laporan kasus ckd ria

39
BAB I LAPORAN KASUS Status Pasien I. Identitas Nama : Tn. M K Usia : 54 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Mrapen RT I No.10 Sumber Kejayan Mayang, Jember Status : Menikah Pendidikan : SD Pekerjaan : Guru Ngaji (Ustad) Suku : Madura Agama : Islam Tanggal MRS : 28 Desember 2013 Tanggal Pemeriksaan : 28 Desember 2013 Tanggal KRS : 2 Januari 2014 II. Anamnesis Anamnesis dan pemeriksaan dilakukan pada tanggal 31 Desember 2013 di ruang rawat inap Anturium RSD. dr. Soebandi Jember pukul 10.00 WIB. a. Keluhan Utama Sesak nafas dan luka pada kaki

Upload: hilwaalfi

Post on 17-Feb-2016

143 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

gagal ginjal kronik

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus CKD RIA

BAB I

LAPORAN KASUS

Status Pasien

I. Identitas

Nama : Tn. M K

Usia : 54 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Mrapen RT I No.10 Sumber Kejayan Mayang, Jember

Status : Menikah

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Guru Ngaji (Ustad)

Suku : Madura

Agama : Islam

Tanggal MRS : 28 Desember 2013

Tanggal Pemeriksaan : 28 Desember 2013

Tanggal KRS : 2 Januari 2014

II. Anamnesis

Anamnesis dan pemeriksaan dilakukan pada tanggal 31 Desember 2013 di

ruang rawat inap Anturium RSD. dr. Soebandi Jember pukul 10.00 WIB.

a. Keluhan Utama

Sesak nafas dan luka pada kaki

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh sesak nafas berat tanggal 25 Desember 2013 malam dini

hari (24.00 WIB). Saat itu juga pasien langsung dibawa ke salah satu rumah sakit

di sekitar rumah nya dan sempat dirawat selama ± 3 hari. Namun, karena belum

membaik pasien dirujuk ke RSUD dr.Soebandi Jember tanggal 28 Desember 2014

pukul 15.45 WIB. Sesak yang dirasakan datangnya tiba-tiba terlebih saat tidur di

malam hari hingga pasien tidak bisa tidur karena merasa tidak bisa bernafas.

Page 2: Laporan Kasus CKD RIA

Sebenarnya pasien mengalami sesak nafas dimulai ± 2 bulan yang lalu. Sesak

dirasakan hanya saat malam hari, namun sesak tidak separah sekarang. Sesak

dirasakan mulai memberat ± 1 mingguan. Pasien juga merasakan badannya agak

lemah.

Sudah ± 2 bulan pasien merasakan nyeri pada pinggangnya, terutama

pinggang sebelah kiri. Pinggang terasa seperti ditusuk-tusuk dan terkadang kaku.

Untuk Buang Air Kecil (BAK) pasien mengaku lancar, namun malam pertama

saat MRS BAK pasien mulai tidak lancar (sedikit-sedikit tapi tidak nyeri). Semasa

muda, pasien sering mengkonsumsi minuman-minuman berenergi (seperti extra

joss) dan konsumsi jamu-jamu tradisional sudah ± 20 tahunan. Pasien

mengeluhkan tekanan darahnya yang selalu tinggi ± 2 tahun (sampai pernah 200

mmHg) dan pundak terasa kaku. Semenjak tau memiliki hiprtensi, pasien rutin

mengkonsumsi obat-obatan untuk hipertensi.

Pada kaki kanan pasien terdapat luka ± 1 minggu yang masih terasa nyeri,

bengkak, agak kaku dan sedikit mati rasa. Sebelum MRS di RSUD dr.Soebandi

Jember, pasien sering dirawat di salah satu rumah sakit sekitar rumahnya karena

diabetes yang di deritanya. Pasien memang memiliki diabetes mellitus ± sudah 3

tahunan dan sudah sering konsumsi obat-obatan diabetes secara oral. Kaki kiri

pasien pernah di operasi akibat luka yang disebabkan oleh diabetes nya yang

parah, namun tidak sampai di amputasi. Pasien mengaku kedua kaki nya sering

bengkak. Menurut keluarganya, pasien sering kejang dan tidak sadarkan diri.

c. Anamnesis Saat Pemeriksaan

Pasien mengaku sesak sudah mulai berkurang dan sudah bisa tidur

nyenyak di malam hari. Pinggang masih terasa kaku namun sudah tidak nyeri lagi

dan BAK mulai lancar. Luka pada kaki sudah mengering, tidak nyeri dan sudah

tidak bengkak namun masih terasa agak kaku.

d. Riwayat Pemakaian Obat

Obat Diabetes Oral (OAD), obat Hipertensi.

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Diabetes mellitus dan hipertensi.

Page 3: Laporan Kasus CKD RIA

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal.

g. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Pasien adalah seorang kepala keluarga dengan 1 orang istri dan 3 orang

anak. Pasien merupakan guru ngaji di musholla dekat rumahnya, sedangkan

istrinya seorang ibu rumah tangga namun memiliki usaha toko kecil-kecilan

dirumahnya. Penghasilan pasien dari guru ngaji dan usaha tokonya perbulan

cukup untuk membiayai sekolah anak-anaknya dan biaya hidup. Anak pertama

usia 25 tahun dan sudah bekerja, anak kedua berusia 15 tahun dan anak ketiga

berusia 3 tahun. Keduanya masih bersekolah. Pasien tinggal dalam rumah dengan

kondisi ruangan dan fasilitas menurut pasien sudah cukup baik. 1 rumah dihuni 5

orang. Hubungan pasien dengan tetangga sangat baik.

Kesan : Riwayat sosial lingkungan dan ekonomi cukup.

h. Anamnesis Sistem

1. Kepala : pusing (+), demam (-), luka (-), benjolan (-), odem

wajah (-), pucat (+).

2. Leher : nyeri telan (-), benjolan (-)

3. Sistem kardiovaskular : palpitasi (-), nyeri dada (-)

4. Sistem pernapasan : sesak (+), batuk (-), pilek (-)

5. Sistem gastrointestinal : nafsu makan turun (+), mual (-), muntah (-), nyeri

perut (-), BAB (+) normal.

6. Sistem urogenital : BAK tidak lancar berwarna kuning, nyeri (-).

7. Sistem integumentum : pitting oedem (+), luka pada kaki kanan.

8. Sistem muskuloskeletal : oedema kaki (+), atrofi(-), akral hangat(+), nyeri

pinggang (+).

Kesan : pusing, nafsu makan menurun, sesak, BAK tidak lancar, pitting oedem

(+), luka pada kaki kanan, oedem kaki kanan (+), nyeri pinggang (+).

Page 4: Laporan Kasus CKD RIA

III. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : lemah

2. Kesadaran

- Kualitatif : Komposmentis

- Kuantitatif : GCS 4-5-6

3. Tanda vital

- Tekanan Darah: 170/80 mmHg

- Frekuensi nadi : 92 kali/menit

- Frekuensi nafas: 24 kali/menit

- Suhu axilla : 36,2 O C

4. Kulit : anemis, pitting oedem dan luka kaki kanan (+).

5. Kelenjar Limfe : Limfonodi leher, aksila, dan inguinal tidak membesar

6. Otot : Dalam batas normal.

7. Tulang :Tidak ada deformitas, krepitasi dan false movement pada

tulang tubuh.

Kesimpulan: keadaan umum lemah, tekanan darah tinggi, sesak nafas, kulit dan

mukosa anemis, oedem dan luka pada kaki kanan.

Pemeriksaan Khusus

2. Kepala

Bentuk : bulat, simetris, normocephal.

Rambut : pendek, warna hitam bercampur putih, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-,

mata cowong -/-, hematom peripalpebra -/-, reflek cahaya +/+.

Hidung : tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, nafas tidak

cuping hidung.

Telinga : tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.

Mulut/bibir : tidak sianosis, tidak ada sariawan.

Page 5: Laporan Kasus CKD RIA

Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi

Tenggorok : Faring dbn, tidak terjadi pembesaran tonsil, tidak ditemukan

ulkus.

Kesan : pasien anemis.

3. Leher

Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher

Palpasi : tidak tampak pembesaran KGB leher serta tidak terjadi

pembesaran kelenjar tiroid.

Kaku kuduk : tidak ada

JVP : tidak meningkat

Kesan : pada pemeriksaan leher tidak didapatkan perbesaran kelenjar

getah bening.

Dada

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS V PSL dextra

Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra

Auskultasi : S1S2 tunggal

Kesan : terdapat pelebaran batas jantung

Paru:

Anterior Posterior

I Simetris, retraksi +/+,

ketinggalan gerak -/-

Simetris, retraksi -/-

Ketinggalan gerak -/-

P Fremitus raba +/+ normal Fremitus raba +/+ normal

P Sonor +/+ Sonor +/+

A Vesikuler, Rh-/-, Wh -/- Vesikuler, Rh-/-,Wh -/-

Kesan : ditemukan retraksi pada pemeriksaan paru

Page 6: Laporan Kasus CKD RIA

Perut

Inspeksi : cembung, tidak terlihat massa.

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), soepel, turgor kulit

normal, undulasi (-).

Perkusi : timpani, pekak beralih (-), nyeri ketok pinggang (+)

Auskultasi : bising usus (+) 12x/menit

Kesan : pada pemeriksaan perut didapatkan nyeri ketok pinggang. Tidak

ditemukan tanda-tanda ascites.

4. Anogenital

Dalam batas normal

5. Anggota Gerak

Superior : akral hangat +/+, oedem -/-

Inferior : akral hangat +/+, oedem +/-, luka +/-

Kesan : ditemukan oedem dan luka kaki kanan

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium (28 Desember 2013)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi

Hemoglobin 9,7 13,4 – 17,7 gr/dl

Lekosit 26,0 4,3 – 10,3 x 10/L

Hematokrit 28,6 38 – 42 %

Trombosit 554 150000 – 450000

Faal hati

SGOT 18 10 – 35 U/L

SGPT 10 9 – 43 U/L

Page 7: Laporan Kasus CKD RIA

Elektrolit

Natrium 137,7 135-155 mmol/L

Kalium 4,52 3,5-5,0 mmol/L

Clorida 105,8 90-110 mmol/L

Calsium 2,23 2,15-2,57 mmol/L

Magnesium 1,08 0,73-1,06 mmol/L

Phosfor 2,57 0,85-1,60 mmol/L

Faal Ginjal

Kreatinin serum 8,8 0,6-1,3 mg/dL

BUN 67 6-20 mg/dL

Urea 143 10-50 mg/dL

Asam Urat 9,3 3,4-7 mg/dL

Pemeriksaan laboratorium (31 Desember 2013)

Jenis pemeriksaan Hasil Normal

Urine Lengkap

Warna Kuning agak keruh

pH 6,5 4,8-7,5

Berat jenis 1,020 1,015 – 1,025

Protein Positip 3 ~ 150 mg/dl negatip

Reduksi Normal Normal

Urobilin Normal Normal

Bilirubin Negatip Negatip

Eritrosit Negatip 0-1 sel/Lpb

Leukosit 2-5 1-4 sel/Lpb

Epitel 0-2 5-15 sel/Lpb

Page 8: Laporan Kasus CKD RIA

Kristal Negatip Negatip

Silinder Granulla 0-2 Negatip

Bakteri Negatip Negatip

Yeast Positip

Keton Negatip

Pemeriksaan Laboratorium GDA

Tanggal Hasil Pemriksaan Normal

28 Desember 2013

19.00

21.00

24.00

36

56

70

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

29 Desember 2013

10.00

16.00

19.00

21.00

40

49

65

67

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

30 Desember 2014

05.10

11.00

16.30

23.00

33

66

98

230

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

31 Desember 2014

06.00

18.00

150

145

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

01 Januari 2014

06.00

08.00

09.45

103

101

128

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

< 200 mg/dL

Page 9: Laporan Kasus CKD RIA

16.00 136 < 200 mg/dL

Page 10: Laporan Kasus CKD RIA

V. Resume

Pasien mengeluh sesak nafas berat tanggal 25 Desember 2013 malam dini

hari (24.00 WIB). Saat itu juga pasien langsung dibawa ke salah satu rumah sakit

di sekitar rumah nya dan sempat dirawat selama ± 3 hari. Namun, karena belum

membaik pasien dirujuk ke RSUD dr.Soebandi Jember tanggal 28 Desember 2014

pukul 15.45 WIB. Sesak yang dirasakan datangnya tiba-tiba terlebih saat tidur di

malam hari hingga pasien tidak bisa tidur karena merasa tidak bisa bernafas.

Pasien juga merasakan badannya agak lemah. Sudah ± 2 bulan pasien merasakan

nyeri pada pinggangnya, terutama pinggang sebelah kiri. Untuk Buang Air Kecil

(BAK) pasien mengaku lancar, namun malam pertama saat MRS BAK pasien

mulai tidak lancar (sedikit-sedikit tapi tidak nyeri). Pada kaki kanan pasien

terdapat luka ± 1 minggu yang masih terasa nyeri, bengkak, agak kaku dan sedikit

mati rasa. Pasien mengaku kedua kaki nya sering bengkak. Menurut keluarganya,

pasien sering kejang dan tidak sadarkan diri.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah, kesadaran

kompos mentis, tekanan darah 170/80 mmHg, frekuensi nadi 92 kali/menit,

frekuensi nafas 24 kali/menit, dan suhu axilla 36,2 oC, kulit dan mukosa anemis.

Pemeriksaan thorax cor melebar dan pulmo dalam batas normal. Pemeriksaan

abdomen, anogenital dalam batas normal, nyeri ketok pinggang (+) dan

ekstrimitas bawah kanan didapatkan oedema dan luka.

Hasil lab menunjukkan kesan anemia, leukositosis, trombositosis,

peningkatan kreatinin serum, BUN, urea dan asam urat, peningkatan magnesium

dan phosfor, protein urine positip 3 dan hipoglikemia. Foto thorax: kardiomegali,

EKG dalam batas normal.

GFR= (140- 54) x 70: (72 x 8,8) = 9,5 mL / menit

GFR < 15 , artinya pasien terkena gagal ginjal stadium V.

Page 11: Laporan Kasus CKD RIA

VI. Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja

Diagnosis Banding : Nefropati diabetik

Diagnosis : CKD grade V + DM hipoglikemia + Hipertensi

grade II + Decomp cordis grade II.

VII. Penatalaksanaan

i. Planning Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium: hematologi, faal hati, elektrolit, faal ginjal,

urine lengkap, dan GDA rutin.

ii. Planning Terapi

a. Infus D10 14 tetes per menit

b. Injeksi Cefotaxim 3x1gr

c. Injeksi Norages 3x1ampul

d. Injeksi Radin 3x1ampul

e. Injeksi Lasix 3x1 ampul

f. ISDN 3x5 mg

g. Valsartan 3x80 mg

h. Amlodipin 1x 5 mg

iii. Planning Monitoring

a. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi

nafas, dan suhu axilla.

b. Pemeriksaan hematologi dan GDA rutin.

iv. Planning Edukasi

Menjelaskan tentang penyakit yang diderita penderita mulai dari penyebab,

perjalanan penyakit, perawatan, dan prognonis, komplikasi, serta pencegahan

komplikasi.

VIII. Prognosis

Dubia ad bonam

Page 12: Laporan Kasus CKD RIA

IX. Follow up

Kondisi Pasien 28 Desember 2013 29 Desember 2013

Keluhan Sesak nafas hingga susah

tidur, mudah lelah,

pusing, luka di kaki

kanan terasa sakit, tadi

malam tidak bisa kencing

Sesak nafas terlebih saat

berbaring, kaki masih

sakit, perut kembung, dan

sudah bisa BAK

Tekanan Darah 170/90 mmHg 140/90 mmHg

Nadi 108 x/ menit 88 x/ menit

Respiratory Rate 39 x/menit 26 x/menit

Suhu Tubuh 36,3°C 36,5°C

Kepala dan Leher a/i/c/d : +/-/-/+ a/i/c/d : +/-/-/+

Cor I Ictus cordis tidak tampak Ictus cordis tidak tampak

P Ictus cordis tidak teraba Ictus cordis tidak teraba

P Redup melebar Redup melebar

A S1 S2 tunggal S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris, retraksi +/+ Simetris, retraksi -/-

P Fremitus raba +/+ Fremitus raba +/+

P Sonor +/+, Redup -/+ Sonor +/+, Redup -/+

A Vesikuler +/+

Rhonki -/-

Whezing -/-

Vesikuler +/+

Rhonki -/-

Whezing -/-

Abdomen I Cembung Cembung

A Bising usus normal Bising usus normal

P tymphani tymphani

P Soepel, Nyeri ketok

ginjal +/+

Soepel, Nyeri ketok

ginjal +/+

Ekstermitas Akral Hangat

Superior +/+ Inferior +/+

Oedem

Akral Hangat

Superior +/+ Inferior +/+

Oedem

Page 13: Laporan Kasus CKD RIA

Superior -/- Inferior +/-

Gangren

Superior -/- Inferior +/-

Superior -/- Inferior +/-

Gangren

• Superior -/-

• Inferior +/-

Diagnosis CKD grade V, DM

Hipoglikemia, HT grade

II, DC

CKD grade V, DM

Hipoglikemia, HT grade

II, DC

Terapi Infus PZ:D5 14 tpm

Inj.Cefotaxim 3x1 gram

Inj. Ranitidin 3x1 ampul

Inj.Norages 3x1 ampul

Inj. Furosemid 1x1 ampul

Infus PZ:D5 14 tpm

Inj.Cefotaxim 3x1 gram

Inj. Ranitidin 3x1 ampul

Inj.Norages 3x1 ampul

Inj. Furosemid 1x1 ampul

Keterangan 19.00 GDA=36 mg/dL

Lapor dr.IGD karena

pasien mengalami

penurunan kesadaran

a/p infus D10% dan inj.

Intravena D40% bolus 2

flakon. Cek GDA.

Kondisi Pasien 30 Desember 2013 31 Desember 2013

Keluhan Sesak mulai berkurang,

sulit makan dan minum

pasca kejang dan

mengalami penurunan

kesadaran pukul 05.10

WIB, kaki masih terasa

sakit.

Sesak berkurang,

terkadang masih terasa

gemetar

Tekanan Darah 170/80 mmHg 130/90 mmHg

Page 14: Laporan Kasus CKD RIA

Nadi 92 x/ menit 92 x/ menit

Respiratory Rate 24 x/menit 24 x/menit

Suhu Tubuh 36,6°C 36,2°C

Kepala dan Leher a/i/c/d : +/-/-/+ a/i/c/d : +/-/-/+

Cor I Ictus cordis tidak tampak Ictus cordis tidak tampak

P Ictus cordis tidak teraba Ictus cordis tidak teraba

P Redup melebar Redup melebar

A S1 S2 tunggal S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris Simetris

P Fremitus raba +/+ Fremitus raba +/+

P Sonor +/+, Redup -/+ Sonor +/+, Redup -/+

A Vesikuler +/+

Rhonki -/-

Whezing -/-

Vesikuler +/+

Rhonki -/-

Whezing -/-

Abdomen I Cembung Cembung

A Bising usus normal Bising usus normal

P tymphani tymphani

P Soepel, Nyeri ketok

ginjal (S)

Soepel, Nyeri ketok

ginjal (S)

Ekstermitas Akral Hangat

Superior +/+ Inferior +/+

Oedem

Superior -/- Inferior +/-

Gangren

Superior -/- Inferior +/-

Akral Hangat

Superior +/+ Inferior +/+

Oedem

Superior -/- Inferior +/-

Gangren

Superior -/- Inferior +/-

Diagnosis CKD grade V, DM

Hipoglikemia, HT grade

II, DC

CKD grade V, DM

Hipoglikemia, HT grade

II, DC

Terapi Infus PZ:D5 14 tpm Infus D10 14 tpm

Page 15: Laporan Kasus CKD RIA

Inj.Cefotaxim 3x1 gram

Inj. Ranitidin 3x1 ampul

Inj. Norages 3x1 ampul

Inj. Furosemid 1x1 ampul

Saat kejang pukul 05.10

WIB (GDA=33 mg/dL)

→ inj. Intravena D40%

bolus 5 flakon. Cek

GDA.

Inj.Cefotaxim 3x1 gram

Inj. Ranitidin 3x1 ampul

Inj. Norages 3x1 ampul

Inj. Furosemid 1x1 ampul

p/o ISDN 3x5mg

p/o Valsartan 1x80 mg

p/o Amlodipin 1x5mg

Kondisi Pasien 01 Januari 2014

Keluhan Sesak sudah berkurang,

sudah tidak pernah

kejang lagi, nafsu makan

membaik, kaki sudah

tidak sakit

Tekanan Darah 140/80 mmHg

Nadi 90 x/ menit

Respiratory Rate 19 x/menit

Suhu Tubuh 36,3°C

Kepala dan Leher a/i/c/d : +/-/-/+

Cor I Ictus cordis tidak tampak

P Ictus cordis tidak teraba

P Redup melebar

A S1 S2 tunggal

Pulmo I Simetris

P Fremitus raba +/+

P Sonor +/+, Redup -/+

A Vesikuler +/+

Rhonki -/-

Page 16: Laporan Kasus CKD RIA

Whezing -/-

Abdomen I Cembung

A Bising usus normal

P tymphani

P Soepel, Nyeri ketok

ginjal (S) berkurang

Ekstermitas Akral Hangat

Superior +/+ Inferior +/+

Oedem

Superior -/- Inferior +/-

Gangren

Superior -/- Inferior +/-

Diagnosis CKD grade V, DM

Hipoglikemia, HT grade

II, DC

Terapi Infus D10 14 tpm

Inj.Cefotaxim 3x1 gram

Inj. Ranitidin 3x1 ampul

Inj. Norages 3x1 ampul

Inj. Furosemid 1x1 ampul

p/o ISDN 3x5mg

p/o Valsartan 1x80 mg

p/o Amlodipin 1x5mg

BAB 2

Page 17: Laporan Kasus CKD RIA

Pembahasan

2.1 Gagal ginjal kronik

2.1.1 Definisi

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih

dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal

seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit

ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60

ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik

(Sumber: Chonchol, 2005)

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium

ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi

menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi

tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1

adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2

kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3

kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4

kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah

gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,

dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

- Kelainan patologik

- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan

dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Page 18: Laporan Kasus CKD RIA

Stadium Deskr ipsi LFG (mL/menit/1.73

m²)

0 Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor

risiko

1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau

meninggi

≥ 90

2 Penurunan ringan LFG 60-89

3 Penurunan moderat LFG 30-59

4 Penurunan berat LFG 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

(Sumber: Clarkson, 2005)

2.1.2 Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian

Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi

terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),

hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

a. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang

etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran

histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber

terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri

sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat

penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik

(LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan

ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan

atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal

seperti dialisis (Sukandar, 2006).

b. Diabetes melitus

Page 19: Laporan Kasus CKD RIA

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo

(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena

penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai

macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul

secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya

perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih

sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung

lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan

diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi

(Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua

golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga

hipertensi renal (Sidabutar, 1998).

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau

material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini

dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks

maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat

disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik

merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang

lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult

polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi

pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus,

bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai

daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).

Page 20: Laporan Kasus CKD RIA

2.1.3 Faktor risiko

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes

melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun,

dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan

penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

2.1.4 Patofisiologi

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus

meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini

menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan

pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti

lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran

histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh

penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah

kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat

dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini

berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal

(Noer, 2006).

2.1.5 Gambaran klinik

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia

sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan

hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan

neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),

sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat

bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin

kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam

muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi

Page 21: Laporan Kasus CKD RIA

oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan

iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan

saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet

protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil

pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari

mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya

hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan

pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi

maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.

Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan

gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati

mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat

penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini

akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering

dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan

dinamakan urea frost

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai

pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput

serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,

dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental

berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga

sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini

Page 22: Laporan Kasus CKD RIA

sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung

dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik

sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,

kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik

terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal

jantung.

2.1.6 Diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran

berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible

factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan

fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus

(Sukandar, 2006).

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,

perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal

ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk

kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan

banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

b. Pemeriksaan laboratorium

Page 23: Laporan Kasus CKD RIA

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan

derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan

perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup

memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan

imunodiagnosis.

3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin,

dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal

ginjal (LFG).

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan

tujuannya, yaitu:

1) Diagnosis etiologi GGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut,

ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi

antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).

2) Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan

ultrasonografi (USG).

2.1.7 Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah

mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya

pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal

dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah

makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak

darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan

pengendalian berat badan (National Kidney Foundation, 2009).

Page 24: Laporan Kasus CKD RIA

2.1.8 Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal

ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin

azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan

terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat

dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,

memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya

jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung

dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat

diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah

harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

3) Keluhan gastrointestinal

Page 25: Laporan Kasus CKD RIA

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama

(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah

ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus

dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

4) Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang

diderita.

c. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium

5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat

pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal

(LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi

elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,

ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang

tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan

Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi

elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,

dan astenia berat (Sukandar, 2006).

Page 26: Laporan Kasus CKD RIA

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai

sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya

dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-

kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang

diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14

tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi

medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65

tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,

pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien

GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,

yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan

sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan

faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh

(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80%

faal ginjal alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan

dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi