kelainan degeneratif tulang

38
BAB I PENDAHULUAN Kelainan degeneratif adalah istilah yang secara medis menerangkan adanya suatu kemunduran proses fungsi sel, dari keadaan normal yang sekarang ke keadaan yang lebih buruk diiringi dengan bertambahnya usia. Proses menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit secara eksponensial. Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi sel tulang, Berhubungan dengan penyakit rematik. Batasan tentang penyakit rematik yang bersifat ‘inflamatoir” dengan yang ‘degeneratif” sukar dibedakan, karena reaksi inflamasi juga kadang-kadang ditimbulkan pada jaringan lunak oleh yang degeneratif. Proses degenerasi bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang yang berusia lanjut, melainkan suatu hal yang normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Namun, demikian kelainan degeneratif lebih terlihat pada orang di atas usia 40 tahun. 1

Upload: anisleader

Post on 06-Dec-2014

180 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

hghghghghghghghgh

TRANSCRIPT

Page 1: Kelainan Degeneratif Tulang

BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan degeneratif adalah istilah yang secara medis menerangkan adanya suatu

kemunduran proses fungsi sel, dari keadaan normal yang sekarang ke keadaan yang lebih

buruk diiringi dengan bertambahnya usia.

Proses menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat

menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis

dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit secara eksponensial.

Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi sel

tulang, Berhubungan dengan penyakit rematik. Batasan tentang penyakit rematik yang

bersifat ‘inflamatoir” dengan yang ‘degeneratif” sukar dibedakan, karena reaksi inflamasi

juga kadang-kadang ditimbulkan pada jaringan lunak oleh yang degeneratif.

Proses degenerasi bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang yang berusia lanjut,

melainkan suatu hal yang normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan

kematian. Namun, demikian kelainan degeneratif lebih terlihat pada orang di atas usia 40

tahun.

Kelainan degeneratif pada kasus bedah orthopedic meliputi osteoporosis, osteoarthritis,

plantar fascia, trigger finger. Oleh karena itu, penyakit tersebut akan diterangkan pada bab

selanjutnya.

1

Page 2: Kelainan Degeneratif Tulang

BAB II

KELAINAN DEGENERATIF TULANG

II.1. OSTEOPOROSIS

II.1.1 Definisi Osteoporosis

Kata osteoporosis berasal dari bahasa yunani yaitu osteo yang berarti tulang dan porous

yang berarti keropos. Penyakit osteoporosis adalah penyakit tulang yang dapat menyebabkan

berkurangnya kepadatan tulang, yang disertai dengan penurunan kualitas jaringan tulang

yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan pada tulang.

Menurut World Health Organisation (WHO) dan ahli (seperti dikutip Ferdinan Zaviera

, 2007) mengartikan osteoporosis sebagai penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa

tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, yang menyebabkan kerapuhan

tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak

memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur. Dapat disimpulkan bahwa

osteoporosis adalah penurunan massa tulang yang membuat tulang menjadi tidak padat dan

rawan akan keretakan.

II.1.2. Etiologi Osteoporosis

Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan osteoporosis :

a. Usia. Massa tulang berkurang seiring melewati masa puncak tulang yaitu pada usia 25

– 30 tahun.

b. Keturunan. Bila dari garis keturunan memang ada osteoporosis (misalnya bungkuk),

maka risiko terkena osteoporosis kian besar.

c. Hormon. Setelah berhentinya haid, perempuan lebih rentan terhadap osteoporosis

karena terjadi perubahan hormonal yang dapat menurunkan drastis kemampuan tubuh

untuk menyerap kalsium.

d. Jenis kelamin. Wanita berisiko lebih tinggi karena wanita memiliki masa tulang yang

lebih rendah dan mengalami pengeroposan lebih cepat dibandingkan pria.

e. Perokok. Nikotin dalam rokok menimbulkan masalah pada pembentukan tulang

dengan cara mengganggu peran penting estrogen dan testosteron dalam

perkembangan.

2

Page 3: Kelainan Degeneratif Tulang

f. Asupan alkohol yang berlebihan. Mengonsumsi minuman beralkohol secara

berlebihan mengganggu penyerapan kalsium dan aktivitas osteoblas dalam

pembentukan tulang.

g. Asupan kafein yang berlebihan. Pada penelitian menemukan bahwa risiko fraktur

pada panggul bertambah jika mengkonsumsi lebih dari dua cangkir kopi atau empat

cangkir teh per harinya. Tetapi pada dasarnya asupan kafein (1 – 2 porsi minuman

berkafein 10 per hari) tidak akan memengaruhi tulang jika diimbangi dengan asupan

kalsium dan vitamin D yang memadai.

h. Berat badan. Wanita ramping dan bertulang kecil berisiko lebih besar dibandingkan

wanita dengan kelebihan berat badan dan bertulang besar.

i. Nutrisi buruk. Tidak memadainya asupan kalsium, vitamin D, asam sitrat, dan fosfor

(atau asupan fosfor yang berlebihan) dapat menyebabkan tulang lemah dengan

berkurangnya massa tulang.

j. Gaya hidup sedentair (kurang gerak). Kurangnya berolahraga, meskipun tidak

memiliki faktor lain apapun. Tetap hal ini dapat mempercepat terkenanya

osteoporosis. Tulang memerlukan tekanan olahraga ataupun gerak tubuh agar

pembentukan tulang sebanding dengan keropos tulang.

II.1.3. Patogenesis Osteoporosis

Osteoporosis akan terjadi ketika berlangsungnya proses pengikisan tulang dan

pembentukan tulang menjadi tidak seimbang. Sel – sel yang menyebabkan pengikisan tulang

mulai membuat kanal dan lubang dalam tulang lebih cepat daripada proses pembentukan

tulang yang dilakukan oleh sel – sel pembentuk tulang yang membuat tulang baru untuk

mengisi lubang tersebut. Tulang menjadi rapuh dan kemungkinan akan patah.

Gbr 1. Matrix tulang pada orang osteoporosis

Sumber: Barrack, 2006.

3

Page 4: Kelainan Degeneratif Tulang

II.1.4. Manifestasi Klinis Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit yang tidak terlihat secara langsung sebelum ada

bagian tulang yang patah. Menurunnya massa tulang tidak menyebabkan rasa sakit atau

gejala lain. Sakit pada punggung bukan berarti menurunnya massa tulang kecuali bila ada

tulang yang patah. Kepadatan tulang berkurang secara perlahan terutama pada penderita

senilis (ketuaan), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Jika

kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps dan hancur, makan akan

timbul nyeri dan kelainan bentuk (Rasjad,2007). Dampak osteoporosis antara lain:

- Penurunan kualitas hidup yang disebabkan fraktur pada tulang belakang

- Bertambah pendek, dan dalam beberapa kasus, deformitas pada punggung dapat

menimbulkan masalah fisik dan emosi

- Depresi dan ketakutan untuk melakukan banyak gerakan

- Terganggunya kesehatan secara keseluruhan

Gbr. 2 deformitas punggung

Sumber: (Barrack, 2006)

II.1.5. Penatalaksanaan

1. Bisphosphonates digunakan untuk prevensi atau penanganan osteoporosis. Efek

samping obat ini termasuk refluks asam, dan masalah pada oesofagus; efek samping

yang jarang namun serius adalah kerusakan tulang rahang.

2. Estrogen mengurangi insiden fraktur namun meningkatkan resiko beberapa jenis

kanker, stroke, dan endapan darah.

4

Page 5: Kelainan Degeneratif Tulang

3. Obat non-estrogen yang berfokus terhadap reseptor estrogen (juga diketahui sebagai

SERM, atau selective estrogen receptor modulator) mencegah fraktur spinal namun

tidak mengurangi kecendrungan fraktur pinggul. Efek samping termasuk endapan

darah (blood cloth).

4. Kalsitonin

5. Teriparatide

6. Vitamin D dan suplemen kalsium, jika dikonsumsi bersamaan, memiliki efek yang

cukup terhadap fraktur. Tidak jelas seefektif bagaimana jika kombinasi obat tersebut

dikonsumsi sendiri-sendiri

II.1.6. Pencegahan Osteoporosis

Nutrisi yang tepat berfungsi menjaga tulang dan mencegah,beberapa nutrisi yang

berguna bagi tulang :

a. Kalsium

Asupan kalsium yang cukup dapat membantu melindungi tulang sepanjang hidup kita.

Pada orang dewasa (sampai awal empat puluh tahun), asupan kalsium yang cukup dapat

membantu mempertahankan kepadatan tulang khususnya di bagian pinggul, tulang yang

rawan terjadi pengeroposan.

b. Vitamin D

Vitamin D berfungsi sebagai penyerap kalsium dan dapat berdampak langsung pada

tulang. Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak sehingga dapat disimpan lama

dalam tubuh.

c. Olahraga

Olahraga berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi tulang. Selain itu olahraga akan

memberikan manfaat jangka panjang jika dilakukan secara berkelanjutan.

II.2. Osteoartritis

II.2.1 Definisi

Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan

patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada umumnya penderita 5

Page 6: Kelainan Degeneratif Tulang

OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia.

Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain

usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Barrack, 2006).

Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow progressive,

ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan

sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi.

Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti

dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan

peradangan ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk

efusi.

Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer dan OA

sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan faktor genetik, yaitu

adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA sekunder adalah

OA yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan

makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor risiko lainnya, seperti obesitas

dan sebagainya (Altmann, 2001).

II. 2.2 Patogenesis

Tulang rawan sendi

Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan

peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi

makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi

kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi

aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.

Gbr 3. Osteoartritis

Sumber: Altman,2001

6

Page 7: Kelainan Degeneratif Tulang

Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks.

Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit

berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks, serta

berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,

mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini

dapat berlangsung selama bertahun-tahun.

Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk

menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang

rawan sendidisertai dan diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab

penurunan respon ini belum diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan

mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan downregulasi respon

kondrosit terhadap sitokin anabolik.

Perubahan Tulang.

Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi

meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-rongga yang

menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini

muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang

berbentuk bulan sabit (crescent). Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari

pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari

penyakit degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga – rongga

terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari

penyakit, tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal

dan padat kini berartikulasi dengan permukaan tulang “denuded” dari sendi lawan.

Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan

dapat mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai yang terlibat (Chapman, 2001).

Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan perubahan

tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal. Permukaan yang keras, fibrous,

dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul

pada permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi

(osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang

7

Page 8: Kelainan Degeneratif Tulang

mengalami degenerasi disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki

pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak

sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat diraba,

nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap sendi

memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis

biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan

osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada

pasien dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap

proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan

sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik

kartilageneus

Gb 4. Lokasi tersering terjadinya OA

Sumber: Chapman, 2001.

Jaringan Periartikuler.

Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari synovium,

ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial sering

mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang

rawan sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya

penggunaan sendi dan penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini

sering mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.

II.2.3 Diagnosis

Laju endap darah biasanya normal.

Serum kolesterol sedikit meninggi.

Pemeriksaan faktor reumatoid negatif.

8

Page 9: Kelainan Degeneratif Tulang

Pemeriksaan radiologis.

1. Foto polos.

Gambaran yang khas pada foto polos adalah:

Densitas tulang normal atau meninngi.

Penyempitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya tulang rawan

sendi.

Sklerosis tulang subkondral.

Kista tulang pada permukaan sendi terutama subkondral.

Osteofit pada tepi sendi.

2. Radionuklida scanning.

Dilakukan dengan menggunakan 99 Tc-HDP dan terlihat peningkatan aktivitas

tulang pada bagian subkondral dari sendi yang terkena osteoartritis. Dapat pula

ditemukan penambahan vaskularisasi dan pembentukan tulang baru. Juga terlihat

daerah perselubungan sendi vetebra apofisial.

Bentuk klasik osteoartritis monokuler berupa nyeri dan disfungsi dari 1 sendi, terutama

pada sendi yang menyokong beban tubuh yaitu pada sendi pinggul dan lutut. Pada

osteoartritis sekunder mungkin dapat ditemukan penyebab sebelumnya seperti displasia

asetabuler, penyakit Legg-Calve-Perthes, pasca trauma, atau fraktur pada daerah panggul.

Osteoartritis poli artikuler ditemukan pada wanita umur pertengahan dengan keluhan nyeri ,

kekakuan, pembengkakan pada sendi tangan yang terutama mengenai sendi karpometakarpal

pertama sendi interfalangeal dan oada tingkat awal disertai dengan reaksi inflamasi.

Mungkin ditemukan adanya pembengkakan jaringan lunak yang berupa nodus Herbeden dan

nodus Bouchard yang tampak sebagai benjolan.

II.2.4. Penatalaksanaan

1. Penanganan umum:

Pemakaian air panas atau air es dapat menghilangkan rasa nyeri sementara.

Mengurangi BB dengan diet.

Fisioterapi penting untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankan kekuatan otot.

Latihan di rumah berupa latihan statis serta memperkuat otot-otot.

9

Page 10: Kelainan Degeneratif Tulang

Istirahat yang teratur untuk mengurangi penggunaan beban pada sendi.

Pemakaian alat bantu seperti tongkat, penyangga leher.

Dukungan psikososial.

Persoalan seksual, terutama pada pasien dengan OA di tulang belakang.

2. Medikamentosa.

Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomtatik. Obat

antiinflamsi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgetik dan mengurangi

peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis.

Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4 g/ hari atau propksifen

HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan juga efek samping pada

saluran cerna dan ginjal.

Jika tidak berpengaruh, atau jika tidak terdapat tanda peradangan, maka OAINS seperti

fenoprofin, biasanya 1/2 -1/3 dosis penuh untuk RA. Karena pemakaian biasanya untuk

jangka panjang, maka ES adalah iritasi mukosa lambung.

Injeksi kortikosteroid intraartikular kadang membantu menghilangkan rasa nyeri.

Injeksi hyaluronat.

OAINS dosis rendah bila tidak terdapat kontraindikasi. Nyeri progresif yang tidak

responsif perlu OIANS dosis tinggi atau analgesik seperti dekstropropoksifen atau

tramadol.

Obat-obat analgetik yang dapat dibeli bebas, seperti aspirin, asteaminofen, dan ibuprofen

mempunyai kemampuan lebih dalam mengontrol sinovitis.

3. Tindakan operasi:

Untuk membuang badan-badan yang lepas, memperbaiki jaringan penyokong yang rusak,

atau untuk menggantikan seluruh sendi. Bedah artroskopi memungkinkan pelaksanaan

berbagai macam prosedur operasi. Penggantian sendi yang rusak dapat membantu .

Tindakan operasi dilakukan apabila:

Nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau tindakan lokal.

Sendi yang tidak stabil oleh karena adanya sublukasi atau deformitas pada sendi.

Adanya kerusakan sendi pada tingkat lanjut.

10

Page 11: Kelainan Degeneratif Tulang

Untuk mengoreksi beban pada sendi agar distribusi beban terbagi sama rata.

Sendi lutut:

Osteotomi tinggi pada tibia untuk mengoreksi kelurusan pada sendi lutut dimana

belum ada kerusakan yang meyolok pada sendi.

Hermiartroplasti, bila kerusakan satu kompartemen sendi.

Artroplasti total, bila seluruh kpmpartemen rusak.

II.3. Plantar Fascitis.

II.3.1 Definisi

Plantar Fasciitis (“Policeman’s Heel”) adalah nyeri tumit disebabkan oleh

peradangan dari Plantar Fascia – suatu jaringan disepanjang bagian bawah kaki yang

menghubungkan tulang tumit dengan ibu jari kaki kita. Berdasarkan kualifikasi penyakit

rematik menurut American Rematism Association, Plantar Fasciitis termasuk golongan

rematism non artikular, dimana akibat keluhan ini dapat mengganggu mobilitas dan aktifitas

kehidupan sehari-hari penderitanya (Singh D, 2007).

II.3.2 Faktor resiko

1.    Aktivitas fisik yang berlebihan dan pada pekerjaan yang memerlukan banyak berdiri atau

berjalan berlebihan seperti pada pelari jarak jauh,atlet “Jumping sport”, Perawat, Guru,

Militer ,dll.

2.    Sepatu yang tidak Ergonomis. Sepatu yang solnya tipis, longgar atau tidak ada dukungan

untuk lengkung kaki atau tidak ada kemampuan untuk menyerap hentakan  akan

menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi. Jika anda sering memakai

sepatu dengan tumit tinggi (high heels) maka tendon Achilles yakni tendon yang melekat

pada tumit kita dapat berkontraksi/tegang dan memendek, menyebabkan strain pada jaringan

di sekitar tumit yang juga akan menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi.

11

Page 12: Kelainan Degeneratif Tulang

3.    Arthritis. Beberapa tipe Arthritis dapat menyebabkan peradangan pada tendon dari

telapak kaki, yang dapat menyebabkan Plantar Fasciitis.

4.    Diabetes . Meskipun tidak diketahui mekanismenya, akan tetapi Plantar Fasciitis terjadi

lebih sering pada orang dengan diabetes.

5.    Berat badan berlebihan. Berjalan-jalan dengan berat badan yang berlebihan dapat

menyebabkan kerusakan jaringan lemak di bawah tulang tumit dan menyebabkan nyeri tumit.

Orang-orang yang naik berat badannya dengan cepat dapat menderita Plantar Fasciitis,

walaupun tidak selalu.

6.    Kehamilan. Berat badan yang bertambah dan pembengkakan yang dialami pada saat

hamil dapat menyebabkan ligamen (jaringan pengikat) pada tubuh termasuk di kaki – untuk

mengendur. Ini dapat menyebabkan permasalahan mekanikal dan peradangan

7.    Kelainan anatomis kaki seperti telapak kaki leper/ceper (tanpa lengkung) , atau

sebaliknya, lengkungan berlebihan. Orang-orang dengan kaki datar mempunyai penyerapan

kejutan yang kurang, yang mana hal ini meningkatkan peregangan dan tegangan pada plantar

fascia. Orang-orang dengan lengkung kaki yang tinggi mempunyai jaringan plantar yang

lebih ketat, yang juga menyebabkan penyerapan kejutan yang kurang.

Gbr 5. Kelainan anatomis

Sumber: Capt. Danielle, 2009.

8.    Pertambahan usia.  Saat lengkungan mulai berkurang secara alamiah. Nyeri tumit

cenderung lebih umum dijumpai oleh karena penuaan menyebabkan lengkung kaki mulai

mendatar, menimbulkan stress pada plantar fascia.

II.3.3 Manifestasi Klinik

12

Page 13: Kelainan Degeneratif Tulang

     Keluhan utama pada kasus ini adalah nyeri pada tumit. Plantar Fasciitis menyebabkan

nyeri seperti ditusuk atau rasa terbakar yang terutama dirasakan waktu berdiri pada pagi hari,

sewaktu penderita mulai menapakkan kaki beberapa langkah pertama, hal ini disebabkan

karena fascia mengencang (berkontraksi) sepanjang malam. Segera setelah kita berjalan-jalan

beberapa saat, nyeri yang disebabkan oleh Plantar Fasciitis ini biasanya berkurang, tetapi

mungkin akan terasa nyeri kembali setelah berdiri beberapa lama atau setelah bangun dari

posisi duduk (Capt. Danielle, 2009).

Dalam keadaan normal, Plantar Fascia kita bekerja seperti sebuah serabut-serabut

penyerap kejutan (shock-absorbing bowstring), menyangga lengkung dalam kaki kita. Tetapi,

jika tegangan pada serabut-serabut tersebut terlalu besar, maka dapat terjadi beberapa

robekan kecil di serabut-serabut tersebut. Bila ini terjadi berulang-ulang maka fascia akan

menjadi teriritasi atau meradang.

II.3.4 Diagnosis

     Pemeriksaan fisik diawali dengan menanyakan mengenai keluhan yang di derita dan

mencari titik-titik nyeri/kaku di kaki pasien. Ini dapat membantu untuk menyingkirkan

penyebab-penyebab lain nyeri tumit kaki, seperti Tendinitis, Arthritis, iritasi saraf atau

adanya suatu kista ataupun Kalkaneus Spur (Heel Spur) yang pada beberapa dekade terakhir

sering dianggap menjadi penyebab utama nyeri pada tumit kaki. Heel spur merupakan

penonjolan tulang pada plantar kaki/telapak kaki pada tulang kalkaneus, bentuknya seperti

jalu ayam.

Nyeri tumit kaki dapat di hilangkan tanpa melakukan operasi pengangkatan Spur tersebut.

Pembedahan untuk membuang Spur sangat jarang dilakukan. Selain melakukan pemeriksaan

fisik, disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan  Rontgen

atau MRI untuk menyakinkan bahwa pasien tidak mengalami fraktur tekanan (Stress

Fracture) ataupun Arthritis.

13

Page 14: Kelainan Degeneratif Tulang

 

II.3.5.Penatalaksanaan

A.    Non Operatif.

1.    Kompres es batu yang dibungkus dengan kain di daerah nyeri atau bekukan sebotol air

dan urutkan di atas daerah yang nyeri selama 20 sampai 30 menit, 3 atau 4 kali sehari atau

setelah melaksanakan aktivitas.

2.    Obat-obatan golongan NSAID.

3.    Kurangi Aktifitas olah raga. Alihkan aktivitas olah raga dengan pembebanan pada kaki

hingga nyeri mereda. Untuk mempertahankan kondisi atlet sebaiknya dianjurkan melakukan

bentuk-bentuk latihan alternatif, seperti aktivitas berenang ataupun bersepeda.

4.    Latihan peregangan berkala. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur. Sebelum anda

turun dari tempat tidur di pagi hari, regangkan otot-otot betis, lengkung kaki dan tendon

Achilles dengan cara menyentuh ujung kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat kaki

anda. Jenis peregangan yang sering dilakukan untuk Plantar Fasciitis adalah dengan

melakukan Calf stretch dan Plantar fascia stretch .

14

Page 15: Kelainan Degeneratif Tulang

                                             

     Calf stretch               Plantar fascia-specific stretching

5.    Ortosis. Koreksi sepatu atau sandal membantu mengurangi rasa nyeri pada tumit sewaktu

menapak atau berjalan. Penyangga lengkungan kaki (Arch Support), yang bisa dipakai/

diletakkan dalam sepatu, ataupun bidai yang digunakan pada malam hari yang disebut Night

Splint, karena di gunakan saat tidur malam hari.

                  Soft heel pads can provide extra support.

 

Night Splint

 6.    Ultrasound Diathermy (US)

15

Page 16: Kelainan Degeneratif Tulang

Untuk mengurangi nyeri pada Plantaris Fasciitis terapi Non Invasif yang sering

digunakan adalah dengan modalitas Ultrasound Diathermy (US). US adalah diatermi

berdasarkan konversi energi suara frekensi tinggi , dengan daya tembus paling dalam (3-5

cm) diantara diatermi lainnya, gelombang suara ini selain memberikan efek panas/termal,

juga ada efek non termal/mekanik yaitu Micromassage. Terapi ultrasound digunakan untuk

kasus plantar fasciitis karena efek panas dan efek mekanik pada gelombang ultrasound

menyebabkan peningkatan sirkulasi darah ke jaringan setempat. Radang pada plantar fascia

ini terjadi karena adanya trauma atau strain, sehingga terjadi perubahan pembuluh darah dan

perubahan sel leukosit. Pengaruh panas ultrasound juga dapat digunakan untuk mengurangi

nyeri pada plantar fasciitis karena gelombang pulsed yang rendah intensitasnya dapat

memberikan efek sedative dan analgesik pada ujung-ujung saraf sensorik. US efektif dalam

mempercepat proses pembuangan infiltrat hasil inflamasi dan mengurangi perlengketan yang

terjadi.

7. Extracorporeal shockwave therapy (ESWT) / terapi gelombang kejut.

Gelombang kejut yang dihasilkan mesin ini mampu merangsang perbaikan aliran darah

ke daerah persendian yang mengalami peradangan, sehingga membantu menghilangkan rasa

sakit sendi. Selain itu, gelombang kejut juga berfungsi menipiskan perkapuran yang

menyebabkan rasa nyeri. Dengan ESWT, pasien tidak perlu rawat inap. Ia juga bisa

beraktivitas seusai terapi tanpa gangguan.

Terapi ini dimulai dengan intensitas paling rendah dan meningkat bertahap sampai

tahapan yang ditargetkan. Waktu terapi hanya sekitar 15-30 menit. Jumlah energi tergantung

pada berat ringannya penyakit pasien serta lokasi dari nyeri. rasa sakit yang dialami pasien

berkurang dalam 3 bulan setelah menjalani 3 kali ESWT dan perbaikan selanjutnya terus

berlangsung. Kekurangan alat ini hanyalah belum banyak ditemui di Rumah sakit.

16

Page 17: Kelainan Degeneratif Tulang

B.   Tindakan Operatif.

Jenis Operasi yang biasa dilakukan untuk mengatasi plantar fasciitis adalah dengan

melakukan  Gastrocnemius recession atau plantar fascia release. Komplikasi lainnya adalah

terjadinya kerusakan pada syaraf dan terjadinya infeksi.

II.3.6.Pencegahan

1. Menjaga berat badan sehat ideal. Ini akan meminimalkan beban pada Plantar Fascia.

2. Memilih sepatu yang Ergonomis. Hindari sepatu dengan tumit yang terlalu rendah.

3. Mulailah aktivitas olahraga secara perlahan. Pemanasan sebelum memulai aktivitas

atletik atau olahraga apapun, dan mulailah suatu program latihan baru secara

bertahap, bertingkat dan berlanjut.

4. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur. Sebelum anda turun dari tempat tidur di

pagi hari, regangkan otot-otot betis, lengkung kaki dan tendon Achilles dengan cara

menyentuh ujung kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat kaki anda. Ini dapat

menolong untuk membalikkan kekencangan dari Plantar Fascia yang terjadi

sepanjang malam.

II.4. Frozen shoulder

II.4.1 Definisi

17

Page 18: Kelainan Degeneratif Tulang

Penyakit kronis dengan gejala khas berupa keterbatasan lingkup gerak sendi bahu ke

segala arah, baik secara aktif maupun pasif oleh karena rasa nyeri yang dapat mengakibatkan

gangguan aktifitas kerja sehari-hari. Frozen shoulder merupakan penyakit dengan

karakteristik nyeri dan keterbatasan gerak, dan penyebabnya idiopatik yang sering dialami

oleh orang berusia 40-60 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan.

II.4.2 Etiologi

Tidak diketahui secara pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh trauma, mobilisasi

yang lama sehingga terbentuk jaringan fibrous yang memicu terjadinya perlengketan pada

daerah bahu.

II.4.3 Patofisiologi

Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan respon

auto immobization terhadap hasil – hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebab

utamanya idiopatik, banyak yang menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya

respon auto immobilisasi seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi lainnya

yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi

payudara atau dada dan infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral (tendonitis

bicipitalis, infalamasi rotator cuff, fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical

spondylisis, angina pectoris).

Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul artikularis

glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior mengalami

synovitis, kontraktur ligamen coracohumeral, dan penebalan pada ligamen superior

glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami penebalan pada ligamen

inferior glenohumeral dan perlengketan pada ressesus axilaris, sedangkan pada kapsul sendi

bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada kasus ini rotasi internal paling bebas,

abduksi terbatas dan rotasi eksternal paling terbatas atau biasa disebut pola kapsuler.

Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal

berupa inflamasi pada membran synovial.dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat

formasi adhesive, sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi

peningkatan viskositas cairan sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya

18

Page 19: Kelainan Degeneratif Tulang

sebesar 5-10ml, yang pada sendi normal bisa mencapai 20-30ml, dan selanjutnya kapsul

sendi glenohumeral menjadi mengkerut, pada pemeriksaan gerak pasif ditemukan

keterbatasan gerak pola kapsular dan firm end feel dan inilah yang disebut frozen shoulder.

Histologis frozen shoulder yang terjadi pada sendi glenohumeral seperti telah

dijelaskan di atas adalah kehilangan ekstensibilitas dan termasuk abnormal cross-bridging

diantara serabut collagen yang baru disintesa dengan serabut collagen yang telah ada dan

menurunkan jarak antar serabut yang akhirnya mengakubatkan penurunan kandungan air dan

asam hyaluronik secara nyata. Pada pasca immobilisasi perlekatan jaringan fibrous

menyebabkan perlekatan atau adhesi intra artikular dalam sendi sinovial dan mengakibatkan

nyeri serta penurunan mobilitas.

II.4.4 Manifestasi Klinis

Reserve scapulohumeral rhytm yang terjadi pada penderita frozen shoulder

menyebabkan kompensasi skapulothorakal, kompensasi tersebut menyebabkan overstretch

karena penurunan lingkup gerak sendi skapulothoracik, hal tersebut juga membuat sendi

acromioclavicular menjadi hipermobile. Keterbatasan gerak yang ditimbulkan oleh frozen

shoulder dapat mengakibatkan hipomobile pada facet sendi intervertebral lower cervical dan

upper thoracal. Pada tahap kronis frozen shoulder dapat menyebabkan antero position head

posture karena hipomobile dari struktur cervico thoracal. Hipomobile facet lower cervical

dan upper thoracal  juga dapat menyebabkan kontraktur pada ligamen supraspinosus,

ligamentum nuchae dan spasme pada otot–otot cervicothoracal , spasme tersebut bila

berkelanjutan dapat menyebabkan nyeri pada otot–otot cervicothoracal. Nyeri yang

ditimbulkan oleh frozen shoulder dan spasme cervico thoracal akibat frozen shoulder dapat

menyebabkan terbentuknya “vicious circle of reflexes” yang mengakibatkan medulla spinalis

membangkitkan aktifitas efferent sistem simpatis sehingga dapat menyebabkan spasme pada

19

Page 20: Kelainan Degeneratif Tulang

pembuluh darah kapiler akan kekurangan cairan sehingga jaringan otot dan kulit menjadi

kurang nutrisi. Pengaruh refleks sistem simpatik pada otot pada tahap awal menunjukkan

adanya peningkatan suhu, aliran darah, gangguan metabolisme energi phospat tinggi dan

pengurangan konsumsi oksigen pada tahap akhir penyakit nonspesifik dan abnormalitas

histology dapat terjadi. Hal tersebut jika tidak ditangani dengan baik akan membuat otot-otot

bahu menjadi lemah dan dystrophy. Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar oleh

sistem muskulotendinogen , maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan

nyeri, menurunnya mobilitas, sehingga mengakibatkan keterbatasan LGS bahu.

II.4.5 Penatalaksanaan

1. Terapi ultrasound

Dengan  pemberian  modalitas  ultra  sonic  dapat terjadi  iritan  jaringan yang

menyebabkan reaksi fisiologis seperti kerusakan jaringan,  hal  ini  disebabkan oleh

efek  mekanik  dan  thermal  ultra sonik.  Pengaruh mekanik tersebut juga dengan

terstimulasinya saraf polimedal dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga

memicu produksi “P subtance” untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau

dikenal “neurogeic inflammation”. Namun dengan terangsangnya “P” substance

tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga

mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan.

Pengaruh nyeri terjadi secara tidak langsung yaitu dengan adanya pengaruh gosokan

membantu “venous dan lymphatic”, peningkatan kelenturan jaringan lemak sehingga

menurunnya nyeri regang dan proses percepatan regenerasi jaringan.

2.Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)

Cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit

dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri.

 

20

Page 21: Kelainan Degeneratif Tulang

Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara peningkatan vaskularisasi

pada jaringan yang rusak tersebut , maupun melalui normalisasi saraf pada level spinal

maupun supra spinal, sehingga dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan

yang lebih ringan. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme

dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran “viscous circle of reflex” yang

pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.

 TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar dan kecil

melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi sensoris ke saraf pusat. TENS

menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor.

Sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak

bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah.

3.Contrax Relax and Stretching

Teknik terapi latihan khusus yang ditujukan pada otot yang spasme, tegang/memendek

untuk memperoleh pelemasan dan peregangan jaringan otot.Pada  Contrax Relax and

Stretching posisi tangan dibelakang leher terjadi gerakan abduksi dan rotasi eksternal

mencapai pembatasan, posisi kapsul sendi mengarah ke inferior,  terjadi peregangan pada

kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi peregangan pada kapsul posterior.

Sedangakan pada Contrax Relax and Stretching posisi tangan dibelakang punggung terjadi

gerakan rotasi internal mencapai pembatasan, posisi kaopsul sendi mengarah ke anterior,

terjadi terjadi peregangan pada kapsul anterior dan pada saat kontraksi isometrik terjadi

peregangan pada kapsul posterior.

21

Page 22: Kelainan Degeneratif Tulang

Gbr.

II.5 De Quervain’s tenosynovitis

II.5.1 Definisi

De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus

stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abduktor polisis longus dan

ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon tersebut. De

Quervain’s syndrome atau tenosinovitis stenosans ini merupakan tendovaginitis kronik yang

disertai penyempitan sarung tendon. Sering juga ditemukan penebalan tendon.

II.5.2.Etiologi

Trauma minor yang berulang-ulang umumnya memberikan kontribusi terhadap

perkembangan penyakit de Quervain’s syndrome. Aktivitas-aktivitas yang mungkin

menyebabkan trauma ulangan pada pergelangan tangan termasuk faktor pekerjaan, tugas-

tugas sekretaris, olahraga golf, atau permainan olahraga yang menggunakan raket.

Faktor-faktor lain yang mungkin dapat memberikan kontribusi terjadinya de

Quervain’s syndrome antara lain : penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi inflamasi

tendon yang terjadi berhubungan dengan gesekan yang berlebihan / berkepanjangan antara

tendon dan pembungkusnya, terjadi misalnya pada wanita yang pekerjaannya memeras kain.

De Quervain’s syndrome adalah stenosis pada tendon sheath kompartemen dorsal pertama

pergelangan tangan. Kompartemen ini terdiri dari tendon otot abduktor polisis longus dan

otot ekstensor polisis brevis.

II.5.3 Patofisiologi

Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada jari-jari

tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon sheath yang

memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas cairannya. Akibatnya,

pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan otot dengan tendon sheath karena

cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi

jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon sheath.

22

Page 23: Kelainan Degeneratif Tulang

Proliferasi ini menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat

ini memenuhi hampir seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan pada

tendon sheath tersebut dan hal ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada

kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan otot-

otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan

nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan utama pada penderita

penyakit ini. Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis

brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus radius.

II.5.4 Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan menggerakkan kedua

otot tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot abduktor polisis longus

dan otot ekstensor polisis brevis.

II.5.5 Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus stiloideus radius,

kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat penebalan pembungkus fibrosa

pada sedikit proksimal prosesus stiloideus radius, serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari

pergelangan tangan dan ibu jari. Bila tangan dan seluruh jari-jari dilakukan deviasi ulnar,

23

Page 24: Kelainan Degeneratif Tulang

penderita merasa nyeri oleh karena jepitan kedua tendo di atas dan disebut uji Finkelstein

positif.

Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervain’s syndrome adalah tes Finkelstein

positif. Cara melakukannya adalah dengan menyuruh pasien untuk mengepalkan tanganya di

mana ibu jari diletakkan di bagian dalam dari jari-jari lainnya. Pemeriksa kemudian

melakukan deviasi ulnar pasif pada pergelangan tangan si pasien yang dicurigai di mana

dapat menimbulkan keluhan utama berupa nyeri pergelangan tangan daerah dorsolateral.

Lakukan tes Finskelstein secara bilateral untuk membandingkan dengan bagian yang

tidak terkena. Hati-hati memeriksa ”the first carpometacarpal (CMC) joint” sebab bagian ini

dapat menyebabkan tes Finskelstein positif palsu. Selain dengan tes Finkelstein harus

diperhatikan pula sensorik dari ibu jari, refleks otot-otot, dan epikondilitis lateral pada tennis

elbow untuk melihat sensasi nyeri apakah primer atau merupakan referred pain.

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk menunjang diagnosis penyakit

ini. Kadang dilakukan pemeriksaan serum untuk melihat adanya faktor rheumatoid untuk

mengetahui penyebab penyakit ini, tetapi hal ini juga tidak spesifik karena beberapa penyakit

lain juga menghasilkan faktor rheumatoid di dalam darahnya.

Pemeriksaan radiologik secara umum juga tidak ada yang secara spesifik menunjang

untuk mendiagnosis penyakit ini. Akan tetapi, penemuan terbaru dalam delapan orang pasien

yang dilakukan ultrasonografi dengan transduser 13 MHz resolusi tinggi diambil potongan

aksial dan koronal didapatkan adanya penebalan dan edema pada tendon sheath. Pada

24

Page 25: Kelainan Degeneratif Tulang

pemeriksaan dengan MRI terlihat adanya penebalan pada tendon sheath tendon otot ekstensor

polisis brevis dan otot abduktor polisis longus. Pemeriksaan radiologis lainnya hanya dipakai

untuk kasus-kasus trauma akut atau diduga nyeri oleh karena fraktur atau osteonekrosis.

II.5.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan terapi konservatif dan intervensi

bedah. Pada terapi konservatif kasus-kasus dini, sebaiknya penderita menghindari pekerjaan

yang menggunakan jari-jari mereka. Hal ini dapat membantu penderita dengan

mengistirahatkan (immobilisasi) kompartemen dorsal pertama pada ibu jari (polluks) agar

edema lebih lanjut dapat dicegah. Idealnya, immobilisasi ini dilakukan sekitar 4-6 minggu.

Kompres dingin pada daerah edema dapat membantu menurunkan edema (cryotherapy). Jika

gejala terus berlanjut dapat diberikan obat-obat anti inflamasi baik oral maupun injeksi.

Beberapa obat oral dan injeksi yang diberikan sebagai berikut :

1. Nonsteroid anti-inflammatory drug misalnya ibuprofen yang merupakan drug of

choice untuk pasien dengan nyeri sedang. Bekerja sebagai penghambat reaksi

inflamasi dan nyeri dengan jalan menghambat sintesa prostaglandin. Dosis dewasa

200-800 mg, sedang dosis untuk anak-anak usia 6-12 tahun 4-10 mg/kgBB/hari.

Untuk anak > 12 tahun sama dengan dewasa. Adapun kontra indikasi pemberian obat

ini adalah adanya riwayat hipersensitif, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal

atau perforasi, insufisiensi ginjal, atau resiko tinggi terjadinya perdarahan. Interaksi

obat dengan aspirin dapat meningkatkan efek samping dari obat ini, kombinasi

dengan probenesid dapat meningkatkan konsentrasi obat di dalam darah. Pada pasien-

pasien dengan hipertensi, dapat diberikan kombinasi antara obat ini dengan obat anti

hipertensi seperti captopril, beta blocker, furosemid, dan thiazid. Obat ini tidak aman

diberikan untuk wanita hamil terutama kehamilan pada trimester ketiga (berpotensi

untuk menyebabkan menutupnya duktus arteriosus).

2. Kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat mensupresi

migrasi dari sel-sel polimorfonuklear dan mencegah peningkatan permeabilitas

kapiler. Pada orang dewasa dapat diberikan dosis 20-40 mg metilprednisolon atau

dapat juga diberikan hidrokortison yang dicampur dengan sedikit obat anestesi lokal

misalnya lidokain. Campuran obat ini disuntikkan pada tendon sheath dari

kompartemen dorsal pertama yang terkena.

25