laporan kasus ppok

27
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. 1 Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat. 2 Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit degeneratif lainnya PPOK sangat mengganggu kualitas hidup diusia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama. 1

Upload: edwin-batara-saragih

Post on 07-Aug-2015

229 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Diagnosis PPOK, pengobatan PPOK, penyebab kematian PPOK, komplikasi PPOK

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum.1 Akhir-akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat.2 Meningkatnya usia hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit degeneratif lainnya PPOK sangat mengganggu kualitas hidup diusia lanjut. Bidang industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi

PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.1,2

2.2.

Prevalensi

Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit

tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.3

2

2.3.

Etiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1 Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.3 Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya :4 Asap rokok Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikelpartikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

3

Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan. Infeksi saluran nafas berulang Jenis kelamin Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Status sosio ekonomi dan status nutrisi Asma Usia Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan

2.4.

Patogenesis Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan selsel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang

4

memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.4 Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.4 Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5

2.5.

Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :4 1. Derajat I: PPOK ringan Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal. 2. Derajat II: PPOK sedang Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya. 3. Derajat III: PPOK berat Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi

5

sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. 4. Derajat IV: PPOK sangat berat Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

2.6.

Diagnosa Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :1 1. Anamnesis Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll. 2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya : Pernafasan pursed lips Takipnea Dada emfisematous atu barrel chest Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater Pelebaran sela iga Hipertropi otot bantu nafas Bunyi nafas vesikuler melemah Ekspirasi memanjang Ronki kering atau wheezing Bunyi jantung jauh 3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan: Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler meningkat Bulla Jantung pendulum

6

4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai : VEP1 < KVP < 70% Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80% prediksi 5. Uji Coba kortikosteroid 6. Analisis gas darah Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan

2.7.

Diagnosa Banding PPOK didiagnosa banding dengan :1 1. Asma Bronkial 2. Gagal jantung kongestif 3. Bronkiektasis 4. Tuberkulosis

2.8.

Penatalaksanaan Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah :1 Mencegah progesifitas penyakit Mengurangi gejala Meningkatkan toleransi latihan Mencegah dan mengobati komplikasi Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang Mencegah atau meminimalkan efek samping obat Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualitas hidup penderita Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana PPOK.5 Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :1

7

1. Evaluasi dan monitor penyakit PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru. Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit : Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan Riwayat timbulnya gejala atau penyakit Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok Dukungan dari keluarga

2. Menurunkan faktor resiko Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A : 1). Ask (Tanyakan) Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan

8

2). Advise (Nasehati) Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok 3). Assess (Nilai) Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok 4). Assist (Bantu) Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi 5). Arrange (Atur) Jadwal kontak lebih lanjut

3. Tatalaksana PPOK stabil Terapi Farmakologis a. Bronkodilator Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten) 3 golongan : o Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol o Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid o Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi

b. Steroid PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV) Eksaserbasi akut

c. Obat-obat tambahan lain

9

Mukolitik

(mukokinetik,

mukoregulator)

:

ambroksol,

karbosistein, gliserol iodida Antioksidan : N-Asetil-sistein Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin Antitusif : tidak rutin Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Terapi Non-Farmakologis a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD= PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi

hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptorkemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c. Nutrisi

10

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungs paru atau gerakan mekanik paru) Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1

DERAJAT Semua derajat Derajat I (PPOK Ringan)

KARAKTERISTIK VEP1 / KVP < 70 % VEP1 80% Prediksi

REKOMENDASI PENGOBATAN Hindari faktor pencetus Vaksinasi influenza kerja singkat (SABA,

a. Bronkodilator

antikolinergik kerja pendek) bila perlu b. Pemberian antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan Derajat II (PPOK sedang) VEP1 / KVP < 70 % 50% VEP1 80% Prediksi dengan atau tanpa gejala1.

Pengobatan

reguler Kortikosteroid inhalasi bila uji

dengan bronkodilator:a.

Antikolinergik kerja steroid positif lama sebagai terapi pemeliharaan

b. c. 2.

LABA Simptomatik

Rehabilitasi Pengobatan reguler Kortikosteroid

Derajat III (PPOK Berat)

VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 50% prediksi Dengan gejala atau tanpa

1.

dengan 1 atau lebih inhalasi bila uji bronkodilator:a.

steroid

positif

Antikolinergik

atau eksaserbasi

kerja lama sebagai berulang terapi pemeliharaanb. c. 2.

LABA Simptomatik

Rehabilitasi Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:a.

Derajat IV (PPOK sangat berat)

VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan

1.

Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

11

b. c. d.

LABA Pengobatan komplikasi Kortikosteroid memberikan inhalasi respons klinis bila atau

eksaserbasi berulang2. 3.

Rehabilitasi Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas

pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis). Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit: Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam) Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroid intravena: pada keadaan berat Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis. Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap : Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat Gagal napas akut pada gagal napas kronik Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :

12

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat. Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

2.9.

Prognosa Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.6

2.10. Komplikasi Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia6

13

BAB III LAPORAN KASUS

REKAM MEDIS Nama No.MR Agama Status Pendidikan Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Tanggal Masuk : Tn. Regiel Sitanggang : 05.16.11 : Protestan : Kawin : Tamat SMP : 50 tahun : Laki-laki : Petani : Paraduan : 05 Desember 2012

ANAMNESIS Keluhan Utama Telaah : Nyeri Dada :

Hal ini dialami os sejak beberapa bulan ini dan paling memberat sejak hari ini. Nyeri dada (-). Keringat dingin (+), mual (-), muntah (-), riw. batuk (+) berdahak. Os merupakan pasien lama dan terakhir kali dirawat beberapa hari sebelum os masuk lagi hari ini, saat terakhir dirawat os meminta pulang sendiri. RPT : PPOK, CPC RPO : tidak jelas

Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Status Present Tekanan Darah HR RR Temp : Lemah : CM : 150/- mmHg : 120 x/menit, reg : 60 x/menit : 36,5 C Cyanosis Orthopnoe Dyspnoe Ikterus Oedema : (-) : (-) : (+) : (-) : (-)

Kepala : mata : anemis (-), ikterus (-) Leher : TVJ R+2 cmH2O, pembesaran KGB (-), struma (-) 14

Thorax : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Simetris fusiformis : SF Ki=Ka : sonor pada kedua lapangan paru : SP : ekspirasi memanjang ST : wheezing (+) pada seluruh lapangan kedua paru ronki basah (-)

Abdomen:

Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba Auskultasi : peristaltik (+) N

Extremitas:

Superior : sianosis (-), clubbing (-) Inferior : oedema pretibial (-) , pulsasi arteri : (+/+). Akral : dingin, FN 120 x/i, reguler, t/v cukup

Hasil Lab (7 Juli 2010) Darah Lengkap: Hb: 14,6 % WBC: 12.900/mm3 Ht: / 43,7 % PLT: 207.000/mm3

Metabolisme Karbohidrat: Glukosa darah: 241 mg/dL

Ginjal: Ureum: 58 mg/dL Kreatinin: 1.2 mg/dL

Hati: SGOT : 69 u/l SGPT : 60 u/l Diagnosis Kerja : PPOK eksaserbasi akut + CPC

Pengobatan : - Tirah baring - O2 3 l/i - IVFD RL 20 gtt/i 15

- Ventolin nebul pasien tidak tahan - Inj. Aminofilin 1 amp (bolus) dihentikan karena HR 160 x/i - Inj. Dexamethasone 2 amp - Inj. Furosemide 1 amp

Pasien kemudian dikonsulkan ke dr. penyakit dalam : Diagnosis : CPC ec PPOK eksaserbasi akut + CAD Pengobatan : - Tirah baring - Pasang kateter urine - IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i - Inj. Furosemide 1 amp/24 jam - Dopamine 1 amp dalam 50 cc NaCl 0,9% mulai 3 gtt/i sampai 5 gtt/i - Clopidogel 4 tab selanjutnya 1 x 75 mg - Aspilet 1 tab selanjutnya 1 x 80 mg - Digoxin 1 x 0,25 mg - Laxadine 1 x C1 - Anjuran Rujuk ke RS dengan fasilitas ventilator

FOLLOW UP PASIEN Pukul 01.05 01.10 01.15 01.20 01.25 S Apnoe Apnoe Apnoe Apnoe TD -/-/-/-/FN RR RC -/-/-/-/RK +/+ +/+ -/-/Pupil 3 mm 3 mm 3 mm 4 mm Inj. Epinepin 2 amp Tindakan RJPO

Pasien dinyatakan exit dihadapan dokter, perawat dan keluarga pasien

16

BAB IV PEMBAHASAN

Hasil Pembelajaran 1. Subyektif Pasien mengeluhkan sesak nafas hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Selama beberapa tahun terakhir pasien memang sudah mengalami sesak nafas dan telah berulang kali berobat ke rumah sakit.

2. Obyektif Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sangat mendukung diagnosis PPOK eksaserbasi akut.

3. Assessment Eksaserbasi yang terjadi pada pasien PPOK biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran nafas baik atas maupun bawah. Pada pasien ini dapat terlihat adanya infeksi berdasarkan pemeriksaan darah rutin yaitu leukosit pasien 12.900/mm3, untuk itu pelu diberikan antibiotik yang kuat tehadap pasien ini. Pemberian nebulisasi beta agonis sepeti formeterol sangat diperlukan pada pasien ini, namun pada saat dilakukan nebulisasi pasien tidak tahan dan semakin sesak sehingga nebulisasi dihentikan dan sebagai terapi pengganti diberikan aminofilin, namun saat diberikan frekuensi nadi pasien semakin meningkat menjadi 160 x/i sehingga pemberian dihentikan. Sesak nafas yang dialami pasien tidak mengalami perbaikan setelah dikonsulkan ke dr penyakit dalam dan diberikan terapi tambahan seperti furosemide, ISDN, aspilet, clopidogrel, dopamine. Frekuensi nafas pasien tetap tinggi dan seharusnya dilakukan pemeriksaan analisa gas darah arteri, namun tidak dapat dilakukan di rumah sakit ini. Berdasarkan teori juga pasien seharusnya dilakukan pemasangan intubasi dengan pemberian obat pelemas otot pernafasan dan dihubungkan dengan mesin bantu nafas, namun rumah sakit ini tidak memiliki fasilitas tersebut.

17

Oleh karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan di rumah sakit ini, pasien akhirnya mengalami fatik jalan nafas dan akhinya mengalami apnoe dan henti jantung, lalu dilakukan tindakan resusitasi selama 20 menit dan akhirnya pasien dinyatakan meninggal.

4. Plan Diagnosis: kematian pada pasien ini disebabkan oleh terjadinya gagal nafas akibat PPOK yang telah dialami pasien selama ini.

Pengobatan: telah diberikan pengobatan yang dapat dilakukan di RS ini. Namun demikian, pasien dengan kondisi ini selayaknya mendapat perawatan di ICU dan menggunakan ventilator.

Pendidikan: menjelaskan kepada keluarga mengenai penyebab kematian pasien.

Konsultasi: dilakukan konsultasi dengan bagian penyakit dalam untuk konfirmasi diagnosis dan penanganan yang lebih mendalam.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006. p. 1-18. 2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5. 3. GOLD. Pocket Guide to PPOK Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldPPOK.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989 4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldPPOK.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116 5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8. 6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 105-8

19