laporan acara 6

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan piroklastik merupakan batuan vulkanik yang mempunyai tekstur klastik, dengan kata lain merupakan endapan– endapan fragmental terbentuk secara langsung dari aktifitas vulkanik. Batuan piroklastik meruapakn batuan yang tersusun oleh fragmen hasil erupsi vulkanik secara eksplosif (Williams, Turner, Gilbert, 1954). Batuan piroklastik merupakan batuan yang terdiri dari bahan rombakan yang diletuskan dari lubang vulkanik, diangkut melalui udara sebagai bahan maupun awan pijar, kemudian diendapkan di atas tanah dalam kondisi kering atau dalam tubuh air (Henrich, 1959). Pengamatan yang dilakukan pada batuan piroklastik salah satunya berupa pengamatan mineral melalui nikol silang dan nikol sejajar . Pengamatan ini sangat penting sebab dalam pengamatan ini akan diketahui

Upload: ikhwan-rasyidin-hadi-abbas

Post on 17-Feb-2016

271 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi Alporan Petrografi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batuan piroklastik merupakan batuan vulkanik yang mempunyai tekstur

klastik, dengan kata lain merupakan endapan– endapan fragmental terbentuk

secara langsung dari aktifitas vulkanik. Batuan piroklastik meruapakn batuan yang

tersusun oleh fragmen hasil erupsi vulkanik secara eksplosif (Williams, Turner,

Gilbert, 1954). Batuan piroklastik merupakan batuan yang terdiri dari bahan

rombakan yang diletuskan dari lubang vulkanik, diangkut melalui udara sebagai

bahan maupun awan pijar, kemudian diendapkan di atas tanah dalam kondisi

kering atau dalam tubuh air (Henrich, 1959).

Pengamatan yang dilakukan pada batuan piroklastik salah satunya berupa

pengamatan mineral melalui nikol silang dan nikol sejajar . Pengamatan ini

sangat penting sebab dalam pengamatan ini akan diketahui sifat-sifat optik

mineral, sehingga dapat ditentukan nama mineral dari hasil pengamatan.

Beberapa hal diatas merupakan faktor yang melatar belakangi

dilaksanakannya praktikum acara batuan piroklastik.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud diadakannya praktikum ini adalah mengidentifikasi nama-nama

mineral pada preparat sayatan batuan.

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui komponen penciri dari batuan piroklastik.

2. Mahasiswa dapat mengetahui nama batuan dari sampel yang diamati

1.3 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

1. Lembar Kerja Praktikum

2. Buku Penuntun

3. Pensil Warna

4. Penggaris

5. Alat Tulis (Pensil, Penghapus, Rautan)

6. Mikroskop Polarisasi

7. Buku Optical Mineral

8. Sampel Mineral

1.4 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah:

1. Menyediakan lembar kerja praktikum dan alat tulis yang akan digunakan

dalam menggambar

2. Menyalakan mikroskop, lalu menyentringkannya sehingga mikroskop

dapat digunakan

3. Pengamatan terdiri atas 3 sampel sampel dengan menggunakan preparat

sayatan mineral dari suatu batuan yang telah disediakan. Preparat

diletakkan di atas meja preparat, lalu mengatur posisi nikol yang akan

digunakan, yaitu nikol sejajar dengan menggunakan analisator.

Kemudian, lengkapi data-data yang dibutuhkan sesuai dengan format

praktikum yang terdiri dari warna absorpsi, pleokrisme, intensitas,

bentuk, indeks bias, belahan, pecahan, relief, inklusi jika ditemukan

dalam mineral yang diamati dan mengukur mineral yang diamati.

4. Pengamatan ortoskop nikol silang dengan menggunakan preparat

sayatan mineral dari sampel yang sama. Preparat diletakkan di atas meja

preparat, lalu mengatur posisi nikol yang akan digunakan, yaitu nikol

silang dengan menggunakan polarisator. Kemudian, lengkapi data-data

yang dibutuhkan sesuai dengan format praktikum yang terdiri dari

ukuran mineral, warna interferensi maksimum, bias rangkap, kembaran,

sudut gelapan, jenis gelapan dan tanda rentang optik.

5. Tentukan persentase mineral dari tiga medan pandang, lalu rata-ratakan

persentase mineral tersebut. Setelah itu, tentukan nama batuan dari

masing-masing preparat.

6. Membersihkan kembali meja pengamatan dan mematikan mikroskop

yang digunakan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk dari letusan gunung api

(berasal dari pendinginan dan pembekuan magma) namun seringkali bersifat

klastik. Menurut William (1982) batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang

bertekstur klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan

letusan gunung api, dengan material asal yang berbeda, dimana material penyusun

tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum mengalami transportasi

(reworking) oleh air atau es. Sedangkan menurut Johannsen (1977) meruapakan

batuan yang terdiri dari material detrital atau rombakan dari hasil kegiatan

vulkanik, ditransport dan diendapkan di danau, darat ataupun laut.

Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang dihasilkan oleh proses

lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanis selama erupsi

yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan jatuhan kemudian mengalami litifikasi baik

sebelum ditransport maupun reworking oleh air atau es.

Batuan ini merupakan batuan gunungapi bertekstur klastika sebagai hasil

letusan gunungapi dan langsung dari magma pijar. Piroklastik merupakan fragmen

yang dibentuk dalam letusan vulkanik, dan secara khusus menunjuk pada klastika

yang dihasilkan dari magmatisme letusan.

Magma yang merupakan lelehan panas, pijar, dan relatif encer, dapat

bergerak dan menerobos ke permukaan bumi melalui rongga-rongga yang

terbentuk oleh proses tektonik (bidang sesar). Selain berupa padatan, magma juga

mengandung uap air dan gas yang bervariasi komposisinya.

Jika magma tersebut encer dan bertekanan tinggi, maka akan terjadi

letusan gunung api. Sumbat kepundan akan hancur dan terlempar ke sekitarnya

dan bersamaan dengan itu sebagian magma panas juga akan terlempar ke udara.

Akibat dari letusan tersebut terjadi proses pendinginan yang cepat, sehingga

magma akan membeku dengan cepat dan membentuk gelas (obsidian), tufa atau

abu halus, lapili dan bom (berupa batuapung dengan rongga-rongga gas). Material

yang halus (tufa) akan terlempar jauh dan terbawa angin ke tempat yang lebih

jauh, sedangkan bom, lapili, dan gelas, dan material-material lain yang berukuran

pasir dan kerikil akan jatuh di sekitar puncak gunung.

Gambar 2.1 Erupsi Eksplosif

2.2 Endapan –Endapan Piroklastik

Berdasarkan klasifikasi genetik, batuan piroklastik terdiri dari 3 jenis

endapan piroklastik yaitu:

A. Endapan Jatuhan Piroklastik (Pyroclastic Fall Deposits)

Endapan ini dihasilkan dari letusan eksploif material vulkanik dari lubang

vulkanik ke atmosfer dan jatuh kembali ke bawah dan terkumpul di sekitar

gunung api. Endapan ini umumnya menipis dan ukuran butir menghalus secara

sistimatis menjauhi pusat erupsi, pemilahannya baik, menunjukan grading normal

pumis dan fragmen litik, mungkin menunjukan stratifikasi internal dalam ukuran

butir atau komposisi, komposisi pumis lebih besar daripada litik.

B. Endapan Aliran Piroklastik (Pyroclastic Flow Deposits),

Endapan ini dihasilkan dari pergerakan lateral di permukaan tanah dari

fragmen-fragmen piroklastik yang tertransport dalam matrik fluida (gas atau

cairan), material vulkanik ini tertransportasi jauh dari gunung api. Endapan ini

umumnya pemilahannya buruk, mungkin menunjukan grading normal fragmen

litik, dan butiran litik yang padat semakin berkurang menjauhi pusat erupsi.

Contoh lahar yaitu masa piroklastik yang mengalir menerus antara aliran

temperatur tinggi (> 1000C) di mana material piroklastik ditransportasikan oleh

fase gas dan aliran temperatur rendah yang biasanya bercampur dengan air.

C. Endapan Surge Piroklastik (Pyroclastic Surge Deposits),

Endapan ini termasuk pergerakan lateral fragmen piroklatik sebagai

campuran padatan/gas konsentrasi rendah yang panas. Karekteristiknya, endapan

ini menunjukan stratifikasi bersilang, struktur dunes, laminasi planar, struktur anti

dunes dan pind and swell, endapan sedikit menebal di bagian topografi rendah dan

menipis pada topografi tinggi.

Gambar 2.2 Endapan –Endapan Piroklastik

2.3 Tipe Tipe Pembentukan Batuan Piroklastik

Tipe tipe pembentukan batuan piroklastik adalah sebagai berikut :

A. Tipe 1

Batuan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat volkanik jatuh ke darat

yang kemudian kering akibat pengaruh medium udara, kemudian mengalami

litifikasi membentuk batuan fragmental.Jadi jatuhan piroklastik ini belum

mengalami pengangkutan.

B. Tipe 2

Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat volkanik terangkut ke

dalam tempat pengendapannya yaitu di daratan yang kering dengan media gas

yang dihasilkan dari magma sendiri yang merupakan aliran abu yang merupakan

onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan fragmental.

C. Tipe 3

Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh ada

suatu tubuh perairan (baik darat maupun laut) yang tenang arusnya sangat kecil,

onggokan aliran litifikasi dan membentuk batuan fragmental.

D. Tipe 4

Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang jatuh pada

suatu tubuh perairan yang arusnya aktif (bergerak). Sebelum mengalami litifikasi

mengalami rewarking dan dapat bercampur dengan batuan lain yang dihasilkan

akan mempunyai struktur sediment basa.

E. Tipe 5

Bahan piroklastik yang telah jatuh sebelum mengalami pelapukan

kemudian diangkut dan diendapkan ditempat lain dengan media air. Hasilnya

batuan sedimen dengan asal-usulnya adalah bahan-bahan piroklastik,dengan

struktur sediment biasa.

F. Tipe 6

Bahan piroklastik yang telah jatuh sudah mengalami proses-proses

litifikasi, kemudian diendapkan kembali ke tempat yang lain. Batuan yang

dihasilkan adalah batuan sediment dengan propenan piroklastik.

Gambar 2.3 Tipe –Tipe Pembentukan Batuan Piroklastik

2.4 Jenis Endapan Piroklastik Tak Terkonsolidasi

A. Lapili

Lapili berasal bahasa latin lapillus, yang berarti nama untuk hasil erupsi

eksplosif gunung api yang berukuruan 2mm – 64mm. Selain dari fragmen batuan ,

kadang-kadang terdiri dari mineral – mineral augit, olivine, plagioklas.

B. Debu Gunung Api

Debu gunung api adalah merupakan batuan piroklastik yang berukuran

2mm- 1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi

eksplosif. Namun ada juga debu gunung berapi yang terjadi karena proses

penggesekan pada waktu erupsi gunung api. Debu gunung api masih dalam

keadaan belum terkonsolidasi.

C. Bomb Gunung Api

Bomb adalah merupakan gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai

ukuran lebih besar dari 64mm. Beberapa bomb mempunyai ukuran yang sangat

besar. Sebagai contoh bomb yang berdiameter 5 meter dengan berat 200kg dengan

hembusan setinggi 600 meter selama erupsi. Misalnya, di gunung api Asama,

Jepang pada tahun 1935.

D. Block Gunung Api

Block Gunung Api merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh

erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah memadat lebih dulu dengan

ukuran lebih besar dari 64 mm. Block-block ini selalu menyudut bentuknya atau

equidimensional.

2.5 Struktur Batuan Piroklastik

Seperti halnya batuan volkanik lainnya, batuan piroklastik mempunyai

struktur vesikuler, scoria dan amigdaloidal. Jika klastika pijar dilemparkan

keudara dan kemudia terendapkan dalam kondisi masih panas, berkecenderungan

mengalami pengelasa antara klastika satu dengan lainnya. Struktur tersebut

dikenal dengan pengelasan atau welded. Struktur Batuan Piroklastik yang lain

adalah :

1. Masif : Batuan masif bila tidak menunjukan struktur dalam.

2. Laminasi : Perlapisan dan struktur sedimen yang mempunyai ketebalan kurang

dari 1 cm.

3. Berlapis : Perlapisan dan struktur sedimen yang mempunyai ketebalan lebih

dari 1 cm.

2.6Klasifikasi Batuan Piroklastik

Heinrich (1956) selama pengendapan tufa bisa bercampur dengan material

sedimen yang bermacam-macam. Material sedimen yang paling banyak dapat

dipakai untuk pemberian nama tufa. Misal serpihan atau mengandung gamping,

tufa gampingan dan sebagainya.

Batuan sedimen non volkanik, bisa tercampuri oleh tufa hasil letusan

gunung berapi, sehingga membentuk campuran dua bahan pembentuk batuan

yang mempunyai sumber dan proses pembentukan yang tidak sama. Pettijohn

(1975), adanya tuf di dalam batuan sedimen bisa dipergunakan untuk pemeriaan

tambahan. Sehingga akan diperolehpenamaan seperti batupasir tufaa, serpih

tufaan dan lainnya.

Klasifikasi berdasarkan komposisi sangat penting untuk analisa tufa.

Batuan yang berdasarkan ukuran fragmen dengan mudah dan sederhana dapat

dimasukkan ke dalam kelompok tufa ini, ternyata mempunyai komposisi yang

cukup berariasi. Variasi komposisi tersebut dikelompokan lagi.

A. Vitric Tuff

Menurut Heinrich (1956), penyusun utama terdiri atas gelas. Tufa vitrik

merupakan hasil endapan primer material letusan gunungapi. Komposisi

umumnya bersifat riolitik, meskipun jugs dijumpai berkomposisi dasitik, trasitik,

andesitik dan basaltik.

Kepingan gelas umumnya mempunyai bentuk meruncing. Inklusi-inklusi

magnetit banyak dijumpai dalam gelas. Gelas biasanya tidak berwarna, tetapi

apabila berkomposisi basaltik berwama kuning sampai coklat.

Fragmen-fragmen berupa kristal dan fosil terkadang dijumpai, walaupun

dalam persentase yang kecil. Mineral-mineral bisa berupa mineral penyusun riolit,

andesit dan lain-lain. Mineral skunder yang hadir antara lain kalsit, opal, kalsedon,

kuarsa, oksida-oksida besi dan lain-lain.

Beberapa tufa vitrik yang mengendap dalam tubuh air tersemen oleh

kalsit, Heinrich (1956). Tufa vitrik umumnya bertekstur vitroclastic, yaitu

kepingan-kepingan gelas terletak dalam matrik yang berupa abu gelas yang sangat

halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).

Macam-macam tufa vitrik:

1. Tufa palagonit

Penyusun utama gelas basa, dengan warna kuning kehijauan sampai coklat

tua. Tufa palagonit umumnya mengandung kristal-kristal plagioklas, olivin,

piroksen dan bijih besi, lubang-lubang banyak terisi kalsit atau zeolit, Heinrich

(1956).

2. Welded tuff atau ignimbrit

Penyusun terdiri atas kepingan-kepingan gelas yang terelaskan, Heinrich

(1956).

3. Tufa pisolit

Penyusun terdiri atas pisolit-pisolit abu gelas yang sangat halus, Williams,

Turner dan Gilbert (1954).

B. Crystal Tuff

Komposisi dominan terdiri atas kristal, sedangkan gelas dijumpai

berjumlah sedikit Tufa kristal riolitik, yaitu kristal kuarsa, sanidin, biota,

hornblende, lain yang terkadang dijumpai seperti augit. Tufa kristal yang

mengandung tridimit.

Tufa kristal dasitik, yaitu hornblende, hipersten, andesin, magnetit dan

augit banyak dijumpai pada trasit. Sedangkan pada tufa qistal basalitik, tersusun

atas olivin, augit, magnetit dan labradorit.

C. Lithic Tuff

Penyusun dominan berupa fragmen-fragmen batuan. Gelas dijumpai dalam

jumlah yang relatif sedikit, Fragmen tersebut biasanya berupa fragmen batuapung,

skoria, andesit, basalt, granofir, batuan beku hipoabisik bertekstur porfiritik atau

halus. Kadang terdapat fragmen batuan plutonik, metamorfik maupun sedimen,

Heinrich (1956).

Bahan piroklastik yang dikeluarkan dari ventral volkan, sebelum

terendapkan mengalami berbagai proses, baik cars terangkuntnya dan media

transportasi, maupun material yang terendapkan.

Gambar 2.4 Klasifikasi Batuan Piroklastik

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Sampel I

Nomor Peraga : st.16 / Tf Tuff Nama : Aldinu AkbarAcara : Batuan Piroklastik NIM : D611 12 274Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan PiroklastikTipe Stuktur (Type of Structure) : MassifKlasifikasi (Classification) : Pettijohn, 1975Mikroskopis (Microscopic) :Tidak berwarna – kuning kecoklatan, bentuk mineral anhedral, ukuran mineral 0,1 mm – 0,8 mm, warna interferensi berwarna hitam, tekstur poorly welded tuff dengan mineral terdiri dari piroksin dan biotit.

Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)Komposisi Mineral

Compotition of MineralJumlahAmount

(%)

Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy

Piroksin (F,3 – J,6) 6,6%

Berwarna transparan, pleokrisme monokroik, intensitas kuat, relief sedang, indeks bias nmin>ncb, ukuran mineral 0,2 – 0,8 mm, warna interferensi orange, sudut gelapan 30o, jenis gelapan miring.

Biotit (G,5) 3.4 %

Berwarna coklat, tidak ada pleokrisme, intensitas kuat, relief tinggi, indeks bias nmin>ncb, ukuran mineral 0,4 mm, warna interferensi kehitaman, sudut gelapan 45o, jenis gelapan simetris.

Vitric (H,1) 8.7 % Berwarna abu-abu, tidak ada pleokrisme. Warna interferensi hitam.

Ash (C,6) 78.3 % Berwarna coklat, tidak ada pleokrisme. Warna interferensi hitam,ukuran mineral <0,1 mm

1.1.2 Sampel 2

Nomor Peraga : st.16 / Tf Tuff Nama : Aldinu AkbarAcara : Batuan Piroklastik NIM : D611 12 274Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan PiroklastikTipe Stuktur (Type of Structure) : MassifKlasifikasi (Classification) : Pettijohn, 1975Mikroskopis (Microscopic) :Warna absorbsi colorless-orange, warna interferensi kehitaman, tekstur lightly compacted tuff, ukuran 0,1 mm – 0,4 mm, komponen terdiri dari kristal yang berupa piroksen 20%, ortoklas 15% dan ash 65%

Deskripsi Mmineral Komposisi Mineral Jumlah

Amount(%)

Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy

Piroksen (B,3) 20

Warna absorbs tidak berwarna, nikol silang orange – hijau, pleokroisme monokroik, belahan 1 arah, pecahan uneven, indeks bias Nmin>Ncb, sudut gelapan 35o, jenis gelapan miring

Ortoklas (I,3) 15

Warna absorbs tidak berwarna, nikol silang kecoklatan, pleokroisme -, belahan 1 arah, relief rendah, pecahan uneven, indeks bias Nmin>Ncb, sudut gelapan 20o, jenis gelapan miring

Ash (H,6) 65 Warna absorbsi colorless, warna interferensi berwarna hitam

1.1.3 Sampel 3

Nomor Peraga : st.16 / Tf Tuff Nama : Aldinu AkbarAcara : Batuan Piroklastik NIM : D611 12 274Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan PiroklastikTipe Stuktur (Type of Structure) : MassifKlasifikasi (Classification) : Pettijohn, 1975

Mikroskopis (Microscopic) :Tidak berwarna – kuning keabu-abuan, bentuk mineral anhedral, ukuran mineral 0,02 mm – 0,6 mm, warna interferensi berwarna hitam, tekstur lightly-compacted tuff dengan mineral terdiri dari piroksin dan ortoklas.

Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)Komposisi Mineral

Compotition of MineralJumlahAmount

(%)

Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy

Piroksin (4,E) 3,4%

Berwarna transparan, pleokrisme monokroik, intensitas kuat, relief sedang, indeks bias nmin>ncb, ukuran mineral 0,08 – 0,03 mm, warna interferensi orange, sudut gelapan 30o, jenis gelapan miring.

Ortoklas (H,1) 1.6 %

Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, intensitas kuat, relief tinggi, indeks bias nmin>ncb, ukuran mineral 1,24 mm, warna interferensi kecokelatan, sudut gelapan 45o, jenis gelapan simetris.

Vitric (A,1) 95 % Berwarna abu-abu, tidak ada pleokrisme. Warna interferensi hitam.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Sampel 1

Berdasarkan pengamatan mineral pada sampel I diketahui bahwa

komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain piroksin,

plagioklas, olivin, dan kuarsa dengan persentase mineral sebagai berikut:

Piroksin

Berwarna transparan, pleokrisme monokroik, intensitas kuat, relief sedang,

indeks bias nmin>ncb, ukuran mineral 0,2 – 0,8 mm, warna interferensi orange,

sudut gelapan 30o, jenis gelapan miring.

Biotit

Berwarna coklat, tidak ada pleokrisme, intensitas kuat, relief tinggi, indeks

bias nmin>ncb, ukuran mineral 0,4 mm, warna interferensi kehitaman, sudut

gelapan 45o, jenis gelapan simetris.

Vitric

Berwarna abu-abu, tidak ada pleokrisme. Warna interferensi hitam

Ash

Berwarna coklat, tidak ada pleokrisme. Warna interferensi hitam,ukuran

mineral <0,1 mm

Mineral I (%) II (%) III (%)Rata-Rata

(%)

Biotit 6 2 2 3,4

Piroksin 10 5 5 6,6

Vitric 25 - - 8,7

Ash 65 100 75 78,3

Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka nama batuannya adalah

Vitric tuff (Pettijohn, 1975).

Vitric tuff merupakan tufa dengan penyusun utama terdeiri dari gelas.

Tufa vitric umumnya bertekstur vitroclastik, yaitu kepingan-kepingan gelas

terletak dalam matriks yang berupa abe gelas yang sangat halus.

Batuan piroklastik ini tersusun oleh mineral gelas paling utama ,

merupakan hasil endapan primer bahan letusan gunungapi, bahan-bahan

piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik secara eksplosif, dan

material yang dihasilkan akan mengalami transportasi. Dari pusat erupsi tersebut

mengalami pelemparan material oleh gas. Setelah itu material-material ataupun

mineral yang terlemparkan tadi akan terendapkan didarat atau danau atau jatuh

langsung kedalam air yang tenang, bahan - bahan tersebut tidak bercampur

dengan bahan-bahan yang bukan bahan piroklastik dan juga tidak mengalami

reworking, batuan – batuan yang terbentuk dari bahan ini tidak mempunyai

struktur – struktur sediment internal yang fragmen-fragmen batuan tidak

menunjukkan gejala reworking oleh air. Pada batuan piroklastik ini terdiri dari

mineral – mineral yang dihasilkan dari erupsi gunugapi ini dimana mineral yang

terbentuk adalah mineral piroksin yang mengalami pengkristalan pada suhu

sekitar 11000 – 10000 C, dan tidak dijumpai adannya rock fragmen.

3.2.2 Sampel 2

Berdasarkan pengamatan mineral pada sampel II diketahui bahwa

komposisi material yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain kristal yang

berupa piroksen, ortoklas dan Ash dengan persentase mineral sebagai berikut:

Mineral I (%) II (%) III (%)Rata-Rata

(%)

Piroksen 25 15 20 20

Ortoklas 15 20 10 15

Ash

60

65 70 65

Pada kenampakan mikroskopik dari batuan ini, hampir sebagian besar

komponen penyusun batuan terdiri dari gelas vulkanik yaitu sekitar 65 %,

selebihnya disusun oleh kristal-kristal mineral yang ukurannya relatif kecil,

dengan bentuk umum euhedral - anhedral dan sebagian broken. Proses

pembentukan batuan ini dimulai dengan terjadinya pembekuan magma pada suhu

sekitar 1000oC - 1200oC membentuk mineral Augite, disusul pembentukan

Ortoklas pada suhu sekitar 500oC – 600oC.. Pada saat terjadi letusan gunung

berapi yang berupa letusan eksplosif material-material ini terlempar keluar dan

terakumulasi pada sutau cekungan terendapkan dan terlitifikasi membentuk Vitric

Crystal Tuff.. Berdasarkan proses yang dialaminya maka material-material

vulkanik ini terbentuk berdasarkan cara yang ketiga dimana material vulkanik

setelah dilemparkan dari pusat vulkanik jatuh langsung diatas darat atau di dalam

air yang tenang dan tidak mengalami percampuran dengan material-material non

vulkanik yang terdapat dalam cekungan tersebut. Hal ini dapat diamati pada

kenampakan mikroskopis nampak jelas bahwa material-material vulkanik

penyusun batuan ini tidak memperlihatkan / menunjukkan adanya gejala

reworking oleh air. Gelas vulkanik yang merupakan salah satu komponen

penyusun batuan ini terbentuk dari ash/debu vulkanik. Material-material vulkanik

yang telah terakumulasi tadi kemudian disemen oleh debu vulkanik.

3.2.3 Sampel 3

Berdasarkan pengamatan mineral pada sampel I diketahui bahwa

komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain piroksin,

plagioklas, ortoklas dengan persentase mineral sebagai berikut:

Piroksin

Berwarna transparan, pleokrisme monokroik, intensitas kuat, relief sedang,

indeks bias nmin>ncb, ukuran mineral 0,2 – 0,8 mm, warna interferensi orange,

sudut gelapan 30o, jenis gelapan miring.

Ortoklas

Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, intensitas kuat, relief tinggi,

indeks bias nmin>ncb, ukuran mineral 1,24 mm, warna interferensi kecokelatan,

sudut gelapan 45o, jenis gelapan simetris

Vitric

Berwarna abu-abu, tidak ada pleokrisme. Warna interferensi hitam

Mineral I (%) II (%) III (%)Rata-Rata

(%)

Piroksin 6 2 2 3.4

Ortoklas 3 2 - 1.6

Vitric 91 96 98 95

Berdasarkan komposisi mineral yang ada, maka nama batuannya adalah

Vitric tuff (Hendrich, 1975).

Vitric tuff merupakan tufa dengan penyusun utama terdeiri dari gelas.

Tufa vitric umumnya bertekstur vitroclastik, yaitu kepingan-kepingan gelas

terletak dalam matriks yang berupa abe gelas yang sangat halus.

Batuan piroklastik ini tersusun oleh mineral gelas paling utama ,

merupakan hasil endapan primer bahan letusan gunungapi, bahan-bahan

piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik secara eksplosif, dan material

yang dihasilkan akan mengalami transportasi. Dari pusat erupsi tersebut

mengalami pelemparan material oleh gas. Setelah itu material-material ataupun

mineral yang terlemparkan tadi akan terendapkan didarat atau danau atau jatuh

langsung kedalam air yang tenang, bahan - bahan tersebut tidak bercampur

dengan bahan-bahan yang bukan bahan piroklastik dan juga tidak mengalami

reworking, batuan – batuan yang terbentuk dari bahan ini tidak mempunyai

struktur – struktur sediment internal yang fragmen-fragmen batuan tidak

menunjukkan gejala reworking oleh air. Pada batuan piroklastik ini terdiri dari

mineral – mineral yang dihasilkan dari erupsi gunugapi ini dimana mineral yang

terbentuk adalah mineral piroksin yang mengalami pengkristalan pada suhu

sekitar 11000 – 10000 C, dan tidak dijumpai adannya rock fragmen.

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah

1. Komponen-komponen penyusun batuan piroklastik yang umumnya

ditemukan pada ketiga sampel ialah rock fragmen, glass dan crystal.

2. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat ditentukan nama batuan

dari tiap sampel, yaitu sampel pertama ialah Vitric Tuff, sampel kedua

ialah Vitric Cristal Tuff, sampel ketiga ialah Vitric Tuff .

4.2 Saran

4.2.1 Untuk Asisten

Sebaiknya asisten perlu menjelaskan lebih rinci tentang aspek-aspek yang

diamati ketika praktikum.

4.2.2 Untuk Laboratorium

Kebersihan ruangan tetap dijaga dan fasilitas lebih diperbanyak sehingga

para praktikan tidak berkumpul dalam beberapa mikroskop saja dan praktikum

menjadi lebih efektif dan target praktikum dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Graha, Doddy S. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Penerbit Nova.

Irfan, U. R. 2015. Penuntun Praktikum Mineral Optik. Makassar: Laboratorium

Petrografi Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas

Hasanuddin.

Prazad, R.2013. Batuan Beku Piroklastik. http://prazadr.blogspot.co.id/2013

/09/batuan-beku-piroklastik.html

Graha,D. S. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Nova

Irfan, U. R. 2015. Penuntun Praktikum Mineral Optik. Makassar: Laboratorium

Petrografi Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas

Hasanuddin