laporan kasus radiologi pneumoni
DESCRIPTION
Lapsus RadiologiTRANSCRIPT
BAB I
PRESENTASE KASUS
I. IDENTITAS PASIEN PNEUMONIA
Nama : Tn. SS
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Polisi
Alamat : Jalan Rappocini Raya lorong 9 B no. 6
Agama : Islam
No. RM : 105425
Tanggal masuk : 12 Februari 2015
Perawatan Bagian : Penyakit Dalam, ruang rawat Aminah lantai 2
1.1 Anamnesis
Keluhan Utama : Abdominal pain
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Mual (+), muntah
(-), lemas (+), BAB dan BAK normal. Batuk (+) dengan lendir, nyeri ulu hati.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat opname dengan keluhan yang sama.
1.2 Pemeriksaan Fisis
1. Keadaan Umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos Mentis (E4M6V5) GCS 15
3. Tanda vital
-Tekanan Darah : 100/70 mmHg
-Nadi : 80 x/menit, regular
1
-Suhu : 37,5⁰C
-Pernapasan : 24 x/menit
Status Generalis :
1. Mata
Kelopak mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (+)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat, isokor
2. Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), hiperemis (-), kandidiasis oral (-)
Tonsil : T1 - T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
3. THT : odinofagi (-)
disfagi (-)
disfoni (-)
odinofoni (-)
otore (-)
otalgia (-)
tinnitus (-)
gangguan pendengaran (-)
4. Leher
Massa Tumor : (-)
Nyeri Tekan : (-)
DVS : R-2 cm H2O
KGB : tidak ada pembesaran
2
5. Thoraks
Inspeksi
Bentuk : simetris
Massa Tumor : (-)
Palpasi
Nyeri tekan : (-)
Perkusi
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Auskultasi
Bunyi pernapasan : Vesikular
Bunyi tambahan : Rh +/+, Wh -/-
6. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular,
bising tidak ada
7. Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik ada kesan normal
Palpasi : nyeri tekan tidak ada
Hepar : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Perkusi : Timpani tidak ada, ascites tidak ada
8. Ekstremitas
Akral dingin : -/-
Edem : -/-
3
Deformitas : -/-
Tanda perdarahan : -/-
Disabilitas : -/-
Nyeri lutut : -/-
1.3 Laboratorium
A.Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
WBC 2,1 x 103Ul 4 - 12 x 103/uL
RBC 3,68 x106g/dl 4–6,2 x 106g/dl
HGB 10,2 g/dl 11 - 17 g/Dl
HCT 31,2 % 35 – 55%
PLT 195 x 103 /mm3 150 – 400 x 103/mm3
Ureum 50 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,7 mg/dl 0,1-1,3 mg/dl
GDS 156 2-140 mg/dl
SGPT 152 2-41 U/L
SGOT 177 2-38 U/L
Kesan : Leukopenia
Anemia
Peningkatan enzim transminase
1.4 Radiologi
4
Gambar 1.1 Foto Thoraks posisi AP ( 13-02-2015)
Foto Thorax PA :
Corakan bronchovaskuler paru kasar dengan perselubungan inhomogen di
lapangan bawah paru kanan dan kiri
Cor: ukuran dan bentuk normal, elongasi dan dilatasi aorta
Sinus costophrenicus dan diafragma kanan baik
Tulang-tulang intak
Kesan : Pneumonia
5
1.4 Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
diagnosis kasus ini adalah pneumonia.
1.5 Terapi
- Infus RL
- Ranitidine 1 amp/IV
- Neurobion 1 amp/drips
- Monitor TTV
- Beri posisi yang nyaman (semi fowler)
- Anjurkan istirahat pada fase akut
Planning :
- Kultur dahak
- Kultur darah
1.6 Diagnosis Banding
- Bronkhitis akut
- Pleuritis eksudatif karena TB
- Ca paru
- Infark paru
6
II. IDENTITAS PASIEN BRONKOPNEUMONIA
Nama : Ny. SR
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Mentimun no. 11
Agama : Islam
No. RM : 115472
Tanggal masuk : 16 Februari 2015
Perawatan Bagian : Penyakit Dalam, ruang rawat Assifaa lantai 3
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : BAB encer
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi BAB 5
kali. Muntah (+) dengan frekuensi 3 kali. Lemas (+), nyeri perut (+), demam (+),
batuk (+) dengan lendir berwarna hijau tanpa disertai darah, BAK (kuning
lancar).
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Tidak ada keterangan
7
Pemeriksaan Fisis
1. Keadaan Umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos Mentis (E4M6V5) GCS 15
3. Tanda vital
- Tekanan Darah : 90/80 mmhg
-Nadi : 88 x/menit, regular, agak lemah
-Suhu : 37⁰C
-Pernapasan : 24x/menit
Status Generalis :
9. Mata
Kelopak mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (+)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat, isokor
10. Mulut
Bibir : pucat (-), kering (+)
Lidah : kotor (-), hiperemis (-), kandidiasis oral (-)
Tonsil : T1 - T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
11. THT : odinofagi (-)
disfagi (-)
disfoni (-)
odinofoni (-)
otore (-)
otalgia (-)
tinnitus (-)
gangguan pendengaran (-)
12. Leher
8
Massa Tumor : (-)
Nyeri Tekan : (-)
DVS : R-2 cm H2O
KGB : tidak ada pembesaran
13. Thoraks
Inspeksi
Bentuk : simetris
Massa Tumor : (-)
Palpasi
Nyeri tekan : (-)
Perkusi
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Auskultasi
Bunyi pernapasan : Vesikular
Bunyi tambahan : Rh +/-, Wh -/-
14. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular,
bising tidak ada
15. Perut
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik ada kesan normal
Palpasi : nyeri tekan tidak ada
Hepar : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
9
Ginjal : tidak teraba
Perkusi : Timpani tidak ada, ascites tidak ada
16. Ekstremitas
Akral dingin : -/-
Edem : -/-
Deformitas : -/-
Tanda perdarahan : -/-
Disabilitas : -/-
Nyeri lutut : -/-
1.3 Laboratorium
10
A.Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
WBC 7,4 x 103Ul 4 - 12 x 103/uL
RBC 3,88 x106g/dl 4–6,2 x 106g/dl
HGB 9,4 g/dl 11 - 17 g/Dl
HCT 30,4 % 35 – 55%
PLT 357 x 103 /mm3 150 – 400 x 103/mm3
Ureum 58 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,8 mg/dl <1,1 mg/dl
Albumin 3,7 gr/dl 3,5 – 5,0 gr/dl
GDS 129 <140 mg/dl
Kesan : Anemia
1.4 Radiologi
11
Gambar 1.1 : Foto Thoraks posisi AP ( 17-02-2015)
Foto Thorax PA :
Perselubungan inhomogen di sekitar hilus kanan-kiri
Cor tampak besar dengan CTI >0,5
Kedua sinus dan diafragma kesan baik
Tulang-tulang intak
Kesan :
1. Bronkhopneumonia bilateral
2. Cardiomegali
12
1.4 Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
diagnosis kasus ini adalah bronkhopneumonia.
1.5 Terapi
- IVFD
- Injeksi ranitidine 1 amp/IV
Planning :
- Kultur darah
- Kultur dahak
1.6 Diagnosis Banding
- Bronkhitis akut
- Pleuritis eksudatif karena TB
- Ca paru
- Infark paru
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI PARU-PARU
Paru merupakan salah satu pasangan organ respirasi, satu pada kanan dan kiri,
yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh jantung dan struktur mediastinum.
Paru kanan terdiri atas lobus superior, medius, dan inferior dan pada paru kiri terdiri
atas lobus superior dan inferior.(1)
Gambar 2.1 Sistem Respirasi.(A) Sistem respirasi traktus atas dan bawah
(anterior view). (B) Gambar Mikroskopik alveoli dan kapiler pulmonal(2)
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen di hirup melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli dan
dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.(3)
Faring berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernafasan maupun
pencernaan. Terdapat dua saluran yang berjalan dari faring-trakea, tempat lewatnya
14
udara ke paru, dan esophagus saluran tempat lewatnya makanan ke lambung. Setelah
laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang
masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam setiap paru, bronkus terus
bercabang-cabang menjadi saluran nafas yang semakin sempit, pendek, dan banyak
seperti percabangan pohon. Cabang-cabang lebih kecil dikenal sebagai bronkiolus. Di
ujung bronkiolus terminal berkelompok alveolus. (3)
Gambar 2.2 Segmenta brochopulmonum(3)
Alveolus adalah kantung udara berdinding tipis, dapat mengembang, dan
berbentuk seperti anggur yang terdapat di ujung percabangan saluran pernapasan.
Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus yang gepeng. Jaringan padat
kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolus juga hanya setebal satu lapisan sel.
Ruang interstisium antara alveolus dan jaringan kapiler di sekitarnya membentuk
suatu sawar yang sangat tipis, dengan ketebalan hanya 0,2 µm yang memisahkan
udara di dalam alveolus dan darah di dalam kapiler paru. Ketipisan sawar tersebut
mempermudah pertukaran gas. (3)
II. FISIOLOGI PARU-PARU
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama: (1) ventilasi
paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udara di antara atmosfir dam
alveolus paru, (2) difusi oksigen dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah, (3)
transport oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari
sel, dan (4) pengaturan ventilasi dan segi-segi respirasi lainnya.(4)
Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara (1) gerakan
turun dan naik difragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan (2)
15
elevasi dan depresi iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan diameter
anteroposterior rongga dada.(4)
Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk
mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan
intraalveolus menurun karena molekul dalam jumlah yang sama kini menempati
volume paru yang lebih besar. Pada inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus menurun 1
mmHg menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra-alveolus sekarang lebih rendah
daripada tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru mengikuti penurunan
gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah.(4)
Selama inspirasi, tekanan intrapleura turun ke 754 mmHg akibat
pengembangan toraks. Peningkatan gradien tekanan transmural yang terjadi selama
inspirasi memastikan bahwa paru teregang untuk mengisi rongga toraks yang
mengembang. Sebaliknya selama ekspirasi normal, tekanan intra-alveolar meningkat
menjadi hampir +1 mmHg, yang menyebabkan aliran udara keluar melalui saluran
pernafasan. Selama usaha ekspirasi maksimum dengan glottis tertutup, tekanan intar-
alveolar dapat meningkat menjadi lebih dari 100 mmHg pada pria sehat dan kuat
selama usaha inspirasi maksimum ia dapat berkurang menjadi serendah -80 mmHg.(4)
16
Gambar 2.3 Fisiologi Paru (4)
III. PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA
Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.(5)
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut
yang merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering
dipakai untuk proses non infeksi.(5)
Pneumonia komunitas (PK) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di
luar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial (PN) adalah pneumonia yang
terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum
ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator. (5)
Patogenesis
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu keadaan (imunitas) inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien, dan lingkungan yang berinteraksi satu sama
lain.(5)
Patogenesis PK
Gambaran interaksi dari ketiga faktor tersebut tercermin pada kecenderungan
terjadinya infeksi oleh kuman tertentu oleh faktor perubah (modifying factor), seperti
terlihat pada tabel 2.1(5)
17
Tabel 2.1 Faktor perubah
yang meningkatkan
Resiko Infeksi Oleh
Patogen Tertentu pada
PK(5)
Patogenesis PN
Patogen yang sampai ke trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring,
kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi, dan sumber bahan patogen
yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. PN terjadi akibat proses infeksi bila
patogen yang masuk saluran napas bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi
setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan
mekanik, humoral, dan selular. Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai faktor inang
dan terapi yang telah dilakukan yaitu adanya penyakit penyerta yang berat, tindakan
bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain, dan tindakan invasif pada saluran
pernafasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru, penyebaran
hematogen, dan akibat tindakan intubasi.(5)
Etiologi
18
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui selang infus
oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.
aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme
penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan
kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang
tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Terjadilah
peningkatan patogenitas atau jenis kuman terutama S. aureus, B. catarrhalis, H.
influenza, dan Enterobactericeae oleh adanya berbagai mekanisme. Juga dijumpai
pada berbagai bakteri enterik gram negatif. (5)
Etiologi PK
Diketahui berbagai patogen yang cenderung dijumpai pada faktor resiko
tertentu misalnya H. influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia,
gram negatif pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta
kardiopulmonal atau jamak, atau pasca terapi antibiotika spectrum luas. Ps.
Aeruginosa pada pasien dengan bronkiektasis, terapi steroid (>10 mg/hari),
malnutrisi, dan imunosupresi dengan disertai leukopeni.(5)
Etiologi PN
19
Etiologi tergantung pada 3 faktor, yaitu: tingkat berat sakit, adanya risiko untuk
jenis patogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 2.2(5)
Tabel 2.2 Faktor Resiko
Utama untuk Patogen Tertentu Pada
PN(5)
Manifestasi Klinis
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi: a. Evaluasi faktor pasien/predisposisi: PPOK (H.
influenza), penyakit kronik (kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram
negative, anaerob), penurunan imunitas (kuman Gram negatif) kecanduan obat bius
(Staphylococcus). b. Bedakan lokasi infeksi: PK (Streptococcus pneumonia, H.
Influenza, M. pneumonia), PN (Staphylococcus aureus). c. Usia pasien: bayi (virus),
muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumonia). d. Awitan: cepat, akut dengan rusty
coloured sputum (S. pneumonia); perlahan dengan batuk, dahak sedikit (M.
pneumoniae). (5)
Pada pemeriksaan fisis presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan
keadaan klinis. Pneumonia virus ditandai dengan malaise, myalgia, batuk kering.
Sedangkan pada pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam, sesak napas,
tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi yang pekak, ronki nyaring, suara pernapasan
bronkial). Bentuk klasik pada PK primer berupa bronkopneumonia, pneumonia
20
lobaris, atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk tidak khas dijumpai pada PK
sekunder.(5)
Klasifikasi(6)
a. Berdasarkan klinis dan epideologisnya, pneumonia dibedakan menjadi:
Pneumonia komuniti (community acquired pneumonia)
Pneumonia nosokomial (hospital acquired pneumonia)
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita immunocompromised
b. Berdasarkan bakteri penyebab:
Pneumonia bakterial/akut
Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Chlamydia
Pneumonia virus
Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder
c. Berdasarkan predileksi infeksi
Pneumonia lobaris
Bronkhopneumonia
Pneumonia intertisiel
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thorax
Airspace Pneumonia (Pneumonia lobaris)
Pada foto thoraks PA posisi erek tampak infiltrat di parenkim paru perifer
yang semiopak, homogen tipis seperti awan, berbatas tegas, bagian perifer lebih opak
dibandingkan bagian sentral. Konsolidasi parenkim paru tanpa melibatkan jalan udara
mengakibatkan timbulnya airbronkogram. Tampak pelebaran dinding bronkiolus.
Tidak ada volume loss pada pneumonia tipe ini. (7)
Perselubungan padat homogeny esuai dengan lobus atau segmen paru secara
anatomis, batas tegas walau pada mulanya agak kurang tegas, volume paru tidak
berubah, seringkali terjadi komplikasi efusi pleura dan empyema, bila terjadi pada
21
lobus inferior maka sinus phrenikokostalis
yang paling akhir terkena, pada
permulaan serin masih terlihat vaskular, pada
masa resolusi sering tampak
airbronchogram sign. (8)
Bronkopneumonia
Pada foto thoraks tampak
inflitrat peribronkial yang semiopak dan
inhomogen di derah hilus yang
menyebabkan batas jantung menghilang (silhouette sign). Tampak juga
airbronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitasi pada parenkim paru pada keadaan
yang lebih lanjut dimana semakin banyak alveolus yang terlibat maka gambaran opak
menjadi terlihat homogen. (7)
Pada bronkopneumonia kelainan berlokalisasi di lapangan tengah atau bawah
dari paru dengan batas yang tidak jelas atau tidak tegas dad distribusinya tersebar
secara acinous dengan berupa bercak kalau masih ada jaringan sehat diantaranya. Jika
prosesnya sudah meluas maka muncul bercak-bercak konfluens atau awan tipis/tebal
bahkan bisa terjadi perselubungan ringan pada seluruh paru bagian tengah dan bawah.(8)
Pneumonia intertisiel
Pneumonia intertisiel ditandai dengan pola linier atau retikuler pada parenkim
paru. Pada tahap akhir dijumpai penebalan jaringan intertisiel sebagai densitas
noduler yang kecil. (7)
22
Gambar 2.4 Foto PA RML pneumonia(9)
Gambar 2.5 Foto Lateral RML
pneumonia (9)
Gambar 2.6 Foto Bronkopneumonia (10)
23
Gambar 2.7 Foto Pneumonia intertisiel (10)
Gambar 2.8 Petunjuk Radiografi
dalam Diagnosis Etiologi Pneumonia(11)
Penatalaksanaan
24
Tindakan pengobatan PN dan PK(5):
1. Pasien pada awalnya diberikan terapi empirik yang ditujukan pada patogen
yang paling mungkin terjadi penyebab seperti tercantum pada tabel 1. Bila telah
ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat.
2. Evaluasi klinis dan data lab (suhu, leukosit, foto torak, oksigenasi, sputum
purulent, perubahan hemodinamik, dan fungsi organ)
BAB III
DISKUSI
I. PNEUMONIA
Laki-laki 50 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan utama abdominal pain
yang dialami sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Mual (+), muntah
(-), lemas (+), BAB dan BAK normal. Batuk (+) dengan lendir, nyeri ulu hati, BB
turun ±10 kg dalam 3 bulan. Mempunyai riwayat opname dengan keluhan yang sama.
Pada pemeriksaan fisis, tanda vital tekanan darah 100/70 mmHg, konjungtiva
anemis, bibir kering, bunyi pernapasan vesikuler, dan rhonki positif pada kedua paru.
Dari hasil pemeriksan fisis berupa rhonki positif serta pernapasan vesikuler,
berdasarkan kepustakaan ini menunjukkan adanya proses patologi yang terjadi di
25
mana fungsi pertukaran udara di paru mengalami gangguan karena adanya
konsolidasi paru yang menimbulkan suara rhonki. Seharusnya semua jalur
pernapasan bersih dari semua bahan infiltrat sehingga fungsi pertukaran udara dapat
berjalan dengan baik dan maksimal. Namun pada kasus ini terjadi peradangan pada
saluran pernapasan sehingga paru yang harusnya saat pemeriksaan perkusi berupa
sonor karena terisi udara berubah menjadi rhonki karena terisi cairan infiltrate dari
peradangan yang terjadi.(3,4)
Tampak perselubungan inhomogen terutama pada lapangan tengah dan
basal paru disertai corakan bronkovaskuler kasar serta airbronkogram positif yang
menunjukkan adanya pneumonia.(7,8,9,11)
II. BRONKOPNEUMONIA
Perempuan 76 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan utama BAB encer
dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi BAB 5 kali.
Muntah (+) dengan frekuensi 3 kali. Lemas (+), nyeri perut (+), demam (+), batuk (+)
dengan lendir berwarna hijau tanpa disertai darah, BAK (kuning lancar). Tidak ada
keterangan riwayat penyakit.
Pada pemeriksaan fisis, tanda vital tekanan darah 90/80 mmHg, konjungtiva
anemis, bibir kering, bunyi pernapasan vesikuler, dan rhonki positif pada paru kanan.
Dari hasil pemeriksan fisis berupa rhonki positif serta pernapasan vesikuler,
berdasarkan kepustakaan ini menunjukkan adanya proses patologi yang terjadi di
mana fungsi pertukaran udara di paru mengalami gangguan karena adanya
konsolidasi paru yang menimbulkan suara rhonki. Seharusnya semua jalur
26
pernapasan bersih dari semua bahan infiltrat sehingga fungsi pertukaran udara dapat
berjalan dengan baik dan maksimal. Namun pada kasus ini terjadi peradangan pada
saluran pernapasan sehingga paru yang harusnya saat pemeriksaan perkusi berupa
sonor karena terisi udara berubah menjadi rhonki karena terisi cairan infiltrate dari
peradangan yang terjadi.(3,4)
Tampak foto thoraks tampak infiltrat peribronkial yang semiopak dan inhomogen
di daerah hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang (silhouette sign).(7,8,9,11)
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. EGC.Jakarta: 2011 p. 1253
2. Scanlon, Valerie C. Tinasander. The Respiratory System. Library of Congress
in Publication. 2010. Hal. 344-352.
3. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sistem Edisi 6. 2011.
Jakarta : EGC p. 497-502
4. Guyton dan Hall . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. EGC.
Jakarta:2013 p. 495
5. Dahlan, Zul. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V,Pneumonia.
Interna Publishing. Jakarta:2009. p.2196-2201
6. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Layanan Primer Edisi 1 Tahun 2013
27
7. Malueka, Rusdy G. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press.
Yogyakarta:2011. p. 49-51
8. Adnan, M. Diktat Radiologi II. Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin-Aesculapius Makassar
9. Gay, Spencer B dkk. University of Virginia Health Sciences Center
Department of Radiology. Available at
https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/cxr/pathology3chest.html.
Accessed 19 Februari 2015
10. Muench, Dawn F. Lower Respiratory Tract Infections. Medscape Reference
11. Franquet, T. Imaging of Pneumonia: Trends and Algorithms. European
Respiratory Journal series Thoracic Imaging number 5. UK:2001
28