kelainan degeneratif

Upload: saputra-tri-nopianto

Post on 20-Jul-2015

130 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KELAINAN DEGENERATIF ___________________________________ I. HERNIASI DISKUS INTERVERTEBRAL Perubahan degeneratif pada diskus intervertebral merupakan penyebab tersering nyeri pinggang. Penyebab lain antara lain kelainan kongenital, perkembangan, inflamasi, serta tumor, yang secara kepentingan klinis adalah sekunder namun mungkin berakibat perubahan yang serupa pada diskus intervertebral. Peningkatan pengetahuan terhadap gangguan penampilan dan fungsi tulang belakang menimbulkan minat yang lebih besar. Ini tidak hanya karena gangguan yang umum terhadap diskus intervertebral, namun juga terhadap akibat yang ditimbulkan pada struktur yang berdekatan. Hubungan langsung antara diskus intervertebral yang mengalami herniasi dengan siatika dianggap mempunyai basis morfologikal. Namun terpakunya pada perubahan patomorfologikal sebagai penyebab gejala mengantarkan pada situasi adanya kelainan fungsional tulang belakang yang ternyata tanpa disertai patomorfologi yang jelas. Terbukti bahwa pengangkatan secara operatif terhadap prolaps tidak memecahkan semua masalah. Juga ditemukan adanya perbedaan yang mengejutkan antara perubahan patomorfologikal dan radiografik pada satu sisi dan gejala disisi lain. Perubahan bentuk dan fungsi tidak selalu berhubungan dengan penampilan klinis segmen bersangkutan. Jadi suatu deformitas tidak perlu menunjukkan perasaan tidak enak. Buktinya adalah skoliosis dan kifosis pada remaja dapat menjadi lengkap tanpa gejala. Juga sering ditemukan pada foto sinar-X untuk keperluan lain, adanya tanda-tanda perubahan degeneratif pada penderita yang menyangkal adanya keluhan. Lamanya waktu yang diperlukan untuk berkembangnya suatu deformitas sering menentukan onset dari gejala. Kompresi mendadak satu atau lebih radik saraf pada fraktura atau herniasi diskus intervertebral akan menimbulkan nyeri segera dan berat. Sebaliknya bila radik saraf mengalami konstriksi secara lambat dalam beberapa tahun, seperti yang sering tampak pada skoliosis, spondilolistesis atau penyakit diskus intervertebral degeneratif pada tulang belakang, radik saraf jelas menyesuaikan diri secara perlahan terhadap restriksi hingga gejala neurologi jarang timbul. Bila terjadi cedera puntir mendadak, berakibat iritasi radik saraf dengan terjadinya edem pada radik saraf tersebut. Pada saat ini sikap fungsional dan dinamik kita berdasarkan kepada informasi baru, baik mengenai pendekatan biokimia maupun bio-mekanik terhadap diskus intervertebral yang tidak perlu merupakan tempat perubahan morfologik, namun lebih merupakan pusat proses metabolik yang menyebabkan perubahan bentuk, konsistensi dan volume, yang semuanya merubah fungsi tulang belakang.

Junghans (1951) telah membuat gambaran tentang "motion segment" ("Bewegungssegment"). Termasuk dua ruas tulang belakang yang berhubungan beserta diskus intervertebralnya, ligamen serta otot yang bersama-sama membentuk kesatuan fungsional. Kegagalan satu komponen merubah fungsi yang lainnya. Akibat berbagai respons metabolik terhadap stimulasi biomekanik, diskus intervertebral lebih sering merupakan asal ketidak-mampuan pada "motion segment". Ini terutama jelas pada tulang belakang leher bawah dan lumbar yang relatif merupakan bagian yang kaku, yaitu hubungan servikal-torasik dan sakrum yang tak dapat bergerak pada daerah lumbar, yang berhubungan dengan tulang belakang lumbar bawah. Sebagai tambahan harus diingat kondisi anatomi yang sempit yang terdapat antara daerah yang secara bertahap tidak dapat bergerak serta munculnya radik saraf . Lebih sering penyakit diskus inter-vertebral terbatas pada daerah segmen leher bawah dan lumbar bawah. Adalah perlu menemukan hal-hal yang utama pada kelainan diskus intervertebral untuk menyederhanakan suatu diagnosa serta tindakan. Misalnya perubahan postur yang berhubungan dengan nyeri. Dalam tindakan, metoda yang mungkin dilakukan diambil yang paling sederhana. Baik dalam diagnosa maupun tindakan , perlu melihat kembali kemajuan yang telah terbukti tidak berbahaya atas penyakit diskus intervertebral. Karena sindroma diskus intervertebral biasanya menyerang orang muda, adalah penting bahwa setelah pengobatan seorang dokter harus menganjurkan latihan harian yang cukup pada pasien. Pada hari-hari pertama didapat perasaan yang negatif terhadap onset yang tidak dapat diterima dan sering dengan perjalanan yang berbahaya dari penyakit diskus intervertebral. Bagaimanapun saat ini ada alasan untuk mengambil pendekatan yang lebih optimistik terhadap sejumlah kemungkinan yang tersedia disertai profilaksi dan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih baik. Frekuensi dan intensitas sindroma servikal dan lumbar mungkin berubah. Penyakit yang berasal dari diskus intervertebral juga disebut diskogenik. Gejala yang berasal dari sendi apofiseal dan/atau ligamen juga dipandang sebagai diskogenik oleh karena kelainan pada diskus intervertebral sering merupakan penyebab yang mempercepat timbulnya gejala. Walaupun tidak ada hubungan filogenetik, diskus intervertebral dan ruas tulang belakang berdekatan membentuk suatu kesatuan biomekanik, dan pada diseksi, diskus intervertebral dapat diangkat intoto dari antara dua dataran akhir (end plate) ruas tulang belakang bersangkutan. Diskus intervertebral sendiri adalah sendi utama tulang belakang dan jenisnya disebut amfi-artrosis. Sendi posterior juga disebut sendi apofiseal. Ini merupakan suatu sendi sejati (diartrosis) yang dapat dikatakan sebagai sendi vertebral. Pengetahuan tentang patologi diskus intervertebral serta tanda dan gejalanya sudah diketahui

lebih dari setengah abad. Namun pendapat tentang penyebab dan pengobatan berbeda sangat luas. Ini tampak dengan adanya berbagai terminologi. Sebelum Mixter dan Barr (1934) menjelaskan bahwa siatika disebabkan oleh kompresi radik saraf pada diskus intervertebral yang mengalami sekuesterisasi, juga dipikirkan bahwa diskus intervertebral yang mengalami herniasi mengandung tumor tulang rawan yang disebut "kordoma ekstradural anterior" (Steinke 1918, Clymer 1921, Adson dan Ott 1922, Ellsberg 1928). Bradford dan Spurling (1950) menggunakan istilah "protrusi" untuk diskus yang menonjol, dan membedakannya dari nukleus pulposus diskus yang ruptur atau mengalami herniasi yang pada saat ini dikenal sebagai "prolaps". Jaringan diskus intervertebral yang mengalami herniasi berisi tidak hanya material dari nukleus pulposus namun juga dari anulus fibrosus. Seperti telah dijelaskan, pernyataan "protrusi" digunakan untuk menunjukkan penonjolan diskus keposterior tanpa rupturnya anulus fibrosus. Sekali lagi, bila anulus fibrosus telah mengalami perforasi dan jaringan diskus mengalami penetrasi kerongga epidural, digunakan pernyataan "prolaps". Suatu ruptur tanpa protrusi eksternal melalui anulus disebut "ruptur intradiskal". Sekali terbentuk fragmen, mereka disebut juga "sekuestrum" dan dapat mengalami dislokasi. Pergerakan dari satu sisi kesisi lainnya sering menimbulkan gejala siatik yang berubah-ubah tergantung pada lokasinya. Melunaknya serta rupturnya diskus intervertebral disebabkan perubahan fisiologis substansi diskus, yang disebut sebagai "khondrosis inter-vertebral" (Schmorl dan Junghanns 1968). Dengan pengertian ini maka semua perubahan yang didapat disimpulkan sebagai "degenerasi diskus intervertebral". Perubahan degenerasi bagaimanapun tidak dibatasi hanya pada tulang rawan yang disebut sebagai "khondrosis", namun juga mengenai seluruh diskus intervertebral. Untuk alasan ini dianjurkan digunakan istilah "diskosis", yaitu artrosis-artritis; diskosis-diskitis (akhiran osis berarti perubahan degeneratif). Jadi perubahan patologis, biokimia dan biomekanik menjadi jelas dengan satu istilah. Diskus intervertebral tidak mengalami regenerasi. Degenerasi diskus intervertebral tidak perlu menimbulkan gejala namun mungkin mempunyai pertanda yang sangat jelas. Hal serupa juga berlaku terhadap perubahan pada dataran akhir ruas tulang belakang. Schmorl (1932) menganjurkan istilah osteo-khondrosis terhadap adanya perlunakan substansi diskus inter-vertebral yang bersamaan dengan perubahan pengapuran pada dataran akhir. Secara radiografi, tanda yang paling jelas dari kelainan degeneratif diskus intervertebral adalah spondilosis. Ini termasuk spur tulang yang nyata pada tepi ruas tulang belakang dimana melekat ligamen longitudinal posterior. Pada aspek posterior setiap perubahan spondilotik tidak tampak pada beberapa tempat dimana ligamen longitudinal posterior melekat pada

diskus intervertebral. Spondilosis dan osteokhondrosis sering digunakan sebagai diagnosis, walau tanpa kelainan lain yang jelas yang menunjukkan tanda-tanda peningkatan usia, dan dapat dibandingkan terhadap perkembangan tumbuhnya uban dan berkerutnya kulit. Usia secara sederhana adalah proses fisiologik yang terjadi pada semua struktur serupa. Pada diskus intervertebral perubahan usia terjadi lebih awal akibat pengaruh nutrisional dan biomekanik yang menimbulkan perubahan yang tidak dijumpai pada struktur lain. Karenanya nasib alamiah dan biologik dari diskus inter-vertebral adalah penuaan yang lebih awal. Pada orang tua spondilosis dan osteokhondrosis selalu dapat diperlihatkan tanpa perlu menimbulkan gejala. Disamping diskosis, pernyataan "degenerasi diskus intervertebral" harus dipegang karena diterima secara internasional. Penampilan gejala mungkin bisa dimengerti pada istilah ini, yang bagaimanapun tidak perlu menggambarkan latar belakang morfologik. Degenerasi adalah istilah morfologik sejati yang tidak mempunyai arti klinis sebagai perubahan struktural, tidak mempunyai fungsi yang terganggu atau gejala. Sekali gejala bentuk apapun terjadi, tampaknya benar bila dikatakan tentang kelainan diskus intervertebral berdasarkan perubahan degeneratif. Ada deviasi pada aksis tulang belakang baik pada bidang frontal maupun sagital. Ini mungkin berakibat tenaga yang tak-setangkup terhadap diskus intervertebral. Pada bagian yang cekung yang mendapat catu makanan buruk, perubahan degenerasi diskus intervertebral terjadi lebih cepat. Akibatnya ruptur dan perlunakan lebih sering terjadi didaerah ini. Analog dengan deformitas prearthrotik, sudah dipikirkan bahwa deformitas postur, yaitu tekukan pelvis, kifosis, hemivertebra dan skoliosis adalah pertanda adanya suatu diskosis awal, serta karenanya deformitas prediskotik. Sekali lagi struktur morfologik tidak membawa kepentingan klinik. Bagaimanapun daerah dengan perubahan ini lebih cenderung terkena penyakit dengan gejalanya. Sebagaimana diketahui, inflamasi adalah khas dengan akhiran itis. Infeksi diskus intervertebral dikenal sebagai "diskitis". Pada beberapa instansi diskitis bukan dikarenakan infeksi dan ditempat lainnya dikarenakan infeksi. Sebagai contoh, sangat sering setelah penyuntikan khimopapain pada pasien mungkin menimbulkan keadaaan inflamatori diskus intervertebral yang berakhir setelah beberapa minggu tanpa adanya infeksi. Bagaimanapun ada infeksi diskus intervertebral yang disebut "diskitis". Infeksi ruas tulang belakang disebut "spondilitis". Pada keadaan dimana terjadi inflamasi yang bersamaan dari badan ruas tulang belakang dan diskus intervertebral yang berdekatan karenanya disebut "spondilodiskitis". Walau suatu spondilitis menyangkut infeksi bakterial dari badan ruas tulang belakang dan diskus intervertebral, infeksi diskus intervertebral biasanya mendominasi gambaran klinis. Secara umum , "spondilo-

diskitis" hanya digunakan bila tulang belakang terserang pada penyakit rematik. Istilah "sindroma servikal, torak dan lumbar" adalah tidak sempurna dan tidak memungkinkan menilai etiologi dan patogenesis. Istilah ini semata-mata menunjukkan dari bagian tulang belakang yang mana gejala berasal. Karenanya kita mungkin menetapkan secara teguh pernyataan ini. Satu alasan adalah bahwa mereka digunakan dalam bahasa medik sehari-hari dan karenanya sulit untuk diabaikan; alasan lain adalah bahwa penyakit diskus intervertebral terutama terjadi pada daerah servikal dan lumbar dan penyakit dari sumber lain didaerah ini adalah kekecualian. Untuk pengertian klinis dan praktis terbaik, perlu analisa yang mendalam dari penyakit diskus intervertebral. Sebagai tambahan terhadap gejala lokal yang umum yaitu gejala dari daerah tulang belakang yang terbatas, adalah simptomatologi yang menyangkut kelainan radikular, sumsum tulang belakang atau serebral. Pada tulang belakang lumbar, penentuan dapat dibuat antar gejala lokal yang terbatas pada regio lumbar dan yang bersamaan dengan nyeri yang menjalar keekstremitas bawah. Sindroma lumbar lokal khas dengan gejala yang lebih merata dan tidak terbatas pada satu radik saraf dengan gangguan segmental namun secara luas diterima sebagai barasal dari diskus inter-vertebral. Ini yang umum disebut nyeri pinggang bawah (low back pain). Tahap akut pada saatnya diikuti tingkat kronik. Untuk menyatakan keadaan umum ini sebagai "lumbago", tidak akan benar secara terminologi. Ini hanya merupakan satu dari sindroma lumbar lokal. "Lumbago" [lumbago, -inis,f; (lat): paralisis lumbar] adalah istilah umum yang digunakan untuk nyeri hebat pada daerah lumbar yang bersamaan dengan penurunan mobilitas. Istilah umum untuk nyeri radikular yang berasal dari tulang belakang lumbar adalah sindroma radik saraf lumbar. Nyeri menjalar ke tungkai, namun tidak selalu diikuti distribusi siatika karena sindroma radik saraf lumbar yang lebih tinggi berasal dari kompresi serabut anterior radik kedua, ketiga dan keempat semata. Tabel 1 Istilah yang umum digunakan dan penjelasannya. -------------------------------------------------------Istilah Penjelasan -------------------------------------------------------Anulus fibrosus Bagian seperti cincin melingkar (Anulus fibrosus) pada diskus intervertebral, yang terbentuk dari jaringan fibrokartilago dan fibrosa. Apophyseal joint (Sendi apofiseal) Sendi diatelial; juga disebut sendi tulang belakang.

Cartilagineous end- Tulang rawan hialin pada dataran plates tepi tulang belakang. (Dataran tepi tulangrawan) Disk deseases (Kelainan diskus) Diskectomy (Diskektomi) Keadaan patologik yang timbul langsung maupun tidak langsung dari diskus intervertebral. Mengangkat bagian yang lepas maupun yang telah mengalami degenerasi dari diskus intervertebral.

Disk injection Menyuntikkan baik media kontras ma(Penyuntikan diskus) upun obat obatan kedalam diskus intervertebralis. Diskitis (Diskitis) Diskosis (Diskosis) Inflamasi atau infeksi terbatas pada diskus intervertebral. Perubahan biomekanik dan patologik pada diskus intervertebral berhubungan dengan perubahan degeneratif yang serupa. Perubahan degeneratif pada sendi ruas tulang belakang terutama yang bersamaan dengan degenerasi diskus intervertebral. Mengangkat sebagian atau seluruh faset atau sendi. Memperluas foramen intervertebral yang menyempit. Biasanya terdiri dari hemifasetektomi dengan membuang aspek mesial dari baik faset superior maupun inferior dari sendi tersebut. Membuang setengah dari arkus ruas tulang belakang.

Facet arthrosis (Artrosis faset)

Facetectomy (Fasetektomi) Foraminectomy (Foraminektomi)

Hemilaminectomy (Hemilaminektomi)

Interlaminar space Ruangan yang diselaputi ligamentum (Ruang interlaminar) flavum antara dua arkus ruas tulang belakang. Internal disk dearangement (Kerusakan susunan diskus internal) Intervertebral disk (Diskus intervertebral) Robeknya jaringan didalam diskus intervertebral.

Sendi utama antara dua badan tulang belakang, suatu amfiartrosis. Terbentuk oleh tiga bagian. Dataran akhir badan tulang belakang serta

anulus fibrosus. Intervertebral foramen (Foramen intervertebral) Kanal antara dua arkus ruas tulang belakang yang ditembus oleh saraf. Dikelilingi sebelah atas oleh pedikel, anterior oleh diskus dan inferior oleh pedikel ruas tulang belakang inferior. Tepi posterior dihubungkan oleh faset superior dan inferior dari sendi posterior. Membuang arkus ruas tulang belakang. Membuang bagian dari arkus ruas tulang belakang, biasanya bagian superior dan ligamentum flavum. Nyeri yang terbatas hanya pada regio lumbar. Nyeri akut pada regio lumbar.

Laminectomy (Laminektomi) Laminotomy (Laminotomi) Low back pain (Nyeri punggung bawah) Lumbago (Lumbago)

Lumbar disk desease Kelainan diskus intervertebral pada (Kelainan diskus in- regio lumbar. tervertebral lumbar) Lumboradiculitis (Lumboradikulitis) Motion segment (Segmen bergerak) Nyeri pada regio lumbar yang menjalar ketungkai. Kesatuan fungsional kolumna tulang belakang yang terdiri dari dua badan ruas tulang belakang diskus intervertebral diantaranya. Pusat diskus intervertebral terutama terdiri dari substansi ini. Degenerasi diskus intervertebral bersama-sama dengan perubahan dataran akhir ruas tulang belakang. Nyeri setelah vertebral. operasi diskus inter-

Nucleus pulposus (Nukleus pulposus) Osteochondrosis (Osteokhondrosis) Postlaminectomy syndrome (Sindroma pascalaminektomi)

Prediskotic deformity Gangguan bentuk dan fungsi segmen (Deformitas bergerak yang memudahkan perkemprediskotik) bangan sindroma diskus intervertebral kelak. Prolapse (Prolaps) Herniasi jaringan diskus intervertebral melalui anulus fibrosus kedalam kanal.

Protrusion (Protrusi) Rheumatoid diskitis (Diskitis rematoid) Schmorl nodes (Nodus Schmorl) Sciatica (Siatika)

Penonjolan diskus intervertebral tanpa perforasi anulus fibrosus. Inflamasi rematoid pada tepi diskus intervertebral. Penetrasi spontan jaringan diskus intervertebral keruas tulang belakang. Penyebaran nyeri sepanjang ekstremitas bawah sesuai dengan distribusi saraf siatik, mencakup akar saraf L5, S1 dan/atau S2. Akar L4 mungkin hanya terserang sebagian. Keadaan khas yang tampak pada posisi berdiri pada penderita prolaps atau protrusi diskus intervertebra. Hilangnya stabilitas.

Sciatic list (Postur siatik) Segmental instability (Ketidakstabilan segmental)

Sequestered Terlepasnya fragmen nukleus yang disk fragment mengalami degenerasi dari diskus (Fragmen diskus yang intervertebral mengalami sekuesterisasi). Spinal fusion (Fusi spinal) Spinal stenosis (Stenosis spinal) Spondylosis (Spondilosis) Three-joint complex (Kompleks tiga sendi) Tight hamstring (Hamstring yang tegang) Stabilisasi operatif pada segmen bergerak. Penyempitan kanal spinal. Degenerasi diskus intervertebral dengan spur tulang reaktif pada tepi ruas tulang belakang. Konsep yang terdiri dari dua sendi dan diskus pada masingmasing tingkat. Kontraksi yang jelas pada otot hamstring (mungkin karena traksi pada radik L5 dan S1-S2) menyebabkan teregangnya saraf ini.

Upper lumbar Sindroma lumbar yang mengenai akar radiculitis) saraf L2, L3 dan L4. (Radikulitis lumbar sebelah atas) -------------------------------------------------------

A. Arti dan Frekuensi Kelainan Diskus Intervertebral Penyakit diskus intervertebral adalah kelainan yang umum didapat. Sepanjang hidupnya, sedikit orang yang terhindar dari gangguan punggung postural akibat perubahan degeneratif. Hal ini tampak pada usia setelah 30 tahun atau lebih awal seperti laporan dari penelitian pato-anatomi oleh Schmorl (1932), Schmorl dan Junghanns (1968), Conventry (1968) dan Hirsch (1960). Frekuensi tinggi dari ketidak-mampuan kerja serta pensiun awal diakibatkan oleh penyakit diskus intervertebral. Menurut laporan German Health Office, penyakit sendi degeneratif adalah kelainan kronik yang utama. Karena tidak jelasnya terminologi penyakit rematik, sejumlah keadaan secara salah disangka rematik; ini terutama jelas pada penyakit degeneratif sistem lokomotor dimana degenerasi diskus intervertebral berperan penting. Dari negara lain juga dilaporkan frekuensi penyakit diskus inter-vertebral degeneratif yang berhubungan dengan pekerjaan: Inggeris (Dixon 1973, Duthie 1969); Amerika Serikat (Leavitt 1971); Kanada (White 1969); Israel (Magora 1970, Magora dan Tanstein 1969); Finlandia (Rissanen 1969); Swedia (Dahlberg 1976). Untuk lebih baik dalam mengikuti perkembangan dan distribusi suatu penyakit kronis dimasarakat, perlu melakukan penelitian prospektif. Penyelidikan epidemiologik sudah dipelopori oleh Braun (1969) dan Wagenhauser (1969) Wagenhauser (1969) melakukan penelitian pada 1.170 penduduk; 72,9 % sudah menderita berbagai jenis gangguan sistem lokomotor, dan 52 % nyata mempunyai gejala saat pemeriksaan. Gangguan pada pinggang adalah paling umum hingga usia 35 tahun. Secara keseluruhan , gangguan pinggang lebih sering dari gangguan sendi lainnya. Informasi lain mengenai distribusi kelamin dan usia dari penyakit diskus intervertebral sudah dijelaskan oleh Schmorl dan Junghanns (1968), Jochheim (1961), Hanraets (1959), de Palma dan Rothman (1970), Lindemann dan Kuhlendahl (1953), Armstrong (1965), Gross (1966) dan Hult (1954). Beberapa pandangan menarik didapat dari morbiditas penyakit diskus intervertebral. Penurunan tuberkulosis sendi, rickets dan polio, serta peningkatan angka harapan hidup berakibat pada peninggian penyakit pinggang baik secara relatif maupun nyata. Ini terutama jelas pada lesi diskus intervertebral. Penyelidikan Knepel (1977) mendapatkan pada praktek umum bahwa dari tiap 10 penderita didapatkan seorang dengan keluhan pinggang yang disebabkan oleh degenerasi diskus intervertebral. Persentase pengobatan pasien rawat jalan dengan sindroma diskus intervertebral mencapai 37,8. Ini menjadi lebih nyata bila kelainan tulang belakang dipelajari sendiri. Tidak

kurang dari 92,7 % adalah akibat degenerasi diskus intervertebral. Sisanya terdiri dari skoliosis, osteoporosis, penyakit Scheuermann, berbagai tumor, keadaan inflamasi, dan kelainan jarang lainnya. Sindroma diskus intervertebral hampir sama banyaknya pada pria dan wanita. Pada penderita rawat jalan 47,2 % terjadi pada pria dan 52,8 % pada wanita. Sindroma servikal lebih sering pada wanita (60,6%) dan sindroma lumbar lebih utama pada pria (51,3 %). Beratnya sindroma lumbar, yang memerlukan tindakan yang lebih aktif, tetap lebih utama pada pria. Sindroma diskus intervertebral terjadi terutama pada kelompok usia menengah. 68 % antara 30 dan 60, dan maksimum dicapai pada usia 40 dan 50. Regio tulang belakang yang berbeda terserang dengan persentase berbeda. Lumbar paling sering terserang dengan 61,94 % diikuti servikal dengan 36,1 dan toraks hanya 1,96 %. B. Frekuensi Sindroma Lumbar Sindroma lumbar secara khas ditandai dengan gejalagejala dan tanda-tanda yang berasal dari perubahan degeneratif pada diskus intervertebral lumbar. Disamping perasaan tidak enak setempat, juga terjadi sindroma radik-radik saraf lumbar dengan nyeri yang menjalar ketungkai, serta sindroma kauda ekuina. Hampir duapertiga kelainan diskus intervertebral menyerang tulang belakang lumbar, dan lebih dari setengahnya mengenai diskus intervertebral lumbar empat. Satu dari duabelas pasien pada praktek umum tampak diakibatkan oleh sindroma lumbar. Ini yang ditemukan oleh kalangan medis. Penderita lainnya tidak pernah diperiksa walau dengan onset nyeri lumbar mendadak, atau penderita yang mengalami perasaan tidak enak setelah ia membebani pinggangnya. Karenanya sangat mungkin sindroma lumbar terjadi lebih sering dari yang tercatat. Laki-laki lebih sering terserang dibanding wanita. Alasan mengapa laki-laki lebih sering dikenai tidak hanya karena lebih sering dan lebih berat dalam mengangkat serta meregang dibanding wanita. Diyakini ada faktor spesies spesifik tertentu. Bukan tidak mungkin bahwa kanal lumbar, yang lebih sempit pada pria, mempunyai peranan (Tannich 1976). Selain frekuensi sindroma lumbar yang tinggi, penting menghubungkan aspek medik dan sosial karena sering terjadi pada usia menengah dimana mereka sedang berada pada puncak aktifitas kehidupannya. Gejala umumnya timbul antara usia 30 dan mencapai puncaknya pada usia 40 pada pria dan 10 tahun kemudian pada wanita. Ini adalah usia dimana kebanyakan operasi terhadap prolaps diskus intervertebral dilaksanakan. Pada usia ini terjadi perubahan jaringan diskus intervertebral dengan tekanan yang tinggi pada nukleus pulposus dan penurunan tahanan dari anulus fibrosus. Dengan kata lain kemungkinannya besar untuk

terjadinya dislokasi periferal dari jaringan diskus intervertebral yang terletak sentral. Sindroma lumbar tampaknya tidak mengikuti pola statistik khusus. Nyeri akut dan siatika dapat timbul spontan tanpa penyebab yang jelas. Penyakit ini berjalan secara khas mengikuti variasi musim. Sindroma lumbar cenderung sedikit menurun selama bagian awal dari tahun (Kramer 1973). Selama sisa bulan, jumlah penderita merata. Penampilan gejala sangat berhubungan dengan peristiwa biokimia dan biomekanik yang sinambung pada jaringan diskus intervertebral yang perkembangannya sangat berkaitan dengan involusi usia. Benn dan Wood menemukan bahwa nyeri pinggang bawah merupakan faktor ketiga yang menyebabkan kehilangan jam kerja setelah kelainan paru akut dan kronik serta kelainan pembuluh koroner arteriosklerotik di Inggris pada tahun 1970. Kehilangan hari kerja pertahun akibat nyeri pinggang bawah di Amerika Serikat adalah 1.400 per 1.000 pekerja dan dibeberapa pabrik di Inggeris 2.600 per 1.000 pekerja. Nachemson menduga bahwa 80 % orang dewasa mengalami nyeri pinggang yang jelas selama kehidupan dewasanya. Horal menemukan bahwa nyeri pinggang bawah dalam derajat yang jelas telah dimulai pada usia onset rata-rata 35 tahun. Kelsey menemukan usia onset yang sama pada pria dengan nyeri pinggang bawah akibat kelainan diskus, namun menemukan pada wanita gejala yang jelas baru timbul satu dekade kemudian. Menurutnya hanya 35 % dari mereka yang akan menjadi penderita siatika. Setelah serangan pertama nyeri pinggang bawah, 90 persen akan mengalami serangan berikutnya. Walau Kelsey menemukan bahwa pria lebih banyak menjalani operasi akibat nyeri pinggang bawah, hal ini tidak berarti suatu bukti dari contoh penderita nyeri pinggang bawah secara keseluruhan. Tak ada perbedaan rasial atas nyeri pinggang bawah dan siatika. Kelsey dan White, seperti juga peneliti lain, menyimpulkan bahwa di Amerika Serikat gangguan pinggang dan tulang belakang merupakan penyebab tersering diantara semua kelainan kronis dalam menyebabkan pembatasan aktifitas masyarakat berusia dibawah 45 tahun. Ia menduduki peringkat ketiga setelah kelainan jantung dan arthritis serta rematik pada usia 45 hingga 64 tahun. Rowe mendapatkan 35 persen pekerja ringan dan 45 persen pekerja berat mengeluhkan nyeri pinggang. Menurutnya tiap orang kehilangan 4 jam kerja setahun karena nyeri pinggang bawah, hanya kedua setelah infeksi saluran nafas atas. Peneliti lain mendapatkan bahwa semakin lama penderita meninggalkan pekerjaannya, makin besar ia akan kehilangan kemampuannya dan tidak akan pernah kembali kekerja yang produktif. McGills menemukan bahwa ketidak-hadiran selama satu tahun karena kelainan pinggang bawah mengurangi kemungkinan untuk kembali bekerja hingga hanya 25 persen, dan

setelah tidak hadir dua tahun biasanya tidak mungkin untuk bekerja kembali. Di Swedia 53 persen pekerja ringan dan 64 persen pekerja berat mengalami nyeri pinggang bawah. Bell dan Rothman menyimpulkan bahwa masalah klinis siatika adalah berhubungan dengan degenerasi diskus intervertebral. Siatika adalah penyakit yang yang umum dan berpengaruh ekonomi, baik terhadap perorangan maupun industri. Datanya menyatakan bahwa 4.8 persen pria dan 2.5 persen wanita diluar usia 35 tahun menderita siatika. Usia onset rata-rata pada serangan siatika pertama sekitar 37 tahun, sekitar 76 persen menderita nyeri pinggang bawah satu dekade sebelumnya. Perlu diingat bahwa prognosis untuk penderita dengan siatika berat unilateral akibat diskus intervertebral yang herniasi tidaklah jelek. Hakelius melaporkan bahwa 75 persen penderita membaik setelah 10 hingga 30 hari sejak onset gejala, dan hanya 19 persen memerlukan tindakan operasi. C. Anatomi dan Fisiologi Diskus Intervertebral 1. Perkembangan Diskus Intervertebral Untuk memahami latar belakang perubahan degeneratif pada diskus intervertebral dewasa, perlu untuk mengetahui perkembangannya pada tingkat embrionik dan pada saat bayi. Selama periode ini dapat dijumpai awal dari degenerasi. Perkembangan tulang belakang beserta deformitasnya sudah dipelajari terutama oleh Tondury (1947, 1955, 1968, 1970) dan rekannya Larcher (1947), Prader (1947) dan Ecklin (1960). Dalam seri seksi mikroskopik mereka dapat mendemonstrasikan involusi notokhord dan perkembangan yang berkesinambungan dari tulang belakang dan diskus intervertebral. Cikal bakal tulang belakang adalah aksis selular yang disebut notokhord. Ia tetap hanya sebagai aksis skeletal pada khordata. Notokhord berubah sangat dini menjadi kolumna vertebral kartilago atau tulang. Akhir minggu ketiga pasca ovulasi, embrio berupa piring berbentuk buah pir, dengan tiga lapisan germinal primer, yakni ektoderm, mesoderm dan endoderm yang sudah terbentuk. Digaris tengah piring embrionik, menuju ujung kaudal, streak primitif yang terutama dibentuk oleh sel-sel lapisan ektodermal bermigrasi keventral melalui streak dan menyebar kesetiap sisi membentuk mesoderm embrionik. Dari ujung kranial streak, menonjol kedepan diantara ektoderm dan endoderm, prosesus notokhordal, yakni struktur aksial yang akan menjadi sumbu terbentuknya tulang belakang. Embrio usia beberapa hari dengan panjang kepala-ekor 12 mm menampakkan tanda awal dari kolumna vertebral, mencakup diskus intervertebral dan ruas tulang belakang. Notokhord berjalan melalui pusat kolumna vertebral. Tekanan karena peningkatan pertumbuhan sel

tulang rawan memeras notokhord menjadi segmen sirkular kecil yang terletak pada diskus intervertebral. Segmen ini adalah asal dari nukleus pulposus (Tondury 1958). Diskus intervertebral disekeliling segmen khordal terdiri dari satu zona luar dan satu zona dalam. Fibril longitudinal tampak lebih awal pada zona luar yang akhirnya membentuk nukleus pulposus. Fibril berjalan didalam tulang rawan ruas tulang belakang dan kemudian berkembang membentuk serabut Sharpey pada zona transisional. Zona luar yang kaya akan fibril namun miskin akan sel, berlanjut kezona dalam gelatinosa parakhordal yang betul-betul tanpa struktur. Zona dalam parakhordal bersama segmen khordal yang terletak eksentris membentuk nukleus pulposus. Pusat penulangan ruas tulang belakang kearah diskus intervertebral membentuk bidang akhir tulang rawan. Karenanya penulangan pada batas terluar membentuk cincin tulang dari bidang akhir. Diskus intervertebral saat lahir terdiri dari semua struktur yang kelak menjadi penting dalam kehidupan dalam hal fungsi mekanik tulang belakang. Diskus intervertebral yang sedang tumbuh menerima catu vaskular untuk zona luar selama tahap embrionik dan bayi. Pembuluh mencapai annulus fibrosus melalui jaringan vaskular disekeliling kolumna tulang belakang dan foramina intervertebra. Lamella fibrosa ditembus pembuluh ini yang berasal dari jaring kapiler intralameller. Pembuluh ini tidak mencapai baik interior dari annulus fibrosus maupun nukleus pulposus (Tondury 1958). Bagian sentral diskus intervertebral menerima nutrisi melalui difusi. Bidang tulang rawan mempunyai vaskularisasi baik. Ada dua sistem pembuluh, satu horizontal perifer dan satu longitudinal sentral. Ruas tulang belakang dan diskus intervertebral mencapai akhir perkembangannya pada pemuda dewasa. Pertumbuhan ruas tulang belakang mengambil tempat pada zona proliferatif dari bidang epifiseal. Ini merupakan zona regenerasi, dan absorpsi pada permukaannya membentuk tulang "cancellous". Zona ini menghilang pada usia sekitar 20 tahun. Pusat osifikasi berkembang pada daerah cincin epifiseal kartilaginosa. Pada usia 12 tahun, pusat ini bersatu untuk membentuk cincin epifiseal osseus. Dari tingkat ini penggabungan mulai dari cincin epifiseal kebadan ruas tulang belakang. Cincin epifiseal osseus adalah penting pada diskus intervertebral karena serabut Sharpey melekat padanya. Annulus fibrosus dan nukleus pulposus bertambah ukuran dan isinya secara aposisi interstitial (Hirsch dan Schajowicz 1952). Berkas lamella padat pada lapisan periferal anulus membentuk jaringan yang berjalan dari satu ruas keruas tulang belakang lainnya. Jumlah dan kekuatan lamella berkurang kearah pusat diskus intervertebral. Nukleus pulposus yang tidak berstruktur mengisi daerah ini. Catu vaskular semua elemen pada diskus inter-vertebral sempurna

hingga usia dua tahun (Tonduri 1955), setelah itu terjadi regresi yang menyebabkan diskus intervertebral avaskular pada usia empat tahun. Pada manusia, pembuluh pada diskus intervertebral menghilang bila posisi berdiri dimulai, dan akan dipertahankan selama tahun pertama dan kedua kehidupan. Mungkin menghilangnya pembuluh berhubungan dengan peningkatan beban yang berkesinambungan. Pembuluh ruas tulang belakang sebagian berada pada sistem trabekular badan ruas tulang belakang dan terhindar dari beban dan kompresi aksial. Kontras dengan ini, pembuluh pada diskus intervertebral berada pada massa gelatinosa homogen yang secara fisik ekual dengan cairan, hingga pembuluh ini mengalami penekanan secara terus menerus oleh tekanan yang berasal dari diskus intervertebral yang mengikuti variasi postur tubuh. Konsekuensinya adalah terjadinya gangguan metabolisme. Penurunan nutritif pada diskus intervertebral dengan sendirinya berakibat pada baik kualitas maupun kuantitas jaringan ikat pada diskus intervertebral. Penambahan oleh aposisi interstitial pada ukuran dan isi nukleus pulposus dan anulus fibrosus tidak berjalan paralel dengan pertumbuhan badan ruas tulang belakang. Hubungan ukuran antara badan ruas tulang belakang dan diskus intervertebral karenanya menjadi disproporsionat. Saat lahir kedua struktur hampir sama tinggi, namun pada akhir periode pertumbuhan tinggi diskus intervertebral hanya 1/3 hingga 1/5 tinggi ruas tulang belakang berdekatan. Dalam hal kualitas diskus intervertebral, perubahan yang tampak pada orang muda menunjukkan "degenerasi bergantung usia" yang dini. Disini terjadi penurunan yang cepat pada kandungan air, dan karenanya terjadi perubahan konsistensi dan warna jaringan diskus pada tahun-tahun pertama kehidupan. Perubahan ini jelas pada pemeriksaan visual sederhana terhadap spesimen. Pada neonatus dan bayi kecil, permukaan terpotong adalah berkilat dan menyerupai gelatin. Ini memberikan kesan sebagai substansi cairan. Jaringan semi cair sentral ini dapat dengan mudah dibuang pada anak usia dua tahun, sedangkan pada dewasa tidak mungkin. Setelah akhir pertumbuhan, diskus intervertebral menunjukkan perubahan penampilan dikarenakan perubahan regresif. Dengan pertambahan usia, area sentral nukleus kehilangan penampilan homogen dan gelatinnya, karakternya menjadi relatif kering dan fibriler. Bila segmen bergerak menjadi immobil karena spur spondilotik, pembuluh darah dapat masuk kediskus intervertebral sebagai bagian dari reaksi jaringan ikat. Goldie (1957) dan Hassler (1969) menemukan invasi jaringan granulasi dengan pembuluh darah pada diskus intervertebral yang berdegenerasi. Diskus intervertebral karenanya menunjukkan banyak perubahan selama periode pra serta pasca natal. Tahap tertentu pada perkembangan diskus intervertebral

dari bayi hingga usia tua ditandai dengan kemungkinan yang lebih besar terhadap suatu perubahan degeneratif tidak hanya pada nukleus pulposus tapi juga pada anulus, yang mungkin tampil sebagai sindroma diskus inter-vertebral. 2. Anatomi Tulang Belakang Kelainan diskus intervertebral tidak hanya menyerang diskus intervertebral saja. Struktur berdekatan juga dikenai. Bila memikirkan bagian dari sindroma ini, jalur yang mungkin berperan pada patogenesanya harus dijelaskan. Unit fungsional dari tulang belakang adalah segmen bergerak (Schmorl dan Junghans 1968). Sendi utama yang dibentuk oleh diskus intervertebral terdiri dari nukleus pulposus, anulus fibrosus dan dataran tulang rawan yang pada berkembangan lebih lanjut menjadi lebih berintegrasi dengan ruas tulang belakang. Segmen bergerak dibentuk oleh setengah ruas tulang belakang diatas dan setengah ruas tulang belakang dibawahnya. Karenanya termasuk ligamen longitudinal anterior dan posterior, ligamen flavum, sendi ruas tulang belakang, ligamen flavum yang kelateral membentuk kapsul untuk sendi ruas tulang belakang, kanal tulang belakang dan prosesus spinosus serta transversus berikut ligamennya. Tulang belakang manusia terdiri dari 24 segmen bergerak. Paling atas antara oksiput dan atlas, dan sendi segmen bergerak antara atlas dan aksis tidak mempunyai diskus intervertebral. Diskus intervertebral dinamai pada saat ini dalam dua cara berbeda. Paling umum menggunakan sistem yang berhubungan dengan ruas tulang belakang tetangganya. Misalnya C5-6 adalah diskus intervertebral antara ruas tulang belakang servikal kelima dan enam. Sistem lainnya, menjadi lebih umum digunakan, adalah penamaan diskus intervertebral berdasar nama ruas tulang belakang diatasnya. Misalnya diskus intervertebral diantara ruas tulang belakang servikal kelima dan keenam juga dikenal sebagai diskus intervertebral servikal kelima. Sebagai aturan, ada lima buah diskus intervertebral servikal, 11 torakal dan empat lumbar. Diskus intervertebral pada hubungan servikal-torak dinamakan diskus intervertebral C7-T1 atau diskus intervertebral C7. Diskus intervertebral pada hubungan torakolumbar dinamakan T12-L1 atau diskus intervertebral torak ke 12. Karenanya ada 23 diskus intervertebral. Pada beberapa keadaan dimana ditemukan ruas tulang belakang lumbar tambahan , diskus intervertebral mungkin disebut diskus intervertebral L5-6 atau L6-S1. Diskus inter-vertebral membentuk 1/4 tinggi dari tulang belakang dewasa. Diskus intervertebral berubah tingginya yaitu semakin tinggi pada arah superior keinferior. Pada dataran sagital berbentuk trapezoid dan mengatur kurva fisiologik masing-masing bagian. Berlawanan dengan

kifosis torak, yang ditentukan oleh konfigurasi ruas tulang belakang, konveksitas lordosis servikal dan lumbar adalah akibat penambahan tinggi bagian anterior diskus intervertebral. Walau sepatutnya bagian dari diskus intervertebral, dataran tulang rawan nyatanya merupakan bagian badan tulang belakang. Ia mengandung tulang rawan hialin, dan saat pertumbuhan berakhir ia mencapai cincin ruas tulang belakang. Menurut Schmorl (1932), dataran tulang rawan bersatu dengan dataran akhir ruas tulang belakang melalui lapisan kalsium melalui mana porus-porus kecil menembus untuk nutrisi diskus intervertebral. Interior ruas tulang belakang mempertahankan hubungannya dengan dataran tulang rawan melalui lamina kribrosa, permukaan ruas tulang belakang yang seperti saringan. Difusi berbagai substansi terjadi melalui lapisan ini. Anulus fibrosus mengandung serabut serupa sekrup yang bercampur satu sama lain yang berjalan dari satu ruas tulang belakang ke ruas tulang belakang lainnya. Diperifer ada serabut Sharpey yang menembus dan melekat pada cincin ruas tulang belakang. Lamela fibrosa lebih banyak dan lebih kuat di anterior dan lateral dibanding di posterior dimana mereka lebih jarang dan lebih tipis. Lebih kedepan, anulus berhubungan secara mulus dengan nukleus pulposus. Sisa dari notokhord terletak lebih kebelakang. Pada usia awal, nukleus pulposus mengandung sel khordal dan untaian yang tersusun berbentuk jaring yang tampak berasal dari sel khordal (retinakulum khordal). Jaringan ini berisi substansi dengan dasar gelatin (Schmorl dan Junghanns 1968) yang akan menjadi nukleus pulposus. Substansi nukleus pulposus pada usia selanjutnya dipisahkan ruangan yang kedalamnya dapat dimasukkan satu hingga dua cm3 cairan melalui suntikan. Pada orang muda dimana jaringan diskus intervertebral lebih homogen, biasanya kurang dari satu cm3 yang dapat disuntikkan. Bila memotong diskus intervertebral secara transversal maka substansi sentral yang melekat erat pada ruas tulang belakang akan menonjol keluar. Ini menunjukkan bahwa diskus intervertebral akibat dari tekanannya sendiri, yaitu dari anulus fibrosus dan nukleus pulposus, akan berusaha mendapatkan bentuk bola. Ligamentum longitudinal anterior berjalan secara luas sepanjang permukaan anterior badan ruas tulang belakang dan diskus intervertebral. Ini dapat dengan mudah diangkat dari diskus intervertebral. Sebaliknya, ligamentum longitudinal posterior tak begitu mudah dipisahkan dari diskus intervertebral karena eratnya perlekatannya. Disini aspek superiornya lebih lebar dari inferior, dan diregio tulang belakang lumbar menyempit menjadi pita tipis. Pada diskus intervertebral (Stahl 1977), berbeda dengan penjelasan pada beberapa buku anatomi, ligamen longitudinal posterior tidak menutupi diskus inter-vertebral secara

menyeluruh namun menyisakan aspek dorsolateral terbuka, dimana prolaps dan protrusi diskus intervertebral terjadi. Bagian lateral ligamen membentuk pita yang berjalan oblik menyilang diskus intervertebral dalam arah kedistal dan akhirnya berakhir pada dasar pedikel. Bila pita ini mengalami regangan, seperti terjadi pada protrusi diskus intervertebral, dapat timbul nyeri yang berasal dari periosteum. Ligamentum flavum merupakan struktur penting pada bedah diskus intervertebral. Ligamen ini menutupi aspek posterior kanal spinal dan kelateral membentuk kapsul dari persendian ruas tulang belakang. Menjembatani foramina interarkuata, ia berjalan dari setengah anterior dan distal lamina diatasnya dan melekat pada sisi superior lamina dibawahnya. Perhatian besar telah lama dipusatkan pada ketebalan ligamentum flavum. Persangkaan hipertrofi dalam berbagai tingkat dianggap bertanggung jawab atas keluhan pinggang bila pada saat operasi didapatkan kondisi lainnya dalam keadaan normal. Ligamentum flavum menjadi lebih tebal sebelah distal dari kolum servikal. Ligamentum flavum dan ligamentum interspinosum menstabilkan bagian posterior segmen bergerak pada kurva anterior pada kifosis total dan pada posisi berdiri. Vena vertebral dapat menyebabkan sindroma diskus inter-vertebral dan juga suatu perburukan bila terjadi penyempitan kanal spinal oleh protrusi diskus intervertebral atau tulang. Vena vertebral, yang tak mempunyai katup, membentuk sistem anastomotik dari tengkorak mencapai sakrum. Pengisian vena ini tergantung posisi tubuh. Pada posisi duduk dan terlentang vena ini terisi penuh. Pada pengukuran intraoperatif didemonstrasikan bahwa derajat pengisian pada vena epidural lumbar berhubungan dengan tekanan vena sentral (Ghazwinian dan Kramer 1974). Pada posisi 'a la vache', bila tiada tekanan pada abdomen dan abdomen tergantung bebas, pengisian vena dan tekanan vena sentral berada pada keadaan paling rendah. Pada operasi dengan posisi ini untuk prolaps diskus intervertebral lumbar, vena epidural akan kolaps dan sulit untuk terisi darah. Karenanya hanya sedikit perdarahan saat operasi dan koagulasi elektrik jarang diperlukan. Clemens (1970) mendemonstrasikan pentingnya sistem vena vertebral lokal yang memiliki hubungan melalui beberapa emissaria dengan vena inferior tengkorak. Vena vertebral juga mempunyai hubungan dengan vena cava superior dan inferior. Bersama vena azigos, terdapat sirkulasi kolateral lokal yang segera bereaksi pada semua peninggian tekanan pada dada, perut dan tengkorak, yaitu melalui batuk, bersin dan peninggian tekanan abdominal. Ini menjelaskan peningkatan rasa tidak enak daerah lumbar saat kegiatan tersebut. 3. Anatomi Tulang Belakang Lumbar

a. Diskus Intervertebral Lumbar Tulang belakang lumbar mempunyai lima ruas tulang belakang. Diskus intervertebral torakolumbar atau diskus intervertebral T12 dianggap milik tulang belakang lumbar. Diskus intervertebral bertambah ukurannya dari bagian superior keinferior. Kekecualian pada diskus intervertebral lumbosakral yang sekitar sepertiga lebih pendek dari diskus intervertebral didekatnya. Tampilan cembung diskus intervertebral nyata pada daerah lumbar. Diskus intervertebral lebih tinggi dianterior dibanding posterior dimanaberhubungan dengan derajat dari lordosis lumbar. Ini paling jelas pada daerah lumbosakral. Tampak lateral, diskus intervertebral ini mempunyai bentuk trapezoid. b. Foramina Intervertebral Posisi foramina intervertebral dalam hubungannya dengan diskus intervertebral tulang belakang lumbar adalah paling penting dalam mengamati radik-radik saraf spinal. Foramina intervertebral terletak sama tinggi dengan diskus intervertebral. Ganglia spinal dan radik anterior terletak lebih keanterior dibanding daerah toraks dan mereka hampir bersentuhan dengan diskus intervertebral. Tepi tulang dari foramina intervertebral, yakni pada bagian superior dari tulang belakang lumbar, dibentuk oleh bagian posterolateral ruas-ruas tulang belakang yang kadang-kadang menebal kebawah pada bagian superior foramina intervertebral dimana radik saraf lewat. Diameter radik saraf bertambah dari bagian superior keinferior dengan maksimum pada L5. Hubungan diameter dari L1 hingga L5 adalah 1:5 (Tondury 1970). Foramina intervertebral terbatas kearah posterior oleh faset sendi. Rongga sendi L1-L4 berarah pada dataran sagital. Pada daerah lumbosakral serupa dengan tulang belakang toraks dan karenanya berarah pada dataran frontal. Foramina intervertebral daerah lumbosakral sangat kecil. Tentu saja variasi tidak hanya dalam ukuran lubang, namun juga antara kedua sisi. Foramina intervertebral dapat menjadi sempit karena perubahan posisi dari sendi tulang belakang. Susunan anatomi menyebabkan posisi anatomi dan fisiologi radik saraf penuh risiko, karena oleh perubahan diskus inter-vertebral atau dislokasi ruas tulang belakang, radik saraf dengan mudah menjadi tertekan. Ukuran kanal tulang belakang lumbar baik pada dataran frontal maupun sagital serta bentuk dari kanal, menampakkan beberapa segi sebagai penyebab nyeri lumbar. Pada penyempitan kanal lumbar, sedikit perubahan aspek posterior diskus intervertebral dapat menyebabkan rasa tidak enak. c. Variasi Ruas Tulang Belakang Lumbar Terdapat anggapan yang berlebihan bahwa deformitas dan anomali kongenital adalah penting sebagai penyebab

nyeri lumbar. Variasi jumlah ruas tulang belakang mempunyai beberapa kepentingan praktis. Bila terdapat empat ruas tulang belakang bebas, dikatakan sebagai sakralisasi, dan bila terdapat enam ruas tulang belakang dikatakan sebagai lumbarisasi. Sakralisasi dan lumbarisasi hanya dapat ditentukan dengan penghitungan yang teliti terhadap ruas tulang belakang toraks, dan berakibat istilah ruas tulang belakang transisional jarang digunakan. Sudah diketahui bahwa secara praktis menghitung ruas tulang belakang dimulai dari L1, ruas tulang belakang pertama yang tidak mempunyai tulang rusuk, dan sebelumnya dianjurkan untuk menghitung dari bawah keatas. Dalam keadaan enam ruas tulang belakang bebas, prolaps diskus intervertebral antara L5-L6 menyebabkan sindroma S1. Prolaps antara ruas tulang belakang lumbar empat dan sakrum pada keadaan dimana hanya terdapat empat ruas tulang belakang bebas akan menyebabkan sindroma L5. Ruas tulang belakang transisional memiliki keistimewaan dimana ruas tulang belakang lumbosakral mungkin mempunyai prosesus transversus bebas atau mungkin mempunyai kontak yang erat dengan sakrum dengan tampilan serupa sendi. Diskus inter-vertebral dapat menampakkan semua jenis kemungkinan perubahan transisional. Sepanjang ruas tulang belakang transisional setangkup dan serasi baik dengan sekitarnya, tidak akan menimbulkan gejala. Sekali terdapat ketidaksetangkupan, misalnya satu prosesus transversus bebas dan lainnya berhubungan dengan sakrum, akan terjadi perubahan biomekanik tulang belakang. Bila kedua prosesus transversus berasimilasi dengan sakrum, tekukan ruas tulang belakang transisional terjadi bila satu prosesus lebih pendek dari lainnya, dan akibatnya mungkin terjadi skoliosis lumbar. Pada keadaan ini, diskus intervertebral superior berdekatan akan terserang ketidaksetangkupan (Rettig 1959). d. Topografi Radik Saraf serta Diskus Intervertebral dalam hubungannya dengan Kanal Spinal Lumbar Kebanyakan sindroma radik saraf lumbar timbul dari segmen terbawah akibat keadaan biomekanik dan kontak erat radik saraf terhadap diskus intervertebral. Pada tulang belakang lumbar sering terjadi penyempitan kanal tulang belakang baik oleh protrusi maupun prolaps diskus intervertebral. Kanal tulang belakang dibatasi sebelah depannya oleh badan ruas tulang belakang dan diskus intervertebral, dan keposterior oleh ligamentum flavum dan arkus ruas tulang belakang. Kearah lateral adalah rongga arkus dan foramina intervertebral. Kanal berbentuk silinder yang berubah sesuai pergerakan batang tubuh. Isi kanal tulang belakang lumbar adalah kantung dural, radik-radik saraf, serta jaringan epidural yang berisi vena-vena dan lemak yang mengelilingi radik-radik saraf hingga pada pergerakan yang ekstrim dari tulang belakang lumbar, radik-radik saraf tidak

begitu terganggu oleh jaringan keras. Perbedaan ketinggian letak segmen cord tulang belakang dengan segmen tulang belakangnya yang bersangkutan paling jelas pada daerah lumbar. Cord tulang belakang kebawah hanya mencapai ruas tulang belakang lumbar pertama atau kedua, dan saraf-saraf spinal berjalan lebih kedistal dan keluar melalui foramina inter-vertebral yang bersangkutan setelah melalui perjalanan yang jauh dalam rongga subarakhnoid. Saraf-saraf terletak lebih kelateral hingga pada pungsi lumbar medial, mielografi, dan pungsi diskus intervertebral transdural akan terhindar dari cedera. Kauda ekuina adalah saraf-saraf spinal distal yang bersamaan dengan fillum terminale, adalah struktur akhir dari cord tulang belakang yang meluas ke ruas tulang belakang lumbar kedua. Arah dari radik-radik saraf setelah meninggalkan kantung dural adalah menuju tingkat segmen yang bersangkutan, dan semakin jauh radik-radik berjalan kedistal semakin menyudut saat keluar dari kantung dural. Karena hubungan topografik yang khas dari radikradik saraf terhadap diskus intervertebral ini, maka gangguan pada radik saraf lumbar keempat terjadi pada tingkat diskus intervertebral antara L3-L4. Radik lumbar kelima biasa tertekan pada protrusi diskus intervertebral antara ruas tulang belakang lumbar keempat dan kelima. Radik sakral pertama terganggu oleh prostrusi diskus intervertebral antara ruas tulang belakang lumbar kelima dan segmen sakral pertama. Radik lumbar keempat mungkin terganggu oleh prolaps lateral dan besar pada daerah intraforaminal atau oleh pertumbuhan berlebihan faset inferior ruas tulang belakang lumbar keempat. Hal serupa, radik lumbar kelima mungkin terganggu oleh protrusi atau ruptur diskus intervertebral intraforaminal, atau oleh spurring yang mengikuti pada daerah intraforaminal (Gill 1976). D. Struktur Mikroskopik dan Biokimia Diskus Intervertebral Selain sisa khordal, diskus intervertebral juga berisi komponen jaringan yang terdapat pada jaringan ikat struktur lainnya. Komponen-komponen jaringan antara ruas tulang belakang dengan baik dapat dijelaskan dalam hubungannya atas keperluan mekanik dan sesungguhnya diskus intervertebral mungkin diingat sebagai organ jaringan ikat. Secara histologi dan biokimia, elemen utama jaringan ikat berbeda sesuai lokasinya. Anulus fibrosus dibentuk oleh serabut, nukleus pulposus oleh substansi dasar, dan pelat tulang rawan oleh tulang rawan hialin. Jaringan-jaringan ini berasal dari sel jaringan ikat yang membentuk 20% hingga 30% dari jaringan. Mereka adalah fibroblas, sel sel tulang rawan dan kadang kadang sel sel notokhordal pada diskus intervertebral.

Sel-sel jaringan ikat membentuk substansi dasar dan serabut-serabut ekstra dan intra selular. Untuk membentuk makromolekul ekstraselular, sel-sel menggunakan substrat molekul rendah, seperti asam amino, garam, glukosa dan air. Kandungan air antara 80% dan 85% pada diskus intervertebral orang muda. Kandungan air nukleus pulposus lebih besar dibanding pada anulus fibrosus. Air tidak dalam keadaan bebas, namun merupakan bagian dari makromolekul. Karenanya dapat kembali dari bentuk ikatan kemakromolekul terion yang bebas, serta dapat dipindahkan kecairan interstitial dengan menggantinya dengan kelompok hidrofilik dari substansi tertentu. Selain cairan interstitial, terdapat mineral, enzim, matriks organik dan sedikit lemak pada jaringan diskus intervertebral. Dalam keadaan normal mineral tidak tampak secara bebas pada diskus intervertebral. Kristal kalsium fosfat tak tampak hingga usia dewasa. McCarty (1964) mendapatkan kalsium pirofosfat pada diskus intervertebral manusia. Ion anorganik, sodium, potasium dan kalsium, masing-masing terikat secara struktural atau dalam larutan pada cairan ekstraselular. Kalsium terikat pada asam mukopolisakharida dari matriks dan dapat tertimbun disini 35 kali lebih banyak dari jaringan lain (Dulce 1969). Dengan kata lain terdapat pengaktifan kalsium pada jaringan diskus intervertebral. Mineralisasi berjalan paralel dengan peningkatan fosfor dan dengan pemisahan kristal secara lambat. Kandungan potasium yang tinggi pada tulang rawan adalah karena banyaknya sel. Sodium dapat terikat pada matriks; semua ion lain ditemukan pada cairan interstitial. Substansi dasar adalah bagian dari matriks. Penambahan isinya adalah dari arah tepi ke nukleus pulposus. Substansi dasar terdiri dari glukoprotein dan polisakharida molekul besar. Gluko-protein terdiri dari protein dan hidrat arang. Mereka bersifat seperti mukoprotein dengan kemampuannya yang jelas dalam mengikat air, serta kekentalannya yang tinggi. Mukopolisakharida asam, seperti halnya asam hialuronik, sulfat khondroitin, sulfat keratin dan heparin adalah bagian dari polisakharida molekul besar. Mukopolisakharida membentuk sistem kisi-kisi tiga dimensi yang akan menentukan viskositas substansi dasar. Karena memiliki hidro-dinamik yang jelas, makromolekul mengikat sebagian besar cairan pada diskus intervertebral. Mukopolisakharida bertanggung-jawab untuk pembengkakan, elastisitas dan viskositas substansi dasar. Mukopolisakharida dan makromolekul disintesa baik intra maupun ekstraseluler. Proteoglikan dan komponen lain mukopolisakharida asam dibentuk intraseluler sebagai produk intermediet metabolisme glukosa. Sel-sel tulang rawan paling bertanggung-jawab atas metabolisme diskus intervertebral. Dengan kemampuan metabolismenya mereka membentuk matriks organik yang mengandung kolagen dan kompleks mukopolisakharidaprotein. Ia mengalami depolimerisasi oleh protease asam

sitoplasmik yang bergantung pada vitamin A, yang dibentuk oleh sel-sel tulang rawan. Proses ini dapat dihambat oleh kortison (Dingle 1969). Sintesa makromolekul intradiskal bukan kejadian tunggal, namun merupakan proses yang bersinambung. Akibat keterbatasan waktu hidupnya, struktur ekstraselulernya terus diperbaharui. Adalah seimbang antara depolimerisasi dan sintesa makromolekul pada keadaan normal. Karenanya mukopolisakharida menunjukkan tingkat perubahan yang tinggi. Waktu paruh sulfat khondroitin adalah 7-16 hari, asam hialuronik 2-4 hari (Schiller 1956, Bostrom 1958, Kaplan dan Meyer 1959, Davidson dan Small 1963). Metabolisme yang bersinambung diperlukan diskus intervertebral untuk mempertahankan sintesa dan depolimerisasi komponen ekstra-seluler. Nutrisi sel yang tidak sempurna berakibat rendahnya kualitas dan kuantitas makromolekul. Kandungan kolagen matriks merupakan sekitar 44-51 % berat kering diskus intervertebral. Fibril proteokolagen mengandung asam amino glisin (30 %), prolin (12 %) dan hidroksiprolin (12-14 %). Mereka memiliki struktur makromolekul yang berdeferensiasi tinggi. Fibril kolagen tampak pada diskus intervertebral sebagai bentuk kumparan. Dengan pemeriksaan mikroskop cahaya dan elektron tampak bahwa struktur fibriler lebih padat pada daerah perifer diskus intervertebral (Dahmen 1966, Takeda 1975, Buckwalter 1976). Daerah perbatasan diskus intervertebral manusia mempunyai kumparan serabut yang tersusun padat. Zona sebelah pinggir diskus intervertebral memiliki berkas serabut yang tersusun padat. Diantaranya terdapat pitapita hingga memberikan gambaran seperti jala. Serabutserabut tersusun dalam berkas yang sangat atau kurang paralel. Mereka tersusun padat dan teratur membentuk gambaran seperti bawang. Sel pembentuk fibril terletak dalam bentuk bikonveks diantara serabut kolagen yang diikat bersama oleh mukopolisakarida. Dengan interloking molekul, strukturnya dibangun stabil secara mekanik oleh jaringan serabut kolagen tiga dimensi. Sistem tersebut akan menghalangi difusi molekul. Sawar permeabilitas yang terbentuk dapat mengontrol transport substansi ekstraseluler. Dari tes difusi dengan zat warna dengan berbagai ukuran molekul diperlihatkan bahwa hanya molekul dengan berat kurang dari 400 saja yang dapat melalui sawar diskus (Kramer 1973). Sawar tersebut karenanya merupakan membran permeabel yang selektif. Fase awal pembentukan serabut kolagen terjadi intraseluler. Jaringan diskus intervertebral membentuk tropokolagen, pendahulu kolagen (Steven 1969). Sekali meninggalkan sel, tropokolagen akan mengalami transformasi menjadi kolagen tak larut melalui proses polimerisasi ekstraseluler (Eyring 1969). Seperti mukopolisakarida, makromolekul kolagen secara sinambung mengalami proses sintetisasi dan depolimerisasi. Waktu paruh kolagen adalah 30-60 hari (Buddecke 1970). Pada orang tua perubahan berlangsung lebih lambat. De-

polimerisasi kolagen dipacu oleh kolagenase. Sel jaringan diskus intervertebral mengandung lisosom yang membentuk enzim (Pearson 1972). Kerjanya sebagai katalis pada metabolisme jaringan. Mereka tak hanya berperan pada depolimeri-sasi namun juga pada sintetisasi. Sebaliknya dari yang dianggap sebelumnya, metabolisme pada diskus-diskus intervertebral secara keseluruhan adalah proses yang cepat dengan adanya aktifitas enzim serta waktu paruh yang pendek. Perubahan dapat terjadi atas pengaruh atas metabolisme oleh faktor mekanik dan biokimia. Perubahan biokimia dan patofisiologi yang mendasarinya mendahului perubahan morfologik makro. E. Biomekanik Tulang Belakang 1. Diskus Intervertebral sebagai Sistem Osmotik. Interior dari diskus intervertebral, piring kartilago, anulus fibrosus, struktur para vertebral, dan juga cancellous bone ruas tulang belakang, semua berperan dalam sistem osmotik. Jaringan pinggir diskus intervertebral berperan sebagai membran semi-permeabel. Akibatnya permeabilitas berbeda pada daerah yang berbeda. Maroudas (1975) dan Urban (1976) membuktikan bahwa glukosa lebih mungkin menembus end-plates dan sulfat pada anulus fibrosus. Dengan interloking molekul, permukaan anulus fibrosus dan end-plates terselaputi jaringan serabut submikroskopik tiga dimensi yang hanya memungkinkan dilalui substansi molekul rendah dan hasil metabolik dapat lewat. Piring kartilago dan anulus fibrosus membentuk sawar permeabilitas yang memisahkan dua kompartemen jaringan, interior dari diskus intervertebral dan jaringan para vetebral termasuk cancellous bone ruas tulang belakang. Kompartemen-kompartemen ini berbeda tekanan hidrostatiknya. Pada jaringan para vertebral dan juga pada jaringan trabekular internal ruas tulang belakang, tekanan hanya beberapa mmHg. Sebaliknya, diskus intervertebral adalah subjek dari tekanan yang berkaitan dengan postur tubuh dan berat badan. Beban dapat mencapai lebih dari 1.000 kp. Cairan harus diangkut melawan tekanan didalam diskus intervertebral, selain itu ia akan mengering dalam waktu singkat. Absorpsi cairan hanya didapat dengan osmosis. Artinya tekanan absorptif yang memungkinkan air dan larutan lainnya untuk masuk kejaringan intradiskal melalui membran semipermeabel. Osmosis dipertahankan melawan tekanan beban sepanjang ia berada dalam keseimbangan dengan tekanan osmotik. Ini dipertahankan oleh mukopolisakarida intradiskal yang memiliki absorbabilitas air yang tinggi dan yang tidak hanya dapat menahan cairan namun juga mengabsorpsinya melawan keadaan tekanan pada diskus intervertebral. Tekanan osmotik koloid adalah tekanan osmotik yang dipertahankan oleh larutan molekul tinggi. Sebagai

tambahan, tekanan hidrostatik dari diskus intervertebral sendiri. Dengan kata lain, tekanan ini memungkinkan pembesaran merata dengan pengambilan air dengan cara melawan tekanan balik. Derajat pembesaran diskus intervertebral dapat dinilai secara percobaan. Diskus intervertebral yang ditekan, membesar ketika tekanan dihilangkan. Tingkat dan kekuatan yang memungkinkan terjadinya perluasan, ditentukan oleh elastisitas dan absorbabilitas diskus intervertebral. Pada orang muda diskus intervertebral meluas lebih cepat dan lebih kuat dibanding orang tua. Tekanan osmotik koloid dan tekanan hidro-statik bersama membentuk tekanan onkotik. Berbeda dengan jaringan disekitarnya, diskus intervertebral mempunyai tekanan hidrostatik dan onkotik yang tinggi. Mereka berlawanan satu sama lain dengan mempengaruhi, secara bertolak belakang, absorpsi dan transudasi cairan. Berdasar perbedaan konsentrasi dan tekanan pada daerah tepi diskus, terdapat keadaan berikut: Tekanan hidrostatik ekstradiskal + Tekanan onkotik intradiskal ?-------------? Tek. hidrostatik intradiskal + Tekanan onkotik ekstradiskal

Terdapat efek berlawanan lain pada tekanan jaringan diluar diskus intervertebral, dan tenaga absorptif sepihak adalah berlawanan terhadap tekanan jaringan didalam diskus intervertebral dan tenaga absorptif jaringan sekitar diskus intervertebral. Yang manapun lebih utama, keseimbangan cairan menjadi terganggu. Perubahan yang sinambung pada tekanan hidrostatik dan onkotik adalah paling penting dalam nutrisi jaringan diskus intervertebral dan untuk fungsi segmen bergerak. Tekanan osmotik didalam diskus intervertebral berubah oleh faktor biomekanik dan biokimia. Terdapat perubahan biomekanik temporer pada sistem intradiskal sekunder terhadap peninggian atau penurunan tekanan hidrostatik. Tekanan yang timbul pada pembebanan diskus inter-vertebral disebut tekanan intradiskal. Ia beragam tergantung perubahan postur tubuh. Hubungan ini lebih jelas pada diskus intervertebral dari-pada semua jaringan lain, dan lebih jauh lagi tidak ada jaringan lain yang mempunyai tekanan setinggi diskus intervertebral. Nachemson (1966) mendemonstrasikan hubungan antara postur tubuh dan tekanan intradiskal dengan pencatatan intravital. Tekanan didapat pada pembebanan diskus intervertebral lumbar bawah dimana pada posisi berbaring 15-25 kp, duduk 150 kp, berdiri tegak 100 kp. Peninggian beberapa ratus kp. didapat bila membungkuk

kedepan, mengangkat dan memanggul. Penelitian memakai teknik pewarna dan penggunaan substansi radioaktif, memperlihatkan bahwa pada 80 kp terjadi ekstravasasi cairan, sedang dibawah 80 kp terjadi absorpsi. Transport cairan terbalik terjadi antara 70-80 kp. Arah transport cairan pada dinding diskus intervertebral sebanding dengan perubahan tekanan bila tekanan onkotik konstan. Dengan kata lain, bila beban berat seperti duduk, mengangkat dan memanggul, ekstravasasi dipercepat, sedang pada traksi dengan tekanan diskus intervertebral negatif, absorpsi yang dipercepat. Pada keadaan fisiologik, suatu perubahan transport cairan berhubungan dengan tekanan yang terjadi pada perbatasan yang ditentukan oleh absorpsi cairan dimana dilusi solusi makromolekul terjadi. Absorbabilitas diskus intervertebral akan berkurang. Sebaliknya, pembalikan terjadi dimana diskus intervertebral hanya dapat ditekan sampai derajat tertentu saja setelah pembebanan. Sekunder terhadapnya, pengeluaran air menyebabkan konsentrasi solusi molekul makro bertambah dan akibatnya absorbabilitas bertambah. Beban tak setangkup pada diskus intervertebral menyebabkan gangguan transport cairan intradiskal. Air dan larutan menjadi keluar dari zona dengan beban lebih besar ke yang lebih kecil. Pada pengukuran tekanan intradiskal didapat bahwa semua gerakan menekuk pada tubuh berakibat perubahan beban total. Pergerakan badan menyebabkan transport cairan antara diskus intervertebral dan eksteriornya seperti halnya didalam diskus intervertebral sendiri. Transport cairan yang bergantung beban pada diskus intervertebral manusia dapat dibandingkan dengan pompa, yang fungsinya mengangkut air dan metabolit ke dan dari tepi diskus intervertebral. Jadi nutrisi sel diskus intervertebral lebih baik serta pembuangan metabolit dipermudah. Semua perubahan posisi tulang belakang berkaitan dengan perubahan tekanan intradiskal dan berakibat percepatan maupun perlambatan transport cairan, dengan atau tanpa perubahan arah. Perubahan reguler antara posisi horizontal dan vertikal memperbaiki transport cairan dan larutan. Mempertahankan keadaan pada satu posisi berakibat berhentinya transport cairan yang bergantung beban, dan karenanya merugikan metabolisme diskus intervertebral. Ini terutama jelas pada postur tubuh dengan tekanan intra diskal yang dipertahankan secara terus-menerus pada tingkat tekanan yanyang tinggi.

2. Biomekanik Tulang Belakang Lumbar a. Beban dari Diskus Intervertebral Lumbar

Ada beberapa faktor biomekanik yang khas untuk tulang belakang lumbar yang membuatnya lebih terancam dan karenanya lebih mudah terkena kelainan diskus intervertebral. Posisi tegak berakibat bagian yang lebih rendah pada tulang belakang menerima beban berat. Pada daerah ini berat badan disalurkan pada area kecil sekitar beberapa sentimeter. Beban ini akan meningkat bila badan ditekuk menjauhi garis tengah. Tahun 1964 Nachemson serta Morris melakukan pengukuran tekanan intradiskal pertama dan penelitian ini dilakukan in vivo pada diskus intervertebral lumbar ketiga, pada manusia dengan postur tubuh yang berbeda. Caranya dengan memasukkan jarum kerongga intradiskal. Jarum diselaputi oleh membran poli-etilen sensitif tekanan. Pencatatan dilakukan dengan manometer. Pada posisi terlentang , tekanan pada diskus intervertebral lumbar sebelah bawah adalah 15 kp. Berbaring miring dengan sedikit tertekuk kebelakang menyebabkan peninggian tekanan lebih dari dua kali. Tekanan meninggi hingga lebih dari 100 kp. saat berdiri, serta pada tekukan kedepan meningkat hingga 140 kp. Tekukan kedepan dengan beban 20 kp. pada lengan menyebabkan peninggian tekanan hingga 200 kp. Duduk dengan punggung tegak menyebabkan tekanan lebih tinggi 140 kp. bila dibanding saat berdiri. Peningkatan selanjutnya terjadi bila tubuh ditekuk kedepan dan terutama bila secara bersamaan diberi beban. Tekanan pada permukaan diskus intervertebral adalah 10 hingga 60 kp/cm2. Okushima (1970) memperbaiki pencatatan pengukuran yang telah dilakukan Nachemson dan Morris (1964). Penelitian lebih lanjut atas tekanan diskus intervertebral dilakukan dengan menghubungkannya dengan penelitian miografi-elektro (Nachemson dan Morris 1964, Nachemson 1965, 1966, 1969, 1974, 1976, Anderson 1974, 1976). Batuk, tertawa, dan peninggian tekanan intraabdominal berakibat peninggian tekanan diskus intervertebral lumbar sekitar 50 kp. Tekanan akan menurun dengan mendudukkan pasien bersandar kebelakang. Duduk santai, tekanan menurun hingga 80 kp. (Nachemson 1984). Kerja otot dan beban pada diskus intervertebral bertambah bila mengangkat dan menarik, yang berhubungan dengan jarak antara beban dan aksis badan. Hasil percobaan ini sesuai dengan perhitungan matematik yang sebelumnya diperkenalkan Matthiass (1956). Menurut Schulter (1965), tekanan dan regangan terbesar ditemukan pada pusat diskus inter-vertebral. Karenanya tenaga robek terbesar terpusat didaerah ini. Mengingat tekanan yang besar, yang berlaku pada diskus intervertebral manusia dalam waktu yang lama, tak mengherankan bahwa perubahan degeneratif berkembang pada jaringan dengan nutrisi yang buruk. Sudah dipastikan bahwa tekanan tinggi penting dalam perkembangan dini degenerasi diskus intervertebral. Rosemeyer (1977) mendemonstrasikan terutama bahwa

diskus intervertebral lombosakral adalah penanggung regangan yang besar. Dalam berbagai posisi tubuh, sebagai pusat dari tahanan yang lemah, daerah ini menanggung 70 % dari fleksi-ekstensi lumbar secara keseluruhan. Ketika duduk dengan tubuh sedikit condong kebelakang atau bersandar kedepan, tekanan intradiskal meninggi saat pusat beban tidak pada pusat diskus intervertebral namun bergeser keanterior seperti pada posisi lordotik. Bagian posterior anulus fibrosus serta ligamen posterior antara arkus akan berada dalam tegangan. Segmen sentral diskus intervertebral yang mobil akan bergerak kearah bagian posterior diskus intervertebral yang kurang tertekan. Dengan kontraksi otot abdominal, memungkinkan untuk menyalurkan bagian dari berat tubuh atas ke daerah pelvis. Tekanan intraabdominal dapat mencapai 140 mm Hg. (Bartelink 1957, Eie 1962). Dengan kontraksi diafragma dan otot abdominal, rongga abdominal berubah menjadi silinder yang dapat menanggung beban berat, dan menurut Finneson (1973), beban diskus intervertebral lumbar dapat dikurangi 30 % dengan menggunakan otot abdominal. b. Hubungan Antara Beban dan Tinggi Perubahan tekanan pada diskus intervertebral yang relatif besar akan mempengaruhi perpindahan cairan pada diskus intervertebral. Diperlihatkan pada percobaan bahwa diskus intervertebral lumbar menjadi celah sangat tipis setelah diberi beban 200 kp. selama 12 jam. Bila tekanan dihilangkan, diskus intervertebral kembali pada ketinggian normalnya (Kramer 1973). Pada sendi intervertebral normal secara in vivo, perubahan tinggi diskus intervertebral lumbar sangat kecil, akan tetapi tetap dapat diukur. Sendi intervertebral, yang tidak seluruhnya vertikal, dan kapsul yang kuat mencegah pengurangan tinggi lebih lanjut. Pertambahan tinggi diskus intervertebral dengan mengurangi tekanan intradiskal dapat digunakan untuk perawatan. Pada traksi terjadi pelebaran jarak diskus sekitar 1.1 mm. Perubahan tinggi berkurang dengan bertambahnya usia. Walau dalam peran kecil, ketebalan penting karena ia akan merubah pola gejala dimana ada kaitan yang erat antara tinggi dan protrusi diskus intervertebral yang akan merangsang radik saraf. c. Sendi dan Foramina Intervertebral Permukaan sendi intervertebral terletak pada bidang sagital dan karenanya memungkinkan fleksi dan ekstensi, namun juga sedikit gerak kesamping. Rotasi juga mungkin, namun terbatas. Ada perbedaan perorangan dalam pergerakan tulang belakang lumbar dan segmen-segmennya. Latihan berperan penting, dan fleksi yang dijumpai

terutama pada akrobatis adalah sangat luas. Pada pengurangan tinggi diskus intervertebral dan juga pada hiper-lordosis, permukaan artikular bergerak secara teleskopik. Akibat inklinasi ringan, permukaanpermukaan tertekan secara bersamaan pada gerakan yang ekstrem. Pada percobaan biomekanik oleh Kramer didapatkan walau terjadi pemendekan diskus intervertebral lumbar atau adanya distraksi hebat, tidak terjadi dislokasi, subluksasi atau interloking. Posisi yang dicoba adalah sesuai dengan gerak fisiologis. Foramina intervertebral menyempit bila tinggi diskus intervertebral berkurang. Dengan beban mekanik berat, terjadi fraktura ruas tulang belakang lebih dahulu dibanding kerusakan diskus intervertebral atau sendi intervertebral. Lebar foramina intervertebral lumbar berubah sesuai dengan gerakan tulang belakang lumbar. Tekukan kesamping, foramina menjadi sempit pada sisi cekung dan melebar pada sisi cembung. Bersandar kedepan berakibat pelebaran, sedang inklinasi keposterior menyebabkan penyempitan foramina. Karenanya penderita dengan protrusi lateral diskus umumnya bersandar kedepan serta kearah sisi yang sehat dalam usaha menghilangkan tekanan terhadap radik saraf. Pada perubahan tinggi intervertebral juga terjadi perubahan pada faset sendi. Pada daerah lumbar, ini jelas tampak setelah pembebanan lama atau relaksasi, dan nyata pada faset sendi yang terletak pada dataran koronal. Penurunan jarak intervertebral, yang terjadi selama pembebanan sehari-hari, mengurangi rongga intraforaminal dengan seperlimanya. Pembukaan faset sendi terjadi kearah superior pada bagian luar dan kearah inferior pada bagian medial (Kramer 1973). Pergerakan seperti ekstensi dan tekukan kesatu sisi akan mempersempit rongga intervertebral untuk saraf spinal pada sisi tersebut. Radik-radik berjalan melalui bagian atas foramen intervertebral dan mengisi sekitar 1/4 dari total lumen. Pada peradangan dengan pembengkakan jaringan perineural, pada protrusi diskus intervertebral atau adanya reaksi osteofit dari faset sendi, rongga akan mengecil serta merugikan radik saraf. Jarak jaringan ikat yang sangat dekat, yang mengalami perubahan terus menerus, serta karena struktur saraf yang sangat peka, membuat foramina intervertebral lumbar bawah diperkirakan sebagai pusat penyakit diskus intervertebral. F. Patologi Pendapat secara umum sudah dikemukakan atas perubahan morfologik dan biomekanik yang dapat terjadi pada degenerasi diskus intervertebral, terutama jelas pada daerah lumbar yang diperkirakan karena tenaga mekanik yang terjadi pada daerah ini. Jelas ini penting secara klinis karena sangat dekat dengan saraf yang peka. Tidak diragukan lagi bahwa pada fase tertentu dari

degenerasi diskus intervertebral terdapat hubungan dengan gejala yang mungkin memberat. Pada tulang belakang lumbar sudah dipastikan bahwa kelainan degeneratif berat tidak harus disertai dengan gejala klinis. Degenerasi diskus intervertebral adalah suatu proses yang sangat kompleks yang hingga saat ini sangat sedikit dimengerti. Proses ini dimulai sejak awal kehidupan dan terus berlangsung sepanjang hidup. 1. Umum Kelainan diskus intervertebral adalah 'ongkos' yang harus kita bayar atas postur berdiri tegak yang kita miliki (Reischauer 1949). Semula diskus intervertebral tidak memiliki jaringan bradytropic. Hanya saat awal masa bayi metabolisme terjadi melalui pembuluh diskus disaat belum ada beban yang ditanggung tubuh. Sejak pertama postur berdiri berlaku, akan terjadi perubahan yang mendasar pada keadaan biomekanik. Berbeda dengan ruas tulang belakang dengan pembuluh darahnya yang terlindung didalam trabekuli, tekanan langsung dari beban tubuh dan tonus otot akan bekerja pada pembuluh darah diskus yang terletak pada substansi seperti gelatin yang homogen. Tekanan arteriolar dan venular lebih rendah dari tekanan hidrostatik sehingga pembuluh darah akan terbendung dan tidak akan mencapai diskus inter-vertebral. Pembuluh darah akan kolaps dan menjadi atrofi. Nutrisi fibroblas dan sel kartilago menjadi berkurang. Metabolisme akan melewati jalur yang panjang melalui jaringan yang pada bagian tepinya masih memiliki vaskularisasi yang normal. Diskus intervertebral merupakan struktur nonvaskular tubuh yang terluas. Dengan posisi berdiri, diskus intervertebral merupakan subjek faktor biomekanik yang tidak menguntungkan yang menentang kebutuhan regenerasi normal yang sinambung yang berdasarkan sirkulasi yang memadai, penghilangan beban dan pola gerakan yang normal. Kesulitan dalam mengadaptasi hal ini akan berakibat memburuknya kualitas diskus intervertebral yang akan berakhir dengan degenerasi. Karenanya degenerasi telah tampak pada masa bayi dan kelainan diskus telah tampak pada semua bagian tulang belakang pada masa pubertas dan bahkan sebelumnya (Tondury, 1968). Contohnya antara lain tortikolis akut pada anak-anak adalah primer karena perubahan involusional pada diskus intervertebral. Setelah usia 30 tahun tak satupun tulang belakang manusia yang tidak mengalami perubahan degenerasi (Schmorl dan Junghanns, 1968). Catu nutrisi yang teratur untuk sel diskus intervertebral untuk beberapa dekade tidak dijamin oleh mekanisme transport cairan baik secara aktif maupun pasif. Pembatasan pergerakan serta fiksasi kaku pada posisi yang tidak baik selanjutnya merubah transport cairan dalam diskus intervertebral. Faktor lain adalah cedera sederhana,

strain temporer dan posisi istirahat yang tidak benar. Akhirnya faktor genetik berpengaruh pada perkembangan degenerasi diskus intervertebral yaitu dalam merancang serabut kolagen anulus fibrosus (Wilson, 1968). Idelberger (1977) menemukan bahwa faktor konstitusi berperan penting pada degenerasi diskus intervertebral. Degenerasi diskus intervertebral akan mengenai semua jenis manusia berdasar konstitusi kerangka tubuh secara ekual. Metabolisme diskus memburuk sejak tahun pertama kehidupan. Tidak hanya perubahan komposisi kimia, namun juga struktur anatomis. Fibroblas tidak mendapatkan nutrisi yang cukup, karenanya fibril dan substansi dasar yang dihasilkannya akan bermutu buruk dan pada akhirnya akan mengalami degenerasi lengkap. Kuhlendahl dan Richter (1952) menemukan degenerasi lemak pada diskus orang dewasa baik pada substansi dasar maupun pada anulus fibrosus. Pada usia 25 hingga 40 tahun tampak perubahan degeneratif seperti dehidrasi, batas fibril lamella yang lebih tajam dan mengaburnya batas anular dan nukleus. Lang (1962) dan Dahmen (1966) mendapatkan perubahan degeneratif pada orang pada dekade ketiga berupa atrofi sel, degenerasi serabut anulus dan disintergrasi substansi dasar. Harris dan MacNab (1954) menemukan pada nukleus pulposus orang dewasa adanya inti sel dengan granul kasar piknotik. Dengan mikroskop elektron Dahmen (1966) menemukan fibril yang tidak normal dan irregular dalam ketebalan dan striasi yang beragam. Dalam perjalanan berikutnya, jaringan diskus intervertebral menunjukkan ruptur konsentrik serta fissura radial akibat beban. Pulp menjadi lebih sistik dan terjadi hubungan antara fissura dan anulus fibrosus. Sista dan fissura mudah diperlihatkan dengan diskografi dengan menyuntikkan media kontras. Diskus intervertebral yang lebih berdegenerasi lebih banyak dapat menerima cairan. Pasien lebih muda dapat mengambil sekitar 0.5-1.0 cm3. Pasien lebih tua dengan diskus yang ruptur dapat menerima 5 cm3 cairan tanpa terjadinya cedera maupun refluks cairan yang disuntikkan. Kantung udara terbentuk pada sista dan mudah tampak pada radiografi. Alasan terbentuknya tidak diketahui. Tanda lain degenerasi diskus intervertebral adalah perubahan warna yaitu karena terjadinya hubungan antara ruptur dan fissura dengan lubang pada dataran akhir tulang rawan yang dipenetrasi pembuluh darah dari cancellous bone hingga terjadi perubahan warna lamella menjadi kuning kecoklatan (GUntz, 1958). Bendungan, robekan dan juga perlunakan jaringan diskus intervertebral disebut khondrosis oleh Schmorl dan Junghanns (1968). Karena tidak hanya tulang rawan, namun semua komponen diskus intervertebral yang menjadi tempat terjadinya degenerasi, dianjurkan pemakaian istilah yang lebih tepat yakni diskosis. Keseluruhan proses terjadi terbatas pada diskus intervertebral,

karenanya sulit tampak pada radiografi. Namun pemendekan rongga diskus intervertebral pada radiograf serta deviasi aksial akibat perubahan postur dapat diperlihatkan. Akibat kolapsnya diskus intervertebral, terjadi peninggian beban pada sendi ruas tulang belakang serta penyempitan foramina intervertebral. Akibat hilangnya sirkulasi pada diskus intervertebral, berakibat tiadanya proses reparasi. Bila keadaan menjadi kronik, usaha untuk melakukan reparasi bergantung pada ruas tulang belakang berdekatan. Bila ruas tulang belakang terserang dan perubahan degeneratif juga tampak pada tulang, Schmorl menganjurkan istilah osteokhondrosis. Dataran akhir ruas tulang belakang menjadi sklerotik dengan batas yang kabur. Berbeda dengan pada spondilitis, sklerosis pada osteokhondrosis hanya terbatas pada dataran akhir ruas tulang belakang. Kadang-kadang terjadi degenerasi sistik pada badan ruas tulang belakang seperti pada osteoarthrosis. Osteokhondrosis terjadi terutama pada tulang belakang leher sebelah bawah dan lumbar karena pengaruh yang besar dari faktor biomekanik. Perlunakan diskus serta hilangnya turgor berakibat bertambahnya kehilangan serta fragmentasi diskus intervertebral. Ini akan menyebabkan terpisahnya jaringan diskus intervertebral dari ligamen intervertebral. Ini umumnya terjadi pada ligamen longitudinal anterior yang menjembatani diskus dengan diskus dan melekat melalui serabut Sharpey pada badan ruas tulang belakang. Pada daerah ini reaksi osseus timbul dan meluas keligamen. Spur spondilotik terjadi mula-mula pada arah horizontal namun kemudian dalam arah longitudinal mengikuti ligamen longitudinal. Secara bersamaan terbentuk spur kecil dibagian posterior. Pertumbuhan spur oseus dapat meluas dan terjadi spondilosis hiperostotik menyeluruh yang disebut spondilosis hiperostotika. Walau tampilan perubahan osseus hebat, secara mengherankan gejalanya biasa ringan. Secara klinik, reaksi pada diskus intervertebral lebih penting. Dengan perlunakan dan fragmentasi lebih lanjut, bagian tersebut akan bergeser dan dapat bermigrasi bebas dan disebut sekuestra. Robekan memungkinkan pergeseran intradiskal sepanjang tenaga ekspansif nukleus tetap ada. Bagian nukleus pulposus dan fragmen diskus intervertebral bermigrasi dibawah beban berat pada jalur yang terkecil tahanannya dan karenanya mengalami penetrasi kejaringan dan menonjol kebelakang sebagai prolaps diskus intervertebral. Sangat jarang prolaps hanya mengandung material pulp, sering disertai juga jaringan fibrosa dan tulang rawan. Karenanya istilah prolaps diskus lebih tepat dari pada prolaps nukleus. Fissura dan ruptur piring tulang rawan memudahkan penetrasi pembuluh darah dan jaringan ikat dari badan ruas tulang belakang kediskus inter-vertebral. Pembuluh darah menyebar pada diskus intervertebral dan sel longgar serta jaringan parut vaskular akan mengisi

rongga tersebut (Tondury, 1958). Pita fibrosa kuat dan telah mengalami dehidrasi serta lipping osseus menyangga rongga diskus intervertebral hingga pembuluh darah yang menginvasi jaringan tidak tertekan oleh tekanan beban. Karenanya terjadi ankilosis fibrosa dan bahkan osseus dengan inaktivasi segmen. Pemendekan tinggi dan fiksasi segmen tidak sering bersamaan dengan nyeri walau ada penyempitan foramina. Ini terutama pada keadaan yang telah berlangsung puluhan tahun demana radik saraf dan pembuluh darah telah beradaptasi. GUntz (1958) menjelaskan tentang penyembuhan dengan jaringan parut pada diskus inter-vertebral yang rusak. Peningkatan bendungan dan robekan diskus intervertebral adalah perubahan degeneratif sejati. Schmorl dan Junghanns (1968) meyakini ketergantungan terhadap usia, dengan kata lain tidak lebih dari proses fisiologik. Tondury (1973) menjelaskan lingkar hidup diskus intervertebral. Perubahan pada diskus intervertebral tidak dianggap sebagai penyakit, namun lebih sebagai proses biologik dengan kemungkinan terjadinya gangguan sepanjang hidup. Pembatasan pergerakan tulang belakang akibat kelainan diskus intervertebral dapat bertambah, namun ajaib tidak banyak orang yang mengajukan keluhan. Secara klinis, ruptur yang terjadi cepat, perlunakan jaringan serta pergeserannya, menjadi jelas hanya bila terjadi perubahan pada pembuluh darah dan saraf yang berdekatan. Ini paling jelas pada tulang belakang leher dan lumbar. Bersamaan dengan perubahan morfologik pada diskus intervertebral, terjadi pengurangan kandung air dengan akibat perubahan pada komposisi kimia. Karenanya biomekanik segmen bergerak juga berubah. Seperti telah dijelaskan, tanda khas perubahan diskus intervertebral adalah pengurangan kandung air. Pada neonatus diskus intervertebral mengandung 88% air, pada usia 12 turun menjadi 83% dan 70 % pada usia 72 (Keyes dan Compere 1932). Selama tahun pertama kehidupan nukleus pulposus mengandung lebih banyak air dibanding anulus fibrosus. Pada tahun-tahun berikutnya terjadi perubahan. Dengan berkurangnya cairan, nutrisi diskus intervertebral memburuk karena air tidak hanya penting untuk lingkungan makromolekul, namun juga sebagai medium transport berbagai substansi pada berbagai proses metabolik. Dengan pertambahan usia, matriks organik diskus intervertebral juga berubah. Kalsium menjadi dua kali lipat selama siklus hidup; potasium berkurang karena berkurangnya jumlah sel; Magnesium berkurang hingga usia 70 tahun dan selanjutnya bertambah lagi secara perlahan; Sulfur berkurang dan Nitrogen bertambah. Yang terpenting dalam metabolisme dan biomekanik diskus intervertebral adalah perubahan pada kolagen serta mukopolisakharida. Paralel dengan peningkatan nitrogen, terjadi pula peningkatan protein nonkolagen. Kandung kolagen meningkat hingga usia 20 tahun, kemudian akan menetap. Mukopolisakharida berubah baik dalam kualitatif maupun kuantitatifnya dengan

pertambahan usia. Tanda khas adalah penurunan mukopolisakharida. Penurunan juga akan terjadi pada berat molekulnya. Karenanya tekanan onkotik menurun dengan pertambahan usia, oleh pengeringan diskus intervertebral. Depolimerisasi makromolekul menghasilkan produk sisa yang terkadang meningkatkan tekanan onkotik dengan bertambahnya partikel total. Pengukuran tekanan pada usia berbeda menunjukkan kembalinya diskus intervertebral yang dikompresi keukuran normal lebih nyata pada usia muda. Ternyata secara mengejutkan nilai yang tinggi terjadi pada usia 30 hingga 50. Setelah usia ini menurun secara jelas (Kramer 1973). Antara usia 25 dan 30 bagian sentral diskus intervertebral yang menjadi lebih meluas akibat bertambahnya tekanan, ditahan oleh tahanan anulus fibrosus yang telah berdegenerasi. Menurut Kuhlendahl dan Richter (1952), robekan tampak pada anulus fibrosus diawal usia dewasa; antara usia 30 hingga 35 tahun frekuensinya meningkat dimana terjadi pembengkakan substansi dasar, penambahan homogenisasi nukleus pulposus, disrupsi nuklir dan fissura lamellar. Jadi adalah kerusakan keseimbangan jaringan diskus intervertebral. Dalam hubungan dengan peningkatan tekanan intradiskal maka orang dewasa muda memiliki risiko akan perubahan kemampuan biokimia yang akan menyebabkan pergeseran jaringan diskus intervertebral. Terjadi pergeseran, protrusi dan prolaps. Dengan penambahan molekul, lebih banyak akumulasi cairan pada diskus intervertebral. Akibatnya anulus fibrosus bertambah isinya dan tetap tenang bila tanpa beban, namun pada tegangan yang tinggi. Ekstenuasi diskus intervertebral dalam tingkatnya yang terbesar, dan terbentuk konsistensi yang padat tak elastik. Pada tes kompresi (Virgin 1951) dan diagram tekanan (Hartmann 1970) memperlihatkan bahwa over-ekstenuasi serabut anular, yang telah dibebani sebelumnya, mencapai tingkat dimana terjadi ruptura dan fissura. Beban tambahan akan menyebabkan lesi irreversibel (histeresis). Bila volume intradiskal ditingkatkan dan dijadikan subjek strain mendadak, efeknya akan seperti memecahkan gelas, serabut akan putus. Kebanyakan penelitian pato-anatomi memperlihatkan bahwa fissura dan robekan bertambah dengan bertambahnya usia. Walau demikian frekuensi protrusi dan prolaps berkurang. Tenaga ekspansif nukleus pulposus berkurang dan akibatnya terjadi pengurangan kecenderungan untuk bergeser. Tetap tidak diketahui berapa lama depolimerisasi makro-molekular berlanjut dengan tekanan intra-diskal meninggi dan apa yang mengendalikannya. Menurut Naylor (1971), peninggian hialu-ronidase bertanggung jawab untuk separasi makromolekul. Ia juga menganggap bahwa katepsin D mungkin merupakan enzim yang berperan dalam degenerasi diskus intervertebral. Karenanya tujuan terapi dengan mempercepat depolimerisasi misalnya dengan injeksi substansi sesuai, menyebabkan khemo-

nukleolisis. Penghambatan efek hialuronidase didapat dengan pemakaian inhibitor hialuronidase. Penetralan hasil intermediet depolimerisasi dicapai dengan penurunan tekanan. Disamping kombinasi penambahan tekanan dan pengurangan tahanan anulus fibrosus, faktor biomekanik turut berperan dalam perkembangan prolaps karena perlunakan dan penjarangan struktur diskus intervertebral dengan pembentukan fragmen yang akan bergerak kearah tahanan terendah yaitu menuju konveksitas. Ini terutama karena peninggian tekanan intradiskal dan pengaruh tekanan kompresi dan shear. Pergeseran ini dapat menambah protrusi dan prolaps. Diduga bahwa penambahan beban berat badan dengan adanya tenaga kompresif dan shear merupakan satu-satunya penyebab prolaps diskus intervertebral. Namun mustahil untuk membuktikannya secara satu persatu. Tenaga luar hanya merupakan efek presipitasi yang oleh Schmorl dan Junghanns (1968) disebut impuls tambahan. Degradasi enzimatik akan menyebabkan terbentuknya molekul bermolekul lebih kecil yaitu menjadi sekitar 400. Ini mengganggu semipermeabilitas jaringan diskus intervertebral. Bila tidak disertai pembentukan makromolekul didalam diskus intervertebral, tekanan onkotik akan berkurang seperti halnya pada pertambahan usia. Absorpsi air akan berkurang dan tinggi diskus inter-vertebral berkurang. Bila terjadi perubahan volume, terjadi perubahan tegangan serabut anulus fibrosus. Ini akan menjadi kendur bila lebih banyak air dikeluarkan, dan tinggi diskus akan semakin berkurang. Bila derajat ekstenuasi berkurang, pergerakan akibat berat tubuh tidak lagi cukup mengatur dan tidak juga terbagi merata sepanjang cincin serabut. Serabut melunak. Yang pertama terserang adalah serabut kecil yang berjalan antara lamella sehingga tidak terjadi pergeseran. Diskus intervertebral yang menjadi tidak elastik serta robek, kehilangan sifat bumpernya dan tidak lagi bekerja sebagai semijoint pada segmen bergerak. Komponen segmen lain, sendi ruas tulang belakang dan ligamen, kehilangan fungsi normalnya, selanjutnya ini merupakan syarat tidak langsung untuk terjadinya rasa tidak enak pinggang. Bila tekanan onkotik berkurang, penurunan relatif tekanan hidrostatik dapat menyebabkan pengeluaran air. Keragaman sehari-hari tinggi badan akan relatif berkurang. Terdapat hubungan langsung antara tinggi badan dan volume diskus intervertebral. Pada remaja perbedaan tinggi badan antara pagi dan malam adalah dua persen dan pada dewasa 0.2 persen. Alasan lain pada pengeringan diskus intervertebral adalah ruptur pada anulus fibrosus. Semipermeabilitas jaringan diskus intervertebral dihilangkan oleh adanya fissura hingga air, zat-zat yang terlarut serta juga makromolekul dapat berpermiasi dibawah tekanan yang rendah. Keseimbangan osmotik terganggu. Hal serupa juga terjadi pada lesi diskus intervertebral dan setelah diskotomi.

Bila pengeringan berjalan terus, diskus intervertebral akanmenjadi robek dan rapuh. Difusi menjadi berkepanjangan dan sirkulus visiosus terus berlangsung dengan berlanjutnya pengeringan serta perlunakan. Akhirnya tinggi diskus menjadi lebih pendek. Sebagai patokan, semua diskus menjadi subjek degenerasi progresif ini, namun perubahan utama terjadi