laporan kasus radiologi linaa.docx

36
LAPORAN KASUS SEORANG LAKI – LAKI 46 TAHUN DENGAN KELUHAN BATUK LAMA Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi di RSUD Tugurejo Semarang Pembimbing : dr. Zakiyah, Sp.R Disusun Oleh : Lina Fathonah H2A009029 FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: tyofk

Post on 27-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI – LAKI 46 TAHUN DENGAN

KELUHAN BATUK LAMA

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi

di RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing :

dr. Zakiyah, Sp.R

Disusun Oleh :

Lina Fathonah H2A009029

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2014

Page 2: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

HALAMAN PENGESAHAN

NAMA : LINA FATHONAH

NIM : H2A009029

FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SEMARANG

BIDANG PENDIDIKAN : ILMU RADIOLOGI

PEMBIMBING : DR. ZAKIYAH, Sp.R

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Mei 2014

Pembimbing

dr. Zakiyah, Sp.R

Page 3: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Purwadi

Umur : 46 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : islam

Pekerjaan : Tukang parkir

Bangsal : Mawar 71

Nomor CM : 45.18.57

Tanggal masuk : 30-6-2014

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 4 Juli 2014 pada

pukul 13.40 WIB di bangsal mawar kamar 71 RSUD Tugurejo Semarang.

a. Keluhan utama

Pasien mengeluh batuk lama.

b. Riwayat penyakit sekarang

± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh batuk. Keluhan dirasakan terus-

menerus. Batuk seperti berdahak tapi tidak bisa dikeluarkan. Keluhan

disertai demam terutama malam hari. Pasien juga mengeluh setiap malam

keluar keringat dingin, nafsu makan menurun.

± 1 minggu yang lalu SMRS, pasien merasa batuk semakin

bertambah sering. Setiap kali batuk pasien mengeluarkan dahak berwarna

kuning kehijauan. Pasien mengeluh demam nglemeng setiap hari. kepala

terasa sakit. Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. BAK dan BAB

lancar tidak ada keluhan. Pasien belum pernah periksa, namun sudah

minum obat warung tapi tidak ada perubahan.

Saat masuk RS pasien mengeluh batuk lama tidak sembuh.

Sebelumnya pasien sudah minum obat warung namun belum ada

perubahan. Batuk dirasakan lebih sering sore hari. Demam nglemeng

Page 4: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

dirasakan sepanjang hari. Nafsu makan semakin turun dan pasien mengaku

berat badan turun.

c. Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat penyakit batuk seperti ini : disangkal

- Riwayat darah tinggi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat asma : disangkal

- Riwayat merokok : diakui

- Riwayat batuk lama : disangkal

- Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

d. Riwayat penyakit keluarga

- Riwayat darah tinggi : disangkal

- Riwayat kencing manis : disangkal

- Riwayat asma : disangkal

- Riwayat batuk lama : disangkal

- Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

e. Riwayat sosial ekonomi

Pasien bekerja sebagai tukang parkir, tinggal bersama dengan 1 istri,

kedua anak, dua mantu dan 4 cucu. Biaya pengobatan menggunakan

JAMKESMAS.

Kesan ekonomi : kurang

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 4 Juli 2014 di bangsal mawar kamar

71 pukul 14.00 WIB.

a. Keadaan umum : compos mentis

b. Tanda Vital

- Tekanan Darah

- Nadi

- Pernapasan

- Suhu

: 120/80 mmHg

: 86 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

: 20 x/menit

: 36.40C

Page 5: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

c. Status gizi

BB

TB

BMI

Kesan

: 49

: 160

: 19.14

: Normoweight

d. Kulit : Warna coklat, sama seperti warna sekitar

e. Kepala : Bentuk mesosephal, rambut warna hitam,

lurus, luka (-)

f. Wajah : Moon face (-), luka (-)

g. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), reflek pupil (+/+)

isokor 3 mm, sklera ikteri (-/-), mata cekung

(-)

h. Telinga : Sekret (-/-), serumen (+/+), darah (-/-), nyeri

tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)

i. Hidung : Sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-),

epistaksis (-/-)

j. Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-),

pernapasan mulut (-)

k. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), trakea

ditengah

l. Thorax : Mormochest, simetris, adanya tambahan otot-

otot pernafasan (-)

1. Paru

PULMO DEXTRA SINISTRA

Depan  1.   Inspeksi  

Bentuk dada Normal Normal

Hemitorak Simetris Simetris

Warna Sama dengan warna sekitar.

Sama dengan warna sekitar.

2.   Palpasi

Nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan

Page 6: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

Stem fremitus normal Normal3.   Perkusi sonor seluruh lapang paru redup di basal paru4.   Auskultasi

Suara dasar Vesikuler VesikulerSuara tambahan         Wheezing - -         Ronki kasar - -

         RBH + +         Stridor - -

Belakang  1.    Inspeksi  

Warna Sama dengan warna sekitar Sama dengan warna sekitar

2.  Palpasi

Nyeri tekan (-) (-)Stem Fremitus Tidak ada pengerasan dan

pelemahan Tidak ada pengerasan

dan pelemahan3.     Perkusi

Lapang paru sonor seluruh lapang paru redup di basal paru4.      Auskultasi

Suara dasar Vesikuler VesikulerSuara tambahan    Wheezing - -    Ronki kasar - -    RBH + + Stridor - -

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

2. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, ICS melebar (-)

Palpasi : ictus cordis teraba, kuat angkat (-), ICS melebar (-)

Perkusi : batas kiri atas : ICS II linea parasternal sin.

Ronki basah basal paru

Page 7: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

batas kanan atas : ICS II linea parasternal dextra

pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra

batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra

kiri bawah : ICS V 2 cm lateral linea

midclavicula sinistra

Kesan : Konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : Suara jantung murni: Suara I dan Suara II reguler.

Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)

m. Abdomen

1. Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, ikterik (-),

sikatrik (-), caput medusa (-).

2. Auskultasi : Bising usus (+) normal, 8 x/menit.

3. Perkusi : Tympani seluruh abdomen, pekak sisi (+) normal.

4. Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri hipokondria kanan (-),

defans muskular (-), hepar dan lien tidak teraba.

n. Ekstremis

Superior Inferior

Capp Refill

Akral dingin

Sianosis

Edema

Nyeri gerak

Motorik :

- Gerakan

- Kekuatan

- Tonus

<2”/ <2”

-/-

-/-

-/-

-/-

+/+

5/5

+/+

<2”/<2”

-/-

-/-

-/-

-/-

+/+

5/5

+/+

IV. RESUME

Seorang laki-laki 46 tahun datang dengan keluhan batuk lama.Batuk

dirasakan kurang lebih 1 bulan SMRS. Batuk dirasakan terus-menerus,

Page 8: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

semakin hari semakin bertambah. Batuk seperti berdahak tapi tidak bisa

dikeluarkan. Keluhan disertai demam nglemeng. Pasien juga mengeluh setiap

malam keluar keringat dingin, nafsu makan menurun, merasa berat badan

semakin menurun. Pasien tidak mengeluh pusing, mual dan muntah. BAK dan

BAB lancar tidak ada keluhan. Pasien belum pernah periksa, namun minum

obat tapi tidak ada keluhan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/80 mmHg, Nadi : 86

x/menit, RR : 20 x/menit, Suhu : 36.4 0 C. Pada pemeriksaan thorax didapatkan,

pulmo : suara tambahan ronki basah halus dan cor : dalam batas normal.

V. DIAGNOSA SEMENTARA

Suspek TB paru

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Thorax pada tanggal 1 Juli 2014

Cor : CTR < 50 %, letak dan bentuk normal.

Page 9: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

Pulmo : - Corakan vaskuler kasar

: - Bercak kesuraman kanan atas dan kiri bawah

: - fibrosis (+)

Diaphrgama : Kanan : tenting, kiri : baik

Sinus contophrenicus : Lancip

Kesan : Cor : Normal

Pumo : TB paru lama aktif

Pemeriksaan sputum pada tanggal 5 Juli 2014

Mikrobiologi (B)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Sewaktu Negatif Negatif

Pagi Positif 2 Negatif

Sewaktu Negatif Negatif

VII. DIAGNOSA KERJA

TB Paru Aktif

VIII. PENATALAKSANAAN

1) Diagnosis

S : -

O : kultur kuman tuberkulosis

2) Terapi

a. Infus Nacl 30 tpm

b. Inj. Ceftriaxon 1 gram/ 12 jam

c. Ambrokoxol syrup 3 x 1 cth p.c

d. Paracetamol 500mg 3 x 1 p.c

e. Fdc 3 x 1 p.c

3) Ip. Monitoring

a. Monitoring reaksi dan efek obat.

4) Ip. Edukasi

a. Menjelaskan kepada pasien tentang jenis dan penyebab penyakitnya.

Page 10: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

b. Menjelaskan kepda pasien bahwa penyakit yang dideritanya adalah

penyakit menular.

c. Saat batuk mulut ditutup dan jangan meludah sembarang.

d. Lakukan pengobatan secara terutur dan jangan sampai terputus.

IX. PROGNOSIS

1. Quo ad vitam : dubia ad bonam

2. Quo ad sanam : dubia ad bonam

3. Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

Page 11: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru

I. DEFINISI

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang ditimbulkan

oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri ini paling sering

mempengaruhi organ paru-paru, meskipun organ lainnya juga dipengaruhi

bakteri ini. Sedangkan tuberkulosis paru adalah salah satu tuberkulosis

yang di kriteriakan berdasarkan organ tubuh yang terkena yaitu pada

jaringan (parenkim) paru, tetapi tidak termasuk pleura (selaput paru) dan

kelenjar pada hilus.

II. PATOGENESIS

Mycobacterium tuberculosis pada saat berhasil masuk dan

menginfeksi paru-paru, maka dengan segera koloni bakteri yang terbentuk

globular akan tumbuh. Melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri

akan berusaha dihambat oleh sel paru melalui pembentukan dinding di

sekeliling bakteri. Mekanisme pembentukan dinding tersebut akan

membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri akan

menjadi dormant. Bentuk-bentuk dormant dari mekanisme pembentukan

dinding tersebutlah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada

pemeriksaan foto rontgen.

Beberapa penyebab yang mengakibatkan terus meningkatnya beban

masalah TB antara lain :

a. Pada negara yang sedang berkembang, permasalahan utama adalah

kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat.

b. Kegagalan program TB yang sudah diterapkan selama ini, yang

diakibatkan oleh :

1) Komitmen politik dan pendanaan yang tidak memadai.

Page 12: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

2) Organisasi pelayanan TB yang tidak memadai (akses oleh

masyarakat yang masih kurang, penemuan kasus/ diagnosis yang

tidak sesuai standar, penyediaan obat yang tidak terjamin, tidak

adanya pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar).

3) Penatalaksanaan kasus yang tidak memadai (diagnosis dan panduan

obat yang tidak sesuai standar, gagal dalam menyembuhkan kasus

yang telah didiagnosis)

4) Buruknya infrastruktur kesehatan pada negara-negara yang

mengalami pergolakan masyarakat atau krisis ekonomi.

c. Penduduk dunia yang semakin meningkat dan terjadinya perubahan

struktur umur kependudukan yang mengakibatkan perubahan

demografik.

III.GAMBARAN KLINIS

Gejala utama pada pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak

selama 2 sampai 3 minggu atau lebih serta diikuti gejala tambahan seperti

dahak bercampur dengan darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,

nafsu makan berkurang, berat badan menurun, malaise, keringat dingin

pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu

bulan.

Gejala klinis tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu gejala

lokal dan gejala sistemik, seperti yang terangkum pada tabel 1.

Tabel 2.1 Gejala Klinis TB Paru.

Gejala respiratori Gejala sistemik

Batuk > 2 minggu Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada

Demam Malaise Keringat malam Anoreksia Berat badan turun

Page 13: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

Gejala- gejala tersebut dapat juga dijumpai pada penyakit paru

lainnya seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru dan lain-

lain.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan kasus TB, kelainan yang terjadi tergantung pada

organ yang terkena. Pada kasus TB paru, awal perkembangan penyakit

tuberkulosis ini sulit sekali ditemukan adanya kelainan. Kelainan paru

sering terletak di lobus superior terutama daerah apeks dan segmen

posterior serta daerah apeks lobus inferior, seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Bagian Apeks Lobus Paru.

Umumnya dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya suara

nafas bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

V. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI

Pemeriksaan bakteriologi sangat penting untuk menemukan kuman

M. tuberculosis dalam penegakkan diagnosis. Diagnosis TB paru pada

orang dewasa dengan ditemukannya BTA (Basil Tahan Asam) pada

pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Pemeriksaan dahak dengan menggunakan 3 spesimen dahak yang

diambil dalam dua hari kunjungan pasien TB paru yang berurutan berupa

SPS yaitu :

Page 14: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

a. S (Sewaktu) : pengambilan dahak dilakukan pada saat suspek

TB datang pada kunjungan pertama kali. Pada

saat pulang, suspek TB membawa sebuah pot

dahak untuk mengumpulkan kembali dahak pagi

pada hari kedua.

b. P (Pagi) : pengambilan dahak dilakukan di rumah pasien

pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.

Pot yang terisi dahak pagi dibawa dan diserahkan

sendiri kepada petugas di UPK.

c. S (sewaktu) : pengambilan dahak dilakukan pada hari kedua,

yaitu pada saat menyerahkan dahak pagi di UPK.

Spesimen dalam pemeriksaan dahak ini berbentuk cairan yang

dikumpulkan dalam pot yang mempunyai mulut lebar dengan penampang

6 cm atau lebih, tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.

Hasil pemeriksaan dahak dinyatakan positif apabila sedikitnya dua

dari tiga spesimen dahak SPS menunjukkan hasil BTA positif. Apabila

hanya 1 spesimen dahak saja yang positif, maka perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak

SPS diulang.

Page 15: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

Gambar 2.Alur Diagnosis TB.

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto

lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-

Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran

bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah.

Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular.

 

Ada perbaikan

 

Suspek TB Paru

Pemeriksaan dahak mikroslopis – Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA

+ + +

+ + -

+ - -

 

Bukan TB TB

Antibiotik Non-OAT

Pemeriksaan dahak

mikroskopis

Foto toraks dan

Pertimbangan dokter

Tidak ada perbaikan

Hasil BTA

+ + +

+ + -

 

Hasil BTA

+ - -

 

Hasil BTA

- - -

 

Hasil BTA

- - -

 

Foto toraks dan

Pertimbangan dokter

Page 16: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

Bayangan bercak milier.

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang di curigai lesi TB inaktif

Kalsifikasi atau fibrotik.

Kompleks ranke.

Fibrotoraks/ Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ):

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang

berat, biasanya seca ra klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik

luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim

paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan

gambaran radiologik tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas

proses penyakit.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan

dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :

Lesi minimal, bila proses mengenai seba gian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas

chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus

dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2)

dan tidak dijumpai kavitas.

Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Gambar: TB milier dengan gambaran badai salju.

Page 17: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

Gambar: TB paru dengan gambaran kavitas dan fibrosis.

VII. PENGOBATAN

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif

(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan

terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

Rifampisin

INH

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination). Kombinasi dosis tetap

ini terdiri dari :

Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg

dan.

Tiga obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin

Kuinolon

Page 18: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

Obat lain masih dalam penelitian: makrolid, amoksilin + asam

klavulanat

Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT

1. Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3x/minggu atau

BB > 60 kg: 600 mg

BB 40-60 kg: 450 mg

BB < 40 kg: 300 mg

Dosis intermiten 600 mg/kali.

2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/kg BB 3 x seminggu, 15

mg/kg BB 2 x seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten:

600 mg/kali.

3. Pirazinamid: fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x semingggu,

50 mg/kg BB 2 x semingggu atau:

BB > 60 kg: 1500 mg

BB 40-60 kg: 1 000 mg

BB < 40 kg: 750 mg.

4. Etambutol : fase intensif 20mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30

mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:

BB >60kg : 1500 mg

BB 40 -60 kg: 1000 mg

BB < 40 kg: 750 mg

Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali.

BB < 40 kg: 300 mg

Dosis intermiten 600 mg / kali

5. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/kg BB 3 x seminggu, 15

mg/kg BB 2 x semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten :

600 mg/ kali.

6. Pirazinamid: fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x

semingggu, 50 mg /kg BB 2 x semingggu atau:

BB > 60 kg: 1500 mg

Page 19: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

BB 40-60 kg: 1 000 mg

BB < 40 kg: 750 mg

7. Etambutol: fase intensif 20mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB,

30mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:

BB >60kg: 1500 mg

BB 40 -60 kg: 1000 mg

BB < 40 kg: 750 mg

Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali

8. Streptomisin: 15mg/kg BB atau

BB >60kg: 1000mg

BB 40 - 60 kg: 750 mg

BB < 40 kg: sesuai BB

9. Kombinasi dosis tetap

Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya

minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase

lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis

seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman

pengobatan.

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila

mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit/fasilitas

yang mampu menanganinya.

Efek Samping OAT

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa

efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh

karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat

penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat

ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat

simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat be rupa tanda-tanda keracunan pada syaraf

tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat

Page 20: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari

atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan

dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin

(syndrom pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang

dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis

imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan

pedoman TB pada keadaan khusus.

2. Rifampisin

a. Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simtomatik ialah:

Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang.

Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,

muntah kadang-kadang diare.

Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

b. Efek samping yang berat ta pi jarang terjadi ialah :

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT

harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada

keadaan khusus.

Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila

salah satu dari gejala ini terjadi rifampisin harus segera dihentikan

dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air

mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses me tabolisme

obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita

agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai

pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri

aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout,

hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan

Page 21: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,

kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketaja man, buta warna untuk warna merah dan hijau.

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis

yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB

perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan

penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat

dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena

risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan

dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut

akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan

umur penderita.

Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi

ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga

mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan

ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi

0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan

makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi

hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba

disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping

sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut

dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila

reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.

Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh

diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran

janin.

Page 22: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas.

Paduan obat yang diberikan: 2 RHZE/4 RH

Alternatif: 2 RHZE/4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru.

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologis lesi luas (termasuk

luluh paru)

c. TB di luar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7

bulan, dengan paduan 2RHZE/7 RH, dan alternatif 2RHZE/7R3H3,

seperti pada keadaan:

a. TB dengan lesi luas.

b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, pemakaian obat

imunosupresi/kortikosteroid).

c. TB kasus berat (milier, dll)

Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan

dengan hasil uji resistensi.

2. TB Paru (kasus baru), BTA negatif.

Paduan obat yang diberikan: 2 RHZ/4 RH

Alternatif: 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE.

Paduan ini dianjurkan untuk :

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal.

b. TB di luar paru kasus ringan

3. TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT

pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat

diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase

lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga

paduan obat yang diberikan: 3 RHZE/6 RH.

Page 23: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

Bila tidak ada/tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan

paduan obat: 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

4. TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasar kan hasil uji resistensi, dengan minimal

menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif

(seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan

minimal selama 1-2 tahun. Menunggu hasil uji resistensi dapat

diberikan dahulu 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji

resistensi.

Bila tidak ada/tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif

diberikan paduan obat: 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program

P2TB)

Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan

hasil yang optimal.

Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.

5. TB Paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan

kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

a. Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu,

pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

b. Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu

1) Berobat ≥ 4 bulan, BTA negati, klinik dan radiologis negatif,

pengobatan OAT STOP.

2) Berobat > 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal

dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama.

3) Berobat < 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal

dengan paduan obat yang sama.

4) Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan

tetapi klinik dan atau radiologis positif: pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang sama.

Page 24: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu

pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.

6. TB Paru kasus kronik

Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,

berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan

hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih

sensitif dengan H tetap diberi kan walaupun resisten) ditambah

dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.

Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan

penyembuhan.

Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Catatan: TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus.

Page 25: LAPORAN KASUS radiologi linaa.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel, P R. 2007. LECTURE NOTES RADIOLOGI Edisi 2. Penerbit Erlangga.

2. Rasad S. 2010. RADIOLOGI DIAGNOSTIK Edisi 2. Jakarta : FKUI

3. Sudoyo A.W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : FKUI.

4. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2012. Tersedia dari http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2014.

5. Departemen Kesehatan RI. Tuberkulosis masih merupakan Masalah Kesehatan Penting di Dunia dan di Indonesia. Tersedia dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1923-tuberkulosis-masih-merupakan-masalah-kesehatan-penting-di-dunia-dan-di-indonesia.html

6. Departemen Kesehatan RI. 2007.Pedoman Nasional : Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI

7. Schlossberg D, Editor. Tuberculosis. 3rd ed. 1994. New York: Springer-Verlag New York, Inc

8. Aditama T.Y, Soedarsono, Thabrani Z, Wiryokusumo H.S, Lulu M, et al. 2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.