laporan hasil observasi tritih

39
LAPORAN TUGAS OBSERVASI HUTAN MANGROVE (Hutan Wisata Payau Tritih Kec.Tritih Kulon Kab.Cilacap) Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Biologi SD Semester Genap Dosen Pengampu : Subuh Anggoro, S.Pi., M.Pi Disusun Oleh : 1. Sigit Prayogo 1001100172 2. Suripto 1001100123 3. Queen Elvina 1001100138 4. Wisda Amalia Putri 1001100045 5. Yuliant Fitri 1001100084 Kelas B Semester II PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

Upload: wisda-putri

Post on 14-Jun-2015

5.169 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Laporan hasil observasi hutan payau Tritih, Cilacap

TRANSCRIPT

LAPORAN TUGAS OBSERVASI HUTAN MANGROVE

(Hutan Wisata Payau Tritih Kec.Tritih Kulon Kab.Cilacap)

Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Pada Mata Kuliah Biologi SD Semester Genap

Dosen Pengampu : Subuh Anggoro, S.Pi., M.Pi

Disusun Oleh :

1. Sigit Prayogo 1001100172

2. Suripto 1001100123

3. Queen Elvina 1001100138

4. Wisda Amalia Putri 1001100045

5. Yuliant Fitri 1001100084

Kelas B Semester II

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

TAHUN 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “Laporan Tugas Observasi Hutan

Mangrove” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tidak lupa kami sampaikan

kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan syafa’at

bagi kita membimbing dari zaman kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada :

1. Bapak Subuh Anggoro,S.Pi.,M.Pi selaku dosen pengampu yang telah

membimbing kami dalam penyelesaian tugas ini.

2. Bapak Sarjono selaku pengelola Hutan Wisata Tritih,Cilacap yang

telah memberi banyak informasi bagi kami dalam penyusunan laporan

hasil observasi hutan mangrove.

3. Orang tua kami tercinta yang telah mendukung dan memberi doa restu

bagi kami dalam kegiatan observasi sampai penyusunan laporan ini.

4. Segenap teman - teman yang telah membantu baik secara moril

maupun tenaga guna penyelesaian laporan observasi ini. Juga kepada

pihak terkait yang membantu kelancaran penyusunan laporan observasi

ini kami ucapkan banyak terima kasih.

Kami sadar dalam penyusunan laporan observasi ini masih jauh dari

sempurna, mudah -mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran

selalu kami tunggu guna kesempurnaan makalah di waktu mendatang.Mudah-

mudahan laporan tugas observasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................

A.Latar Belakang.....................................................................................

B.Tujuan..................................................................................................

C.Manfaat................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................

A.Pengertian Hutan Mangrove................................................................

B.Karakteristik Ekosistem Mangrove......................................................

C.Flora Mangrove....................................................................................

D.Fauna Mangrove..................................................................................

E.Manfaat dan Fungsi Ekosistem Mangrove...........................................

F.Pola Interaksi Pada Ekosistem Mangrove............................................

BAB III HASIL OBSERVASI.........................................................................

A.Sekilas Tentang Hutan Wisata Payau Tritih Cilacap...........................

B.Flora dan Fauna di Hutan Payau Tritih................................................

C.Kerusakan Hutan Wisata Payau Tritih.................................................

BAB IV PENUTUP..........................................................................................

A.Kesimpulan..........................................................................................

B.Saran.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang

dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air.

Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis

pasang surut. Nybakken (1988) bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang

digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik didominasi oleh

beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan

untuk tumbuh dalam perairan asin.

Beberapa jenis umum yang dijumpai di Indonesia adalah Bakau

(Rhizophora), Api-api(Avicennia), Pedada(Sonneratia), Tanjang (Bruguiera), Nyirih

(Xylocarpus).

Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan oleh beberapa

faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasangan pasang surut dan

salinitas (Bengen 2001).

Parameter lingkungan yang utama yang menentukan kelangsungan hidup

dan pertumbuhan mangrove adalah:

Pasokan air tawar dan salinitas

Stabilitas substrat

Pasokan nutrien

Ketersediaan air tawar dan salinitas (kadar garam) mengendalikan efisiensi

metabolisme dari ekosistim mangrove. Ketersediaan air bergantung pada:

Frekuensi dan volume aliran air tawar

Frekuensi dan volume pertukaran pasang surut

Tingkat evavorasi

Stabilitas substrat, kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove

adalah nibah (ratio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang sangat

dipengaruhi oleh kecepatan aliran air tawar dan muatan sedimen yang dikandungnya,

laju pembilasan oleh arus pasang surut, dan gaya gelombang. Sedang pasokan

nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling yang

terkait, meliputi input/export dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta

pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring makanan berbasis detritus.

Konsentrasi relatif dan nisbah (ratio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk

pemeliharaan produktivitas ekosistem dan ditentukan oleh :

Frekuensi,jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air

tawar

Dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum 1982)

Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove

merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan setelah

melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan

berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang

terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting sampai akhir dimangsa oleh

manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga merupakan

pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan obsevasi kami adalah :

1. Untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Biologi SD

semester genap.

2. Untuk mengetahui karakteristik ekosistem mangrove.

3. Untuk mengetahui flora dan fauna apa saja yang ada pada ekosistem

mangrove.

4. Untuk memahami peran dan fungsi hutan mangrove.

C. Manfaat

Manfaat yang kami peroleh setelah melakukan kegiatan observasi ini

adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui komponen ekosistem apa saja yang

ada di hutan mangrove.

2. Mahasiswa dapat lebih memahami fungsi dan peran hutan mangrove

sehingga lebih mencintai lingkungan serta ikut serta dalam upaya

pelestariannya.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Hutan Mangrove

Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-

rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut

air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran

dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran

ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan

lumpur yang dibawanya dari hulu

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang

surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan

dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove

mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor).

Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang

miskin oksigen atau bahkan anaerob.

Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara

ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan

laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun

yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses bahari seperti

pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir

di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan

seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang

dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan

dan pencemaran.

B. Karakteristik Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove hanya didapati di daerah tropik  dan sub-tropik.

Ekosistem mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan ciri-

ciri ekologik sebagai berikut:

1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-

bahan yang  berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.

2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun

hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini

akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem mangrove itu sendiri.

3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air

atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah

pasokan unsur hara dan lumpur.

4. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5ºC dan suhu

rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20ºC.

5. Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas

mencapai 38 ppt.

6. Arus laut tidak terlalu deras.

7. Tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan gempuran

ombak yang kuat.

8. Topografi pantai yang datar/landai.

Habitat dengan ciri-ciri ekologik tersebut umumnya dapat ditemukan di

daerah-daerah pantai yang dangkal,  muara-muara sungai dan pulau-pulau yang

terletak pada teluk.

C. Flora Mangrove

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :

1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang

menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan

membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur

komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus

(bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai

mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia,

Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera,

Laguncularia dan Nypa.

2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk

tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam

struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras.

Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia

dan Pelliciera.

3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus,

Calamus, dan lain-lain.

Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari

pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan

tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi

yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran)

dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan

mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam

mengontrol zonasi adalah :

Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air

(water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut

dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.

Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah,

tingginya muka air dan drainase.

Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap

kadar garam.

Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species

intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia.

Pasokan dan aliran air tawar.

D. Fauna Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna

khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna

tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau

tempat berkembang biak.

Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa

sederhana sampai burung, dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat

dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi

fauna yang terdapat di hutan mangrove Kab Subang termasuk kedalam fauna laut

yang didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya

didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh

Bracyura.

E. Manfaat dan Fungsi Ekosistem Mangrove

Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan

saling berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing

elmen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung.

Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan)

secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan

mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan

kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.

1. Secara Fisik

1) Penahan abrasi pantai.

2) Penahan intrusi (peresapan) air laut.

3) Penahan angin.

4) Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan

bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai.

5) Penyerapan karbon. Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik

(C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada

sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon

kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru

mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk.

Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon

dibandingkan dengan sumber karbon.

6) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu

menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga

keseimbangan iklim mikro terjaga.

7) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan

bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi

berkembangnya kondisi alam.

8) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau

membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur

berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena

bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan

hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

9) Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung

memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan

proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai

sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.

10) Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan

dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara

kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam

hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif

2. Secara Biologi

1) Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan)

biota laut seperti ikan dan udang).

2) Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama

(pakan cacing, kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya

menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai

makanan dalam suatu ekosistem.

3) Tempat hidup berbagai satwa langka, seperti burung. Lebih dari 100

jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan

dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug

pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia

(Limnodrumus semipalmatus).

4) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat

besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial

maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.

5) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat

tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses

ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

3. Secara Sosial dan Ekonomi

1) Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian).

Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun

dari kehidupan yang ada di dalamnya. Selain itu, dalam upaya

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hutan mangrove

berperan sebagai laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan

penelitian dan pendidikan.

2) Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan

baku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah.

3) Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net

dan penyamakan kulit.

4) Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah),

dan obat-obatan (daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat

tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi,

dan lain-lain).

5) Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan

petambak., dan pengrajin atap dan gula nipah.

6) Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air

merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan

lingkungan.

F. Pola Interaksi pada Ekosistem Mangrove

Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan

lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya

sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal

balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi didalam

ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai makanan/ aliran energy dan siklus

biogeokimia.

Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam

bentuk predasi. Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari

sumbernya melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang

berulang kali (Romimohtarto dan Juwana,1999). Terdapat tiga macam rantai pokok

(Anonim 2008).yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.

1. Rantai Pemangsa

Landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai

pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I,

dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke

2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai

konsumen ke-3.

2 . Rantai Parasit

Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup

sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.

3. Rantai Saprofit

Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri.

Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang

lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan.

Secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan yang terdiri dari :

a) Rantai Makanan Langsung

Rantai makanan langsung adalah peristiwa makan memakan mulai dari

tingkatan trofik terendah yaitu fitoplankton sampai ke tingkatan trofik tertinggi yaitu

ikan karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan reptil . Hal inidapat dilihat

pada ilustrasi berikut :

Rantai makanan langsung, bukanlah sebuah proses ekologi yang dominan

terjadi di dalam ekosistem mangrove. Oleh karena spesies ikan yang terdapat dalam

ekosistem mangrove,

utamanya konsumer trofik tertinggi, kebanyakan adalah ikan pengunjung

pada periode tertentu atau musim tertentu. Nontji (1993) menyatakan bahwa

beberapa jenis ikan komersial mempunyai kaitan dengan mangrove seperti bandeng

dan belanak. Anonim (2009) mengklasifikasikan ikan yang terdapat dalam ekosistem

mangrove pada 4 (empat) tipe ikan, yaitu :

Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di

daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).

Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove

selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di

sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan

belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong

(Gerreidae).

Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan

mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan

Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda / Alu-alu, Tancak

(Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.

Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini

menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah

serta tempat perlindungan musiman dari predator.

b) Rantai Makanan Detritus.

Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan

detritus. Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun mangrove

yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi (Romimohtarto dan Juwana 1999).

Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan dan ranting

mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan

organik (detritus) ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi

cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya (Nontji, 1993). Setyawan dkk (2002)

menyatakan nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar

ekosistem, dari sungai atau laut .

Lalu ditambahkan oleh Romimohtarto dan Juwana (1999) yang menyatakan

bahwa bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata.

Kemudianprotozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya

dimakan oleh karnivor tingkat tinggi.

Detritivor pada Ekosistem Mangrove

Adanya sistem akar yang padat, menyebabkan sedimen, yang mengandung

unsur hara, terperangkap. Selain itu model perakaran ini juga menyebabkan gerakan

air yang minimal pada ekosistem ini. Sehingga hewan pengurai (detritivor) memiliki

aktivitas tinggi dengan jumlah yang banyak pada ekosistem ini. Setyawan dkk (2002)

menyatakan bahwa sesendok teh, lumpur mangrove mengandung lebih dari 10 juta

bakteri, lebih kaya dari lumpur manapun. Bakteri yang dimaksud disini adalah

bakteri patogen seperti Shigella, Aeromonas dan Vibrio dimana bakteri ini dapat

bertahan pada air mangrove walaupun tercemar bahan kimia berbahaya. Selain itu,

terdapat mikroorganisme lain yang dapat menguraikan molekul organik pada

ekosistem mangrove. Mikroorganisme itu adalah fitoplankton dan zooplankton,

dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Fitoplankton adalah dari kelas Chlophyceae (alga hijau) dan

Chrysophyceae (alga hijau kuning) yang termasuk didalamnya adalah

diatom. Nybaken (1992) menyatakan jenis-jenis tumbuhan laut

mikroskopis yang berlimpah diatas dataran berlumpur, adalah diatom.

Salah satu jenis alga hijau kuning adalah Chyanobacterium. Alga ini

bersifat anoksik dan juga banyak melimpah di perairan. Romimohtaro

dan Juwana (1999) menyatakan oleh kelimpahan organisme jenis ini

karena adanya kandungan unsur hara yang berlebih. Dan ini sangat

sesuai dengan kondisi ekosistem mangrove yang kaya unsur hara dan

kecendrungan kandungan oksigen terlarut yang rendah.

2. Zooplankton. Fitoplankton dimakan oleh zooplankton. Nybaken

(1992) menyatakan pada estuaria, sekitar 50-60 % persen produksi

bersih fitoplankton dimakan oleh zooplankton. Pada dasarnya hampir

semua fauna akuatik muda yang terdapat pada ekosistem mangrove,

dikategorikan sebagai zooplankton, (Setyawan dkk, 2002). Usia muda

dari fauna akuatik (larva) sebagian besar berada di ekosistem

mangrove. Dan larva dikategorikan sebagai zooplankton, karena

termasuk fauna yang pergerakannya masih dipengaruhi oleh

pergerakan air, sebagaimana pengertian dari plankton itu sendiri. Oleh

karena itu juga Thoha (2007) mengkategorikan Gastropoda, Bivalva,

telur, ikan, dan larva ikan kedalam zooplankton. Seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya, bahwa zooplankton dari Filum Protozoa,

memakan bakteri dan fungi yang terdapat pada ekosistem mangrove.

Lebih spesifik, bahwa Ordo Dinoflagellata dari Kelas Flagellata yang

banyak terdapat pada ekosistem mangrove. Selain itu taksa

zooplankton yang sering dan banyak terdapat pada ekosistem

mangrove adalah Copepoda.Thoha(2007).menyatakan bahwa ikan-

ikan pelagis seperti teri, kembung, lemuru, tembang dan bahkan

cakalang berprefensi sebagai pemangsa Copepoda dan larva

Decapoda. Oleh karena itu, terdapat ikan penetap sementara pada

ekosistem mangrove, yang cenderung hidup bergerombol dikarenakan

kaitannya yang erat dengan adanya mangsa pangan pada ekosistem itu

sendiri.

Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea

dan moluska. Kepiting, Uca sp dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di

hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota

yang umum dijumpai. Kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata),

Udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus

indicus , P. Merguiensis, P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) yang terkenal

termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata

pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya

mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di

ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut.

Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan. Migrasi

biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya.

BAB III

HASIL OBSERVASI

A. Sekilas tentang Hutan Wisata Payau Tritih Cilacap

Hutan wisata adalah suatu kawasan wisata alam yang lokasinya berada di

wilayah hutan produksi. Hutan wisata Payau Tritih dibangun oleh Perum Perhutani

(sekarang PT Perhutani) pada tahun 1978 di areal hutan mangrove petak 57.B,RPH

Tritih,BKPH Rawa Timur,KHP Banyumas Barat. Penanaman hutan ini dirintis oleh

Administatur Perhutani Banyumas Barat Ir.Bambang Soekartiko (waktu itu) sebagai

upaya reboisasi hutan payau.

Hutan bakau (mangrove) yang ada di Tritih ini disebut hutan payau karena

hutan ini terkena pasang surut air payau. Air payau merupakan campuran air laut dan

air tawar. Hutan Wisata Payau Tritih mendapat aliran dari Segara Anakan, danau

Donan dan sungai Tritih.

Pembangunan Hutan Bakau (mangrove) menjadi obyek wisata alam bertujuan

untuk mendayagunakan potensi sumber daya alam untuk mendukung usaha

rekreasi,pembangunan hutan wisata payau ini juga dimaksudkan untuk dapat menjadi

sarana pendidikan dan lingkungan bagi masyarakat luas.Dengan cinta alam dan

lingkungan itu,diharapkan masyarakat memiliki kesadaran dalam upaya

pelestariannya.

Hutan Wisata Payau Tritih memiliki luas 1,5 ha, terletak di kelurahan Tritih

Kulon, Kecamatan Cilacap utara ± 6 km dari Kota Cilacap, Jawa Tngah. Berada di

ketinggian 0-5 di atas permukaan laut dengan curah hujan rata – rata. 3000

mm/tahun, dengan suhu udara 27˚- 32˚Celcius dan memiliki Ph 7. Lokasi ini dapat

ditempuh dengan kendaraan roda 2 atau roda 4, bus dan juga dengan angkutan

umum.

B. Flora dan Fauna di Hutan Payau Tritih

Hasil pengamatan yang telah kami lakukan di Hutan Payau Tritih,kami

menjumpai banyak jenis tumbuhan,di antanya yang paling mayoritas adalah:

1. Bakau (Rhizopora Sp.)

Klasifikasi Bakau :

Kingdom :Plantae

Subkingdom :Tracheobionta

SuperDivisi :Spermatophyta

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

SubKelas :Rosidae

Ordo :Myrtales

Famili :Rhizophoraceae

Genus :Rhizophora

Spesies : Rhizophora mangle

Bakau merupakan pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter

batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian

5 m dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu

berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Pohon ini banyak terlihat sebagai pohon

kecil yang tumbuh di air laut. Dapat tumbuh dengan toleransi yang cukup terhadap

kadar garam mulai dari yang tawar sampai kadar yang tinggi. Disebut sebagai pohon

yang facultative halophyte yang artinya dapat tumbuh di air asin tetapi tidak terbatas

hanya di habitat yang demikian saja.Bakau merupakan salah satu jenis pohon

penyusun utama ekosistem hutan bakau .

2. Api-api (Avicennia sp.)

Klasifikasi Api-Api:

Kingdom :Plantae

Subkingdom :Tracheobionta

SuperDivisi :Spermatophyta

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

SubKelas :Asteridae

Ordo :Scrophulariales

Famili :Acanthaceae

Genus :Avicennia

Spesies : Avicennia alba

Api-api merupakan belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan

ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran

horizontal dan akar nafas yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari (atau

seperti asparagus) yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan

atau gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain

kadang-kadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang yang tua,

kadang-kadang ditemukan serbuk tipis.

Dikenal secara umum sebagai black mangrove. Pohon jenis ini mempunyai

toleransi yang tinggi terhadap kadar garam. Dapat tumbuh mencapai ketinggian 25 –

30 m. Pohon ini tidak mengeluarkan garam di bagian akarnya, tetapi mengeluarkan

kelebihan garam melalui pori-pori daunnya yang akan terbawa oleh hujan dan angin.

Seringkali garam terlihat sebagai lapisan kristal putih di bagian permukaan atas daun.

3. Tancang (Bruguiera sp.)

Klasifikasi Tancang :

Kingdom :Plantae

Subkingdom :Tracheobionta

SuperDivisi :Spermatophyta

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

SubKelas :Rosidae

Ordo : Malpighiales

Famili :Rhizophoraceae

Genus :Bruguiera Lam.

Berupa semai atau pohon kecil yang selalu hijau, tinggi (meskipun jarang)

dapat mencapai 20 m. Kulit kayu burik, berwarna abu-abu hingga coklat tua,

bercelah, dan agak membengkak di bagian pangkal pohon. Akar lutut dapat

mencapai 30 cm tingginya.

Jenis pohon ini disebut juga lindur. Tancang termasuk juga dalam famili

Rhizoporaceae. Tumbuh subur di lokasi yang kering, pada tanah yang dialiri air

tawar, tetapi dapat tumbuh pula di tanah lumpur. Tingginya sekitar 15 m, tetapi bisa

mencapai 36 m walaupun jarang yang mencapai ukuran tersebut. Jenis tancang

termasuk yang usianya panjang diantara jenis-jenis bakau yang lainnya. Warna kulit

pohon ini abu-abu, gelap, dan permukaannya kasar.

4. Pedada (Sonneratia sp.)

Klasifikasi Ilmiah Pedada :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

 Ordo : Myrtales

 Famili : Sonneratiaceae

Genus : Sonneratia

Spesies : Sonneratia alba

Dalam bahasa lokal jenis bakau ini disebut juga bogem atau prapat. Pohon

selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang- kadang hingga 15 m. Kulit kayu

berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus. Akar

berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul ke permukaan sebagai akar nafas yang

berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.

Menempati bagian pantai paling depan di sisi laut. Tumbuh di tanah

berlumpur dan berpasir. Kulit batang berwarna abu-abu atau kecoklatan, permukaan

kulit kasar, dan retak-retak. Pada pohon muda, kulit batangnya dilapisi semacam

lapisan lilin untuk mengurangi penguapan air dari jaringannya. Bila dipangkas

rantingnya mudah beregenerasi. Dahan dan rantingnya dapat dipanen asal dibatasi.

Selain jenis-jenis pohon minoritas yang telah disebutkan di atas,di beberapa

tempat/lahan yang kosong atau terbuka,dapat ditemukan tumbuhan darat seperti

Bintaro (Cerbera manghas),waru (Hibiscuss teliaceus),akasia ( Acacia Sp.) dan

banyak vegetasi liar seperti tumbuhan Jeruju (Acanthus ilicifolius Linn) yang

merupakan tumbuhan semak yang daunnya berduri.

Untuk jenis hewan mayoritas yang dapat kami jumpai saat pengamatan di

Hutan Payau Tritih adalah :

1. Ikan Glodok (P. schlosseri) / mudskipper

Klasifikasi Ikan Glodok :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Family : Gobiidae

Subfamili : Oxudercinae

Genus : Periophthalmodon

Spesies : Periophthalmodon schlosseri

Ikan gelodok bisa merangkak naik ke darat atau bertengger pada akar-akar

pohon bakau. Itulah kemampuan luar biasa ikan gelodok atau biasa disebut ikan

tembakul. Ikan ini hidup di zona pasang surut di lumpur pantai yang ada pohon-

pohon bakaunya. Ia telah menyesuaikan diri hidup di darat meskipun belum

sepenuhnya. Matanya besar dan mencuat keluar dari kepalanya. Kalau berenang,

matanya biasa berada di atas air. Sirip dadanya paa bagian pangkal berotot, dan sirip

ini bisa diteguk hingga berfungsi seperti lengan yang dapat digunakan untuk

merangkak atau melompat di atas lumpur.

Ikan gelodok biasanya ditemukan di muara-muara sungai yang banyak pohon

bakaunya. Bila air surut ikan gelodok banyak terlihat keluar dari air, merangkak

atauu melompat-lompat di atas lumpur. Dan jika air pasang ia masuk ke dalam hutan

bakau, baru turun kembali ke lumpur-lumpur pantai bila air telah surut atau ia

bersembunyi dalam lubang-lubang sarangnya. Toleransinya sangat besar terhadap

perubahan salinitas. Sirip dada dan ekornya di gunakan sebagai alat gerak di darat.

Sirip perutnya yang menyatu berfungsi sebagai alat pengisap untuk berpegang.

Pernapasan pada ikan gelodok adalah dengan insang tetapi telah disesuaikan untuk

bisa digunakan di darat. Ini dilakukan dengan memerangkap air di rongga insang

dengan cara menutup rapat mulut dan tutup insang. Ia bisa berada lama di darat

selama air di bawahnya masih mengandung oksigen. Kalau oksigennya habis ia

harus segera mencari air segar lagi dan proses yang sama terulang lagi. Selain

dengan insang, ikan gelodok juga mempunyai kulit yang banyak sekali saluran-

saluran darahnya hingga diduga pengambilan oksigen lewat kulit bisa pula terjadi.

Dalam keadaan terpaksa gelodok mampu berada di luar air sampai beberaa jam.

Jika merasa terancam bahaya, gelodok umumnya segera menceburkan diri ke

dalam lair atau bersembunyi ke dalam lubang sarangnya. Makanan ikan gelodok

terdiri dari berbagai ragam hewan, baik yang hidup di darat maupun di air. Meskipun

ia tergolong karnivora tetapi dalam isi perutnya kadang-kadang terdapat juga

potongan-potongan daun.

2. Kepiting

Klasifikasi Kepiting :

Phylum : Arthropoda

Sub Phylum : Crustacea

Class : Malacostaca

Ordo : Decapoda

Famili : Callinidae

Genus : Parathelpusa

Species : Parathelpusa sp

Kepiting, selain untuk menjadi bahan makanan secara ekologis kepiting

juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan memainkan peranan

penting di daerah mangrove. Daun yang dimangsa kepiting dan dikeluarkan dalam

bentuk faeces terbukti lebih cepat terurai dibandingkan dengan daun yang tidak

dimangsa. Hal ini menyebabkan proses perputaran energi berjalan cepat di

mangrove. Selain itu, keberadaan lubang-lubang kepiting, secara tidak langsung

mampu mengurangi kadar racun tanah mangrove yang terkenal anoksik. Lubang-

lubang ini membantu terjadinya proses pertukaran udara di tanah mangrove. Kepiting

bakau (Scylla sp) merupakan-satu-satunya spesies dari famili Portunidea yang

memiliki assosiasi yang dekat dengan lingkungan mangrove/hutan bakau, sehingga

dikenal dengan nama kepiting bakau atau mud crab.

3. Burung Prenjak

Klasifikasi Burung Prenjak :

Kerajaan :Animalia

Filum :Chordata

Kelas :Aves

Ordo :Passeriformes

Suku :Cisticolidae Sylviidae

Burung ini umumnya berukuran kecil, ramping dan berekor panjang.

Panjang tubuh, diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor, kebanyakan antara 10-15

cm; meski ada pula yang lebih dari 25 cm. Kebanyakan berwarna kekuningan, hijau

zaitun, atau kecoklatan di punggung, dengan warna keputihan atau kekuningan di

perut.

Bersuara nyaring dan resik, perenjak seringkali berbunyi tiba-tiba dan berisik.

Beberapa jenis berbunyi keras untuk menandai kehadirannya, sambil bertengger pada

ujung tonggak, ujung ranting, tiang, kawat listrik atau tempat-tempat menonjol

lainnya.

Kebiasaan

Burung perenjak menyukai tempat-tempat terbuka, seperti wilayah semak

belukar, padang ilalang, kebun, pekarangan, tepi sawah dan rawa, tepi hutan dan

termasuk hutan bakau.

Mencari makanannya yang berupa ulat, belalang, capung dan aneka serangga

kecil lainnya, yang tersembunyi di antara dedaunan dan ranting semak atau pohon.

Perenjak sering dijumpai berpasangan, atau dengan anak-anaknya yang beranjak

dewasa.

4. Blekok Sawah

Klasifikasi Ilmiah Blekok Sawah:

Kingdo :Animalia

Phylum :Chordata

Kelas :Aves

Ordo :Ciconiiformes

Famili :Ardeidae

Genus :Ardeola

Species : Ardeola

speciosa

Tubuh Blekok sawah berukuran kecil (45 cm), bersayap putih, cokelat

bercoret-coret. Pada waktu berbiak: kepala dan dada kuning tua, punggung nyaris

hitam, tubuh bagian atas lainnya cokelat becoret-coret, tubuh bagian bawah putih,

ketika terbang sayap terlihat sangat kontras dengan punggung yang gelap / hitam.

Tak berbiak dan remaja: Coklat bercoret-coret iris kuning, paruh kuning, ujung paruh

hitam, kaki hijau buram. Biasanya Burung Blekok sawah hidup sendirian atau dalam

kelompok tersebar, berdiri diam-diam dengan tubuh pada posisi rendah dan kepala

ditarik kembali sambil menunggu mangsa.

Selain hewan yang kami sebutkan di atas,di Hutan Payau Tritih juga dapat

dijumpai berbagai macam jenis ikan,seperti blanak dan ikan tengggaleng.Berbagai

jenis burung,kami sempat melihat burung camar di tepi muara,dan menurut

penjelasan dari pengelola hutan payau,di sana juga banyak terdapat jenis burung

yang lain,seperti burung raja udang dan kuntul putih besar.

Jenis hewan lain yang kami temui di sana adalah kadal,semut dan keong.

C. Kerusakan Hutan Payau Tritih

Saat kami mulai memasuki kawasan Hutan Wisata Payau Tritih Cilacap,kami

begitu tercengang,karena lokasi tersebut begitu lenggang dan tidak terasa sebagai

hutan wisata payau,bahkan terpampang tulisan “Sedang Dalam

Perbaikan”.Begitulah,karena Hutan Wisata Payau Tritih saat ini rusak berat,namun

sayang tulisan yang terpampang tidak benar adanya,karena Hutan Payau Tritih masih

terbengkalai dan tidak terlihat adanya suatu perbaikan sedikitpun.

Kerusakan itu di antaranya beberapa bagian bangunan pintu air dan saluran

sudah ambrol.Sebagian pohon bakau sudah rusak akibat penebangan liar.

Selain itu, jalan setapak untuk jalan wisatawan yang ingin mengelilingi

hutan tersebut sudah banyak yang ambles, pecah-pecah, serta hancur.

Shelter peristirahatan serta dermaga perahu pesiar untuk wisatawan yang

ingin mengunjungi Kali Donan sudah hancur. Tinggal puing-puing dan

tiang-tiang beton yang tersisa.

Walaupun objek wisata hutan bakau itu dalam keadaan rusak berat, tetap

terbuka untuk wisatawan, ilmuwan dan mahasiswa yang akan melakukan

penelitian di sana.Ya memang Hutan Wisata Payau Tritih ini sudah tidak lagi

diminati pengunjung,pengunjung yang datang hanyalah para mahasiswa yang hendak

mengadakan penelitian atau observasi seperti kami.Sungguh keadaan yang sangat

memprihatinkan dan sangat miris,sebuah obyek wisata yang sebenarnya sangat

potensial dan memiliki banyak manfaat justru kini rusak berat dan terbengkalai

begitu saja.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

http://anekaplanta.wordpress.com/2009/01/27/peranan-dan-fungsi-hutan-

bakau-mangrove-dalam-ekosistem-pesisir/

http://www.imred.org/?q=content/ekosistem-mangrove-di-indonesia

http://rudyct.com/PPS702-ipb/04212/zeinyta_a_h.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/ Bakau

http://id.wikipedia.org/wiki/ Bogem

http://www.slideshare.net/NURRIJAL/kepiting-bakau

http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau

http://joefie.wordpress.com/2010/06/25/burung-prenjak/

http://groups.yahoo.com/group/berita-lingkungan/message/4585

http://www.suarapembaruan.com/News/2002/07/29/Nusantar/nusa15.htm

Diakses pada tanggal 20 April 2011