lap pk eccei ria chubby (2)
DESCRIPTION
xcccTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK
BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EPOSURE I
( ECCE I )
Oleh :
Kelompok
RIA RESTI NOPIYANTI K1A006029
AMANDA RIZKIA HARDIANI K1A006032
DINI RACHMA PH K1A006034
YENI SRI S K1A006035
AMINUDIN ANWAR K1A006036
DWI EVA YULITA K1A006037
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
PURWOKERTO
2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Pemeriksaan darah rutin, urin rutin dan tinja
B. Tanggal Praktikum
Senin, 29 Nopember 2008
C. Tujuan Praktikum
1. Dapat menjelaskan berbagai macam pemeriksaan darah rutin berikut cara
kerjanya
2. Dapat menjelaskan berbagai macam pemeriksaan urin rutin berikut cara kerjanya.
3. Dapat menjelaskan berbagai macam pemeriksaan tinja berikut cara kerjanya.
D. Dasar Teori
Pemeriksaan urin rutin
Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama yang
yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seseorang ali kimia Belanda,
Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat
yang paling penting dalam setiap organisme. Protein adalah bagian dari semua sel
hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh
adalah protein separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang
rawan, sepersepuluhnya di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan
cairan tubuh.
Semua enzim berbagai hormon, pengangkut zat - zat gizi dan darah matriks
intraseluler dan sebagainya adalah protein. Disamping itu asam amino yang
membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon,
asam nukleat, dan molekul – molekul yang esensial untuk kehidupan.
Fungsi – fungsi protein :
a. Pertumbuhan dan Pemeliharaan
a. Pembentukan Ikatan – Ikatan Esential Tubuh
b. Mengatur Keseimbangan Air
c. Memelihara Netralitas Tubuh
d. Pembentukan Antibodi
e. Mengangkut Zat – Zat Gizi
f. Sumber Energi
. Glukosa diperlukan sebagai sumber energi terutama bagi system syaraf dan
eritrosit. Glukosa juga dibutuhkan didalam jaringan adipose sebagai sumber
gliserida-gliserok, dan mungkin juga berperan dalam mempertahankan kadar
senyawa antara pada siklus asam sitrat di dalam banyak jaringan tubuh.
Glukosa sebagian besar diperoleh dari makanan, kemudian dibentuk dari
berbagai senyawa glukogenik yang mengalami glukoneogenesis lalu juga dapat
dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenolisis.
Setelah makan tinggi KH, Kadar glukosa darah akan meningkat dari kadar
puasa sekitar 80-100 mg/dl ke kadar sekitar 120-140 mg/dl, dalam periode 30
menit sampai 1 jam. Konsentrasi glukosa dalam darah kemudian mulai menurun
kembali ke rentang puasa dalam waktu sekitar 2 jam setelah puasa.
Proses memepertahankan kadar glukosa yang stabil di dalam darah
merupakan salah satu mekanisme homeostasis yang diatur paling halus dan juga
menjadi salah satu mekanisme di heoar, jaringan ekstrahepatik serta beberapa
hormon. Diantara hormon yang mengatur kadar glukosa darah adalah insulin dan
glukagon.
E. Alat dan Bahan
I. Pemeriksaan makroskopis terdiri dari pemeriksaan :
- warna
- kekeruhan
- bau
- buih
- berat jenis
II. Metode Rebus
Bahan :
Urin Jernih
Alat :
Tabung Reaksi
Lampu spiritus
Cara Kerja
1. Masukkan urin ke dalam tabung reaksi 2/3 penuh
2. Miringkan dan panaskan bagian permukaan urin di atas api spirtus sampai
mendidih seama 30 detik
3. Amati hasilnya dan badingkan dengan bagaian bawah yang tidak dipanasi sebagai
kontrol negatif
4. Apabila terjadi kekeruhan teteskan 3-5 tetes asam asetat 6%. Jika kekeruhan
hilang urin mengandung protein, bila kekeruhan menetap kemungkinan protein
positif.
5. Panasi lagi samapai mendidih, berilah penilaian pada kekeruha yang menetap
tadi.
III. Metode Sulfosalisilat
Bahan : Urin Jernih
Alat : Tabung reaksi
Reagen : Sulfosalisilat 20%
Cara Kerja :
1. Sediakan 2 tabung reaksi masing – masing dengan 2 ml urin jernih.
2. Tambahkan pada tabung pertama 8 tetes larutan asam sulfosalisilat 20% kocok.
3. Bandingkanlah isi tabung pertama dengan yang kedua; kalau tetap sama
jernihnya hasil test berarti negatif.
4. Jika tabung pertama lebih keruh daripada tabung kedua, panasiah tabung pertama
diatas apai sampai mendidih dan kemudian dinginkan.
a. Jika kekeruhan tetap ada pada waktu proses pemanasan dan tetap ada
setelah didinginkan kembali, berarti test positif.
b. Jika kekeruhan itu hilang pada saat pemanasan, tetapi muncul setelah
dingin, mungkin sebabnya protein Bence Jones
PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU
1. Finger pricks
Tujuan : memperoleh darah dalam jumlah sedikit untuk pemeriksaan yang hasilnya
segera diketahui (pemeriksaan gula darah sewaktu)
Bahan dan alat :
a. larutan antiseptik
b. kapas steril
c. jarum/stilet steril
Lokasi : salah satu bagian volar jari tangan
Prosedur :
a. operator mencuci tangannya sebelum melakukan tindakan
b. ujung distal jari tangan yang akan diambil darahnya di pijat-pijat dengan arah
dari proksimal ke distal sehingga tampak ujung distal jari kemerahan penuh
dengan darah
c. bersihkan ujung distal jari yang akan ditusuk dengan kapas dibasahi larutan
antiseptik.
d. Tusukkan lokasi yang sudah diberikan tersebut dengan ujung jarum steril
secara cepat.darah yang keluar segera ditampung atau diteteskan pada alat
pembaca gula darah digital.
e. Lokasi penusukan jarum segera ditekan dengan kasa steril dibasahi larutan
antiseptik selama kira-kira 1 menit.
f. Pastikan darah tidak keluar lagi dari lokasi penusukan jarum.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
I. Pemeriksan Makroskopis
Setelah dilakukan pemeriksaan pemeriksaan urin secara makroskopis
Warna : Kuning kecoklatan
Kekeruhan : ( - ) jernih
Bau : Khas urin
Buih : Cepat hilang
Berat Jenis : ( - )
II. Pemeriksaan Metode Rebus
Setelah dilakukan pemeriksaan pemeriksaan protein dengan metode rebus maka hasilnya
adalah
Negatif : ( jernih )
III. Pemeriksaan Metode Sulfosalisilat
Setelah dilakukan pemeriksaan urin dengan metode sulfosalisilat, hasilnya tidak terdapat
perbedaan kekeruhan diantara kedua tabung ( jernih ).
B. PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN URIN RUTIN
I. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Pemeriksaan makroskopis terdiri dari pemeriksaan :
A. Warna
Normal : Kuning muda sampai tua tergantung diuresis dan zat pelarut dalam urin.
Warna urin normal disebabkan zat warna urobilin dan uroeritin.
Kelainan warna :
Tak patologis : Berasal dari makanan atau obat ( pewarna )
Patologis : Seperti teh : bilirubin
Hijau : biliverdin, Ps. Aeruginosa.
Merah : darah, B. Prodigiosus
Putih keruh : pus
Putih susu : chylus
Coklat : hematin, bilirubin.
B. Kekeruhan
Kekeruhan dapat timbul
Sejak dikemihkan :
a. Urin mengandung kristal dalam jumlah besar.
b. Urin mengandung bakteri dalam jumlah banyak biasanya disertai unsur – unsur
lain dalam sedimen.
c. Unsur dalam sedimen bertambah:
- eritrosit : urin keruh seperti cucian daging
- leukosit : warna putih keruh dengan percobaan
- sel – sel epitel. : ditemukan berbagai macam sel
d. Chylus dan lemak
Keruh menyerupai susu encer
e. Benda – benda koloid
Kekeruhan yang timbul sesudah dibiarkan
a. Nabecula
b. Kristal urat
c. Amorf fosfat dan karbonat pada urin basa
d. Bakteri – bakteri mungkin bukan dari dalam tubuh tetapi merupakan
perkembangan baktri dari penampungan yang kotor.
C. BAU
Bau urin normal : oleh asam – asam organik yang mudah menguap
Bau abnormal : 1. Oleh makanan yang mengandung zat – zat atsiri, seperti
jengkol, petai, durian, asperse.
2. Oleh obat – obatan seperti terpentin, menthol, dsb
3. Bau amoniak oleh perombakan bakteri dari ureum,
biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa bahan
pengawet.
4. Bau ketonuria menyerupai bau buah – buahan atau bunga
setengah layu.
5. Bau busuk bila sejak dikemihkan mungkin berasal dari
perombakan zat – zat protein misal pada keganasan saluran
kemih.
D. BUIH
Pemeriksaan buih dapat membantu kecurigaan adanya abnormalitis urin
Cara kerja :
Masukkan 5 cc dalam tabung reaksi kemudian kocok beberapa saat sampai keluar
buih. Amati warna dan waktu hilangnya buih tersebut.
Penilaian :
Normal : putih jernih dan cepat hilang.
Abnormalitas : putih, jernih lama baru hilang/ tak mau hilang kemunginan urin
mengandung protein. Dibuktikan dengan pemeriksaan protein urin. Warna
kekuningan kemungkinan urin mengandung bilirubin.
E. Berat Jenis
Metode pemeriksaan berat jenis ( BJ )
1. Urinometer : tekhnik ini membutuhkan volume urin yang besar.
2. Refraktometer : bila sampel volumenya kecil.
2. PEMERIKSAAN PROTEIN
Setelah dilakukan pengamatan dengan metode rebus, hasil yang
didapatkan tidak terdapat kekeruhan, Hal ini berarti hasilnya normal. Hal itupun
ditemukan pada pemeriksaan sulfosalisilat 20%, hasilnya tidak terdapat
perbedaan diantara kedua tabung, hasinya tidak terdapat kekeruhan pada tabung
pertama. Sedangkan bila terjadi kekeruhan setelah pemeriksaan protein dalam
pemeriksaan urin rutin ini, itu berarti terdapat protein dalam urin yang disebut
dengan Proteinuria. Proteinuria adalah adanya protein serum yang berlebihan
dalam urine, disebut pula albuminuria. Proteinuria dapat terjadi karena adanya
penyakit ginjal atau pada kelainan ginjal yang tidak berbahaya. Hal ini
mengakibatkan permeabilitas kapiler glomerulus meningkat. Protein akan
menembus dinding kapiler glomerulus masuk ke saluran urinary sehingga protein
dapat ditemukan di dalam urine dengan jumlah lebih besar dari kedaan normal.
Dua mekanisme dasar dapat menyebabkan proteinuria :
1. Peningkatan permeabiitas glomerulus tanpa disertai perubahan reabsorpsi
tubulus
2. Gangguan reabsorpsi tubulus
Pengeluaran protein dalam urin biasanya menandakan penyakit ginjal ( nefritis ).
Namun, pengeluaran protein daam urin yang mirip dengan yang terjadi pada
nefritis dapat timbul setelah olahraga, tetapi keadaan ini tidak berbahaya, bersifat
sementara dan reversible.
Penelitian menunjukkan bahwa selama olahraga ringan sampai sedang,
proteinuria terjadi karena perubahan permeabilitas glomerulus dan disfungsi
tubulus. Disfungsi ginjal reversible ini diyakini sebagai akibat perubahan sirkuasi
dan hormon yang berangsung selama olahraga. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa aliran darah ginjal berkurang selama berolahraga karena pembuluh –
pembuluh ginjal berkontriksi dan darah dialirkan ke otot – otot yang berolahraga.
Penurunan aliran darah glomerulus meningkatkan difusi protein ke dalam lumen
tubulus karena sewaktu darah yang mengair ambat menghabiskan lebih banyak
waktu di glomeruus, proporsi protein yang memiliki cukup waktu untuk lolos
menembus membran glomerulus meningkat.
Pemeriksaan Tinja
Pemeriksaan tinja bukan merupakan pemeriksaan rutin. Biasanya pemeriksaan
tinja dilakukan atau diminta berdasarkan adanya gangguan pada saluran cerna. Tinja
sebaiknya diperiksa dalam keadaan segar. Bahan pemriksaan tinja tersebut harus
dianggap bahan yang mungkin menimbulkan infeksi, sehingga pemeriksa harus berhati-
hati dalam bekerja.
Komposisi tinja normal tergantung jumlah dan jenis makanan. Walaupun saluran
cerna berfungsi dengan optimal, namn tetap tidak dapat memproses dan mengabsorbsi
seluruh intake makanan.
Sampling
1. Cara mendapatkan sampel
Sampel sebaikya dari defekasi spontan. Pada pemeriksaan yang sangat diperhatikan,
tinja boleh diambil dengan rectal toucher. Pilih bagian yang memberi kemungkinan
adanya kelainan, misalnya bagian yang bercampur lendir atau darah.
2. Macam sampel
a. Sampel sewaktu
b. Sampel 24 jam, digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif zat tertentu dalam tinja.
Pengumpulan sampel 24 jam dilakukan dengan cara sebagai berikut, penderita
diberi makanan yang dicampur dengan 3 gram charcoal sampai bersih atau bebas
dari charcoal baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Normal waktu
penampungan sampel kira-kira 24 jam sampai 48 jam.
3. Kuantitas tinja
Normal : 300 sampai 400 gram tinja dapat meningkat sampai 800 gram pada diet
tertentu. Volume meningkat pada keadaan :
a. Diet karbonat
b. Insufisiensi pankreas
c. Coeliac disease
d. Enteritis
e. Sprue
4. Pengiriman sampel
Untuk pengiriman sampel digunakan penampung yang terbuat dari kaca atau plastik
yang tidak dapat ditembus. Bila tinja keras, dapat dikirim dengan karton yang dilapisi
dengan parafin. Penampung bermulut lebar.
Pemeriksaan tinja terdiri dari :
1. Pemeriksaan makroskopis
2. Pemeriksaan mikroskopis
3. Pemeriksaan kimiawi
1. Pemeriksaan makroskopis
1.1 Bentuk dan konsistensi
1.2 Warna dan bau
1.3 Darah dan lendir
2. Pemeriksaan mikroskopis
2.1 Sel-sel darah dan epitel
2.2 Sisa makanan
2.3 Parasit dan kista
3. Pemeriksaan kimiawi
3.1 Darah samar
3.2 Bilirubin
3.3 Urobilin (sterkobilin).
1. Pemeriksaan makroskopis
Cara kerja : amati sampel yang diperiksa dan laporkan yang tampak. Bila kurang
jelas, tinja dapat diratakan pada kaca obyek dan amati dengan teliti komponen apa
saja yang tampak misalnya sisa makanan, parasit dan benda asing.
1.1 Bentuk dan konsistensi
Normal : silinder, padat atau lembek sampai keras abnormal :
Bentuk dan konsistensi klinis
Cair Enteritis
Pensil Stenosis rectum
Kecil-kecil dan keras Spasme colon
Viscous hitam Perdarahan saluran cerna
Viscous merah segar Perdarahan saluran cerna bawah
1.2 warna dan bau
Normal : coklat muda sampai coklat tua oleh karena oksidasi urobilin
Abnormal :
Warna Klinis
Purulen, darah, lendir Colitis ulcerosa
Putih Steatorea
Hijau Klorofil
Merah segar, jumlah banyak Keganasan atau hemoroid
Keabuan Lemak tak tercerna
Seperti dempul Obstruksi empedu
Hitam melena
1.3 Darah dan lendir
a. Darah :
Bila tinja terdapat darah, ini selalu abnormal.
Normal : darah (-)
Darah (+) : menunjukkan adanya rangsangan atau iritasi pada usus
Darah segar : berasal dari bagian distal
Darah hitam atau coklat : asal dari usus bagian proksimal
b. Lendir
Adanya lendir di dalam tinja berarti adanya rangsangan atau radang pada dinding
usus.
Lokasi Klinis
Pada bagian luar tinja Iritasi colon
Tercampur tinja Usus proksimal
Lendir saja Intususepsi
Lendir dan nanah Disentri, ileocolitis
2. Pemeriksaan mikroskopis
Hal-hal yang harus dilakukan pemeriksaan :
a. Pilih sampel yang dicurigai adanya kelainan dari beberapa bagian daerah seluruh
tinja.
b. Bila sampel kering ambil bagian tengah atau lunakan dulu dengan garam fisiologis.
c. Bila sampel lunak atau tidak berbentuk langsung dibuat preparat.
d. Bila sampel cair, pusingkan dengan kecepatan 1500 rpm selama 5-10 menit dan
buat preparat dari sediaan yang terbentuk.
Tujuan pemeriksaan:
1. Mencari adanya protozoa dan telur cacing
2. Mencari adanya sel-sel darah, sel ragi dan sel epitel.
3. Mengetahui sisa makanan yang tak tercerna
Alat dan reagen.
Alat : Kaca obyek dengan kaca penutup
Mikroskop
Pengaduk
Reagen eosin 1-2 % atau 1-2 tetes
Cara kerja :
1. Letakkan sedikit sampel yang dicurigai adanya kelainan pada kaca obyek, campur
dengan reagen.
2. Tutup kaca penutup dan baca dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 x dan
400 x.
Hasil yang mungkin ditemukan :
a. Sel-sel epitel
Bila sel berasal dari saluran cerna bagian proksimal dinding sel sebagian atau
seluruhnya sudah rusak. sel asal bagian distal saluran cerna dinding masih utuh.
Arti klinis :
Normal : ditemukan 1-2 sel epitel /LPK
Abnormal : ditemukan dalam jumlah banyak/ bergerombol kemungkinan ada
radang saluran cerna atau rangsangan yang bertambah.
b. Makrofag
Sel besar dengan sitoplasma yang luas dinding sel tidak teratur dan mengandung
vakuola yang berisi sisa-sisa benda asing yang difagositosis misal bakteri. sel ini
mirip amuba hanya tidak bergerak.
c. Leukosit
Ada yang berinti tunggal dan ada yang bersegmen. selain diperiksa dengan eosin 1
%. Leukosit akan lebih jelas terlihat bila mnggunakan reagen asam asetat 10 %. Arti
klinis :
Normal : 1-2 sel leukosit / LPB
Abnormal : bila ditemukan dalam jumlah banyak kemungkinan ada peradangan
saluran cerna misal colitis ulcerosa atau disentri basiller.
d. Eritrosit
Sel mempunyai ukuran kira-kira 7 mikron dan tidak berinti. bila sel ini ditemukan
di dalam tinja selalu menunjukkan keadaan yang patologik dan berasal dari colon
sampai anus misal adanya fisura ini.’
e. Sisa-sisa makanan
Kemungkinan ditemukan sisa-sisa makanan yang tak tercerna dengan sempurna
misalnya :
sisa sayuran : bentuk seperti sarang lebah, spiral atau serabut panjang yang berinti.
serabut otot : bentuk seperti pita dengan garis melintang
karbohidrat : bentuk heksagnal seperti kaca, dapat bergerombol atau satu-satu.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, untuk pemeriksaan feses
secara makroskopis didapatkan hasil warna hijau, konsistensi lembek, bau khas tinja dan
didapatkan lendir. Secara normal warna tinja yaitu kuning coklat dan warna tersebut
dapat menjadi lebih tua karena banyaknya terbentuk urobilin. Hasil dalam praktikum
yaitu warna feses yang hijau kecoklatan dapat diinterpretasikan karena konsumsi sayuran
yang mengandung klorofil. Sedangkan kecoklatan dapat disebabkan karena adanya
perdarahan atau karena banyaknya urobilin yang terbentuk. Untuk menentukan adanya
perdarahan atau tidak, perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Sedangkan konsistensi
lembek dapat dikarenakan adanya penyerapan makanan yang terlalu cepat. Sedangkan
bau tinja yang khas merupakan bau yang normal. Adanya lendir di dalam feses secara
normal ada walaupun sedikit. Jika didapatkan lendir yang berlebihan dapat disebabkan
karena adanya rangsangan atau radang pada usus.
Hasil pemeriksaan mikroskopis feses didapatkan asam lemak, sel epitel, eritrosit,
dan sisa makanan. Asam lemak secara normal didapatkan pada pemeriksaan mikroskopis
feses. Asam lemak ini merupakan sisa bahan makanan yang telah dicerna oleh sistem
pencernaan tubuh. Dalam keadaan normal, dapat ditemukan beberapa sel epitel yang
berasal dari bagian distal usus. Hal ini dikarenakan adanya tekananan yang kuat terhadap
dinding usus saat defekasi. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal bagian usus
biasanya telah rusak dan tidak terlihat. Sel epitel yang ditemukan dalam jumlah yang
banyak dikarenakan adanya perangsangan atau peradangan usus bagian distal.
Sisa makanan hampir selalu dapat ditemukan pada keadaan normal, tetapi dalam
keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan yang
abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi
berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastis dan lain-lain. Untuk identifikasi lebih
lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan adanya amilum
yang tidak sempurna dicerna.
Sedangkan eritrosit yang ditemukan dalam pemeriksaan feses, hampir selalu
menunjukkan adanya keadaan yang abnormal. Adanya perangsangan atau peradanagan
usus dapat mengakibatkan perdarahan. Misal dalam kasus disentri amoeba, protozoa
tersebut dapat mengiritasi lapisan mukosa usus di mana terdapat pembuluh darah.
Sehingga adanya iritasi tersebut dapat menyebabkan munculnya perdarahan yang
ditunjukkan dengan adanya eritrosit dalam jumlah yang banyak.
PEMERIKSAAN REDUKSI
Metode Benedict
Prinsip pemanasan urin dalam suasana alkalis, glukosa akan mereduksi cupri sulfat
dan terbentuk endapan cupri hidroksida yang berwarna merah.
Alat :
- tabung reaksi
- lampu spirtus
- penjepit tabung
- pipet tetes
Reagen :
Benedict berisi : cupri sulfat, trisodium sitrat, sodium karbonat.
Cara kerja :
1. masukanlah 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi
2. teteskan sebanyak 5 -8 tetes (jangan lebih) urin ke dalam tabung tersebut.
3. panaskan diatas api selama 5 menit
4. angka: tlah tabung, kocoklah isinya dan bacalah hasil reduksi.
Penilaian :
Negatif ( - ) : tetap jernih atau sedikit kehijau – hijauan dan agak keruh.
Positif 1 ( + ) : hijau kekuning – kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 – 1 %
glukosa)
Positif 2 ( ++ ) : kuning keruh ( 1 – 1, 5 % glukosa)
Positif 3( +++ ) : jingga atau warna lumpur keruh ( 2 – 3, 5 % glukosa)
Positif 4 ( ++++ ) : merah keruh ( lebih dari 3,5 % glukosa )
Positif palsu :
- obat misalnya vitamin C
- polisakarida lain yang dap[at mereduksi reagen benedict seperti : fruktosa,
galaktosa, pentose
- pemanasan terlalu lama
negative palsu :
- urin asam atau kreatinin yang tinggi dalam urin
- Pemanasan inadekuat
Kebaikan metode benedict :
- macam reagen
- lebih sensitive disbanding fehling
- semi kuantitatif
- bahan pemeriksaan sedikit
Glukosa diperlukan untuk menghasilkan adenosina trifosfat (ATP). ATP adalah
sebatian primer bagi tenaga simpanan di dalam sel. Oleh itu setiap sel mesti
menghasilkan bekalan ATP-nya sendiri. Apabila ATP dihidrolisiskan kepada ADP,
tenaga dibebaskan. Sebahagian tenaga ini digunakan untuk kontraksi otot, konduksi saraf,
menetapkan suhu tubuh, pengangkutan aktif dan proses-proses sintesis.
Glukosa + ATP Glukosa-6-fosfat ADP
Heksokinase
Glukosa-6-fosfat merupakan bahan perantaraan umum bagi berbagai jalur dalam
metabolisme glukosa. Ada dua jalur yang utama bagi pemecahan glukosa-6-fosfat:
(a) Jalur glikolisis atau jalur Embden-Meyerhof
(b) Jalur pentosa fosfat atau Jalur Shunt.
Glukosa-6-fosfat juga boleh diubah menjadi glikogen dan proses ini memerlukan system
enzim yang rumit.
Jalur glikolisis terdiri dari satu lintasan yang mengubah satu molekul glukosa
(enam karbon) kepada dua molekul asam piruvik (tiga karbon). Proses ini tidak
memerlukan oksigen (anaerob) dan berlaku didalam sitoplasmasel. Koenzim
nikotinamida adenina dinukleotida (NAD~)merupakan molekul pembawa yang
menerima hidrogen yang dibebaskan semasa glikolisis. Jalur glikolisis hanya
menghasilkan dua ATP bagi setiap satu molekul glukosa.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang
disebabkan kurangnya hormon insulin. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel
beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel
tubuh. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak
mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi,
sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang berlebih tersebut
dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urine. Gula memiliki sifat menarik
air sehingga menyebabkan seseorang banyak mengeluarkan urine dan selalu merasa haus.
Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolisme yang termasuk
dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal arau hiperglikemia (lebih dari
120 mg/dl atau 120 mg%). Karena itu DM sering disebut juga dengan penyakit gula.
Sekarang, penyakit gula tidak hanya dianggap sebagai gangguan metabolisme
karbohidrat, tetapi juga menyangkut metabolisme protein dan lemak. Akibatnya DM
sering menimbulkan komplikasi yang bersifat menahun (kronis), terutama pada struktur
dan fungsi pembuluh darah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, akan timbul komplikasi
lain yang cukup fatal, seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan
sebagian tubuh bisa diamputasi.
Diabetes mellitus sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang
dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini
timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai
perubahan dalam dirinya. Perubahan seperti minum menjadi lebih banyak, buang air kecil
menjadi lebih sering, dan berat badan yang terus menurun, berlangsung cukup lama dan
biasanya cenderung tidak diperhatikan, hingga seseorang pergi ke dokter dan memeriksa
kadar glukosa darahnya.
Penyebab Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus disebabkan berkurangnya produksi dan ketersediaan insulin
dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya berjumlah cukup.
Kekurangan insulin disebabkan adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-
sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin.
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit
ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan
juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin.
Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan
sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.
Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes
mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan
menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur).
Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
Nutrisi
Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang
diketahui menyebabkan DM. Semakin berat badan berlebih atau obesitas akibat
nutrisi yang berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang terjangkit DM.
Gejala Umum Diabetes Mellitus
Gejala DM bisa muncul secara mendadak, bisa juga ketika seseorang melakukan
pemeriksaan untuk penyakit selain DM. Gejala yang sangat umum adalah:
sering kencing pada malam hari (poliuria)
selalu merasa haus (polidipsia)
selalu merasa lapar (polifagia)
Gejala umum lain yang menyebabkan seseorang ingin segera pergi ke dokter
adalah kelainan kulit seperti gatal dan bisul, kelainan ginekologi seperti keputihan, serta
kesemutan yang disertai mati rasa. Kadang-kadang tubuh menjadi lemah dan terasa lelah.
Biasanya akan muncul luka atau bisul yang tak kunjung sembuh atau terjadi infeksi di
saluran kemih. Bisa juga terjadi impotensi, katarak, atau seorang perempuan melahirkan
bayi dengan berat badan lebih dari 4 kilogram.
Diagnosis Diabetes Mellitus
Biasanya, dokter akan melakukan diagnosis dugaan terlebih dahulu, yaitu
berdasarkan keluhan atau gejala khas yang dialami seseorang.setelah melakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memastikan seseorang tersebut menderita DM atau tidak.
Diagnosis ini disebut dengan diagnosis pasti. Setelah itu, dokter akan memutuskan bahwa
seseorang telah menderita DM jika memenuhi kriteria sebagi berikut:
1. Seseorang menderita gejala khas beserta keluhan seperti disebutkan di atas
ditambah dengan kadar glukosa darah sewaktu lebih besar atau sama dengan 200
mg/dl.
2. Seseorang memiliki kadar glukosa darah puasa lebih besar atau sama dengan 126
mg/dl sebanyak 2 kali pemeriksaan pada saat yang berbeda.
Jika pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu masih meragukan, perlu dilakukan
tes toleransi glukosa oral dengan tujuan untuk memastikan diagnosis.
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:
· Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
· Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita
diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
· Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
· Kelaiana pada penyimpanan karbohidra atau pembentukan glukosa di hati.
Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan
dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus
hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.
Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi:
- Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa
- Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap makan,
biasanya karbohidrat.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea)
yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika
dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak
menurunkan kadar gula darah. Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap
hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk
glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara
normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi
kadar gula darah yang rendah.
Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa
menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis
yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya.
Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor.
Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang
menyebabkan hipoglikemia. Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika
terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau
mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun
secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang
adekuat. Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa
menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim
hati yang memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.
Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami
hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis
hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga
merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi
menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat. Hipoglikemia alimentari kadang
terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan. Keadaan ini disebut
hipoglikemia alimentari idiopatik.
Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena
memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino
leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin
merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas. Akibatnya terjadi kadar
gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung zat-
zat tersebut.
Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol
yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin yang
berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel
penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang
menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.
Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang
menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal karena
pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut.
PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN (Metode Sahli)
Prinsip pemeriksaan :
Mengukur kdar Hb berdasar warna yang terjadi akibat perubahan Hb menjadi
asam hematin setelah penambahan HCl 0,1 N (tidak semua Hb terukur).
Alat :
1. Spuit.
2. Hemometer sahli.
Hemometer sahli terdiri dari :
a. Tabung pengencer panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka 2 (bawah)
sampai dengan 22 (atas).
b. Tabung standart Hb.
c. Pipet Hb dengan pipet karet panjang 12,5 terdapat angka 20 µl.
d. Pipet HCl.
e. Botol tempat aquadest dan HCl 0,1 N.
f. Batang pengaduk (dari kaca)
Bahan :
1. Darah vena.
2. Darah kapiler.
Cara Kerja:
1. Isi tabung pengencer dengan HCl 0,1 N sebanyak 5 tetes.
2. Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 µl, jangan sampai ada gelembung
udara yang ikut terhisap.
3. Hapus darah yang ada pada ujung pipet.
4. Tuang darah kedalam tabung pengencer, bilas dengan HCl bila masih ada darah
dalam pipet.
5. Catat waktunya.
6. Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk.
7. Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standart.
8. Persamaan campuran dengan batang standart harus dicapai dalam waktu 3-5
menit setelah darah tercampur dengan HCl.
9. Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca kadar Hb pada
skala yang ada di tabung pengencer / gr / 100 ml darah.
Nilai rujukan menurut Dacie :
Dewasa laki-laki : 12,5 – 18,0 gr %.
Dewasa wanita : 11,5 – 16,5 gr %.
Bayi < 3 bulan : 13,5 – 19,5 gr %.
Bayi > 3 bulan : 9,5 – 13,5 gr %.
Umur 1 tahun : 10,5 – 13,5 gr %.
Umur 3 – 6 tahun : 12,0 – 14,0 gr %.
Umur 10 – 12 tahun : 11,5 – 14,5 gr %.
Hasil dan Pembahasan
Nama Probandus : Dwi eva Yulita
Umur : 21 tahun
Hasil : 7 gr %
Pemeriksaan yang dilakukan pada hemoglobin probandus terdiri dari pengambilan
darah kapiler. Selanjutnya, tabung pengencer hemometer sahli diisi dengan HCL 0,1 N
sebanyak lima tetes, kemudian hisap darah sebanyak 20 µl. Kemudian darah dituangkan
pada tabung pengencer dan didiamkan selama 1 menit. Pada tabung pengencer diteteskan
aquades tetes demi tetes, aduk dengan batang pegaduk sampai warnanya berubah menjadi
coklat. Selanjutnya bandingkan dengan warna larutan standart. Kemudian baca skalanya.
Hasil pemeriksaan Hb probandus adalah 7gr %. Hasil yang diperoleh menunjukkan
abnormal ,. Hal-hal yang dapat membuat hasil pemeriksaan menjadi tidak normal, dapat
terjadi karena beberapa faktor, diantaranya yaitu:
1. Tidak sempurnanya pemindahan sample darah maupun reagen.
2. Volume pipet tidak tepat.
3. Warna tabung standar sudah pucat.
4. Ketajaman mata pemeriksa berbeda – beda.
5. Intensitas sinar kurang.
6. Terdapat gelembung udara saat pengambilan darah.
7. Darah pada ujung pipet tidak dihapus.
8. Bila menggunakan darah kapiler kemungkinan akan memberikan hasil yang lebih
rendah bila dipijit – pijit pada waktu pengeluaran darah setelah penusukan.
9. Alat kurang steril
10. Kondisi fisiologis probandus.
Hemoglobin adalah metalprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi
dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri
dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom
besi.(wikipedia)
Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut oksigen dimana hemoglobin sendiri
berada atau diangkut oleh eritrosit, sehingga banyaknya oksigen tergantung dari kadar
hemoglobin dan fungsinya. Selain membawa oksigen, di dalam sel darah merah
hemoglobin juga mengangkut bermacam – macam protein. Hemoglobin merupakan
molekul yang berbentuk bulat dan terdiri dari 4 sub unit, yang mana masing – masing sub
unit mengandung sebagian heme yang akan berkonjugasi dengan polipeptida. Sedangkan
heme merupakan derivat dari porfirin yang mengandung besi. Heme yang terdapat pada
sel darah merah mengandung Fe2+ dan porfirin.heme inilah ang akan dapat memberikan
warna merah pada darah.1
Hemoglobin tersusun dari hem dan globin, dimana hem mengandung porfirin an
Fe2+ dan pada globin erdiri dari albumin. Selain oksigen hemoglobin juga dapat beriktan
dengan ion H+,CO2 dan DPG.
Ikatan hemoglobin dengan O2 akan membentuk oksihemoglobin, oksigen terikat
pada Fe2+di dalam heme. Daya afinitas hemoglobin pada O2 dipengaruhi oleh pH,
temperature dan konsentrasi 2,3 difosfogliserat yang berada dalam sel darah merah. H+
dan 2,3 – DPG akan bersaing dengan oksige untuk dapat berikatan dengan hemoglobin
tanpa oksigen sehingga dapat menurunkan daya afinitas hemoglobin pada oksigen dengan
memindahkan posisi 4 rantai peptide. Pengaruh dari DPG yaitu mempertahankan
disosiasi antara oksigen dengan hemoglobin . total DPG dapat meningkat pada suatu
keadaan hipoksia, pada keadaan ini dapat menyebabkan moksigen dilepaskan kejaringan.
Karbonmonoksida berikatan dengan hemoglobin akan membentuk karbon
monoksidahemoglobin (karboksihemoglobin). Daya afinitas hemoglobin pada oksigen
sangat rendah jika dibandingkan dengan daya afinitasnya terhadap karbonmonoksida
sehingga dapat menurunkan fungsi darag sebagai pengangkut oksigen. Heme merupakan
struktur dari mioglobin yaitu merupakan suatu warna pengikat oksigen yang terdapat
pada otot – otot merah dan enzim rantai pernafasan sitokrom. Porfirin tidak sama dengan
yang ditemukan didalam heme yang memainkan suatu perannya dalam patogenesis
sejumlah penyakit metabolik.
Terdapat dua keadaan pengoksidaan atom Fe iaitu +2 dan +3 (ion Fe2+ dan Fe3+
masing-masing). Hemoglobin dalam keadan normal membawa ion Fe2+, tetapi
adakalanya ion ini dioksidakan kepada Fe3+. Hemoglobin yang membawa ion Fe3+
dipanggil methemoglobin. methemoglobin tidak mampu mengikat oksigen, jadi ion Fe3+
ini perlu diturunkan kepada Fe2+. Proses ini memerlukan NADH, iaitu sebuah koenzim
pembawa hidrogen, dan dimangkin oleh enzim NADH cytochrome b5 reductase
Terdapat beberapa jenis hemoglobin. Dalam darah manusia dewasa, hemoglobin
yang paling banyak ialah hemoglobin A (HbA), yang terdiri daripada dua subunit α dan
dua subunit β. Konfigurasi ini dinamai α2β2. Setiap subunit terdiri daripada 141 dan 146
molekul asid amino masing-masing.
Fungsi atau peran serta hemoglobin dalam sel darah merah :
1. Sebagai transpor oksigen menuju jaringan dan sebagai dapar oksigen jaringan,
dalam hal ini bertanggung jawab dalam stabilisasi tekanan oksigen dalam jaringan.
Efek daapar hemoglobin adalah dapat mempertahankan tekanan oksigen pada saat
konsentrasi oksigen atmosfer berubah.
2. Sebagai tranpor karbondioksida di dalan darah dai jaringan. Transpor
karbondioksida lebih besar dilakukannya disbanding transpor oksigen. Orang normal
memiliki rata – rata 4 milimeter karbondioksida untuk ditranspor dari jaringan
menuju paru dalam setiap desiliter darah.
3. Hemoglobin berfungsi untuk menjaga asam dan basa dalam darah. Darah akan
menjadi asam jika karbondioksida dalam bentuk ion karbonat lebih banyak ditranspor
oleh hemoglobin.
4. Hemoglobin berperan dalam memberikan warna merah pada sel darah merah
melalui heme.
Hemoglobin dilepaskan dengan cara eritrosit dihancurkan terlebih dahulu dan
kemudian setiap bentuk molekul hemoglobin (oksihemoglobin, deoksihemoglobin,
methemoglobin dan karboksihemoglobin) dirubah menjadi bentuk yang stabil.
Pengubahan hemoglobin menjadi sianmethemoglobin merupakan cara yang paling
banyak digunakan dalam pengukuran kadar, sebab dalam hal ini reagens dan alat yang
digunakan untuk mengukurnya dapat dikontrol terhadap suatu larutan standar yang stabil.
Teknik pengencaransampel secara akurat dan pembuatan reagens serta kalibrasi
instrument secara teliti merupakan salah sebagian keterbatasan dalam pengukuran kadar
hemoglobin.
Aras hemoglobin yang rendah merupakan satu keadaan yang dikenali sebagai
anemik. Terdapat beberapa sebab berlakunya anemia. Sebab utama biasanya kehilangan
darah (kecederaan teruk, pembedahan, pendarahan kanser kolon), kekurangan vitamin
(besi, vitamin B12, folate), masalah sum-sum tulang (penggantian sum-sum tulang oleh
barah, pemendaman oleh rawatan dadah chemotherapy, kegagalan ginjal, dan
hemoglobin tidak normal (anemia sel sabit).
Aras hemoglobin yang tinggi pula terdapat dikalangan mereka yang tinggal di
kawasan tanah tinggi dan perokok. Pendehidratan menghasilkan kadar hemoglobin tinggi
palsu yang hilang apabila kandungan air bertambah. Sebab lain adalah penyakit paru-
paru, sesetengah ketumbuhan, masalah sum-sum yang dikenali sebagai polycythemia
rubra vera, dan penyalahgunaan hormon erythropoietin (Epogen) oleh ahli sukan bagi
tujuan meningkatkan prestasi dalam acara sukan masing-masing.
PENGAMBILAN DARAH KAPILER
Alat : lanset steril & kapas
bahan : alcohol 70%
Cara kerja :
1. masase jari tangan [telunjuk, jari tengah, atau jari manis]. Desinfeksi dengan
alcohol 70%, biarkan kering, jangan ditiup
2. lokasi penusukan ujung jari sebelah kiri/ kanan. Lakukan penusukan dengan
lanset secara sekonyong-konyong, sedalam kurang lebih 2-3 mm sampai darah
mengalir bebas
3. buang tiga tetesan pertama
4. mengambil sampel langsung dari jari
5. gunakan kapas untuk menghentikan darah sesudah pengambilan sampel selesai
Catatan :
- bila melakukan penusukan kemungkinan akan mendapatkan kesulitan, bungkus
dulu ujung jari dengan kain yang dicelupkan ke air hangat
- harus bekerja secara cepat agar darah tidak membeku
- bila penusukan lambat akan menyebabkan darah membeku sebagian dan akan
menyebabkan hasil rendah palsu
- bila tusukan kurang dalam dan kemudian diperas-peras akan menyebabkan hasil
rendah palsu
- tempat tusukan sianotik juga akan mempengaruhi hasil pemeriksaan
Pada pemeriksaan, praktikan melakukan pemeriksaan dengan cara pengambilan
sample darah kapiler, yang fungsinya selain untuk pemeriksaan kadar hemoglobin darah,
juga dapat untuk pemeriksaan gula darah dan hitung sel. Pemeriksaan dengan
pengambilan darah kapiler [Finger pricks], memerlukan alat yang disebut lanset serta
kapas, dan bahan yang diperlukan adalah alcohol 70% untuk antiseptic. Hal yang pertama
dilakukan adalah dengan masase jari yang akan diambil sample kapilernya [telunjuk, jari
tengah, atau jari manis] hingga kemerahan, selanjutnya dioles kapas yang sudah diberi
alcohol kemudian membiarkannya hingga alcohol kering, praktikan dilarang untuk
meniup, hal ini ditujukan untuk memastikan kuman sudah mati. Setelah menentukan
tempat penusukan lanset, kemudian lanset ditusukkan kira-kira sedalam 3 mm [dengan
skala 5], dan membiarkan darah mulai keluar. Sebaiknya, tiga tetesan pertama darah
tersebut dibuang, dan yang dipakai sebagai sample adalah tetesan yang keempat. Setelah
sample darah diambil, jari kemudian ditutup kembali dengan kapas dan alcohol untuk
menghindari infeksi dan menghentikan perdarahan. Yang perlu diperhatikan adalah
metode pengambilan darah kapiler ini harus dilakukan cepat untuk menghindari
terjadinya pembekuan darah.
MEMBUAT PREPARAT DARAH APUS
Alat :
- obyek glass yang bersih
- spreader/ penggeser
- pipet darah dan pengaduk
- bak pengecatan
- bak pengeringan
- timer
- gelas ukur
Reagensia :
- giemsa
- larutan penyangga pH 6, atau dengan aquadest pH 6,4
- methanol [90%] untuk fiksasi
Cara kerja :
1. ambil obyek glass yang bersih, letakkan 1 tetes darah [tidak melebihi 2 mm] disisi
kanan
2. sentuh tetesan darah dengan spreader darah akan melebar sepanjang spreader
3. dorong spreader ke arah kiri dengan sudut 5 derajat, keringkan
4. amati preparat baik bila :
- tipis
- rata
- tidak terputus-putus
- ekor tidak robek
- bentuk seperti peluru
biarkan sediaan kering di udara, beri identitas di kepala dengan menggunakan lidi,
pensil, label
5. fiksasi dengan methanol 90% selama 10 menit
6. buat larutan giemsa kerja dari Giemsa stock dan Buffer Sorensen dengan
perbandingan 1 : 9 untuk Buffernya, buat setiap hari
7. preparat yang telah dicat digenangi larutan Giemsa selama 20 menit
8. bilaslah dengan air yang mengalir
9. keringkan di udara
10. setelah kering dapat diolesi lacquer
Pada pemeriksaan hitung sel, praktikan harus membuat apusan darah terlebih
dahulu. Alat yang diperlukan dalam pemeriksaan ini salah satunya adalah obyek
glass. Obyek glass harus sudah dalam keadaan steril [dibersihkan dengan alcohol].
Selanjutnya, jari yang sudah ditusuk dengan lanset didekatkan ke obyek glass, dan
darah [tiak melebihi 2 mm] diteteskan ke permukaan obyek glass di bagian samping
kanan. Sentuh tetesan darah tersebut dengan spreader [dapat dengan obyek glass yang
lain], caranya adalah disentuh sampai melebar, kemudian didorong ke tengah obyek
glass dengan kemiringan spreader sekitar 45 derajat, dan diakhiri dengan membentuk
ekor. Pada pemeriksaan hitung sel, praktikan dituntut untuk mengamati hasil preparat
yang berupa ketebalan hasil preparat, rata atau tidaknya, terputus atau tidaknya,
bentuk ekor, serta bentuk preparat secara keseluruhan [seharusnya seperti peluru].
Setelah sediaan kering di udara, sediaan diberi identitas pada bagian
kepalanya dengan menggunakan lidi, pensil atau label. Selanjutnya sediaan difiksasi
dengan cara menuangkan larutan methanol 90% selama 10 menit. Sembari menunggu
selama 10 menit, praktikan membuat larutan Giemsa kerja, yang dibuat dari Giemsa
stock dan buffer Sorensen dengan perbandingan 1 : 9 untuk buffernya. Setelah 10
menit, sediaan digenangi larutan Giemsa selama 20 menit. Selanjutnya, sediaan
dibilas dengan air, dikeringkan di udara, dan diolesi lacquer. Perlakuan terakhir
terhadap sediaan ini adalah dengan membaca preparat hapus darah tepi di bawah
mikroskop, yang telah diset dengan pembesaran 100x.
Preparat darah tepi dibagi menjadi beberapa zona, dan zona yang paling tepat untuk
dilakukan pengamatan adalah zona III [thick zone]. Dalam pengamatan ini, praktikan
dapat mengamati dan menghitung sel darah putih dan sel darah merah, serta komponen-
komponen lainnya.
APLIKASI KINIS
A. KWASHIORKOR
Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada
usia dua hingga tiga tahun yang sering
terjadi pada anak terlambat menyapih
sehingga komposisi gizi makanan tidak
seimbang terutama dalam hal protein.
Kwashiorkor dapat terjadi pada konsumsi
energi yang cukup atau lebih. Gejalanya
adalah pertumbuhan terhambat, otot – otot
berkurang dan melemah, edema, muka bulat
seperti bulan (moonface) dan gangguan
psikomotor. Edema terutama pada perut,
kaki dan tangan marupakan ciri khas
kwashiorkor dan kehadirannya erat berkaitan dengan albumin dalam serum. Anak
apatis, tidak ada nafsu makan, tidak gembira dan suka merengek. Kulit mengalami
depigmentasi, kering, bersisik, pecah – pecah dan dermatosis. Luka sukar sembuh,
rambut mengalami depigmentasi, menjadi kurus, kusam, halus, dan mudah rontok
(rambut jagung). Hati membesar dan berlemak ; sering disertai anemia dan
xefortalmia. Kwashiorkor pada orang dewasa jarang ditemukan.
B. MARASMUS
Marasmus pada umumnya terjadi karena terlambat diberi
makanan tambahan sering pada bayi, dua belas tahun
pertama, Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan
mendadak, formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak
higienis atau sering terkena infeksi terutama gastroenteritis. Penderita kekurangan
semua jenis nutrient baik karbohidrat, protein maupun lemak. Marasmus
berpengaruh jangka panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki.
Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang serta
otot – otot berkurang dan melemah. Berat badan lebih banyak terpengaruh daripada
ukuran kerangka, seperti panjang, lingkar kepala dan lingkar dada. Berkurangnya
otot dan lemak dapat diketahui dari pengukuran lingkar lengan, lipatan kulit daerah
bisep, trisep, skapula dan umbilikal. Anak apatis dan terlihat sudah tua. Marasmus
sering disertai defisiensi vitamin terutama vitamin D dan vitamin A. Tidak ada
edema kadang – kadang terjadi perubahan pada kulit, rambut dan pembesaran hati.
Anak sering kelihatan waspada dan lapar. Sering terjadi gastroenteritis yang diikuti
oleh dehidrasi, infeksi saluran pernafasan, tuberkulosis, cacingan berat dan penyakit
kronis lain.
C. DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus merupakan salah satu jenis penyakit metabolic yang secara
genetic dan klinis termsuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolic defisiensi insulin. Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak mampu
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat. Sehingga jika dilakukan pemeriksaan, kadar gula darah
pasien akan lebih tinggi dari nilai normalnya.
Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul
glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran kemih [poliuria] dan timbul rasa haus [polidipsia].
Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien akan mengalami keseimbangan
kalori negative dan berat badan berkurang meskipun nafsu makan tinggi. Rasa lapar
yang semakin tinggi [polifagia] timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien
akan mudah mengeluh lemah Diabetes mellitus merupakan salah satu jenis penyakit
metabolic yang secara genetic dan klinis termsuk heterogen dengan manifestasi
berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Manifestasi klinis diabetes mellitus
dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin. Pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak mampu mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Sehingga jika dilakukan
pemeriksaan, kadar gula darah pasien akan lebih tinggi dari nilai normalnya.
Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul
glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran kemih [poliuria] dan timbul rasa haus [polidipsia].
Karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien akan mengalami keseimbangan
kalori dan mengantuk. Pasien biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas di
perifer terhadap insulin. Kadar insulin sendiri mungkin berkurang, normal, atau
malahan tinggi, tetapi tidak memadai untuk mempertahankan glukosa darah normal.
Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen. Karena banyak diantara pasien-
pasien ini mnengalami obesitas, diduga bahwa asupan karbohidrat yang tinggi,
banyaknya sel adipose, dan gangguan metabolisme glukosa intrasel merupakan
penyebab berkurangnya kepekaan terhadap insulin.
D. ANEMIA
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb pada eritrosit sangat
rendah dibandingkan dengan nilai normal. Gejala umum yang ditimbulkan pada
anemia adalh cepat lelah,takikardi (denyut jantung cepat), palpitasi dan takipnea pada
latihan fisik. Adapun beberapa macam anemia diantaranya adalah :
a. Anemia mikrositik hipokrom
Anemia ini dibagi menjadi dua jenis yaitu anemia defisiensi besi dan anemia
penyakit kronik. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oelh asupan yang
kurang, penyerapan Fe yang terhambat, infeksi kronis (kompetisi bakteri
patogen), masa pertumbuhan dan kehamilan. Sedangkan anemia penyakit kronik
dapat disebabkan oleh kurangnya makanan dalam jangka panjang, sehingga dapat
mengganggu pembentukan sel darah merah terutama biosentesis hemoglobin.
b. Anemia makrositik
Anemia jenis makrositikini dibagi menjadi dua, yaitu anemia defisiensi folat dan
B12. Defisiensi folat dikarenakan metilasi DNA pada waktu proses mitosis
menjadi terlambat. Keadaan ini disebabkan karena asupan yang kurang,
kehamilan dan masa pertumbuhan. Defisiensi vitaminB12 diakibatkan karena
infestasi cacing pita dan sebab intrinsik karena bawaan dan pada diet rendah
makanan hewani yang telah lama.
c. Anemia karena pendarahan
Jenis anemia ini dikarenakan perdarahan besar dan kecil termasuk infestasi
cacing.
E. ANEMIA APLASTIK
Anemia aplastik merupakan suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum
tulang yang pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai.
Penderita mengalami pansitopenia, yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih,
dan trombosit. Secara morfologis SDM terlihat normositik dan normokromik, jumlah
retikulosit rendah atau tidak ada, dan biopsy sumsum tulang menunjukkan keadaan
yang disebut ‘pungsi kering’ dengan hipoplasia nyata dan pengganian dengan
jaringan lemak. Anemia aplastik dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit sekunder
dan hal-hal lain meliputi SLE ; agen antineoplastik atau sitotoksik ; terapi radiasi ;
antibiotic tertentu ; berbagai obat seperti antikonvulsan, obat tiroid, senyawa emas,
dan fenilbutazon ; zat-zat kimia seperti benzene, pelarut organic, dan insektisida ;
penyakit virus seperti mononucleosis infeksiosa dan HIV ; dan sebagainya.
F. PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU
memiliki cara kerja yang sama yaitu dengan finger pricks. Setelah dilakukan
penusukan dengan lanset, tetesan darah yang pertama dibuang, kemudian tetesan
darah yang kedua langsung ditetesakan atau ditampung di alat pembaca gula darah
digital, dan ditunggu higgga alat tersebut menunjukkan angka. Selanjutnya, setelah
diperoleh angka, praktikan mencatat hasilnya untuk dilaporkan.
Aplikasi Klinis
DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus merupakan salah satu jenis penyakit metabolic yang secara
genetic dan klinis termsuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic
defisiensi insulin. Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak mampu
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat. Sehingga jika dilakukan pemeriksaan, kadar gula darah
pasien akan lebih tinggi dari nilai normalnya.
Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran
kemih [poliuria] dan timbul rasa haus [polidipsia]. Karena glukosa hilang bersama kemih,
maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang
meskipun nafsu makan tinggi. Rasa lapar yang semakin tinggi [polifagia] timbul sebagai
akibat kehilangan kalori. Pasien akan mudah mengeluh lemah dan mengantuk. Pasien
biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas di perifer terhadap insulin. Kadar
insulin sendiri mungkin berkurang, normal, atau malahan tinggi, tetapi tidak memadai
untuk mempertahankan glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin
eksogen. Karena banyak diantara pasien-pasien ini mnengalami obesitas, diduga bahwa
asupan karbohidrat yang tinggi, banyaknya sel adipose, dan gangguan metabolisme
glukosa intrasel merupakan penyebab berkurangnya kepekaan terhadap insulin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier, Sunita.Protein. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama,2003.78,100-2.
2. Mitcheel, Campbell Reece.Protein- Perkakas Molekuler Sel. Biologi.Jakarta:
Erlangga,2002.73-4
3. Robert K. Murray, Daryl K Granner, dkk. Protein: Struktur dan Fungsi.. Metabolisme
Karbohidrat. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta : EGC. 2003.45
4. Almatsier, Sunita. Protein. Dalam: Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2006; 51-3.
5. Sylvia A. Price. 2006. Patofisiologi volume 1. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
6. A.V.Hoffbrand, dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC
7. Downloaded from www.nejm.org on [ December 1, 2008 ] . Laboratory Reference
Values. Values Copyright © 2004 Massachusetts Medical Society. All rights
reserved.
8. Downloaded from www.nejm.org on [ December 1, 2008 ] . Microscopic Hematuria.
Copyright © 2003 Massachusetts Medical Society. All rights reserved.
9. Downloaded from www.nejm.org on [ December 1, 2008 ] . Intensive Blood Glucose
Control and Vascular. Outcomes in Patients with Type 2 DiabetesCopyright © 2008
Massachusetts Medical Society. All rights reserved.