laporan hasil observasi lingkungan

28
LAPORAN HASIL OBSERVASI LINGKUNGAN ANALISIS PERAN HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG Tugas Terstruktur Biologi” Dosen Pengampu : Angga Dheta Shirajuddin Aji, S.Si, M.Si Disusun Oleh : Riyadhul Badiah 125100600111004 Jatmiko Eko Witoyo 125100601111006 PROGRAM STUDI TEKNIK BIOPROSES JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

Upload: yildiz-nazmi-tyarta

Post on 22-Nov-2015

392 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan hasil observasi lingkungan kuliah

TRANSCRIPT

  • LAPORAN HASIL OBSERVASI LINGKUNGAN

    ANALISIS PERAN HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI

    PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG

    Tugas Terstruktur Biologi

    Dosen Pengampu :

    Angga Dheta Shirajuddin Aji, S.Si, M.Si

    Disusun Oleh :

    Riyadhul Badiah 125100600111004

    Jatmiko Eko Witoyo 125100601111006

    PROGRAM STUDI TEKNIK BIOPROSES

    JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2013

  • 1. Pendahuluan

    Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan lahan

    menjadi salah satu faktor terjadinya disintegrasi dalam pembangunan di perkotaan. Berbagai

    sektor aktivitas masyarakat kota seringkali memperebutkan lahan-lahan terbuka hijau di

    kawasan perkotaan dan mengakibatkan semakin minimnya ruang terbuka hijau (RTH).

    Keberadaan RTH di kawasan perkotaan sangat penting dalam mendukung keberlangsungan

    sebuah kota ditinjau dari segi ekologis. Fungsi intrinsik (utama) RTH beragam, diantaranya

    yaitu sebagai produsen (penghasil) oksigen. Oksigen merupakan kebutuhan dasar yang mutlak

    diperlukan oleh sebuah kota baik oleh penduduk, kendaraan bermotor, hewan ternak, maupun

    industri. Gas oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk proses

    respirasi.

    Perkembangan Kota Malang telah banyak keluar dari rencana semula. Kota Malang

    mengalami gejala yang sama yaitu perubahan fungsi lahan yang direncanakan sebagai ruang

    terbuka hijau (RTH) menjadi kawasan terbangun. Kota Malang seharusnya mencadangkan

    3.301,8 ha lahannya untuk dijadikan RTH, namun pada kondisi eksisting RTH Kota Malang

    hanya 11,82% atau 1.303,19 ha (Masterplan RTH Kota Malang, 2005). Perkembangan Kota

    Malang seperti yang telah dijelaskan di atas pada akhirnya mengakibatkan menurunnya

    produksi oksigen yang mampu dihasilkan oleh RTH, karena pengalihfungsian lahan

    menyebabkan meningkatnya area-area yang diperkeras dengan material yang tidak

    memungkinkan bagi tanaman untuk tumbuh.

    Apabila setiap 1 m2 ruang terbuka hijau mampu menghasilkan 50,625 gram

    O2/m2/hari menurut Gerakis (1974) yang dimodifikasi dalam dalam Wisesa (1988), maka

    untuk RTH seluas nm2 akan menghasilkan sebesar kg O2/hari. Sehingga dapat disimpulkan

    bahwa luas RTH berbanding lurus dengan besar/kecilnya produksi O2, yaitu semakin tinggi

    luas RTH akan semakin besar jumlah O2 yang dihasilkan dan semakin rendah luas RTH akan

    semakin sedikit jumlah O2 yang dihasilkan.

    Pengalihfungsian ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun di Kota Malang pada

    akhirnya menyebabkan penurunan produksi oksigen.Konsumsi oksigen penduduk adalah

    sebesar 0,864 kg/jiwa/hari (Herliani, 2007). Dengan jumlah penduduk sebanyak 816.637 jiwa

    (Kota Malang Dalam Angka, 2008), maka konsumsi oksigen Kota Malang adalah 705,57 ton

    O2/hari. Jika luas terbuka hijau (RTH) Kota Malang adalah 1.303,8 ha (Masterplan RTH Kota

  • Malang, 2005) maka produksi O2 yang mampu dihasilkan (Gerakis dalam Wisesa, 1988) oleh

    RTH adalah sebesar 660,04 ton O2/hari sehingga Kota Malang memerlukan adanya

    penambahan ruang terbuka hijau (RTH).

    Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan sub sistem kota, sebuah ekosistem dengan system

    terbuka. Pemerintah Kota Malang melalui dinas pertamanan masih berupaya menyediakan

    minimal dua unit hutan kota di masing-masing kecamatan. Namun, karena kondisinya yang

    sudah padat bangunan di dua kecamatan (Kecamatan Sukun dan Lowokwaru) upaya tersebut

    sulit dilakukan. Optimasi hutan kota merupakan jalan paling efektif yang dapat dilakukan.

    Konsistensi pengembangan hutan kota diharapkan dapat menjadi gambaran upaya optimasi

    yang dapat dilakukan dalam meningkatkan produksi oksigen yang mampu dihasilkan oleh

    RTH khususnya hutan kota di Kota Malang. Tujuan dari observasi kali ini adalah untuk

    mengetahui pengaruh hutan kota Malabar sebagai penghasil oksigen Kota Malang. Sehingga

    akan membahas Analisis Peran Hutan Kota Malabar Sebagai Penghasil Oksigen Kota

    Malang.

    2. Tinjauan Pustaka

    2.1.Hutan Kota

    Pengembangan hutan kota sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau sebuah

    perkotaan berdasarkan ketentuan penataan ruang UU No. 26 Tahun 2007 menentukan luas

    RTH suatu daerah adalah 30% dari luas total suatu daerah yang harus digunakan sebagai

    RTH. Hutan kota sebagai unsur Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan komunitas

    vegetasi yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota yang sangat penting keberadaannya

    dalam menciptakan suatu lansekap kota yang berwawasan lingkungan. Menurut Eko

    Budihardjo dkk (1998) Fungsi dan peranan hutan kota dengan vegetasi yang tumbuh di

    atasnya merupakan elemen lunak (soft material) dalam perancangan suatu kota yang

    berkelanjutan (kota ekologis)

    Tanaman merupakan faktor utama dari elemen lunak disamping unsur lain seperti

    air yang dapat memberikan efek psikologis rasa kelembutan bagi warganya, karena

    tumbuhan tidak hanya mengandung nilai estetis saja, tetapi juga berfungsi untu menambah

    kualitas lingkungan perkotaan.

    Hutan kota menurut Djamal Irwan (2005) adalah komunitas vegetasi berupa pohon

    dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalurk kecil

  • masyarakat yang memberikan tanggapan untuk kenyaman dan obyek wisata.

    2.2.Hutan Kota Malabar

    Hutan Kota Malabar ini ada di jalan Malabar, arah timur dari gereja jalan Ijen.

    Hutan Kota ini luasnya adalah 16.718m2. Di tengah Hutan Kota Malabar terdapat kolam

    air yang konon menjadi sumber untuk mengairi taman-taman di kota Malang

    (Lestari,2013).

    Begitu masuk ke dalam Hutan Kota Malabar ini, mulai terasa hawa yang sejuk dan

    terdengar kicauan burung. Hutan Kota Malabar ini sudah mulai lebat pohonnya, sehingga

    berada di dekatnya pun akan terasa hawa yang segar. Sebagai lahan penghijauan yang

    berlokasi di tengah kota ini, selain sebagai paru-paru kota Malang, Hutan Kota Malabar ini

    sebenarnya dapat juga dijadikan sebagai alternatif tempat rekreasi yang murah.

    Seharusnya, pihak pemerintah daerah Malang lebih memperhatikan keserasian,

    kenyamanan, dan keindahan Hutan Kota ini (Lestari,2013)

    3. Metode Penelitian

    3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian/Observasi

    Lokasi Observasi yang dipilih adalah Hutan Kota Malabar, Jalan Malabar, Kota

    Malang. Observasi dilakukan pada tanggal 18 Mei 2013 mulai Pukul 08.00 11.00.

    3.2.Metode Pengumpulan Data

    3.2.1. Survey Primer/Langsung

    Survey langsung bertujuan untuk mengetahui kondisi ataupun keadaan Hutan

    Kota Malabar secara langsung termasuk vegetasi dan jumlah vegetasi Hutan Kota

    Malabar, Luas Hutan Malabar, Serta Tahun Pendiriannya.

    3.2.1. Survey sekunder

    Metode yang dilakukan untukmengumpulkan data berupa dokumen, kebijakan

    dan literatur yang berhubungan dengan pembahasan

    4. Hasil dan Pembahasan

    4.1.Vegetasi Hutan Kota Malabar

    Hutan Kota Malabar mempunyai koleksi jenis tumbuhan berjumlah 113 jenis. Hal

    ini menurut penuturan narasumber lapangan (P. Amin) yang merupakan Petugas Dinas

  • Pertamanan Kota Malang yang sedang bertugas saat itu. Berikut ini adalah jenis

    tumbuhan/vegetasi yang mendominasi/banyak terdapat pada Hutan Kota Malabar

    1. Jati (Tectona grandis L.f.)

    1.1.Tata Nama

    Jati dengan nama ilmiah T. grandis L.f. termasuk ke dalam family

    Verbenaceae. Jati dikenal pula dengan nama daerah sebagai berikut: deleg, dodokan,

    jate, jatos, kiati dan kulidawa. Di berbagai negara, jati lebih dikenal dengan nama

    gianti (Venezuela), teak (USA, Jerman), kyun (Birma), sagwan (India), mai sak

    (Thailand), teek (Perancis) dan teca (Brazil) (Martawijaya etal., 1981).

    1.2.Deskripsi Botanis

    Tinggi pohon jati dapat mencapai antara 25 sampai dengan 30 meter, namun

    apabila ditanam pada daerah yang subur dan mempunyai keadaaan lingkungan yang

    cocok, tingginya mampu mencapai 50 meter dengan diameter lebih kurang 150 cm.

    Batang jati pada umumnya berbentuk bulat dan lurus, batang yang besar berakar

    dengan warna kulit agak kelabu muda dan agak tipis beralur memanjang agak ke dalam

    (Ditjen kehutanan, 1976).

    1.3. Penyebaran dan Habitat

    Penyebaran pohon jati di Indonesia terdapat di beberapa daerah yakni pulau

    Jawa, pulau Muna, Maluku (Wetar) dan Nusa Tenggara sedangkan di luar Indonesia

    terdapat di India, Thailand dan Vietnam. Pertumbuhan pohon jati sangat baik pada

    tanah sarang yang mengandung kapur. Pohon jati tumbuh pada daerah dengan musim

    kering nyata. Umumnya pohon jati mempunyai pola pertumbuhan yang

    mengelompok. Pada daerah dengan tipe curah hujan C-F Schmidt and Ferguson

    dengan curah hujan rata-rata 1200 sampai dengan 2000 mm per tahun dan umumnya

    tumbuh pada dataran rendah yakni pada ketinggian 0 700 mdpl (Martawijaya et al.,

    1981).

    Menurut Lemmens dan Soerienegara (2002), jati tumbuh paling baik dan

    mencapai dimensi-dimensi terbesar dalam suatu iklim tropika lembab, tetapi pohon ini

    memerlukan satu musim kemarau yang jelas. Hutan jati umumnya terletak pada daerah

    berbukit-bukit atau bergelombang, tetapi juga dikenal pada dataran rata aluvial. Tanah

    yang paling cocok adalah tanah aluvial-koluvial subur berdrainase baik dan dalam,

  • serta tanah tersebut mempunyai pH sekitar 6,5 8,0 dan kandungan Ca dan P yang

    relatif tinggi.

    1.4. Sifat-sifat Umum Kayu Jati (T. grandis L.f.)

    Jati merupakan kayu bobot-sedang yang agak lunak dan mempunyai suatu

    penampilan yang sangat khas. Kayu teras sering berwarna kekuningan kusam jika baru

    dipotong, tetapi berubah menjadi cokelat keemasan atau kadang cokelat keabuan tua

    setelah terkena udara. Sedangkan kayu gubalnya berwarna putih kekuningan atau

    cokelat kekuningan pucat. Jika diraba kayu terasa berminyak dan mempunyai bau

    seperti bahan penyamak yang mudah hilang. Lingkaran tumbuh nampak jelas, baik

    pada bidang transversal maupun radial serta seringkali menimbulkan gambar atau

    corak yang indah (Lemmens dan Soerienegara, 2002).

    Pori-pori kayu jati sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter dalam

    susunan tata lingkar. Kayu jati mempunyai berat jenis sebesar 0,67 kg/m3 termasuk

    ke dalam kelas kuat II dan kelas awet II. Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan

    mesin ataupun dengan alat tangan (Martawijaya et al.,1981).

    2. Sengon

    2.1. Diskripsi Botanis

    Pohon ini termasuk famili Fabaceae, yang dahulu dikenal dengan nama Albizia

    falcataria (L) Fosberg, Albizia falcata Back atau A. moluccana Miq. Di Indonesia

    dikenal dengan nama sengon laut (Jawa Timur dan Jawa Tengah); jeunjing (Jawa

    Barat); Jing Laut (Madura); Tedehu Pute (Sulawesi), Tawasela (Ternate); seka, sika,

    sikabot, sikas, tawa sela (Maluku); dan bae bai, wahogon, wai wikie (Irian Jaya)

    (Alrasjid, 1973). Sengon berasal dari Maluku dan Irian Jaya, dan saat ini sudah

    menyebar ke negara-negara Asia lainnya. Di Malaysia dan Brunai pohon ini dikenal

    dengan nama puah, batai, atau kayu manis (Dephut, 1990).

    Pohon sengon dapat mencapai tinggi 40 m dengan tinggi batang bebas cabang

    10 - 30 m dan diameter batang sampai 80 cm. Kulit luar barwarna putih kelabu, tidak

    beralur dan tidak mengelupas (Martawijaya et al. ,1989). Pohon sengon berdaun

    majemuk, menyirip ganda, tangkai daun atau tangkai poros utama dengan satu atau

    lebih kelenjar dan anak daun kecil. Bunga bulir seluruhnya atau sebagian besar

    bercabang malai, berbulu halus, panjang kedudukan bunga 10 - 25 mm, kelopak bunga

  • 2 - 2.5 mm, daun mahkota 5 -7 mm, berwarna putih, dibaliknya kuning muda, berbulu

    rapat dan berbuah polong (Ditjen Kehutanan, 1976).

    Tajuk berbentuk payung, tipis, jarang dan selalu hijau, berbunga sepanjang

    tahun dan berbuah pada bulan Juni - November. Bijinya kecil dan berkulit keras.

    Jumlah biji sengon sekitar 40.000 biji/kg atau 36.000 biji per liter, dan daya

    kecambahnya 80% dengan perlakuan perendaman pada air mendidih selama 24 jam

    (Alrasjid, 1973). Perakaran terbentang melebar dan selain mempunyai susunan akar

    agak dangkal, terdapat pula susunan akar yang berkembang masuk agak dalam (Panitia

    Perancang Hutan Industri, 1958 dalam Alrasjid, 1973).

    2.2. Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh

    Pohon sengon ditemukan di Kepulauan Maluku secara alami dan pada tahun

    1871 jenis pohon ini mulai ditanam di Pulau Jawa. Pohon sengon terdapat juga di

    daerah lain seperti di Toampala, Sulawesi Selatan dan Irian. Di luar Indonesia, jenis

    ini telah ditanam di Serawak, Brunai, Kepong, Sri Lanka, dan di India (Alrasjid, 1973).

    Sengon merupakan jenis pohon daerah tropik dengan suhu pertumbuhan

    optimum berkisar 220C290C. Tempat tumbuh terbaik ditemukan pada ketinggian

    tempat 10 800 m dpl. Sengon tumbuh baik di daerah yang terletak antara 100 LS

    30 LU yang memiliki 15 hari hujan dalam 4 bulan kering. Curah hujan tahunan yang

    diinginkan pohon ini adalah 2000 mm 2700 mm, kelembaban udara yang dibutuhkan

    untuk tumbuh berkisar 50% - 75% (Prihmantoro, 1991). Pohon ini dapat tumbuh pada

    tanah yang kurang subur (bonita 1) dengan drainase yang kurang baik. Menurut

    Prihmantoro (1991), sengon lebih menyukai topografi yang relatif datar. Namun pada

    keadaan tertentu sengon dapat ditanam pada areal bergelombang dan miring dengan

    kemiringan lereng mencapai 25%.

    3. Gambilina (Gmelina arborea Roxb.)

    3.1.Tata Nama

    Gembilina yang mempunyai nama ilmiah (Gmelina arborea Robx) termasuk

    dalam Famili Verbenaceae Di berbagai negara, gembilina lebih dikenal dengan nama

    Jati putih (Indonesia), gamari, gumadi (India), gamar (Bangladesh),

    yemane(Myanmar) (Rachmawati,2002).

    3.2. Deskripsi Botani

  • Pohon Gembilina berukuran sedang, tinggi dapat mencapai lebih (30 - 40) m,

    batang silindris, diameter rata-rata 50 cm kadang-kadang mencapai 140 cm. Kulit

    halus atau bersisik, warna coklat muda sampai abu-abu. Ranting halus licin atau

    berbulu halus. Bunga kuning terang, mengelompok dalam tandan besar (30-350 bunga

    per tandan). Daun bersilang, bergerigi atau bercuping, berbentuk jantung, ukuran 10-

    25 cm x 5-18 cm. Bunga sempurna, panjang mencapai lebih 25 mm, berbentuk tabung

    dengan 5 helai mahkota. Bunga mekar malam hari. Penyerbukan umumnya dilakukan

    lebah (Rachmawati,2002).

    3.3.Penyebaran habitat

    Persebaran alami Pohon Gembilina terdapat di Nepal, India, Pakistan,

    Bangladesh, Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam dan Cina

    Selatan. Di hutan alam jenis ini selalu tersebar dan berkelompok dengan jenis lain.

    Dijumpai di hutan yang selalu hijau di Myanmar dan Bangladesh, dan hutan kering

    menggugurkan daun di India Tengah. Sudah ditanam luas di berbagai negara Asia

    Tenggara termasuk Indonesia, Afrika Barat dan Amerika Selatan ( Rahmawati,2002).

    4. Palem

    4.1. Tata Nama

    Palem adalah tanaman hias yang bersifat kosmopolitan, keberadaannya

    ditemukan di daerah tropis dan subtropis, di dataran rendah dan tinggi, di pegunungan

    dan di pantai, di tanah yang subur dan gersang. Secara Umum, Klasifikasi Tanaman

    Palem adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Keluarga : Aracaceae (Palmaceae)

    Genus : Mascarena Cyrtostachys, Roystonea

    Spesies : Ravenea sp. (palem putri); Mascarena lagenicaulis atau

    Hyophorbe lagenicaulis (palem botol), Cyrtostachys lakka

    (palem merah), Roystonea sp. (palem raja) (Depmenegristek,2000).

    4.2. Deskripsi Botanis

  • Palem merupakan tumbuahan monokotil (berkeping satu) yang berbatang

    tunggal (gambar 1a) maupun berumpun (gambar 1b). tinggi batangnya sangat

    bervariasi, mulai dari yang tidak bercabang/stemless (Gambar 1c) sampai dengan

    ketinggian 50 m. Berdasarkan tinggi batang, palem dapat digolongkan sebagai palem

    yang berupa pohom tinggi ( < 10 m), pohon sedang ( 2 10 m) maupun semak (2m).

    Batang palem ada yang tumbuh tegak adapula yang merambat pada pohon lain sebagai

    liana, bentuk yang demikian terutama dari jenis jenis rotan (Gamba 1d). Pada

    umumnya jenis jenis palem tidak bercabang,kecuali jenis jenis Hyphaene ( Gambar

    1e) dan kadang kadang Dhypsis yang menghasilkan percabangan ( Hanan, dkk ,

    2000).

    Gambar 1. : Penampakan (Habistus) (Sumber : Uhl & Dransfield, 1987)

    Bentuk batang palem sangat bervariasi, mulai dari silinder seperti Pritchardia,

    Palem Aleksander/Archontophoenix ( Gambar 2a), membesar pada bagian pangkal atau

    tengah batang seperti palem raja/Roystonea ( Gambar 2b),berbentuk seperti botol

    seperti Palem Botol/Hyophorbe (Gambar 2c), akar akan tampak diatas tanah seperti

    Drymophelous, Verschafelltia (Gambar 2d), maupun perakaran yang meluas di atas

    permukaan tanah, seperti palem kurma/Phoenix (Gambar 2e). Bentuk permukaan

    batang palem juga bervariasi , ada yang berduri, licin, 9ropic9 pula yang kasar

    ( Hanan,dkk,2000).

    Gambar 2 : Bentuk Batang (Sumber : Uhl & Dransfield, 1987)

  • Daun Palem memiliki daun majemuk yang ukuran dan bentuknya bervariasi.

    Daun palem tersusun atas pelepah (Gambar 3a), tangkai daun (Gambar 3b), tulang daun

    ( Gambar 3d), dan helai daun (Gambar 3d). Rangkaian dari pelepah daun ada yang

    membentuk pelepah, seperti Pinang Merah (Crytostachys renda),Pinang (Pinagga spp)

    da nada pula yang tidak, seperti kelapa (Cococs nucifera), Palas (Licuala spp). Bentuk

    tangkai daun bervariassi mulai dri bentuk silinder, rata, cembung, maupun cekung.

    Posisi bagian tepi ada yang berduri ada pula yang tidak. Tulang daun ada yang panjang

    da nada pula yang pendek. Bentuk daun bermacam macam, mulai dari yang menyirip

    (Gaambar 4a), utuh (Gambar 4b), helaian daun utuh dan membentuk celah pada bagian

    ujung (Gambar 4c), kipas (Gambar 4d), Kapas memanjang ( Gaambar 4e), maupun

    menyirip ganda (Gambar 4f) (Hanan,dkk,2000).

    Gambar 3 : Bagian Daun (Sumber : Uhl & Dransfield, 1987)

    Gambar 4 : Bentuk Daun (Sumber : Uhl & Dransfield, 1987)

    Perbungaan pada palem berkaitan erat dengan siklus hidupnya. Palem

    menghasilkan Perbungaan pada ujung batang(Corypha) (Gambar 5a) merupakan palem

    yang bersifat hapaksantik (setelah berbunga dan berbuah lalu mati). Berdasarkan posisi

    tumbuhnya perbungaan selain di ujung batang, perbungaa ada yang tumbuh diantara

  • daun (Interfoliar) yang makin ke atas Perbungaan makin muda (Gambar 5b), interfoliar

    yang makin ke atasa makin tua (Basipetal) (Gambar 5c) maupun pada ruas batang

    dibaah tajuk pelepah (Gambar 5d). Bentuk Perbungaan bermacam- macam ada yang

    bercabang cabang (Gambar 5e) 11ropic11 pula yang tidak bercabang

    (Hanan,dkk,2000).

    Gambar 5 : Perbungaan (Sumber : Uhl & Dransfield, 1987)

    Buah Palem bervariasi baik bentuk, warna maupun ukurannya. Bentuk buah

    palem dapat dilihat pada gambar 6. Jumlah biji yang terdaat pada buah yang bervariasi,

    pada umumnya berbiji satu sampai tiga. Bentuk biji palem dapat dibedakan menjadi

    dua macam, yaitu tropic (Gambar 7a) dan memamah (Gambar 7b) (Hanan,dkk,2000).

    Gambar 6 : Bentuk Buah (Sumber : Uhl & Dransfield, 1987)

  • Gambar 7 : Bentuk Biji (Sumber : Uhl & Dransfield, 1987)

    4.3. Penyebaran dan Habitat

    Palem termasuk suku tumbuhan yang memiliki jumlah jenis yang tinggi. Di

    dunia diperkirakan terdapat 2008 jenis, yang terdiri atas 200 marga. Palem memiliki

    daerah penyebaran yang luas mulai dari daerah tropic,subtropik, sampai daerah yang

    memiliki 4 musim (temperature). Palem tudak dapat tumbuh pada daerah yang ekstrim

    dingin atau panas. Di daerah padang pasir, palem dapat tumbuh dengan baik jika di

    dalam tanah terdapat aliran air yang dekat dengan permukaan tanah. Sebagian besar

    jenis jenis palem terdapat di daerah tropika, baik Asia, Afrika, maupun Amerika

    Selatan. Penyebaran palem di dunia terdapat pada daerah 580 LU di Skotlandia sampai

    440 LS di Seladia Baru (Hanan,dkk,2000).

    Indonesia meruakan pusat keanekaragaman palem dunia. Dari 2.800 jenis

    Palem dunia, 576 jenis diantaranya (46 marga) terdapat di hutan hutan alam di

    Indonesia. Dari 576 jenis,216 jenis diantaranya (29 marga) merupakan hutan palem

    endemik. Jumlah tersebut kemungkinan akan bertambah mengingat masih luasnya

    daeraah yang belum diinvestarisasikan keanekaragaman palemnya. Palem memiliki

    toleransi ekologi yang cukup luas mulai dari hutan rawa,hutan bakau, hutan dataran

    rendah sampai hutan hutan di dataran tinggi. Palem juga dapat tumbuh dengan baik

    pada berbagai tipe tanah mulai tanah berpasir,tanah gambut, tanah kapur, sampai tanah

    berbatu dengan berbagai tingkat kemiringan, mulai tanah datar, tanah yang

    berbukit,sampai tanah yang terjal di pegunungaan. Sebagian besar palem tumbuh pada

    daerah yang basah dengan kelembaban udara,suhu, dan curah hujan yang tinggi.

    Keadaan ini merupakan ciri utama dari hujan hujan tropic, sehingga keanekaragaman

    palem berpusat pada daerah tersebut. Palem pada umumnya merupakan tumbuhan

    bawah ( understory) pada struktur hutan hujan tropik (Hanan,dkk.,2000).

  • 5. Tanaman Asam Jawa (Tamarindus indica L.)

    5.1.Tata Nama

    Tanaman Asam Jawa yang bernama ilmiah Tamarindus indica L. memiliki

    klasifikasi sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

    Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

    Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub Kelas : Rosidae

    Ordo : Fabales

    Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)

    Genus : Tamarindus

    Spesies : Tamarindus indica L.

    Tumbuhan Asam Jawa juga dikenal dengan nama Tamarindus occidentalis

    Gaertn. T. Hook., T. umbrosa Salisb (Joker,2002).

    5.2.Deskripsi Botanis

    Pohon Asam Jawa mempunyai tinggi sampai 30 m dengan tajuk lebat dan

    menyebar, cabang pendek. Panjang daun sampai 15 cm, duduk daun bergantian, daun

    majemuk dengan 8 18 pasang anak daun, panjang anak daun 1 3,5 cm. Bunga kecil,

    kuning dengan coretan merah muda, berjumlah 5 10 dalam tangkai sepanjang 3 5

    cm (Joker,2002)

  • .

    Gambar 8 : Bunga, daun dan buah Asam Jawa ( Sumber : Verheij EWM dan Coronel RE, 1991)

    Buah berbentuk polong tidak merekah ketika kering, rapuh,panjang 5 15 cm,

    agak melengkung dan membungkus biji. Terdapat 1 10 biji setiap polong, dibungkus

    oleh daging buah yang lengket. Walaupun jenis yang selalu hijau, pohon ini

    menggugurkan daun dalam periode singkat. Bunga biasanya muncul sejalan dengan

    pertumbuhan daun baru, yang pada kebanyakan daerah terjadi selama musim semi dan

    panas. Bunga mungkin diserbuki serangga. Pembentukan buah terjadi selama musim

    hujan dan masak 6 bulan sesudahnya. Pohon asam mulai menghasilkan buah umur 8

    12 tahun dan terus berbuah sampai umur 200 tahun (Joker,2002).

    5.3.Penyebaran dan Habitat

    Asal Usul Tanama Asam Jawa tidak diketahui secara pasti, mungkin jenis asli

    savanna kering Afrika tropis. Jenis ini dahulu diintroduksi ke Asia yang menjadi tempat

    tumbuh sekarang, dan belum lama diintroduksi ke tropis di belahan barat. Tumbuh baik

    di daerah semi kering dan iklim muson basah, dapat tumbuh di kisaran tipe tanah yang

    luas. Dapat hidup di tempat bersuhu sampai 47C, tapi sangat sensitif terhadap es.

    Umumnya tumbuh di daerah bercurah hujan 500 1.500 mm/tahun, bahkan tetap hidup

    pada curah hujan 350 mm jika diberi irigasi saat penanaman. Di daerah tropika basah

    bercurah hujan lebih dari 4.000 mm, pembungaan dan pembuahan menurun dengan

    jelas. Jenis ini menghasilkan benih lebih banyak jika hidup di tempat dengan periode

    kering yang panjang, berapapun curah hujan tahunannya (Joker,2002).

    6. Tumbuhan Bintaro (Cerbera manghas L.)

  • 6.1.Tata Nama

    Tumbuhan Bintaro yang memiliki nama ilmiah Cerbera manghas L.

    mempunyai klasifikasi ilmiah sebagai berikut :

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledoneae

    Bangsa : Contortae

    Suku : Apocynaceae

    Marga : Cerbera

    Jenis : Cerbera manghas L

    Tanaman Bintaro dikenal juga sebagai C. lactaria Ham ataupun C. odollam Gaertn.

    Taanaman bintaro dikenal berbeda dan sangat beragam , antara lain bintan,buta buta

    badak, goro goro (Manado),kayu gurita, kayu susu, manga brabu (Maluku), madang

    kapo (Minangkabau), bintaro (Jawa dan Sunda), kenyeri putih (Bali), darli utama

    (Sangir), kadong (Sulawesi Utara), lambuto (Ambon), dan goro goro guwae (Ternate)

    (Balittro,2011).

    6.2.Deskripsi Botani

    Secara taksonomi, tumbuhan yang diperbanyak dengan biji ini memiliki tinggi

    mencapai 10 20 m (Gambar 9a). Batang bintaro tegak berkayu, berbentuk bulat, dan

    berbintik bintik hitam. Kulit batang bintaro tebal dan berkerak. Daun bintaro

    merupakan daun tunggal dan berbentuk lonjong, tepi daun rata, ujung dan pangkalnya

    meruncing, pertulangan daun menyirip,permukaan licin, dengan ukuran panjang 15

    20 cm, lebar 3 -5 cm, dan berwarna hijau (Gambar 9). Daun Bintaro biasanya berjejalan

    di ujung cabang. Bunga bintaro berwarna putih,berbau harum,dan terletak di ujung

    batang ( Gambar 9c). bunga tanaman ini merupakan bunga majemuk berkelamin dua,

    dengan panjang tangkai putik 2 2,5 cm. kepala sari bagian bunga berwarna coklat,

    sedangkan kepala putiknya hijau keputih putihan. Buah bintaro berbiji dan berbentuk

    oval mirip dengan buah manga. Daging buah berserat dan tidak dapat dimakan karena

    beracun (Gambar 9). Biji Bintaro berbentuk pipih, panjang, dan berwarna putih

    (Gambar 9e). Akar tanaman ini merupakan akar tunggang dan berwarna coklat. Seluruh

  • bagian tanaman bintaro mengandung getah berwarna putih seperti susu (

    Balittro,2011).

    Gambar 9 : Tumbuhan Bintaro (Cerbera manghas L.);a) pohon, b) daun, c) Bunga, d) Buah , dan e) Biji

    ( Sumber: Balittro,2011)

    6.3.Penyebaran dan Habitat

    Pohon Bintaro (Cerbera manghas L.) juga disebut sebagai pong pong tree

    atau Indian suicide tree, termasuk dalam tumbuhan non pangan atau tidak untuk

    dimakan. Tanaman ini termasuk mangrove yang berasal dari daerah tropis, yaitu Asia,

    Australia, Madagaskar, dan Kepulauan Samudra Pasifik Bagian Barat. Di Indonesia,

    bintaro juga terdapat di daerah Riau, lebih tepatnya di Teluk Meranti dan Palawan.

    Tanaman bintaro banyak tumbuh di tepi pantai, daerah payau, dan pekarangan rumah

    warga. Vegetasi tanaman ini berbentuk pohon yang rindang dan buah berbentuk seperti

    bola. Tanaman bintaro cukup populer sebagai tanaman penghijauan kota dan daunnya

    yang rimbun, sangat cocok untuk peneduh ( Soesanthy,2011).

    7. Tanaman Bungur (Lagerstroemia speciosa PERS)

    7.1.Tata Nama

    Tanaman Bungur yang memiliki nama ilmiah Lagerstroemia speciosa PERS

    termasuk kedalam keluarga /family Lythraceae. Tanaman Bungur juga di kenal dengan

    nama L. reginae Roxb., L. flos-reginae Retz., L. loudoni T. & B., Adanzbea glabra

    Lamk. Tanaman Bungur memiliki banyak nama daerah, di daerah Sumatera dikenal

  • dengan bungur (Melayu), bungur kuwal, bungur bener (Lampung), bungur tekuyung

    (Palembang). Jawa: bungur (Sunda), ketangi, laban, wungu (Jawa Tengah), dan

    bhungor, wungur (Madura) (Heyne,1987).

    7.2.Deskripsi Botani

    Pohon berukuran besar kadang kadang tingginya mencapai 45 m dan diameter

    batangnya 150 cm, tetapi pada umumnya tingginya 25 30 m dan diameter batangnya

    60 80 cm. Batang bulat, berwarna cokelat muda, biasanya agak bengkok tetapi pada

    tempat - tempat tumbuh yang baik dan dalam tegakan yang rapat batangnya tumbuh

    lurus, beralur agak dalam, percabangannya dimulai dari bagian pangkalnya (Gambar

    10a) (Heyne,1987).

    Daun tunggal, bertangkai pendek. Helaian daun berbentuk oval, elips, atau

    memanjang, tebal seperti kulit, panjang 9-28 cm, lebar 4-12 cm, berwarna hijau tua.

    Serat daun melingkar kearah ujung dengan jumlah 12 13. Pada bagian pangkal

    tangkai elastis memiliki lutut (Gambar 10b). Bunga majemuk berwarna ungu, tersusun

    dalam malai yang panjangnya 10-50 cm, keluar dari ketiak daun atau ujung ranting.

    Bungur berbunga 2 kali dalam satu tahun yaitu akhir Nopember Desember dan bulan

    Mei Juni tetapi pernah dijumpai diluar musim tersebut diatas ( Gambar 10c). buah

    bungur berbentuk bulat, ujungnya runcing seperti jarum dengan panjang 0,3 mm. Buah

    bungur panjangnya 1,8 2,5 cm, diameternya 1,5 2 cm. Jika masih muda berwarna

    hijau dan setelah masak berwarna coklat (Gambar 10 d.2). Buah masak memerlukan

    waktu 3,5 - 4 bulan, bila berbunga bulan Nopember atau Desember maka berbuah bulan

    Pebruari atau Maret dan bila berbunga bulan Mei atau Juni maka berbuah bulan

    Agustus atau September. Buah masak pada saat musim kemarau akan lebih cepat

    masak 15 20 hari jika dibandingkan buah masak pada saat musim penghujan (Gambar

    10 d.1) (Heyne,1987).

  • Gambar 10 : Tanaman Bungur (Lagerstroemia speciosa PERS); a) Batang, b) Daun, c) Bunga, d) Buah

    (d1 : Buah Tua ; d2 : Buah Muda) ( Sumber : Syarah, 2010).

    7.3.Penyebaran dan Habitat

    Bungur dapat ditemukan di hutan jati, baik di tanah gersang maupun di tanah

    subur hutan heterogen berbatang tinggi. Kadang-kadang, bungur ditanam sebagai

    pohon hias atau pohon pelindung di tepi jalan. Di Jawa, bungur dapat tumbuh sampai

    ketinggian 800 m dpl. Selain itu, bungur banyak ditemukan pada ketinggian di bawah

    300 m. Di Sumatera Selatan bungur tumbuh di tempat yang pada musim hujan

    tergenang air namun tidak sampai terjadi pembentukan gambut. Sama seperti di Jawa,

    Bungur di Palembang juga tumbuh terpencar pencar tetapi di Lampung Bungur

    terdapat dalam hutan hutan murni (Heyne,1987).

    8. Salak (Salacca edulis Reinw)

    8.1.Tata Nama

    A

    C

  • Tanaman salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Steenis, 1975;

    Tjitrosoepomo, 1988):

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Klas : Monocotyledoneae

    Ordo : Principes

    Familia : Palmae

    Genus : Salacca

    Spesies : Salacca zalacca (Gaert.) Voss.

    Sinonim : Salacca edulis Reinw.

    Masyarakat Deli, Sunda, Jawa, Madura, Bali menyebutnya salak, masyarakat

    Minang, Makasar dan Bugis menamainya sala, sedang masyarakat Kalimantan

    menyebutnya hakam atau tusum (Wahyuningdari,2000)

    8.2.Deskripsi Botanis

    Tanaman salak termasuk golongan pohon palem rendah yang tumbuh

    berumpun. Batang hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang sangat

    rapat. Batang, pangkalm pelepah, tepi daun dan permukaan buahnya berduri tempel.

    Pada umur 1-2 tahun batang dapat tumbuh ke samping membentuk beberapa tunas yang

    akan menjadi anakan atau tunas bunga. Tanaman salak dapat tumbuh bertahun-tahun

    hingga ketinggiannya mencapai tinggi 7 m (Wahyuningdari, 1992; Santoso, 1990).

    Daun tersusun roset, bersirip terputus, panjang 2,5-7 m (Santoso, 1990). Anak

    daun tersusun majemuk, helai daun lanset, ujung meruncing, pangkal menyempit.

    Bagian bawah dan tepi tangkai berduri tajam. Ukuran dan warna daun tergantung

    varietas (Wahyuningdari,2000). Tanaman salak termasuk tumbuhan berumah dua,

    bunga kecil muncul di ketiak pelepah, mekar selama 1-3 hari. Ketika masih muda

    diselubungi seludang yang berbentuk perahu. Simetri radial, mempunyai tiga daun

    kelopak dan tiga daun mahkota, kadangkadang struktur kelopak dan mahkota tidak

    dapat dibedakan. Kuntum bunga dibedakan menjadi kuntum besar dan kecil. Keduanya

    bersatu dalam satu dasar bunga yang memiliki satu putik dengan satu bakal biji. Bunga

    jantan, terdiri dari stamen tanpa putik, banyak, rapat, panjang, tersusun seperti genteng,

    simetri radial. Bunga mempunyai mahkota dan mata tunas bunga kecil-kecil yang rapat,

  • satu kelompok terdiri dari 4-14 malai. Satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari. Panjang

    seluruh bunga sekitar 15-35 cm, sedang panjang malai 7-15 cm. Bunga betina hanya

    menghasilkan putik, berbentuk agak bulat. Mempunyai mahkota dan mata tunas

    dengan satu putik dan bakal biji yang tersusun dalam kuntum. Satu kelompok terdiri

    dari 1-3 malai, setiap malai mengandung 10-20 bakal buah. Panjang bunga seluruhnya

    20-30 cm, panjang malai 7-10 cm. Warna hijau kekuningan lalu merah dan sebelum

    mekar sempurna bunga sudah berwarna kehitaman. Selain bunga jantan dan betina

    terdapat pula bunga hermaprodit (Wahyuningdari,2000; Steenis, 1975; Backer dan

    Bakhuizen v.d. Brink, 1968).

    Akar serabut, menjalar datar di bawah tanah. Daerah perakaran tidak luas,

    dangkal dan mudah rusak jika kekeringan atau kelebihan air. Perkembangan akar

    sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah, pemupukan, tekstur tanah, sifat fisik

    tanah, sifat kimia tanah, air tanah dan lain-lain. Untuk menjaga akar tetap tumbuh,

    maka perlu diadakan penimbunan dan setelah muncul akar-akar muda, akar yang tua

    dipotong (Tjahjadi, 1995; Santoso, 1990).

    Buah umumnya berbentuk segitiga, bulat telur terbalik, bulat atau lonjong

    dengan ujung runcing, terangkai rapat dalam tandan buah di ketiak pelepah daun. Kulit

    buah tersusun seperti sisik-sisik/genteng berwarna cokelat kekuningan sampai

    kehitaman. Daging buah tidak berserat, warna dan rasa tergantung varietasnya. Dalam

    satu buah terdapat 1-3 biji. Biji keras, berbentuk dua sisi, sisi dalam datardan sisi luar

    cembung (Wahyuningdari, 2000; Steenis, 1975).

    8.3. Penyebaran dan Habitat

    Tanaman salak (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) diduga berasal dari Pulau Jawa

    dan sudah dibudidayakan sejak ratusan tahun silam. Pada masa penjajahan, tanaman

    ini dibawa ke pulau-pulau lain dan akhirnya tersebar luas sampai ke Filipina, Malaysia,

    Brunei dan Thailand (Nazarudin dan Kristiawati, 1997).

    Daerah sebarannya yang luas menyebabkan banyak ragam varietas salak.

    Keragaman ini semakin meningkat sejalan dengan penggunaan biji sebagai sarana

    pembiakan. Varietas salak umumnya dikenal berdasarkan daerah tumbuhnya. Salak

    pondoh dan salak bali merupakan varietas yang memiliki nilai komersial tinggi

    (Kusumo dkk., 1995).

  • Tanaman salak memerlukan curah hujan rata-rata 200-400 mm per bulan.

    Tanaman ini tidak menyukai penyinaran penuh, intensitas sinar yang dibutuhkan

    berkisar 50-70%, sehingga perlu tumbuhan penaung. Salak tumbuh dengan baik pada

    tempat beriklim basah dengan pH sekitar 6,5, berupa tanah pasir atau lempung yang

    kaya bahan organik, dapat menyimpan air dan tidak tergenang, karena sistem

    perakarannya dangkal (Wahyuningdari,2000 ; Santoso, 1990). Temperatur optimal 20-

    30oC, apabila kurang dari 20oC perbungaan akan lambat, bila terlalu tinggi akan

    menyebabkan buah dan biji membusuk (Santoso, 1990). Salak tumbuh baik dari

    dataran rendah sampai ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat berbuah sepanjang tahun,

    khususnya pada bulan Oktober dan Januari (Sastroprodjo, 1980).

    9. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

    9.1. Tata Nama

    Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut :

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Angiopspermae

    Sub kelas : Monocotyledoneae

    Ordo : Spadiciflorae

    Keluarga : Palmaceae

    Sub keluarga : Cocoideae

    Genus : Elaeis

    Spesies : Elaeis guineensis Jacq

    ( Lubis,1992).

    9.2.Deskripsi Botanis

    Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Batangnya lurus, tidak bercabang

    dan tidak mempunyai kambium tingginya dapat mencapai 15-20 m (Lubis, 1992).

    Tanaman ini berumah satu atau monoecious, bunga jantan dan bunga betina berada

    pada satu pohon. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan daun, sedangkan bagian

    generatifnya yakni bunga dan buah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

    Calon akar muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula,

    panjangnya dapat mencapai 15 cm dan mampu bertahan sampai 6 bulan (Lubis, 1992).

    Akar primer yang tumbuh dari pangkal batang (bole) ribuan jumlahnya, diameternya

    berkisar antara 8 dan 10 mm. panjangnya dapat mencapai 18 cm. Akar sekunder

    tumbuh dari akar primer, diameternya 2-4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier

    berdiameter 0.7-1.5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm (Lubis, 1992).

  • Batang membengkak pada pangkal (bole), bongkol ini dapat memperkokoh

    posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak (Sastrosayono, 2008). Dalam satu

    sampai dua tahun pertama pertumbuhan batang lebih mengarah kesamping, diameter

    batang dapat mencapai 60 cm. setelah itu perkembangan ke atas dapat mencapai 10

    11 m dengan diameter 40 cm. Menurut Lubis (1992) pertumbuhan meninggi ini

    berbeda - beda untuk setiap varietas.

    Daun pertama yang tumbuh pada stadium benih berbentuk lanset (lanceolate),

    kemudian muncul bifurcate dan setelah dewasa berbentuk menyirip (pinnate) ( Lubis,

    1992). Pada tanaman dewasa dapat menghasilkan 40-60 daun dengan laju dua daun

    /bulan dan satu helai daun hidup fungsional dua tahun. Panjang daun bisa mencapai 5-

    7 m terdiri dari : satu tulang daun (rachis), 100-160 pasang anak daun linear, dan satu

    tangkai daun (petiole) yang berduri (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

    Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-14 bulan, tetapi baru

    ekonomis untuk di panen pada umur 2,5 tahun (Lubis, 1992). Bunga kelapa sawit

    merupakan monoecious, bunga jantan dan bunga betina dalam satu pohon. Satu inflor

    dibentuk dari ketiak setiap daun setelah diferensiasi dari pucuk batang. Jenis kelamin

    jantan atau betina ditentukan 9 bulan setelah inisiasi dan selang 24 bulan baru inflor

    bunga berkembang sempurna. Bunga-bunga betina dalam satu inflor membuka dalam

    tiga hari dan siap dibuahi selama 3-4 hari. sedangkan bungabunga yang berasal dari

    inflor jantan melepaskan serbuk sarinya dalam lima hari. Penyerbukan yang umum

    terjadi biasanya penyerbukan silang namun kadang juga sendiri (Mangoensoekarjo dan

    Semangun, 2008).

    Buah kelapa sawit adalah buah batu yang sessile (sessile drup), menempel dan

    menggerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1600, berbentuk

    lonjong membulat. Panjang buah 2-3 cm, beratnya 30 gram. Bagian bagian buah

    terdiri atas eksokarp atau kulit buah dan mesokrap atau sabut dan biji. Eksokarp dan

    mesokarp disebut perikarp. Biji terdiri atas endocarp atau cangkang, dan inti atau

    kernel. Sedangkan inti tersebut terdiri dari endosperma dan embrio (Mangoensoekarjo

    dan Semangun, 2008).

    Biji merupakan bagian buah yang telah terpisah dari daging buah dan sering

    disebut noten atau nut yang memiliki berbagai ukuran tergantung tipe tanaman (Lubis,

  • 1992). Biji kelapa sawit terdiri atas cangkang, embryo dan inti atau endosperm. Embrio

    panjangnya 3 mm berdiameter 1,2 mm berbentuk silinderis seperti peluru dan memiliki

    dua bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya berwarna kuning dan bagian

    lain agak berwarna kuning. Endosperm merupakan cadangan makanan bagi

    pertumbuhan embryo. Pada perkecambahan embrio berkembang dan akan keluar

    melalui lubang cangkang (germpore). Bagian pertama yang muncul adalah radikula

    (akar) dan menyusul plumula (batang) (Lubis, 1992).

    9.3.Penyebaran dan Habitat

    Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus

    dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang

    berasal dari Amerika. Asal tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis jacq.) secara pasti

    belum bisa diketahui. Namun, ada dugaan kuat tanaman ini berasal dari dua tempat,

    yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guenia). Spesies Elaeis melanococca atau Elaeis

    oleivera diduga berasal dari Amerika Selatan dan spesies Elaeis guineensis berasal dari

    Afrika (Guenia). Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit

    tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial,

    Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Bibit kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia

    tahun 1848 berasal dari Mauritus dan Amsterdam sebanyak empat tanaman yang

    kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera

    Utara (Lubis, 1992). Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu

    Sumatera Utara oleh Schad (Jerman) pada tahun 1911.

    4.2. Karakteristik Vegetasi Hutan Kota Malabar

    Menurut Anggraeni (2011), Karakteristik Vegetasi Hutan Kota Malabar terdiri dari

    2 elemen yaitu elemen lunak (soft element) berupa vegetasi yang terbagi 4 stratum pada

    hutan kota malabar Kota Malang adalah Sebagai berikut :

  • Tabel 1. Karakteristik Vegetasi Hutan Kota Malabar, Kota Malang ( Anggraeni,2011)

    Elemen keras (hard element) merupakan elemen minoritas pada hutan

    kota,termasuk Hutan Kota Malabar terlihat pada gambar berikut:

    Keterangan :

    1) Elemen keras (hard element)

    2) Elemen lunak (soft element)

    Gambar : Proporsi Elemen Keras terhadap Elemen Lunak pada Hutan Kota Malang (Anggraeni,2011)

    4.3.Produksi Oksigen Hutan Kota

    Pada kondisi eksisting hutan kota Malang dengan kemampuan menghasilkan

    oksigen tertinggi adalah hutan kota Malabar, yaitu sebesar 7.868.795,46 gram/hari dan

    hutan kota Indragiri merupakan hutan kota dengan kemampuan menghasilkan oksigen

    terendah hutan kota Malang, yaitu sebesar 946.941,24 gram/hari yaitu pada hutan kota

    Indragiri.

  • Tabel 2 : Kemampuan Hutan Kota Malang sebagai Penghasil Oksigen (Anggraeni,2011)

    Dalam menghasilkan Oksigen elemen keras (hard element) mempunyai

    pengaruh besar. Jika diasumsikan bahwa seluruh bagian hutan kota Malang tidak

    memiliki elemen keras, maka besar produksi oksigen yang mampu dihasilkan oleh

    vegetasi tegakan (stratum B, C dan D) hutan kota Malang adalah sebesar 65.432.548,80

    gram/hari atau 3.268.182,18 gram/hari lebih tinggi dibanding dengan produksi oksigen

    pada kondisi eksisting 62.164.366,63 gram/hari.

    Tabel 3 : Pengaruh Elemen Keras terhadap Produksi Oksigen Hutan Kota Malang (Anggraeni,2011)

    Berdasarkan tabel 3, dapat disimpulkan bahwa elemen keras berpengaruh

    terhadap produksi oksigen hutan kota Malang. Jika masing-masing hutan kota Malang

    tidak memiliki elemen keras maka besar produksi oksigen yang seharusnya mampu

    dihasilkan oleh vegetasi hutan kota Malabar adalah 18.220.278,09 gram/hari, sebesar

    9.725.259,83 gram/hari pada hutan kota Jakarta, sebesar 5.267.574,92 gram/hari pada

    hutan kota Indragiri, sebesar 22.781.030,77 gram/hari pada hutan kota Velodrom dan

    sebesar 19.241.993,73 gram/hari pada hutan kota Buper Hamid Rusdi.

    5. Penutup

    5.1.Kesimpulan

    1) Hutan Kota Malabar mempunyai peranan penting sebagai penyedian O2 di Kota

    Malang dengan jumlah sebesar 7.868.795,46 gram/hari

  • 2) Berdasarkan karakterstik Vegetasi , Hutan Kota Malabar terdiri dari 4 vegetasi yaitu

    vegetasi Stratum B,C,D, dan E

    3) Berdasarkan Elemen Penyusunnya, Hutan Kota Malabar terdiri dari Elemen Keras

    (Hard Element) sebesar 16.535,70 dan Elemen Lunak (soft element) sebesar 948,32

    4) Elemen Keras (Hard Element) berpengaruh terhadap produksi okgin hutan Kota

    Malabar, jika tanpa Elemen Keras (Hard Element) produksi oksigen mencapai

    18.220.278,09

    5.2.Saran

    Berdasarkan kesimpulan diatas, rekomendasi yang dapat dikemukakan adalah

    peningkatan dan peran aktif seluruh stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan untuk

    mendukung keberlangsungan fungsi ekologis hutan kota, yaitu dengan:

    1) Membangun pola berfikir masyarakat akan lingkungan hidup, bahwa lingkungan hidup

    merupakan aset yang harus dipertahankan kelestariannya bukan untuk kepentingan

    jangka pendek melainkan untuk masa yang akan datang.

    2) Peran aktif pemerintah dalam mendukung upaya pelestarian ruang terbuka hijau

    utamanya hutan kota mengingat banyak terjadinya konversi perubahan ruang terbuka

    hijau kota Malang yang semakin pesat akibat perebutan kepentingan penggunakaan

    lahan dari berbagai sektor aktivitas kota Malang. Untuk itu perlu adanya upaya

    optimasi demi mengoptimumkan fungsi ekologis pada hutan kota yang ada.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alrasjid, H. 1973. Beberapa Keterangan Tentang Albizia falcataria. Laporan No 157. LPH :

    Bogor.

    Anggraeni,Mustika,Niti Sesanti, dan Eddi Basuki Kurniawan. 2011. Optimasi Hutan Sebagai

    Penghasil Oksigen Kota Malang. Jurnal Tata Kota dan Daerah Vol. 3, No. 1

    Barittro,Rahimatun dan Sondang Suriati. 2011. Bintaro ( Cerbera manghas) sebagai Pestisida

    Alami. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Balai Penelitian dan

    Pengembangan Pertanian Vol.17, No.1, April 2011

    Backer, C.A. dan R.C. Bakhuizen van den Brink. 1968. Flora of Java. Volume III. Groningen:

    Wolters Noordhoff

    Budihardjo, Eko & Djoko Suharto. 1998. Geomorfologi Gunung Galunggung ( Berdasarkan

    Penyelidikan Pengindraan Jauh ) Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Bandung :

  • Direktorat Vulkanologi , Departemen Energi & Sumberdaya Mineral.

    Departemen Kehutanan. 1990. Peta Kesesuaian Pengembangan Hutan Tanaman Industri

    Sengon (Albizia falcataria) di Pulau Jawa. Kerjasama Perhimpunan

    Meteorologi Pertanian Indonesia Dengan Badan Penelitian Dan

    Pengembangan Kehutanan

    Deputi menegristek. 2000. PALEM (Palem Putri, Botol, Merah dan Raja). Jakarta : Deputi

    Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengeta-

    huan dan Teknologi

    Direktorat Jenderal (Ditjen) Kehutanan. 1976. Vademeccum Kehutanan Indonesia. Departe-

    men Pertanian : Jakarta

    Djamal Irwan, Zoeraini.2005. Tantangan Lingkungan & Lanskep Hutan Kota. Jakarta : Bumi Aksara

    Hanan, Abdul,dkk. 2000. Koleksi Palem Kebun Raya Bogor. Jakarta : Unit Pelaksana Teknis

    Balai Pengembangan Kebun Raya LIPI

    Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta : Badan Litbang Kehutanan

    Joker, Dorthe. 2002. Tamarindus indica L. dalam Informasi Singkat Benih No. 21, Mei 2002.

    Bandung : Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan

    Kusumo, S., A.B. Farid, S. Sulihanti, K. Yusri, Suhardjo dan T. Sudaryono. 1995. Teknologi

    Produksi Salak. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultural Badan

    Peneltian dan Pengembangan Departemen Pertanian

    Lemmens, R.H.M.J. dan I.Soerianegara. 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara No.5(1)

    Pohon Penghasil Kayu Perdagangan Utama. PT Balai Pustaka Prosesa Indonesia

    : Bogor.

    Lestari, Juwita Amanda. 2013. Observasi Hutan Kota Malabar, Malang. Malang : Fakultas

    Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

    Martawijaya, A. , I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A.Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid

    I. Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan : Bogor.

    ________. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehuta

    -nan : Bogor.

    Nazaruddin dan Kristiawati. 1997. Varietas Salak. Jakarta: Penebar Swadaya

    Prihmantoro, H. 1991. Budidaya Albizia. Jakarta Info Agribisnis. Trubus Edisi Juni : 34-36.

    Rachmawati, Henny, Djoko Iriantoro, dan Christian P. Hansen. 2002. Gmelina arborea Roxb

  • dalam Informasi Singkat Benih No. 16, Januari 2002. Bandung : Direktorat

    Perbenihan Tanaman Hutan

    Santoso, H.B. 1990. Salak Pondoh. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

    Sastroprodjo, S. 1980. Fruits. IBPGR Scretariat Home

    Steenis, C.G.G.J. van. 1975. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: PT. Pradnya Paramita

    Soesanthy, Funny dan Gusti Indiarti.2011. Hama Ulat Pemakan Daun Tanaman (Cerbera

    manghas). Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Balai Penelitian

    dan Pengembangan Pertanian Vol.17, No.1, April 2011

    Syrah, Mey dan Suradji.2010. Lagerstroemia speciosa PERS dalam Informasi Singkat Benih

    No. 105. Palembang : BPTH Sumatra

    Tjahjadi, N. 1995. Bertanam Salak. Yogyakarta: Kanisius

    Tjitrosoepomo, G. 1988. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press.

    Uhl,N.W. & J. Dreasfield.1987. Genera Palmarum, A Classification of Palms Based On The

    Work of Harold E. Moore. Jr. The L.H. Bailey Hortorium and The International Palm

    Society. Lawrence, Kansas- USA : Allen Press

    Verheij, EWM and Coronel RE, eds, 1991. Plant Resources of South-East Asia. No.2. Edible

    fruits and nuts. PROSEA Foundation. Wageningen, Netherlands: Pudoc.