jurnal kulkel

19
Nama Ko-ass : Dionissa Shabira NRP : 1320221109 Stase : Departemen Kulit dan Kelamin Tugas : Pembacaan Jurnal Mikrobiologi Impetigo pada Anak-Anak Pribumi: Hubungan Antara streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, scabies dan nasal carriage Asha C Bowen 1,2,3 , Stven YC Tong 1,4 , Mark D Chatfield 3 dan Jonathan R Carapetis 2,3 ABSTRAK Latar belakang: impetigo disebabkan oleh streptococcus pyogenes dan staphylococcus aureus; kontribusi keduanya telah dilaporkan berfluktuasi sesuai dengan waktu dan wilayah tertentu. Sementara S. Aureus dilaporkan kebanyakan meningkat di daerah industri, sementara S. Pyogenes masih dianggap sebagai penyebab impetigo pada daerah endemik dan tropis. Namun, beberapa penelitian telah menggunakan berbagai metode pengembangan mikrobiologi berkualitas tinggi untuk membuktikan asumsi ini. Kami melaporkan prevalensi dan resistensi antimikroba patogen pada impetigo yang pulih dalam percobaan perawatan impetigo secara acak terkontrol (a randomized controlled trial) yang dilakukan pada masyarakat pribumi terpencil di daerah Australia Bagian Utara. Metode: setiap anak memiliki satu atau dua luka dan pada nares anterior dilakukan swabs/kerokan luka. Semua hasil swabs/kerokan dipindahkan ke cairan glikogen tryptone susu skim (skim milk tryptone glucose glycogen broth/ STGGB) dan dibekukan pada suhu -70 0 C, sampai ditaruh pada media agar darah 1

Upload: amandafriska

Post on 27-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kulkel

TRANSCRIPT

Nama Ko-ass: Dionissa Shabira

NRP

: 1320221109

Stase

: Departemen Kulit dan Kelamin

Tugas

: Pembacaan Jurnal

Mikrobiologi Impetigo pada Anak-Anak Pribumi: Hubungan Antara streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, scabies dan nasal carriageAsha C Bowen1,2,3, Stven YC Tong1,4, Mark D Chatfield3 dan Jonathan R Carapetis2,3ABSTRAKLatar belakang: impetigo disebabkan oleh streptococcus pyogenes dan staphylococcus aureus; kontribusi keduanya telah dilaporkan berfluktuasi sesuai dengan waktu dan wilayah tertentu. Sementara S. Aureus dilaporkan kebanyakan meningkat di daerah industri, sementara S. Pyogenes masih dianggap sebagai penyebab impetigo pada daerah endemik dan tropis. Namun, beberapa penelitian telah menggunakan berbagai metode pengembangan mikrobiologi berkualitas tinggi untuk membuktikan asumsi ini. Kami melaporkan prevalensi dan resistensi antimikroba patogen pada impetigo yang pulih dalam percobaan perawatan impetigo secara acak terkontrol (a randomized controlled trial) yang dilakukan pada masyarakat pribumi terpencil di daerah Australia Bagian Utara. Metode: setiap anak memiliki satu atau dua luka dan pada nares anterior dilakukan swabs/kerokan luka. Semua hasil swabs/kerokan dipindahkan ke cairan glikogen tryptone susu skim (skim milk tryptone glucose glycogen broth/ STGGB) dan dibekukan pada suhu -700C, sampai ditaruh pada media agar darah kuda. S. Aureus dan S. Pyogenes kemudian dikonfirmasi dengan aglutinasi latex.

Hasil: dari 508 anak, kami mengumpulkan 872 swabs/kerokan dari luka dan 504 swabs/kerokan dari nares anterior sebelum memulai terapi antibiotik. S. Pyogenes dan S. Aureus diidentifikasi pada 503 luka dari total 872 luka (58%) luka; dengan luka tambahan sebanyak 207 dari 872 luka (24%) yang memiliki S. Pyogenes dan 81 luka dari luka 872 (9%) yang memiliki S. Aureus, dalam isolasi. Swabs/kerokan penyeka luka kulit yang diambil selama beberapa episode dengan diagnosis kudis yang dilakukan pada waktu yang sama memiliki kemungkinan pengembang-biakkan S. Pyogenes yang lebih tinggi (OR 2.2, 95% CI 1.1 4.4, p = 0,03). Delapan belas persen anak-anak memiliki nasal carriage patogen kulit. Tidak ada hubungan antara keberadaan S. Aureus pada hidung dan kulit, resistensi metisilin terdeteksi pada 15% anak-anak yang dikultur dengan S.aureus baik dari luka ataupun hidungnya. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara tingkat keparahan impetigo dengan deteksi patogen kulit.

Kesimpulan: S. Pyogenes tetap menjadi patogen utama pada impetigo tropis; kontribusi yang relatif tinggi dari S. Aureus sebagai co-patogen juga telah dikonfirmasi. Anak anak dengan scabies lebih cenderung memiliki S. Pyogenesis yang terdeteksi. Sementara kejelasan S. Pyogenes merupakan sebuah penentu utama keberhasilan pengobatan, sementara koinfeksi dengan S. Aureus memberikan pertimbangan pilihan-pilihan pengobatan yang efektif pada kedua patogen tersebut pada impetigo yang berat dan biasa.

Kata kunci: impetigo, tropis, endemik, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Scabies.

I. LATAR BELAKANG

Impetigo merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Hal ini sering terjadi pada anak-anak pribumi di Australia Utara, dengan prevalensi sebesar 70%[1]. Telah dilaporkan S. Aureus dan S. Pyogenes terbukti bervariasi sepanjang waktu [2]. Dalam beberapa dekade terakhir, S. Aureus dan peningkatan resistensi methicillin pada S. Aureus (MRSA) telah menjadi penyakit yang terbukti dominan dalam penelitian terhadap impetigo di seluruh dunia, kebanyakan penelitian dilaksanakan di daerah beriklim sedang, siasanya di negara-negara makmur [3] diamana beban penyakitnya rendah. Sebaliknya, pada daerah tropis, impetigo jauh lebih sering ditemukan dan memiliki beban sequelae terbesar [4]. S. Pyogenes diasumsikan menjadi patogen yang dominan [5] tapi beberapa penelitian melaporkan kemunculan impetigo pada infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh S. Aureus [6, 7]. Terbatasnya penelitian mengenai mikrobiologi penyebab penyakit impetigo dan resistensi antimikroba tidak diketahui [5]. Impetigo sangat terkait dengan scabies di lingkungan tropis [8], tetapi pengaruh scabies pada mikrobiologi impetigo belum dijelaskan sebelumnya. Kami melaporkan mikrobiologi impetigo pada sebuah lingkungan dengan beban penyakit yang tinggi dan mendalami hubungan dari mikrobiologi ini dengan umur, jenis kelamin, wilayah, tingkat keparahan, kemunculan sacbiess dan patogen saluran napas yang menyebabkan penyakit kulit. Dataset kami berasal dari percobaan acak terkontrol non-inferioritas yang besar yang membandingkan trimethoprim sulphamethoxazole / SANPRIMA Tablet, Sirup (SXT) dengan penisilin benzatin G (BPG) untuk perawatan impetigo pada anak-anak pribumi[9].II. METODE

Desain penelitian

Anak-anak di daerah tersebut yang berusia 3 bulan sampai 13 tahun merupakan peserta RCT (percobaan acak terkontrol). Anak anak yang dapat berpartisipasi lebih dari satu kesempatan jika setidaknya telah melalui 90 hari sejak keterlibatan terakhir mereka pada percobaan ini. Dengan demikian, 508 anak-anak dari 12 komunitas terpencil daerah utara terdaftar untuk mengikuti 663 episode impetigo; semua analisis yang ditunjukkan disini dibatasi untuk episode pertama anak saja. Enam komunitas (terdiri dari 463/508 anak-anak) yang berada pada daerah iklim tropis seringkali disebut sebagai Top End. Komunitas yang tersisa berada di Australia Tengah dimana disana terdapat iklim gurun. Anak anak kemudian di kelompokkan berdasarkan tingkat keparahan impetigonya, Tingkat parah meliputi anak anak dengan 2 luka purulen atau luka berkerak (krusta) dan 5 luka tubuh secara keseluruhan.

Metoda swab, pemindahan dan Kultur Setiap anak memiliki swab/kerokan yang diambil dari satu atau dua luka (tergantung apakah tergolong ringan atau parah) sebelum menggunakan antibiotik. Sebuah swab/kerokan nares anterior didapatkan untuk menentukan patogen pembawa pada impetigo dalam konteks infeksi. Swab/kerokan dikumpulkan antara 26 November 2009 dan 20 november 2012. Swab/kerokan menggunakan kapas berujung serat rayon / Rayon tipped cotton swabs (Copan, italy)dipindahkan pada suhu 4oC dalam 1 mL kaldu gliogen glukosa tripton susu skim (STGGB) dan dibekukan pada suhu -70oC selama 5 hari pengumpulan. Swab/kerokan dicairkan, di-vortex dan satu sampel ditaruh media agar darah kuda dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC [10]. S. Aureus dan S. Pyogenes diidentifikasi secara morfologis dan dikonfirmasi dengan aglutinasi latex. Semua isolat S. Aureusna terdiri dari staphytect (Oxoid UK) dan deoxyribonuclease (Dnase, BD Diagnostics, USA) S. Pyogenes positif yang di aglutinasikan dengan grup A Lancefield antisera (Oxoid).Uji Kepekaan Antimikrobial

Uji kepekaan antimikrobial untuk S. Aureus ditentukan pada platform Vitek2 yang menggunakan Kartu 22359 VITEK-AST_P612 (bioMeriux, Prancis) dengan penggunaan breakpoin dari Clinical and Laboratory and Standards Institute (CLSI, 2011)[11]. MRSA didefinisikan sebagai setiap S. Aureus dengan layar cefoxitin positif. Non-multidrug resistant MRSA (nmMRSA) didefinisikan sebagai MRSA yang resistan terhadap < 3 antibiotik non beta-lactam tambahan [12]. multidrug resistan MRSA (mMRSA) diartikan sebagai MRSA yang resisten terhadap antibiotik 3 non beta laktam [12].Kami melakukan uji kepekaan untuk S. Pyogenes dengan penisilin, eritomisin dan cakram klindamisin mengguunakan standar difusi cakram CLSI. Kerentanan SXT untuk S. Pyogenes ditentukan dengan E test (bioMeriux) menurut komite Eropa pada standar pengujian kerentanan antimikroba (EUCAST) (www.eucast.org, terakhir diakses pada 15 November 2014) strain rentan SXT memiliki MIC 1 mg/L dan isolat resistan memiliki MIC > 2 mg/L.

Pernyataan Etika

Penelitian ini telah disetujui oleh Departemen Kesehatan Bagian Utara dan Menzies School of Health Research Human Research Ethics Committee (09/08). Persetujuan tertulis untuk semua prosedur penelitian diperoleh dari orang tua atau wali anak anak .

Analisis statistik

Mixed-effect logistic regression (efek acak yang menghitung data yang berkorelasi digunakan karena luka yang banyak untuk anak-anak dengan impetigo tahap parah) yang menggunakan strata 13 (stratacorp, Texas, USA) dilakukan untuk menilai hubungan antara pertumbuhan patogen kulit dan kemunculan scabies, impetigo parah, usia, jenis kelamin, wilayah dan patogen saluran napas penyakit kulit.III. HASIL

Hasil Mikrobiologi Awal

Luka-luka

Kami memperoleh 872 swab/kerokan luka dari 508 anak anak dengan impetigo yang tidak diobati (usia rata ratanya 7 tahun, kisaran interkuartilnya 5-9 tahun) pada awalnya. Dua puluh dua persen anak anak berada pada tingkat impetigo yang berat, semuanya memiki dua luka yang swab. Sebuah patogen impetigo diidentifikasi pada 488/508 (96%) anak anak. Dari 872 luka yang di swab/kerokan, S. Aureus dan S. Pyogenes diidentifikasi secara berbarengan pada 503/872 (58%) luka, S. Pyogenes sendiri diidentifikasi pada 207 luka dari 972 luka (24%), dan S. Aureus sendiri diidentifikasi pada 81 luka dari 972 luka (9%). Swab/kerokan dari anak anak dengan impetigo berat tidak menunjukkan salah satu atau bahkan kedua patogen kulit tersebut dibandingkan dengan swab dari anak anak dengan impetigo ringan (Tabel 1). S. Aureus sepertinya kurang terdeteksi pada anak anak yang lebih tua (OR 0,6, 95% CI 0.4cenderung tidak menunjukkan salah satu atau bahkan kedua patogen kulit tersebut dibandingkan dengan penyeka dari anak anak dengan strata impetigo ringan (Tabel 1). S. Aureus sepertinya kurang terdeteksi pada anak anak yang lebih tua (OR 0,6, 95% CI 0.4 0.9 untuk anak anak 5 tahun. Uji wald pada 2 derajat kebebasan 0= 0.04) atau pada anak anak dari australia tengah (OR 0.5, 95% CI 0,3 09. P = 0.02). Anak anak dari Australia bagian tengah memiliki lebih sedikit luka yang terkena co-infeksi dengan S. Aureus maupun S. Pyogenes dari pada anak anak didaerah Top End (OR 0.5, 95% CI 0.3 0.9, p= 0.01).

ScabiesScabies dididiagnosis pada 84 anak dari 508 anak (17%): dengan kelompok usia; 0-4 tahun (28/136, 21%); 5-9 tahun (40/271, 15%) dan 10-13 tahun (16/101, 16%). Penderita dengan scabies, lebih sering terdeteksi S. Pyogenes dari luka-lukanya (OR 2,2, 95% CI 1,1-4,4, p= 0.03) (Tabel 1).

Beta Streptokokus Hemolitik yang lain

Tujuh ratus lima puluh empat beta streptokokus hemolitik dikultur dari swab/kerokan kulit dan hidung dari 508 anak-anak penderita impetigo. Dari jumlah tersebut, 740 beta streptokokus hemolitikus dari 754 (98%) adalah S. pyogenes dengan 710 dari kerokan kulit dan 30 dari kerokan hidung. Beta streptokokus hemolitik yang lainnya adalah kelompok C (2 kulit, 2 hidung) dan kelompok G (7 kulit, hidung 3).

Ketahanan Antibiotik

Salah satu isolasi dari S. pyogenes dan S. Aureus yang dipilih per anak untuk pelaporan profil kerentanan antibiotiknya. Bila memungkinkan, isolasi dikultur dari luka kulit yang dipilih, dengan sisanya yang berasal dari swab/kerokan nares anterior.

S. pyogenes

Terdapat 455 anak-anak dengan paling tidak satu isolasi S. pyogenes yang tersedia untuk penilaian kerentanan antibiotik. Semua isolasi S. pyogenes terbukti rentan terhadap penisilin dan eritromisin. Resistensi klindamisin terdeteksi pada 9 anak dari 455 anak (2%) isolasi S. pyogenes. Resistensi SXT terdeteksi pada 4anak dari 455 anak ( 2 mg / L. [13] Median SXT MIC untuk S. Pyogenesnya sebesar 0,094 (kisaran interkuartil, 0,094-0,125) mg / L.

S. aureus

Terdapat 435 anak-anak dengan paling tidak satu isolasi S. aureus yang tersedia untuk penilaian kerentanan antibiotik. Resisten terhadap methicillin pada S. aureus terdeteksi pada 65 anak dari 435 anak (15%) isolasi, yang semuanya nmMRSA. Tidak ada yang terdeteksi mMRSA. Tingkat resistensi untuk antibiotik lain pada anak ialah penisilin 413/435 (95%), SXT 3/435 (