kti tissue2sns3
DESCRIPTION
hTRANSCRIPT
![Page 1: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar dari kita, tentu sudah tidak asing lagi dengan tissue. Pada
zaman seperti ini semua orang baik laki-laki, perempuan, dewasa, remaja, bahkan
balita tidak lepas dari tissue. Tissue dikonsumsi seperti halnya makanan sehari-
hari. Dalam satu hari setiap orang bisa menghabiskan beberapa pack tissue
kantong untuk berbagai keperluan. Diantaranya mengusap keringat,
membersihkan make up, mengelap mulut setelah makan, bahkan hal kecil seperti
mengeringkan gelas. Orang beranggapan bahwa tissue merupakan alat yang
paling efektif dalam hal kebersihan. Padahal, tissue membawa bahaya besar yang
akan mengancam kita suatu saat nanti.
Tissue sangat erat kaitannya dengan hutan. Hutan merupakan kawasan yang
paling berpengaruh terhadap kehidupan di dunia, mulai dari mencegah erosi,
menyediakan oksigen, tempat tinggal flora maupun fauna, dan sebagainya. Tissue
sendiri terbuat dari pulp(bubur kertas) yang didapatkan dari penebangan pohon
Akasia dan Eukalyptus. Lama-kelamaan perkebunan pohon tersebut akan habis.
Ini artinya, produsen harus menebang pohon di hutan alam untuk dijadikan
perkebunan pohon Akasia dan Eukalyptus. Hal ini tentu mengakibatkan luas
hutan semakin menyusut. Akibatnya, peran hutan sebagai paru-paru dunia
terganggu. Peluang Global Warming untuk menenggelamkan dunia pun menjadi
semakin besar. Inilah saatnya manusia peduli terhadap bumi yang semakin lama
semakin tua umurnya. Walaupun, hanya dengan melakukan hal-hal kecil di sekitar
kita, namun akan memberi lompatan besar di masa mendatang.
Berdasarkan fakta di atas, rumusan masalah yang diambil oleh penulis
adalah apa dampak dari penggunaan bahan baku tissue terhadap kelestarian
hutan? Dengan demikian, tujuan penulis membuat karya tulis ilmiah ini adalah
untuk mendeskripsikan dampak penggunaan bahan baku tissue terhadap
kelestarian hutan.
![Page 2: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tissue dan Peggunaannya
Tissue adalah sejenis kertas sebagai alat pembersih yang memiliki beragam
jenis. Diantaranya Roll Tissue, Napkin Tissue, Dinner Napkin, Cocktail Napkin
Tissue, dan Facial Tissue.
Sejarah Tissue bermula dari ditemukannya bahan baku kertas yaitu bahan
baku non-kayu seperti sisa sayur mayur, sutra, serat kapas, jaring ikan yang sudah
tua, batang buah mulberry, rumput-rumputan, bambu, rotan, dan sebagainya.
Sejalan dengan perkembangan industrialisasi dan kapitalisme, dirasakan perlu
untuk membuat suatu industri berskala besar, tersentralisasi, dan padat modal.
Namun, sulit mendapatkan bahan baku non-kayu dalam jumlah besar secara
berkelanjutan.
Sekitar tahun 60-an dimulailah sejarah pembuatan kertas dari bahan baku
kayu. Saat itu hutan-hutan tua yang ada menyediakan tambang bahan baku kayu
yang memungkinkan produksi komersial berskala besar dan berkelanjutan. Oleh
karena itu harganya dapat ditekan sampai 85 %. Sejak saat itulah kebutuhan kertas
mulai meningkat, seperti industri media massa, media cetak, dan juga produksi
tissue
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempercepat dan
meringankan banyak pekerjaan manusia. Pada era ini pemakaian tissue telah
menjadi suatu kebudayaan. Di negara-negara maju atau di kota-kota besar
Indonesia, tissue sangat mudah kita jumpai. Sekarang sudah jarang kita temui atau
dapat dikatakan tidak ada sama sekali kaum muda terutama remaja sekolah yang
menggunakan saputangan, kecuali kaum orang tua yang berusia 55 tahun ke atas.
Penggunaan tissue tersebut mungkin telah menjadi ciri budaya kehidupan modern
remaja sekarang ini. Hal itu terlihat pada kepraktisan penggunaanya, hampir
setiap remaja menggunakan tissue baik itu untuk membersikan hidung dari
kotoran karena flu, mengelap muka dari keringat, aktifitas di kamar mandi,
sampai dengan hanya untuk mengelap mulut setelah makan saja memakai tissue.
![Page 3: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/3.jpg)
Padahal, budaya tersebut merupakan salah satu upaya untuk merusak lingkungan
karena tissue terbuat dari bahan baku yang didapatkan dari hutan.
2.2 Dampak Penggunaan Bahan Baku Tissue Terhadap Kelestarian Hutan
Tissue terbuat dari pulp (bubur kertas) batang pohon Akasia dan Eukalyptus
yang diproses secara kimia. Untuk mendapatknnya, produsen harus membuat
perkebunan Akasia dan Eukalyptus, misalnya seperti usaha yang dilakukan oleh
PT. Musi Hutan Persada di Muara Enim Sumatera Selatan. Setelah pohon tersebut
besar dilakukan penebangan untuk mendapatkan kayunya. Jadi, semakin banyak
penggunaan tissue, luas hutan alam akan semakin menyusut karena tergantikan
oleh Perkebunan Akasia dan Eukalyptus. Selain itu, tissue membutuhkan air
dalam jumlah besar dalam pengolahannya sehingga akan menghasilkan limbah
cair yang bisa mencemari ligkungan.
Penggunaan tissue oleh satu orang diasumsikan memakai 5 sheet (lembar)
per hari. Satu pack Tissue berisi kurang lebih 20 sheet. Misalkan satu batang
pohon berusia 6 tahun bisa memroduksi kira-kira dua pack tissue. Maka, satu
batang pohon tersebut akan habis digunakan oleh satu orang hanya dalam waktu 8
hari. Hal ini tentu tidak sebanding dengan alur hidup pohon Akasia dan
Eukalyptus yang mencapai 6 tahun.
Berdasarkan perhitungan sederhana dari Koesnadi, Sekjend Sarekat Hijau
Indonesia(SHI) mengenai penyusutan hutan alam di Indonesia akibat penggunaan
tissue oleh masyarakat, jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta orang dan setiap
satu harinya 1 orang menggunakan ½ gulung kertas tissue. Ini artinya penggunaan
kertas tissue bisa mencapai 100 juta gulung per hari. Maka, pemakaian tissue di
Indonesia setiap bulannya mencapai 3 milyar gulung. Bila massa kertas tissue 1
gulung mencapai ¼ kg, 3 milyar gulung massanya 750.000.000 kg dan setara
dengan 750.000 ton. Apabila untuk menghasilkan 1 ton pulp diperlukan 5 m3 kayu
bulat dengan asumsi 120 m3 kayu bulat per hektar, sudah bisa ditebak penggunaan
hutan mencapai puluhan ribu hektar setiap bulannya. Ini sekedar angka untuk
penggunaan tissue, belum untuk penggunaan kertas tulis dan berbagai jenis kertas
lainnya yang sangat dekat dengan kehidupan, terutama perkantoran, sekolah,
perusahaan dan lain-lain.
![Page 4: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/4.jpg)
Menurut World Wide Fund (WWF), penggunaan 1 rim kertas telah
mengorbankan 2 m2 hutan alam. Saat ini hutan-hutan di Indonesia mengalami
kerusakan yang cukup parah. Jika dahulu indonesia termasuk dalam 3 negara
dengan hutan terluas di dunia dan bahkan diyakini 85 % daratan Indonesia adalah
hutan, sekarang Indonesia telah menjadi negara dengan laju perusakan hutan yang
cukup tinggi yaitu 3,8 juta hektar per tahun. Menurut data Food Agriculture
Organizations (FAO), setiap harinya hutan di Indonesia berkurang sebesar empat
kali luas pulau Bali atau setara denga luas 500 kali lapangan sepakbola. Dari
pantauan satelit, dalam tiga puluh tahun terakhir ini Indonesia telah kehilangan
sepertiga luas hutan tropisnya. Jika pada awal tahun enam puluhan hutan tropis
Indonesia masih 150 juta hektar, kini tinggal 90 sampai 100 juta hektar saja.
Semakin berkurangnya luas hutan tersebut mewajibkan kita untuk menjaga
kelestariannya karena hutan adalah pendukung kehidupan di bumi. Harus diakui,
jumlah pohon tergantung pada kelestarian hutan yang ada. Semakin luas hutan
semakin banyak pula pohon di muka bumi, begitu juga sebaliknya.
Hutan yang gundul menyebabkan peran hutan sebagai penyerap air tanah
tidak optimal. Air hujan tidak terserap melainkan langsung menuruni lereng
gunung sehingga kemungkinan terjadinya erosi tanah dan banjir semakin besar.
Efeknya akan kembali pada kerusakan lingkungan. Setelah terjadi erosi tanah
maupun banjir hutan menjadi rusak. Kerusakan hutan ini tentu menyebabkan flora
dan fauna kehilangan habitatnya. Sebagai dampaknya, populasi mereka semakin
menipis. Tidak hanya itu, karena air hujan tidak terserap dengan baik, telah
diprediksi bahwa dalam 50 tahun mendatang kita akan mengalami krisis air
bersih.
Selain tidak optimal dalam menyerap air tanah, kemampuan hutan untuk
mengikat gas CO2 juga menurun. Akibatnya, konsentrasi gas CO2 disertai gas-gas
rumah kaca lainnya seperti Uap Air, Metana, dan Nitrogen Oksida meningkat dan
terakumulasi di udara. Ini menyebabkan suhu rata-rata atmosfer dan permukaan
bumi naik, sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan hidup di biosfir
bumi yang akan menyebabkan terjadinya global warming. Global warming
merupakan penyebab naiknya permukaan air laut yang suatu saat nanti bisa
menenggelamkan berbagai sarana dan prasarana kehidupan manusia seperti
![Page 5: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/5.jpg)
pemukiman penduduk, lahan pertanian, tambak, tempat wisata, pelabuhan, dan
lain-lain.
2.3 Media Alternatif Pengganti Tissue
Suatu hal yang mustahil apabila pemerintah mengharuskan perusahaan
tissue maupun jenis kertas lainnya untuk menghentikan produksinya, karena
bagaimanapun, kita tidak akan bisa lepas dari penggunaan tissue dan kertas
meskipun hanya sedikit. Dan akan lebih baik apabila produsen memanfaatkan
limbah kertas untuk didaur ulang. Dan akan lebih baik apabila produsen dapat
memanfaatkan limbah dari hasil produksi mereka untuk didaur ulang. Dengan
begitu, akan mengurangi jumlah pohon-pohon yang ditebang dari hutan.
Telah kita ketahui bahwa berbagai bencana alam telah melanda muka bumi.
Semua itu merupakan dampak dari eksploitasi hutan secara besar-besaran oleh
oknum-oknum tertentu untuk memroduksi tissue. Namun tidak ada kata terlambat
untuk meminimalisir dampak dari penggunaan bahan baku tissue tersebut.
Diawali dari hal-hal yang kecil kita bisa memberikan tumpuhan besar bagi
kelangsungan hidup di bumi, yaitu :
a. Beralih dari tissue ke sapu tangan atau lap kain
Salah satu tindakan yang dapat kita ambil adalah kembali menggunakan
sarana pembersih yang bisa dipakai berulang kali seperti sapu tangan atau lap
kain. Setelah digunakan sapu tangan yang kotor dapat dicuci dan dibersihkan
kembali untuk dapat digunakan seperti semula. Terkait dengan fungsi awalnya,
sapu tangan digunakan sebagai sarana membersihkan diri.
Sapu tangan dibuat dari kain halus berukuran kecil sekitar 30 x 30 cm.
Umumnya sapu tangan terbuat dari kain katun, flannel, atau kain handuk yang
dapat menyerap air. Sapu tangan digunakan untuk menyeka keringat di muka dan
telapak tangan, menyeka air mata saat menangis, atau sebagai penutup mulut dan
hidung untuk menghindari debu maupun bau yang kurang sedap. Berbeda dengan
tissue yang hanya bisa digunakan satu kali pakai.
b. Menggunakan air setelah buang air besar maupun kecil
Dengan menggunakan air setelah buang air besar maupun kecil, kita dapat
mengurangi limbah tissue dalam jumlah yang cukup besar. Jika diperhitungkan,
![Page 6: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/6.jpg)
penggunaan air jauh lebih hemat daripada tissue. Ini didasarkan pada fakta bahwa
setiap roll tissue dalam proses pembuatannya membutuhkan sebanyak 37 galon
atau setara dengan 140 liter air. Setiap harinya, orang amerika rata-rata
menghabiskan 57 lembar tissue toilet, dan ini setara dengan penggunaan air 3,7
galon sehari. Jika dibandingkan dengan kebiasaan masyarakat asia yang
menggunakan air, sekali buang air kecil atau besar setiap orang rata-rata hanya
memerlukan 0,03 galon air. Jumlah yang sangat jauh jika dibandingkan dengan air
yang dipakai untuk pembuatan tissue toilet.
c. Media pengering elektrik pengganti tissue
Pilihan lain untuk berpaling dari tissue adalah menggunakan pengering
listrik yang bersifat lebih ekonomis, efektif, dan efisien. Apalagi alat ini memiliki
susunan mesin yang sederhana, yaitu koil, fan dan switch elektrik yang tak
membutuhkan perawatan khusus dalam penggunaannya. Selain itu, pengering
elektrik ini dapat bertahan hingga 7 tahun. Jadi setelah pemasangan, pengering
elektrik tak memerlukan pengeluaran lainnya selain listrik yang digunakan. Jika
satu orang rata-rata menggunakan 20 detik pengering yang memerlukan daya
rata-rata 2 kW, maka 20 detik
3600 detik x 2kW = 0.01 kWh setiap orang dengan asumsi
harga per kWh 1000 rupiah, maka 0.01 kWh x 1000 rupiah = 10 rupiah per orang
per pemakaian 20 detik.
Alat pengering elektrik
Kalau kita bandingkan dengan pemakaian tissue gulung. Kita asumsikan
rata-rata penggunaan tissue sebanyak 2 lembar per pemakaian. Harga rata-rata 1
gulung tissue dengan total 150 lembar rata-rata Rp. 10.000 sampai 15.000. Jadi,
harga per lembar kurang lebih 60 hingga 100 rupiah. Apabila satu orang memakai
![Page 7: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/7.jpg)
dua lembar, maka harga untuk satu kali pemakaian adalah 120 hingga 200 rupiah
lebih mahal dibandingkan pengering elektronik.
Sayangnya, keberadaan pengering elektrik masih sulit ditemukan.
Meskipun sebagian restoran di kota besar telah menggunakan alat tersebut,
namun kebanyakan dari mereka lebih memilih menggunakan tissue terutama
restoran yang berada di pinggiran kota.
Kebiasaan kecil di atas tak akan terlaksana dengan maksimal bila tidak
mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu masyarakat pada umumnya dan
pelajar pada khususnya tak terkecuali pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah
perlu mensosialisasikan penghematan kertas tissue maupun kertas lainnya.
Misalnya dengan mewajibkan institusi pemerintah dan lembaga pendidikan
untuk memakai produk daur ulang kertas, serta menurunkan harga kertas
daur ulang sehingga lebih murah daripada kertas yang berasal dari pohon.
Dengan begitu, masyarakat menjadi lebih berminat untuk membeli produk
daur ulang dari kertas. Melalui beberapa kebiasaan sederhana tersebut, kita bisa
turut serta dalam menggandeng Bumi untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
![Page 8: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/8.jpg)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penggunaan bahan baku tissue memberikan dampak yang besar terhadap
kelestarian hutan. Untuk menguranginya, kita hanya perlu melakukan hal-hal
kecil di sekitar kita. Sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi
kelangsungan hidup di masa yang akan datang.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, saran yang diberikan penulis, yaitu :
1) Sebaiknya produsen membatasi penggunaan bahan baku tissue demi
mengurangi dampaknya terhadap kelestarian hutan. Bila perlu produsen
memanfaatkan kembali limbah kertas untuk didaur ulang.
2) Sebaiknya masyarakat terlebih para remaja turut peduli dengan
mengurangi atau mengganti tissue dengan media lain yang lebih aman
dan hemat, seperti sapu tangan, air, dan pengering elektrik.
![Page 9: KTI tissue2sns3](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082717/5695ceea1a28ab9b028bc7c1/html5/thumbnails/9.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Fahri, (2008). Kisah Sehelai Tissue Untuk Global Warming. From
http://notinformation.com/kisah-selehai-tissue.html, 21 November 2011
Sriwijaya Post, (2009). Dari Tissue Menuju Kerusakan Hutan Alam dan Global
Warming. From http://palembang.tribunnews.com/, 23 November 2011
Suzannita, (2011). Selamatkan Hutan Kita. From http://www.suzannita.com/
selamatkan- hutan-kita/ , 21 November 2011