isi.docx

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Studi Pustaka Diabetes Mellitus (Diabetes Melitus) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga terhadap suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita Diabetes Melitus ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit Diabetes Melitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal. Diabetes Melitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormone insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam tipe Diabetes Melitus : 1

Upload: tajul-patas

Post on 27-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

isi dan isi

TRANSCRIPT

Page 1: ISI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Studi Pustaka

Diabetes Mellitus (Diabetes Melitus) merupakan salah satu masalah kesehatan yang

berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini

tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga terhadap suatu negara. Walaupun belum

ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat

Indonesia diperkirakan penderita Diabetes Melitus ini semakin meningkat, terutama pada

kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya

penanggulangan penyakit Diabetes Melitus belum menempati skala prioritas utama dalam

pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar

antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf,

hati, mata dan ginjal.

Diabetes Melitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormone

insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan

relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon

Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam tipe Diabetes Melitus :

Diabetes Melitus tipe I. atau disebut Diabetes Melitus yang tergantung pada insulin.

Diabetes Melitus ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena

kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing

(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita Diabetes

Melitus type ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan

memerlukan insulin seumur hidup.

Diabetes Melitus tipe II atau disebut Diabetes Melitus yang tak tergantung pada insulin.

Diabetes Melitus ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar

insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme

glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi

1

Page 2: ISI.docx

hiperglikemia, 75% dari penderita Diabetes Melitus type II dengan obesitas atau ada sangat

kegemukan.

Diabetes Melitus yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk

mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat.

Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia.

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin

atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Suddart).

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali

normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam

sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari

120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun

karbohidrat lainnya.

Obat-obat yang digunakan untuk diabetes melitus tipe 2 antara lain adalah glibenclamide dan

acarbose dari obat tersebut metformin merupakan obat diabetes melitus tipe 2 dari golongan

yang sangat banyak dipahami. Dalam makalah ini akan diuraikan bagaimana pengaruh

pemberian metformin pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Indikasi:

- Pengobatan penderita diabetes yang baru terdiagnosis setelah dewasa, dengan atau tanpa

kelebihan berat badan dan bila diet tidak berhasil.

- Sebagai kombinasi terapi pada penderita yang tidak responsif therhadap terapi tunggal

sulfonilurea baik primer ataupun sekunder.

- Sebagai obat pembantu untuk mengurangi dosis insulin apabila dibutuhkan.

Kontra Indikasi:

Penderita kardiovaskular, gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan peminum alkohol,

koma diabetik, ketoasidosis, infark miokardial, keadaan penyakit kronik akut yang berkaitan

dengan hipoksia jaringan, keadaan yang berhubungan dengan asidosis laktat seprti syok,

insufisiensi pulmonar, riwayat asidosis laktat.

2

Page 3: ISI.docx

Efek Samping:

Efek samping bersifat reversible pada saluran cerna termasuk anoreksia, gangguan perut,

mual, muntah, rasa logam pada mulut dan diare.

Dapat menyebabkan asidosis laktat tetapi kematian akibat insiden ini lebih rendah 10 - 15 kali dari

fenformin dan lebih rendah dari kasus hipoglikemia yang disebabkan oleh glibenklamid/sulfonilurea.

Kasus asidosis laktat dapat dibati dengan natrium bikorbonat. Kasus individual dengan metformin

adalah anemia megaloblastik, pneumonitis, vaskulitis.

Peringatan dan Perhatian:

- Keadaan yang memicu hipoksia dan akumulasi laktat dapat menyebabkan terjadinya asidosis laktat

yang berbahaya, maka metformin tidak boleh diberikan pada penderita penyakin kardiovaskuler,

gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan peminum alkohol.

- Terapi metformin jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan absorpsi vitamin B12 dan asam

folat di saluran cerna, oleh karena itu perlu diperiksa kadar vitamin B12 dalam serumnya tiap tahun.

- Meskipun metformin tidak menimbulkan efek samping embrionik pada wanita hamil yang

mengalami diabetes, insulin lebih baik daripada zat antihiperglikemik oral untuk mengontrol

hiperglikemia pada kehamilan.

- Tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita menyusui.

- Kemungkinan terjadinya interaksi antara metformin dan antikoagulan tertentu, dalam hal ini

mungkin diperlukan penyesuaian dosis antikoagulan.

- Perlu hati-hati untuk orang-orang lanjut usia, infeksi serius dan dalam keadaan trauma.

Interaksi Obat:

- Acarbose penghambat alpha-glukosidase mengurangi bioavailabilitas metformin dan mengurangi

konsentrasi puncak plasma metformin rata-rata, tetapi waktu untuk mencapai konsentrasi puncak

tersebut tidak berubah.

- Getah guar dapat mengurangi kecepatan absorpsi metformin dan mengurangi konsentrasi metformin

dalam darah.

- Simetidin menghambat sekresi metformin pada tubular ginjal secara kompetitif dan meningkatkan

daerah di bawah kurva konsentrasi plasma metformin terhadap waktu serta mengurangi ekskresi

ginjal metformin.

- Antikoagulan oral phenprocoumon menambah eliminasi obat ini, meningkatkan aliran darah hati dan

ekstraksi hati sebagai efek metformin pada aktivitas enzim mikrosomal.

3

Page 4: ISI.docx

1.1.1. Etiologi

Etiologi secara umum;

1. Etiologi diabetes melitus tidak diketahui secara pasti

2. Mungkin terjadi akibat faktor obesitas, usia, keturunan atau autoimun

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk

mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang

tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada

insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian

besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau

faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan

menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan

kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami

kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus

mendapatkan suntikan insulin secara teratur.

Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, Non

Insulin Dependen Diabetes Melitus), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya

lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga

terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,

tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah

obesitas, 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.

Penyebab diabetes lainnya adalah:

• Kadar kortikosteroid yang tinggi

• Kehamilan (diabetes gestasional)

• Obat-obatan

4

Page 5: ISI.docx

• Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

5

Page 6: ISI.docx

1.1.2. Patofisiologi

1. Tipe I : Insulin Dependen Diabetes Melitus

Hampir 90-95% islet sel pankreas hancur sebelum terjadi hiperglikemia akibat dari

antibodi islet sel. Kondisi tersebut menyebabkan insufisiensi insulin dan meningkatkan

glukosa. Glukosa menumpuk dalam serum sehingga menyebabkan hiperglikemia, kemudian

glukosa dikeluarkan melalui ginjal (glukosuria) dan terjadi osmotik diuresis. Osmotik

diuresis menyebabkan terjadinya kehilangan cairan dan terjadi polidipsi. Penurunan insulin

menyebabkan tubuh tidak bisa menggunakan energi dari karbohidrat sehingga tubuh

menggunakan energi dari lemak dan protein sehingga mengakibatkan ketosis dan penurunan

berat badan. Poliphagi dan kelemahan tubuh akibat pemecahab makanan cadangan.

2. Tipe II : Non Insulin Dependen Diabetes Melitus

Besar dan jumlah sel beta pankreas menurun tidak diketahui sebabnya. Pada obesitas,

kemampuan insulin untuk mengambil dan memetabolisir glukosa ke dalam hati,

muskuloskeletal dan jaringan berkurang. Gejala hampir sama dengan Diabetes Melitus Tipe I

dengan gejala non spesifik lain (pruritus, mudah infeksi).

6

Page 7: ISI.docx

1.1.3. Gejala

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi.

Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih.

Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan

sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah

yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum

(polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan

berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang

luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing,

mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang

kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka

sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan

berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat

badan. Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang

dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.

Kadar gula di dalam darah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat

menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain.

Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang

bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis

diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri

perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha

untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa

pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu

hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I

bisa mengalami ketoasidosis jika melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami

stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.

7

Page 8: ISI.docx

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika

kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan

sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai

lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka

penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental,

pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-

ketotik.

8

Page 9: ISI.docx

1.1.4. Komplikasi

Komplikasi umum dapat dijabarkan sebagai berikut;

1. Hiperglikemia

- Insulin menurun

- Glukagon meningkat

- Pemakaian glukosa perifer terhambat

2. Hipoglikemia

- KGD < 60 mg%

- Akibat terapi insulin

3. Ketoasidosis Diabetik : insulin menurun, lipolisis, ketonbodi, koma

4. Neuropati Diabetik : kesemutan, lemas, baal, mual, muntah, kembung

5. Nefropati Diabetik : proteinuria

6. Retinopati Diabetik : penglihatan kabur

7. Ulkus/Gangren

8. Kelainan Vaskuler

Mikrovaskuler dan Makrovaskuler

● Komplikasi jangka panjang dari diabetes

● Organ/jaringan yang terkena yang terjadi Komplikasi

● Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk dan menyumbat arteri berukuran besar atau

sedang di jantung, otak, tungkai dan penis.

● Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat

mentransfer oksigen secara normal dan mengalami kebocoran Sirkulasi yang jelek

menyebabkan penyembuhan luka yang jelek dan bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke,

gangren kaki dan tangan, impoten dan infeksi

Mata

● Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina Gangguan penglihatan dan pada

akhirnya bisa terjadi kebutaan

9

Page 10: ISI.docx

Ginjal

● Penebalan pembuluh darah ginjal

● Protein bocor ke dalam air kemih

● Darah tidak disaring secara normal Fungsi ginjal yang buruk

● Gagal ginjal

Saraf

● Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal dan karena aliran darah

berkurang

● Kelemahan tungkai yang terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan

● Berkurangnya rasa, kesemutan dan nyeri di tangan dan kaki

● Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yang mengendalikan tekanan darah dan saluran

pencernaan

● Tekanan darah yang naik-turun

● Kesulitan menelan dan perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare

Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit dan hilangnya rasa yang menyebabkan cedera

berulang

● Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)

● Penyembuhan luka yang jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran

kemih dan kulit

Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara normal sehingga jaringan menebal atau

berkontraksi.

10

Page 11: ISI.docx

1.2. Sifat Fisiko- kimia Metformin

1.2.1. Sifat Fisiko-Kimia Metformin

Deskripsi

- Nama Kimia metformin : N,N-dimethylimidodicarbonimidic diamide

- Sifat Fisikokimia : Metformin umumnya terdapat dalam bentuk metformin hidroklorida,

merupakan kristal putih atau putih tulang (off-white) dengan BM 165,63. Metformin

hidroklorida sangat mudah larut dalam air, dan praktis tidak larut dalam aseton, eter ataupun

kloroform. pKa metformin = 12,4 dan pH larutan 1% metformin hidroklorida = 6,68

11

Page 12: ISI.docx

1.3. Farmasi Umum Metformin

1.3.1. Nama Dagang

- Benoformin - Bestab - Diabex - Eraphage

- Forbetes - Formell - Glucophage - Glucotika

- Gludepatic - Glufor - Glumin - Methpica

- Metphar - Neodipar - Rodiamet - Tudiab

- Zendiab - Zumamet - Metformin (Generic)

1.3.2. Bentuk Sediaan

Tablet 500 mg dan 850 mg, Tablet Ss (Tablet Lepas Lambat) 500 mg dan 850 mg

1.3.3. Indikasi

Diabetes Melitus Tipe II yang gagal dikendalikan dengan diet dan OHO golongan

sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk

1.3.4. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian

Sebagaimana aturan umum pemberian OHO, harus dimulai dari dosis rendah, dan

ditingkatkan sesuai respon terhadap terapi. Untuk metformin dalam bentuk tablet, dosis awal

dimulai dari 2 kali sehari @ 250-500 mg diberikan pada saat sarapan/makan, sedangkan

untuk tablet lepas lambat (Ss) 500 mg per hari diberikan satu kali sehari pada saat makan

malam. Untuk metformin dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan 250-500 mg tiap 8 jam

atau 850 mg tiap 12 jam bersama/sesaat sesudah makan. Dosis maksimal yang dianjurkan

untuk anak-anak 2000 mg perhari, untuk orang dewasa 2550 mg perhari, namun bila

diperlukan dapat ditingkatkan sampai maksimal 3000 mg per hari. Untuk metformin dalam

bentuk tablet lepas lambat, dosis maksimal yang dianjurkan 2000 mg per hari. Tablet lepas

lambat harus ditelan utuh, jangan dihancurkan atau dikunyah. Konsumsi metformin

dianjurkan bersama atau sesaat sesudah sarapan, untuk mengurang efek samping mual,

muntah, diare dan gangguan pencernaan lainnya.

12

Page 13: ISI.docx

1.4. Farmakologi umum Metformin

Metformin merupakan satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan

sebagai obat antidiabetes oral. Metformin dapat digunakan bersama dengan insulin atau

senyawa sulfonilurea lainnya. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan

sulfonilurea umumnya dapat ditolong dengan biguanida. Antidiabetik oral golongan

biguanida mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan golongan sulfonilurea. Obat-

obat ini bekerja menurunkan kadar glukosa darah tidak melalui perangsangan sekresi insulin,

melainkan langsung pada hati (hepar), yaitu menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan

menurunkan kecepatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Disamping itu, metformin juga

meningkatkan sensivitas sel-sel tubuh terhadap insulin dengan jalan memperbaiki transport

dan meningkatkan penggunaan glukose sel-sel otot dan ekstrahepatik lainnya. Metformin

dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%. Metformin tidak merangsang

sekresi insulin, oleh sebab itu hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Karena tidak

merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa biguanida hampir tidak pernah menyebabkan

hipoglikemia. Pada orang non-diabetik, pemberian senyawa biguanida tidak menurunkan

kadar glukosa darah. Kelebihan metformin dari OHO sulfonilurea adalah tidak menaikkan

berat badan, tidak menimbulkan masalah hipoglikemia dan hiperinsulinemia.

1.4.1. Kontraindikasi

Pemberian metformin kontra indikasi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal

atau hati, predisposisi asidosis laktat, gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi,

alkoholisme, gamil atau menyusui.

Efek Samping metformin pada saluran cerna antara lain mual, muntah, diare ringan.

Anoreksia. Asidosis laktat, terutama terjadi pada penderita gangguan ginjal dan/atau hati,

atau pada peminum alkohol. Gangguan penyerapan vitamin B12.

1.4.2. Interaksi

Akibat interaksi metformin dengan obat-obat dibawah ini adalah:

● Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik, risiko asidosis laktat

● Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi glukosa

● Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO; oktreotid

dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO

13

Page 14: ISI.docx

● Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik

● Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik

● Antihistamin: pada pemakaian bersama biguanida akan menurunkan jumlah trombosit

● Anti ulkus: simetidin menghambat ekskresi renal metformin, sehingga menaikkan kadar

plasma metformin

● Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek hipoglikemia

● Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap OHO

● Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala

peringatan, misalnya tremor

● Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik

● Dengan Makanan : Makanan dapat menurunkan absorpsi dan memperpanjang waktu

absorpsi metformin

1.4.3. Pengaruh metformin pada penderita diabetes melitus dengan kehamilan khusus

● Terhadap Kehamilan : Faktor risiko kehamilan FDA : Katagori B. Tidak disarankan untuk

wanita hamil

● Terhadap Ibu Menyusui : Metformin dapat masuk ke dalam air susu ibu. Oleh sebab itu

tidak boleh diberikan pada ibu menyusui

● Terhadap Anak-anak : Tidak dianjurkan untuk diberikan pada anak-anak di bawah usia 10

tahun

1.4.4. Beberapa parameter dibawah ini yang di monitor pada penderita dengan

diabetes melitus :

- Kadar glukosa darah puasa : 80–120mg/dl

- Kadar hemoglobin A1c : <100mg/dl

- Gejala hipoglikemia

14

Page 15: ISI.docx

BAB II

FARMAKOKINETIK

Pola ADME Metformin pada penderita dengan Diabetes Melitus

2.1. Liberasi

Metformin tersedia dalam bentuk sediaan tablet yang dimana akan terpecah menjadi

granul-granul hingga ke ukuran dimana zat aktifnya terlepas dan melarut dalam cairan

lambung atau usus.

2.2. Absorpsi

Metformin oral akan mengalami absorbsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein

plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.

Penyerapan biguanida di usus cukup baik. Metformin oral akan mengalami absorpsi di

intestin. Metformin bioavalabilitasnya diperkirakan 50%-60% per oral. Absorpsi metformin

relatif lambat dan dapat diperpanjang jadi sekitar 6 jam. Ketersediaan hayati absolut pada

pemberian 500 mg metformin per oral pada kondisi puasa sekitar 50-60%, dan absorpsi akan

berkurang dengan meningkatnya dosis yang diberikan. Makanan dapat menurunkan absorpsi

dan memperpanjang waktu absorpsi (konsentrasi puncak dalam plasma menurun sekitar 40%,

dan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi puncak bertambah panjang sekitar 35

menit).

15

Page 16: ISI.docx

2.3. Distribusi

Kelarutan metformin dalam lipid rendah, dan volume distribusinya pada cairan tubuh

dalam darah metformin tak terikat protein plasma. Tempat utama konsentrasi obat adalah

mukosa usus dan kelenjar liur. Konsentrasi plasma pada keadaan tunak berkisar sekitar 1

hingga 2 mcg / mL Metformin terpartisi ke dalam sel-sel darah merah. Pada pemberian dosis

terapi normal, konsentrasi plasma steady state metformin tercapai dalam 24-48 jam dan

umumnya <1 m g/mL, dengan konsentrasi plasma maksimum tidak lebih dari 5 mg/mL

2.4. Metabolisme

Metformin tidak mengalami proses metabolisme.

2.5. Ekskresi

Metformin diekskresikan melalui urin dalam bentuk asal (tak berubah). Renal

clearance lebih kurang 3,5 kali lebih besar dari pada creatinine clearance, menunjukkan

bahwa sekresi tubular merupakan jalan utama eliminasi metformin. Setelah pemberian per

oral, sekitar 90% metformin yang terabsorpsi akan dieliminasi melalui ginjal dalam waktu

24 jam. Waktu paruh eliminasi plasma sekitar 6,2 jam, namun waktu paruh eliminasi darah

sekitar 17,6 jam dan ginjal dalam waktu 24 jam.. Terminal fase eliminasi diketahui  selama

4% sampai 5% dari dosis terserap lambat dengan waktu paruh antara 9 – 17 jam. Obat ini

diekskresikan dalam urin dengan kecepatan klirens ginjal yang tinggi yaitu 450 ml/menit.

Pada pasien insufisiensi ginjal (terjadi akumulasi Metformin) dapat meningkatkan risiko

asidosis laktat sehingga dapat berakibat fatal.

16

Page 17: ISI.docx

BAB III

FARMAKODINAMIKA

3.1. Mekanisme Kerja Metformin

Metformin, sebuah obat yang banyak digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2,

baru-baru ini ditunjukkan untuk mengaktifkan kinase AMP-activated protein (AMPK) dalam

sel utuh dan in vivo. Dalam penelitian yang dilakukan oleh asosiasi ADA (American

Diabetes Association) Pada sel utuh, metformin merangsang fosforilasi dari situs peraturan

kunci (Thr-172) pada subunit (α) katalitik AMPK sehingga tidak mempengaruhi fosforilasi

situs ini oleh salah satu dari dua kinase hulu dalam sel-bebas tes. Metformin telah dilaporkan

menjadi penghambat 1 kompleks rantai pernapasan, tapi peneliti menyajikan bukti bahwa

aktivasi AMPK dalam dua jenis sel yang berbeda bukanlah konsekuensi dari berkurangnya

biaya energi sel melalui mekanisme ini. Para peneliti belum menetapkan mekanisme definitif

dimana metformin mengaktifkan AMPK, hasil penelitian peneliti menunjukkan bahwa

mekanisme ini berbeda dari agen AMPK-mengaktifkan yang ada, 5-aminoimidazole-4-

karboksamida (AICA) riboside. Karena itu metformin merupakan alat baru yang berguna

untuk mempelajari konsekuensi dari aktivasi AMPK dalam sel utuh dan in vivo. Hasil

peneliti juga menunjukkan bahwa AMPK dapat diaktifkan dengan mekanisme selain

perubahan rasio AMP-to-ATP seluler.

● Menurunkan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2. Prinsip kerja dari metformin adalah

menurunkan glukosa darah tidak tergantung pada adanya fungsi pankreatik sel-sel B.

● Bereaksi terutama meningkatkan sensitifitas jaringan perifer (otot dan skelet), hepar

terhadap insulin.

● Tidak meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas dan tidak menimbulkan hipoglikemia.

● Meningkatkan ambilan glukosa oleh RBC.

● Meningkatkan transfor glukosa yang distimulasi Insulin melalui membran sel.

● Menurunkan level FFA, TG, LDL, meningkatkan HDL.

● Meningkatkan aktivitas fibrinolitik dan menurunkan densitas platelet dan agregasinya pada

terapi > 3 gram / hari (6 bulan).

17

Page 18: ISI.docx

3.2. Pengaruh Metformin ke Target Organ

Penggunaan metformin terus menerus dapat menurunkan tingkat HbA1C mencapai

1,5%-2%. Metformin juga memberikan efek positif di beberapa komponen pada sindrom

resistensi insulin. Metformin juga menurunkan trigliserida plasma dan LDL-C yang

diperkirakan mencapai 8%-15% dan dapat meningkatkan HDL-C mencapai 2%. Jadi dapat

dikatakan metformin memiliki manfaat pada kadar lipid dan kolesterol dan bersifat protektif

pada jantung dibandingkan insulin (28%), sulfonilurea(16%) dan thiazolidinedione(14%).

Studi klinis terkontrol Metformin oleh asosiasi ADA (American Diabetes

Association) mengatakan bahwa Metformin diekskresikan melalui ginjal dan karena resiko

reaksi merugikan yang serius pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal maka metformin

hanya boleh digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal.

Kombinasi Guargum dan metformin serta standar meal : menurunkan secara

bermakna tingkat absorpsi metformin dibandingkan pemberian metformin saja.

Metformin merupakan derivat biguanid yang mempunyai mekanisme kerja langsung

terhadap organ sasaran. Pemberiannya pada orang non diabetik tidak menimbulkan

penurunan kadar glukosa darah, tetapi sediaan biguanid ternyata menunjukkan efek

potensiasi dengan insulin. Pada penyelidikan in vitro ternyata biguanid merangsang glikolisis

anaerob, dan anaerobs dan mungkin sekali berakibat lebih banyaknya glukosa memasuki sel

otot. Penyerapannya melalui usus baik sekali. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal

atau sistem kariovaskuler, pemberian buiguanid dapat menimbulkan peninggian kadar asam

laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan

badan. Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita dengan penyakit hati berat,

penyakit ginjal dengan uremia, penyakit jantung kongestif.

18

Page 19: ISI.docx

Metformin jangan digunakan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal (kreatinin

serum > 1,5, kreatinin klirens < 60%) karena dapat meningkatkan asidosis laktat. Metformin

adalah obat oral yang aman, efektif dan tersedia luas untuk terapi diabetes pada orang

dewasa. Obat ini meningkatkan efektifitas insulin pada level sel perifer, menurunkan

hiperinsulinemia dan menurunkan hiperandrogenemia, sehingga mengkoreksi efek biokimia

dengan melakukan koreksi pada sumbernya.

Sumber:

Jurnal ini telah dipublikasikan oleh asosiasi ADA (American Diabetes Association) yang

disusun oleh:

- Simon A. Hawley, Anne E. Gadalla, D. Grahame Hardie

Division of Molecular Physiology, School of Life Sciences and Wellcome Trust Biocentre,

Dundee University, Dundee, Scotland U.K.

- Grith Skytte Olsen

Department of Diabetes Biology, NovoNordisk A/S, Bagsværd, Denmark

Dalam jurnal yang berjudul:

The Antidiabetic Drug Metformin Activates the AMP-Activated Protein Kinase Cascade via an Adenine Nucleotide-Independent Mechanism

19

Page 20: ISI.docx

BAB IV

TOKSISITAS

4.1. Efek Samping dan Toksisitas

Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual, muntah, diare. Tetapi

dengan menurunkan dosis, keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak

bergantung pada insulin eksogen, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak

disertai dengan hiperglikemia. Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi

insulin.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskuler, pemberian

biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini

dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.

Dengan medikasi apapun, dapat memungkinkan akan overdosis dari metformin.

Beberapa efek dari overdosis metformin dapat termasuk rendahnya gula darah atau asidosis

laktat.

20

Page 21: ISI.docx

4.2. Gejala Toksisitas dan Penanggulangannya

Gejala dari rendahnya gula darah antara lain;

● Kaburnya penglihatan

● Gemetaran

● Perasaan lapar yang kuat.

Gejala dari laktat asidosis antara lain;

● Irama jantung yang tidak beraturan

● Kesulitan untuk bernafas

● Perasaan capai

Terapi yang dapat dipilih untuk overdosis dari metformin dapat termasuk dialisis atau

menggunakan larutan gula untuk mengembalikan level gula darah.

21

Page 22: ISI.docx

BAB V

PENELITIAN

5.1. Clinical trial

5.1.1. Latar belakang

Studi Diabetes prospektif UK menunjukkan bahwa metformin menurunkan angka

kematian dibandingkan dengan diet saja pada pasien kelebihan berat badan dengan diabetes

mellitus tipe 2. Sejak saat itu, metformin telah menjadi pengobatan lini pertama pada pasien

dengan kelebihan berat badan dengan diabetes tipe 2. Namun, metformin-sulfoniluera

bitherapy dapat meningkatkan angka kematian.

5.1.2. Metode dan Temuan

Meta-analisis ini dihasilkan dari percobaan terkontrol acak dievaluasi efikasi

metformin (dalam studi metformin dibandingkan diet saja, dibandingkan dengan plasebo, dan

versus tidak ada perawatan, metformin sebagai add-on terapi, penarikan dan metformin)

terhadap morbiditas kardiovaskular atau kematian pada pasien dengan tipe 2 diabetes.

Peneliti mencari Medline, Embase, dan database Cochrane. Titik akhir primer adalah semua

penyebab kematian dan kematian kardiovaskular. Titik akhir sekunder termasuk semua infark

miokard, semua stroke, gagal jantung kongestif, penyakit pembuluh darah perifer, amputasi

kaki, dan komplikasi mikrovaskuler. Tiga belas uji coba terkontrol secara acak (13.110

pasien) yang diambil, 9.560 pasien diberi metformin, dan 3.550 pasien diberi pengobatan

konvensional atau plasebo. Metformin tidak secara signifikan mempengaruhi hasil utama

semua penyebab kematian, rasio risiko (RR) = 0,99 (95% CI: 0,75-1,31), dan mortalitas

kardiovaskular, RR = 1,05 (95% CI: 0,67-1,64). Hasil sekunder juga terpengaruh oleh

pengobatan metformin: semua infark miokard, RR = 0,90 (95% CI: 0,74-1,09), semua stroke,

RR = 0,76 (95% CI: 0,51-1,14), gagal jantung, RR = 1,03 ( 95% CI: 0,67-1,59), penyakit

pembuluh darah perifer, RR = 0,90 (95% CI: 0,46-1,78), kaki amputasi, RR = 1,04 (95% CI:

0,44-2,44), dan komplikasi mikrovaskuler, RR = 0,83 ( 95% CI: 0,59-1,17). Untuk kematian

semua penyebab dan mortalitas kardiovaskular, ada heterogenitas yang signifikan ketika

22

Page 23: ISI.docx

termasuk subkelompok Inggris Studi Diabetes Calon (I2 = 41% dan 59%). Ada interaksi

yang signifikan dengan sulfoniluera sebagai pengobatan bersamaan untuk infark miokard (p

= 0,10 dan 0,02, masing-masing).

5.1.3. Kesimpulan

Dalam penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa metformin memiliki

keuntungan / rasio risiko yang masih belum jelas. Peneliti tidak bisa menentukan penyebab

dari pengurangan 25% atau meningkat 31% dalam semua penyebab kematian yang terjadi,

dan penurunan 33% atau meningkat 64% kematian kardiovaskular.

Sumber:

Penelitian ini didasarkan dari riset yang telah dilakukan oleh:

Rémy Boussageon1, Irène Supper1, Theodora Bejan-Angoulvant2,3, Nadir Kellou1, Michel Cucherat4,5, Jean-Pierre Boissel4,5, Behrouz Kassai4,5,6,7, Alain Moreau1,François Gueyffier4,5,6,7, Catherine Cornu4,5,6,7*

1 Department of General Medicine, Université Claude Bernard Lyon 1, Lyon,

France, 2 Service de Pharmacologie Clinique, Centre Hospitalier Régional et Universitaire

de Tours, France, 3 UMR 7292, CNRS, Université François Rabelais, Tours, France, 4 UMR

5558, CNRS, Laboratoire de Biométrie et Biologie Évolutive, Villeurbanne,

France, 5 Université Claude Bernard Lyon 1, Lyon, France, 6 Clinical Investigation Centre,

INSERM CIC201, Lyon, France,7 Department of Clinical Pharmacology, Hospices Civils de

Lyon, Lyon, France

Dalam riset yang berjudulkan:

Reappraisal of Metformin Efficacy in the Treatment of Type 2 Diabetes: A Meta-Analysis of Randomised Controlled Trials

23

Page 24: ISI.docx

5.2. Case Historis

Seorang laki-laki 40 tahun datang berobat ke praktek dokter swasta dengan keluhan

selalu lapar, haus, dan sering kencing sejak 1 bulan terakhir ini. Hasil anamnesis, pasien

mempunyai riwayat DM dalam keluarganya. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan

tekanan darah: 120/90, nadi: 60x/menit dan pernafasan:20x/menit, TB 160 cm, BB 90 kg.

Oleh karena itu dokter yang memeriksa, pasien kemudian merujuk pasien ke laboratorium

untuk memeriksa gula darahnya. Gula darah yang diminta oleh dokter adalah gula darah

puasa dan 2 jam PP. Pasien diminta datang dengan membawa hasil laboratorium yang

dilakukan tadi pagi, ditemukan GDP: 200mg/dl, GD 2 jam PP 210 mg/dl. Dokter kemudian

memberikan metmorfin dan glibenclamid.

1)      Keluhan utama :

a)      Selalu lapar

b)      Selalu haus

c)      Dan sering kencing

Ketiga hal ini termasuk ke dalam trias Diabetes Melitus (polifagi, polidipsi dan poliyuri)

3)      Pemeriksaan fisik

a)      Tinggi Badan : 160 cm

b)      Berat Badan : 90 kg

Body Mass Index pada pasien: = = 35,1 termasuk kriteria “Obese”

4)      Pemeriksaan laboratorium

a)      Gula Darah Puasa = 200 mg/dl

b)      Gula Darah 2 jam Post Prandial = 210 mg/dl

A.    Daftar Masalah

·         Selalu lapar, haus dan sering kecing sejak 1 bulan terakhir

·         Gula Darah Puasa : 200 mg/dl, Gula Darah 2 jam PP 210 mg/dl. (DM tipe II)

·         Riwayat Penyakit Keluarga : Diabetes Melitus (+)

·         Body Mass Index : 90/(1,6)2=35,1 (obesitas grade II)

B.     Diagnosis : Diabetes Melitus tipe 2

24

Page 25: ISI.docx

C.     Tujuan Terapi

Farmakologis:

·         Mengontrol kadar gula dalam darah

·         Menurunkan gula darah

D. Golongan obat yang sesuai tujuan terapi

·         Menurunkan gula darah

-          BiguanideMetformin

-          SulfonylureaGlibenclamide

Analisis:

Biguanide

Pada pasien ini yang terjadi adalah diabetes tipe 2, dimana terjadi penurunan sensitiftas

masukan glukosa di sel perifer (otot dan lemak). Biguanide adalah obat yang digunakan

untuk meningkatkan sensitifitas dari reseptor perifer tersebut. Biguanide digunakan sebagai

first line terapi untuk pasien diabetes melitus tipe 2 dengan obesitas. Pasien ini mengalami

DM tipe 2 dengan obese grade 2. Obat biguanide yang dipilih adalah metformin. Mekanisme

kerjanya:

a)      Menurunkan BB 1-2kg (tidak signifikan), namun tidak menyebabkan hipoglikemia

b)      Menurunkan glukoneogenesis hepar

c)      Meningkatkan uptake glukosa oleh otot

d)     Meningkatkan sensitivitas insulin

e)      Menurunkan HbA1c 0,8-2%

Efek samping metformin adalah Mual, muntah, diare. Untuk mengurangi keluhan tersebut

dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Dosis metformin untuk dewasa & anak > 10

tahun adalah 500 mg sekurang-kurangnya untuk satu minggu setelah sarapan, makan siang

dan makan malam ( 3kali sehari). Sediaan tablet generic untuk metformin adalah 500mg.

25

Page 26: ISI.docx

BAB VI

DISKUSI

Tujuan dari studi banding yang dilakukan adalah untuk mengevaluasi the efektifitas

klinis dari pengaruh pemberian metformin terhadap penderita diabetes tipe 2.

Metformin secara universal direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama untuk

terapi diabetes tipe 2, meskipun bukti secara klinis masih kurang jelas. Yang penting

diketahui bahwa metformin dapat menginduksi efek samping yang berat seperti asidosis

laktat dalam kasus gagal ginjal akut atau pada kasus defisiensi vitamin B12.

Dibandingkan dengan obat anti diabetes lainnya, metformin merupakan salah satu

yang memiliki kerugian paling sedikit dalam penggunaannya. Metformin sendiri tidak

menginduksi hipoglikemia, peningkatan berat badan, dan gagal jantung. Metformin juga

diasosiasikan dengan penurunan mortalitas diantara pasien dengan atherothrombosis.

26

Page 27: ISI.docx

BAB VII

KESIMPULAN

Metformin adalah obat diabetes oral yang membantu mengontrol kadar gula darah

dan digunakan hanya pada kasus diabetes tipe 2. Metformin kadang-kadang digunakan dalam

kombinasi insulin atau obat lain, tetapi tidak untuk mengobati diabetes tipe 1.

Metformin juga dapat digunakan untuk tujuan yang tidak tercantum dalam panduan

pengobatan yang ada.

27

Page 28: ISI.docx

BAB VIII

SUMMARY

Metformin is an oral diabetes medicine that helps control blood sugar levels and only

for people with type 2 diabetes. Metformin is sometimes used in combination with insulin or

other medications, but it is not for treating type 1 diabetes.

Metformin may also be used for purposes not listed in the existing medication guide.

28