case myelopathy-isi.docx

Upload: anafauziahfitri

Post on 02-Jun-2018

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    1/35

    1

    BAB I

    STATUS PASIEN

    A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. IN Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 40 tahun Pekerjaan : Tidak bekerja

    Agama : Islam Alamat : Pasir Mundale, Sukaharja Tanggal Masuk Rumah Sakit : 30 Januari 2014

    B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Kedua tungkai tidak dapat digerakkan Riwayat Penyakit Sekarang :

    OS mengeluh tidak dapat menggerakkan kakinya sama sekalidalam 1 bulan SMRS disertai rasa baal dan kesemutan. Keluhan pertama

    kali dirasakan 1 tahun terakhir, OS masih dapat berjalan dan kemudian

    keluhan semakin bertambah hingga lumpuh sama sekali. Keluhan tidak

    disertai kelemahan, rasa baal, maupun kesemutan pada kedua anggota

    gerak bagian atas. Keluhan sulit menelan dan bicara rero disangkal. OS

    juga mengeluhkan kedua kakinya tidak sakit saat dicubit. Keluhan nyeri

    pada pinggang yang menjalar ke paha disangkal, namun punggung terasa

    kaku. Riwayat jatuh disangkal oleh OS, riwayat batuk disangkal, terdapat

    keluhan demam yang hilang timbul tanpa penyebab yang jelas dan hilang

    dengan obat penurun panas. Penurunan berat badan yang drastis tidak ada.

    Kesulitan BAK, OS harus mengedan dan menunggu beberapa saat hingga

    urin keluar. OS tidak bisa BAK 1 hari SMRS, tidak bisa BAB selama 5

    hari SMRS.

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    2/35

    2

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Keluhan ini pertama kali dirasakan oleh OS. Riwayat jatuh

    disangkal oleh OS, riwayat batuk lama dan demam berulang tanpa sebab

    yang jelas juga disangkal oleh OS. Riwayat diabetes mellitus disangkal.

    Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

    Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama

    dengan OS. Tidak terdapat anggota keluarga yang mengeluhkan batuk

    lama atau yang sedang dalam pengobatan tubercullosis paru.

    Riwayat Pengobatan :

    OS tidak pernah berobat ke dokter sejak pertama kali keluhan

    dirasakan. OS hanya membeli obat warung dan meminum hanya bila

    keluhan lemah pada tungkai ia rasakan, namun tidak terdapat perbaikan

    keluhan.

    Riwayat Alergi :

    Tidak terdapat alergi obat-obatan dan makanan

    Riwayat Psikososial :

    OS sudah tidak bekerja sejak 8 bulan yang lalu karena keluhan

    lemahnya tungkai yang semakin berat. Sebelumnya OS bekerja sebagai

    pembantu rumah tangga, sering mengangkat benda-benda berat dan sering

    dalam posisi tubuh berjongkok. OS tidak merokok dan tidak

    mengkonsumsi alkohol.

    C. PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan Umum

    Sakit Sedang Komposmentis, Kontak Baik GCS E 4M6V5 : 15

    Tanda tanda Vital

    Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 kali/ menit, regular Pernapasan : 20 kali/ menit, regular

    Suhu : 36.8 C

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    3/35

    3

    Status Generalis :

    Kepala dan leher

    Kepala : NormochepalMata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),

    pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+)

    Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).

    Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).

    Mulu t : Mukosa bibir basah (+),bibir tidak simetris,

    sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-),

    faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.

    Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),

    bruit arteri karotis (-).

    Thoraks

    Paru

    Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)

    Palpasi : Vokal fremitus kiri = kanan

    Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar setinggi

    ICS 6 midclavikulari dextra

    Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

    Jantung

    Inspeksi : Iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra

    Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra

    Perkusi : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra

    Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra

    Auskultasi : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop(-)

    Abdomen

    Inspeksi : Bentuk datar

    Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran

    Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)

    Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-),

    hepar, lien,tidak teraba.

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    4/35

    4

    Ekstremitas

    Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

    Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)

    Status Neurologis :

    Tanda Rangsang Meningeal

    Kaku Kuduk : -

    Laseques Sign : tidak terbatas / tidak terbatas

    Kernigns Sign : tidak terbatas / tidak terbatas

    Brudzinski I : -

    Brudzinski II : -/-

    Brudzinski III : -/-

    Patricks Sign : -/-

    Kontra Particks Sign : -/-

    Saraf Otak

    N. I : Olfactory Nerve

    Fungsi Penghidu Dextra Sinistra Normal Normal

    N. II : Optic Nerve

    Dextra Sinistra

    Visus Tidak dilakukan

    Lapang Pandang Normal Normal

    Fundus Papil batas tegas

    a:v / 2:3

    Papil batas tegas

    a:v / 2:3

    N. III : Oculomotor Nerve

    Dextra Sinistra

    Ptosis - -

    Ukuran Pupil Bulat, isokor ODS 3 mm

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    5/35

    5

    Refleks cahaya langsung + +

    Refleks cahaya konsensual + +

    Gerakan Bola Mata

    Ke medial + +

    Ke medial superior + +

    Ke lateral superior + +

    Ke lateral inferior + +

    Akomodasi + +

    N. IV : Trochlear Nerve

    Gerakan Bola Mata ke medial inferiorDextra Sinistra

    + +

    N. V : Trigeminal Nerve

    Motorik

    Membuka mulut Simetris, tidak terdapat deviasi rahang

    Kekuatan menggigit Kekuatan sama antara rahang kanan

    dan kiri

    Sensibilitas (sensasi rabadengan sapuan kuas)

    Ramus oftalmik Normal, simetris pada kedua sisi

    Ramus maksilaris Normal, simetris pada kedua sisi

    Ramus mandibularis Normal, simetris pada kedua sisi

    Refleks

    Refleks kornea +/+

    Refleks bersin -

    Jaw refleks -

    N. VI : Abducens Nerve

    Gerakan Bola Mata ke lateralDextra Sinistra

    + +

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    6/35

    6

    N. VII : Facial Nerve

    Motorik : Pasif

    Lipatan dahi Terdapat pada kedua sisi wajah

    Lipatan nasolabialis Simetris pada kedua sisi wajah

    Motorik : Aktif

    Gerakan menutup mata Kedua kelopak mata tertutup rapat

    Mengangkat alis Kedua alis dapat diangkat

    Menyeringai Simetris pada kedua sisi wajah, tidak

    ada bagian yang tertinggal

    Menggelembungkan pipi Dapat dilakukan oleh OS

    Sensoris : pengecapan 2/3 anterior lidah

    Rasa manis +/+ dirasakan sama oleh OS

    Rasa asin +/+ dirasakan sama oleh OS

    Rasa asam +/+ dirasakan sama oleh OS

    N. VIII : Vestibulocochlear Nerve

    Fungsi Pendengaran

    Tes Bisik Normal/Normal

    Tes Schwabach Panjang pendengaran OS-pemeriksa

    sama ADS

    Tes Rinne AC>BC pada ADS

    Tes Weber Tidak terdapat lateralisasi

    Keseimbangan Tidak dapat dilakukan pada OS

    N. IX : Glossopharyngeal Nerve

    Pengecapan 1/3 posterior lidah

    Rasa pahit+/+ dirasakan sama oleh OS

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    7/35

    7

    N. X : Vagus Nerve

    Pasif : Letak uvula Uvula ditengah, letak simetris

    Aktif

    Dengan mengucapkan aah! Uvula terangkat, letak simetris

    Refleks Muntah +/+ muncul pada stimulasi di kedua

    sisi

    Menelan Tidak terdapat gangguan menelan

    makanan cair maupun padat

    N. XI : Accessory NerveMemalingkan wajah Dapat dilakukan ke kanan dan kiri tanpa

    kesulitan, kekuatan melawan tahanan sama

    kedua sisi

    Mengangkat bahu Dapat dilakukan pada kedua bahu, kekuatan

    melawan tahanan sama pada kedua sisi

    N. XII : Hypoglossal Nerve

    Sikap lidah Lidah ditengah

    Fasikulasi -/-

    Tremor -/-

    Atrophy -/-

    Fungsi Motorik

    Kekuatan otot : 5 5

    0 0

    (Paraplegia)

    Tonus otot : Normal pada keempat ekstremitas

    Atrophy : Tidak ditemukan pada keempat ekstremitas

    Klonus kaki : -/-

    Klonus Patella : -/-

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    8/35

    8

    Fungsi Sensoris

    Fungsi Vegetatif

    Miksi Tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS

    Defekasi Tidak bisa BAB sejak 5 hari SMRS

    Kulit Normal, produksi keringat baik, tidak dapat kulit yang

    kemerahan disertai keluhan panas pada kulit.

    Pupil Kontraksi pupil terhadap cahaya baik pada ODS

    Seksual Tidak ditanyakan

    Fungsi Luhur : Baik

    Raba Hipestesia setinggi T 10-11

    Nyeri Analgesia setinggi T 10-11

    Suhu Tidak dilakukan

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    9/35

    9

    Refleks Fisiologis

    Refleks biseps : ++/++

    Refleks brachioradialis : ++/++

    Refleks triceps : ++/++

    Refleks patella : -/-

    Refleks ascilles : -/-

    Anal refleks : -

    Refleks Patologis

    Babisnski : -/-

    Chaddock : -/-

    Oppenheim : -/-

    Gordon : -/-

    Status Lokalis Vertebra :

    Bentuk vertebra : normal, skoliosis (-), kifosis (-) lordosis(-)

    Gibus : (-)

    Nyeri tekan : (+) pada V Th 10-11

    D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Hematologi Rutin 30/01/14

    Hasil Nilai rujukan Satuan

    Hemoglobin 11.5 12-16 g/dL

    Hematokrit 35.1 37-47 %

    Eritrosit 4.14 4.2-5.4 10^6 / uLLeukosit 9.2 4.8-10.8 10^3 / uL

    Trombosit 318 150-450 10^3 / uL

    Kimia Klinik 30/01/14

    Hasil Nilai rujukan Satuan

    GDS 121

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    10/35

    10

    Elektrolit 30/01/14

    Hasil Nilai rujukan Satuan

    Natrium 141.7 135 -148 mEq/L

    Kalium 4.66 3.50-5.30 mEq/L

    Calcium ion 0.78 1.15-1.29 Mmol/L

    Kimia Klinik 31/01/14

    Hasil Nilai rujukan Satuan

    Glukosa darah

    Glukosa darah puasa 75 70-110 mg%

    Lemak

    Cholesterol total 164

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    11/35

    11

    Radiologi : Foto thorax

    Interpretasi :

    Pulmo : tampak bercak infiltrat lunak di kedua parakardia.

    Corakan bronchovaskular normal

    Cor : besar normal

    Kesan : KP duplek aktif

    Radiologi : Foto thoracolumbal AP dan lateral

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    12/35

    12

    Interpretasi :

    Tak tampak soft tissue swelling Trabekulasi tulang baik Tak tampak listesis Tak tampak osteophyt Tampak kelengkungan lumbal normal Tampak wedge fracture V Th XI Kesan : Wedge fracture V Th XI

    E. DIAGNOSIS

    Mielopathy thoracal transversa complete setinggi T 11 e.c Spondilitis TB

    F. DIAGNOSIS BANDING Osteitis pyogen Poliomyelitis

    G. TATA LAKSANA

    IVFD RL 16 gtt/mn Dexamethasone inj. 3 x 20 mg Mecobalamin inj. 3 x 500 ug Fisioterapi

    H. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG CT- Scan

    MRI

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    13/35

    13

    I. FOLLOW UP

    Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi

    31.01.14

    S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm

    Dexamethasone 3x20 mg

    Mecobalamin 3x500 ug

    Ranitidine 2x25 mg

    Dulcolac supp 1x1

    O :

    CM, kontak baik

    GCS (E 4M6V5) = 15

    TTV = T : 110/80 mmHg

    N : 80 kali/ mn, regular

    R : 20 kali/mn, regular

    S : 36.6 C

    RM = KK -, L/K tt

    Brudz. I/II/III -/-/-

    So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm

    RC +/+

    GBM baik ke segala arah

    Wajah simetris, lidah ditengah

    Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik

    0 0 atrophy tidak adaSens. Hypestesia setinggi umbilical-

    simp. Pubis

    Veg. BAK +, DC terpasang

    BAB -, 6 hari

    RF. BPR ++/++

    KPR -/-

    APR -/-Anal Refleks -

    RP. Babinski -/-, chaddock -/-

    A : Myelopathy thoracal transversa

    complete setinggi T 11 e.c Spondilitis TB

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    14/35

    14

    Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi

    01.02.14

    S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm

    Dexamethasone 3x20 mg

    Mecobalamin 3x500 ug

    Ranitidine 2x25 mg

    Dulcolac supp 1x1

    Fisioterapi

    O :

    CM, kontak baik

    GCS (E 4M6V5) = 15

    TTV = T : 110/70 mmHg

    N : 76 kali/ mn, regular

    R : 16 kali/mn, regular

    S : 36.8 C

    RM = KK -, L/K tt

    Brudz. I/II/III -/-/-

    So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm

    RC +/+

    GBM baik ke segala arah

    Wajah simetris, lidah ditengah

    Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik

    0 0 atrophy tidak ada

    Sens. Hypestesia setinggi umbilical-simp. Pubis

    Veg. BAK +, DC terpasang

    BAB -, 7 hari

    RF. BPR ++/++

    KPR -/-

    APR -/-

    Anal Refleks -RP. Babinski -/-, chaddock -/-

    A : Myelopathy thoracal transversa

    complete setinggi T 11 e.c Spondilitis TB

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    15/35

    15

    Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi

    02.02.14

    S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm

    Dexamethasone 3x20 mg

    Mecobalamin 3x500 ug

    Ranitidine 2x25 mg

    Dulcolac supp 1x1

    Fisioterapi

    O :

    CM, kontak baik

    GCS (E 4M6V5) = 15

    TTV = T : 110/70 mmHg

    N : 76 kali/ mn, regular

    R : 16 kali/mn, regular

    S : 36.8 C

    RM = KK -, L/K tt

    Brudz. I/II/III -/-/-

    So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm

    RC +/+

    GBM baik ke segala arah

    Wajah simetris, lidah ditengah

    Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik

    0 1 atrophy tidak ada

    Sens. Hypestesia setinggi umbilical-simp. Pubis

    Veg. BAK +, DC terpasang

    BAB -, 8 hari

    RF. BPR ++/++

    KPR -/-

    APR -/-

    Anal Refleks -RP. Babinski -/-, chaddock -/-

    A : Myelopathy thoracal transversa

    complete setinggi T 11 e.c Spondilitis TB

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    16/35

    16

    Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi

    03.02.14

    S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm

    Dexamethasone 3x20 mg

    Mecobalamin 3x500 ug

    Ranitidine 2x25 mg

    Dulcolac supp 1x1

    Fisioterapi

    O :

    CM, kontak baik

    GCS (E 4M6V5) = 15

    TTV = T : 110/70 mmHg

    N : 76 kali/ mn, regular

    R : 16 kali/mn, regular

    S : 36.8 C

    RM = KK -, L/K tt

    Brudz. I/II/III -/-/-

    So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm

    RC +/+

    GBM baik ke segala arah

    Wajah simetris, lidah ditengah

    Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik

    0 2 atrophy tidak ada

    Sens. Hypestesia setinggi umbilical-simp. Pubis

    Veg. BAK +, DC terpasang

    BAB -, 9 hari

    RF. BPR ++/++

    KPR -/-

    APR -/-

    Anal Refleks -RP. Babinski -/-, chaddock -/-

    A : Myelopathy thoracal transversa

    complete setinggi T 11 e.c Spondilitis TB

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    17/35

    17

    Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi

    04.02.14

    S : nyeri ulu hati IVFD RL 16 tpm

    Dexamethasone 3x20 mg

    Mecobalamin 3x500 ug

    Ranitidine 2x25 mg

    Dulcolac supp 1x1

    Fisioterapi

    O :

    CM, kontak baik

    GCS (E 4M6V5) = 15

    TTV = T : 110/70 mmHg

    N : 76 kali/ mn, regular

    R : 16 kali/mn, regular

    S : 36.8 C

    RM = KK -, L/K tt

    Brudz. I/II/III -/-/-

    So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm

    RC +/+

    GBM baik ke segala arah

    Wajah simetris, lidah ditengah

    Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik

    0 2 atrophy tidak ada

    Sens. Hypestesia setinggi umbilical-simp. Pubis

    Veg. BAK +, DC terpasang

    BAB -, 10 hari

    RF. BPR ++/++

    KPR -/-

    APR -/-

    Anal Refleks +RP. Babinski -/-, chaddock -/-

    A : Myelopathy thoracal transversa

    incomplete setinggi T 11 e.c Spondilitis

    TB

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    18/35

    18

    Tanggal Hasil pemeriksaan Terapi

    05.02.14

    S : nyeri ulu hati (diizinkan pulang)

    Rifampisin 1x450 mg

    INH 1x400 mg

    B6 3x10 mg

    Ethambutol 1x3 mg

    PZD 3x500 mg

    Dulcolac supp 1x1

    Saran : terapi operatif

    setelah 2 bulan terapi

    konservatif

    O :

    CM, kontak baik

    GCS (E 4M6V5) = 15

    TTV = T : 110/70 mmHg

    N : 76 kali/ mn, regular

    R : 16 kali/mn, regular

    S : 36.8 C

    RM = KK -, L/K tt

    Brudz. I/II/III -/-/-

    So. Pupil bulat isokor ODS 3 mm

    RC +/+

    GBM baik ke segala arah

    Wajah simetris, lidah ditengah

    Mot. 5 5 Paraplegi, tonus baik

    0 2 atrophy tidak ada

    Sens. Hypestesia setinggi umbilical-simp. Pubis

    Veg. BAK +, DC terpasang

    BAB -, 11 hari

    RF. BPR ++/++

    KPR -/-

    APR -/-

    Anal Refleks +RP. Babinski -/-, chaddock -/-

    A : Myelopathy thoracal transversa

    incomplete setinggi T 11 e.c Spondilitis

    TB

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    19/35

    19

    J. PROGNOSIS Quo ad Vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad malam

    K. RESUME Ny. IN, 40 tahun, tidak bekerja datang ke RSUD cianjur tanggal 30.01.14,

    dengan keluhan kedua tungkai tidak dapat digerakkan.

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    OS mengeluh tidak dapat menggerakkan kakinya sama sekali

    dalam 1 bulan SMRS disertai rasa baal dan kesemutan. Keluhan pertama

    kali dirasakan 1 tahun terakhir, OS masih dapat berjalan dan kemudian

    keluhan semakin bertambah hingga lumpuh sama sekali. Keluhan tidak

    disertai kelemahan pada kedua anggota gerak bagian atas, rasa baal,

    maupun kesemutan. Keluhan sulit menelan dan bicara rero disangkal. OS

    juga mengeluhkan kedua kakinya tidak sakit saat dicubit. Keluhan nyeri

    pada pinggang yang menjalar ke paha disangkal, namun punggung terasa

    kaku. Riwayat jatuh disangkal oleh OS, riwayat batuk disangkal, terdapat

    keluhan demam yang hilang timbul tanpa penyebab yang jelas dan hilang

    dengan obat penurun panas. Penurunan berat badan yang drastis tidak ada.

    Kesulitan BAK, OS harus mengedan dan menunggu beberapa saat hingga

    urin keluar. OS tidak bisa BAK 1 hari SMRS, tidak bisa BAB selama 5

    hari SMRS.

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Keluhan ini pertama kali dirasakan oleh OS. Riwayat jatuh

    disangkal oleh OS, riwayat batuk lama dan demam berulang tanpa sebabyang jelas juga disangkal oleh OS. Riwayat diabetes mellitus disangkal.

    Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

    Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal yang sama

    dengan OS. Tidak terdapat anggota keluarga yang mengeluhkan batuk

    lama atau yang sedang dalam pengobatan tubercullosis paru.

    Riwayat Pengobatan :

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    20/35

    20

    OS tidak pernah berobat ke dokter sejak pertama kali keluhan

    dirasakan. OS hanya membeli obat warung dan meminum hanya bila

    keluhan lemah pada tungkai ia rasakan, namun tidak terdapat perbaikan

    keluhan.

    Riwayat Alergi :

    Tidak terdapat alergi obat-obatan dan makanan

    Riwayat Psikososial :

    OS sudah tidak bekerja sejak 8 bulan yang lalu karena keluhan

    lemahnya tungkai yang semakin berat. Sebelumnya OS bekerja sebagai

    pembantu rumah tangga, sering mengangkat benda-benda berat dan sering

    dalam posisi tubuh berjongkok. OS tidak merokok dan tidak

    mengkonsumsi alkohol.

    Dari pemeriksaan fisik ditemukan :

    Keadaan Umum

    Sakit Sedang Komposmentis, Kontak Baik GCS E 4M6V5 : 15

    Tanda tanda Vital

    Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 kali/ menit, regular Pernapasan : 20 kali/ menit, regular Suhu : 36.8 C

    Status Generalis tidak ditemukan kelainan

    Status neurologis :

    Tanda rangsang meningeal tidak ada Saraf otak normal Fungsi Motorik

    Kekuatan otot : 5 5

    0 0

    (Paraplegia)

    Tonus otot : Normal pada keempat ekstremitas

    Atrophy : Tidak ditemukan pada keempat ekstremitas

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    21/35

    21

    Klonus kaki : -/-

    Klonus Patella : -/-

    Fungsi Sensoris

    Fungsi Vegetatif

    Miksi Tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS

    Defekasi Tidak bisa BAB sejak 5 hari SMRS

    Kulit Normal, produksi keringat baik, tidak dapat kulit yang

    kemerahan disertai keluhan panas pada kulit.

    Pupil Kontraksi pupil terhadap cahaya baik pada ODS

    Seksual Tidak ditanyakan

    Fungsi Luhur : Baik Refleks Fisiologis

    Refleks biseps : ++/++

    Refleks brachioradialis : ++/++

    Refleks triceps : ++/++

    Refleks patella : -/-

    Refleks ascilles : -/-

    Anal refleks : -

    Raba Hipestesia setinggi T 10-11

    Nyeri Analgesia setinggi T 10-11

    Suhu Tidak dilakukan

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    22/35

    22

    Refleks Patologis

    Babisnski : -/-

    Chaddock : -/-

    Oppenheim : -/-

    Gordon : -/-

    Status Lokalis Vertebra :

    Bentuk vertebra : normal, skoliosis (-), kifosis (-) lordosis(-)

    Gibus : (-)

    Nyeri tekan : (+) pada V Th 10-11

    Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan :

    Hematologi rutin : dalam batas normal Kimia darah : dalam batas normal Elektrolit : dalam batas normal Foto Thorax : kesan KP dupleks aktif Foto thoracolumbal AP dan lateral : kesan Wedge fracture V Th XI

    Diagnosis :

    Mielopathy thoracal transversa complete setinggi T 11 e.c Spondilitis TB

    Diagnosis banding : Osteitis pyogen

    Poliomyelitis

    Hasil follow up rutin : Kesan adanya perbaikan.

    Prognosis :

    Quo ad Vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad malam

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    23/35

    23

    BAB II

    PEMBAHASAN KASUS

    Mielopati didefinisikan sebagai defisit neurologis yang muncul akibat

    gangguan pada spinal cord. Mielopati dapat terjadi akibat kompresi spinal cord

    oleh osteofit atau bahan-bahan yang terdestruksi pada tulang belakang. 1 Sumber

    lain juga menyebutkan bahwa mielopati dapat terjadi akibat kompresi dari massa

    ekstradural seperti metastasis karsinoma ke tulang, trauma tumpul atau penetrasi,

    proses neoplastik primer, infeksi, inflamasi, neurogeneratif, gangguan vaskular,

    gangguan idiopatik. 2

    Mielopati adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh penyempitan kanal

    tulang belakang yang menyebabkan disfungsi jaras-jaras persarafan lower motor

    neuron. Penyebab paling umum adalah stenosis kongenital dan stenosis

    degeneratif yang disebabkan oleh spondilosis ( degeneratif osteoarthritis ). 3

    Apapun proses penyakit yang mendasarinya, kompresi biasanya progresif

    dan seringkali memerlukan intervensi bedah untuk mencegah kecacatan lebih

    lanjut . Banyak pasien mengalami perbaikan yang signifikan setelah operasi,

    sehingga intervensi operasi harus dipertimbangkan untuk hampir semua pasien. 3

    Masalah yang dikemukakan dalam kasus ini meliputi :

    1. Apa dasar diagnosis mielopati pada kasus ini?

    Keluhan yang muncul pada berbagai pasien mielopati mungkin

    berbeda-beda dan dapat bersifat non-spesifik. Keluhan klasik adalah

    kehilangan keseimbangan dengan koordinasi yang buruk, penurunan

    ketangkasan, kelemahan, mati rasa dan kelumpuhan. Keluhan umum

    meliputi: 3

    Rasa berat pada kaki Toleransi latihan buruk

    Radiculopatic pain

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    24/35

    24

    Penurunan keterampilan motorik halus L'Hermitte's fenomena - sengatan listrik intermiten - sensasi pada

    tungkai, diperburuk oleh fleksi leher

    Mati rasa dan kesemutan pada tungkai Kelumpuhan

    Beberapa hal yang ditemukan pada pasien untuk mendukung

    diagnosis antara lain : 6,7

    a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat

    malam, demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore danmalam hari serta cachexia. Pada pasien ditemukan adanya demam

    yang sering muncul tanpa penyebab yang jelas.

    Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri

    yang menjalar. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang

    terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka

    nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini

    hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien

    akan menahan punggungnya menjadi kaku. Pada kasus ini pasien

    mengeluhkan punggung yang menjadi kaku.

    Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit

    neurologis). Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi

    paraplegia pada spondilitis lebih banyak di temukan pada infeksi di

    area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia dengan kelemahan

    motorik yang bervariasi dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung

    kemih dan anorektal. Pada pasien ditemukan paraplegia dengan

    gangguan sensibilitas setinggi pertengahan umbilical dan simphisis

    pubis yang disertai dengan gangguan miksi maupun defekasi.

    b. Pemeriksaan penunjang Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti

    adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    25/35

    25

    abnormal). Pada pasien menunjukkan adanya gambaran TB dupleks

    yang aktif

    Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari

    bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru

    dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit. Jika mungkin lakukan

    rontgen dari arah antero-posterior dan lateral. Pada pasien ditemukan

    wedge fracture T 11

    2. Apa saja penyebab terjadinya mielopati ? Bagaimana patomekanismenya

    pada kasus ini?

    Penyebab yang mendasari kondisi ini adalah kompresi di sepanjang

    saluran sumsum tulang belakang. Diameter normal dari kanal tulang belakang

    antara 17 mm dan 18 mm . Ketika diameter ini turun di bawah 12 mm maka

    akan terdapat kemungkinan munculnya stenosis dan gejala mielopatik. Proses

    patologis umum yang mendasari mielopati adalah sebagai berikut :

    Disc herniasi . Penyakit discogenic dapat menyebabkan mielopati akut

    akibat kompresi spinal cord oleh herniasi. Disc juga sering ditemukan pada

    lesi kompresi spondylotis.Kongenital. Mielopati pada masalah kongenital terjadi akibat stenosis

    meskipun tanpa lesi tertentu yang mendasari. Hal ini disebabkan oleh diameter

    kanal yang memang sempit sejak lahir . Hal ini sering tidak bergejala sampai

    degenerasi sekunder lebih mempersempit kanal .

    Spondylosis. Merupakan perubahan degeneratif yang menyebabkan

    ligamentum flavum hipertrofi atau tertekuk, hipertrofi sendi, dan protrusi rigit

    posterior spondylotic . Salah satu atau semua perubahan ini berkontribusiterhadap pengurangan secara keseluruhan diameter kanal yang dapat

    menyebabkan kompresi di spinal cord . Spondylolisthesis biasanya terjadi di

    tulang belakang leher yang lebih rendah. 4

    Mielopati post-trauma. Trauma dapat menyebabkan mielopati atau

    stenosis pada spinal cord. Kanal dengan diameter yang lebih kecil memiliki

    resiko yang lebih besar untuk mengalami cedera neurologis, misalnya pada

    lumbal.

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    26/35

    26

    Mielopati akibat ekspansi tumor . Tumor dapat berasal dari sumsum

    tulang belakang ( tumor intramedulla ) atau kompresi dari luar ( tumor

    extramedullary ) . Deposit metastatik biasanya tumbuh lambat dengan onset

    gejala yang bertahap. 5

    Patomekanisme mielopati pada kasus ini : 6,7,8

    Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus

    respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang

    buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen.

    Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga

    delapan minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat

    mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin

    sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit

    tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang corpus vertebra.

    Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal

    dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial corpus vertebra.

    Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan

    perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus

    intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan corpusini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda

    dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan,

    tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya.

    Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang

    yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah

    ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di

    dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah cervical,

    eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di

    belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami

    protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses

    faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea,

    esophagus, atau cavum pleura. Abses pada vertebra thoracalis biasanya tetap

    tinggal pada daerah thoraks setempat menempati daerah paravertebral,

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    27/35

    27

    berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat

    menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah

    lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di

    bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat

    menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh

    darah femoralis pada trigonum scarpei atau regio glutea.

    Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya

    terdapat pada daerah vertebra thoracalis atas dan tengah, tetapi menurut

    Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra thoracalis 12 dan bila dipisahkan

    antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya

    pada vertebra torakalis 10 sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis.

    Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi

    medulla spinalis segmen thoracal paling sering terdapat pada vertebra thoracal

    8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan

    paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif

    antara medulla spinalis dengan canalis vertebralisnya.

    Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra

    thoracalis 10, sedang canalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Padavertebra lumbalis 1, canalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu

    lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini

    mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi

    setinggi vertebra thoracal 10-12.

    Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui

    kombinasi 4 faktor yaitu :

    a.

    Penekanan oleh abses dingin b. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis

    c. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya

    d. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang

    rusak

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    28/35

    28

    Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :

    a. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila

    daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasimembentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini

    umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak

    umumnya pada daerah sentral vertebra.

    b. Stadium destruksi awal, Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi

    destruksi corpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus.

    Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

    c. Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi yang

    massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang

    berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah

    stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sequestrum serta

    kerusakan discus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji

    terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan corpus

    vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.

    d. Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak berkaitan

    dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh

    tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari

    seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra thoracalis

    mempunyai canalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan

    neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan

    neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :

    Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah

    melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum

    terjadi gangguan saraf sensoris.

    Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi

    penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.

    Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang

    membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.

    Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai

    gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    29/35

    29

    paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari

    keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia

    terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau

    akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya

    granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak

    aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis

    spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari

    jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara

    perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan

    gangguan vaskuler vertebra.

    e. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahunsetelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat

    permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah

    depan.

    3. Bagaimana menentukan derajat keparahan mielopati pada kasus ini?

    Terdapat beberapa standar kriteria penentuan derajat mielopati, tiga

    diantaranya yaitu : 9,10

    Berdasarkan Nuricks Functional Scale pasien termasuk pada grade V.

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    30/35

    30

    Perhitungan EMS pada pasien :

    Gait function = 1 Bladder and bowel function = 1 Hand function = 4 Proprioception and coordination = 1 Paraesthesia/ pain = 2

    Total skor = 9 ( grade 2)

    4. Bagaimana tata laksana kasus mielopati yang disebabkan oleh spondilitis

    TB?

    Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : 11-12

    a. Pemberian obat antituberkulosis

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    31/35

    31

    b. Dekompresi medulla spinalis

    c. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi

    d. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

    Pengobatan terdiri atas :

    a. Terapi konservatif berupa: Tirah baring (bed rest) Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak

    vertebra

    Memperbaiki keadaan umum penderita Pengobatan antituberkulosa

    Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru

    adalah :

    Kategori 1

    Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan

    dalam 2 tahap ;

    Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan

    Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan

    pertama (60 kali).

    Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu

    (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).

    Kategori 2

    Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama

    sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang

    diberikan dalam 2 tahap yaitu :

    Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan

    setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan

    obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

    Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol

    1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan

    (66 kali).

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    32/35

    32

    Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum

    penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap,

    gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran

    radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.

    b. Terapi operatif

    Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan

    penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang

    spongiosa/kortiko spongi osa. Potts paraplegia sendiri selalu

    merupakan indikasi perlunya suatu tindakan operasi (Hodgson) akan

    tetapi Griffiths dan Seddon mengklasifikasikan indikasi operasi

    menjadi:

    Indikasi absolut

    - Paraplegia dengan onset selama terapi konservatif; operasi tidak

    dilakukan bila timbul tanda dari keterlibatan traktus piramidalis,

    tetapi ditunda hingga terjadi kelemahan motorik.

    - Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis walaupun

    diberikan terapi konservatif

    - Hilangnya kekuatan motorik secara lengkap selama 1 bulanwalaupun telah diberi terapi konservatif

    - Paraplegia disertai dengan spastisitas yang tidak terkontrol

    sehingga tirah baring dan immobilisasi menjadi sesuatu yang tidak

    memungkinkan atau terdapat resiko adanya nekrosis karena

    tekanan pada kulit.

    - Paraplegia berat dengan onset yang cepat, mengindikasikan

    tekanan yang besar yang tidak biasa terjadi dari abses ataukecelakaan mekanis; dapat juga disebabkan karena trombosis

    vaskuler yang tidak dapat terdiagnosa

    - Paraplegia berat; paraplegia flasid, paraplegia dalam posisi fleksi,

    hilangnya sensibilitas secara lengkap, atau hilangnya kekuatan

    motorik selama lebih dari 6 bulan (indikasi operasi segera tanpa

    percobaan pemberikan terapi konservatif)

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    33/35

    33

    Indikasi relatif

    - Paraplegia yang rekuren bahwa dengan paralisis ringan

    sebelumnya- Paraplegia pada usia lanjut, indikasi untuk operasi diperkuat karena

    kemungkinan pengaruh buruk dari immobilisasi

    - Paraplegia yang disertai nyeri, nyeri dapat disebabkan karena

    spasme atau kompresi saraf

    - Komplikasi seperti infeksi traktur urinarius atau batu

    Indikasi yang jarang

    - Posterior spinal disease

    - Spinal tumor syndrome

    - Paralisis berat sekunder terhadap penyakit servikal

    - Paralisis berat karena sindrom kauda ekuina

    Abses Dingin (Cold Abses)

    Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena

    dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada absesyang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi

    tuberkulosa, yaitu:

    - Debrideman fokal

    - Kosto-transveresektomi

    - Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

    Paraplegia

    Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

    - Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

    - Laminektomi

    - Kosto-transveresektomi

    - Operasi radikal

    - Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    34/35

    34

    Operasi kifosis

    Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat, Kifosis

    mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.

    Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.

    5. Interpretasi apa yang diharapkan terdapat dalam pemeriksaan

    penunjang yang diajukan pada kasus ini? 1

    Computed Tomography Scan (CT)

    Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan

    keterlibatan iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung

    syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.

    CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail darilesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.

    Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan

    kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra

    (panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih).

    Figure. Tuberculous spondylitis. Axial CT

    scan demonstrates lytic destruction of the

    vertebral body (black arrow) with an

    adjoining soft-tissue abscess (white arrow).

    Figure. Calcified psoas abscess. Axial CT

    scan demonstrates bilateral tuberculous

    psoas abscesses with peripheral calcification

    (arrows).

  • 8/11/2019 CASE MYELOPATHY-ISI.docx

    35/35

    Magnetic Resonance Imaging (MRI)

    Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang

    bersifat kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa

    tulang belakang. Bermanfaat untuk : Mengevaluasi infeksi diskus

    intervertebra dan osteomielitis tulang belakang, menunjukkan adanya

    penekanan saraf, membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan

    bersifat konservatif atau operatif, membantu menilai respon terapi.

    Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan

    kalsifikasi di abses.

    Figure. Tuberculous spondylitis.

    Sagittal T2-weighted MR image

    demonstrates areas of increased signal

    intensity due to edema in vertebral

    bodies. Accompanying disk

    narrowing (white arrow) and extension

    of the disease into the spinal canal

    (black arrow) are also seen.