paper tht isi.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah penyakit virus yang sering mengenai saraf sensorik karena ganglion
terkena. Terkenanya ganglion genikulatum memberikan sekelompok gejala yang karakteristik
(pertama kali diuraikan oleh Ramsay Hunt pada 1910).2
Penyakit virus DNA ini pada dasarnya harus timbul pada pasien yang sebelumnya
menderita varisela. Penyebab reaktivasi sampai sekarang belum diketahui. Terlihat bahwa virus
herpes zoster tak ditransmisikan langsung dari anak dengan varisela juga tidak dari orang dewasa
yang menderita herpes zoster. Insidens relative tetap sepanjang tahun walau terdapat peningkatan
jelas bagi varisela selama musim dingin.7
Penyakit ini terutama pada orang dewasa diatas 50 tahun, walau sekitar 5-10 % mengenai
anak-anak. Mengenai kedua jenis kelamin dalam jumlah yang sama.7
Sindroma Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat
persyarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan.6
Biasanya penyakit ini berlangsung singkat, penyembuhan terjadi dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu. Namun nyeri dapat menetap sampai berbulan-bulan.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Telinga
Gambar 1. Anatomi telinga
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri
dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 1/2-3 cm.1
Gambar 2. Telinga Luar
2
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjer serumen (kelenjar keringat)
dan rambut. Kelenjer keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjer serumen.1
Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membrane
shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis
dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di
tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai umbo.
Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk
membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan.1
Gambar 3. Membran Tympani
Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak diantara membrane timpani dan kapsul
telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta penunjangnya, tuba
eustachius dan system sel-sel udara mastoid.2
Telinga tengah berbentuk kubus dengan1 :
- Batas luar : membrane timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
3
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis sermisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar( round window) dan
promontorium.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lingkap dan memebentuk lingkaran
yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang
terdapat di dalam perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane
basalis. Pada membrane ini terletak organ corti.1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria,
dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar
dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.1
Gambar 4. Labirin
4
2.2. Persyarafan Telinga dan Fisiologi Pendengaran
Daun telinga dan telinga luar menerima cabang-cabang sensoris dari cabang
aurikulotemporal saraf ke-5 di bagian depan, di bagian posterior dari nervus aurikuler mayor
dan minor, dan cabang-cabang nervus glosofaringeus dan vagus. Liang telinga bagian tulang
sebelah posterior superior disarafi oleh cabang nervus fasialis.2
Nervus fasialis
Saraf kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang temporal, dan
berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya lima cabang utama. Selain mengurus persarafan otot
wajah, saraf kranialis ketujuh juga mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam
telinga tengah, dan sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap.3
Inti saraf ketujuh terletak pada daerah pons. Inti ini mendapat informasi dari girus
presentralis dari kortek motorik yang mengurus persarafan dahi ipsilateral dan kontralateral.
Traktus kortikalis serebrum juga mensarafi belahan kontralateral bagian wajah lainnya. Nucleus
motorik hanya mengurus saraf fasialis ipsilateral. Saat saraf meninggalkan batang otak, suatu
cabang saraf kedelapann yang dikenal sebagai nervus intermedius memisahkan diri dan
bergabung dengan saraf ketujuh untuk memasuki kanalis akustikus internus. Saraf membelok ke
depan dan masuk ke ganglion genikulatum. Ganglion mengandung badan sel untuk pengecapan
lidah anterior dan untuk sensai raba, nyeri, dan suhu kanalis akustikus internus. Sejumlah serabut
saraf melewati ganglion dan membentuk saraf petrosus superfisialis mayor (parasimpatis). Saraf
ini berjalan sepanjang dasar fosa media dan masuk ke dalam kanalis pterigoideus. Selanjutnya
melintas menuju ganglion sfenopalatinum dan beranastomosis dengan serabut yang mengurus
apparatus lakrimalis. Serabut-serabut fasialis membuat belokan tajam ke posterior pada ganglion
genikulatum dan berjalan turun lewat segmen labirin menuju segmen timpani dari saraf. Saraf
memasuki segmen timpani dan membuat genu (putaran) kedua. Di sini, di dekat fenestra ovalis,
saraf menjadi terpapar dan dapat diraba dalam telinga tengah. Saraf berjalan turun dari genu
secara vertical da mengeluarkan cabang untuk otot stapedius. Di bawah tingkat ini, muncul
cabang kedua dan kembali masuk ke dalam telinga sebagai saraf korda timpani. Korda membawa
serabut-serabut nyeri, raba, dan suhu, serta pengecapan untuk duapertiga anterior lidah.3
5
Saraf ini juga mengurus salivasi kelenjer submandibularis. Korda berjalan diantara maleus
dan inkus, kemudian keluar dari tulang temporal melalui iter anterior. Bagian utama dari saraf
fasialis membawa serabut-serabut motorik dan keluar dari foramen stilomastoideum tepat di
medial prosessus mastoideus. Tujuh puluh persen serabut pada tempat ini merupakan serabut
motorik untuk wajah. Selanjutnya saraf membelok ke anterior dan memecah menjadi lima
cabang utama- temporalis, zigomatikus, bukalis, dan servikalis. Cabang-cabang ini dapat saling
beranastomosis satu dengan yang lainnya ketika saraf melalui kelenjer parotis.3
Gambar 5. Nervus Fasialis
Nervus vestibulokoklearis / nervus oktavus
Saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan dua macam impuls.
Yang pertama ialah, nervus koklearis yang menhantarkan impuls pendengaran. Dan yang kedua
ialah nervus vestibularis yang menyalurkan impuls keseimbangan.9
Alat penangkap rangsang pendengaran dan keseimbangan serabut kedua bagian nervus
oktavus berasal merupakan juga satu bangunan yang terdiri dari dua bagian. Bangunan tersebut
ialah labirin. Ia terdiri dari bagian koklea dan vestibula.9
6
Baik rangsangan pendengaran maupun rangsang keseimbangan bersifat gelombang.
Gelombang suara diteruskan oleh gendang telinga, tulang maleus, inkus dan stapes melalui
fenestra vestibularis ke perilimfe. Perilimfe ini ialah cairan yang merupakan bantalan bagi
labirinus membranikus. Endolimfe ialah cairan yang terkandung oleh labirintus membranikus.
Dengan demikian di bagian koklea terdapat tiga ruangan. Ruang vestibular atau skala vestibule,
ruang koklear atau duktus koklear, dan ruang timpani atau skala timpani. Dinding diantara ketiga
skala itu dibentuk oleh membrane vestibule(membrane Reissner) dan membrane basilaris.
Gelombang suara membangkitkan goncangan di perilimfe didalam skala vestibule. Kejadian
tersebut menggerakkan membrane Reissner yang membangkitkan timbulnya gelombang di
dalam endolimfe. Gelombang ini merangsang organ korti. Disitu membrane tektoria seolah-olah
bertindak sebagai pecut yang menggalakkan sel-sel yang bersambung dengan serabut aferen sel
ganglion spirale. Impuls yang dicetuskan oleh sel-sel tersebut tadi ialah impuls pendengaran.
Suara bernada tinggi menggalakkan sel di basis dan yang bernada rendah di bagian puncak.
Serabut eferen ganglion spirale menyusun nervus koklearis.9
Bagian vestibula dari labirintus membranikus terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus
dan sakulus. Bangunan tersebut mengandung endolimfe juga. Kanalis semisirkularis berjumlah
tiga. Tiap kanalis mempunyai bagian yang mengembung dan dinamakan ampula. Disitu terdapat
segundukan sel yang mempunyai juluran-juluran halus. Sel-sel siliaris itu merupakan alat
penangkap rangsang keseimbangan. Segundukan sel semacam itu juga terdapat di utrikulus dan
sakulus. Dan juga merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan, atau makula. Karena
gerakan badan dan kepala timbul akselerasi endolimfe ketiga alat vestibule itu. Akselerasi
angular merangsang makula kanalis semisirkularis. Gerakan kepala terutama merangsang
utrikulus sedangkan vibrasi merangsang makula sakulus.9
Makula bersambung dengan juluran sel yang berkumpul di pangkal makula. Juluran eferen
sel itu menyusun nervus vestibularis. Di dalam meatus akustikus internus vestibularis
menggabungkan diri pada nervus koklearis. Impuls yang dicetuskan oleh makula dari kanalis
semisirkularis menuju ke inti di pons dan dari situ kemudian dikirim ke inti-inti saraf okular.
Impuls yang dicetuskan oleh makula utrikulus dihantarkan ke inti pons juga, tetapi tujuan
akhirnya ialah korteks serebri di bagian belakang girus temporalis. Selain korteks lobus
temporalis dan inti-inti saraf okular, impuls keseimbangan diterima juga oleh serebelum melalui
7
serabut aferen inti vestibular dan substansia retikularis serta medulla spinalis. Impuls
keseimbangan yang dipancarkan ke serebelum terutama diproyeksikan kepada lobus
flokulonodularis ipsilateral. Dan sel-sel di medulla spinalis yang menerima impuls dari inti
vestibular ialah sel-sel di kornu anterior terutama di bagian servikal.9
Gambar 6. Nervus vestibulokoklearis
2.3. Herpes Zoster Otikus
Herpes zoster otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster.
Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf cranial. Dapat mengenai saraf trigeminus,
ganglion genikulatum dan radiks servikalis bagian atas. Keadaan ini disebut juga sindroma
Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga,
otalgia, dan terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan
gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural.1
Herpes zoster merupakan manifestasi neurotrofik rekurens dari virus varisela yang
mengalami reaktivasi. Kemungkinan, virus menetap dalam sel ganglion, menjadi bereaksi ketika
imunitas tubuh menurun karena trauma seperti trauma lokal, stress, neoplasia, atau infeksi baru
yang masif dengan virus varisela-zoster.3
8
2.4. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varicella-Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid
yang tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100
nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang
bersifat infeksius.8
Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, detergen, enzim
proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.8
2.5. Epidemiologi
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam definisi,
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadang-kadang
varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi
virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster. 6
Paralisis fasialis perifer timbul pada kira-kira tiga perempat kasus, hampir 40 % mengenai
n. VIII.5
2.6. Pathogenesis
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis, kelainan
kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut.
Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga
memberikan gejala-gejala gangguan motorik.6
Pada herpes zoster saraf kranialis, beberapa jenis dapat dibedakan; (1) tipe trigeminus
(menyerang ganglion gasserian) dengan terlibatnya satu atau lebih cabang, (2) otikus zoster
(menyerang pada ganglion genikulatum), (3) zoster dari saraf glosofaringeus, (4) zoster dari saraf
vagus, dan tipe segmental lain. Zoster oftalmikus terutama berbahaya, karena seringkali
mengenai konjungtiva dan kornea, dan iritis, glaucoma, dan bahkan panoftalmitis dapat terjadi.3
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa
ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut
saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki
9
masa laten dan disini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti
ia kehilangan daya infeksinya.8
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus
mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf
serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat.8
VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga terjadi neuritis. Neuritis
ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk
erupsi herpes zoster.8
2.7. Gejala klinis
Setelah masa inkubasi 4-20 hari, gangguan timbul dengan fase prodormal neuralgik. Dalam
dua sampai tiga hari, terdapat bentuk vesikel berkelompok pada daerah yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena. Jika wajah terkena, seperti pada oftalmikus zoster atau otikus zoster (sindrom
Ramsay Hunt), nyeri terutama sangat hebat, dan gejala-gejala prodormal umum seperti demam
dan nausea tampak jelas. Dengan timbulnya vesikel, jarang sebelumnya, timbul limfadenitis
regional yang nyeri. Herpes zoster terjadi lebih sering pada pria daripada wanita dan terutama
mengenai individu yang berusia lebih dari 45 tahun.3
Sindroma Ramsay Hunt atau herpes zoster otikus, melibatkan saraf fasialis dan
menimbulkan suatu ruam pada liang telinga dan pinna. Pustula-pustula kecil terbentuk dalam
liang telinga dan sangat nyeri.1
Gambar 7. Lesi Herpes Zoster
10
Awitan suatu paralisis wajah seringkali bersama otalgia dan erupsi herpetic pada bagian-
bagian telinga luar dianggap sebagai akibat infeksi virus pada ganglion genikulatum. Lesi kulit
vesicular mungkin hanya terbatas pada sebagian liang telinga yang dipersarafi oleh suatu cabang
sensorik kecil dari saraf kranialis ketujuh, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.1
Gambaran paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir selalu
unilateral. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion
sensorik.8
Gambar 8. Bell’s palsy
2.8. Histopatologi
Ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi
endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal, dan inflamasi bungkus ganglion.8
Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen VZV dapat dilihat
secara imunofluoresensi.8
11
2.9. Diagnosis
Diagnosis biasanya seara klinis. Pemeriksaan audiometry dan uji fungsi saraf mungkin
diperlukan. Namun untuk memastikan penyebabnya karena virus, dapat dilakukan pemeriksaan
percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak atau dengan pemeriksaan
imunofluoresens/ kultur virus.4
2.10. Pengobatan
Pengobatan sesuai dengan tatalaksana herpes zoster. Terapi sistemik umumnya bersifat
simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik. Dapat ditambahkan neurotropik : vitamin B1,
B6, dan B12. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.1,6,8
Indikasi obat antiviral adalah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya misalnya valasiklovir. Pemberian antivirus (valacyclovir) dalam 2x 24 jam setelah
terjadinya penyakit. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat diteruskan dan
dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.6,5
Isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna karena awitan kerjanya baru setelah 2-8
minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya seminggu.6
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus
sedini dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa kami berikan ialah prednisone
dengan dosis 3x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antiviral. Dikatakan kegunannya untuk mencegah fibrosis ganglion.6
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi
sekunder. Bila erosive diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik.6
12
Bila paralisis fasial menetap lebih dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan, tindakan
dekompresi harus dikerjakan. Dalam hal ini dekompresi dikerjakan pada segmen horizontal dan
ganglion genikulatum.2
2.11. Diagnosis Banding
Bell palsy
Herpes simplek
Otitis eksterna
Otitis media
Stroke
2.12. Komplikasi
Neuralgia postzoster merupakan nyeri yang sangat hebat untuk beberapa bulan atau bahkan
bertahun-tahun, terutama pada orang yang lebih tua. Kombinasi dari anesthesia atau hipestesi
dari segmen yang terkena, seringkali dengan neuralgia yang sangat berat, terutama sangat
menderita. Di samping itu, herpes zoster dapat menjadi neuralgia trigeminalis yang menusuk.3
2.13. Prognosis
Untuk kulit baik, sembuh dalam beberapa hari sampai minggu, walaupun sakit lama baru
hilang sampai beberapa bulan. Paralise pun lama dapat menghilang, ialah setelah beberapa
minggu walaupun ada kalanya ini tidak dapat sembuh dengan sempurna. Prognosis untuk
pendengaran tidak begitu baik.4
13
BAB IIII
KESIMPULAN
Herpes zoster otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster.
Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di
daerah muka sekitar liang telinga, otalgia, dan terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada
keadaan yang berat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural. Diagnosis
biasanya ditegakkan secara klinis, pemeriksaan audiometry, uji fungsi saraf, dan pemeriksaan
penunjang lain seperti percobaan Tzanc atau imunofluoresens. Terapi umumnya bersifat suportif
dan simtomatik. Biasanya penyakit ini berlangsung singkat, penyembuhan terjadi dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu. Namun nyeri dapat menetap sampai berbulan-bulan.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetirto, Indro. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN
(editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi ke
VII. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2012
2. Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jilid Dua.
Binarupa Aksara. Jakarta, 1997
3. Maisel, HR dkk. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Adam GL, Boies LR, Higler PA.
BOIES, Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Alih Bahasa : Wijaya C. BOIES Fundamental
of Otolaryngology. Jakarta : Penerbit EGC ; 1997
4. Soepardi, AE. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Teinga-Hidung-Tenggorok. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta;2003
5. Broek, P. Van dkk. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Edisi
kedua belas. EGC Jakarta;2010
6. Handoko, PR. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda, Adhi dkk(editors). Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelaminn edisi ke V. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2007
7. Landow, KR. Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Alih Bahasa : Andrianto P. Jakarta:
Penerbit EGC; 1984
8. Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates;2000
9. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar .Jakarta : Penerbit Dian Rakyat; 2009
15