danita kelainan degeneratif tulang

72
BAB I PENDAHULUAN Kelainan degeneratif adalah istilah yang secara medis menerangkan adanya suatu kemunduran proses fungsi sel, dari keadaan normal yang sekarang ke keadaan yang lebih buruk diiringi dengan bertambahnya usia. Proses menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit secara eksponensial. Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi sel tulang, berhubungan dengan penyakit rematik. Batasan tentang penyakit rematik yang bersifat ‘inflamatoir” dengan yang ‘degeneratif” sukar dibedakan, karena reaksi inflamasi juga kadang-kadang ditimbulkan pada jaringan lunak oleh yang degeneratif. Proses degenerasi bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang yang berusia lanjut, melainkan suatu hal yang normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Namun, demikian kelainan degeneratif lebih terlihat pada orang di atas usia 40 tahun. Kelainan degeneratif pada kasus bedah orthopedic meliputi osteoarthritis, frozen shoulder, plantar fasciitis, epicondylitis lateral, de quervian syndrome dan trigger finger. Oleh karena itu, penyakit tersebut akan diterangkan pada bab selanjutnya. 1

Upload: retma-rosela-nurkayanty

Post on 27-Jan-2016

246 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

degeneratif tulang

TRANSCRIPT

Page 1: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan degeneratif adalah istilah yang secara medis menerangkan adanya suatu

kemunduran proses fungsi sel, dari keadaan normal yang sekarang ke keadaan yang lebih buruk

diiringi dengan bertambahnya usia.

Proses menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi

seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan

meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit secara eksponensial.

Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi sel

tulang, berhubungan dengan penyakit rematik. Batasan tentang penyakit rematik yang bersifat

‘inflamatoir” dengan yang ‘degeneratif” sukar dibedakan, karena reaksi inflamasi juga kadang-

kadang ditimbulkan pada jaringan lunak oleh yang degeneratif.

Proses degenerasi bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang yang berusia lanjut,

melainkan suatu hal yang normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian.

Namun, demikian kelainan degeneratif lebih terlihat pada orang di atas usia 40 tahun.

Kelainan degeneratif pada kasus bedah orthopedic meliputi osteoarthritis, frozen shoulder,

plantar fasciitis, epicondylitis lateral, de quervian syndrome dan trigger finger. Oleh karena itu,

penyakit tersebut akan diterangkan pada bab selanjutnya.

1

Page 2: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Tulang dan Sendi

1.1. Anatomi Tulang

Dalam tubuh manusia mempunyai 206 tulang. Struktur tulang dewasa terdiri dari 30%

bahan organik dan 70 % endapan mineral. Sel-sel tulang yang menghasilkan matriks organik

dikenal sebagai osteoblas. Komponen organik utama matriks tulang terdiri dari 90% serat

kolagen tipe 1, yang terutama mengandung protein. Komponen organik lain adalah

glikosaminoglikan sulfat dan asam hialuronat yang membentuk agregat proteoglikan besar.

Sedangkan, komponen inorganik yaitu terdapat endapan mineral yang terutama terdiri dari

kalsium dan fosfat, sedikit natrium, kalium karbonat dan ion magnesium. Kalsium, fosfat, fan

mineral lainnnya akan membentuk kristal hidrosiapatit, yang selanjutnya berikatann dengan serat

kolagen kasar menyebabkan tulang menjadi keras, tahan lama dan kuat. Adanya bahan organik

menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan).

Sedangkan, endapan mineral menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (menahan

tekanan).

Tulang diklasifikan menjadi lima kelompok:

a. Tulang panjang (Femur, Humerus) 

Terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di

sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat

daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan.

Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan

digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang

dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau

trabecular). Pada akhir usia remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang

berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan

tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis.

Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis

medularis berisi sumsum tulang.

2

Page 3: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gambar 1. Struktur Tulang Panjang

b. Tulang pendek

Tulang pergelangan tangan (carpal) dan pergelangan kaki (tarsal) bentuknya tidak teratur dan

inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.

c. Tulang pipih

Contohnya pada tulang tengkorang dan iga terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang cancellous.

d. Tulang yang tidak beraturan/ireguler

Terdapat pada tulang vertebrata, osikel telinga sama seperti dengan tulang pendek, yaitu

tulang cancellous yang ditutupi lapisan tulang padat yang tipis.

e. Tulang sesamoid 

Merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan

dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella.

Tulang Rawan

Tulang rawan terdiri atas sel dan matriks ekstraselular, yang tersusun dari serat jaringan ikat

dan substantia fundamentalis. Berbeda dari jaringan ikat, tulang rawan bersifat nonvaskular dan

menerima makanan dengan difusi melalui matriks ekstraseluler. Tulang rawan terdiri dari sel

yang disebut kondrosit dan kondroblas yang menyintesis matriks ekstraselular.

Klasifikasi tulang rawan berdasarkan jenis serat jaringan ikat di dalam matriks ekstraselular:

a. Tulang rawan hialin

Tulang rawan merupakan struktur yang kuat dan penyangga yang fleksibel dan mengandung

serabut kolagen tipe II. Pada embrio, tulang rawan hialin berfungsi sebagai model kerangka

bagi kebanyakan tulang. Tulang rawan hialin terdapat pada permukaan sendi, ujung iga,

hidung, laring, trakea, serta bronki.

b. Tulang rawan elastik

3

Page 4: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Pada tulang rawan elastik serupa dengan tulang rawan hialin, namun memiliki lebih banyak

serat elastik bercabang di dalam matriksnya. Tulang rawan ini bersifat sangat lentur dan

terdapat di telinga luar, dinding tuba auditorius, epiglotis dan laring.

c. Fibrokartilago

Ditandai oleh adanya berkas-berkas serat kolagen kasar yang padat dan tidak teratut dalam

jumlah besar. Fibrokartilago terdiri atas lapisan matriks tulang rawan diselingi lapisan serat

kolagen tipe 1. Distribusi fibrokartilago ditemukan pada diskus intervertebralis, simfisis

pubis dan sendi tertentu.

Proses Pembentukan Tulang (Osifikasi)

Pertumbuhan tulang dimulai di dalam embrio melalui dua proses: osifikasi endokondral dan

osifikasi intramembranosa.

Osifikasi endokondral

Sebagian besar tulang di tubuh berkembang melalui proses osifikasi endokondral, yaitu

proses pembentkan tulang yang didahului oleh suatu model tulang rawan hialin sementara.

Seiring dengan pertembuhan, kondrosit membelah, membesar (hipertrofi), matur dan model

tulang rawan mulai mengalami klasifikasi. Difusi nutrien dan gas melalui matriks berkurang

seiring dengan proses kalsifikasi tulang rawan. Aibatnya kondrosit mati, dan matriks mengalami

fragmentasi dan kalsifikasi berfungsi sebagai kerangka struktural untuk pengendapan material

tulang.

Segera setelah terjadi pengendapan suatu lapisan material tulang di sekitar tulang rawan

yang terkalsifikasi, sel-sel perikondrialis melakukan osteogenik, dan terbentuk suatu kerah

periosteal (periosteal collar of bone) tipis di sekeliling bagian tengah batang tulang. Jaringan ikat

eksternal ini disebut periosteum. Sel-sel mesenkim dari lapisan dalam periosteum berdiferensiasi

menjadi sel osteoprogenitor, dan pembuluh darah dari periosteum menginvasi model tulang

rawan yang telah kalsifikasi dan degenerasi. Sel osteoprogenitor berproliferasi dan

berdiferensiasi menjadi osteoblas, yang menyekresi matriks osteoid. Osteoblas kemudian

dikelilingi oleh tulang dalam lakuna mirip lubang dan sekarang disebut osteosit. Osteosit

membentuk suatu hubungan antarsel yang kompleks melalui saluran-saluran halus di tulang

disebut kanalikuli. Saluran ini akhirnya membuka ke saluran yang mengandung pembuluh darah.

Sel osteoprogenitor juga berasal dari permukaan dalam tulang disebut endosteum. Endosteum

melapisi semua rongga dalam tulang dan terdiri dari satu lapisan sel osteoprogenitor.

Jaringan mesenkim, osteoblas dan pembuluh darah membentuk pusat osifikasi primer di

tulang yang sedang tumbuh yang bermula di diafisis atau batang tulang panjang, diikuti oleh

pusat osifikasi sekunder di epifisis. Di semua tulang panjang yang sedang tumbuh, tulang rawan

di diafisis dan epifisis diganti oleh tulang, kecuali di daerah lempeng epifisis. Pertumbuhan di

4

Page 5: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

daerah ini berlanjut dan berfungsi untuk memanjangkan tulang sampai pertumbuhan tulang

berhenti.

Osifikasi Intramembranosa

Pada osifikasi intramembranosa, pertumbuhan tulang tidak didahului oleh model tulang

rawan, tetapi dari mesenkim jaringan ikat. Sebagian sel mesenkim berdiferensiasi secara

langsung menjadi osteoblas yang menghasilkan matriks osteoid, yang cepat megalami kalsifikasi.

Banyak pusat osifikasi yang terbentuk, beranastomosis dan menghasilkan anyaman tulang

spongiosa yang terdiri dari batang, lempeng dan trabekula. Osteoblas di lakuna dikelilingi oleh

tulang dan menjadi osteosit. Osteosit membentuk hubungan antarsel melalui kanalikuli.

Mandibula, maksila, klavikula dan hampir seluruh tulang pipih tengkorak dibentuk melalui

osifikasi intramembranosa.

Gambar 2. Proses osifikasi endokondral

5

Page 6: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gambar 3. Osifikasi endokondral secara miksoskopis

Jenis-jenis sel tulang:

Sel osteoprogenitor terletak di periosteum, endosteum, osteon dan kanalis perforans.

Osteoblas berada di permukaan tulang dan menyintesis matriks osteoid.

Osteosit adalah osteoblas matur, bercabang terletak di lakuna. Osteosit

mempertahankan kadar kalsium dan fosfat dalam tulang dan darah.

Osteoklas adalah sel multinukleus yang berperan dalam resorpsi, remodeling, dan

perbaikan tulang. Osteoklas turunan sel makrofag dan ditemukan di cekungan-

cekungan yang terkikis akibat proses enzimatik (lakuna howship).

1.1. Fisiologi Tulang

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus menerus

diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi

aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas

juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda,

aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa tulang

konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan

tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami

imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat

6

Page 7: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas

dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.

Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban

akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis

merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron,

dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang.

Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon

tersebut.Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh

dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar

estrogen turun pada masa menopause, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon

pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung

dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan

kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi

tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan

meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa

diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon

paratiroid.Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang

kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan

kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan

merangsang pemecahan tulanguntuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan

kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon

paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi

kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga

menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon

paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid

sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek

menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek -efek ini meningkatkan kalsifikasi

tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.

Fungsi tulang pada tubuh manusia:

Sebagai kerangka tubuh manusia

Perlekatan bagi otot dan organ

Melindungi organ-organ di dalam tubuh

Sebagai pembentukan sel darah (hemopoiesis)

Sebagai tempat penyimpanan kalsium, fosfat dan mineral lainnya.

7

Page 8: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

1.1. Anatomi Sendi

Sendi merupakan perhubungan antar tulang sehingga tulang dapat digerakkan. Secara

fungsional sendi dapat dibagi atas luas geraknya yaitu:

a. Synarthrosis : sendi yang tidak bergerak sama sekali

Articulatio fibrosa yaitu hubungan antar tulang dengan fibrous seperti pada sutura

tengkorak.

b. Ampiarthrosis: sendi yang bergeraknya sedikit

Articulatio cartilaginea yaitu hubungan antar tulang disatukan oleh tulang rawan

cartilago hyalin atau fibro cartilago seperti pada art.sacroiliaca.

c. Diarthrosis: sendi yang bergerak bebas atau luas.

Articulatio synovialis mempunyai karakteristik terdapat ruangan spesifik yang

memungkinkan gerakan menjadi lebih bebas. Pada ruang ini terdapat cairan

“Synovialis” yang berfungsi sebagai pelumas, yang dihasillkan oleh lapisan dalam

pembungkus sendi (Capsule joint) yang disebut membrana synovialis. Ujung-ujung

tulang yang ditutupi tulang rawan dan di perkuat dibagian luarnya oleh kapsula sendi

dan ligamentum. Kapsula sendi ada dua lapisan, yaitu:

1. Bagian luar disebut stratum (membrana) fibrosum.

2. Bagian dalam disebut stratum (membrana) synovialis.

Klasifikasi sendi berdasarkan bentuk permukaan sendi:

a. Sendi peluru atau art. Globaidea (ball dan socket). Sendi ini memberikan gerakan

yang terbesar. Kepala sendi yang agak bulat dari tulang panjang masuk ke dalam

rongga yang sesuai berbentuk cekung memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi,

abduksi, adduksi, rotasi, dan gerak panduan atau sirkumduksi. Jenis sendi ini

digolongkan ke dalam sendi bersumbu tiga. Contoh sendi ini adalah art humeri dan

art coxae.

b. Sendi bujur telur atau art. Ellipsoidea (ellipsoid). Sendi ini merupakan modifikasi

dari sendi peluru. Gerakan sedikit terbatas dan tergolong ke dalam sendi bersumbu

dua. Meskipun dapat fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi, namun tidak rotasi.

Sebagai contoh sendi-sendi metacarpophalangea dan jari-cari tangan (art.

radiocarpal)

c. Sendi geser (gliding, atrhrodial, plane). Permukaan-permukaan sendi berbentuk tak

beraturan, biasanya datar atau sedikit lengkung. Satu-satunya gerakan yang dapat

dilakukan adalah menggeser, karenanya disebut nonaxial. Contoh-contoh terdapat

dalam tulang – tulang tarsal dan carpal, dan juga processus articularis dari

verterbrae.

8

Page 9: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

d. Sendi putar atau art. Trocoidea (trocoid). Gerakan pada sendi jenis ini terjadi di

dalam bidang transversal dengan longitudinal. Contoh-contoh dari sendi ini ialah

art.radioulna dan art. Atlanto epistrophica pada rotasi kepala.

e. Sendi pelana atau art. Sellaris (sellar). Sendi ini berbentuk seperti pelana. Sendi

bersumbu dua yang dapat bergerak fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi, seperti

pada art. Carpometacarpal dari ibu jari.

f. Sendi engsel atau art. Throchlearis (ginglysum/hing). Gerakan pada sendi ini ada di

dalam bidang sagital dengan sumbu transversal. Fleksi dan ekstensi terjadi pada siku

(art.cubiti), pergelangan kaki (art. talocrurales) dan sendi interphalangea.

Gambar 4. Jenis-jenis sendi

9

Page 10: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

2. Kelainan Degeneratif Sistem Muskuloskletal

2.1. Osteoarthritis

2.1.1.Definisi Osteoartritis

Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang

berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis

tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoartitis (OA)

merupakan penyakit sendi degeneratif yang bersifat kronik, dimana keseluruhan struktur dari

sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago)

hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan

osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan

melemahnya otot – otot yang menghubungkan sendi.Epidemiologi Osteoartritis

Insidensi dan prevalensi Osteoarthritis (OA) bervariasi pada masing-masing negara,

tetapi data pada berbagai negara menunjukkan, bahwa arthritis jenis ini adalah yang

paling banyak ditemui, terutama pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut. Prevalensinya

meningkat sesuai pertambahan usia. Data radiografi menunjukkan bahwa OA terjadi pada

sebagian besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun. OA

ditandai dengan nyeri dan kaku pada sendi, serta adanya keterbatasan gerakan.

Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health Organization), prevalensi

penderita osteoartritis di dunia pada tahun 2004 mencapai 151,4 juta jiwa dan 27,4 juta jiwa

berada di Asia Tenggara. Prevalensi dan tingkat keparahan OA berbeda-beda antara rentang

usia dewasa dan usia lanjut. Sebagai gambaran, 20% pasien dibawah 45 tahun mengalami OA

tangan dan hanya 8,5% terjadi pada usia 75-79 tahun. Sebaliknya, OA lutut terjadi <0.1%

pada kelompok usia 25-34 tahun, tetapi terjadi 10-20% pada kelompok 65-74 tahun. Di

Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai 15,5% pada pria dan

12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Penelitian di Bandung pada pasien yang

berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007 dan 2010, didapatkan OA merupakan

74,48% dari keseluruhan kasus (1297) reumatik pada tahun 2007. Enam puluh sembilan

persen diantaranya adalah wanita dan kebanyakan merupakan OA lutut (87%).

Perempuan di Amerika ternyata lebih sering terkena OA; perempuan tua mempunyai

kemungkinan terkena OA lutut dan tangan dua kali lipat daripada laki-laki. OA lutut

menyerang perempuan kulit hitam dua kali lipat dibanding kulit putih. OA panggul lebih

sering menyerang Kaukasia dibanding ras China, East Indian, dan Indian.

1.1.1.Etiologi Osteoartritis

10

Page 11: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA

sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti

(tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan

lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan

oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan

(herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama.

Penyebab osteoartritis dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposis yaitu:

a. Usia

Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar

sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan

fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA. Studi mengenai

kelenturan pada OA telah menemukan bahwa terjadi penurunan kelenturan pada

pasien usia tua dengan OA lutut.

b. Jenis kelamin

Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan

perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih

tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi

semakin berkurang setelah menginjak usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan

karena pada masa usia 50 – 80 tahun wanita mengalami pengurangan hormon

estrogen yang signifikan.

c. Ras/Etnis

Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,

sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki

risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia.

Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi

dibandingkan Kaukasia.

d. Genetik

Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut

berhubungan dengan abnormalitas kode genetikuntuk sintesis kolagen yang

bersifat diturunkan.

e. Gaya Hidup

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara

merokok dengan OA lutut. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang

rawan pada OA lutut yaitu merokok dapat merusak sel dan menghambat

proliferasi sel tulang rawan sendi, meningkatkan tekanan oksidan yang

mempengaruhi hilangnya tulang rawan dan meningkatkan kandungan karbon

11

Page 12: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

monoksida dalam darah sehingga menyebabkan jaringan kekurangan oksigen

dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.

f. Metabolik

Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama

berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat

badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Studi di Chingford

menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT)

sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg berat badan), rasio odds untuk menderita OA lutut

secara radiografik meningkat sebesar 1,36 poin. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa semakin berat tubuh akan meningkatkan risiko menderita

OA lutut.

g. Riwayat trauma lutut

Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan

meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut. Studi Framingham

menemukan bahwa orang dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali

lipat lebih tinggi untuk menderita OA lutut.

1.1.2.Patogenesis Osteoartritis

Osteoartritis merupakan gangguan keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan

kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ).

Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh

beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu apsula dan ligamen

sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen

sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion) sendi.

Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan sendi

sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut

dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein

ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi.

Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang

tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balikyang dikirimkannya memungkinkan

otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu

ketika sendi bergerak.

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi.

Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang

cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut

meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi

12

Page 13: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan

sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi

untuk menyerap goncangan yang diterima.

Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi

sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan

kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi.

Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting

untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago.

Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan

Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul aggrekan di

antara jalinan -jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan

asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.

Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh elemen yang

terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin

{Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik

yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan

membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga

keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan.

Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe

dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit.

Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian

permukaan (superficial) dari kartilago.

Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian matriks,

namun stimulasi IL-1 yang berlebih memicu proses degradasi matriks. TNF menginduksi

kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang

memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat

proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan

meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal

timbulnya OA.

Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat

dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun, pada fase awal

perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif.

Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan aggrekan dan

kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago

akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur. Kegagalan dari

mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan

timbulnya OA pada sendi.

13

Page 14: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

1.1.3.Manifestasi klinis Osteoartritis

Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri sendi, terutama bila sendi

bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang bila penderita beristirahat. Nyeri

dapat timbul akibat beberapa hal, termasuk dari periostenum yang tidak terlindungi lagi,

mikrofaktur subkondral, iritasi ujung-ujung saraf di dalam sinovium oleh osteofit, spasme otot

periartikular, penurunan aliran darah di dalam tulang dan peningkatan tekanan intraoseus dan

sinovitis yang diikuti pelepasan prostaglandin, leukotrien dan berbagai sitokin.

Selain nyeri, dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa

lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi digerakkan. Jika terjadi

kekakuan padapagi hari, biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit (tidak lebih dari

30 menit).

Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri tekan lokal, pembesaran

tulang di sekitar sendi, efusi sendi dan krepitasi. Keterbatasan gerak biasanya berhubungan

denganpembentukan osteofit, permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi

yang berat atau spasme dan kontraktur otot periartikular. Nyeri pada pergerakan dapat timbul

akibat iritasi kapsul sendi, periostitis dan spasme otot periartikular.

14

Page 15: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Beberapa penderita mengeluh nyeri dan kaku pada udara dingin dan atau pada waktu

hujan. Hal ini mungkin berhubungan dengan perubahan tekanan intra artikular sesuai dengan

perubahan tekanan atmosfir. Beberapa gejala spesifik yang dapat timbul antara lain adalah

keluhan instabilitas pada penderita OA lutut pada waktu naik turun tangga, nyeri pada daerah

lipat paha yang menjalar ke paha depan pada penderita OA koksa atau gangguan

menggunakan tangan pada penderita OA tangan.

Klasifikasi osteoartritis menurut Kellgren dan Lawrence untuk osteoartritis genu:

Grade 0 : tidak ada gambaran osteoartritis pada radiologi

Grade 1 : penyempitan ruang antar sendi belum terlalu banyak, osteofit

mungkin belum terlihat

Grade 2 : penyempitan ruang antar sendi dan osteofit sudah ada

Grade 3 : multiple osteofit, penyempitan ruang antar sendi, dan mungkin

sudah terjadi perubahan deformitas tulang

Grade 4 : osteofit yang luas, penyempitan ruang antar sendi, sklerosis berat,

dan terjadi deformitas tulang.

1.1.4.Diagnosis Osteoartritis

Diagnosis osteoartritis lutut berdasarkan kriteria klasifikasi The American College of

Rheumatology :

Klinis dan laboratorium Klinis dan radiologis Klinis

Nyeri lutut ditambah

minimal 5 dari 9 kea-

daan dibawah ini :

- Umur > 50 thn

- Kaku < 30 mnt

- Krepitasi

- Nyeri tekan tulang

- Pembesaran tulang

- Perabaan tidak panas

- LED < 40 mm/mnt

- RF < 1/40

- SFà sesuai OA

- Sensitivitas 95%

- Spesifisitas 75

Nyeri lutut ditambah

minimal 1 dari 3 kea-

daan dibawah ini :

- Umur > 50 tahun

- Krepitasi

- Osteofit

- Ssensitivitas 91%

- Spesifisitas 80%

Nyeri lutut ditambah

M-inimal 3 dari 6 kea

naan dibawah ini :

- Umur > 50 tahun

- Kaku < 30 menit

- Krepitasi

- Nyeri tekan tulang

- Pembesaran tulang

- Teraba tidak panas

- Sensitivitas 95%

- Spesifisitas 69

1.1.5.Tatalaksana Osteoartritis

15

Page 16: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA adalah untuk edukasi pasien,

pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit

supaya tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat (edukasi,

penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat, terapi lokal dan tindakan

bedah.

Non farmakologi:

Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi

kerja. Pada edukasi, yang penting adalah meyakinkan pasien untuk dapat mandiri, tidak

selalu tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas

hidup pasien dapat ditingkatkan. Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat

melakukan aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain. Terapi ini terdiri dari

pendinginan, pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi

kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan

latihan aerobik. Latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang tidak menjalani tindakan

bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien yang akan dan sudah menjalani tindakan bedah,

sehingga pasien dapat segera mandiri setelah pembedahan dan mengurangi komplikasi akibat

pembedahan.

Farmakologi

Nonsteroid Antiinflamtory Drugs (NSAIDs/OAINS)

Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri penderita OA

adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja dengan cara menghambat

jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu

COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2

(berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional bekerja dengan cara menghambat

COX-1 dan COX-2, sehingga dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi

ginjal, retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif akan

memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan OAINS yang

tradisional.

Glukosamin dan Chondrotin Sulfate

Glukosamin dan chondrotin sulfat digunakan secara luas sebagai tatalaksana

osteoartritis meskipun mekanismenya tidak diketahui secara pasti. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa penggunaan obat ini dapat menghilangkan rasa sakit dengan efek

toksisitas yang kecil.

Injeksi Intraartikular

Pada dasarnya ada dua indikasi suntikan intraartikular yakni penanganan simtomatik

dengan steroid dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan

penyakit. Injeksi intraartikular bukan merupakan pilihan utama dalam penangan osteoartritis.

16

Page 17: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

a.Steroid (triamsinolone hexacetonide dan methylprednisolone)

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamaso yang

kurang responsif terhadap NSAIDs, tidak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas

yang merupakan kontraindikasi terhadap pemberian NSAIDs. Sebagian besar literatur tidak

menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun waktu 3 bulan. dosis

untuk sendi besar sperti lutut 40 – 50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi – sendi kecil

digunakan dosis 10 mg.

b. Hyaluronan

Penyuntikan dengan hyaluronan diberikan berturut – turut 5 sampai 6 kali dengan

interval satu minggu sebanyak 2 – 2,5 ml hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik dan

tepat, jika tidaka akan timbul penyulit seperti artritis aseptik, nekrosis jaringan dan abses

steril.

Operatif

Indikasi dilakukan tindakan operatif bila:

a. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

b. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penanganan medikamentosa dan

rehabilitatif

Terdapat dua tipe terapi pembedahan:

a. Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah

sudut dari weight bearing. Tujuannya adalah membuat kartilago sendi yang

sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan

dengan ligamen atau meniscus repair.

b. Arthroplasty

Artroplasti adalah prosedur rekonstruksi sendi sehingga pergerakannya lebih

baik. Artroplasti eksisional adalah tindakan eksisi tulang untuk dibentuk

menjadi sendi palsu baru, contohnya eksisi kaput femur lalu ruang sendi diisi

dengan massa jaringan lunak seperti otot gluteus. Protesis juga dapat digunakan

untuk mengganti sebagian atau seluruh sendi, contohny pada total knee

replacement arthroplasty. Bila kerusakan hanya pada satu kompartemen saja

dilakukan hemiartriplasti, tetapi bila seluruh kompartemen rusak dilakukan

artroplasti total.

1.1.6.Komplikasi Osteoartritis

Pada dasarnya penyulit yang timbul tergantung dari sendi mana yang mengalami OA

serta kelainan, lokasi dan arah kelainan tersebut. Penyulit tersebut bisa diakibatkan berbagai

17

Page 18: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

patologi. Beberapa diantaranya adalah efusi sinovial, osteofit dan degenerasi jaringan sekitar

sendi.Kerusakan sendi pada OA dapat mengakibatkan malalignment dan subluksasi.

Penyempitan celah sendi asimetris mengakibatkan varus atau valgus. Ankilosis jarang

terjadi pada OA, dapat mengenai sendi sakro-iliaka dan simfisis. Fragmentasi permukaan

sendi yang terjadi berupa debris pada kavum sinovial atau osteochondral bodies yang tetap

melekat pada permukan sendi asalnya. Pada sendi lutut, efusi sinovial dapat menyebabkan

timbulnya kista Baker pada fosa poplitea.

1.1. Bahu Beku (Frozen Shoulder)

1.1.1.Definisi Frozen Shoulder

Frozen shoulder, atau adhesive capsulitis adalah suatu kelainan di mana terjadi

inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat disekitar sendi glenohumeral, sehingga

sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi keterbatasan gerak dan nyeri yang kronis.

1.1.2.Anatomi dan Fisiologi

Sendi pada bahu terdiri dari tiga tulang yaitu tulang klavikula, skapula, dan humerus.

Terdapar dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu yaitu sendi akromiklavikular

dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang berbentuk “ball-and-socket” yang

memungkinkan untuk terjadi ROM yang luas. Struktur-struktur yang membentuk bahu

disebut juga sebgai rotator cuff. Tulang-tulang pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan

ligament. Tendon dan ligament membantu member kekuatan dan stabilitas lebih. Otot-otot

yang menjadi bagian dari rotator cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres

minor, dan m. subscapularis.

Otot-otot pada rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan menjaga stabilitas

sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan menyambung ke humerus membuat

seperti cuff atau manset pada sendi bahu. Manset ini menjaga caput humeri di dalam fossa

glenoid yang dangkal.

Otot-otot pada rotator cuff menjada “ball” dalam “socket” pada sendi glenohumeral dan

memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder. Terdapat dua bursa untuk memberi

bantalan dan melingungi dari akromion dan memungkinkan gerakan sendi yang lancar.

Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral, sebuah

istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression), untuk

memungkinkan otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan. Dengan kata lain,

rotator cuff, caput humerus akan naik sampai sebagian keluar dari fosa glenoid, mengurangi

efisiensi dari otot deltoid.

1.1.3.Epidemiologi Frozen Shoulder

18

Page 19: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Nyeri pada bahu merupakan penyebab kelainan muskuloskletal tersering ketiga setelah

nyeri punggung bawah dan nyeri leher. Prevalensi dari frozen shoulder pada populasi umum

dilaporkan sekitar 2%, dengan prevalensi 11% pada penderita diabetes.

Frozen shoulder dapat mengenai kedua bahu, baik secara bersamaan atau berurutan,

pada sebanyak 16% pasien. Frekuensi frozen shoulder bilateral lebih sering pada pasien

dengan diabetres dari pada yang tidak. Pda 14% pasien, saat frozen shoulder masih terjadi

pada suatu bahu, bahu kontralateral juga terpengaruh. Frozen shoulder kontralateral biasanya

terjadi dalam waktu 5 tahun onset penyakit. Suatu relapse frozen shoulder pada bahu yang

sama jarang terjadi. Frozen shoulder sering terjadi pada pasien denga hipertiroid dan

hipertriglikemi.

1.1.4.Etiologi Frozen Shoulder

Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat kondisi mendara

yang menyebabkan sendi tidak digunakan. Idiopatic frozen shoulder sering terjadi pada

dekade ke empat atau ke enam.

Rotator cuff tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar collum dan

caput humeri, stroke paralitic adalah factor predisposisi yang sering menyebabkan terjadinya

frozen shoulder. Penyebab tersering adalah rotator cuff tendinopati dengan sekitan 10% dari

pasien degan kelainan ini akan mengalamai frozen shoulder. Pasien dengan diabetes mellitus

dan pasien yang tidak menjadalani fisioterapi juga memiliki resiko tinggi. Penggunaan sling

terlalu lama juga dapat menyebabkan frozen shoulder.

Frozen shoulder dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma atau operasi

pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan tetapi pada sepertiga kasus

pergerkana yang terbatas dapat terjadi pada kedua lengan.

1.1.5.Patofisiologi Frozen Shoulder

Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis menyatakan

bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap nyeri yang timbul pada

bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini sering timbul bila sendi tidak

digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang

rendah, di mana tidak tahan dengan nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi

tergantung. Lengan yang imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan

bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein,

edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara

lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon

subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul sendi.

19

Page 20: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Penyebab frozen shoulder mungkin melibatkan proses inflamasi. Kapsul yang berada

di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat ruangan untuk tulang

humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak terjadi nyeri.

Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah fibrosis yang

padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik ditemukan prolifrasi aktif

fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi miofibroblas sehingga menyebabkan

matriks yang padat dari kolagen yang berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular.

Berkurangnya cairan synovial pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen

shoulder.

Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine dan

fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan penjedalan

dalam darah dan membentuk suatu substansi yang melekat pada sendi. Perlekatan pada sekitar

sendi inilah yang menyebabkan perlekatan satu sama lain sehingga menghambat full ROM.

Kapsulitis adhesiva pada bahu inilah yang disebut frozen shoulder.

Terdapat pula pendapat yang menyatakan adanya proses perrubahan vakuler pada

frozen shoulder.

1.1.6.Manifestasi Klinis Frozen Shoulder

Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki cirri khas yaitu terbagi dalam tiga fase,

nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini biasanya berjalan selama 1

hingga 3 tahun.

Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing stage, fase ini diawalin

dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur dengan posisi miring

dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien akan sering mengeluhkan nyeri

pada daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan meminta bantuan medis pada fase ini,

karena dianggap nyeri akan hilang dengan sendirinya. Mereka dapat mencoba mengurangi

nyeri dewngan analgesic. Tidak ada trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat

pertama kali dia tidak bisa melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi

pergerakan. Fase ini dapat berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.

Fase kedua ini disebut stiff atau frozen fase. Pada fase ini pergerakan bahu menjadi

sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk melalukan kegiatan

sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi interna dan externa serta mengangkat

lengan seperti pada saat keramas atau mengambil sesuatu yang tinggi. Saat in pasien biasanya

mempunyai keluahans spesifik seperti tidak bisa menggaruk punggung, atau memasang BH,

atau mengambil sesuatu dari rak yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan hingga 1

tahun.

20

Page 21: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Fase terakhir adalah fase resolusi atau thawing fase. Pada fase ini pasien mulai bisa

menggerakan kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk melakukan aktivitas

akan membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik secara gerak

aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi mungkin kurang dari 90

derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, dan rotasi internal dan eksternal dapat berkurang

sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula restriksi pada rotasi eksternal.

Tes Appley scratch merupakan tes tercepat untuk mengeveluasi lingkup gerak sendi

aktif. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan tangan sisi kontra

lateral melewati belakang kepala. Pada frozen shoulder pasien tidak dapat melakukan gerakan

ini. Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk muskulotendineus

rotator cuff. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar,

bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.

1.1.7.Faktor Resiko Frozen Shoulder

Frozen shoulder lebih sering terjadi pada wanita. Frozen shoulder sering terjadi pada

orang yang pernah mengalami trauma atau operasi pada sendi bahu. Orang dengan diabetes,

penyakit jantung, penyakit paru, hipertiroid, dan hipertriglisemi cenderung berisiko untuk

mengalami frozen shoulder.

1.1.8.Diagnosis Frozen Shoulder

Pada prinsipnya diagnosa frozen shoulder ditegakan berdasarkan manifestasi klinis.

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis hanya dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan penyakit lain. Pemeriksaan lab kadang dilakukan karena sering pada penderita

fronzen shoulder merupakan penderita diabetes yang tidak diketahui.

1.1.9.Tatalaksana Frozen Shoulder

Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan pergerakan sendi

dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali dengan pemberian NSAID

dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan dengan latihan-latihan gerakan. Pada

beberpa kasus dilakukan TENS untuk mengurangi nyeri.

Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan steroid

(sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu dilakukan dalam

beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan radiologis, bisa dengan

fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan untuk memastikan jarum masuk

dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan pada sendi untuk menekan inflamasi yang

terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan salin normal, kadang

21

Page 22: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

hingga terjadi rupture pada kapsul untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena

kontraksi. Tindakan ini disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang

meragukan kegunaan terapi tersebut.

Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat merekomendasikan

manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk melepaskan perlengketan. Opersai

dilakukan pada kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang

dilakukan berupa arthroskopi.

Mungkin diperlukan juga fisioterapi dan latihan gerak. Fisioterapi dapat berupa pijatan

atau pemeberian panas.

1.1. Plantar Fasciitis

1.1.10. Definisi Plantar Fasciitis

Plantar Fasciitis (Policeman’s Heel) adalah nyeri tumit disebabkan oleh peradangan

dari Plantar Fascia , yaitu suatu jaringan disepanjang bagian bawah kaki yang

menghubungkan tulang tumit dengan ibu jari kaki kita. Berdasarkan kualifikasi penyakit

rematik menurut American Rematism Association, Plantar Fasciitis termasuk golongan

rematism non artikular, dimana akibat keluhan ini dapat mengganggu mobilitas dan aktifitas

kehidupan sehari-hari penderitanya.

1.1.11. Faktor Resiko Plantar Fasciitis

a. Aktivitas fisik yang berlebihan dan pada pekerjaan yang memerlukan banyak

berdiri atau berjalan .

b. Sepatu yang tidak Ergonomis. Sepatu yang solnya tipis, longgar atau tidak ada

dukungan untuk lengkung kaki atau tidak ada kemampuan untuk menyerap

hentakan akan menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi.

Jika sering memakai sepatu dengan tumit tinggi (high heels) maka tendon

Achilles yakni tendon yang melekat pada tumit kita dapat berkontraksi/tegang dan

memendek, menyebabkan strain pada jaringan di sekitar tumit yang juga akan

menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis semakin tinggi.

c. Arthritis. Beberapa tipe Arthritis dapat menyebabkan peradangan pada tendon

dari telapak kaki, yang dapat menyebabkan Plantar Fasciitis.

d. Diabetes . Meskipun tidak diketahui mekanismenya, akan tetapi Plantar Fasciitis

terjadi lebih sering pada orang dengan diabetes.

e. Berat badan berlebihan. Berjalan-jalan dengan berat badan yang berlebihan

dapat menyebabkan kerusakan jaringan lemak di bawah tulang tumit dan

menyebabkan nyeri tumit. Orang-orang yang naik berat badannya dengan

cepat dapat menderita Plantar Fasciitis, walaupun tidak selalu.

22

Page 23: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

f. Kehamilan. Berat badan yang bertambah dan pembengkakan yang dialami pada

saat hamil dapat menyebabkan ligamen (jaringan pengikat) pada tubuh termasuk di

kaki – untuk mengendur. Ini dapat menyebabkan permasalahan mekanikal dan

peradangan.

g. Kelainan anatomis kaki seperti telapak kaki leper/ceper (tanpa lengkung),

atau sebaliknya, lengkungan berlebihan. Orang-orang dengan kaki datar

mempunyai penyerapan kejutan yang kurang, yang mana hal ini meningkatkan

peregangan dan tegangan pada plantar fascia. Orang-orang dengan lengkung kaki

yang tinggi mempunyai jaringan plantar yang lebih ketat, yang juga

menyebabkan penyerapan kejutan yang kurang.

h. Pertambahan usia. Saat lengkungan mulai berkurang secara alamiah. Nyeri

tumit cenderung lebih umum dijumpai oleh karena penuaan menyebabkan

lengkung kaki mulai mendatar, menimbulkan stress pada plantar fascia.

1.1.12. Manifestasi Klinis Plantar Fasciitis

Keluhan utama pada kasus ini adalah nyeri pada tumit. Plantar Fasciitis menyebabkan

nyeri seperti ditusuk atau rasa terbakar yang terutama dirasakan waktu berdiri pada pagi hari,

sewaktu penderita mulai menapakkan kaki beberapa langkah pertama, hal ini disebabkan

karena fascia mengencang (berkontraksi) sepanjang malam. Segera setelah kita berjalan-jalan

beberapa saat, nyeri yang disebabkan oleh Plantar Fasciitis ini biasanya berkurang,

tetapi mungkin akan terasa nyeri kembali setelah berdiri beberapa lama atau setelah bangun

dari posisi duduk.

Dalam keadaan normal, Plantar Fascia kita bekerja seperti sebuah serabut-serabut

penyerap kejutan (shock-absorbing bowstring), menyangga lengkung dalam kaki kita. Tetapi,

jika tegangan pada serabut-serabut tersebut terlalu besar, maka dapat terjadi beberapa

robekan kecil di serabut-serabut tersebut. Bila ini terjadi berulang-ulang maka fascia akan

menjadi teriritasi atau meradang.

1.1.13. Diagnosis Plantar Fasciitis

Pemeriksaa diawali dengan menanyakan mengenai keluhan yang di derita dan

mencari titik-titik nyeri/kaku di kaki pasien. Ini dapat membantu untuk menyingkirkan

penyebab-penyebab lain nyeri tumit kaki, seperti Tendinitis, Arthritis, iritasi saraf atau

adanya suatu kista ataupun Kalkaneus Spur (Heel Spur) yang pada beberapa dekade terakhir

sering dianggap menjadi penyebab utama nyeri pada tumit kaki. Heel spur merupakan

penonjolan tulang pada plantar kaki/telapak kaki pada tulang kalkaneus, bentuknya seperti

jalu ayam.

23

Page 24: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Nyeri tumit kaki dapat di hilangkan tanpa melakukan operasi pengangkatan Spur

tersebut. Pembedahan untuk membuang Spur sangat jarang dilakukan. Selain melakukan

pemeriksaan fisik, disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan penunjang yaitu

pemeriksaan Rontgen atau MRI untuk menyakinkan bahwa pasien tidak mengalami

fraktur tekanan (Stress Fracture) ataupun Arthritis.

1.1.14. Tatalaksana Plantar Fasciitis

Non Operatif

a. Kompres es batu yang dibungkus dengan kain di daerah nyeri atau bekukan

sebotol air dan urutkan di atas daerah yang nyeri selama 20 sampai 30 menit, 3

atau 4 kali sehari atau setelah melaksanakan aktivitas.

b. Obat-obatan golongan NSAID.

c. Kurangi Aktifitas olah raga. Alihkan aktivitas olah raga dengan pembebanan

pada kaki hingga nyeri mereda. Untuk mempertahankan kondisi atlet sebaiknya

dianjurkan melakukan bentuk-bentuk latihan alternatif, seperti aktivitas

berenang ataupun bersepeda.

d. Latihan peregangan berkala. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur.

Sebelum anda turun dari tempat tidur di pagi hari, regangkan otot-otot betis,

lengkung kaki dan tendon Achilles dengan cara menyentuh ujung kaki anda

dan secara perlahan-lahan melipat kaki anda. Jenis peregangan yang sering

dilakukan untuk Plantar Fasciitis adalah dengan melakukan Calf stretch dan

Plantar fascia stretch.

Calf Stretch Plantar Fascia – Spesific Stretching

24

Page 25: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

e. Ortosis. Koreksi sepatu atau sandal membantu mengurangi rasa nyeri pada

tumit sewaktu menapak atau berjalan. Penyangga lengkungan kaki (Arch

Support), yang bisa dipakai/diletakkan dalam sepatu, ataupun bidai yang

digunakan pada malam hari yang disebut Night Splint, karena di gunakan saat

tidur malam hari.

f. Ultrasound Diathermy (US). Untuk mengurangi nyeri pada Plantaris Fasciitis

terapi Non Invasif yang sering digunakan adalah dengan modalitas

Ultrasound Diathermy (US). US adalah diatermi berdasarkan konversi

energi suara frekensi tinggi , dengan daya tembus paling dalam (3-5 cm)

diantara diatermi lainnya, gelombang suara ini selain memberikan efek

panas/termal, juga ada efek non termal/mekanik yaitu Micromassage. Terapi

ultrasound digunakan untuk kasus plantar fasciitis karena efek panas dan

efek mekanik pada gelombang ultrasound menyebabkan peningkatan

sirkulasi darah ke jaringan setempat. Radang pada plantar fascia ini terjadi

karena adanya trauma atau strain, sehingga terjadi perubahan pembuluh darah

dan perubahan sel leukosit. Pengaruh panas ultrasound juga dapat digunakan

untuk mengurangi nyeri pada plantar fasciitis karena gelombang pulsed

yang rendah intensitasnya dapat memberikan efek sedative dan analgesik

pada ujung-ujung saraf sensorik. US efektif dalam mempercepat proses

pembuangan infiltrat hasil inflamasi dan mengurangi perlengketan yang terjadi.

Tindakan Operatif

Jenis Operasi yang biasa dilakukan untuk mengatasi plantar fasciitis adalah dengan

melakukan Gastrocnemius recession atau plantar fascia release. Komplikasi lainnya adalah

terjadinya kerusakan pada syaraf dan terjadinya infeksi.

1.1.15. Pencegahan Plantar Fasciitis

a. Menjaga berat badan sehat ideal. Ini akan meminimalkan beban pada Plantar

Fascia.

b. Memilih sepatu yang Ergonomis. Hindari sepatu dengan tumit yang terlalu

rendah.

25

Page 26: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

c. Mulailah aktivitas olahraga secara perlahan. Pemanasan sebelum memulai

aktivitas atletik atau olahraga apapun, dan mulailah suatu program latihan

baru secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.

d. Lakukan peregangan pada saat bangun tidur. Sebelum anda turun dari tempat

tidur di pagi hari, regangkan otot-otot betis, lengkung kaki dan tendon Achilles

dengan cara menyentuh ujung kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat

kaki anda. Ini dapat menolong untuk membalikkan kekencangan dari

Plantar Fascia yang terjadi sepanjang malam.

1.2. Epicondylitis Lateral (Tennis Elbow)

1.2.1. Definisi Epicondylitis Lateral

Tennis elbow merupakan salah satu jenis overuse syndrome dan kondisi ini timbul

sebagai akibat dari extensi pergelangan tangan yang berlebihan. Nyeri siku dapat berupa

sebagai tennis elbow (lateral epicondylitis) ketika terjadi cedera pada tendon bagian luar.

Gambar. Group otot yang termasuk adalah otot ektensor pergelangan tangan, terutama

otot ektensor carpi radialis brevis yang menimbulkan gejala pada tennis elbow ini.

Gambar. Robekan ligament

1.2.2. Epidemiologi Epicondylitis Lateral

Insidensi tennis elbow bervariasi mulai dari 1% hingga 3% dari populasi umum dan

kelainan ini dapat ditemukan pada 50% pemain tenis. Meskipun begitu, jumlah pemain tenis

yang terkena penyakit ini hanya sekitar 5% dari jumlah semua pasien tennis elbow. Oleh

26

Page 27: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

karena itu penggunaan istilah tennis elbow sebenarnya kurang tepat, sebab mayoritas

penderitanya justru bukan pemain tenis.

Jumlah pasien tennis elbow para pria dan wanita sama banyaknya. Kelainan ini sering

ditemukan pada orang-orang berkulit putih, pada tangan yang dominan, dan insidensinya

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dengan populasi puncak pada usia 30 hingga 50

tahun, serta usia rata-rata penderitanya adalah 42 tahun.

1.2.3. Patofisiologi Epicondylitis Lateral

Selain akibat cedera stres repetitif, tennis elbow juga dapat terjadi karena trauma

langsung. Kondisi ini sering ditemukan pada para pemain tenis, terutama pada mereka yang

tidak profesional, dan belum memiliki teknik bermain tenis yang baik. Epikondilitis lateral

terjadi karena kontraksi repetitif pada otot-otot extensor lengan bawah, terutama pada origo

extensor carpi radialis brevis (ECRB), yang mengakibatkan robekan mikro lalu degenerasi

tendon, perbaikan yang imatur,hingga menimbulkan tendinosis.

Gambar. Gerakan backhand pada tenis yang menimbulkan tarikan pada epikondilus

lateral.

Selain gaya mekanik yang mengakibatkan stres varus berlebihan pada ECRB, posisi

anatomi tendon ECRB yang langsung berhimpitan dengan aspek lateral capitellum

menyebabkan tendon tersebut mudah mengalami abrasi berulang selama proses extensi

elbow. Hipovaskularitas permukaan bawah tendon juga berkontribusi dalam proses

degenerasi dan tendinosis.

27

Page 28: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gambar: A. Gambaran histologis tendinosis angiofibroplastic ( angiofibroblastic

tendinosis) pada tennis elbow, terjadi disorganisasi kolagen normal akibat invasi fibroblast.

B. Tendon normal.

Pada pemeriksaan umum, tendon yang mengalami tennis elbow akan berwarna abu-abu

dan rapuh. Awalnya, banyak yang menduga bahwa epikondilitis terjadi karena adanya proses

inflamasi yang melibatkan bursa humeral radial, synovium, dan ligamentum annular. Pada

tahun 1979, Nirschl dan Pettrone menemukan adanya disorganisasi arsitektur kolagen normal

akibat invasi fibroblast yang berhubungan erat dengan respon reparatif vaskuler yang imatur,

yang disebut juga dengan istilah “hiperplasia angiofibroplastik”. Proses itu kemudian dikenal

dengan nama “tendinosis angiofibroplastik” karena tidak ada satu pun sel radang yang

teridentifikasi. Karena inflamasi bukanlah faktor yang signifikan dalam epikondilitis, maka

istilah tendinosis merupakan istilah yang paling tepat untuk menggambarkan tennis Elbow.

1.2.4. Manifestasi Epicondylitis Lateral

Onset gejala biasanya timbul dalam 24-72 jam setelah melakukan aktivitas extensi

pergelangan tangan secara berulang-ulang. Manifestasi gejala terlambat timbul karena adanya

robekan mikroskopik pada tendon.

Pasien mengeluhkan nyeri pada lateral elbow yang akan semakin memburuk ketika

pasien beraktivitas dan membaik setelah pasien beristirahat. Pasien juga merasakan kondisi

yang mengganggu saat melakukan aktivitas tertentu seperti ketika pasien melakukan pukulan

backhand tenis atau menggunakan obeng secara berlebihan.

Nyeri biasanya bersifat tajam, intermiten, dan menjalar ke bawah melalui aspek

posterior lengan bawah. Terkadang, pasien dapat menentukan lokasi nyerinya di sekitar 1,5

28

Page 29: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

cm dari distal origo ECRB. Nyeri yang dialami oleh pasien bervariasi, mulai dari yang paling

ringan (seperti rasa mengganggu ketika melakukan aktivitas berat seperti bermain tennis atau

menggunakan alat tangan secara berulang-ulang), atau nyeri berat yang terpicu oleh aktivitas

sederhana seperti hendak mengambil dan memegang gelas kopi. Secara umum, pasien tennis

elbow akan mengeluhkan penurunan kekuatan ketika melakukan gerakan menggenggam,

supinasi, dan extensi pergelangan tangan.

Sekitar sepertiga kasus tennis elbow berhubungan dengan aktivitas hidup sehari-hari.

Sehingga menanyakan riwayat pekerjaan dan aktivitas sehari-hari merupakan salah satu hal

yang penting dalam menegakkan diagnosis. Selain tennis, aktivitas lain juga dapat

menimbulkan tennis elbow.

1.2.5. Diagnosis Epicondylitis Lateral

Dari anamnesis, dapat diketahui bahwa pasien tennis elbow datang ke dokter karena

keluhan utama nyeri di daerah lateral elbow, yang menjalar ke regio extensor. Pada umumnya

mereka berusia antara 20-50 tahun, dan mayoritas berusia di atas 30 tahun. Pasien sering kali

melaporkan bahwa onset timbulnya nyeri sulit diketahui, namun hal itu berhubungan erat

dengan riwayat penggunaan tangan secara berlebihan (pada tangan dominan) tanpa adanya

trauma spesifik.

PEMERIKSAAN FISIK

INSPEKSI

Pada inspeksi, sulit untuk menegakkan diagnosis tennis elbow karena biasanya tidak

ditemukan adanya hematoma maupun edema pada lateral elbow. Namun pada pasien tennis

elbow yang sudah kronik, dapat ditemukan atrofi otot-otot extensor. Meskipun tidak mungkin

menegakkan diagnosis tennis elbow hanya dengan inspeksi, kita tidak boleh mengabaikan

pemeriksaan ini sebab jika kita menemukan adanya eritema, pembengkakan atau pun lesi lain

pada elbow, maka hal tersebut justru akan menyingkirkan diagnosis tennis elbow.

PALPASI

Dari palpasi, ada beberapa jenis pemeriksaan provokatif yang dapat dilakukan antara

lain:

1. Penekanan pada lateral elbow

Nyeri maksimal dapat timbul ketika dilakukan penekanan pada daerah sekitar 1-2 cm

dari distal origo ECRB di epikondilus lateral. Apabila tanda ini tidak ditemukan, maka kita

dapat menyingkirkan diagnosis tennis elbow.

29

Page 30: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gambar. Tes penekanan pada lateral elbow

2. Tes Maudsley

Pasien diminta untuk melakukan extensi jari ketiga (jari tengah) tangan lalu pemeriksa

menahan extensi tersebut sambil mempalpasi epikondilus lateral. Hal itu akan menimbulkan

ketegangan pada otot extensor digitorum dan tendon. Hasil positif terjadi apabila pasien

merasakan nyeri pada epikondilus lateral. Bila positif, berarti pasien menderita tennis elbow.

Gambar. Tes Maudsley.

3. Tes Mill

Pemeriksa meminta pasien agar memflexikan elbow dan pergelangan tangan, sambil

memperhatikan tiap nyeri yang timbul pada epikondilus lateral. Hasil positif bila pasien

merasakan nyeri pada epikondilus lateral.

30

Page 31: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gambar. Tes Mill.

4. Tes Cozen

Pemeriksa menstabilisasi elbow dengan cara meletakkan ibu jari pada epikondilus

lateral. Lalu pasien diminta untuk mengepalkan tangan sambil mempronasikan lengan bawah

secara radial lalu pasien mengextensikan pergelangan tangan sambil melawan tahanan yang

diberikan oleh pemeriksa. Atau pemeriksa dapat memflexikan dan mengextensikan lengan

bawah pasien secara pasif. Semua tindakan itu akan menimbulkan nyeri apabila pasien

menderita tennis elbow.

5. Tes Mengangkat Kursi (Chair Test)

Pasien diminta untuk mengangkat sebuah kursi dengan bahu di-adduksi, kemudian

elbow diextensi, dan pergelangan tangan dipronasi. Tindakan seperti itu akan mempresipitasi

nyeri Jika pasien merasakan nyeri pada epikondilus lateral, berarti chair test positif dan itu

salah satu indikasi yang menunjukkan bahwa pasien mengalami tennis elbow.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologis biasanya dijadikan alat diagnostik cadangan untuk kasus-kasus

yang telah refrakter terhadap terapi non-bedah, untuk mengeksklusi abnormalitas lain, dan

untuk memeriksa luasnya kerusakan tendon. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang

dapat dilakukan adalah X-ray, CT-scan, MRI, dan USG.(1,3,4)

1. X-Ray

Pemeriksaan X-ray biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengeksklusi abnormalitas

lain. Gambaran yang dapat ditemukan dari pemeriksaan X-ray pada tennis elbow adalah

deposisi kalsium (kalsifikasi) pada daerah yang berdekatan dengan epikondilus lateral.

2. USG

Sensitivitas USG untuk mendiagnosis tennis elbow adalah 72-88%, sedangkan

spesifisitasnya adalah 36-62,5%, namun ada juga penelitian yang melaporkan bahwa

spesifisitasnya mencapai 67-100%, terutama untuk pasien-pasien yang simptomatik. Dari

31

Page 32: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

pemeriksaan USG, diagnosis tennis elbow dapat ditegakkan apabila pada tendon extensor

communis ditemukan salah satu gambaran berikut ini:

- Robekan linear intrasubtansi

- Penebalan tendon

- Kalsifikasi intratendinosus

- Iregularitas tulang pada yang berdekatan

- Fokal hipoekoik regional

- Enthesophytes pada insersi tendon

- Cairan peritendinosus

Gambar. USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda

panah menunjukkan fokus hipoekoik linear yang sesuai dengan robekan intrasubstansi.

Gambar. USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda

panah yang atas menunjukkan tendon yang mengalami kalsifikasi, sedangkan tanda panah

yang bawah menunjukkan iregularitas tulang yang dekat dengan tendon extensor communis.

32

Page 33: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gambar. USG longitudinal pada tendon extensor communis pasien tennis elbow, tanda

bintang menunjukkan tendon yang terlepas dari tulang yang disertai dengan cairan

peritendinosus, sedangkan tanda panah menunjukkan enterofit pada tulang.

1.2.6. Diagnosa Banding Epicondylitis Lateral

Sindrom radial tunnel

Penyakit ini ditandai oleh adanya nyeri dan kelemahan pada sisi lateral siku

setelah pasien melakukan aktivitas berupa extensi siku atau rotasi lengan

bawah secara berlebihan. Gejalanya sangat mirip dengan epikondilitis lateral,

hanya saja area nyeri pada sindrom radial tunnel adalah sekitar empat jari ke

arah distal epikondilus lateral. Untuk benar-benar menyingkirkan diagnosis,

kita dapat melakukan pemeriksaan elektromiografi.

Bursitis olekranon

Pada bursitis olekranon, biasanya gejala diawali oleh adanya riwayat trauma,

perdarahan, sepsis atau riwayat rematik. Pada pemeriksaan fisis, kita dapat

menemukan adanya efusi sendi siku dan eritema pada kulit siku, pada

epikondilitis lateral kita tidak akan menemukan adanya tanda-tanda eritema.

Pada bursitis olekranon, nyeri dapat timbul ketika dilakukan penekanan pada

olekranon sedangkan pada epikondilitis lateral, nyeri timbul saat dilakukan

penekanan pada epikondilus lateral.

Epikondilitis medial (golfer elbow)

Pasien epikondilitis medial biasanya memiliki riwayat aktivitas sering

melakukan gerakan flexi seperti bermain golf. Nyeri siku yang timbul pada

epikondilitis medial dipresipitasi oleh gerakan flexi dan supinasi, berbeda

dengan tennis elbow yang justru dipicu oleh gerakan extensi dan pronasi.

1.2.7.Tatalaksana Epicondylitis Lateral

33

Page 34: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Terapi Fase Akut

Untuk tennis elbow fase akut, maka kita harus memberlakukan regimen R.I.C.E seperti

halnya cedera jaringan lunak lainnya.

Hal tersebut melibatkan prosedur:

- Rest (istirahat)

- Ice (es)

- Compression (kompres)

- Elevation (elevasi)

Gambar Prosedur RICE untuk epikondilitis lateral.

Bila terapi tersebut tidak berhasil, maka kita dapat melanjutkannya dengan:

Terapi Konservatif

Terapi konservatif yang dapat diberikan pada pasien tennis elbow antara lain:

1. NSAID (Non-steroidal anti-inflammatory drugs)

NSAID dapat digunakan sebagai analgesia untuk pasien tennis elbow. Ada banyak

pilihan NSAID yang dapat digunakan yakni diclofenac, naproxen, ibuprofen, dan inhibitor

siklooksigenase. Obat-obatan tersebut dapat digunakan secara topikal maupun sistemik.

Meskipun memiliki banyak golongan, namun secara umum, profil khasiat NSAID hampir

sama.

NSAID dapat menghambat inflamasi dengan cara menghambat sintesis prostaglandin.

Meskipun tennis elbow bukanlah suatu proses inflamasi, namun berbagai penelitian telah

membuktikan bahwa penggunaan NSAID dapat mengurangi gejala tennis elbow. Namun

penggunaan NSAID dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena adanya efek samping pada

traktus gastrointestinal dan ginjal.

2. Kortikosteroid

Jenis kortikosteroid yang digunakan untuk terapi tennis elbow sebaiknya yang memiliki

efek anti-inflamasi yang kuat seperti triamcinolone dan betamethasone. Dan pemberiannya

harus dilakukan secara intra-artrikuler untuk mengurangi efek sistemik.

34

Page 35: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gambar. Injeksi kortikosteroid pada epikondilus lateral.

Triamcinolone dan betametahsone dapat menurunkan inflamasi dengan cara menekan

migrasi leukosit polimorfonuklear dan memperbaiki permeabilitas kapiler. Banyak dokter

yang lebih suka menggunakan betamethasone karena agen ini tidak mengalami kristalisasi

ketika dicampurkan dengan sediaan anestetik yang bebas paraben.

Terapi ini terkadang juga dikombinasikan dengan anestetik lokal; salah satu kombinasi

yang sering digunakan adalah 0,5 cc Xylocaine 2% dan 0,5 cc methylprednisolone.

3. Vasodilator

Vasodilator dapat diberikan pada pasien tennis elbow karena agen ini dapat

menstimulasi sintesis kolagen dan membantu proses penyembuhan. Selain itu vasodilator

dapat mengurangi gejala nyeri. Vasodilator yang dianjurkan adalah nitrogliserin transdermal.

Obat ini dapat menyebabkan relaksasi otot pembuluh darah dengan cara menstimulasi

produksi guanosine monofosfat intraseluler.

4. Botulinum

Botulinum telah terbukti dapat menurunkan gejala nyeri dengan cara memblokade

pelepasan asetilkolin, sehingga menimbulkan denervasi kimiawi pada sistem saraf simpatetik

dan perifer. Namun penggunaan botulinum harus dilakukan secara hati-hati karena efek

sampingnya dapat menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot pernapasan.

Terapi Fisik

Banyak ahli yang menyarankan terapi fisik untuk pasien-pasien tennis elbow dengan

cara memberikan stressing pada insersi ECRB melalui latihan gerakan eksentrik dan

konsentrik. Diharapkan dengan terapi ini maka akan terbentuk jaringan kolagen yang padat

pada area insersi ECRB, sehingga rasa nyeri akan tereliminasi.

Terapi fisik seperti ini murah dan cukup efektif dalam mengatasi gejala tennis elbow.

Namun sebelum melakukan gerakan-gerakan seperti itu, kita harus memberikan memberikan

35

Page 36: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

konseling pada pasien mengenai adanya efek eksarsebasi nyeri ketika sedang melakukan

latihan.

Penggunaan Ortosis atau Bebat Counterforce (Counterforce bracing)

Penggunaan bebat counterforce dilakukan untuk mengurangi gaya tension (tegangan)

pada tendon extensor pergelangan tangan, dan ortotik jenis ini lebih unggul dalam mengatasi

tennis elbow jika dibandingkan dengan bebat biasa. Bebat ini harus diletakan kira-kira 10 cm

di arah distal sendi elbow. Penggunaan bebat counterforce selama tiga minggu pada

epikondilitis lateral, dapat menurunkan nyeri dan meningkatkan kekuatan genggaman. Namun

beberapa ahli menganggap bahwa terapi ini tidak memberikan manfaat sama sekali dalam

mengatasi tennis elbow. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa terapi ini masih kurang

superior jika dibandingkan dengan terapi NSAID topikal dan injeksi kortikosteroid.

Terapi Pembedahan

Jika semua terapi konservatif gagal dalam mengatasi tennis elbow, maka kita harus

melakukan pemeriksaan radiologis guna menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan lain

yang menyertai tennis elbow dan mempertimbangkan terapi pembedahan.

Ada dua jenis pembedahan untuk mengatasi tennis elbow, yakni operasi terbuka dan

operasi dengan bantuan arthroskopi.

Operasi Terbuka

Operasi terbuka merupakan jenis pendekatan yang paling sering digunakan untuk

mengatasi tennis elbow. Ada beberapa teknik operasi terbuka yang dapat dilakukan untuk

mengatasi tennis elbow yakni:

-          teknik ablasi origo extensor communis,

-          teknik melepaskan aponeurosis extensor dari epikondilus lateral (Hohmann),

-          reseksi ligamentum orbikularis (Bosworth),

-          denervasi sendi radiohumeral (Kaplan)

-          prosedur Nirschl

Prosedur Nirschl

Prosedur Nirschl yang dimodifikasi merupakan salah satu metode yang paling sering

digunakan. Teknik ini memang tidak bisa mengeksplorasi sendi radiohumeral, namun

perdarahan pada teknik ini lebih minimal, prosedurnya lebih singkat, dan biayanya lebih

murah.

36

Page 37: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gambar. Foto intraoperatif prosedur Nirschl. Tanda panah menunjukkan adanya

robekan pada origo ECRB. Diskolorisasi abu-abu keputihan pada tendon mengindikasikan

adanya degenerasi.

Prinsip utama prosedur Nirschl adalah memperpanjang origo muskulofascial pada

pergelangan tangan dan extensor jari tangan. Prosedur ini diawali dengan memisahkan

extensor digitorum brevis dan extensor carpi radialis untuk memudahkan akses ke ECRB.

Bagian ECRB yang mengalami degenerasi dan sisi extensor digitorum brevis yang ada di

dekatnya dieksisi. ECRB yang telah dipotong tidak perlu disambung kembali karena struktur

ini didukung oleh perlekatan fascia yang ada di dekatnya sehingga bisa mencegah retraksi

distal. Lalu kita membuat lubang di epikondilus, dan semua traksi spur disingkirkan.

Kemudian extensor carpi radialis longus dan extensor digitorum communis diperbaiki, setelah

itu luka ditutup.

Rehabilitasi

Setelah menjalani pembedahan, terutama operasi terbuka, tangan yang dioperasi harus

diimobilisasi dengan menggunakan bebat. Setelah 1 minggu, bebat dan jahitan dapat

dilepaskan.

Jika bebat telah dilepaskan, maka kita harus segera memulai latihan fisik dengan

melakukan gerakan peregangan siku dan mengembalikan flexibilitas siku. Latihan penguatan

siku dapat dimulai dalam 2 bulan setelah pembedahan. Sedangkan untuk latihan atletik yang

jauh lebih berat, biasanya akan dimulai dalam 4 hingga 6,minggu setelah operasi.

37

Page 38: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Alur tatalaksana Tennis Elbow

American Family Physician (AFP) merekomendasikan suatu alur penatalaksanaan untuk

mengatasi tennis elbow. Bila anamnesis dan pemeriksaan fisis sudah konsisten dengan diagnosis

epikondilitis lateral, maka pendekatan terapi yang pertama kali dianjurkan adalah pengendalian

inflamasi dengan memberikan NSAID topikal atau oral, modifikasi gaya hidup, koreksi biomekanik

dan implementasi latihan fisik. Untuk melakukan hal tersebut, kita dapat mempertimbangkan

penggunaan bebat counterforce.

1.3. Tenovaginitis Stenosans (De Quervain Syndrome)

1.1.1. Definisi De Quervain Syndrome

De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus

stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abduktor polisis longus dan

ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon tersebut. De

Quervain’s syndrome atau tenosinovitis stenosans ini merupakan tendovaginitis kronik yang

disertai penyempitan sarung tendon. Sering juga ditemukan penebalan tendon.

38

Page 39: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

1.1.2. Etiologi De Quervain Syndrome

Trauma minor yang berulang-ulang umumnya memberikan kontribusi terhadap

perkembangan penyakit de Quervain’s syndrome. Aktivitas-aktivitas yang mungkin

menyebabkan trauma ulangan pada pergelangan tangan termasuk faktor pekerjaan, sekretaris,

olahraga golf, atau permainan olahraga yang menggunakan raket.

Faktor-faktor lain yang mungkin dapat memberikan kontribusi terjadinya de

Quervain’s syndrome antara lain : penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi inflamasi

tendon yang terjadi berhubungan dengan gesekan yang berlebihan / berkepanjangan antara

tendon dan pembungkusnya, terjadi misalnya pada wanita yang pekerjaannya memeras kain.

De Quervain’s syndrome adalah stenosis pada tendon sheath kompartemen dorsal

pertama pergelangan tangan. Kompartemen ini terdiri dari tendon otot abduktor polisis

longus dan otot ekstensor polisis brevis.

1.1.3. Patofisologi De Quervain Syndrome

Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada jari-jari

tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon sheath yang

memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas cairannya.Akibatnya,

pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan otot dengan tendon sheath karena

cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi

jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon sheath. Proliferasi ini

menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat ini memenuhi hampir

seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan pada tendon sheath tersebut

dan hal ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada kasus-kasus lanjut akan

terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath.

Pergesekan otot-otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga

terjadi perangsangan nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan

utama pada penderita penyakit ini. Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus

dan ekstensor polisis brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus radius.

1.1.4. Manifestasi De Quervain Syndrome

39

Page 40: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Gejala yang timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan menggerakkan kedua

otot tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot abduktor polisis longus

dan otot ekstensor polisis brevis.

1.1.5. Diagnosis De Quervain Syndrome

Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus stiloideus radius,

kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat penebalan pembungkus fibrosa

pada sedikit proksimal prosesus stiloideus radius, serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari

pergelangan tangan dan ibu jari. Bila tangan dan seluruh jari-jari dilakukan deviasi ulnar,

penderita merasa nyeri oleh karena jepitan kedua tendo di atas dan disebut uji Finkelstein

positif.

Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervain’s syndrome adalah tes

Finkelstein positif. Cara melakukannya adalah dengan menyuruh pasien untuk mengepalkan

tanganya dimana ibu jari diletakkan di bagian dalam dari jari-jari lainnya. Pemeriksa

kemudian melakukan deviasi ulnar pasif pada pergelangan tangan si pasien yang dicurigai

di mana dapat menimbulkan keluhan utama berupa nyeri pergelangan tangan daerah

dorsolateral.

Lakukan tes Finskelstein secara bilateral untuk membandingkan dengan bagian yang

tidak terkena. Hati-hati memeriksa ”the first carpometacarpal (CMC) joint” sebab bagian ini

dapat menyebabkan tes Finskelstein positif palsu. Selain dengan tes Finkelstein harus

diperhatikan pula sensorik dari ibu jari, refleks otot-otot, dan epikondilitis lateral pada tennis

elbow untuk melihat sensasi nyeri apakah primer atau merupakan referred pain.

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk menunjang diagnosis penyakit

ini. Kadang dilakukan pemeriksaan serum untuk melihat adanya faktor rheumatoid untuk

mengetahui penyebab penyakit ini, tetapi hal ini juga tidak spesifik karena beberapa penyakit

lain juga menghasilkan faktor rheumatoid di dalam darahnya.

Pemeriksaan radiologik secara umum juga tidak ada yang secara spesifik menunjang

untuk mendiagnosis penyakit ini. Akan tetapi, penemuan terbaru dalam delapan orang pasien

yang dilakukan ultrasonografi dengan transduser 13 MHz resolusi tinggi diambil potongan

aksial dan koronal didapatkan adanya penebalan dan edema pada tendon sheath. Pada

40

Page 41: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

pemeriksaan dengan MRI terlihat adanya penebalan pada tendon sheath tendon otot ekstensor

polisis brevis dan otot abduktor polisis longus. Pemeriksaan radiologis lainnya hanya dipakai

untuk kasus-kasus trauma akut atau diduga nyeri oleh karena fraktur atau osteonekrosis.

1.1.6. Tatalaksana De Quervain Syndrome

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan terapi konservatif dan intervensi bedah.

Pada terapi konservatif kasus-kasus dini, sebaiknya penderita menghindari pekerjaan yang

menggunakan jari-jari mereka. Hal ini dapat membantu penderita dengan

mengistirahatkan (immobilisasi) kompartemen dorsal pertama pada ibu jari (polluks) agar

edema lebih lanjut dapat dicegah. Idealnya, immobilisasi ini dilakukan sekitar 4-6 minggu.

Kompres dingin pada daerah edema dapat membantu menurunkan edema (cryotherapy). Jika

gejala terus berlanjut dapat diberikan obat-obat anti inflamasi baik oral maupun injeksi.

Beberapa obat oral dan injeksi yang diberikan sebagai berikut :

Nonsteroid anti-inflammatory drugs

Ibuprofen yang merupakan drug of choice untuk pasien dengan nyeri

sedang. Bekerja sebagai penghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan

jalan menghambat sintesa prostaglandin. Dosis dewasa 200 - 800 mg,

sedangkan dosis untuk anak-anak usia 6-12 tahun 5-10 mg/kgBB/hari.

Untuk anak > 12 tahun sama dengan dewasa. Adapun kontra indikasi

pemberian obat ini adalah adanya riwayat hipersensitif, ulkus peptikum,

perdarahan gastrointestinal atau perforasi, insufisiensi ginjal, atau resiko

tinggi terjadinya perdarahan. Interaksi obat dengan aspirin dapat

meningkatkan efek samping dari obat ini, kombinasi dengan probenesid

dapat meningkatkan konsentrasi obat di dalam darah. Pada pasien - pasien

dengan hipertensi, dapat diberikan kombinasi antara obat ini dengan obat

antihipertensi. Obat ini tidak aman diberikan untuk wanita hamil terutama

kehamilan pada trimester ketiga (berpotensi untuk menyebabkan menutupnya

duktus arteriosus).

Kortikosteroid

Digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat mensupresi migrasi dari

sel-sel polimorfonuklear dan mencegah peningkatan permeabilitas kapiler.

Pada orang dewasa dapat diberikan dosis 20-40 mg metilprednisolon atau

dapat juga diberikan hidrokortison yang dicampur dengan sedikit obat anestesi

lokal misalnya lidokain. Campuran obat ini disuntikkan pada tendon

sheath dari kompartemen dorsal pertama yang terkena.

41

Page 42: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

1.4. Trigger Finger

1.4.1. Definisi Trigger Finger

Trigger finger atau tenosynovitis stenosing juga dikenal dengan nama jari yang macet.

Dimana pasien bercerita tentang jarinya yang macet. Setelah mengepal jari-jari yang sehat

dapat diluruskan dengan mudah, tetapi jari yang macet itu tetap berada dalam keadaan fleksi

di sendi interphalangeal proksimal.

Trigger finger adalah gangguan umum yang sering terjadi dan ditandai dimana jari

yang dibengkokkan tibe-tiba tidak dapat diluruskan kembali serta berhubungan dengan

disfungsi dan nyeri yang disebabkan penebalan setempat pada suatu tendo fleksor, dalam

kombinasi dengan adanya penebalan di dalam selubung tendon pada tempat yang sama.

Trigger Finger

1.1.1. Etiologi Trigger Finger

Penyebab potensial trigger finger telah dapat dijelaskan, tetapi etiologi tetap idiopatik,

artinya penyebabnya tidak diketahui. Kemungkinan disebabkan oleh trauma lokal dengan

stres dan gaya degeneratif. Ada yang menghubungkan penyebab trigger finger karena

penggunaan fleksi tangan yang terus-menerus dan pada tiap individu sering dengan penyebab

multifaktor. Oleh karena itu sering disebut dengan tenosinovitis stenosing (stenosans

tenovaginitis khusus pada jari). Stenosing berarti penyempitan terowongan atau tabung seperti

struktur (selubung tendon). Tenosynovitis berarti radang tendon.

Pasien dengan riwayat penyakit collagen vascullar seperti rheumatoid artritis, diabetes

mellitus, arthitis psoriatis, amyloidosis, hipotiroid, sarkoidosis, dan pigmented vilonodular

synovitis memiliki faktor resiko lebih besar terkena trigger finger dibandingkan orang yang

yang tidak memiliki riwayat tersebut.

Mekanisme terjadinya keadaan ini adalah adanya aktifitas-aktifitas fisik yang berat dan

berulang-ulang pada orang yang mempunyai kecenderungan pengumpulan cairan di sekitar

tendon dan sendinya seperti pasien diabetes mellitus dan rheumatoid artritis. Pengumpulan

cairan disekitar tendon ini menyebabkan terjadinya penebalan nodule tendon (biasanya pada

42

Page 43: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

tendon m.flexor digitorum profundus) sehingga tendon yang bengkak ini bisa mengganggu

gerakan normal pada tendon. Adanya pembengkakan ini mudah sekali tendon terjepit

sehingga jari susah untuk difleksikan (macet) atau terkunci pada posisinya dan mengakibatkan

jari terasa sakit dan mengeluarkan suara “klik” apabila usaha lebih keras diberikan.

Kejadian trigger finger kongenital umumnya disebabkan oleh adanya nodul pada

tendon fleksor polisis longus. Sementara pada orang dewasa, beberapa kasus yang

terjadi mungkin berhubungan dengan trauma berulang. Lebih dari satu penyebab potensial

telah dijelaskan, tetapi etiologi tetap diopatik, artinya penyebabnya tidak diketahui. Keadaan

ini sering disebut dengan tenosinovitis stenosing (stenosans tenovaginitis khusus pada

jari), tapi hal ini mungkin keliru, karena radang bukan fitur dominan pada keadaan ini

1.1.2. Patofisiologi Trigger Finger

Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot ke tulang. Setiap otot memiliki

dua tendon, yang masing-masing melekat pada tulang. Pertemuan tulang bersama dengan otot

membentuk sendi. Ketika otot berkontraksi, tendon akan menarik tulang, sehingga terjadi

gerakan sendi. Tendon pada jari-jari melewati ligamen, yang bertindak sebagai katrol.

Pada trigger finger terjadi peradangan dan hipertrofi dari selubung tendon yang

semakin membatasi gerak fleksi dari tendon. Selubung ini biasanya membentuk sistem katrol

yang terdiri dari serangkaian sistem yang berfungsi untuk memaksimal kekuatan fleksi dari

tendon dan efisiensi gerak di metakarpal. Nodul mungkin saja dapat membesar pada tendon,

yang menyebabkan tendon terjebak di tepi proksimal katrol ketika pasien mencoba untuk

meluruskan jari, sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika upaya lebih kuat

dibuat untuk meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari ekstensor jari atau

dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan mengerahkan kekuatan pada jari dengan

tangan lain), jari macet yang terkunci tadi terbuka dengan menimbulkan rasa sakit yang

signifikan pada telapak distal hingga ke dalam aspek proksimal digit. Hal yang kurang umum

terjadi antara lain nodul tadi bergerak pada distal katrol, mengakibatkan kesulitan pasien

meregangkan jari.

Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah jalur yang

melewati katrol. Jika nodul terdapat pada distal katrol, maka jari dapat macet dalam posisi

yang lurus. Sebaliknya, jika benjolan terdapat pada proksimal dari katrol, maka jari pasien

dapat macet dalam posisi tertekuk.

1.1.3. Manifestasi Klinis Trigger Finger

Diagnosa dibuat secara eksklusif dengan anamnesa yang menyeluruh dan pemeriksaan

fisik. Trigger finger dapat mengenai lebih dari satu jari pada satu waktu, meskipun biasanya

43

Page 44: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

lebih sering terjadi pada ibu jari, tengah, atau jari manis. Trigger finger biasanya lebih

menonjol di pagi hari, atau saat memegang obyek dengan kuat.

Gejala ini muncul biasanya dimulai tanpa adanya cidera. Gejala-gejala ini termasuk

adanya benjolan kecil, nyeri di telapak tangan, pembengkakan, rasa tidak nyaman di jari dan

sendi. Kekakuan akan bertambah jika pasien tidak melakukan aktifitas, misalnya saat anda

bangun pagi dan kadang kekakuan akan berkurang saat melakukan aktifitas. Kadang-kadang

jika tendon terasa bebas bisa bergerak tegak akan dirasakan sendi seperti terjadi "dislokasi"

atau pergeseran sendi.Pada Kasus kasus yang berat jari tidak dapat diluruskan bahkan dengan

bantuan. Pasien dengan diabetes biasanya akan terkena lebih parah

Pada tingkat sendi palmaris distal, nodul bisa teraba lembut, biasanya di atas sendi

metakarpofalangealis (MCP). Jari yang terkena bisa macet dalam posisi menekuk (lihat

gambar di bawah) atau (kurang biasa) posisi diperpanjang. Ketika pasien berusaha untuk

memindahkan angka lebih kuat melampaui pembatasan, angka mungkin cepat atau memicu

melampaui pembatasan.

Trigger finger dapat sangat menyakitkan bagi pasien. Dalam kasus yang parah, pasien

tidak mampu untuk menggerakkan jari yang melampaui rentang gerak. Pada ibu jari yang

macet, pada palpasi yang lembut dapat ditemukan nodul pada aspek palmar sendi MCP

pertama dari sendi palmaris distal.

1.1.4. Diagnosis Trigger Finger

Secara umum penegakan diagnosis pada Trigger Finger cukup dengan pemeriksaan

fisik saja, tidak ada tes laboratorium yang diperlukan dalam diagnosis jari macet. Jika ada

kecurigaan tentang kondisi,  adanya diagnosis yang terkait, seperti diabetes, rheumatoid

arthritis, atau penyakit lain pada jaringan ikat, antara lain, hemoglobin glikosilasi (HgbA1c),

gula darah puasa, atau faktor rheumatoid harus diperiksa. Secara umum, tidak ada pencitraan

yang diperlukan dalam kasus jari macet. Tidak ada tes lebih lanjut yang biasanya diperlukan.

Pemeriksaan Fisik

ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan

sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal. Potongan

sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi

bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh

menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang

membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.

1. Finkelstein Test

Test dilakukan unutk mendeteksi adanya dequevein atau Hoffman disease atau dikenal

juga dengan nama styloditis radial. Pada kondisi ini terjadi peradangan pada tendo EPB dan

APL yang berada dalam satu selubung tendon. Finkelstein dengan cara pasien mengepalkan

44

Page 45: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

tangannya, dimana ibu jari diliputi oleh jari-jari lainnya selanjutnya pemeriksa

menggerakkan wrist pasien kearah ulnar deviasi (Abduksi Ulnar). Positif jika timbul nyeri

yang hebat pada kedua tendo otot tersebut tepatnya pada procesus styloideus radial. Yang

memberikan indikasi adanya tenosynovitis pada ibu jari.

2. Test Phalen

Apabila terdapat penyempiatan pada terowongan carpal dipergelangan tangan bagian

volar yang dilintasi cabang nervus madinus, maka penekukan di wrist joint akan

menimbulkan rasa nyeri atau parestisia dikawasan n. Medianus. Pemeriksaan ini dilakukan

dengan cara palmar fleksi kedua wrist, lalu saling tekankan kedua dorsum manus satu

dengan lainnya sekuat-kuatnya. Tangan yang merasakan nyeri atau kesemutan memberi

indikasi bahwa terowongan karpal tersebut menyempit. Selain cara tersebut diatas tes

phalen dapat pula dilakukan dengan cara pergelangan tangan dipertahankan selama kira-kira

setengah menit dalam posisi palmar fleksi penuh, Jika posisi ini dierahankan cukup lama,

pada setiap orang akan timbuk rasa kesemutan, akan tetapi pada sindrom terowongan carpal

rasa kesemutan akan timbul dalam waktu yang sangat singkat, pasti dalam waktu 30 detik,

terkadang parestesia baru timbul saat pergelangan tangan digerakkan kembali dari posisi

palmar fleksi maksimal.

3. Tes Tinel Terowongan Carpal

Tes ini dilkukan dengan cara melakukan pengetokan/penekanan pada ligamentum

volare pergelangan tangan atau pada n. medianus akan menimbulkan nyeri kejut didalam

tangan serta arestesia dikawasan n. medianus apabila terowongan karpal menyempit seperti

halnya dengan sindrom carpal tunnel , meskipun didalam praktek tes ini tidak selalu positif.

4. Tes Elastisitas (Gangguan pengkerutan kulit)

Rendam area yang mengalami sensasi dengan air suam-suam kuku selama 30 menit

lalu keluarkan dari dalam air, selanjutnya lipat kulitnya, jika kulit tidak dapat dilipat indikasi

gangguan pengkerutan.

5. Circle Formation

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa fungsi n. medians. Caranya posisi ibu jari

kejari telunjuk sehingga membentuk huruf O, jika tidak dapat dilakukan gerakan tersebut

indikasi kelemahan pada otot Interossei anterior, FDP dan FPL.

6. Froment’s Sign

45

Page 46: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Dalam hal ini pasien mencoba untuk memegang selembar kertas diantara ibu jari dan

jari telunjuk, ketika pemeriksa mencoba untuk menarik kertas tersebut keluar phalangs

terminal ibu jari fleksi, hal ini disebabkan karena paralysisi dari otot adductor pollicis yang

memberi indikasi tes positif. Tes ini member indikasi paralysis nervus ulnaris.

7. Allen Test

Pasien diminta untuk membuka dan menutup tangan beberapa kali secepat mungkin.

Ibu jari dan jari tangan pemeriksa diletakkan diatas arteri radial dan arteri ulnar, selanjutnya

pasien diminta untuk membuka tangan sementara penekanan diatas arteri tetap dilakukan.

Satu arteri yang ditest dibebaskan untuk melihat aliran darahnya. Demikian pula dengam

aretri lainnya. Kedua tangan diperiksa dan bandingkan . test ini untuk mengetahuti paten

dari arteri radial dan arteri ulnaris dan untuk mengetahui pembuluh darah arteri yang

banyak mensuplai tangan.

1.1.5. Tatalaksana Trigger Finger

a. Terapi Farmakologi

Pengobatan NSAID

Berikan pengobatan non steroid seperti aspirin, ibuprofen, naprosyn, atau ketoprofen.

Injeksi Korstikosteroid

Injeksi kortikosteroid untuk pengobatan trigger finger telah dilakukan sejak 1953.

Tindakan Ini harus dicoba sebelum intervensi bedah karena sangat efektif (hingga 93%),

terutama pada pasien non-diabetes dengan onset baru-baru ini terkena gejala dan satu digit

dengan nodul teraba. Hal ini diyakini bahwa injeksi kortikosteroid kurang berhasil pada

pasien dengan penyakit lama (durasi > 6 bulan), diabetes mellitus, dan keterlibatan beberapa

digit karena tidak mampu untuk membalikkan perubahan metaplasia chondroid yang terjadi

pada katrol A1. Injeksi diberikan secara langsung ke dalam selubung tendon, Namun, laporan

menunjukkan bahwa injeksi extra synovial mungkin efektif, sambil mengurangi risiko tendon

rupture (pecah). Pecah Tendon adalah komplikasi yang sangat jarang, hanya satu kasus yang

dilaporkan. Komplikasi lain termasuk atrofi kulit, nekrosis lemak, hipopigmentasi kulit

sementara elevasi glukosa serum pada penderita diabetes, dan infeksi. Jika gejala tidak hilang

setelah injeksi pertama, atau muncul kembali setelah itu, suntikan kedua biasanya lebih

mungkin untuk berhasil sebagai tindakan awal.

b. Terapi nonfarmakologi

Kompreskan es selama lima sampai lima belas menit pada daerah yang

bengkak dan nyeri.

46

Page 47: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah teriritasi, seperti latihan

jari yang berulang-ulang.

Splinting   

Tujuan splinting adalah untuk mencegah gesekan yang disebabkan oleh pergerakan

tendon fleksor melalui katrol A1 yang sakit sampai hilangnya peradangan. Secara umum

splinting merupakan pilihan pengobatan yang tepat pada pasien yang menolak atau ingin

menghindari injeksi kortikosteroid. Sebuah studi pekerja manual dengan interfalangealis

distal (DIP) di splint dalam ekstensi penuh selama 6 minggu menunjukkan pengurangan

gejala pada lebih dari 50% pasien.

Dalam studi lain, splint sendi MCP di 15 derajat fleksi (meninggalkan sendi PIP dan

DIP bebas) yang ditampilkan untuk memberikan resolusi gejala di 65% dari pasien pada

1tahun tindak lanjut. Untuk pasien yang paling terganggu oleh gejala mengunci di pagi hari,

splinting sendi PIP pada malam hari dapat menjadi efektif. splinting menghasilkan tingkat

keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan gejala trigger finger yang berat atau lama.

Gambar. Teknik Splint

Pembedahan

Tindakan pembedahan dinilai sangat efektif pada trigger finger. Indikasi untuk

perawatan bedah umumnya karena kegagalan perawatan konservatif untuk mengatasi rasa

sakit dan gejala. Waktu operasi agak kontroversial dengan data yang menunjukkan

pertimbangan bedah setelah kegagalan baik tunggal maupun beberapa suntikan kortikosteroid.

Tindakan pembedahan ini pertama kali diperkenalkan oleh Lorthioir pada tahun

1958. Fungsi operasi biasanya bertujuan melonggarkan jalan bagi tendon yaitu dengan cara

membuka selubungnya. Dalam penyembuhannya, kedua ujung selubung yang digunting akan

menyatu lagi, tetapi akan memberikan ruang yang lebih longgar, sehingga tendon akan bisa

bebas keluar masuk. Dalam prosedur ini, sendi MCP adalah hyperextensi dengan telapak ke

atas, sehingga membentang keluar katrol A1 dan pergeseran struktur neurovaskular bagian

punggung. Setelah klorida dan etil disemprotkan lidokain disuntikkan untuk manajemen

nyeri, jarum dimasukkan melalui kulit dan ke katrol A1. Tingkat keberhasilan telah

dilaporkan lebih dari 90% dengan prosedur ini, namun penggunaan teknik ini berisiko cedera

saraf atau arteri.

47

Page 48: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Fisioterapi

Fisioterapi membantu menghilangkan masalah-masalah bengkak, nyeri, dan kekakuan

gerak pada bagian-bagian tangan yang lain, dimana tidak bisa dihilangkan dengan tindakan

operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Akhtar S, Bradley MJ, Quinton DN, Burke FD. Management and referral for trigger finger / thumb.

BMJ. 2005 Jul 2;331:30-3

De Jong: Sjamsuhidajat R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.

Eroschenko V P. 2010. Atlas Histologi diFiore. Jakarta: EGC

Felson D.T., Osteoarthritis New Insights. Part 1 : The Disease and Its Risk Factors. Ann Intern Med,

2000; 133 : 637 – 639.

Felson D.,T. Osteoarthritis of the Knee. New England Journal of Medicine. 2006. 354 :8. p: 841 –

846.

48

Page 49: Danita Kelainan Degeneratif Tulang

Price S A., Wilson L M. 2010. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta :

EGC

Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia Edisi 6. Jakarta: EGC.

Snell Richard S. 2010. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.Jakarta: EGC.

Walz DM, Newman JS, Konin GP, Ross G. Epicondylitis: Patho-genesis, Imaging, and Treatment.

RSNA. 2010 February; 30(1): p. 167-184.

49