laporan kasus hernia inguinalis fidha

29
LAPORAN KASUS HERNIA INGUINALIS LATERALIS IREPONIBILIS OLEH: NURUL MUFIDAH DAMRY PEMBIMBING dr. ALFRETH LANGITAN, Sp.B., FINACS DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS PADA BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO

Upload: fafaaaa

Post on 15-Feb-2016

253 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

LAPORAN KASUS

HERNIA INGUINALIS LATERALIS

IREPONIBILIS

OLEH:

NURUL MUFIDAH DAMRY

PEMBIMBING

dr. ALFRETH LANGITAN, Sp.B., FINACS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS PADA

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2015

Page 2: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

BAB I

PENDAHULUAN

Hernia adalah istilah umum yang menggambarkan adanya benjolan atau

protrusi suatu organ atau jaringan ke dalam jalur abnormal secara struktural. Kata

hernia berasal dari latin yang berarti “ruptur”. 1

Meskipun ada banyak jenis hernia, yang paling sering ditemukan adalah

yang berkaitan dengan abdomen, dimana 75% dari seluruh hernia adalah pada

daerah inguinal. Angka kejadian hernia dinding abdominal terjadi kurang lebih

4.7 juta kasus secara berkala. 1

Kejadian hernia inguinal adalah sekitar 9 : 1 pada laki-laki dibandingkan

pada perempuan dengan insiden tertinggi pada usia 40 – 59 tahun. Di Amerika

Serikat diperkirakan satu dari empat pria di Amerika Serikat secara medis telah

diketahui mengalami hernia inguinalis. 1

Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia inguinal

direk, indirek, serta hernia femoralis; hernia insisional 10%, hernia ventralis 10%,

hernia umbilikalis 3%, dan hernia lainnya sekitar 3%. 2

Risiko untuk terjadinya hernia inguinal diperkirakan sekitar 27% pada pria

dan 3% pada wanita. Frekuensi perbaikan melalui prosedur bedah bervariasi di

setiap negara dan berkisar sekitar 10 kasus per 100.000 populasi di Inggris dan 28

kasus per 100.000 di Amerika Serikat. 3

1

Page 3: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis

internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan

aponeurosis otot transversus abdominis. Di medial bawah, di atas

tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis externus,

bagian terbuka dari aponeurosis otot oblikus abdominis. Atapnya ialah

aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis dan di dasarnya terdapat

ligamentum inguinale. Kanalis inguinalis berisis funikulus spermatikus

pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan. 2

Dinding abdomen pada regio inguinal terdiri atas peritoneum, fasia

transversalis, musculus obliquus internus dan eksternus dan struktur

aponeurosisnya beserta kulit. Kegagalan fasia transversalis untuk

mencegah isi intraabdominal untuk mengalami protrusi secara anatomis,

yang kemudian dikenal sebagai orifisium miopektinal Fruchaud,

merupakan penyebab terjadinya hernia inguinal. 3

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena

keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang

terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian

masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol

keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut,

tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga disebut hernia skrotalis.

Kantong hernia berada di dalam otot kremaster, terletak anteromedial

terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funikulus spermatikus. 2

Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis,

menonjol langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang

dibatasi oleh ligamentum inguinale di bagian inferior, pembuluh

2

Page 4: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian medial.

Dasar segitiga Hesselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat

oleh serat aponeurosis otot transversus abdominis yang kadang tidak

sempurna sehingga daerah ini berpotensial melemah. Hernia medialis,

karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum,

umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar. 2

Nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis mempersarafi otot di

regio inguinalis, sekitar kanalis inguinalis, funikulus spermatikus, serta

sensibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai

atas bagian proksimomedial. 2

II. DEFINISI

Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian

lemah dari dinding rongga bersangkutan. Menurut sifatnya, hernia disebut

reponibel bila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika berdiri

atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk

perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau gejala

obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam

rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan

oleh pelekatan isi kantong kepada peritoneum kantong. Hernia ini disebut

hernia akreta. Masih tidak ada keluhan nyeri, tidak juga tanda sumbatan

usus. 2

Hernia disebut inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit

oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat

kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau

vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia inkarserata lebih dimaksudkan

untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase, sedangkan hernia

strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai

gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi

telah terjadi pada saat jepitan dimulai dengan berbagai tingkat gangguan

mulai dari bendungan sampai nekrosis. 2

3

Page 5: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, hernia

disebut hernia skrotalis. 2

III. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.

Hernia dapat dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki

daripada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada

pembentukan pintu masuk hernia di anulus internus yang cukup lebar

sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan

pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah

terbuka cukup lebar itu. 2

Beberapa studi menunjukkan bahwa pria dengan berat badan berlebih

atau obesitas memiliki risiko yang lebih rendah untuk terjadinya hernia

inguinal dibandingkan dengan pria dengan berat badan normal. 1

IV. PATOGENESIS

Ketika otot dinding perut berelaksasi, bagian yang membatasi anulus

internus turut kendur. Pada keadaan itu, tekanan intraabdomen tidak

tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot

dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih mendatar dan

anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke

dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi

akibat kerusakan nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis setelah

apendektomi. 2

4

Page 6: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

V. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi

hernia. Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya

benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau

mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang

dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau

paraumbilikal berupa nyeri visera karena regangan pada mesenterium

sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri

yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi

karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren. 2

Gejala pada hernia inguinalis bisa bertahap namun, bisa juga terjadi

tiba-tiba, seperti pada kasus hernia inkarserata. Pasien biasanya

mengeluhkan adanya nyeri pada daerah inguinal. Nyeri biasa bertambah

pada manuver Valsava. Aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan

intraabdominal seperti batuk, mengangkat beban berat, atau mengedan

5

Page 7: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

menyebabkan isi abdomen masuk lebih dalam ke kantong. Jika ini terjadi,

ukuran hernia terus meningkat. 1

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dari hernia inguinal biasanya dilakukan melalui anamnesis

riwayat dan hasil dari pemeriksaan fisik. Dikatakan bahwa sensitivitas

dan spesifisitas dari sebuah pemeriksaan fisik adalah 75% dan 96%. 1

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada

inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis

yang muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari

lateralis atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat

diraba pada funikulus spermatikus dengan cara menggesek dua lapis

kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda

ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sulit

ditemukan. Kalau kantong hernia berisi organ, bergantung isinya, pada

palpasi mungkin teraba usus, omentum, atau ovarium. Dengan jari

telunjuk, atau jari kelingking pada pasien anak, dapat dicoba mendorong

isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus

sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak.

Jika hernia tersebut dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam

anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh

hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau bagian sisi jari yang

menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Isi hernia, pada bayi

perempuan, yang teraba seperti sebuah massa padat, biasanya terdiri atas

ovarium. 2

Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi atau

jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya batas yang jelas di

sebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus. 2

6

Page 8: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum.

Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya. 2

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Herniografi

Dalam teknik ini, 50 – 80 ml medium kontras iodin positif

dimasukkan dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum

yang lembut. Pasien berbaring dengan kepala terangkat dan

membentuk sudut kira-kira 25 derajat. Tempat yang kontras di daerah

inguinalis yang diam atau bergerak dari satu sisi ke sisi lain akan

mendorong terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa

inguinal adalah suprapubik, medial dan lateral. Pada umumnya fossa

inguinal tidak mencapai ke seberang pinggir tulang pinggang agak

ketengah dan dinding inuinal posterior. Hernia tak langsung muncul

dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia

langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik. 4

Pemeriksaan tambahan seperti radiologi jarang dilakukan untuk

menegakkan diagnosis dari hernia, namun terkadang bermanfaat pada

kondisi-kondisi tertentu, seperti hernia yang rekuren atau kemungkinan

adanya hidrokele. Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu dalam hal

ini, dimana sensitifitasnya adalah lebih dari 90% dan spesifisitas adalah

82% – 86%. 1

VIII. PENATALAKSANAAN

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan

pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia

yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis

strangulata kecuali pada pasien anak. Reposisi dilakukan secara bimanual.

Tangan kiri memegang isi hernia sambil membentuk corong sedangkan

tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan

7

Page 9: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak, inkarserasi

lebih sering terjadi pada usia di bawah 2 tahun. Reposisi spontan lebih

sering terjadi dan, sebaliknya, gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi

dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia

pada anak lebih elastis. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak

menggunakan sedatif dan kompres es di atas hernia. Bila reposisi berhasil,

anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia

tidak berhasil, operasi harus segera dilakukan dalam waktu enam jam. 2

Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan untuk menahan

hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga

harus dipakai seumur hidup. 2

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia

inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis

ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan

hernioplasti. 2

Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke

lehernya. kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada pelekatan,

kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu

dipotong. 2

Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis

internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.

Hernioplasti lebih penting dalam mencegah terjadinya residif

dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti.

Dikenal berbagai metode hernioplasti, seperti memperkecil anulus

inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat

fasia transversal, dan menjahitkan pertemuan otot transversus internus

abdominis dan otot oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama

conjoint tendon, ke ligamentum inguinale Pouparti menurut metode

Bassini, atau menjahitkan fasia transversal, otot transversus abdominis,

dan otot oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper pada motode

Lotheissen-McVay. 2

8

Page 10: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

Metode Bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama

diperkenalkan tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan

rekonstruksi dasar lipat paha dengan cara mendekatkan muskulus oblikus

internus abdominis, muskulus transversus abdominis, dan fasia

transversalis ke traktus iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik ini

dapat diterapkan baik pada hernia direk maupun indirek. 2

Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik

herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan pada otot-otot

yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 1980an,

dipopulerkan pendekatan teknik operasi bebas regangan menggunakan

mesh (hernioplasti bebas regangan), dan sekarang teknik ini banyak

dipakai. Pada teknik ini digunakan mesh prostesis untuk membentuk fasia

transversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahitkan

otot-otot ke ligamentum inguinale. 2

Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada

dewasa dilaporkan berkisar 0,6 – 3%. Pada hernia inguinalis lateralis,

penyebab residif yang paling sering ialah penutupan anulus inguinalis

internus yang tidak memadai, dan tidak teridentifikasinya hernia femoralis

atau hernia inguinal direk. Sementara itu, kekambuhan dari perbaikan

hernia direk adalah 1 – 28%.

Pada operasi hernia, secara laparokopik, mesh prostesis diletakkan di

bawah peritoneum secara intraperitoneal on lay mesh prosedur (IPOM)

pada dinding perut atau ekstraperitoneal secara transabdominal

preperitoneal technique (TAPP) atau total esktraperitoneal mesh

placement (TEP).

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi

hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia

ireponibel. Hal ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya

terdiri atas omentum, organ esktraperitoneal atau merupakan hernia akreta.

9

Page 11: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Isi hernia dapat

pula tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia inkarserata yang

menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat

terjadi total atau parsial seperti pada hernia Richter. Bila cincin hernia

sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis.

10

Page 12: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

BAB III

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. DW

Umur : 61 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Tinombo

Pekerjaan : Petani Coklat

Tanggal Masuk : 28 April 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Benjolan pada buah zakar sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk dengan keluhan munculnya benjolan pada buah zakar

sebelah kanan yang dialami sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk

rumah sakit. Awalnya benjolan masih bisa naik turun, namun sejak 4

bulan terakhir, benjolan sudah tidak bisa naik. Benjolan pertama kali

muncul setelah pasien mengangkat karung cokelat. Setelah itu, diurut

dan benjolan menghilang. Benjolan muncul pada saat pasien berdiri

dan menghilang pada saat berbaring. Benjolan tidak terasa nyeri.

BAB dan BAK normal.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan sesak nafas yang dirasakan sejak

4 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien memiliki riwayat sakit kolesterol, asam urat dan tekanan darah

tinggi. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung, namun tidak

terkontrol. Pasien terakhir kali berobat kurang lebih 2 bulan yang lalu.

11

Page 13: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

Riwayat Keluarga : (-)

Riwayat Pengobatan

Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter ahli bedah, namun

dan sudah disarankan untuk dilakukan operasi, namun karena riwayat

penyakit tekanan darah dan pasien sesak nafas, pasien disarankan

untuk dirujuk ke ahli kardiologi.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Keadaan Umum : sakit berat

Kesadaran : composmentis

Status Gizi : gizi kurang

Tekanan Darah : 160/110 mmHg

Nadi : 108 kali/menit

Pernapasan : 32 kali/menit

Suhu : 36ºC

Kepala

Konjungtiva anemis : (-)/(-)

Sklera ikterik : (-)/(-)

Pupil isokor : (+)/(+)

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Pembesaran tiroid : (-)

Thorax

Inspeksi : simetris bilateral (+), cicatrix (-), massa (-), retraksi (-)/(-)

Palpasi : vocal fremitus kiri sama dengan kanan, massa (-)

Perkusi : sonor (+)/(+), batas paru hepar SIC VI midclavicula dextra

Auskultasi : vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)

Jantung

Inspeksi : simetris bilateral (+), cicatrix (-), massa (-), retraksi (-)/(-)

Palpasi : vocal fremitus kiri sama dengan kanan, massa (-)

12

Page 14: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

Perkusi : sonor (+)/(+), batas paru hepar SIC VI midclavicula dextra

Auskultasi : BJ I/II murni reguler

Abdomen :

Inspeksi : tampak lemas, tumor (-), cicatrix (-)

Auskultasi : peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : timpani (+), nyeri ketuk (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

Ekstremitas

Superior : akral hangat (+)/(+), edema (-)

Inferior : akral hangat (+)/(+), edema (-)

Genitalia : status lokalis

Status Lokalis

Regio : Skrotalis dextra

Inspeksi : tumor (+), warna kemerahan, luka (-)

Palpasi : nyeri tekan (+), suhu lebih hangat dibandingkan daerah

sekitar. Finger test (+) teraba pada ujung jari.

Auskultasi : peristaltik (-)

IV. RESUME

Pasien, laki-laki umur 61 tahun, masuk dengan keluhan tumor pada regio

scrotalis yang dialami sejak ±1 tahun SMRS. Awalnya tumor masih

bersifat reponibilis, namun sejak 4 bulan terakhir, bersifat ireponibilis.

BAB & BAK lancar. Pasien juga mengeluhkan adanya dispneu sejak 4

bulan terakhir.

Pasien memiliki riwayat sakit kolesterol, asam urat dan tekanan darah

tinggi. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung, namun tidak

terkontrol. Pasien terakhir kali berobat kurang lebih 2 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa adanya tumor pada scrotum

dextra, dan adanya nyeri tekan, dengan suhu lebih hangat. Selain itu,

Finger test (+), teraba pada ujung jari.

13

Page 15: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

RBC 4,55 x 106/mm3 4,5 – 6,5 x 106/mm3

HGB 8,8 g/dL 13,0 – 17,0 g/dL

HCT 27,8 % 40,0 – 54,0 %

PLT 466 x 103/mm3 150 – 500 x 103/mm3

WBC 16,7 x 103/mm3 4,0 – 10,0 x 103/mm3

Kimia Darah

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

GDS 168,1 mg/dl 74,0 – 100,0 mg/dl

Ureum 34,5 mg/dl 18,0 – 55,0 mg/dl

Kreatinin 1,17 mg/dl 0,70 – 1,30 mg/dl

VI. DIAGNOSIS

Hernia Inguinalis Lateralis (HIL) Dextra + Hypertensive Heart Disease

(HHD)

VII. PENATALAKSANAAN

IVFD RL

Injeksi Ranitidin 1 ampul/IV/12 jam

Injeksi Ketorolac 1 ampul/IV/8 jam

Injeksi Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/IV

Injeksi Furosemide 1 ampul / IV

ISDN 3 x 5 mg

Alprazolam 0,5mg 0 – 0 – 1

14

Page 16: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis, didapatkan pasien datang dengan adanya keluhan

benjolan yang muncul pada buah zakar yang sudah dialami sejak kurang lebih 1

tahun SMRS. Awalnya benjolan tersebut masih bisa keluar masuk, namun

sekarang sudah tidak bisa masuk kembali. Berdasarkan teori, hernia inguinalis

lateralis biasanya terlihat sebagai benjolan pada daerah inguinal dan meluas ke

depan atau ke dalam skrotum. Adanya riwayat bengkak pada pangkal paha, labia

atau skrotum berulang-ulang yang hilang secara spontan adalah tanda klasik untuk

hernia inguinalis lateralis. Benjolan yang keluar namun tidak dapat masuk

kembali lagi menandakan bahwa hernia tersebut termasuk dalam klasifikasi hernia

inguinalis ireponibilis. Hernia inguinalis ireponibilis adalah jika isi kantong tidak

dapat direposisi kembali ke dalam perut. 1,5

Selain itu, pasien juga mengatakan bahwa tidak ada keluhan nyeri dan

BAB lancar. Berdasarkan teori, keluhan nyeri jarang ditemukan pada hernia

inguinalis lateralis, terkecuali jika terjadi inkarserasi karena ileus atau nekrosis

atau gangren. Anamnesis mengenai BAB dilakukan untuk mengetahui klasifikasi

dari hernia, apakah termasuk akreta, inkarserata, atau strangulata. BAB lancar

pada pasien menandakan bahwa tidak ada gangguan pasase usus, sehingga tidak

termasuk ke dalam hernia inguinalis inkarserata.

Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa pasien juga memiliki riwayat

hernia inguinalis lateralis reponibilis, dimana pasien mengeluhkan adanya

benjolan pada lipat paha selama kurang lebih 1 tahun yang lalu dan masih bisa

keluar masuk. Menurut teori, keluhan yang diperoleh pada hernia reponibel

15

Page 17: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk,

bersin, atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. 2

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya benjolan pada skrotum yang

berwarna kemerahan. Dari palpasi diperoleh bahwa terdapat nyeri tekan, dan

suhu lebih hangat dibandingkan daerah sekitar. Hasil pemeriksaan Finger Test

juga menunjukkan hasil positif, dan teraba pada ujung jari. Dan pada auskultasi,

tidak terdengar adanya peristaltik usus. Jika pada auskultasi tidak terdengar

adanya peristaltik usus, menandakan bahwa kemungkinan besar yang masuk

adalah omentum. Terlebih lagi jika pada pasien tidak ditemukan adanya

perubahan pada pola defekasi atau terdapat tanda-tanda ileus. Manuver Finger

test dilakukan untuk menilai apakah hernia merupakan hernia inguinalis lateralis

atau medialis. 2

Pada kasus hernia inguinalis lateralis, pemeriksaan darah rutin kurang

menunjang untuk penegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah rutin dilakukan

untuk menilai apakah ada komorbid yang lain, seperti infeksi atau anemia. Pada

pasien ini, ditemukan adanya leukositosis pada pemeriksaan penunjang, yang

merupakan indikasi untuk diberikan antibiotik.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang

dapat ditegakkan diagnosis bahwa pasien mengalami hernia inguinalis lateralis

ireponibilis. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori.

Untuk penatalaksanaan dari hernia inguinalis lateralis, adalah dilakukan

tindakan operatif. Pada pasien ini, sudah dianjurkan untuk dilakukan tindakan

operasi. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori, dimana penatalaksanaan untuk

hernia inguinalis adalah tindakan operatif berupa herniotomy ataupun

hernioplasti.

16

Page 18: Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha

DAFTAR PUSTAKA

1. LeBlanc, KE, LeBlanc, LL, LeBlanc, KA, 2013. ‘Inguinal Hernias:

Diagnosis and Management’, dalam American Family Physician, Vol. 87,

No. 12, pp 844 – 848, diakses 27 Mei 2015, dari

<http://www.aafp.org/afp/2013/0615/p844.pdf>

2. Sjamsuhidajat, R, dkk, 2010, ‘Buku Ajar Ilmu Bedah’, EGC: Jakarta

3. Fitzgibbonz, RJ, Forse, RA, 2015, ‘Groin Hernias in Adults’, dalam The

New England Journal of Medicine, No.372, pp 756-63, diakses 26 Mei

2015, dari < http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp1404068>

4. Brunicardi, FC, Andersen, DK, et al, 2010, ‘Schwartz’s Principles of

Surgery: Ninth Edition’, McGraw-Hills, New York

5. Townsend, CM, Beauchamp, RD, et al, 2012, ‘Sabiston Textbook of

Surgery’, Elsevier Saunders, Canada.

17