aspek kesmas terhadap penyakit degeneratif

41
Bab I Pendahuluan Sebagian besar kematian disebabkan oleh penyakit infeksi (32%), penyakit degeneratif (59%), atau kecelakaan(9%). Kita tidak akan membicarakan kematian akibat kecelakaan karena hal itu dapat terjadi pada usia berapapun. Penyakit infeksi merupakan ancaman sejak seorang manusia dilahirkan, dan memang anak-anak adalah korban yang terbanyak dari penyakit infeksi. Sementara seseorang akan meninggal akibat penyakit degeneratif pada usia yang lebih tua karena tubuh memerlukan waktu untuk berdegenerasi. Adanya transisi dari penyebab kematian akhir-akhir ini adalah akibat keberhasilan program pengentasan penyakit infeksi di dunia. Terjadinya transisi ini, yang ditandai dengan peningkatan angka harapan hidup dan semakin banyaknya penderita penyakit degeneratif, penting diketahui dalam perencanaan pelayanan kesehatan dan pelatihan petugas kesehatan. Hampir 17 juta orang meninggal lebih awal tiap tahunnya sebagai akibat epidemi global penyakit degeneratif. Ternyata 80% dari kematian akibat penyakit degeneratif ditemukan di banyak negara dengan pendapatan nasional rendah dan sedang. Laporan WHO menyebutkan 9 negara yang dimaksud, yaitu Brazilia, [1]

Upload: kevin-budi-harto

Post on 25-Sep-2015

248 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

data ini berisi tentang penyakit degeneratif dilihat dari aspek kesehatan masyarakat

TRANSCRIPT

Bab I

Pendahuluan

Sebagian besar kematian disebabkan oleh penyakit infeksi (32%), penyakit degeneratif (59%), atau kecelakaan(9%). Kita tidak akan membicarakan kematian akibat kecelakaan karena hal itu dapat terjadi pada usia berapapun. Penyakit infeksi merupakan ancaman sejak seorang manusia dilahirkan, dan memang anak-anak adalah korban yang terbanyak dari penyakit infeksi. Sementara seseorang akan meninggal akibat penyakit degeneratif pada usia yang lebih tua karena tubuh memerlukan waktu untuk berdegenerasi. Adanya transisi dari penyebab kematian akhir-akhir ini adalah akibat keberhasilan program pengentasan penyakit infeksi di dunia. Terjadinya transisi ini, yang ditandai dengan peningkatan angka harapan hidup dan semakin banyaknya penderita penyakit degeneratif, penting diketahui dalam perencanaan pelayanan kesehatan dan pelatihan petugas kesehatan.Hampir 17 juta orang meninggal lebih awal tiap tahunnya sebagai akibat epidemi global penyakit degeneratif. Ternyata 80% dari kematian akibat penyakit degeneratif ditemukan di banyak negara dengan pendapatan nasional rendah dan sedang. Laporan WHO menyebutkan 9 negara yang dimaksud, yaitu Brazilia, Kanada, Cina, India, Nigeria, Pakistan, Rusia, Inggris, dan Tanzania. Upaya penyelamatan dalam bentuk kerjasama global yang diusulkan WHO diharapkan dapat menyelamatkan kehidupan 36 juta orang yang akan meninggal hingga tahun 2015. Hal yang patut digarisbawahi adalah permasalahan ini dan solusinya melibatkan banyak sektor. Untuk melakukan upaya penanggulangan, semua pihak terkait, baik pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekeja sama. Atau dengan kata lain dibutuhkan kerja sama global untuk menyelamatkan jutaan nyawa manusia dari ancaman penyakit degeneratif . BabII

Tinjauan Pustaka

2.1. Mengenal Penyakit Tidak Menular

Pentingnya pengetahuan tentang Penyakit Tidak Menular (PTM) dilatarbelakangi dengan kecenderungan semakin meningkatnya prevalensi PTM dalam masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberikan andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu semakin meningkatnya PTM.Istilah PTM kurang lebih mempunyai kesamaan dengan sebutan Penyakit kronik, Penyakit non-infeksi, New communicable disease, dan Penyakit degeneratif. Penyakit kronik dapat dipakai untuk PTM karena kelangsungan PTM biasanya bersifat kronik (menahun) atau lama. Namun ada juga penyakit tidak menular yang kelangsungannya mendadak/akut, misalnya keracunan. Sebutan penyakit non-infeksi dipakai karena penyebab PTM biasanya bukan oleh mikro-organisme. Namun tidak berarti tidak ada peranan mikro-organisme dalam terjadinya PTM. Disebut juga sebagai penyakit degeneratif karena kejadiannya bersangkutan dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga PTM banyak ditemukan pada usia lanjut. Dan karena perlangsungannya yang lama itu pulalah yang menyebabkan PTM berkaitan dengan proses degeneratif yang berlangsung sesuai waktu/umur. Sementara itu ada yang secara populer ingin menyebutnya sebagai new communicable disease karena penyakit ini dianggap dapat menular, yakni melalui gaya hidup. Gaya hidup di dalamnya dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual, dan komunikasi global. Perubahan pola makan telah mendorong perubahan peningkatan penyakit jantung yang berkaitan dengan makan berlebih atau berkolesterol tinggi.

Berbeda dengan penyakit menular, PTM memiliki beberapa karakteristik tersendiri seperti: penularan penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu; masa inkubasi yang panjang; perlangsungan penyakit yang berlarut-larut (kronik); banyak menghadapi kesulitan diagnosis; mempunyai variasi yang luas; memerlukan biaya yang tinggi dalam upaya pencegahan maupun penanggulangannya; faktor penyebabnya bermacam-macam bahkan tidak jelas.2.2. Insidensi Penyakit Tidak Menular

Dunia saat ini sedang mengalami transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, seperti jelas tampak pada gambar di bawah ini. Transisi ini terjadi akibat keberhasilan program pengentasan penyakit infeksi di banyak negara di dunia, yang ditandai dengan peningkatan angka harapan hidup dan semakin banyaknya penderita penyakit degeneratif.

Gambar 1. Distribusi penyakit di seluruh dunia

Tampak bahwa PTM pada daerah Eropa, Amerika, dan daerah Pasifik Selatan merupakan penyebab kematian yang terutama, jauh melebihi kematian yang disebabkan oleh penyakit menular maupun kecelakaan. Sementara di daerah Asia Tenggara dan Timur Tengah, tampak jelas terjadinya transisi dengan hampir seimbangnya angka penyebab kematian akibat PTM dengan penyakit menular. Hal ini menyebabkan suatu keadaan yang dinamakan Beban Ganda (Double Burden), di mana masalah penyakit menular dan PTM harus ditangani secara bersamaan. Afrika sebenarnya juga mulai mengalami transisi, meskipun pada beberapa daerah, insidensi penyakit menular masih sangat tinggi, angka kejadian PTM mulai bertambah dengan cepat.

Di Indonesia sendiri, gambaran penyebab utama kematian akibat PTM (berdasarkan laporan rumah sakit se-Indonesia tahun 2005) dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Proporsi PTM sebagai penyebab kematian terbanyak

di RS di Indonesia Tahun 2005

No.Penyakit Jumlah Kematian% dari seluruh kematian di RS

1Stroke tidak menyebutkan perdarahan atau infark49624,87

2Perdarahan intrakranial35723,71

3Septikemia 30653,18

4Gagal ginjal lainnya30473,16

5Penyakit jantung lainnya25772,67

6Diabetes mellitus20862,16

7Gangguan yang berhubungan dengan masa kehamilan yang terlalu singkat dan BBLR18761,95

8Inflamasi sistim syaraf pusat17941,86

9Gagal Jantung17061,77

10Hipertensi primer (esensial)15641,62

Di Jawa Barat, berdasarkan laporan rumah sakit tahun 2005, penyebab kematian terbanyak untuk kelompok usia 5-44 tahun adalah stroke (10,15%), diikuti TBC Paru (6,4%). Ternyata pola penyebab kematian terbesar untuk kelompok Lansia dan Pralansia juga tidak jauh berbeda dengan kelompok usia 5-44 tahun, yaitu penyakit kardiovaskuler, TBC, dan penyakit degeneratif lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Sepuluh Penyebab kematian utama penderita usia 5-44 tahun

yang dirawat di RS di Propinsi Jawa Barat Tahun 2005

No Jenis Penyakit%

1Stroke10,05

2TBC Paru6,40

3Gagal ginjal4,38

4Cedera kepala4,05

5Payah jantung3,75

6Meningitis3,49

7Diabetes Mellitus3,37

8Septikemia3,06

9Pneumonia dan Bronkopneumonia2,94

10Penyakit jantung lainnya2,86

Tabel 3. Sepuluh penyebab kematian utama penderita Lansia dan Pralansia

yang dirawat di RS di Propinsi Jawa Barat Tahun 2005

Usia 45-64 tahunUsia 65 tahun

NoJenis Penyakit%NoJenis Penyakit%

1Stroke17,791Stroke18,29

2TBC Paru6,532Payah jantung4,64

3Gagal ginjal4,113TBC Paru3,99

4Cedera kepala3,664Gagal ginjal3,58

5Payah jantung3,405Diabetes Mellitus3,10

6Diabetes Mellitus3,346Infark Miokard2,57

7Sirosis Hepatis2,847Syok Kardiogenik2,07

8Demam berdarah dengue2,198Penyakit jantung lainnya1,89

9Septikemia1,929Pneumonia & Bronkopneumonia1,77

10Meningitis1,8610Gagal jantung1,68

2.3. Faktor Risiko

Faktor penyebab PTM disebut faktor risiko, untuk membedakannya dengan istilah etiologi yang sering dipergunakan dalam penyakit menular atau diagnosis klinik. Dikenal beberapa macam faktor risiko menurut segi dari mana faktor risiko itu diamati. Menurut dapat tidaknya risiko itu diubah, dikenal: unchangeable risk factors yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah.

changeable risk factors yaitu faktor risiko yang dapat diubah.

Menurut kestabilan peranan faktor risiko, dikenal:

suspected risk factors yaitu faktor yang belum mendapat dukungan sepenuhnya dari hasil penelitian sebagai faktor risiko.

established risk factors yaitu faktor risiko yang telah mendapat dukungan hasil penelitian sebagai faktor risiko.

Ada juga yang membagi faktor risiko atas faktor risiko yang well documented dan less well documented; atau pembagian faktor risiko yang kuat dan lemah.

Faktor-faktor risiko yang dapat diubah dan paling sering menjadi penyebab PTM adalah pola makan yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang, serta konsumsi tembakau (rokok) dan alkohol yang tinggi. Perubahan kebiasaan makan masyarakat ke arah konsumsi makanan tinggi lemak dan gula, serta rendahnya konsumsi sayur dan buah-buahan, secara signifikan telah meningkatkan insidensi penyakit-penyakit seperti obesitas, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, hipertensi dan stroke, serta beberapa macam kanker. Data WHO (2008) menunjukkan bahwa sekitar 43% penduduk Indonesia yang berusia antara 25-65 tahun memiliki BMI >25kg/m2. Karenanya nutrisi saat ini telah menjadi perhatian sebagai salah satu faktor risiko utama yang apabila diintervensi akan memberikan hasil yang sangat berbeda. Dan lebih penting lagi, ternyata intervensi pola makan secara dini tidak hanya mempengaruhi kesehatan sesaat saja, tetapi juga dapat menentukan apakah seseorang akan terkena penyakit degeneratif lebih awal atau tidak. Sayangnya hal ini sulit diterapkan karena banyak negara-negara berkembang masih lebih memfokuskan masalah nutrisi untuk kasus-kasus malnutrisi, dibandingkan untuk kasus-kasus PTM.Selain nutrisi, adanya aktivitas fisik yang kurang (physical inactivity) akibat jenis pekerjaan yang tidak banyak mengeluarkan tenaga (sedentary), juga telah diakui sebagai faktor risiko terjadinya PTM. Hal ini terjadi akibat adanya pergeseran progresif dari gaya hidup sebagai efek samping dari kemajuan teknologi, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, data yang dikumpulkan dari Sao Paulo (Brazil) menujukkan bahwa 70-80% dari populasi negara tersebut tidak aktif. Sementara data dari WHO (2009) menunjukkan sekitar 50% penduduk Indonesia, baik di perkotaan maupun pedesaan, tidak aktif.Faktor risiko lain adalah tingginya konsumsi tembakau (rokok). Hal ini terjadi akibat peningkatan pemasaran dan penjualan produk tembakau yang marak pada negara-negara dengan pendapatan rendah hingga sedang. Indonesia sendiri dalam 30 tahun terakhir ini mengalami peningkatan konsumsi rokok secara luar biasa, dari 33 milyar batang rokok pada tahun 2004 menjadi 230 milyar batang rokok pada tahun 2006. Data WHO (2008) menunjukkan bahwa 22,8% remaja berusia 13-15 tahun sudah mulai merokok. Sementara bila dirata-ratakan secara keseluruhan (jumlah total batang rokok yang dikonsumsi per tahun dibagi jumlah total penduduk di atas usia 15 tahun) maka tiap-tiap orang di Indonesia mengkonsumsi 1742 batang rokok per tahunnya. Konsumsi alkohol sebagai bagian dari perubahan gaya hidup juga berpengaruh penting. Menurut WHO(2011) sekitar 19% penduduk di Indonesia yang berusia 25-64 tahun, aktif mengkonsumsi alkohol.Kombinasi dari faktor-faktor risiko ini dapat bertindak sebagai pemicu yang cepat sekali untuk semakin bertambah banyaknya penderita PTM terutama di negara-negara berkembang.2.4. Pencegahan Penyakit Tidak MenularUpaya pencegahan PTM terutama ditujukan kepada faktor risiko yang dapat diubah. Pencegahan PTM juga mengenal empat tingkat pencegahan yaitu: pencegahan premordial yaitu upaya yang dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Merupakan upaya yang sangat kompleks dan harus diciptakan dengan multimitra.

pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi kesehatan masyarakat (misalnya kampanye kesadaran masyarakat, promosi kesehatan, dan pendidikan kesehatan masyarakat) dan pencegahan khusus (misalnya pencegahan keterpaparan, pemberian kemoterapi).

pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosis dini (misalnya dengan melakukan skrining) dan pengobatan (misalnya dengan melakukan kemoterapi atau tindakan bedah)

pencegahan tingkat ketiga meliputi rehabilitasi, misalnya dengan perawatan rumah jompo.WHO telah mencanangkan program pencegahan PTM secara terintegrasi melalui pendekatan multidisipliner dan melibatkan masyarakat serta pemerintah, termasuk didalamnya adalah surveillance penyakit, promosi dan prevensi, serta manajemen pelayanan kesehatan. Surveillance penyakit terdiri dari surveilans faktor risiko, registri penyakit dan surveillance kematian, yang kemudian akan digunakan sebagai informasi untuk pengambilan keputusan yang cost effective. Promosi dan prevensi dilakukan melalui pemberdayaan berbagai komponen di masyarakat untuk memacu kemandirian, baik pada masyarakat sehat dan yang berisiko, serta tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit dan masyarakat yang menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi. Manajemen pelayanan kesehatan dilakukan dengan pengelolaan secara profesional upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif, serta memperhatikan ketersediaan pelayanan kesehatan PTM yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.

Sebagai contoh misalnya untuk mengurangi faktor risiko yang terjadi dalam populasi, dapat dilakukan pencegahan melalui intervensi sosio-ekonomi dan politik seperti meninggikan pajak rokok, menyediakan makanan yang sehat, dan melalui program-program sekolah. Untuk individu yang berisiko tinggi dapat dilakukan intervensi preventif seperti mendeteksi dan mengobati hipertensi atau hiperkolesterolemia, anjuran berhenti merokok, dan sebagainya. Sementara untuk individu yang telah menderita PTM dilakukan intervensi klinis dengan obat-obatan.2.5. Penyakit-penyakit Degeneratif

Berikut ini akan dibahas mengenai penyakit-penyakit degeneratif utama yang menjadi perhatian dunia saat ini.

2.5.1. Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Aterosklerosis

Penyakit jantung adalah penyakit negara dengan pola perilaku masyarakat negara modern. Karena itu penyakit jantung tidak hanya monopoli negara maju, tetapi juga banyak ditemukan di negara berkembang yang menunjukkan kecenderungan peningkatan sesuai dengan kecenderungan modernisasi masyarakatnya, seperti terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena penyebab penyakit jantung berkaitan dengan keadaan dan perilaku masyarakat maju misalnya tingginya stres, salah makan dan gaya hidup modern seperti rokok dan minum alkohol berlebihan.

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu bentuk utama penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Menurut WHO (2008) kematian karena penyakit kardiovaskuler adalah 12 juta per tahun, yang merupakan penyebab kematian tertinggi bila dibandingkan dengan kematian yang diakibatkan diare (5 juta per tahun), kanker (4,8 juta per tahun), dan TBC (3 juta per tahun).

Timbulnya PJK walaupun seringkali tampak mendadak, sebenarnya perjalanan penyakitnya kronis. Terjadinya PJK berkaitan dengan suatu gangguan yang mengenai pembuluh darah yang disebut arteriosklerosis. Arteriosklerosis akan menyebabkan terjadinya kekaukan pembuluh darah dan penyempitan lubang pembuluh darah sehingga terjadi gangguan aliran darah untuk otot jantung. Gambaran klinik adanya PJK dapat berupa angina pektoris, miokard infark, payah jantung, ataupun mati mendadak. Penyumbatan pembuluh darah arteri koroner merupakan penyakit degeneratif yang secara paliatif dapat diatasi dengan pembedahan terutama bagi kasus yang sudah berat dan secara medis tidak berhasil diobati (obat maupun angioplasti).

EpidemiologiHasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2006, 2007, dan Suskernas 2010 menunjukkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia, terutama di kota besar adalah penyakit kardiovaskuler. Sedangkan SKRT yang dilakukan pada tahun 2004, penyakit kardiovaskuler baru menduduki urutan ke-11. Operasi jantung koroner yang dilakukan di rumah sakit Jantung Harapan Kita di Jakarta mencapai lebih dari 200 kasus pada tahun2005 dibandingkan hanya 20 sampai dengan 30 kasus pada tahun 2009. Ini belum termasuk kasus-kasus yang berobat di luar negeri dan angioplasti. Di rumah sakit Rajawali Bandung Bagian Penyakit Jantung kasus penyakit jantung koroner yang berupa infark myokard pada tahun2005 meningkat menjadi rata-rata 1,5 sampai 2 kasus per hari dibandingkan 0,5 sampai dengan 1 kasus per hari pada tahun 2006. Tabel 4. Penyebab kematian utama nasional (dalam %)

Penyebab utama200020042008

Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA)17,86,09,5

Diare18,812,08,0

Kardiovaskuler9,99,716,0

Kecelakaan3,54,75,3

Faktor Risiko

Faktor-faktor disebut sebagai faktor resiko bila faktor tersebut dapat mempercepat terjadinya penyakit aterosklerosis pada pembuluh darah arteri. Faktor-faktor ini terbagi atas faktor tetap, mayor dan minor, merupakan hasil dari penyelidikan; Survey dilakukan oleh Hopking P.N., Williams R.R., (1981) dan oleh Castelli W.P. (1984) di kota Framingham).

1. Faktor resiko tetap

Keturunan

Usia

Jenis kelamin

Suku/bangsa

2. Faktor resiko Mayor

Hipertensi

Dislipidemia

Merokok

Diabetes mellitus

Insulin

3. Faktor resiko Minor

Kegemukan dan berbadan pendek

Cekaman menahun

Kurang aktivitas fisik

Gaya hidup

Asam urat

Selain faktor resiko terdapat faktor prognostik yang menyangkut keaadan penyakit yang menentukan perjalanan penyakit selanjutnya dan berkaitan dengan kematian. Faktor prognostik tersebut antara lain:

Umur tua.

Jenis kelamin laki-laki.

Infark anterior.

Penyakit jantung kongestif.

Hipertensi.

Aritmia ventrikel.

Pencegahan

Pencegahan penyakit jantung koroner meliputi 4 tingkatan, yaitu:

1. Pencegahan primordial.

Mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap PJK dalam suatu wilayah, dimana belum terlihat adanya faktor yang menjadi resiko PJK.

2. Pencegahan primer.

Upaya awal pencegahan PJK melalui penyuluhan terhadap faktor resiko PJK pada penderita dengan resiko tinggi yang berguna untuk mencegah proses aterosklerosis secara dini.

3. Pencegahan sekunder.

Upaya mencegah keadaan PJK yang sudah pernah terjadi, agar tidak berulang dan menjadi lebih berat. Tujuannya adalah untuk mencapai nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan angka mortalitas dengan cara perubahan pola hidup sehat dan kepatuhan berobat.

4. Pencegahan tersier.

Berguna untuk mencegah komplikasi yang lebih berat dan kematian.Sementara untuk aterosklerosis prinsip pencegahannya dimaksudkan sebagai upaya untuk memperlambat terjadinya proses aterosklerosis dan mencegah terjadinya akibat lanjut dari aterosklerosis. Hal ini disebabkan karena proses aterosklerosis dianggap sebagai proses degenerasi yang tetap akan terjadi pada setiap manusia di usia tua. Tetapi penting disadari juga bahwa deteksi dini aterosklerosis memang bukanlah hal yang mudah.2.5.2. Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang akan berlanjut untuk suatu target organ dan menjadi faktor risiko penyakit seperti stroke, penyakit jantung koroner, hipertrofi jantung kiri, gagal jantung kongesif, dan kelainan ginjal. Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara maju dan negara berkembang. Di Indonesia hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Di Indonesia diperkirakan ada lima belas juta penduduk yang menderita hipertensi, tetapi hanya sekitar 4% yang terkontrol. Hipertensi terkontrol berarti penderita hipertensi yang tahu bahwa dirinya menderita hipertensi dan sedang berobat untuk itu. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idopatik dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hanya 50% dari golongan hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya.

Batasan

Definisi hipertensi yang saat ini dipakai (sesuai dengan JNC VII) adalah tekanan darah sistolik 140mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 90mmHg atau lebih.

Tabel 4. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Klasifikasi tekanan darahTekanan sistolikTekanan diastolik

Normal< 120Dan