isi.docx
DESCRIPTION
isi dan isiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Studi Pustaka
Diabetes Mellitus (Diabetes Melitus) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini
tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga terhadap suatu negara. Walaupun belum
ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat
Indonesia diperkirakan penderita Diabetes Melitus ini semakin meningkat, terutama pada
kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya
penanggulangan penyakit Diabetes Melitus belum menempati skala prioritas utama dalam
pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar
antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf,
hati, mata dan ginjal.
Diabetes Melitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormone
insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan
relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon
Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam tipe Diabetes Melitus :
Diabetes Melitus tipe I. atau disebut Diabetes Melitus yang tergantung pada insulin.
Diabetes Melitus ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena
kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing
(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita Diabetes
Melitus type ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan
memerlukan insulin seumur hidup.
Diabetes Melitus tipe II atau disebut Diabetes Melitus yang tak tergantung pada insulin.
Diabetes Melitus ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme
glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
1
hiperglikemia, 75% dari penderita Diabetes Melitus type II dengan obesitas atau ada sangat
kegemukan.
Diabetes Melitus yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk
mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat.
Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia.
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin
atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Suddart).
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali
normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam
sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari
120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun
karbohidrat lainnya.
Obat-obat yang digunakan untuk diabetes melitus tipe 2 antara lain adalah glibenclamide dan
acarbose dari obat tersebut metformin merupakan obat diabetes melitus tipe 2 dari golongan
yang sangat banyak dipahami. Dalam makalah ini akan diuraikan bagaimana pengaruh
pemberian metformin pada penderita diabetes melitus tipe 2.
Indikasi:
- Pengobatan penderita diabetes yang baru terdiagnosis setelah dewasa, dengan atau tanpa
kelebihan berat badan dan bila diet tidak berhasil.
- Sebagai kombinasi terapi pada penderita yang tidak responsif therhadap terapi tunggal
sulfonilurea baik primer ataupun sekunder.
- Sebagai obat pembantu untuk mengurangi dosis insulin apabila dibutuhkan.
Kontra Indikasi:
Penderita kardiovaskular, gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan peminum alkohol,
koma diabetik, ketoasidosis, infark miokardial, keadaan penyakit kronik akut yang berkaitan
dengan hipoksia jaringan, keadaan yang berhubungan dengan asidosis laktat seprti syok,
insufisiensi pulmonar, riwayat asidosis laktat.
2
Efek Samping:
Efek samping bersifat reversible pada saluran cerna termasuk anoreksia, gangguan perut,
mual, muntah, rasa logam pada mulut dan diare.
Dapat menyebabkan asidosis laktat tetapi kematian akibat insiden ini lebih rendah 10 - 15 kali dari
fenformin dan lebih rendah dari kasus hipoglikemia yang disebabkan oleh glibenklamid/sulfonilurea.
Kasus asidosis laktat dapat dibati dengan natrium bikorbonat. Kasus individual dengan metformin
adalah anemia megaloblastik, pneumonitis, vaskulitis.
Peringatan dan Perhatian:
- Keadaan yang memicu hipoksia dan akumulasi laktat dapat menyebabkan terjadinya asidosis laktat
yang berbahaya, maka metformin tidak boleh diberikan pada penderita penyakin kardiovaskuler,
gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan peminum alkohol.
- Terapi metformin jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan absorpsi vitamin B12 dan asam
folat di saluran cerna, oleh karena itu perlu diperiksa kadar vitamin B12 dalam serumnya tiap tahun.
- Meskipun metformin tidak menimbulkan efek samping embrionik pada wanita hamil yang
mengalami diabetes, insulin lebih baik daripada zat antihiperglikemik oral untuk mengontrol
hiperglikemia pada kehamilan.
- Tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita menyusui.
- Kemungkinan terjadinya interaksi antara metformin dan antikoagulan tertentu, dalam hal ini
mungkin diperlukan penyesuaian dosis antikoagulan.
- Perlu hati-hati untuk orang-orang lanjut usia, infeksi serius dan dalam keadaan trauma.
Interaksi Obat:
- Acarbose penghambat alpha-glukosidase mengurangi bioavailabilitas metformin dan mengurangi
konsentrasi puncak plasma metformin rata-rata, tetapi waktu untuk mencapai konsentrasi puncak
tersebut tidak berubah.
- Getah guar dapat mengurangi kecepatan absorpsi metformin dan mengurangi konsentrasi metformin
dalam darah.
- Simetidin menghambat sekresi metformin pada tubular ginjal secara kompetitif dan meningkatkan
daerah di bawah kurva konsentrasi plasma metformin terhadap waktu serta mengurangi ekskresi
ginjal metformin.
- Antikoagulan oral phenprocoumon menambah eliminasi obat ini, meningkatkan aliran darah hati dan
ekstraksi hati sebagai efek metformin pada aktivitas enzim mikrosomal.
3
1.1.1. Etiologi
Etiologi secara umum;
1. Etiologi diabetes melitus tidak diketahui secara pasti
2. Mungkin terjadi akibat faktor obesitas, usia, keturunan atau autoimun
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang
tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada
insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian
besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau
faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan
menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus
mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, Non
Insulin Dependen Diabetes Melitus), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya
lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga
terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah
obesitas, 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.
Penyebab diabetes lainnya adalah:
• Kadar kortikosteroid yang tinggi
• Kehamilan (diabetes gestasional)
• Obat-obatan
4
• Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
5
1.1.2. Patofisiologi
1. Tipe I : Insulin Dependen Diabetes Melitus
Hampir 90-95% islet sel pankreas hancur sebelum terjadi hiperglikemia akibat dari
antibodi islet sel. Kondisi tersebut menyebabkan insufisiensi insulin dan meningkatkan
glukosa. Glukosa menumpuk dalam serum sehingga menyebabkan hiperglikemia, kemudian
glukosa dikeluarkan melalui ginjal (glukosuria) dan terjadi osmotik diuresis. Osmotik
diuresis menyebabkan terjadinya kehilangan cairan dan terjadi polidipsi. Penurunan insulin
menyebabkan tubuh tidak bisa menggunakan energi dari karbohidrat sehingga tubuh
menggunakan energi dari lemak dan protein sehingga mengakibatkan ketosis dan penurunan
berat badan. Poliphagi dan kelemahan tubuh akibat pemecahab makanan cadangan.
2. Tipe II : Non Insulin Dependen Diabetes Melitus
Besar dan jumlah sel beta pankreas menurun tidak diketahui sebabnya. Pada obesitas,
kemampuan insulin untuk mengambil dan memetabolisir glukosa ke dalam hati,
muskuloskeletal dan jaringan berkurang. Gejala hampir sama dengan Diabetes Melitus Tipe I
dengan gejala non spesifik lain (pruritus, mudah infeksi).
6
1.1.3. Gejala
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi.
Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih.
Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan
sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah
yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
(polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan
berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang
luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing,
mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang
kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka
sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan
berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat
badan. Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang
dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Kadar gula di dalam darah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain.
Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang
bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis
diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri
perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha
untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu
hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I
bisa mengalami ketoasidosis jika melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami
stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
7
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika
kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan
sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai
lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental,
pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-
ketotik.
8
1.1.4. Komplikasi
Komplikasi umum dapat dijabarkan sebagai berikut;
1. Hiperglikemia
- Insulin menurun
- Glukagon meningkat
- Pemakaian glukosa perifer terhambat
2. Hipoglikemia
- KGD < 60 mg%
- Akibat terapi insulin
3. Ketoasidosis Diabetik : insulin menurun, lipolisis, ketonbodi, koma
4. Neuropati Diabetik : kesemutan, lemas, baal, mual, muntah, kembung
5. Nefropati Diabetik : proteinuria
6. Retinopati Diabetik : penglihatan kabur
7. Ulkus/Gangren
8. Kelainan Vaskuler
Mikrovaskuler dan Makrovaskuler
● Komplikasi jangka panjang dari diabetes
● Organ/jaringan yang terkena yang terjadi Komplikasi
● Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk dan menyumbat arteri berukuran besar atau
sedang di jantung, otak, tungkai dan penis.
● Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen secara normal dan mengalami kebocoran Sirkulasi yang jelek
menyebabkan penyembuhan luka yang jelek dan bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke,
gangren kaki dan tangan, impoten dan infeksi
Mata
● Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina Gangguan penglihatan dan pada
akhirnya bisa terjadi kebutaan
9
Ginjal
● Penebalan pembuluh darah ginjal
● Protein bocor ke dalam air kemih
● Darah tidak disaring secara normal Fungsi ginjal yang buruk
● Gagal ginjal
Saraf
● Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal dan karena aliran darah
berkurang
● Kelemahan tungkai yang terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan
● Berkurangnya rasa, kesemutan dan nyeri di tangan dan kaki
● Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yang mengendalikan tekanan darah dan saluran
pencernaan
● Tekanan darah yang naik-turun
● Kesulitan menelan dan perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit dan hilangnya rasa yang menyebabkan cedera
berulang
● Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)
● Penyembuhan luka yang jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran
kemih dan kulit
Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara normal sehingga jaringan menebal atau
berkontraksi.
10
1.2. Sifat Fisiko- kimia Metformin
1.2.1. Sifat Fisiko-Kimia Metformin
Deskripsi
- Nama Kimia metformin : N,N-dimethylimidodicarbonimidic diamide
- Sifat Fisikokimia : Metformin umumnya terdapat dalam bentuk metformin hidroklorida,
merupakan kristal putih atau putih tulang (off-white) dengan BM 165,63. Metformin
hidroklorida sangat mudah larut dalam air, dan praktis tidak larut dalam aseton, eter ataupun
kloroform. pKa metformin = 12,4 dan pH larutan 1% metformin hidroklorida = 6,68
11
1.3. Farmasi Umum Metformin
1.3.1. Nama Dagang
- Benoformin - Bestab - Diabex - Eraphage
- Forbetes - Formell - Glucophage - Glucotika
- Gludepatic - Glufor - Glumin - Methpica
- Metphar - Neodipar - Rodiamet - Tudiab
- Zendiab - Zumamet - Metformin (Generic)
1.3.2. Bentuk Sediaan
Tablet 500 mg dan 850 mg, Tablet Ss (Tablet Lepas Lambat) 500 mg dan 850 mg
1.3.3. Indikasi
Diabetes Melitus Tipe II yang gagal dikendalikan dengan diet dan OHO golongan
sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk
1.3.4. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Sebagaimana aturan umum pemberian OHO, harus dimulai dari dosis rendah, dan
ditingkatkan sesuai respon terhadap terapi. Untuk metformin dalam bentuk tablet, dosis awal
dimulai dari 2 kali sehari @ 250-500 mg diberikan pada saat sarapan/makan, sedangkan
untuk tablet lepas lambat (Ss) 500 mg per hari diberikan satu kali sehari pada saat makan
malam. Untuk metformin dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan 250-500 mg tiap 8 jam
atau 850 mg tiap 12 jam bersama/sesaat sesudah makan. Dosis maksimal yang dianjurkan
untuk anak-anak 2000 mg perhari, untuk orang dewasa 2550 mg perhari, namun bila
diperlukan dapat ditingkatkan sampai maksimal 3000 mg per hari. Untuk metformin dalam
bentuk tablet lepas lambat, dosis maksimal yang dianjurkan 2000 mg per hari. Tablet lepas
lambat harus ditelan utuh, jangan dihancurkan atau dikunyah. Konsumsi metformin
dianjurkan bersama atau sesaat sesudah sarapan, untuk mengurang efek samping mual,
muntah, diare dan gangguan pencernaan lainnya.
12
1.4. Farmakologi umum Metformin
Metformin merupakan satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan
sebagai obat antidiabetes oral. Metformin dapat digunakan bersama dengan insulin atau
senyawa sulfonilurea lainnya. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan
sulfonilurea umumnya dapat ditolong dengan biguanida. Antidiabetik oral golongan
biguanida mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan golongan sulfonilurea. Obat-
obat ini bekerja menurunkan kadar glukosa darah tidak melalui perangsangan sekresi insulin,
melainkan langsung pada hati (hepar), yaitu menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan
menurunkan kecepatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Disamping itu, metformin juga
meningkatkan sensivitas sel-sel tubuh terhadap insulin dengan jalan memperbaiki transport
dan meningkatkan penggunaan glukose sel-sel otot dan ekstrahepatik lainnya. Metformin
dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%. Metformin tidak merangsang
sekresi insulin, oleh sebab itu hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Karena tidak
merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa biguanida hampir tidak pernah menyebabkan
hipoglikemia. Pada orang non-diabetik, pemberian senyawa biguanida tidak menurunkan
kadar glukosa darah. Kelebihan metformin dari OHO sulfonilurea adalah tidak menaikkan
berat badan, tidak menimbulkan masalah hipoglikemia dan hiperinsulinemia.
1.4.1. Kontraindikasi
Pemberian metformin kontra indikasi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
atau hati, predisposisi asidosis laktat, gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi,
alkoholisme, gamil atau menyusui.
Efek Samping metformin pada saluran cerna antara lain mual, muntah, diare ringan.
Anoreksia. Asidosis laktat, terutama terjadi pada penderita gangguan ginjal dan/atau hati,
atau pada peminum alkohol. Gangguan penyerapan vitamin B12.
1.4.2. Interaksi
Akibat interaksi metformin dengan obat-obat dibawah ini adalah:
● Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik, risiko asidosis laktat
● Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu toleransi glukosa
● Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme OHO; oktreotid
dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO
13
● Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik
● Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik
● Antihistamin: pada pemakaian bersama biguanida akan menurunkan jumlah trombosit
● Anti ulkus: simetidin menghambat ekskresi renal metformin, sehingga menaikkan kadar
plasma metformin
● Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral) antagonis efek hipoglikemia
● Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek aditif terhadap OHO
● Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan menutupi gejala
peringatan, misalnya tremor
● Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik
● Dengan Makanan : Makanan dapat menurunkan absorpsi dan memperpanjang waktu
absorpsi metformin
1.4.3. Pengaruh metformin pada penderita diabetes melitus dengan kehamilan khusus
● Terhadap Kehamilan : Faktor risiko kehamilan FDA : Katagori B. Tidak disarankan untuk
wanita hamil
● Terhadap Ibu Menyusui : Metformin dapat masuk ke dalam air susu ibu. Oleh sebab itu
tidak boleh diberikan pada ibu menyusui
● Terhadap Anak-anak : Tidak dianjurkan untuk diberikan pada anak-anak di bawah usia 10
tahun
1.4.4. Beberapa parameter dibawah ini yang di monitor pada penderita dengan
diabetes melitus :
- Kadar glukosa darah puasa : 80–120mg/dl
- Kadar hemoglobin A1c : <100mg/dl
- Gejala hipoglikemia
14
BAB II
FARMAKOKINETIK
Pola ADME Metformin pada penderita dengan Diabetes Melitus
2.1. Liberasi
Metformin tersedia dalam bentuk sediaan tablet yang dimana akan terpecah menjadi
granul-granul hingga ke ukuran dimana zat aktifnya terlepas dan melarut dalam cairan
lambung atau usus.
2.2. Absorpsi
Metformin oral akan mengalami absorbsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein
plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.
Penyerapan biguanida di usus cukup baik. Metformin oral akan mengalami absorpsi di
intestin. Metformin bioavalabilitasnya diperkirakan 50%-60% per oral. Absorpsi metformin
relatif lambat dan dapat diperpanjang jadi sekitar 6 jam. Ketersediaan hayati absolut pada
pemberian 500 mg metformin per oral pada kondisi puasa sekitar 50-60%, dan absorpsi akan
berkurang dengan meningkatnya dosis yang diberikan. Makanan dapat menurunkan absorpsi
dan memperpanjang waktu absorpsi (konsentrasi puncak dalam plasma menurun sekitar 40%,
dan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi puncak bertambah panjang sekitar 35
menit).
15
2.3. Distribusi
Kelarutan metformin dalam lipid rendah, dan volume distribusinya pada cairan tubuh
dalam darah metformin tak terikat protein plasma. Tempat utama konsentrasi obat adalah
mukosa usus dan kelenjar liur. Konsentrasi plasma pada keadaan tunak berkisar sekitar 1
hingga 2 mcg / mL Metformin terpartisi ke dalam sel-sel darah merah. Pada pemberian dosis
terapi normal, konsentrasi plasma steady state metformin tercapai dalam 24-48 jam dan
umumnya <1 m g/mL, dengan konsentrasi plasma maksimum tidak lebih dari 5 mg/mL
2.4. Metabolisme
Metformin tidak mengalami proses metabolisme.
2.5. Ekskresi
Metformin diekskresikan melalui urin dalam bentuk asal (tak berubah). Renal
clearance lebih kurang 3,5 kali lebih besar dari pada creatinine clearance, menunjukkan
bahwa sekresi tubular merupakan jalan utama eliminasi metformin. Setelah pemberian per
oral, sekitar 90% metformin yang terabsorpsi akan dieliminasi melalui ginjal dalam waktu
24 jam. Waktu paruh eliminasi plasma sekitar 6,2 jam, namun waktu paruh eliminasi darah
sekitar 17,6 jam dan ginjal dalam waktu 24 jam.. Terminal fase eliminasi diketahui selama
4% sampai 5% dari dosis terserap lambat dengan waktu paruh antara 9 – 17 jam. Obat ini
diekskresikan dalam urin dengan kecepatan klirens ginjal yang tinggi yaitu 450 ml/menit.
Pada pasien insufisiensi ginjal (terjadi akumulasi Metformin) dapat meningkatkan risiko
asidosis laktat sehingga dapat berakibat fatal.
16
BAB III
FARMAKODINAMIKA
3.1. Mekanisme Kerja Metformin
Metformin, sebuah obat yang banyak digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2,
baru-baru ini ditunjukkan untuk mengaktifkan kinase AMP-activated protein (AMPK) dalam
sel utuh dan in vivo. Dalam penelitian yang dilakukan oleh asosiasi ADA (American
Diabetes Association) Pada sel utuh, metformin merangsang fosforilasi dari situs peraturan
kunci (Thr-172) pada subunit (α) katalitik AMPK sehingga tidak mempengaruhi fosforilasi
situs ini oleh salah satu dari dua kinase hulu dalam sel-bebas tes. Metformin telah dilaporkan
menjadi penghambat 1 kompleks rantai pernapasan, tapi peneliti menyajikan bukti bahwa
aktivasi AMPK dalam dua jenis sel yang berbeda bukanlah konsekuensi dari berkurangnya
biaya energi sel melalui mekanisme ini. Para peneliti belum menetapkan mekanisme definitif
dimana metformin mengaktifkan AMPK, hasil penelitian peneliti menunjukkan bahwa
mekanisme ini berbeda dari agen AMPK-mengaktifkan yang ada, 5-aminoimidazole-4-
karboksamida (AICA) riboside. Karena itu metformin merupakan alat baru yang berguna
untuk mempelajari konsekuensi dari aktivasi AMPK dalam sel utuh dan in vivo. Hasil
peneliti juga menunjukkan bahwa AMPK dapat diaktifkan dengan mekanisme selain
perubahan rasio AMP-to-ATP seluler.
● Menurunkan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2. Prinsip kerja dari metformin adalah
menurunkan glukosa darah tidak tergantung pada adanya fungsi pankreatik sel-sel B.
● Bereaksi terutama meningkatkan sensitifitas jaringan perifer (otot dan skelet), hepar
terhadap insulin.
● Tidak meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas dan tidak menimbulkan hipoglikemia.
● Meningkatkan ambilan glukosa oleh RBC.
● Meningkatkan transfor glukosa yang distimulasi Insulin melalui membran sel.
● Menurunkan level FFA, TG, LDL, meningkatkan HDL.
● Meningkatkan aktivitas fibrinolitik dan menurunkan densitas platelet dan agregasinya pada
terapi > 3 gram / hari (6 bulan).
17
3.2. Pengaruh Metformin ke Target Organ
Penggunaan metformin terus menerus dapat menurunkan tingkat HbA1C mencapai
1,5%-2%. Metformin juga memberikan efek positif di beberapa komponen pada sindrom
resistensi insulin. Metformin juga menurunkan trigliserida plasma dan LDL-C yang
diperkirakan mencapai 8%-15% dan dapat meningkatkan HDL-C mencapai 2%. Jadi dapat
dikatakan metformin memiliki manfaat pada kadar lipid dan kolesterol dan bersifat protektif
pada jantung dibandingkan insulin (28%), sulfonilurea(16%) dan thiazolidinedione(14%).
Studi klinis terkontrol Metformin oleh asosiasi ADA (American Diabetes
Association) mengatakan bahwa Metformin diekskresikan melalui ginjal dan karena resiko
reaksi merugikan yang serius pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal maka metformin
hanya boleh digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal.
Kombinasi Guargum dan metformin serta standar meal : menurunkan secara
bermakna tingkat absorpsi metformin dibandingkan pemberian metformin saja.
Metformin merupakan derivat biguanid yang mempunyai mekanisme kerja langsung
terhadap organ sasaran. Pemberiannya pada orang non diabetik tidak menimbulkan
penurunan kadar glukosa darah, tetapi sediaan biguanid ternyata menunjukkan efek
potensiasi dengan insulin. Pada penyelidikan in vitro ternyata biguanid merangsang glikolisis
anaerob, dan anaerobs dan mungkin sekali berakibat lebih banyaknya glukosa memasuki sel
otot. Penyerapannya melalui usus baik sekali. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
atau sistem kariovaskuler, pemberian buiguanid dapat menimbulkan peninggian kadar asam
laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan
badan. Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita dengan penyakit hati berat,
penyakit ginjal dengan uremia, penyakit jantung kongestif.
18
Metformin jangan digunakan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal (kreatinin
serum > 1,5, kreatinin klirens < 60%) karena dapat meningkatkan asidosis laktat. Metformin
adalah obat oral yang aman, efektif dan tersedia luas untuk terapi diabetes pada orang
dewasa. Obat ini meningkatkan efektifitas insulin pada level sel perifer, menurunkan
hiperinsulinemia dan menurunkan hiperandrogenemia, sehingga mengkoreksi efek biokimia
dengan melakukan koreksi pada sumbernya.
Sumber:
Jurnal ini telah dipublikasikan oleh asosiasi ADA (American Diabetes Association) yang
disusun oleh:
- Simon A. Hawley, Anne E. Gadalla, D. Grahame Hardie
Division of Molecular Physiology, School of Life Sciences and Wellcome Trust Biocentre,
Dundee University, Dundee, Scotland U.K.
- Grith Skytte Olsen
Department of Diabetes Biology, NovoNordisk A/S, Bagsværd, Denmark
Dalam jurnal yang berjudul:
The Antidiabetic Drug Metformin Activates the AMP-Activated Protein Kinase Cascade via an Adenine Nucleotide-Independent Mechanism
19
BAB IV
TOKSISITAS
4.1. Efek Samping dan Toksisitas
Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual, muntah, diare. Tetapi
dengan menurunkan dosis, keluhan tersebut segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak
bergantung pada insulin eksogen, kadang-kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak
disertai dengan hiperglikemia. Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi
insulin.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskuler, pemberian
biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini
dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.
Dengan medikasi apapun, dapat memungkinkan akan overdosis dari metformin.
Beberapa efek dari overdosis metformin dapat termasuk rendahnya gula darah atau asidosis
laktat.
20
4.2. Gejala Toksisitas dan Penanggulangannya
Gejala dari rendahnya gula darah antara lain;
● Kaburnya penglihatan
● Gemetaran
● Perasaan lapar yang kuat.
Gejala dari laktat asidosis antara lain;
● Irama jantung yang tidak beraturan
● Kesulitan untuk bernafas
● Perasaan capai
Terapi yang dapat dipilih untuk overdosis dari metformin dapat termasuk dialisis atau
menggunakan larutan gula untuk mengembalikan level gula darah.
21
BAB V
PENELITIAN
5.1. Clinical trial
5.1.1. Latar belakang
Studi Diabetes prospektif UK menunjukkan bahwa metformin menurunkan angka
kematian dibandingkan dengan diet saja pada pasien kelebihan berat badan dengan diabetes
mellitus tipe 2. Sejak saat itu, metformin telah menjadi pengobatan lini pertama pada pasien
dengan kelebihan berat badan dengan diabetes tipe 2. Namun, metformin-sulfoniluera
bitherapy dapat meningkatkan angka kematian.
5.1.2. Metode dan Temuan
Meta-analisis ini dihasilkan dari percobaan terkontrol acak dievaluasi efikasi
metformin (dalam studi metformin dibandingkan diet saja, dibandingkan dengan plasebo, dan
versus tidak ada perawatan, metformin sebagai add-on terapi, penarikan dan metformin)
terhadap morbiditas kardiovaskular atau kematian pada pasien dengan tipe 2 diabetes.
Peneliti mencari Medline, Embase, dan database Cochrane. Titik akhir primer adalah semua
penyebab kematian dan kematian kardiovaskular. Titik akhir sekunder termasuk semua infark
miokard, semua stroke, gagal jantung kongestif, penyakit pembuluh darah perifer, amputasi
kaki, dan komplikasi mikrovaskuler. Tiga belas uji coba terkontrol secara acak (13.110
pasien) yang diambil, 9.560 pasien diberi metformin, dan 3.550 pasien diberi pengobatan
konvensional atau plasebo. Metformin tidak secara signifikan mempengaruhi hasil utama
semua penyebab kematian, rasio risiko (RR) = 0,99 (95% CI: 0,75-1,31), dan mortalitas
kardiovaskular, RR = 1,05 (95% CI: 0,67-1,64). Hasil sekunder juga terpengaruh oleh
pengobatan metformin: semua infark miokard, RR = 0,90 (95% CI: 0,74-1,09), semua stroke,
RR = 0,76 (95% CI: 0,51-1,14), gagal jantung, RR = 1,03 ( 95% CI: 0,67-1,59), penyakit
pembuluh darah perifer, RR = 0,90 (95% CI: 0,46-1,78), kaki amputasi, RR = 1,04 (95% CI:
0,44-2,44), dan komplikasi mikrovaskuler, RR = 0,83 ( 95% CI: 0,59-1,17). Untuk kematian
semua penyebab dan mortalitas kardiovaskular, ada heterogenitas yang signifikan ketika
22
termasuk subkelompok Inggris Studi Diabetes Calon (I2 = 41% dan 59%). Ada interaksi
yang signifikan dengan sulfoniluera sebagai pengobatan bersamaan untuk infark miokard (p
= 0,10 dan 0,02, masing-masing).
5.1.3. Kesimpulan
Dalam penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa metformin memiliki
keuntungan / rasio risiko yang masih belum jelas. Peneliti tidak bisa menentukan penyebab
dari pengurangan 25% atau meningkat 31% dalam semua penyebab kematian yang terjadi,
dan penurunan 33% atau meningkat 64% kematian kardiovaskular.
Sumber:
Penelitian ini didasarkan dari riset yang telah dilakukan oleh:
Rémy Boussageon1, Irène Supper1, Theodora Bejan-Angoulvant2,3, Nadir Kellou1, Michel Cucherat4,5, Jean-Pierre Boissel4,5, Behrouz Kassai4,5,6,7, Alain Moreau1,François Gueyffier4,5,6,7, Catherine Cornu4,5,6,7*
1 Department of General Medicine, Université Claude Bernard Lyon 1, Lyon,
France, 2 Service de Pharmacologie Clinique, Centre Hospitalier Régional et Universitaire
de Tours, France, 3 UMR 7292, CNRS, Université François Rabelais, Tours, France, 4 UMR
5558, CNRS, Laboratoire de Biométrie et Biologie Évolutive, Villeurbanne,
France, 5 Université Claude Bernard Lyon 1, Lyon, France, 6 Clinical Investigation Centre,
INSERM CIC201, Lyon, France,7 Department of Clinical Pharmacology, Hospices Civils de
Lyon, Lyon, France
Dalam riset yang berjudulkan:
Reappraisal of Metformin Efficacy in the Treatment of Type 2 Diabetes: A Meta-Analysis of Randomised Controlled Trials
23
5.2. Case Historis
Seorang laki-laki 40 tahun datang berobat ke praktek dokter swasta dengan keluhan
selalu lapar, haus, dan sering kencing sejak 1 bulan terakhir ini. Hasil anamnesis, pasien
mempunyai riwayat DM dalam keluarganya. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan
tekanan darah: 120/90, nadi: 60x/menit dan pernafasan:20x/menit, TB 160 cm, BB 90 kg.
Oleh karena itu dokter yang memeriksa, pasien kemudian merujuk pasien ke laboratorium
untuk memeriksa gula darahnya. Gula darah yang diminta oleh dokter adalah gula darah
puasa dan 2 jam PP. Pasien diminta datang dengan membawa hasil laboratorium yang
dilakukan tadi pagi, ditemukan GDP: 200mg/dl, GD 2 jam PP 210 mg/dl. Dokter kemudian
memberikan metmorfin dan glibenclamid.
1) Keluhan utama :
a) Selalu lapar
b) Selalu haus
c) Dan sering kencing
Ketiga hal ini termasuk ke dalam trias Diabetes Melitus (polifagi, polidipsi dan poliyuri)
3) Pemeriksaan fisik
a) Tinggi Badan : 160 cm
b) Berat Badan : 90 kg
Body Mass Index pada pasien: = = 35,1 termasuk kriteria “Obese”
4) Pemeriksaan laboratorium
a) Gula Darah Puasa = 200 mg/dl
b) Gula Darah 2 jam Post Prandial = 210 mg/dl
A. Daftar Masalah
· Selalu lapar, haus dan sering kecing sejak 1 bulan terakhir
· Gula Darah Puasa : 200 mg/dl, Gula Darah 2 jam PP 210 mg/dl. (DM tipe II)
· Riwayat Penyakit Keluarga : Diabetes Melitus (+)
· Body Mass Index : 90/(1,6)2=35,1 (obesitas grade II)
B. Diagnosis : Diabetes Melitus tipe 2
24
C. Tujuan Terapi
Farmakologis:
· Mengontrol kadar gula dalam darah
· Menurunkan gula darah
D. Golongan obat yang sesuai tujuan terapi
· Menurunkan gula darah
- BiguanideMetformin
- SulfonylureaGlibenclamide
Analisis:
Biguanide
Pada pasien ini yang terjadi adalah diabetes tipe 2, dimana terjadi penurunan sensitiftas
masukan glukosa di sel perifer (otot dan lemak). Biguanide adalah obat yang digunakan
untuk meningkatkan sensitifitas dari reseptor perifer tersebut. Biguanide digunakan sebagai
first line terapi untuk pasien diabetes melitus tipe 2 dengan obesitas. Pasien ini mengalami
DM tipe 2 dengan obese grade 2. Obat biguanide yang dipilih adalah metformin. Mekanisme
kerjanya:
a) Menurunkan BB 1-2kg (tidak signifikan), namun tidak menyebabkan hipoglikemia
b) Menurunkan glukoneogenesis hepar
c) Meningkatkan uptake glukosa oleh otot
d) Meningkatkan sensitivitas insulin
e) Menurunkan HbA1c 0,8-2%
Efek samping metformin adalah Mual, muntah, diare. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Dosis metformin untuk dewasa & anak > 10
tahun adalah 500 mg sekurang-kurangnya untuk satu minggu setelah sarapan, makan siang
dan makan malam ( 3kali sehari). Sediaan tablet generic untuk metformin adalah 500mg.
25
BAB VI
DISKUSI
Tujuan dari studi banding yang dilakukan adalah untuk mengevaluasi the efektifitas
klinis dari pengaruh pemberian metformin terhadap penderita diabetes tipe 2.
Metformin secara universal direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama untuk
terapi diabetes tipe 2, meskipun bukti secara klinis masih kurang jelas. Yang penting
diketahui bahwa metformin dapat menginduksi efek samping yang berat seperti asidosis
laktat dalam kasus gagal ginjal akut atau pada kasus defisiensi vitamin B12.
Dibandingkan dengan obat anti diabetes lainnya, metformin merupakan salah satu
yang memiliki kerugian paling sedikit dalam penggunaannya. Metformin sendiri tidak
menginduksi hipoglikemia, peningkatan berat badan, dan gagal jantung. Metformin juga
diasosiasikan dengan penurunan mortalitas diantara pasien dengan atherothrombosis.
26
BAB VII
KESIMPULAN
Metformin adalah obat diabetes oral yang membantu mengontrol kadar gula darah
dan digunakan hanya pada kasus diabetes tipe 2. Metformin kadang-kadang digunakan dalam
kombinasi insulin atau obat lain, tetapi tidak untuk mengobati diabetes tipe 1.
Metformin juga dapat digunakan untuk tujuan yang tidak tercantum dalam panduan
pengobatan yang ada.
27
BAB VIII
SUMMARY
Metformin is an oral diabetes medicine that helps control blood sugar levels and only
for people with type 2 diabetes. Metformin is sometimes used in combination with insulin or
other medications, but it is not for treating type 1 diabetes.
Metformin may also be used for purposes not listed in the existing medication guide.
28