penyakit degeneratif rm

32
1.1 Skenario SKENARIO 1 PENYAKIT DEGENERATIF RONGGA MULUT Seorang wanita berusia 65 tahun mengeluh sejak satu tahun yang lalu mulutnya terasa kering, beberapa gigi goyang,kadang-kadang gigi terasa ngilu bila minum air dngin dan persendian rahangnya terasa sakit bila digunakan untuk mengunyah. Hasil pemeriksaan intraoral menunjukkan tidak ada gigi yang berlubang dan keparahan inflamasi gingivanya tipe mild gingivitis. Terdapat resesi gingival rata- rata sebesar 2mm hampir di semua gigi. Gigi 15,26,36,37,45 dan 46 goyang derajat 2. Temporomandibular joint tidak bias digerakkan maksimal, sudah terasa sakit untuk membuka mulut sebesar 9 mm dan pergerakan ke lateral sebesar 7 mm. palpasi di area TMJ kanan dan kiri terasa sakit. Pemeriksaan radiografi menunujukkan gambaran kehilangan lamina dura di area apical dan furkasi gigi,pelebaran periodontal ligament space, resorbsi tulang alveolar tipe angular.kondisi umum penderita baik dan tidak terdapat adanya kelainan sistemik 1

Upload: wahyuhidayat

Post on 20-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penyakit degeneratif

TRANSCRIPT

1.1 Skenario

SKENARIO 1

PENYAKIT DEGENERATIF RONGGA MULUT

Seorang wanita berusia 65 tahun mengeluh sejak satu tahun yang lalu mulutnya terasa kering, beberapa gigi goyang,kadang-kadang gigi terasa ngilu bila minum air dngin dan persendian rahangnya terasa sakit bila digunakan untuk mengunyah. Hasil pemeriksaan intraoral menunjukkan tidak ada gigi yang berlubang dan keparahan inflamasi gingivanya tipe mild gingivitis. Terdapat resesi gingival rata-rata sebesar 2mm hampir di semua gigi. Gigi 15,26,36,37,45 dan 46 goyang derajat 2. Temporomandibular joint tidak bias digerakkan maksimal, sudah terasa sakit untuk membuka mulut sebesar 9 mm dan pergerakan ke lateral sebesar 7 mm. palpasi di area TMJ kanan dan kiri terasa sakit. Pemeriksaan radiografi menunujukkan gambaran kehilangan lamina dura di area apical dan furkasi gigi,pelebaran periodontal ligament space, resorbsi tulang alveolar tipe angular.kondisi umum penderita baik dan tidak terdapat adanya kelainan sistemik1.2 Mapping

1.3 Learning Objective

1. Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan etiologi penyakit degenerative rongga mulut

2. Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan pathogenesis penyakit degenerative rongga mulut

3. Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan klasifikasi degenerative4. Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan gangguan sistem mastikasi yang berkaitan dengan penyakit degenerative rongga mulut

5. Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang dari penyakit degenerative rongga mulut

2.1 PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

2.1.1 LEARNING OBJECTIVE 1

Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan etiologi penyakit degenerative :Kemunduran sel dapat terjadi akibat sel melakukan adaptasi terhadap stressor/jejas dari luar. Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya atau sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Jika usaha adaptasi tersebut tidak berhasil maka dapat menyebabkan kerusakan sel atau bahkan kematian sel.2Tingkat kerusakan yang terjadi pada sel tergantung pada jejas yang menyerang. Jejas sel dibedakan menjadi: A. Jejas ReversibelJejas Reversibel dapat disebut juga cedera subletal. Cedera subletal merupakan jejas yang apabila menyebabkan sel cedera dan menunjukkan perubahan morfologis tetapi sel tidak mati. Perubahan subletal ini bersifat reversibel dimana bila stimulusnya dihentikan maka sel akan kembali pulih seperti sebelumnya. Cedera subletal ini disebut juga proses degeneratif. Perubahan degeneratif lebih sering mengenai sitoplasma, sedangkan nukleus tetap dapat mempertahankan integritasnya. Bentuk perubahan degeneratif yang paling sering terjadi adalah akumulasi cairan di dalam sel akibat gangguan mekanisme pengaturan cairan. Sitoplasma akan terlihat keruh dan kasar (degenerasi bengkak keruh). Dapat juga terjadi degenerasi lebih berat yaitu degenerasi lemak atau infiltrasi lemak dimana terjadi penumpukan lemak intrasel sehingga inti terdesak ke pinggir. Jaringan akan bengkak dan bertambah berat dan terlihat kekuning-kuningan. Misalnya,perlemakan hati (fatty liver) pada keadaan malnutrisi dan alkoholik.2Ketika mendapat suatu stimulus berupa jejas reversibel ini sel dapat melakukan suatu respon adaptasi yang dapat untuk tetap bertahan namun dapat menyebabkan penurunan dari fungsi asalnya. Beberapa respon adaptasi sel antaralain, Atropi yakni pengecilan ukuran dari sel yang disebabkan oleh karena sel kehilangan substansi sel, sehingga menyebabkan berkurangnya ukuran organ. Atropi terjadi akibat penurunan dari sintesis protein dan peningkatan degenersi protein di dalam sel. Selain itu Metaplasia, yakni perubahan reversibel dari fenotip sel yang digantikan oleh tipe sel yang lain, sering terjadi karena iritasi yang terjadi secara kronis. Pada kondisi ini sel yang mengalami adaptasi digantikan oleh tipe sel lain yang lebih bisa menghadapi stresor. Terjadi akibat genetik "reprogramming".2B. Jejas IrreversibelJejas irreversibel merupakan cedera letal. Jejas sel yang cukup berat, jejas berlangsung lama, dimana cedera ini melebihi kemampuan sel untuk beradaptasi sehingga menyebabkan kerusakan sel menjadi irreversibel dan akhirnya sel tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakan sehingga menyebabkan sel mati. 2Ketika sel mendapat jejas yang irreversibel, ada dua macam kematian sel yang terjadi pada sel. Kematian sel ini dibedakan berdasarkan morfologi, mekanisme serta perubahan fisiologis dan patologis. Kematian sel tersebut antara lain apoptosis dan nekrosis. 2a. ApoptosisKematian sel yang dipercepat oleh sel itu sendiri yang disebabkan oleh jejas irreversibel melalui pengaktifan growth factor ke DNA sel atau protein yang dimaksudkan untuk mempercepat kematian sel yang mengalami injury. 2b. Nekrosis

Nekrosis yaitu terjadinya kerusakan pada membran sel. Hal ini akibat lisosom mengeluarkan enzim ke sitoplasma dan menghancurkan sel. Akibat rusaknya membran plasma ini menyebabkan semua isi sel keluar dan mengakibatkan reaksi inflamatori.

Degenerasi dapat terjadi akibat adanya jejas sel. Di bawah ini merupakan penyebab-penyebab dari jejas sel : 2

1. Kekurangan oksigenHipoksia atau defisiensi oksigen mengganggu respirasi oksidatif aerob. Hal ini juga memicu terjadinya cedera pada sel akibat terhentinya suplai darah dalam jaringan.32. Kekurangan nutrisi/malnutrisiDewasa ini defisiensi nutrisi sering sekali mewabah pada kehidupan di sekitar kita, ini merupakan hal utama terjadinya jejas sel. Kekurangan kalori/protein merupakan contoh nyata dari defisiensi nutrisi.33. Agen mikrobiologi

Manusia hidup diantara berbagai jenis mikroorganisme dimana beberapa mikroorganisme ada yang menguntungkan atau merugikan. Virus secara langsung merusak sel-sel hospes dengan memasuki sel-sel tersebut dan melakukan replikasi didalamnya. Virus membunuh sel-sel hospes dengan menghambat sintesis protein, RNA, atau DNA hospes. Selain itu virus juga merusak membran plasma dan menimbulkan lisis pada sel yang memicu terjadinya degenerasi. Selain virus juga terdapat bakteri yang mampu berinteraksi dengan tubuh manusia. Bakteri tersebut berpotensi patogen dalam orofaring, tetapi infeksi klinisnya dapat terjadi apabila invidu mengalami penurunan fungsi sel. Beberapa organisme membebaskan eksotoksin yang mampu mengakibatkan jejas sel, mulai dari tempat implantasi bakteri. Agen lain melepaskan endotoksin yang dibebaskan pada keadaan disintegrasi organisme. Selain itu beberapa bakteri mampu memicu terjadinya kerusakan sel dengan melepaskan berbagai macam enzim seperti lesikinase (Clostridium perfringens) yang mampu merusak selaput sel atau hemolisin (Steptococcus beta hemoliticus) yang melisiskan sel darah merah. Mekanisme potensial lain yang memicu terjadinya jejas oleh bakteri ialah timbulnya hipersensitivitas terhadap agen, yang mengakibatkan reaksi imunologi dapat dihancurkan.4

4. Respon imun yang abnormal/reaksi imunologi penuaanSistem imun merupakan serangkaian sistem yang melawan benda asing yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisiologis tubuh. Reaksi imun yang disengaja atau tidak disengaja dapat menyebabkan jejas pada sel dan jaringan, salah satu contohnya adalah anafilaksis pada protein asing atau suatu obat selain itu, hilangnya toleransi dengan respon terhadap antigen sendiri merupakan salah satu penyebab penyakit autoimun.35. Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, dan trauma) dankimia (bahan-bahan kimia beracun)Trauma, temperatur yang ekstrim, radiasi, syok elektrik dan adanya perubahan yang mendadak pada tekanan atmosfir semuanya mempunyai efek perubahan pada sel.3

6. Defect (cacat / kegagalan)geneticDefect genetik dapat menyebabkan perubahan patologis seperti malformasi kongenital seperti pada syndrom down. Beberapa kesalahan metabolisme saat lahir akibat defisiensi enzimatik kongenital merupakan contoh kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh perubahan yang biasanya terjadi pada asam deoksiribonukleat (DNA).37. PenuaanProses menua merupakan suatu proses fisiologis yang dialami oleh semua manusia seiring dengan bertambahnya usia. Meskipun proses ini berusaha dihindari, namun tetap harus dijalani. Kemunduran fungsi merupakan salah satu akibat proses menua. Namun tiap individu berbeda laju penurunan fungsi sel. Homeostenosis adalah karakter dari penuaan dimana keadaan penyempitan karena berkurangnya cadangan homeostasis yang terjadi seiring bertambahnya usia pada setiap sistem organ. Homeostasis adalah ketahanan atau pengatur lingkungan keseimbangan dinamis yang konstan. Perubahan fisiologis tersebut dapat dinyatakan dari bertambahnya ukuran dari nilai homeostatis pada beberapa variabel diantaranya oksigenasi, tanda vital, pH, elektrolit, hematokrit, hitung leukosit, keratinisasi dan lain-lain. Dimana pada keaadan normal nilai=0 namun semakin bertambah usia semakin tinggi nilai penyimpangannya. 12.1.2 LEARNING OBJECTIVE 2Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan patogenesis penyakit degeneratif :

Penyakit degeneratif rongga mulut diawali ketika sel-sel penyusun organ mulai mengalami penurunan fungsi akibat suatu jejas yang reversibel. Degenerasi atau juga biasa disebut sebagai jejas reversibel dalam patologi klasik, merupakan perubahan morfologi sel sebagai akibat dari adanya jejas subletal. Secara mikroskopis terlihat adanya pembengkakan sel dan perubahan lemak. Pembengkakan sel ini terjadi karena ketidakmampuan sel mempertahankan homeostasis ion dan cairan. Sementara perubahan lemak merupakan indikator lain untuk jejas reversibel pada beberapa keadaan, terutama pada sel yang metabolisme dan aktivitasnya bergantung pada lemak seperti hepatosit dan sel sel miokardium.4

Pembengkakan pada sel merupakan tanda awal terjadinya jejas pada sel karena adanya osmosis. Semakin lama air tertimbun di dalam sel akan mengakibatkan terbentuknya vakuola-vakuola kecil di dalam sitoplasma sel. Vakuola-vakuola kecil tersebut merupakan retikulum endoplasma yang melebar dan menonjol keluar. Keadaan ini disebut degenerasi vakuola.Terjadinya degenerasi akibat jejas reversibel dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah hipoksia. Serangan awal hipoksia adalah pada pernafasan aerob yaitu fosforilasi oksidatif pada mitokondria. Terganggunya respirasi pada mitokondria menyebabkan terjadinya perlambatan atau bahkan berhentinya pembentukan Adenosin Trifosfat(ATP). ATP sangat penting sebagai sumber energi metabolisme sel. Hal ini tentu saja menyebabkan produksi ATP yang tidak sesuai dengan kebutuhan sel yang dapat mengganggu kegiatan ATP-ase, kegagalan transpor aktif (pompa natrium), penimbunan natrium intrasel, dan difusi kalium keluar sel. Kemudian akan dilanjutkan dengan terjadinya iso-osmosa air yang mengakibatkan pembengkakan sel yang akut.4Terganggunya produksi ATP jika dikaitkan dengan peningkatan Adenosin Monofosfat(AMP) juga akan berdampak buruk bagi sel tersebut. Karena akan merangsang enzim fosfofruktokinase sehingga akan meningkatkan kadar glikolisis anaerob untuk mempertahankan sumber tenaga sel dengan pembentukan ATP dari glikogen, meningkatnya proses glikolisis anaerob ini meyebabkan penimbunan asam laktat dan fofat anorganik dari hidrolisis ester-ester fosfat. Keadaan ini dapat menyebabkan penurunan pH intrasel.3 Jika hipoksia masih terus terjadi maka akan terjadi pelepasan ribosom, retikulum endoplasma bergranula, dan penguraian polisom menjadi monosom. Pada tahap yang lebih lanjut akan terjadi peningkatan permeabilitas selaput dan berkurangnya fungsi mitokondria.4Pada tahapan ini mitokondria terlihat agak membengkak, retikulum endoplasma melebar dan selikut membengkak. Jika hipoksia atau jejas masih terus berlanjut maka akan berubah ke mekanisme jejas yang ireversibel.4

2.1.3 LEARNING OBJECTIVE 3Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan klasifikasi penyakit degenerative :1.Degenerasi Hidrofik (Degenerasi Vakuolar)Salah satu jenis jejas sel yang reversible yaitu degenerasi hidrofik. Degenerasi ini dapat terjadi pada bagian plasenta foetalis Degenerasi hidrofik mempunyai hubungan dengan degenerasi albumin. Dimana pada degenerasi hidrofik penimbunan cairan intraselular lebih parah jika dibandingkan dengan degenerasi albumin. Degenerasi hidrofik merupakan penurunan fungsi sel akibat terjadi kerusakan pada bagian mitokondria sel, kerusakan tersebut menyebabkan adanya gangguan pada membran sel. Adanya gangguan pada membran sel menyebabkan banyak cairan masuk ke dalam sitoplasma. Dan membentuk vakuola-vakuola kecil sampai besar. Secara makroskopis terjadi peningkatan ukuran dan berat organ yang mengalami degenerasi hidrofik, jika dibandingkan dengan keadaan normal. Selain itu organ yang mengalami degenerasi ini terlihat lebih pucat.2,6

Gambar 1. Degenerasi hidrofik pada mola hidatidosa (suatu tumor jinak pada bagian plasenta foetalis). Pada ujung panah merupakan contoh sel yang mengalami degenerasi hidrofik terlihat terjadi penimbunan cairan intra selular.

(Source: Sudiono, J.,Kurniadhi,B.,Hendrawan,A.,Djimantoro,B. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.2001.Hal: 9)2. Degenerasi Albumin/Cloudy SwellingDegenerasi albumin menunjukkan adanya pembengkakan sel, pembengkakan ini merupakan manifestasi awal sel terhadap suatu jejas. Degenerasi albumin dapat terjadi pada epitel tubuli kontorti. Sel epitel tubuli tersebut terlihat membengkak hingga lumen tubuli tampak menyempit dengan sitoplasma eosinofilik. Pembengkakan pada sel diakibatkan adanya akumulasi albumin, akumulasi albumin ini menyebabkan retensi air dan ion natrium. Dalam lumen tubuli tampak benda merah kebiruan yang di kenal dengan hyalin bodies/benda hyalin , yang mana benda hyalin ini bukan merupakan hyalin melainkan albumin yang telah membeku.2,6

Gambar 2. Degenerasi albumin pada sel epitel tubulus kontorti ginjal. Sel epitel tubulus tampak membengkak ,batas sel tidak jelas ,sitoplasma eosinofilik, lumen tubulus menyempit (pada ujung panah).

(Source: Sudiono, J.,Kurniadhi,B.,Hendrawan,A.,Djimantoro,B. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.2001.Hal:1)

3. Degenerasi Lemak

Degenerasi lemak dikenal juga dengan nama perubahan perlemakan atau fatty change. Selain itu dikenal juga dengan nama steatosis. Degenerasi lemak atau fatty change merupakan perubahan perlemakan yang sering terjadi di hepar, sebab merupakan organ utama yang berperan dalam metabolisme lemak. Selain itu, dapat juga terjadi pada organ jantung, otot dan ginjal. Degenerasi lemak disebabkan karena adanya akumulasi abnormal trigliserida. Penimbunan abnormalitas trigliserida ini terjadi apabila ada gangguan pada proses metabolisme lemak sehingga menyebabkan penumpukan berlebihan dalam hepar. Secara mikroskopis tampak vakuola-vakuola besar dan kecil dalam sitoplasma sel hepar. Dimana hal ini menyebabkan inti sel terdesak ke tepi. Selain itu secara mikroskopis juga tampak stroma jaringan ikat yang menebal atau fibrosis.2,6

Gambar 3. Degenerasi Lemak pada serosis hepatis , nampak adanya vakuola sel yang mendorong inti ke tepi (pada ujung panah).

(Source: Sudiono, J.,Kurniadhi,B.,Hendrawan,A.,Djimantoro,B.Ilmu Patologi.Cetakan 2012. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.2003. Hal:18)4.Degenerasi Hyalin

Degenerasi hyalin dikenal juga dengan perubahan hyalin. Degenerasi hyalin dapat terjadi pada uteri, digambarkan dengan adanya timbunan hyalin yang sebenarnya adalah timbunan protein. Secara mikroskopis tampak adanya masa homogen dan berwarna merah muda cerah dengan pewarnaan H.E. Secara makroskopis bagian yang mengalami hyalinisasi menunjukkan keadaan yang homogen, terlihat merah mengkilat seperti kaca dan translusen.6Gambar 4. Perubahan Hyalin berasal dari tumor Leiomyoma uteri. Tampak menunjukkan keadaan yang homogen

(Source: Sudiono, J.,Kurniadhi,B.,Hendrawan,A.,Djimantoro,B. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.2001.Hal:3)

5. Degenerasi Mukoid

Pada degenerasi mukoid terdapat penumpukan musin yang mana mendesak inti sel ke tepi sehingga sel menyerupai cincin yang dinamakan signet ring cell. Degenerasi mukoid dapat dijumpai pada kelenjar mamae, ovari, dan gaster. Pada keadaan normal mukus disekresikan oleh sel epitel. Penimbunan musin ini dapat terjadi pada sel epitel maupun pada jaringan ikat. 2,6Degenerasi mukoid epithelial dapat terjadi pada ovarium dengan gambaran mikroskopis tampak sel epitel membengkak dengan sitoplsma berisi musin yang menyebabkan inti sel terdorong ke basal. Musin yang terakumulasi pada sitoplasma sel epitel dapat terkumpul ke dalam lumen kista jika sel rupture.2,6Gambar 5. Degenerasi mukoid epithelial pada kista adenoma ovarii musinosum(tumor jinak ovarium),terlihat sel epitel membengkak sitoplasma berisi musin sehingga mendorong inti ke basal (pada ujung panah)(Source: Sudiono, J.,Kurniadhi,B.,Hendrawan,A.,Djimantoro,B. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.2001.Hal: 11)Degenerasi mukoid jaringan ikat dikenal dengan degenerasi miksomatosa. Degenerasi mukoid jaringan ikat menunjukkan adanya substansi mukoid interselular yang dapat memisahkan sel jaringan ikat sehingga sel terlihat bercabang-cabang. Sel dengan sitoplasma yang tampak bercabang-cabang itu dikenal sebagai stallate cell (sel bintang). Degenerasi miksomatosa sering terjadi pada membran mukosa yang mensekresi mukus selain itu dapat juga terjadi pada tumor epithelial maupun jaringan ikat. Secara mikroskopis tampak ada stellate cell pada stroma jaringan ikat tumor akibat adanya substansi mukoid interselular. Stroma yang normal atau belum mengalami degenerasi mukoid tampak berwarna lebih merah.6

Gambar 6. Degenerasi mukoid jaringan ikat atau degenerasi miksomatosa pada adeno karsinoma mammae. Terlihat adanya substansi mukoid pada jaringan ikat sehingga tampak stellate cell dengan sitoplasma bercabang-cabang (pada ujung panah). Dengan musin berwarna merah muda diantara stellate cell.(Source: Sudiono, J.,Kurniadhi,B.,Hendrawan,A.,Djimantoro,B. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.2001.Hal: 13)2.1.4 LEARNING OBJECTIVE 4Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan gangguan sistem mastikasi yang berkaitan dengan penyakit degenerative rongga mulut:

Penyakit degenerative pada sistem mastikasi sering dikaitkan dengan kelainan sendi. Kelainan sendi akibat penyakit degenerasi disebut dengan arthrides yaitu suatu penyakit yang diakibatkan degenerasi jaringan meliputi : A. Osteoarthrosis

Osteoarthrosis merupakan kelainan pada sendi yang ditandai adanya disfungsi sendi, hal ini terjadi akibat adanya gangguan berupa artharglia atau nyeri pada sendi, myalgia atau nyeri otot dan locking (ketidakmampuan mulut membuka dengan lebar). Hal ini biasanya dipicu karena adanya maloklusi, kebiasaan buruk maupun faktor psikologis.5B.Osteoarthitis

Osteoarthitis merupakan salah satu penyakit sendi dimana terjadi radang non-infeksi pada sendi yang bersifat merusak atau destruksi secara perlahan yang disertai rasa nyeri secara terus menerus.5 Dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatkan ketebalan dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya keradangan, serta melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi.5 Dapat meluas menjadi sinovitis arthritis jika peradangan melibatkan membran sinovial, apabila kapsul sendi ikut terkena dampak peradangan disebut kapsulitis arthritis dan apabila terdapat kelainan sistemik yang menyertai dapat menyebabkan penyakit gout rheumatoid. 5PatogenesisPenyakit Osteoartritis (OA) merupakan suatu penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan sendi. Penyakit ini tidak hanya terjadi pada sendi rahang namun bisa juga terjadi pada sendi-sendi lain seperti sendi pada bahu, siku, lutut, dan pergelangan tangan. Pasien Osteoartritis biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau nyeri pada saat sendi bekerja terlalu berat. Untuk kondisi pasien yang mengalami osteoarthritis berat pasien biasanya akan merasakan nyeri terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien dan mengganggu aktivitas.7Penyakit Osteoartritis (OA) selama ini selalu dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari, namun banyak pakar peneliti yang berpendapat bahwa selain karena faktor penuaan penyakit Osteoartritis (OA) juga merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya masih terus diteliti.7Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovial sendi dapat terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, penggunaan sendi yang berlebihan atau stres mekanis, obesitas, genetik, juga pada suatu keadaan dimana terjadi kehilangan struktur normal tulang. Diduga jejas mekanis dan kimiawi ini merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan penurunan produksi kartilago didalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan timbulnya nyeri. 7Pada osteoatritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi perbaikan. Kombinasi antara penurunan produksi tulang rawan sendi, remodeling tulang dan inflamasi cairan sendi mengakibatkan osteoartritis. Tulang rawan sendi dapat melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Faktor pertumbuhan seperti transforming growth factor (TGF-), growth hormon, insulin-like growth factor (IGF-1) memegang peranan penting dalam proses perbaikan tulang rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap efek insulin-like growth factor (IGF-1). Hormon lain yang mempengaruhi sintesis komponen kartilago adalah testosteron, platelet derivat growth factor (PDGF), fibroblast grow factor. 7Terjadinya peningkatan penurunan produksi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk karena terjadi perusakan dan penurunan produksi kolagen matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta menimbulkan reaksi suatu respon imun yang dapat menyebabkan inflamasi sendi.7Pada tulang rawan sendi pasien osteoartritis terjadi juga proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan atau terakumulasinya trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan rasa nyeri pada tulang lewat jaringan subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat mengahantarkan rasa sakit. Dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin menyebabkan rasa sakit dan bisa berkelanjutan menyebabkan radang sendi, peregangan tendo atau ligamentum serta bisa mengakibatkan spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan. 7Makrofag didalam cairan sendi juga memiliki peranan penting apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau coloni stimulating factors (CSFs) akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen yang disebut katabolin. Sitokin-sitokin ini akan merangsang kondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi coloni stimulating factors (CSFs) yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan aktivator plasminogen untuk menurunkan produksi rawan sendi secara langsung. Kadar activator plasminogen yang tinggi pada cairan sendi pasien osteoarthritis dapat juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. 7C. Osteokondritis/Osteochodromatosis

Osteokondritis diartikan sebagai suatu inflamasi yang terjadi pada kartilago di daerah TMJ, yang terutama mengenai permukaan sendi. Ditandai oleh adanya sebagaian permukaan sendi yang terlepas, jaringan sinoval yang bertransformasi menjadi jaringan tulang rawan (kondroid), serta sebagian lagi bertransformasi menjadi tulang keras. Hal tersebut dijelaskan akibat terjadi degenerasi ketika regenerasi fibroblas, fibroblast yang bermetaplasia menjadi chondrocytes dan jaringan chondral yang bermetaplasia menjadi tulang. Secara radiografi terlihat kelainan berupa fragmen radiopak di dalam rongga sinovial.5Pada osteokondritis dapat dilakukan tindakan pembedahan, ketika pembedahan akan ditemukan bentukan seperti granul-granul yang terpisah satu sama lainya. Granul-granul yang saling terpisah ini merupakan kombinasi dari jaringan chondral, jaringan fibrous sinovial dan tulang.5D. Osteoarthropathi

Osteoarthropathi merupakan kelainan pada tulang berupa inflamasi yang disertai rasa sakit, diduga osteoarthropathi berkaitan dengan HLA-B27 antigen. Pada umumnya osteoarthropathi merupakan manfestasi sistemik yang berhubungan dengan peripheral arthritis.52.1.5 LEARNING OBJECTIVE 5Memahami mengetahui mengkomunikasikan dan menjelaskan pemeriksaan klinis dari gangguan sistem mastikasi:

Kelainan sendi degeneratif pada Temporo Mandibular Joint dapat di diagnosa dengan menggunakan pemeriksaan klinis. Untuk pemeriksaan klinis dapat dilakukan pemeriksaan secara ekstraoral dan intraoral. 9

Pemeriksaan ekstraoral dilakukan dengan cara palpasi pada daerah sekitar Temporo Mandibular Joint atau lebih tepatnya didepan tragus, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kelainan yang terlihat secara visual maupun yang terdeteksi dengan palpasi. 9

Pemeriksaan region TMJ dilakukan teknik inspeksi (melihat secara visual), palpasi daerah 1 cm didepan tragus untuk mengetahui sinkronasi pergerakan kedua TMJ ketika menutup dan membuka, ada juga auskultasi menggunakan stetoskop untuk dapat mendengarkan apakah ada bunyi abnormal ketika melakukan pergerakan sendi. Dapat pula dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya inflamasi ditunjukkan dengan adanya rasa nyeri dan fluktuasi kelenjar limfe. 9

Pemeriksaan intra oral dilakukan untuk mengetahui adanya faktor predisposisi terjadinya kelainan sendi degeneratif seperti adanya kehilangan gigi dan pola oklusi. Kehilangan gigi terutama gigi posterior dapat menyebabkan oklusi tidak harmonis, karena hilangnya kontak antar gigi menyebabkan gigi lainnya mengalami migrasi, rotasi, bahkan ekstrusi. Hal ini dapat memicu turunnya dimensi vertikal. Pada kondisi sepeti ini terjadi dislokasi diskus anterior ketika membuka mulut. Maka akan terjadi lipatan diskus ketika condil bergerak ke depan mendorong diskus anterior dimana pada kondisi tertentu diskus tersebut tidak dapat kembali ke posisi normal sehingga condil akan melompati lipatan tersebut yang menyebabkan bunyi klik. 5Gejala yang terjadi pada Clicking biasanya berupa suara hanya bisa didengar dan dirasa oleh penderita pada saat membuka dan menutup mulut, suara seperti letupan (popping) atau klik, juga ada yang merasakan suara gesekan atau geratan (grating) bisa disertai maupun tanpa disertai rasa nyeri pada sendi. 5Suara keletuk yang dikenal sebagai Clicking terjadi akibat adanya ketidakteraturan pada permukaan sendi yang mengakibatkan gerakan discus dan kondilus tidak seimbang (diskus seakan terkunci pada kondylus dan pada saat terbebas akan menimbulkan bunyi). Selain Clicking ada pula kelainan sendi degenerative yakni Locking yang merupakan terjadi penurunan kemampuan penderita dapat berupa rasa sakit yang berhubungan erat dengan sendi dan otot mastikasi.5

Bila terdapat keluhan rasa sakit sehingga menyebabkan penderita mencari perawatan. Rasa sakit dengan keluhan meliputi bendenyut demyut, menyayat, sara terbakar dan sebagainya, yang paling sering terjadi adalah pada telinga, pipi dan daerah temporal atau dari dari daerah sekitar yang meluas ke sendi. 5

Beberapa rasa sakit akibat gangguan otot pengunyahan misalnya adalah nyeri Midfasial, Miosis, Miospasme, dan Trismus. Nyeri Midfasial ialah rasa sakit regional yang terjadi terus menerus yang berhubungan dengan beberapa otot pada region wajah. Biasanya disertai trismus. Sedangkan Miosis merupakan suatu radang otot yang melibatkan perlekatan otot, sehingga menimbulkan rasa sakit dan trismus. Selanjutnya adalah Miospasme, dimana Miospasme merupakan suatu keadaan dimana otot secara terus menerus mengalami kontraksi. Jika hal ini terjadi pada otot penutup mulut pada salah satu sisi, maka rahang akan tertahan terbuka dan mandibula bergeser ke sisi yang mengalami spasme. Yang terakhir adalah Trismus. Trismus merupakan suatu istilah yang menggambarkan suatu keadaan kesulitan membuka mulut karena terjadi kekakuan otot atau penyakit penyakit disekitar sendi. 5DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati,S., Harimurti, K., Govinda R,A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V, dalam Geriatri, editor Sudoyo A. W., dkk. Jakarta: InternaPublishing. 2009. Hal : 7602. Sudiono, J., Kurniadi, B., Hendrawan , A., Djimantoro , B.Ilmu Patologi.. Jakarta : EGC . 2003. Hal : 13, 223. Robbins,S.L., Kumar ,V., Chotran, R.S. Buku Ajar Patologi Volume 1 Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007. Hal : 4-6 4. Robbins,S.L., Kumar,V. Buku Ajar Patologi 1 Edisi 4, editor Jonatan Oswari. Jakarta: EGC. 1992. Hal : 4-5, 13-145. Syafriadi, M. Diktat Kuliah Kelainan- kelainan Sendi Rahang. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas jember. 2006. Hal : 8-126. Sudiono, J.,Kurniadhi,B.,Hendrawan,A.,Djimantoro,B. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.2001.Hal: 1-4, 7-147. Soeroso, J., Isbagiyo, H., Kalim, H., Broto, R., Pramudiyo, R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V, dalam Reumatologi, editor Sudoyo A. W., dkk. Jakarta: InternaPublishing. 2009. Hal : 2538-25398. Carter, M.A . Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6, dalam Osteoartritis, editor Hartanto, H., dkk. Jakarta : EGC. 2006. Hal : 13819. Perdesen, G.W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, alih bahasa Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC. 1996. Hal : 307 - 308Etiologi

Kepala, Leher & Sistem Mastikasi

Jaringan atau organ Tubuh Lain

Penyakit Degeneratif (Patogenesis)

Gejala Klinis

Dampak / Manifestasi

Klasifikasi

Histo Patologi Anatomi (HPA)

Radiografi

Klinis

Pemeriksaan

21