kor pulmonal kronik

21
COR PULMONAL CHRONIC STADIUM KOMPENSATA ec PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ec BRONKITIS KRONIK DISUSUN OLEH: Fionna Masitah (1008260019) Parida Hanum Siregar (1008260006) PEMBIMBING dr. Armon Rahimi, Sp.PD ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT HAJI MEDAN SUMATERA UTARA 2014

Upload: fionna-pohan

Post on 26-Dec-2015

98 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kor Pulmonal Kronik

COR PULMONAL CHRONIC STADIUM KOMPENSATA ec PENYAKIT

PARU OBSTRUKTIF KRONIK ec BRONKITIS KRONIK

DISUSUN

OLEH:

Fionna Masitah (1008260019)

Parida Hanum Siregar (1008260006)

PEMBIMBING

dr. Armon Rahimi, Sp.PD

ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

SUMATERA UTARA

2014

Page 2: Kor Pulmonal Kronik

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha

Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga

dapat menyelesaikan laporan kasus yang telah direncanakan.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu

eksis membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,

maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi

penyempurnaan selanjutnya.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan

semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan

dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.

Medan, 23 Mei 2014

Page 3: Kor Pulmonal Kronik

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1.Latar Belakang .......................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2

2.1.Kor Pulmonal Kronik ................................................................................ 2

2.1.1. Definisi ............................................................................................. 2

2.1.2. Etiologi .............................................................................................. 2

2.1.3. Klasifikasi ........................................................................................ 2

2.1.4. Patofisiologi ...................................................................................... 3

2.1.5. Manifestasi Klinik ............................................................................. 3

2.1.6. Penatalaksanaan ................................................................................. 4

2.2. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) ................................................... 5

2.2.1. Definisi ............................................................................................. 5

2.2.2. Etiologi .............................................................................................. 6

2.2.3. Patofisiologi ...................................................................................... 6

2.2.4. Manifestasi Klinik ............................................................................. 7

2.2.5. Diagnosis .......................................................................................... 7

2.2.6. Penatalaksanaan ................................................................................. 8

2.3.Bronkitis Kronis ........................................................................................ 9

2.3.1. Definisi ............................................................................................. 9

2.3.2.Etiologi ............................................................................................... 9

2.3.3. Manifestasi Klinik ............................................................................. 9

2.3.4. Patofisiologi .................................................................................... 10

2.3.5. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 10

2.3.6. Penatalaksanaan ............................................................................... 11

2.4. Emfisema ............................................................................................... 12

2.4.1. Definisi ........................................................................................... 12

2.4.2. Bentuk Emfisema ........................................................................... 12

2.4.3. Patogenesis ..................................................................................... 12

Page 4: Kor Pulmonal Kronik

iii

2.4.4. Manifestasi Klinik .......................................................................... 13

2.4.5. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 13

2.4.6. Penatalaksanaan .............................................................................. 14

BAB 3 PENUTUP ........................................................................................ 16

3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17

Page 5: Kor Pulmonal Kronik

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi

ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan, timbul akibat penyakit

yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya. Diperkirakan

insidensi kor pulmonale adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung.1

Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien gagal

napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema. Hipertensi pulmonal

“sine qua non” dengan kor pulmonal maka definisi kor pulmonal yang terbaik

adalah adalah hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit mengenai struktur

dan atau pembuluh darah paru, hipertensi pulmonal yang menghasilkan

pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan berlanjut dengan

berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor

pulmonal, diperkirakan 80-90% kasus.2

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang

paling sering ditemukan dan diperkirakan menjangkiti sekitar 17 juta orang

Amerika. Insidensi penyakit ini semakin meningkat.3

Pada bronkitis kronik, hipersekresi mukus serta batuk produktif yang kronis

berlangsung selama tiga bulan dalam satu tahun dan terjadi sedikitnya selama dua

tahun berturut-turut.3

Kurang lebih 20 persen laki-laki dewasa menderita bronkitis kronik, namun

hanya sejumlah kecil darinya yang secara klinis cacat. Berdasarkan semua survei,

laki-laki lebih sering menderita dibandingkan perempuan .4

Perokok merupakan faktor etiologi tunggal yang paling penting , pemajanan

akibat kerja dan lingkungan, terutama sebagai unsure penambah bagi efek yang

ditimbulkan oleh merokok.4

Page 6: Kor Pulmonal Kronik

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kor Pulmonal Kronik

2.1.1. Definisi

Pembesaran ventrikel kanan sekunder terhadap penyakit paru, toraks, atau

sirkulasi paru.4

2.1.2. Etiologi

Penyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang

secara primer menyerang pembuluh darah dan penyakit yang mengganggu aliran

darah paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif. Penyakit-penyakit

pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat berupa penyakit-

penyakit instrinsik seperti fibrosis paru difus dan kelainan ekstrinsik, seperti

obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis atau gangguan neuromuskular berat yang

melibatkan otot-otot pernapasan.1

Kelainan yang disebabkan oleh berbagai penyakit di luar paru, seperti

berbagai penyakt di batang otak, dinding toraks dan diafragma.5

2.1.3. Klasifikasi

1. Kor Pulmonal Akut

Disebabkan penyakit vaskuler paru embolik. Beban embolik menyebabkan

keadaan curah keluar mendadak rendah akibat ketidakmampuan ventrikel kanan

untuk menghasilkan tekanan yang diperlukan untuk mendorong darah melalui

anyaman vaskuler paru yang secara akut terganggu.4

2. Kor pulmonal Kronik Sekunder Terhadap Penyakit Vaskuler Paru

Berlawanan dengan tromboembolisme akut yang massif, jika peningkatan

resistensi vaskuler bertahap, tekanan vaskuler paru yang lebih tinggi, kadang-

kadang bahkan melebihi batas arteri sistemik. Kor pulmonal kronik dapat juga

disebabkan oleh hipertensi pulmonal primer atau tiap vaskulitis luas yang kroni.4

Pembagian kor pulmonal kronik

a. Kompesansai (tanpa DC)

Redistribusi curah jantung berfungsi sebagai mekanisme kompensasi

penting. Aliran darah direstribusikan sehingga pengantaran oksigen ke

Page 7: Kor Pulmonal Kronik

3

organ vital, dipertahankan pada kadar normal atau mendekati normal.

Abnormalitas berkurang setelah kompensasi klinis yang dicapai melalui

terapi.4

b. Dekompensasi

Sindroma klinis yang bermanifestasi sebagai tanda gagal jantung kongestif

pada penyakit paru. Biasanya dengan adanya dispneu, ortopneu, dispnea

paroksismal (nocturnal), peningkatan tekanan vena jugularis,

hepatomegali, asites maupun edema tungkai.2,4

2.1.4. Patofisiologi

Penyakit paru kronis akan mengakibatkan:

(1) Berkurangnya “vascular bed” paru, dapat disebabkan oleh semakin

terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau

kerusakan paru

(2) Asidosis dan hiperkapnia

(3) Hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokontriksi pembuluh darah

paru

(4) Polisitemia dan hiperviskositas darah.2

2.1.5. Manifestasi Klinik

Diagnosis kor pulmonal terutama berdasarkan pada dua kriteria: adanya

penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonal dan adanya hipertrofi

ventrikel kanan. Adanya hipoksemia yang menetap, hiperkapnia dan asidosis atau

pembesaran ventrikel kanan. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau

kelelahan, pingsan pada waktu bekerja atau rasa tidak enak angina pada

substernal.1

Gagal jantung ditandai oleh bertambahnya pitting edema, batuk paroksismal

dan kadang-kadang, asites. Penemuan spesifik timbul dan hilang dengan cepat

dengan timbul dan hilang dengan cepat dengan timbul dan hilangnya gagal

pernapasan akut. Seringkali ada sianosis sentral dan hati yang nyeri tekan .6

Tanda-tanda fisik hipertensi pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area

parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua, dan bising akibat insufisiensi

katup triskupidalis dan pumonalis. Irama gallop (suara jantung S3 dan S4),

Page 8: Kor Pulmonal Kronik

4

distensi vena jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali dan

edema perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan.1

Pemeriksaan radiologi pada penyakit kronik dimanan didapatkan pelebaran

arteri pulmonalis (lebih besar dari 17 mm). Pada stadium yang telah lanjut

didapatkan pelebaran arteri pulmonalis dan ventrikel kanan.5

Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel

kanan dan meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat

memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam hubungan dengan

pembesaran ventrikel kiri . 4

2.1.6. Penatalaksanaan

a. Terapi Oksigen

Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of

Health/NIH, Amerika), 15 jam (British Medical Research Council/MRC) dan 24

jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa

terapi oksigen. Indikasi terapi oksigen (di rumah) adalah: PaO2 ≤ 55 mmHg atau

SaO2 ≤ 88%, PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari : edema disebabkan

gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG, ertrositosis hematokrit > 56%.2

Pemberian yang dilakukan memakai nasal prong dengan aliran udara O2 sebanyak

1 hingga 2L/menit.4

b. Vasodilator

Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila

didapatkan 4 respons hemodinamik sebagai berikut:

(1) Resistensi vascular paru diturunkan minimal 20%

(2) Curah jantung meningkatkan atau tidak berubah

(3) Tekanan arteri pulmonal menurunkan atau tidak berubah

(4) Tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan

Kemudian harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah

keuntungan hemodinamik di atas masih menetap atau tidak. Pemakaian sildenafil

untuk melebarkan pemuluh darah paru pada Primary Pulmonary Hypertension,

sedang ditunggu hasil penelitian untuk kor pulmonal lengkap.2

c. Digitalis

Page 9: Kor Pulmonal Kronik

5

Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal

jantung kiri. Disamping itu pengobatan dengan digitalis menunjukkan

peningkatkan terjadinya komplikasi aritmia.2 Pemberian dosis digitalis biasanya

0,125-0,25 mg sehari jika fungsi ginjal normal (pada lansia biasanya 0,25 mg).8

d. Diuretika

Diuretika diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian yang

berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan

hiperkapnia. Disamping itu dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan

yang mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun.2

Diuretika lengkung (loop) harus digunakan dengan hati-hati karena dapat

menyebabkan alkalosis metabolik sehingga menunpulkan kendali respirasi.4

Pemberian dosis diuretik lengkung (loop) diberikan dengan dosis 20-80 mg atau

2-3 x sehari.8

e. Flebotomi

Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang

tinggi untuk menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan

terapi tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.2

f. Antikoagulan

Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan

terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan

adanya faktor imobilisasi pada pasien.2 Pengobatan umumnya dimulai dengan

dosis kecil 5-10mg/hari,selanjutnya didasarkan pada masa protrombin. Dosis

pemeliharaan umumnya 5-7 mg/hari.8

2.2. PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

2.2.1. Definsi

PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi

terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. 1

Page 10: Kor Pulmonal Kronik

6

2.2.2. Etiologi

PPOK didefinisikan sebagai keadaan yang didalamnya terdapat obstruksi

kronik aliran udara pernapasan yang disebabkan oleh bronkitis kronik dan

emfisema.4 Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di

samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-

lainnya.2

Perbedaan Blue Bloater (Bronkitis) dengan Pink Puffer (Emfisema)

Blue Bloater Pink Puffer

Kulit: kebiruan (sianosis) Kulit: kemerahan

Batuk menonjol Batuk tidak menonjol

Dahak banyak Dahak Sedikit

Sesak intermitten Sesak progresif

Gemuk Kurus

Diameter AP normal Diameter AP bertambah

Radiologi:

Normal atau corakan paru meningkat

dan jantung normal atau lebih

Radiologi:

Hiperlusen, sela iga melebar, diafragma

letak rendah atau datar jantung kurus

2.2.3. Patofisiologi

Terjadinya penyempitan dari saluran pernafasan yang disebabkan oleh

karena sekresi mukus yang mengental terutama pada pasien bronkitis dan

bronkopasme.

Kontraksi dari otot bronkus yang disertai dengan cairan edema akibat

inflamasi pada asma kronik.

Destruksi dari paru pada emfisema

Penyempitan dari bronkus ini dapat menyebabkan terjadinya

Obstruksi saluran pernafasan menahun

Terjadinya perangkap udara, oleh karena udara yang masuk sewaktu

inspirasi lebih mudah daripada waktu ekspirasi. Hal ini terutama

ditemukan pada kasus asma dan emfisema pulmonal obstuktif.

Page 11: Kor Pulmonal Kronik

7

Hal yang kedua ini dapat menyebabkan terjadinya gejala-gejala hipertrofi

dari otot inspirasi .5

2.2.4. Manifestasi klinis

- penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup

berat dan keadaan ini terjadi karena penurunan cadangan paru.

- Batuk produktif akibat stimulasi refleks batuk oleh mukus

- Dispneu pada aktivitas fisik ringan

- infeksi saluran nafas yang sering terjadi

- Hipoksemia intermiten atau kontinu

- Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata

- Deformitas toraks .3

2.2.5. Diagnosis

Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi paru-paru tergantung penyebab dari PPOK. Pada

bronkitis kronik tampak adanya penambahan bronkovaskular dan pelebaran dari

arteri pulmonalis, disamping itu ukuran jantung juga mengalami pembesaran.5

Tes faal paru

FEV1 dan FVC mengalami penurunan. Penyempitan dari lumen bronkus

dapat dari penurunan FEV1/FVC. Pada fase permulaan PPOK justru terjadi

kenaikan PaCO2, tetapi pada fase selanjutnya akan terjadi penurunan.

Sebagai akibat dari hipoksemia ini dapat terjadi:

Hipoksia jaringan tubuh

Hipoksia pada miokardia, sehingga dapat menimbulkan dekompensasi

dan kongesti

Hipoksia pada paru dapat menimbulkan hipertensi pulmonal dan

pulmonal

Hiperkapnia dapat disebabkan oleh 2 tipe, yakni Pink Puffer dan blue

blotter. Pada tipe pink puffer ditandai dengan sesak nafas yang terus

menerus, terutama pada waktu gerak badan, sedangkan pada tipe blue

blotter dispnea terjadi secara episodik.5

Pemeriksaan elektrokardiografi

Page 12: Kor Pulmonal Kronik

8

Berbagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertrofi pada

ventrikel kanan dinyatakan sebagai berikut:

Right axis deviation

Jantung mengalami pemutaran kearah kanan dan terdorong kearah inferior

dan anterior

Tinggi 0,044 sec R pada V3R atau V1

Perbandingan R/S pada V1R 1, sedangkan V6 1

RsR’ atau rSR’ pada V3 dengan R 5 mm atau S

RAD dengan sV1 yang dangkal atau rSR1 dan penonjolan pada SV5-6

(menunjukkan permulaan RVH)

S1, S2 dan S3 syndrome

R dalam aVR 5 mm

Terdapat RBBB dengan RAD tanpa blok QRS atau R’V1 15 mm.5

Pemeriksaan Bronkoskopi

Dapat ditemukan adanya obstruksi dan kolaps pada alveoli dan kadang-

kadang dapat meliputi bronkus yang besar. Pada bronkitis kronik tampak warna

mukosa yang merah dan hipersekresi.5

Pemeriksaan Darah Rutin

Dapat ditemukan adanya peninggian hematokrit dan eritema, serta

hipoksemia kronik.5

2.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK mencakup penghentian merokok, imunnisasi

influenza, vaksin pneumokokus, pemberian antibiotic, bronkodilator dan

kortikosteroid, terapi oksigen, pengontrolan sekresi, serta latihan dan rehabilitasi

yang berupa latihan fisik, latihan napas khusus dan bantuan psikis.7

Obat antibiotik yang biasa diberikan adalah amoksisilin, trimetroprim,

eritromisin atau dosisiklin yang digolongkan sebagai obat antibiotic lini pertama

tidak memberikan efek, antibiotik lini kedua (amoksisilin + klavulanat,

siprofloksasin, azitromisin) dapat diberikan.7

Pemberian kortiskoteroid memberikan perbaikan yang signifikan dan

mengurangi frekuensi terjadinya eksaserbasi. Pemberian kortikosteroid pada kasus

Page 13: Kor Pulmonal Kronik

9

ini harus secara sistemik dan bukan perinhalasi. Pada PPOK yang disertai

eksaserbasi akut, pemberian kortikosteroid per inhalasi tidak memberikan

perbaikan .7 Pemberian prednisone dengan dosis 30 mg sehari.

4

Hidrasi yang adekuat sangat membantu untuk mengencerkan sputum yang

kental. Pemberian ekspetoran guaifenesin ataupun iodide akan mengurangi

gejala.7

Pada eksaserbasi akut PPOK, hiperkapnia lebih sering terjadi dibandingkan

dengan hipoksemia, namun keduanya dapat terjadi bersamaan. Gagal napas akut

ditandai dengan PaCO2 < 50 mmHg atau dapat juga PaCO2 > 50 mmHg, dengan

pH < 7,35. Suplemen oksigen akan mengurangi vasokontriksi kapiler paru dan

juga mengurangi beban jantung kanan, mengurangi iskemia otot jantung dan

memperbaiki penyerapan oksigen.7 Pemberian yang dilakukan memakai nasal

prong dengan aliran udara O2 sebanyak 1 hingga 2L/menit.4

2.3. Bronkitis Kronis

2.3.1. Definisi

Yang dimaksud dengan bronkitis kronis adalah batuk berulang dan berdahak

selama lebih dari 3 bulan setiap tahun dalam periode paling sedikit 3 tahun, sebab

utamanya adalah merokok, berbagai penyakit akibat pekerjaan, polusi udara, dan

usia tua, terutama pada laki-laki. Hipersekresi dan tanda-tanda adanya

penyumbatan saluran nafas yang kronik merupakan tanda dari penyakit ini.5

2.3.2. Etiologi

Etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim terjadi didaerah

industry. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan presdiposisi infeksi

rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga

timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya melemah. 1

2.3.3. Manifestasi klinis

Pada tingkat permulaan hanya cabang 2 bronkus dengan diameter kurang dari

2mm saja yang terkena. Pada fase selanjutnya maka cabang bronkus besar juga

terkena dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan faal paru dimana terjadi

penurunan dari fungsi obstruktif.

Page 14: Kor Pulmonal Kronik

10

Berbagai gejala klinis yang didapatkan:

- Sputum yang banyak dan berwarna kelabu, putih, atau pun kuning yang

dihasilkan paru-paru

- Batuk yang produktif

- Dispnea

- Sianosis

- penggunaan otot-otot aksesorius pernafasan

- takipnea akibat hipoksia

- edema pedis akibat gagal jantung

- distensi vena leher akibat gagaljantung kanan

- penambahan berat badan akibat edema

- mengi akibat aliran udara melewati saluran pernafasan yang sempit.3

2.3.4. Patofisiologi

Pada bronkitis kronik terjadi hipertrofi kelenjar mucus dari trakeobronkial ,

dimana dapat menyebabkan penyempitan pada saluran bronkus, sehingga

diameter bronkus ini menebal lebih dari 30-40% dari tebal dindingnya bronkus

yang normal, Sekresi dari sel goblet bukan saja bertambah dalam jumlahnya akan

tetapi juga lebih kental sehingga menghasilkan substansi yang muko purulen.

Keadaan ini juga disertai dengan bronkiektasis dan atelektasis yang diakibtkan

oleh penyumbatan. Permukaan bronkus senantiasa terinfeksi oleh karna

mekanisme untuk membersihkan bronkus melalui silia maupun dengan

mekanisme sekresi menjadi hilang , sehingga paru selalu diifeksi oleh kuman

Haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia yang menghasilkan mucus

yang purulen pada setiap eksaserbasi. Pada stadium akhir dari bronkitis kronis

dapat terjadi hipoksemia dan hipertrofi ventrikel kanan yang disertai dengan

penebalan pembuluh darah pulmonal dan arteriole, cabang dari arteri pulmonal .5

2.3.5. Pemeriksaan penunjang

- Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan hiperinflasi dan peningkatan

corakan bronkovaskuler

Page 15: Kor Pulmonal Kronik

11

- Tes faal paru menunjukkan peningkatan volume residual, penurunan

kapasitas vital, serta forced expiratory flow dengan kelenturan static dan

kapasitas difusi yang normal.

- Analisa gas darah arteri mengungkapkan penurunan tekanan parsial oksigen

dalam darah arteri atau peningkatan tekanan parsial karbondioksida dalam

darah arteri.

- Analisis sputum dapat mengungkapkan banyak mikroorganisme dan sel-sel

neutrofil

- Elektrokardiografi dapat memperlihatkan aritmia atrium , gelombang p yang

lancip pada lead II, III serta aVF, dan kadang-kadang hipertrofi ventrikel

kanan.3

2.3.6. Penatalaksanaan

Tindakan menghindari polutan udara (paling efektif)

Tindakan menghentikan kebiasaan merokok dan menghindari asap

rokok

Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi yang kambuhan

Pemberian obat-obat golongan bronkodilator untuk meredakan

bronkospasme dan memfasilitasi klirens mukosilier

Terapi hidrasi yang kuat untuk mengencerkan secret

Fisioterapi dada untuk mengencerkan secret

Penggunaan alat nebulizer ultrasonik atau mekanis untuk

mengencerkan dan memobilisasi secret

Pemberian kortikosteroid untuk mengatasi inflamasi

Pemberian obat-obat golongan diuretic untuk mengurangi edema

Pemberian oksigen untuk mengatasi hipoksia.3

Page 16: Kor Pulmonal Kronik

12

2.4. EMFISEMA

2.4.1 Defenisi

Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang

ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta

destruksi dinding alveolar. 1

2.4.2. Bentuk Emfisema

Berdasarkan efek emfisema pada asinus maka emfisema dapat dibagi

menjadi 4 tipe, yakni :

Emfisema asinus distal atau disebut juga dengan emfisema

paaseptal. Lesi ini biasanya terjadi disekitar septum lobulus,

bronkus, dan pembuluh darah atau disekitar pleura.5

Emfisema sentrilobular disebut juga emfisema asinus proksimal

atau emfisema bronkiolus respiratorius. Biasanya terjadi bersama-

sama dengan pneumokinosis atau penyakit –penyakit oleh karena

debu lainnya.5

Emfisema parasinar biasanya terjadi pada seluruh asinus. Secara

klinis berhubungan erat dengan :

- Defisiensi alfa antitrypsin

- Bronkus dan bronkiolus obliterasi (biasanya lebih jarang)

Salah satu bentuknya adalah sindroma swyer –james atau mac

load dimana sebelah paru menjadi hiperlusen dan karnanya disebut

dengan unilateral pulmonal hypertransradiansi.

Emfisema irregular atau disebut juga dengan emfisema jaringan

parut . biasanya terlokalisir, bentuknya ireguler dan tanpa gejala

klinis .5

2.4.3. Patogenesis

Sesuai dengan morfologinya , kerusakan alveoli disebabkan oleh

adanya proteolisis(degradasi)elastin oleh enzim elastase yang disebut protease.

Elastin adalah komponen jaringan ikat yang meliputi kira-kira25% jaringan ikat

diparu. Dalam keadaan normal , terdapat keseimbangan antara degradasi dan

sintesis elastin atau keseimbngan antara protease yang mendegradasi jaringan paru

Page 17: Kor Pulmonal Kronik

13

dan protease –inhibitor yang menghambat kerja protease. Pada perokok, jumlah

protease meningkat karena julah lekosit dan makrofag diparu meningkat.

Makrofag dan lekosit ini mengandung elastase dalam jumlah yang tinggi. Dengan

banyaknya elastase diparu,banyak jaringan paru yang didegradasi .7

2.4.4. Manifestasi klinis

Trias emfisema adalah trdidri dari batuk, sputum yang banyak, sesak nafas

yang progresif dan umumnya tidak terdapat wheezing ( mengi). Hipoinflasi dari

paru yang ditimbulkan oleh perangkapan udara pada saat aspirasi dan puse lip

breathing adalah sebagai usaha untuk mengelurkan udara ini. Toraks tampak

berbentuk tong ( barrel chest), ekspansi paru mengurang dan sedikt sekali udara

yang dapat masuk kedalam paru-paru. Ronki dapat didengarbila terjadi bersamaan

dengan bronchitis. Fase terakhir dari emfisema adalah terjadinya kor pulmonale

dan kegagalan pernafasan atau keduanya.5

Secara klinis diagnosis dari emfisema didasarkan atas:

Pelebaran yang permane dari sakus alveolaris. Pelebaran yang

reversible, seperti pada asma, yang disebabkan oleh karena

terperangkapnya udara dan dapat kembali menjadi normal tidak

digolongkan kedalam emfisema.5

Pelebaran dari sakus alveolaris (asinus) dan rusaknya dinding alveoli

merupakan gambaran normal pada usia lanjut dan perubahan

fisiologi ini bukan merupakan emfisema.

Yang terpenting pada emfisema adalah terdapatnya destruksi dari

jaringan alveoli .5

2.4.5 Pemeriksaan penujang

a. Radiologi

Gambaran yang khas adalah terlihat pembuluh darah yang sedikit dan

terdapatnya bulla, terutama pada lobus bawah.5

b. Faal Paru

Tampak penurunan fungsi obstruktif dan penurunan kapasitas vital .5

Page 18: Kor Pulmonal Kronik

14

2.4.6 Penatalaksanaan

a. Exercise dan nutrisi

Exercise dapat meningkatkan toleransi perasaan lebih sehat dalam diri

pasien, perbaikan tersebut biasanya bersifat spesifik menurut jenis latihannya

sehingga sebagian besar dokter lebih menganjurkan olahraga jalan ketimbang

olahraga yang menggunakan alat khusus. 4

Jika terdapat malnutrisi, pemberian makanan 4 sehat 5 sempurna yang

dapat memperbaiki kekuatan otot, dapat mengurangi perasaan mudah letih dan

sesak nafas. 4

b. Obat bronkodilator

Obat ini sering cukup membantu untuk meringankan gejala, obat ini dapat

dikelompokkan menjadi tiga kategori :metilxantin. Preparat simpatomimetik

dengan sifat stimulasi beta 2-adrenegikyang kuat dan anti kolinergi. 4

Obat stimulasi beta2 –selektif seperti albuterol dan metaprotenol dapat

diberikan per oral maupun dalam bentuk aerosol dengan efek samping pada

jantung lebih sedikit dari pada yang dialami pasien dengan pemberian

isoprotenol. 4

. c. Kortikosteroid

Pedoman yang paling baik dalah pertama-tama mencoba memberikan obat

kortikosteroid sistemik hanya setelah terapi dengan bronkodilator yang maksimal

dan tindakan drainase bronkopulmoner sudah dicobatanpa hasil;kedua, memulai

pemberian prednisone dengan dosis 30mg sekalisehari; ketiga, memastikan

perubahan objektifyang tampak lewat pemeriksaan spirometri dan pertukaran gas,

menghentikan pemberian preoarat ini jika tidak terlihat. 4

Terapi drainase bronkopulmoner harus dipertahankan pada pasien

hipersekresi. Jika mekanisme batuknya tidak efektif atau jika terdapatserangan

batuk proksimal yang melelahkan pasien , terapi drainase postural sering menjadi

tindakan tambahan yang bermanfaat. 4

Alat intermitten positive pressure breathing dahulunya pernah dianjurkan

untuk penanganan pasien dirumah. alasan yang dikemukakan mencakup

Page 19: Kor Pulmonal Kronik

15

pengurangan pekerjaan bernafas, peningkatan drainase bronkopulmoner dan

pemberian obat bronkodilator yang lebih efisien. 4

d. Terapi hipoksia eritrositosis

Kalau hipoksia arteri terjadi secara persisten dengan kor pulmonal secara

persisten dan berat (PaO2 55 hingga 60 mmHg) yang disertai dengan cor

pulmonal dan tanda gagal jantung kanan, terapi oksigen yang kontinu merupakan

indikasi. Jika PaO2 secara persisten kurang dari 55 mmHg, dengan atau tanpa kor

pulmonal, terapi oksigen yang kontinu harus dilakukan. Pemberian yang

dilakukan memakai nasal prong dengan aliran udara O2 sebanyak 1 hingga

2L/menit.4

Page 20: Kor Pulmonal Kronik

16

BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi

ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan, timbul akibat penyakit

yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya. Penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik

dan kor pulmonal, diperkirakan 80-90% kasus.

PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi

terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya

Yang dimaksud dengan bronkitis kronis adalah batuk berulang dan berdahak

selama lebih dari 3 bulan setiap tahun dalam periode paling sedikit 3 tahun, sebab

utamanya adalah merokok, berbagai penyakit akibat pekerjaan, polusi udara, dan

usia tua, terutama pada laki-laki. Hipersekresi dan tanda-tanda adanya

penyumbatan saluran nafas yang kronik merupakan tanda dari penyakit ini

Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang

ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta

destruksi dinding alveolar.

Page 21: Kor Pulmonal Kronik

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Vol 3. Jakarta:EGC.2005.

2. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta:

Interna Publishing

3. Kowalak JP.dkk. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC.2011.

4. Isselbacher KJ.dkk. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol 3.

Edisi ke-3.Jakarta: EGC.2000.

5. Rab T. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : TIM.2010

6. Burnside JW. McGlynn TJ. Adams Diagnosis Fisik. Edisi ke-17.

Jakarta:EGC.1995.

7. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta:EGC. 2009.