tpm

8

Page 9: Laporan Kasus Radiologi

- Ketorolac 3 x 1 ampul

-

c. Monitoring :

- Keadaan umum

- Vital sign

- Keluhan pasien

d. Edukasi

- Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang diderita oleh pasien

- Istirahat cukup

- Membatasi gerak bagian yang sakit

- Minum obat teratur

9

Page 10: Laporan Kasus Radiologi

BAB II

PEMBAHASAN

Tn. K, 61 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada lengan kiri. Nyeri

dirasakan setelah pasien jatuh ke dalam sungai dengan bagian bertumpuan pada

siku sebelah kiri. Lengan dirasakan semakin nyeri. Nyeri dirasakan terutama saat

digerakkan. Lengan atas bagian kiri dirasa bertambah bengkak dan sulit

digerakkan. Pasien tidak mengeluh mual (-), muntah (-) dan pusing (-).

Didapatkan adanya riwayat diabetes mellitus pada pasien tersebut.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 82x/

menit, frekuensi napas 22 x/menit dan suhu 370C. Pada pemeriksaan ekstremitas

superior sinistra didapatkan adanya edema dan nyeri gerak, pemeriksaan motorik

untuk gerakan, kekuatan dan tonus otot sulit dinilai.

Pada pemeriksaan X Foto AP dan Lateral Os. Humerus sinistra didapatkan

gambaran discontinuitas Os. Humerus 1/3 proximal, aposisi dan aligment tak

baik, struktur tulang baik. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan.....

Dalam kasus ini pasien dilakukan pemeriksaan foto AP dan Lateral Os.

Humerus Sinistra. Pada proyeksi AP (Antero Posterior) bertujuan untuk

memperlihatkan anatomi normal dari os. Humerus dan untuk menampakkan

fraktur yang ada dari arah depan atau pada posisi AP. Sedangkan proyeksi Lateral

bertujuan untuk memperlihatkan os. Humerus dari arah samping serta

memperlihatkan fraktur yang ada pada posisi lateral sehingga dapat melengkapi

diagnosa fraktur yang ada dari posisi AP. Informasi diagnostik yang diperoleh

pada penggunaan proyeksi AP dan Lateral sudah optimal dalam mendukung pada

penegakkan diagnosa fraktur humerus pada pasien tersebut.

10

Page 11: Laporan Kasus Radiologi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

FRAKTUR HUMERUS

A. Anatomi Humerus

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu Kaput (ujung atas), korpus,

dan ujung bawah.1

1. Kaput

Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang

membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapula dan merupakan bagian

dari bangunan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping

disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik

terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan

terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara

tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat

tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang

mudah terjadi fraktur.

2. Korpus

Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.

Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas

deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan

oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah

lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis

sehingga disebut celah spiralis atau radialis.

3. Ujung Bawah

Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk

bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah

dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan

disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua

sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil

lateral dan medial.1

11

Page 12: Laporan Kasus Radiologi

Gambar 1. Os Humerus 2

B. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang

humerus.3

Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh

benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.4

C. Etiologi

Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus

menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.

Trauma dapat bersifat :5

1. Langsung

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi

fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat

kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

12

Page 13: Laporan Kasus Radiologi

2. Tidak langsung

Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang

lebih jauh dari daerah fraktur.

Tekanan pada tulang dapat berupa:5

1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral

2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,

dislokasi, atau fraktur dislokasi

4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau

memecah

5. Trauma oleh karena remuk

6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian.

D. Klasifikasi

Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas :4,5,7

1. Fraktur Proximal Humerus

Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua

yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.

Mekanisme trauma biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang

(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena

high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor.

Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu,

trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.

Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri

pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat

dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan

dengan cedera toraks.

Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:

a. Caput/kepala humerus

b. Tuberkulum mayor

c. Tuberkulum minor

13

Page 14: Laporan Kasus Radiologi

d. Diafisis atau shaft

Gambar 2. Klasifikasi fraktur menurut Neer 8

2. Fraktur Shaft Humerus

Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi.60% kasus adalah fraktur

sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10%

sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung

maupun tidak langsung.

Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas,

dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur.Pemeriksaan

neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis.

Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial

diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen.

Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.

14

Page 15: Laporan Kasus Radiologi

Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus:

a. Fraktur terbuka atau tertutup

b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal

c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran

d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif

e. Kondisi intrinsik dari tulang f. Ekstensi artikular

3. Fraktur Distal Humerus

Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2%

untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh

kejadian fraktur humerus.

Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma

langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah

apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh

atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul.

Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh

namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang

dewasa usia pertengahan atau wanita usia tua.

Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat

bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan

mengeluhkan siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan

(palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas

normal.

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna

yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 9

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

15

Page 16: Laporan Kasus Radiologi

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun

teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan

ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena

fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya

otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen

sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai

2 inci).

4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan

lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang

lebih berat.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi

setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.

Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi

(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur

bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya

pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

F. Pemeriksaan

Pemeriksaan awal terhadap pasien yang mungkin menderita fraktur tulang

sama dengan pemeriksaan pada pasien yang mengalami luka pada jaringan

lunak yang berhubungan dengan trauma. Penilaian berdasarkan pada tanda dan

gejala. Setelah bagian yang retak telah di-imobilisasi dengan baik, kemudian

dinilai adanya lima P yaitu Pain (rasa sakit), Palor (kepucatan/perubahan

16

Page 17: Laporan Kasus Radiologi

warna), Paralysis (kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak), Paresthesia

(rasa kesemutan), dan Pulselessness (tidak ada denyut) untuk menentukan

status neurovaskuler dan fungsi motorik pada bagian distal fraktur.4,6

Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostik

definitif yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun

demikian, beberapa fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan

sinar-x pada awalnya sehingga akan membutuhkan evaluasi radiografi pada

hari berikutnya.6

Pemeriksaan Radiologis

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.

Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan

keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta

kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan

bidai untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Pada fraktur dilakukan foto rontgen sinar X pada posisi AP, ataupun

lateral untuk melihat adanya fraktur naviculare dilakukan foto oblik khusus 45°

dan135° atau foto ulang 1 minggu setelah kejadian karena mungkin retak tidak

terlihat pada cedera baru. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik,

diagnosis dapat dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap

diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan

selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik

memang diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologis baik rontgen biasa

ataupun pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk fraktur tulang

belakang dengan komplikasi neurologis. Foto rontgen minimal harus 2

proyeksi yaitu AP dan lateral. Posisi yang salah akan memberikan interpretasi

yang salah. Untuk pergelangan tangan atau sendi panggul diperlukan posisi

axial pengganti lateral. Untuk acetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan

obturator. Pada investigasi fraktur humerus distal dengan foto rontgen x-ray

dilihat adakah soft tissue swelling, kemudian dicari adakah fraktur pada os

humerus dimanakah tempatnya, apakah di diafisis, metafisis, atau epifisis,

17

Page 18: Laporan Kasus Radiologi

apakah komplit atau inkomplit, bagaimana konfigurasinya, apakah transversal,

oblik, spiral, atau kominutif, apakah hubungan antara fragmennya displaced

atau undisplaced, lalu adakah dislokasi pada pertautan tulang-tulang tersebut

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip:10

1. Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-

posterior dan lateral

2. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di proximal dan

distal sendi yang mengalami fraktur

3. Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada kedua

anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.

4. Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua

daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu

dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang

5. Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang

skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto

berikutnya 10-14 hari kemudian.

Untuk itu pemeriksaan os. Humerus ditujukan untuk indikasi patologis

sebagai berikut :

1. Trauma ( kecelakaan )

Trauma adalah terjadi benturan dengan benda tajam yang mengakibatkan

cidera. Yang termasuk trauma adalah :

a. Fraktur

Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu

sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah

fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap

terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak

lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

b. Fisura (retak tulang)

c. Dislokasi (tulang keluar dari mangkok sendi)

18

Page 19: Laporan Kasus Radiologi

d. Luksasi (lebih ringan dari dislokasi)

e. Ruptur (sobeknya jaringan ikat)

2. Pathologis

a. Arthritis (radang pada persendian)

b. Osteoma (kanker pada tulang)

3. Benda asing ( corpus alienum )

Benda asing yatu benda yang tidak seharusnya ada dalam sistem fisiologi,

masuknya tidak disengaja atau menyalahi prinsif fisiologi, dan mengganggu

sirkulasi tubuh atau sistem fisiologi tubuh. Benda asing pada gambaran

radiograf bisa berwarna lusen atau opaq. Berwarna lusen bila berasal dari

benda non logam, nomor atomnya lebih rendah seperti kayu, duri, plastik,

dan lain-lain. Berwarna opaq bila berasal dari logam, nomor aomnya lebih

tinggi dari jaringan sekitar seperti paku, jarum, peluru, dan lain-lain.

Prosedur Pemeriksaan

Pemeriksaan os. humerus adalah pemeriksaan secara radiologi dengan

menggunakan sinar-X untuk mendiagnosa adanya kelainan pada os humerus.

1. Persiapan Pasien

Pemeriksaan os humerus tidak ada persiapan secara khusus cukup dengan

memberikan pengertian kepada pasien tentang pelaksanaan yang akan

dilakukan, sehingga pasien tahu tindakan apa yang akan dilakukan selama

pemeriksaan. Selain itu membebaskan objek yang akan difoto dari benda-

benda yang mengganggu radiograf, seperti gelang.

2. Persiapan Alat

Adapun persiapan alat pada pemeriksaan ini adalah :

a. Pesawat sinar-X

b. Kaset dan Film sesuai ukuran,biasanya memakai ukuran 24 x 30

c. Marker R / L

d. Alat proteksi radiasi ( apron, gonad shield, ovarium shield, dan lain-lain )

e. Pakaian pasien

f. Alat fiksasi ( sand bag, soft bag )

19

Page 20: Laporan Kasus Radiologi

g. Alat processing

h. ID Camera.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Umum 4,6

1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.

2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,

mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya

kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi di

anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan

ke badan penderita. Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan

harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi

tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.

Fraktur proksimal humeri

Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang

cedera diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu.

Selama waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar

sambil membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise).

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi. Pada penderita dewasa

bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan dimobilisasi dengan gips

spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).

Fraktur shaft humeri

Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi

dislokasi kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose.

Bila kedudukan sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U

slab (sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu. Teknik

pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast terutama

dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen distal dan

proksimal terjadi contractionum (pemendekan). Apabila pada fraktur humerus

20

Page 21: Laporan Kasus Radiologi

ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan open reduksi dan

internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi n.

Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis) dilakukan

penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya

neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif akan baik kembali

dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.

Fraktur suprakondiler humeri

Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose

umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai a.Radialis

mulai tak teraba.Kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis

teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips

spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena penting untuk menegangkan

otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint. Kalau dalam pengontrolan

dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat dipertahankan dalam waktu 3

-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca reposisi ditemukan tanda

Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi, untuk

immobilisasinya diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop. Pada

penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis patahnya

berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal ini lebih

baik dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.

Fraktur transkondiler humeri

Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal

atau tanpa dislokasi.Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi

reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.

Fraktur interkondiler humeri

Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi

dengan gips sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi

(ankilosis). Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi

dengan pemasangan internal fiksasi dengan plate-screw.

21

Page 22: Laporan Kasus Radiologi

Fraktur kondilus lateral dan medial humeri

Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi

tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya

kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang

fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan

debridement dan dilakukan fiksasi luar.

22

Page 23: Laporan Kasus Radiologi

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa

Liliana Sugiharto. Edisi Ke- 6. EGC : Jakarta, 2006.

2. R. Putz and R.Pabst. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia; alih bahasa Y. Joko

Suyono. Edisi ke- 22. Jakarta: EGC, 2006.

3. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Media

Aesculapius. 2000.

4. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.

2004.

5. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi

ke-7. Jakarta: Widya Medika. 1995.

6. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran

Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995

7. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang

Lamumpatue. 2003.

8. John L. Triplane fracture. Available from:

http://www.emedicine.com/sports-/TOPIC38.HTM

9. Smeltzer, S.C and Bare, B.G. Buku Ajar Medikal Bedah. Alih Bahasa

Kuncara, H.Y, dkk Edisi Ke- 8 Volume 2. Jakarta : EGC, 2002.

10. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi Ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI, 2005.

23