kebijakan fiskal

15
Definisi/Pengertian Kebijakan Moneter Dan Kebijakan Fiskal, Instrumen Serta Penjelasannya A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy) Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar 2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu) Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : 1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Upload: bagonk-kusudaryanto

Post on 21-Jun-2015

3.019 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: kebijakan fiskal

Definisi/Pengertian Kebijakan Moneter Dan Kebijakan

Fiskal, Instrumen Serta Penjelasannya

A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)

Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar

dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar

dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta

terjadinya peningkatan output keseimbangan.

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau

mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua,

yaitu:

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam

rangka menambah jumlah uang yang edar

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam

rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight

money policu)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu

antara lain :

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual

atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah

jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila

ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga

pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah

SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat

Berharga Pasar Uang.

Page 2: kebijakan fiskal

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat

bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan

uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah,

pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat

bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan

jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk

menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk

menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan

jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau

perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk

mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke

bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi

perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran

pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,

namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan

erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh

pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat

dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan

menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Page 3: kebijakan fiskal

Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :

1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar

dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat

baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif

Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih

besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika

perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk

menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar

dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian

anggaran serta meningkatkan disiplin.

I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

Perekonomian Indonesia sampai dengan September 2009 menunjukkan perbaikan seiring dengan terus berlangsungnya pemulihan perekonomian global. Perbaikan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat dan Jepang, terus berlanjut. Sementara perekonomian Eropa, yang pada bulan lalu masih menunjukkan penurunan, mulai beranjak tumbuh positif.  Perbaikan ekonomi yang paling signifikan terjadi di Cina, yang pertumbuhannya didorong oleh stimulus fiskal yang besar dan peningkatan kredit perbankan. Pertumbuhan ekonomi Cina telah membawa dampak yang positif dengan membaiknya ekspor dari negara-negara kawasan, termasuk Indonesia. Dengan perkembangan tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2009 diperkirakan akan lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Meski membaik, masih tingginya tingkat pengangguran dan risiko kesinambungan fiskal di Amerika Serikat dan Eropa menjadi catatan dalam menyikapi perkembangan tersebut.

Pemulihan ekonomi global yang berlanjut mendorong perbaikan risiko dan likuiditas pasar keuangan global yang berimbas pada masuknya arus modal asing. Optimisme di pasar keuangan global tercermin pada membaiknya persepsi risiko mendorong turunnya intensitas keketatan likuiditas di pasar uang. Di sektor perbankan global, persepsi risiko juga masih berada dalam tren menurun. Perkembangan positif di pasar keuangan negara maju tersebut berimbas pada pasar keuangan di Asia. Hal itu memicu aliran

Page 4: kebijakan fiskal

masuk modal asing ke pasar keuangan regional, termasuk Indonesia. Indeks harga di berbagai bursa saham regional meningkat. Selain itu, nilai tukar negara-negara di kawasan mencatat penguatansebagai imbas dari arus masuk modal asing.

Di dalam negeri, kinerja perekonomian Indonesia terus menunjukkan tanda-tanda perbaikan sehingga pertumbuhan ekonomi Triwulan III-2009 berpotensi lebih baik dari yang diperkirakan semula sebesar 3,9%. Dari sisi konsumsi, berbagai indikator terkini menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat masih kuat. Sementara tingkat penjualan barang eceran dan barang tahan lama (durables) meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Tingkat keyakinan konsumen akan membaiknya perekonomian juga menjadi faktor yang menjadikan pertumbuhan konsumsi masih menguat. Hal ini didukung pula oleh ketersediaan pembiayaan dari perbankan. Sementara itu, kegiatan investasi di Indonesia belum menunjukkan perbaikan signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi permintaan domestik maupun eksternal yang masih relatif lemah. Di sisi eksternal, membaiknya perekonomian di Cina dan India, telah mendorong perbaikan kegiatan ekspor. Dengan demikian, ekspor berpotensi tumbuh lebih baik dari perkiraan. Mencermati perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi selama triwulan III-2009 berpotensi sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Di sisi harga, inflasi selama Agustus 2009 mencatat peningkatan sesuai pola musiman terkait dengan aktivitas Ramadhan, namun inflasi inti masih dalam tren menurun. Seiring dengan kegiatan di bulan Ramadhan, terjadi peningkatan harga bahan makanan. Hal ini menyebabkan inflasi kelompokmakanan bergejolak (volatile food) mencatat peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi inti masih dalam tren menurun, didukung oleh penguatan nilai tukar, rendahnya tekanan imported inflation, serta menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat. Lebih lanjut, inflasi kelompok harga barang yang ditentukan Pemerintah (administered prices) juga minimal. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama Agustus 2009 sebesar 0,56% (mtm) atau 2,75% (yoy). Secara tahunan laju inflasi diperkirakan masih berada pada tren menurun.

Membaiknya perekonomian global dan kawasan telah memberikan dampak positif pada  membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Perkembangan ekonomi global yang kondusif, terutama kondisi perekonomian negara mitra dagang, mendukung perbaikan kinerja ekspor. Membaiknya ekspor tersebut diperkirakan mampu mengimbangi peningkatan impor yang terjadi sejalan dengan mulai bergeraknya ekonomi domestik. Selain itu, membaiknya kinerja ekspor pada Triwulan III-2009, diperkirakan akan terus didukung oleh perkembangan harga di pasar internasional. Di sisi neraca modal dan finansial (TMF), aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio masih terus berlanjut seiring dengan kondusifnya kondisi pasar keuangan global, serta persepsi positif terhadap ekonomi domestik. Dengan berbagai perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai akhir Agustus 2009 mencapai 57,9 miliar dollar AS sebelum memasukkan alokasi Special Drawing Right (SDR) IMF, atau setara dengan 5,67 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Aliran masuk modal asing mendorong penguatan nilai tukar Rupiah. Aliran modal asing

Page 5: kebijakan fiskal

berlangsung ke pasar domestik dan mendukung pasokan valuta asing di pasar uang. Aliran modal asing ke Indonesia didukung oleh optimisme akan pemulihan ekonomi global dan domestik, imbal hasil rupiah yang tetap menarik, dan persepsi risiko yang membaik. Hal ini telah meningkatkan minat dari para pemilik modal terhadap aset di pasar keuangan domestik. Selama Agustus 2009 nilai tukar rupiah secara rata-rata terapresiasi sebesar 1,32% menjadi Rp. 9.966 per dolar AS. Rupiah bergerak cukup stabil sebagaimana tercermin pada penurunan volatilitas dari 0,6% pada Juli 2009 menjadi 0,46%. Bank Indonesia memandang bahwa apresiasi rupiah tersebut masih mendukung daya saing produk ekspor Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya.

Di sektor keuangan domestik, perbaikan kinerja terus ditunjukkan oleh pasar keuangan domestik. Di pasar saham, minat beli investor di bursa meningkat tinggi didukung oleh kondisi fundamental ekonomi domestik yang baik, terutama realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari perkiraan, serta kinerja perusahaan publik pada semester I-2009 yang menunjukkan perkembangan positif. Di pasar uang, kondisi likuiditas di pasar uang antar bank masih cenderung longgar. Hal ini tercermin pada volume transaksi di pasar uang yang mencatat peningkatan. Suku bunga PUAB overnight menurun dari bulan sebelumnya, sejalan dengan arah pergerakan BI Rate. Di pasar obligasi, yield SUN meningkat, yang antara lain disebabkan oleh pelepasan aset oleh beberapa investor asing sebagai akibat aksi profit taking seiring dengan peningkatan yield di periode sebelumnya dan kecenderungan nilai tukar yang menguat.

Di sektor perbankan, transmisi kebijakan moneter di pasar keuangan cenderung semakin baik.Penurunan BI Rate sebesar 300 bps sejak Desember 2008 terus diikuti oleh penurunan suku bunga. Hingga Juli 2009, suku bunga dasar pinjaman perbankan mencatat penurunan sebesar 108 bps, suku bunga kredit modal kerja (KMK) turun sebesar 85 bps, kredit investasi (KI) turun sebesar 83 bps, sementara kredit konsumsi masih mencatat kenaikan 53 bps. Penyaluran kredit perbankan juga mulai menunjukkan perbaikan. Hingga Juli 2009 kredit perbankan telah tercatat tumbuh positif, yaitu sebesar 1,2% (ytd) mencapai jumlah Rp 15,9 triliun.

Dengan optimisme akan perbaikan ekonomi yang semakin tinggi, penyaluran kredit diperkirakan terus meningkat seiring dengan semakin berkurangnya ketidakpastian perekonomian di sektor riil. Komitmen sejumlah bank untuk menurunkan suku bunga deposito diperkirakan akan semakin mendorong penurunan suku bunga kredit dan penyaluran kredit perbankan. Bank Indonesia akan terus memantau pelaksanaan dari komitmen tersebut dan juga akan menempuh langkah-langkah lanjutan untuk meningkatkan efisiensi perbankan sehingga dapat mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut.

Di bidang operasi moneter, untuk memastikan ketersediaan likuiditas perbankan dan mengantisipasi meningkatnya kebutuhan likuiditas perbankan seiring dengan membaiknya prospek penyaluran kredit, maka terhitung mulai Senin 7 September 2009, Bank Indonesia menyediakan transaksi REPO dengan tenor 3 bulan disamping yang sudah tersedia saat ini.

Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional tetap stabil.  Hal itu diindikasikan oleh masih

Page 6: kebijakan fiskal

terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per Juli 2009 sebesar 17,0%. Sementara itu rasio gross Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5% dengan rasio net di bawah 2%. Likuiditas Perbankan, termasuk likuiditas dalam pasar uang antar bank makin membaik dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat.

Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3 September 2009 memutuskan untuk  mempertahankan BI rate  tetap sebesar 6,5%.  Dewan Gubernur memandang bahwa pelonggaran moneter sejak Desember 2008 melalui penurunan suku bunga BI Rate sebesar 300 bps menjadi 6,5% cukup kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan. Tingkat BI Rate 6,50% tersebut juga dipandang konsisten dengan pencapaian  sasaran inflasi  pada tahun 2010 sebesar 5% ± 1%.

Kebijakan Moneter dan Aliran Pemikiran Ekonomi

Pengaruh kebijakan moneter terhadap output dan harga merupakan perdebatan yang

panjang baik berkaitan segi teoritis maupun empiris. Hal itu tidak terlepas dari perkembangan

aliran pemikiran ekonomi dari mulai clasical, neo-clasical, neo-clasical synthesis, new clasical

dan new keynesian.

Dalam pandangan Klasik bahwa uang hanya berpengaruh terhadap harga dan tidak

terhadap output. Dengan mengunakan analisa general ekulibrium yang memasukan uang ke

dalam model menghasilkan money neutrality yang menunjukan uang tidak berpengaruh terhadap

keseimbangan pasar.

Page 7: kebijakan fiskal

Di sisi lain, pandangan Keynesian bahwa uang berpengaruh terhadap harga dan output

karena adanya rigiditas harga dan penganguran tak sukarela (involuntary unemployment).

Pandangan tersebut dimodelkan dengan IS-LM untuk keseimbangan pasar uang dan pasar barang

(aggregate demand) serta dan adanya disekuilibrium pasar tenaga kerja pada sektor perusahaan

(aggregate supply). Pada tahun 1960-an terjadi konsensus pandangan bahwa uang dapat

mempengaruhi output dan harga dalam jangka pendek yang disebut sebagai Neoclasical

Synthesis. Pada kurun waktu tersebut struktur labor market digantikan dengan Phillip curve

untuk mengekspresikan aggregate supply.

Dalam model Neoclassical Synthesis menjelaskan terjadinya rigiditas harga dan upah

karena adanya asumsi perilaku perusahaan dalam menentukan harga yaitu secara mark-up dari

upah. Oleh karena itu, walaupun real wage adalah flexible, namun karena pricing behaviour

dilakukan secara mark-up maka terjadi rigiditas harga dan upah sehingga money supply

berpengaruh terhadap real output dan harga.

Nilai ekpektasi agen ekonomi untuk menyikapi ketidakpastian yang akan datang sangat

mempengaruhi dalam makroekonomi. Dua hipotesis ekpektasi yang penting dalam ekonomi

adalah adaptive expectation dan rational expectation. Milton Freidman (1957) memperkenalkan

adaptive expectation yaitu bahwa ekpektasi agen ekonomi dibentuk oleh observasi inflasi saat

ini. Fenomena Phillip curve ditantang oleh Friedman yang mengemukakan argumen bahwa

hanya unanticipated inflation saja yang berpengaruh terhadap unemployment. Ekonom ini

menekankan pentingnya ekpektasi pada aggregate supply sehingga memperbaiki Philip curve

menjadi expectation-augmented Phillip curve.

Pada tahun 70-an merupakan periode yang sulit bagi Keynesian. Lucas (1976) dan

Sargent-Wallace(1975) memperkenalkan rational expectation yang mengasumsikan agen

ekonomi mengunakan semua informasi yang relevan untuk membentuk ekpektasi atau

memperkirakan variabel ekononmi yang akan datang. Oleh karena kebijakan moneter dan

kebijakan fiskal mempengaruhi inflasi, maka ekpektasi inflasi juga bergantung pada efek

kebijakan tersebut. Oleh sebab itu, perubahan dalam kebijakan moneter dan fiskal akan

mempengaruhi perubahan ekpektasi agen ekonomi. Sehingga, evaluasi kebijakan tersebut harus

mempertimbangkan efek dari ekpektasi agen ekonomi.

Page 8: kebijakan fiskal

Lucas(1976) mengkritik bahwa hasil estimasi parameter dari model ekonometrik tidak

stabil karena jika terjadi perubahan perilaku policy maker maka ekpektasi private agent juga

akan berubah sehingga akan mempengaruhi parameter model ekonometrik tersebut. Kritik ini

mempengaruhi dua aspek, yaitu merevisi model makroekonomi dengan memasukkan unsur

rational expectation serta memperkuat model makroekonomi dengan landasan mikroekonomi.

Pada tahun 80-an pemikiran classical sangat dominan. Dalam paradigma New Clasical,

Kydland – Prescott (1982) memperkenalkan real business cycle theory (RBC) yang diawali

dengan asumsi mikroekonomi preferensi konsumsi rumah tangga, fungsi produksi perusahaan

dan struktur pasar. Dengan optimalisasi intertemporal konsumsi rumah tangga dan perusahaan

serta pasar adalah kompetitif maka diperoleh solusi dynamic general equilibrium model. Mereka

berhasil membuat replikasi data USA. Model RBC mengsumsikan bahwa output selalu dalam

natural level dan semua fluktuasi output adalah pergerakan dari natural level dari output itu

sendiri. Penyebab fluktuasi output tersebut menurut Prescott adalah adanya perubahan atau shock

dalam teknologi. Demikian pula, dalam model RBC perubahan money supply tidak berdampak

pada output.

Setelah dekade 80-an penelitian tentang RBC berkembang dengan berbagai model. Debat

tentang technogy shock memberikan inspirasi peneliti untuk mengembangkan berbagai model

dengan memasukan berbagai aspek antara lain; oil shock, fiscal shock, monetary model, serta

multiple equilibrium model (Rebelo, 2005).

Penelitian terkini tentang model RBC berkaitan dengan kebijakan moneter yaitu dengan

memasukkan unsur nominal rigidity wage and price pada model, sehingga perubahan dalam

money supply dapat mempengaruhi output. Model ini dikenal sebagai model Dynamic Stocastics

General Equlibrium (DSGE). Beberapa peneliti Christiano, Eichenbaum and Evans (2003),

Woodford (2003), Smets and Wouters (2004) and Laxton and Pesenti (2003) membangun dan

mengestimasi model DSGE yang berbasis RBC dengan nominal rigidities pada upah dan harga

termasuk asumsi imperfect competition pada pasar labor market dan product market.

Arus utama lainnya adalah New Keynesian merupakan perbaikan dari Neo-clasical

synthesis dengan memasukan aspek rational expectation serta memperkuat landasan

mikroekonomi. Namun demikian, ekonom Keynesian masih tetap mempercayai adanya

Page 9: kebijakan fiskal

imperfect market dan nominal rigidity dapat mengakibatkan fluktuasi (deviasi) output dari

natural output. Fischer (1977) dan Taylor (1980) berpendapat bahwa terjadinya nominal rigity

disebabkan adanya staggering of wage and price dicisions oleh perusahaan-perusahaan. Adanya

Staggering dalam upah dan harga tersebut mengakibatkan penyesuaian price level secara

perlahan-lahan sehingga perubahan dalam aggregate demand berdampak pada fluktuasi output.

Dalam sintesa New Keynesian, para ekonom [Gali dan Gertler (1999) dan Gali et al.

(2001); Roberts (2001); Fuhrer (1997); Linde (2005)] telah mempelajari bagaimana membangun

model yang sederhana, saling terkait, dan struktural yang dapat menjelaskan mekanisme

transmisi moneter khususnya transmisi melalui interest rate dan pengaruhnya terhadap inflasi

dan output. Model tersebut dikenal sebagai model New Keynesian Small Macroeconomics

(NKSM) dengan pendekatan dynamic stochastic general equlibrium yang mengandung aspek

ekpektasi dan juga solid dengan landasan mikroekonomi. Model sederhana tersebut mengandung

aggregate demand, price-setting (Phillips) curve, dan fungsi reaksi dari suatu kebijakan suku

bunga terhadap output dan inflasi. Model ini mewujudkan prinsip dasar dari peran bijakan

moneter melalui instrumen suku bunga nominal untuk stabilisasi inflasi.

Secara teknis model DSGE mempunyai kelemahan dalam hal teknik calibrasi yang sulit

untuk menciptakan replikasi data yang sesuai dengan data aktual, namun keunggulannya bahwa

parameter model DSGE merupakan “deep parameter” (parameter untuk variabel yang lebih

mikro). Sedangkan NKSM mempunyai keunggulan dapat menjelaskan kondisi perekonomian

yang lebih sederhana, namun kelemahannya adalah sulit untuk mendapatkan hubungan antar

variabel yang signifikan karena adanya unobserved variabel atau korelasi serial.

Sinergi Fiskal-Moneter Bakal Kian Harmonis

Pemerintah sangat berkepentingan agar seluruh kebijakan BI difokuskan untuk membantu

menyukseskan target-target pemerintah, baik menyangkut pertumbuhan ekonomi, investasi,

pergerakan sektor riil, serta sasaran strategis lainnya. Di lain sisi, di Departemen Keuangan, Sri

Mulyani juga tinggal melanjutkan reformasi yang sudah cukup sukses dijalankan. Sri Mulyani

telah merintis reformasi birokrasi dengan perbaikan kesejahteraan yang memadai. Dia berhasil

mengamankan APBN. Berbagai efisiensi telah dilakukan. Sri Mulyani dikenal tegas dalam

memangkas berbagai usulan anggaran kementerian/lembaga yang kurang rasional.

Page 10: kebijakan fiskal

Sementara itu, posisi dirjen pajak ke depan makin strategis. Pajak masih menjadi jantung

penerimaan negara. Dari target penerimaan negara Rp 986 triliun dalam APBN 2009, pajak

harus memberikan kontribusi Rp 648 triliun atau 66%. Reformasi pajak yang sukses ditempuh

oleh Darmin harus diteruskan. Program ekstensifikasi dan intensifikasi harus makin

dioptimalkan. Masih banyak masyarakat yang belum memiliki NPWP, meski saat ini telah

tercatat 11 juta NPWP pribadi dan hampir 2 juta pemegang NPWP badan.

Selain itu, masih banyak wajib pajak yang belum membayar pajak secara benar. Terutama wajib

pajak kakap atau orang kaya. Ditjen Pajak selama ini mengakui banyak wajib pajak besar yang

belum jujur dalam membayar pajak. Kepatuhan mereka dalam membayar pajak harus digenjot.

Ditjen Pajak juga perlu mengejar para pejabat dan mantan pejabat yang diduga belum taat

membayar pajak. Tantangan lain adalah mendongkrak tax ratio yang tergolong paling rendah di

kawasan regional.

Pada akhirnya, poros segitiga Thamrin (BI), Lapangan Banteng (Depkeu), dan Gatot Subroto

(Ditjen Pajak) menjadi penentu dalam gerak perekonomian lima tahun ke depan. Sinergi ketiga

institusi strategis ini akan kuat dan saling mendukung, dengan catatan para pimpinannya berada

dalam satu orkestra yang harmonis dan kompak.