isi new.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bioteknologi merupakan ilmu terapan biologi yang melibatkan disiplin ilmu
mikrobiologi, biokimia, genetika, dan biologi molekuler. Bioteknologi ini merupakan
penerapan teknik pendayagunaan organisme hidup atau bagian dari organisme untuk
membuat modifikasi, meningkatkan atau memperbaiki sifat makhluk hidup serta
mengembangkan mikroorganisme untuk penggunaan khusus.
Bioteknologi telah banyak sekali membantu manusia dalam meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraannya, terutama di bidang produksi bahan pangan
khususnya bidang pertanian dan perkebunan. Karena dengan adanya bioteknologi ini
manusia bisa meningkatkan nilai bahan mentah dengan bantuan mikroorganisme.
Seiring berkembangnya teknologi, bioteknologi juga membantu manusia dalam
meningkatkan taraf kesehatan, yaitu dengan dikembangkannya tanaman transgenik.
Tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika melalui
transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk
menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari
tanaman sebelumnya.
Salah satu metode yang penting dari bioteknologi adalah rekayasa genetika
(Genetic Engineering = GE) yang digunakan untuk memodifikasi tanaman, hewan
dan mikroorganisme sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Bahkan, rekayasa
genetika memfasilitasi transfer karakteristik yang diinginkan menjadi tanaman lain
yang tidak mungkin melalui pemuliaan tanaman konvensional. Berbagai tanaman
telah direkayasa untuk meningkatkan resistensi terhadap banyak tekanan seperti
herbisida, insektisida, virus dan kombinasi tekanan biotik dan abiotik dalam berbagai
tanaman termasuk beras, jagung, kentang, tomat, tembakau, pisang, dan sebagainya.
Selain dari penggunaan rekayasa genetika di bidang pertanian, rekayasa
genetika digunakan untuk memodifikasi tanaman untuk meningkatkan produksi
1
vaksin, hormon, dan sebagainya. Vaksin terhadap penyakit tertentu tersedia di pasar,
namun kebanyakan dari mereka sangat mahal. Negara-negara berkembang tidak
mampu membayar pengendalian penyakit melalui vaksin dengan biaya intensif.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memproduksi vaksin yang dapat diproduksi
secara murah dan memiliki banyak keunggulan dibandingkan vaksin yang
dikomersialkan. Tanaman transgenik dihasilkan untuk tujuan mampu
mengekspresikan protein rekombinan termasuk antigen virus dan bakteri serta
antibodi.
Tanaman pangan umum seperti pisang, tomat, beras, wortel telah digunakan
untuk memproduksi vaksin terhadap penyakit tertentu seperti hepatitis B, kolera,
HIV. Dengan demikian, regulasi up dan down dari gen yang diinginkan digunakan
untuk memodifikasi tanaman yang memiliki peran nyata dalam perbaikan genetik
tanaman. Peran rekayasa genetika dalam menghasilkan garis transgenik/kultivar
tanaman yang berbeda yaitu dengan peningkatan kualitas nutrisi, produksi biofuel,
meningkatkan produksi vaksin dan antibodi, peningkatan resistensi terhadap
serangga, herbisida dan penyakit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami prinsip-prinsip
dasar tanaman transgenik, menjelaskan peranan tanaman transgenik bagi kehidupan
serta dampak lain yang terjadi dengan adanya tanaman transgenik.
2
BAB II
ISI
2.1 Sejarah
Seleksi genetik untuk perbaikan kualitas/sifat tanaman telah dilakukan sejak
tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai di Mesopotamia (Sateesh M.K.,
2008). Secara konvensional, perbaikan kualitas tanaman dilakukan dengan
memanfaatkan proses seleksi dan persilangan tanaman. Kedua proses tersebut
memakan waktu yang cukup lama dan hasil yang didapat tidak menentu karena
bergantung dari mutasi alamiah secara acak (Alexander N. Glazer, Hiroshi Nikaido,
2007).
Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika
bakteri Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang
dimilikinya ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama,
yaitu bunga matahari yang disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil
dikembangkan oleh manusia (Sateesh M.K., 2008). Sejak saat itu, pengembangan
tanaman transgenik untuk kebutuhan komersial dan peningkatan tanaman terus
dilakukan manusia. Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan
dipasarkan adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali
di Amerika Serikat pada tahun 1996 (Kathleen L.H, 2009). Pada tahun 2004, lebih
dari 80 juta hektar tanah pertanian di dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik
dan 56% kedelai di dunia merupakan kedelai transgenik.
2.2 Pengertian
Transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya
melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan
tertentu.
3
Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari
organisme lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti
bakteri, virus, hewan, atau tanaman lain.
Secara ontologi tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika
melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya
untuk menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari
tanaman sebelumnya.
Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang berarti
pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup ke
makhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau dari gen
hewan ke tanaman. Transgenik secara definisi adalah the use of gene manipulation to
permanently modify the cell or germ cells of organism (penggunaan manipulasi gen
untuk mengadakan perubahan yang tetap pada sel makhluk hidup). Tanaman
transgenik pertama kalinya dibuat tahun 1973 oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen.
Pada tahun 1988 telah ada sekitar 23 tanaman transgenik, pada tahun 1989 terdapat
30 tanaman, pada tahun 1990 lebih dari 40 tanaman. Secara sederhana tanaman
transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen tertentu yang baik pada makhluk
hidup lain untuk disisipkan pada tanaman, penyisipaan gen ini melalui suatu vector
(perantara) yang biasanya menggunakan bakteri Agrobacterium tumefeciens untuk
tanaman dikotil atau partikel gen untuk tanaman monokotil, lalu diinokulasikan pada
tanaman target untuk menghasilkan tanaman yang dikehendaki. Tujuan dari
pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah:
menghambat pelunakan buah (pada tomat)
tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus
meningkatkan nilai gizi tanaman, dan
meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem
seperti lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam
yang tinggi. Melihat potensi manfaat yang disumbangkan, pendekatan
4
bioteknologi dipandang mampu menyelesaikan problematika pangan dunia
terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti yang sudah
dilakukan di negara-negara maju
Secara epistemologi, proses pembuatan tanaman transgenik sebelum
dilepas ke masyarakat telah melalui hasil penelitian yang panjang, studi kelayakan
dan uji lapangan dengan pengawasan yang ketat, termasuk melalui analisis
dampak lingkungan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Secara aksiologi:
berdasarkan pendapat kelompok masyarakat yang pro dan kontra tanaman
transgenik memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, tetapi
manfaat tersebut belum teruji, apakah lebih besar manfaatnya atau kerugiannya.
(Sardjoko, 1991).
2.3 Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik lebih produktif dan memiliki hasil yang lebih besar.
Peningkatan kualitas biji-bijian
Peningkatan kadar protein
Pembentukan tanaman resisten hama, penyakit, dan herbisida
Pembentukan tanaman toleran kekeringan, tanah masam, suhu ektrem
Pembentukan tanaman yang lebih bernilai nutrisi tinggi, seperti vit C, E dan
β-karoten
Lebih ramah lingkungan karena mereka membutuhkan lebih sedikit
herbisida dan pestisida.
Makanan yang lebih tahan dan matang untuk tinggal lebih lama sehingga
mereka dapat dikirim jauh atau disimpan lebih lama.
Kekurangan Tanaman Transgenik
Bioetik
5
Keamanan dan kekhawatiran
Paten dari organisme hasil rekayasa genetik
Penggunaan untuk terapi gen dan jaringan pada manusia
Tanggung jawab sosial dari sain dalam bisnis (Umar, 2002).
2.4 Pembuatan Tanaman Transgenik
Menghasilkan Tanaman Transgenik
1. Mengisolasi dan mengklon gen yang diinginkan
Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan
identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang
diinginkan). Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan,
atau bakteri. Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen
yang disebut dengan istilah kloning gen (Jaime, 2003).
Garis besar atau cara kloning gen:
6
Menumbuhkan seluruh tanaman
Pilih sel atau jaringan yang berubah
Memperkenalkan gen pembangun ke dalam sel tanaman (transformasi)
Tambahkan penanda yang dipilih
Tambahkan segmen DNA untuk memulai atau meningkatkan ekspresi gen
Mengisolasi dan mengklon gen yang diinginkan
Membuka sel hidup. Untuk ini terdapat beberapa cara, yang popular adalah
dengan memblender sel dan kemudian menambahkan deterjen (untuk sel
mamalia).
Mengambil informasi genetik ( DNA ) dari sel. Karena molekul DNA ratusan
kali lebih panjang dari molekul lain dalam sel, maka teknik pemurnian DNA
mudah dikembangkan.
Memotong gen khusus yang diinginkan. Metode ini dilakukan dengan cara
seperti meng -edit film. Seperti halnya film, DNA juga terdiri atas ”frame” untuk
menunjukkan urutan yang tepat. Dalam DNA ”frame” ini merupakan susunan
huruf kode genetik. Bila frame-frame ini disusun pada kombinasi tertentu, akan
menjadi cerita pada film atau menjadi DNA pada gen. Gunting molekuler untuk
memotong DNA adalah suatu enzim yang disebut restriction enzym ( enzim
pemotong ) (Rajiv et al, 2008).
2. Tambahkan segmen DNA untuk memulai atau meningkatkan ekspresi
gen
Menempatkan potongan khusus DNA ke dalam perantara yang disebut
cloning vehicles yang akan membawa potongan DNA ke dalam sel hidup lain.
Cloning vehicles adalah molekul DNA yang relatif pendek yang dapat memasuki
sel dan memperbanyak diri di dalam sel.
Menempatkan gen khusus pada kloning vehicle mirip seperti menyambung
adegan cerita dalam film pendek.
Proses penyambungan menghasilkan chimeric DNA moleku (molekul DNA
kimera), sebagian adalah gen khusus dan bagian lainnya adalah gen dari cloning
vehicle tersebut.
Molekul DNA tersebut juga disebut recombinant DNA molekul (molekul DNA
rekombinan).
7
Cloning vehicle yang mengandung potongan khusus DNA tadi dimasukkan ke
dalam sel inang yang biasanya adalah organisme sel tunggal (seperti bakteri atau
ragi).
membiarkan sel inang untuk memperbanyak diri membentuk klon dengan
kandungan bermilyar milyar sel yang identik.
Pada umumnya kloning sederhana dari sepotong DNA berlangsung baik. Seperti
halnya film yang menjadi berguna setelah diproyeksikan. Demikian juga
informasi dalam DNA yang harus dirubah kedalam produk yang berguna.
Untuk membuat produk, informasi dalam DNA ditransfer dari gen ke tempat
molekul protein diproduksi.
Pembuatan produk berdasar informasi yang disimpan dalam DNA disebut
ekspresi gen.
3. Tambahkan penanda yang dipilih
Karena transfer gen adalah proses yang tidak efisien (1 sampai 5% tingkat
keberhasilan), maka dibutuhkan suatu sistem untuk mengidentifikasi sel-sel dengan
gen baru. Biasanya, gen resistensi antibiotik atau herbisida digunakan sebagai
penanda.
4. Memperkenalkan gen pembangun ke dalam sel tanaman (transformasi)
a. Metode particle bombardment system
Berdasarkan katalog dari Bio-Rad ada beberapa jenis dari particle
bombardment, diantaranya adalah particle bombardment helios gene gun dan pds
1000 He. Pada particle bombardment helios gene dilakukan pada target yang lebih
kecil dibandingkan dengan jenis particle bombadment pds 1000 He.
8
Prinsip kerja Particle bombardmet dengan menggunakan jenis helios gene
gun:
1. Pertama DNA dan RNA di endapkan terlebih dahulu pada mikropartikel emas,
setiap perbandingan plasmid yang berbeda dapat di endapkan ke satu partikel
2. Mikrokarrier tersebut dilapisi dengan DNA dan RNA yang sudah dipersiapkan
sebelumnya
3. Gen Gun kemudian dilepaskan, sehingga pulsa Helium kemudian bergerak turun
memasuki silinder catrige
4. Partikel dengan kecepatan tinggi terus melaju hingga menembus target, yakni
berupa sel ataupun jaringan.
Gambar 1. Jenis Partikel bombardment helios gene gun
Mekanisme kerja dari biolistic particle gun jenis PDS 1000 He
1. Sampel yang berupa sel ataupun jaringan yang akan diinsersi oleh gen tertentu
diletakkan dalam ruang pemboman (bombardment chamber) yang akan
dievakuasi pada tekanan subatmospheric
2. Instrumen itu kemudian dinyalakan sehingga arus helium dipercepat pada tabung
gas hingga mencapai tekanan tertentu.
3. Tekanan yang ditimbulkan oleh helium membuat macrocarrier yang sudah
dilapisi oleh gen tertentu yang akan diinsersikan pada jarak dekat akan menuju
pada stopping screen.
4. Macrocarrier ini tetap berada pada stopping screen, sedangkan mikropartikelnya
melalui screen kemudian menuju ke bombardment chamberdan masuk dan
9
menembus sel target yang sudah diletakkan sebelumnya pada ruang pemboman
(bombardment chamber)
Gambar 2. Jenis dari partikel bombardment, PDS 1000 He
Prosedur yang dilakukan untuk memproduksi tanaman transgenik dengan
metode particle bombardment system (Rahman, A.Z., et all (2010)) adalah:
1. Dengan mempersiapkan kultur jaringan tanaman yakni benih yang sudah matang,
untuk memproduksi padi transgenik varietas Indica rice Cv. MR 81
2. Tahap Induksi kallus dan pertumbuhannya
Benih yang sudah matang yang sudah dipersiapkan tersebut disterilkan dengan
menggunakan ethanol 70% selama 5 min dan 20% natrium hipoklorida kemudian
dicuci selama tiga kali dengan mengunnakan air yang sudah steril. Benih tersebut
dimasukkan dalam plate yang mengandung medium induksi kallus dan diinkubasi
dalam keadaan gelap pada suhu ruang 25o C.
3. Pembuatan plasmid
Plasmid pRQ6 merupakan vektor yang digunakan untuk transformasi. Plasmid
tersebut mengandung selectable marker yakni β-glucoronidase (GUS) dan
hygromycin phosphotransferase (HPH). GUS merupakan gen yang mengontrol
cauliflower mosaic virus (CaMV) 35S promoter, sedangkan HPH merupakan gen
yang resisten terhadap hygromycyn B.
10
Gambar 3. peta enzim restriksi dari pRQ6 yang mengandung gen hph dan gusA
4. Preprasi dari DNA yang akan ditembakkan dan partikel yang digunakan untuk
menembak
Metode yang digunakan adalah teknologi biolistik dengan
jenis PDS-1000/He (gambar 9), preparasi DNA yang digunakan untuk particle
bombardment, dengan DNA yang ditambah dengan suspensi emas, 10 μl
spermidine, 50 μl CaCl2 pada temperatur ruang selama 10 menit. 7,5 μl
Campuran DNA yang sudah diperoleh kemudian didistribusikan pada
microcarrier. Transfer DNA dilakukan sesuai dengan instruksi
pada PDS-1000/He. Jaringan target ditempatkan pada jarak 5 cm dari stopping
plate dari gen gun chamber dengan menggunakan tekanan helium 1100 psi dan
ditembakkan dengan singgle shots.
5. Seleksi Transformant dan recovery tanaman padi yang resisten terhadap
hygromycyn phosphotransferse (hpt). Seleksi transformant ini dilakukan dengan
ditumbuhkan pada media yang mengandung hygromycyn, dimana, tanaman
transgenik yang berhasil adalah tanaman yang tetap hidup pada media yang
mengandung hygromycyn.
6. Analisis histochemichal gen GUS
Dianalisis setelah 48 jam (2 hari), untuk mendeteksi adanya ekspresi GUS,
terdeteksi adanya warna biru dengan ditambahkannya enzim tertentu pada media
yang mengandung hygromycyn B.
Analisa yang digunakan untuk mendeteksi berhasil ataukah tidaknya gen yang
kita insersikan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen, beberapa instrumen
11
yang dapat digunakan adalah soutern blot, PCR, dan agarose gel. Analisis shoutern
blot digunakan untuk mendeteksi sekuen DNA secara spesifik, disamping itu juga
teknik analisis ini bisa digunakan untuk menentukan bobot molekular restriksi
fragmen. Terbentuknya genom baru dianalisis dengan menggunakan analisis soutern
blot, untuk tanaman tansgenik oat (Gless, C., et all., 1998), transformasi gen dengan
particle bombardment dari tanaman jaark (jatropa curcas).
b. Metode Ti plasmid melalui perantara Agrobacterium sp.
Teknik transformasi gen ke dalam tanaman didasari oleh penemuan bakteri
tanah Agrobacterium tumefaciens yang merupakan fitopatogen tanah yang
menyebabkan penyakit crown gall di dalam jaringan luka pada berbagai macam
tanaman dikotil dan mempunyai kemampuan untuk memindahkan DNA ke dalam sel
tanaman (Gelvin, 1993; Old dan Primrose, 1989; Rossi et al., 1998, Heldt, 1999).
Strain onkogenik A. tumefaciens mengandung plasmid single copy yang
berukuran besar (150-250 kb) yang disebut Plasmid Ti (tumour inducing) (Gambar
4). Sebagian dari DNA plasmid ini yaitu T-DNA (transfer) dipindahkan ke dalam sel
tanaman yang terluka dan disisipkan ke dalam genom tanaman. Walaupun gen-gen T-
DNA berasal dari bakteri, tetapi mampu diekspresikan pada sel tanaman. Ekspresi
gen-gen tersebut adalah sintesis fitohormon (auksin dan sitokinin) dan sintesis opin.
Akibatnya jaringan yang terinfeksi akan mengalami proliferasi sel yang tidak
terkendali dan menghasilkan jaringan tumor. Pada biakan jaringan, pertumbuhan
tumor ini dapat tumbuh terus walaupun dalam media tidak ditambahkan auksin dan
sitokinin, yang biasanya kedua senyawa ini diperlukan untuk pertumbuhan jaringan
tumbuhan secara in vitro (Day dan Lichtenstein, 1992; White, 1993; Heldt, 1999).
12
Gambar 4. Diagram Plasmid Ti (Heldt, 1999)
Mekanisme infeksi Agrobacterium ke dalam sel tanaman meliputi tiga tahap,
sebagai berikut (Day dan Lichtenstein, 1992).
1. Pengenalan Agrobacterium dengan molekul sinyal yang dihasilkan oleh sel
tanaman yang terluka, kemudian secara kemotaksis Agrobacterium bergerak
dan menempel pada sel tanaman.
2. Gen-gen vir pada plasmid Ti merespon molekul sinyal yang dihasilkan oleh
sel tanaman dan selanjutnya menginduksi ekspresi gen-gen vir untuk
memotong rantai tunggal T-DNA dan memindahkannya ke dalam inti sel
tanaman.
3. T-DNA terintegrasi ke dalam genom tanaman dan gen-gen pada T-DNA
diekspresikan dalam sel tanaman. Ekspresi gen-gen onc (oncogen)
menyebabkan sel berproliferasi, sedangkan ekspresi gengen opin
bertanggungjawab untuk sintesis derivat asam amino opin. Berdasarkan jenis
opin, ada 6 strain Agrobacterium yang dihasilkan oleh plasmid Ti, yaitu :
13
oktopin, nopalin, leusinopin, manopin, suksinamopin dan agropin. Secara
skematis mekanisme transformasi T-DNA ke dalam genom tanaman dengan
perantara Agrobaterium digambarkan pada Gambar 5.
Pada dasarnya Agrobacterium memberikan respon kemotaksis terhadap
senyawa fenol yang dilepaskan oleh jaringan tanaman yang terluka dan bergerak
menurut gradien konsentrasi menuju sel yang terluka. Respon kemotaksis merupakan
ekspresi konstitutif dari gen-gen kromosomal Agrobacterium, yaitu chvA, chvB,
pscA dan att (Douglas et al., 1986; Ziemienowicz, 2001). Menurut Dylan et al. (1986)
gen chvA dan chvB mempunyai fungsi yang ekuivalen dengan gen ndvA dan ndvB
pada Rhizobium.
Senyawa fenol, seperti acetosyringone telah terbukti mampu menginduksi
gen-gen vir pada konsentrasi 1,5 – 10 x 10-6 M (Stachel et al., 1985). Pada
konsentrasi yang rendah (10-7M) senyawa tersebut mampu menginduksi respon
kemotaksis pada Agrobacterium (Asbhy et al., 1987), tetapi respon ini tergantung
pada ekspresi plasmid Ti yang mengkode gen-gen vir, terutama virA dan virG (Shaw
et al., 1988).
Kontak Agrobacterium dengan senyawa yang dilepaskan oleh tanaman yang
terluka (acetosyringone) menginduksi transkripsi daerah vir pada plasmid Ti.
Acetosiryngone kemudian berinteraksi dengan virA dan menghasilkan sinyal
intraseluler yang berupa aktivasi virG. VirG yang aktif ini mengaktifkan gen virulen
lainnya (virB, C, D dan E). Induksi gen vir diikuti dengan pengenalan sekuen
pembatas 25 pasang basa terulang (imperfect direct repeat/border sequences) yang
mengapit T-DNA. Pembatas T-DNA kemudian dipotong oleh dua protein yang
dihasilkan oleh operon virD yaitu VirD1 dan VirD2 (Yanofsky et al., 1986; Stachel et
al., 1986; Filichkin dan Gelvin, 1993), sehingga diperoleh untai tunggal T-DNA.
14
Gambar 5. Mekanisme transformasi T-DNA dari Plasmid Ti ke dalam genom
inti sel tanaman dengan perantara Agrobacterium. LB: Left Border, RB: Right
Border, NPC: Nuclear Pore Complex. Keterangan ada dalam teks (Ziemienowicz,
2001).
15
Proses pemindahan T-DNA dikode oleh operon virB yang terdiri dari 11 gen
(Christie, 1997). Masing-masing gen, kecuali virB1, berperan pada proses
terbentuknya tumor (Berger dan Christie, 1994). Protein VirB menunjukkan aktivitas
ATPase dan diduga digunakan sebagai sumber energi untuk melepaskan subunit
protein lain untuk keperluan transpor T-DNA. Saat ini, telah diketahui bahwa protein
VirB dapat membentuk pili yang menyerupai pili konjugatif (Fullner et al., 1996) dan
VirB2 menjadi subunit mayor dari pili-pili tersebut.
Jembatan berupa pili yang dibentuk oleh VirB memungkinkan kompleks T-
DNA-VirD2 dipindahkan ke dalam sitoplasma sel tanaman. Di dalam sitoplasma sel
tanaman kompleks T-DNA-VirD2 dibungkus oleh protein VirE2 yang berperan
melindungi T-DNA dari degradasi yang disebabkan oleh enzim-enzim nuklease
tanaman (Rossi et al., 1996).
Kompleks T-DNA-VirD2 dan protein VirE yang telah berada di dalam
sitoplasma sel tanaman kemudian masuk ke dalam inti sel tanaman. Masuknya
kompleks T-DNA ke dalam inti sel tanaman dengan perantaraan protein-protein yang
berasal dari Agrobacterium yaitu VirD2 dan VirE2. Pada sel-sel eukariotik transpor
aktif protein dan kompleks nukleoprotein membutuhkan sinyal spesifik yaitu NLS
(nuclear localization signal) yang dikenali oleh faktor yang terdapat dalam sitosol inti
sel yang disebut importin. VirD2 dan VirE2 mengandung NLS yang berfungsi
memasukkan protein ke dalam inti sel tanaman dan senyawa importin telah berhasil
diidentifikasi oleh Ballas dan Citovsky (1997).
Di dalam inti sel tanaman T-DNA diintegrasikan ke dalam genom tanaman
dengan cara illegitimate recombination, suatu mekanisme bergabungnya dua molekul
DNA yang tidak mempunyai homologi secara luas. Pada organisme tingkat tinggi
seperti tanaman, illegitimate recombination adalah mekanisme yang dominan terjadi
pada integrasi DNA (Paszkowski et al., 1988; Offringa et al., 1990) dan telah
dijelaskan empat belas tahun yang lalu (Gheysen et al., 1991; Matsumoto et al., 1990;
16
Mayerhofer et al., 1991), tetapi faktor-faktor yang terlibat dalam proses tersebut
masih sedikit yang diketahui. T-DNA yang terintegrasi ke dalam genom inti sel
tanaman mempunyai sifat seperti gen sel eukariotik dan diwariskan sesuai hukum
Mendel. T-DNA yang terintegrasi direplikasikan oleh sel tanaman seperti DNA milik
tanaman itu sendiri dan karena juga mengandung promotor, maka juga akan
ditranskripsi (Heldt, 1999).
5. Pilih sel atau jaringan yang berubah
Setelah proses transformasi selesai, maka tahap selanjutnya adalah pemilihan
sel atau jaringan dari tanaman tersebut yang berubah sesuai gen yang dimasukkan
untuk ditumbuhkan kembali sehingga bisa didapatkan tanaman transgenik.
6. Menumbuhkan seluruh tanaman
Sel atau jaringan yang telah dipilih karena gennya telah berubah sesuai gen
yang disisipkan, maka sel atau jaringan tersebut dibudidayakan atau ditumbuhkan
hingga menjadi tumbuhan transgenik yang diinginkan.
2.5 Aplikasi
2.5.1 Aplikasi yang telah dikembangkan
Beberapa tanaman transgenik telah diaplikasikan untuk menghasilkan tiga
macam sifat unggul, yaitu tahan hama, tahan herbisida, dan buah yang dihasilkan
tidak mudah busuk. Tanaman jagung dan kapas transgenik dengan sifat tahan hama
telah diproduksi secara massal dan dipasarkan di dunia (Dana Puspa et al.,
2008). Gen asing yang banyak digunakan untuk sifat resistensi hama ini adalah gen
penyandi toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis (S. Mahesh, A. B. Vedamurthy,
2008).
17
Tanaman tomat transgenik dengan sifat pematangan buah diperlambat
pernah diproduksi oleh Calgene pada tahun 1994 dan dipasarkan di Amerika
Serikat dengan merek "Flavr Savr". Biasanya, tanaman tomat alami dipanen dalam
keadaan masih hijau dan belum matang kemudian disemprot dengan gas etilen untuk
membuat buah matang dan berwarna merah. Namun, rasa tomat yang dihasilkan
umumnya kurang terasa. Tujuan pembuatan tomat transgenik tersebut adalah untuk
memperpanjang masa simpan dan menghindari pembusukan buah
selama transportasi dari lahan penanaman ke tempat penjualan. Namun, penjualan
Flavr Savr ditarik dalam waktu kurang dari setahun karena alasan kesehatan dan
penjualannya mengalami kerugian. Produk tersebut tidak banyak terjual karena
harganya dua kali lipat dari tomat biasa namun rasa yang dihasilkan sama.
2.5.2 Aplikasi yang sedang dikembangkan
Dalam tahap penelitian, tanaman transgenik sedang diaplikasikan untuk
menghasilkan senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, seperti vitamin
A dan vaksin (S. Mahesh, A. B. Vedamurthy, 2008). Untuk produksi vaksin yang
dapat dimakan (edible vaccine), contoh tanaman yang sedang dikembangkan
adalah pisang, kentang, dan tomat (Mandy R, 2003). Salah satu tanaman transgenik
yang sudah diteliti sejak tahun 1980 untuk mengurangi jumlah penderita defisiensi
(kekurangan) vitamin A adalah padi emas Kirsi-Marja Oksman-Caldentey.
Aplikasi lain yang sedang dikembangkan adalah penggunaan tanaman untuk
membersihkan polusi tanah dari senyawa beracun (seperti arsen) dan logam
berat (contohnya merkuri). Gen asing dari bakteri ditransfer ke
dalam tembakau dan Arabidopsis sehingga kedua tanaman tersebut dapat
menarik merkuri dalam tanah dan mengubahnya menjadi senyawa yang mudah
menguap serta tidak berbahaya (David P. Clark et al, 2008).
Tanaman Arabidopsis juga dikembangkan untuk memproduksi poli(3-
hidroksibutirat) atau PHB, suatu bahan pembentuk plastik yang mudah diurai
(biodegradable) (Nawrath, C et al., 1994).
18
Sebagian besar plastik yang ada dibuat dari sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui, salah satunya adalah minyak bumi. Untuk mengurangi penggunaan
sumber daya tersebut, digunakan PHB yang dihasilkan oleh bakteri,
seperti Alcaligenes eutrophus. Empat pen pembentuk PHB dari bakteri tersebut telah
ditransfer ke Arabidopsis sehingga tanaman tersebut dapat menghasilkan PHB.
Penelitian tentang PHB dari tumbuhan masih dalam tahap pengembangan sebelum
diproduksi massal (Nawrath, C et al., 1994).
2.6 Pengaruh
2.6.1 Pengaruh Terhadap Kesehatan Manusia
Sikap kontra terhadap produk tanaman transgenik umumnya berasal dari
organisasi non-pemerintah/LSM, seperti Greenpeace dan Friends of the Earth
Internasional (Yuan Kun Lee, 2006). Dari segi kesehatan, tanaman ini dianggap dapat
menjadi alergen (senyawa yang menimbulkan alergi) baru bagi manusia (Widodo R,
2008).
Untuk menanggapi hal tersebut, para peneliti menyatakan bahwa sebelum
suatu tanaman transgenik diproduksi secara massal, akan melakukan berbagai
pengujian potensi alergi dan toksisitas untuk menjamin agar produk tanaman tersebut
aman untuk dikonsumsi (Stewart, CN et al., 2005).
Apabila berpotensi menyebabkan alergi, maka tanaman transgenik tersebut
tidak akan dikembangkan lebih lanjut. Kekhawatiran lain yang timbul di masyarakat
adalah kemungkinan gen asing pada tanaman transgenik dapat berpindah ke tubuh
manusia apabila dikonsumsi. Pendapat tersebut dinilai berlebihan oleh
para ilmuwan karena makanan yang berasal dari tanaman transgenik akan terurai
menjadi unsur-unsur yang dapat diserap tubuh sehingga tidak akan ada gen aktif.
Untuk memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam memilih produk
transgenik atau produk alami, berbagai negara, khususnya negara-negara Eropa, telah
melakukan pemberian label terhadap produk transgenik. Pelabelan tersebut juga
19
bertujuan untuk memberikan informasi kepada konsumen sebelum mengonsumsi
hasil tanaman transgenik (Purwati A, 2007).
2.6.2 Pengaruh Terhadap Lingkungan
Penolakan terhadap budidaya tanaman transgenik muncul karena dianggap
berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem. Salah satunya adalah
terbentuknya hama atau gulma super (yang lebih kuat atau resisten) di lingkungan.
Kekhawatiran ini terlihat jelas pada perdebatan mengenai jagung Bt yang memiliki
racun Bt untuk membunuh hamalepidoptera berupa ngengat dan kupu-kupu tertentu.
Ada kemungkinan hama yang ingin dibunuh dapat beradaptasi dengan tanaman
tersebut dan menjadi hama yang lebih tahan atau resisten terhadap racun Bt (Widodo
R., 2008).
Selain itu, kupu-kupu Monarch, yang bukan merupakan hama jagung, ikut
terkena dampak berupa peningkatan kematian akibat memakan daun tumbuhan perdu
(Asclepias) yang terkena serbuk sari dari jagung Bt. Penelitian mengenai kupu-kupu
Monarch tersebut dapat disanggah oleh studi lainnya yang menyatakan bahwa kupu-
kupu tersebut mati karena habitatnya dirusak dan hal ini tidak berhubungan sama
sekali dengan jagung Bt. Di sisi lain, penggunaan tanaman transgenik seperti jagung
Bt telah menurunkan penggunaan pestisida secara signifikan sehingga mengurangi
pencemaran kimia ke lingkungan. Selain itu, petani juga merasakan dampak
ekonomis dengan penghematan biaya pembelian pestisida (Stewart, CN et al., 2005).
Kontroversi lain yang berkaitan dengan isu ekologi adalah timbulnya
perpindahan gen secara tidak terkendali dari tanaman transgenik ke tanaman lain
di alam melalui penyerbukan (polinasi). Serbuk sari dari tanaman transgenik dapat
terbawa angin dan hewan hingga menyerbuki tanaman lain. Akibatnya, dapat
terbentuk tumbuhan baru dengan sifat yang tidak diharapkan dan berpotensi
merugikan lingkungan (Stewart, CN et al., 2005).
Sebagai tindakan pencegahan, beberapa tanaman yang disisipi gen untuk
mempercepat pertumbuhan dan reproduksi tanaman, seperti: alfalfa (Medicago
20
sativa), kanola, bunga matahari, dan padi, disarankan untuk dibudidayakan pada
daerah tertutup (terisolasi) atau dibatasi dengan daerah penghalang. Hal itu dilakukan
untuk menekan perpindahan serbuk sari ke tanaman lain, terlebih gulma. Apabila
gulma memiliki gen tersebut maka pertumbuhannya akan semakin tidak terkendali
dan dengan cepat dapat merusak berbagai daerah pertanian di sekitarnya. Hingga
sekarang belum terdapat petunjuk bahwa transfer horizontal ini telah menyebabkan
munculnya "gulma super", meskipun telah diketahui terjadi transfer horizontal
(Stewart, CN et al., 2005).
2.6.3 Pengaruh Terhadap Etika dan Agama
Dari segi etika, pihak yang kontra dengan tanaman transgenik menganggap
bahwa rekayasa atau manipulasi genetik tanaman merupakan tindakan yang tidak
menghormati penciptaan Tuhan. Perubahan sifat tanaman dengan penambahan gen
asing juga dianggap sebagai tindakan "bermain sebagai Tuhan" karena mengubah
makhluk yang telah diciptakan-Nya. Pemikiran teologis Katolik memandang bahwa
manipulasi atau rekayasa genetik merupakan suatu kemungkinan yang disediakan
oleh Tuhan karena tanaman diberikan kepada manusia untuk dipelihara dan
dimanfaatkan. Dalam sudut pandang agama tersebut, modifikasi genetika tanaman
tidak berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, namun kelestarian alam juga harus
diperhatikan karena merupakan tanggung jawab manusia (Luis G. Jiménez-Arias,
2008).
Dalam menanggapi isu tentang tanaman transgenik, Dewan Yuriprudensi
Islam dan Badan Sertifikasi Makanan Islam di Amerika (IFANCA) menyatakan
bahwa makanan dari tanaman transgenik yang ada telah dikembangkan
bersifat halal dan dapat dikonsumsi oleh umat Islam. Untuk tanaman yang disisipi
gen dari binatang haram, produk tanaman transgenik tersebut akan disebut Masbuh,
yang berarti masih diragukan (belum diketahui) status halal atau haramnya.
Sertifikasi makanan yang telah dikeluarkan oleh IFANCA juga diakui dan diterima
21
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS), Liga
Muslim Dunia, Arab Saudi, dan pemerintah Malaysia.
Pihak yang mendukung tanaman transgenik menganggap bahwa transfer gen
dari suatu makhluk hidup ke makhluk lainnya merupakan hal yang alamiah dan biasa
terjadi di alam sejak pertama kali berlangsungnya kehidupan. Mereka juga
berargumen bahwa persilangan berbagai jenis padi yang dilakukan untuk
mendapatkan padi dengan sifat unggul telah dilakukan para petani sejak
dahulu. Perkawinan berbagai varietas padi tanpa disadari telah mencampur gen-gen
yang ada di tanaman tersebut. Para ilmuwan hanya mempercepat proses transfer gen
tersebut secara sengaja dan sistematis (Suwanto A, 2008).
2.6.4 Pengaruh Terhadap Ekonomi Global
Riset dan pengembangan tanaman transgenik membutuhkan biaya yang
besar dan umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta maupun
pemerintah di negara maju (Widodo R, 2008). Untuk mengembalikan biaya investasi
perusahaan dan melindungi produk hasil investasinya, tanaman transgenik yang telah
diproduksi akan dipatenkan. Di dalam salah satu laporan kerja Komisi Eropa,
disebutkan bahwa pemberlakuan paten pada produk transgenik dapat mengakibatkan
petani kehilangan kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan harus membeli
pada produsen dari negara maju. Sebagian tanaman transgenik disisipi "gen bunuh
diri" yang menyebabkan tanaman hanya bisa ditanam satu kali dan biji keturunan
selanjutnya bersifat mandul (tidak dapat berkembang biak) (Deborah B. Whitman,
2000).
Hal ini akan menyebabkan terjadinya arus modal dari negara
berkembang ke negara maju untuk pembelian bibit transgenik setiap kali akan
melakukan penanaman. Para petani di negara-negara dunia ketiga khawatir bila harga
benih akan menjadi mahal karena pemberlakuan paten dan mekanisme "gen bunuh
diri" yang dilakukan oleh produsen benih. Jika petani tersebut tidak mampu membeli
benih transgenik maka kesenjangan ekonomi antara negara penghasil tanaman
22
transgenik dan negara berkembang sebagai konsumen akan semakin melebar
(Widodo R, 2008).
Salah satu usaha mencegah terjadinya kesenjangan tersebut pernah
dilakukan oleh Yayasan Rockefeller. Yayasan yang berpusat di Amerika
Serikat tersebut telah menjual benih transgenik dengan harga yang lebih murah
kepada negara-negara miskin. Di beberapa negara bagian Brasil, pelarangan tanaman
transgenik telah mengakibatkan terjadinya penyelundupan benih transgenik oleh para
petani di negara tersebut. Mereka takut akan menderita kerugian ekonomi apabila
tidak mampu bersaing di pasar global dengan negara pengekspor serealia lainnya
(Deborah B. Whitman, 2000).
23
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun
kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus
untuk tujuan tertentu. Pembuatan tanaman ini melalui serangkaian proses yaitu:
mengisolasi dan mengklon gen yang diinginkan, menambahkan segmen DNA untuk
memulai atau meningkatkan ekspresi gen, menambahkan penanda yang dipilih,
memperkenalkan gen pembangun ke dalam sel tanaman (transformasi), memilih sel
atau jaringan yang berubah, lalu menumbuhkan seluruh tanaman. Tanaman ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Serta memiliki dampak terhadap kesehatan
manusia, terhadap lingkungan, terhadap etika dan agama serta terhadap ekonomi
global.
Saran
Diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai proses pembuatan,
penggunaan, pengembangan, dan penerapan tanaman transgenik sehingga dapat
dihasilkan suatu produk unggul yang memberikan dampak positif terhadap manusia
dan lingkungan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Alexander N. Glazer, Hiroshi Nikaido. 2007.Microbial biotechnology: fundamentals
of applied microbiology. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-84210-
5. Page. 210-211
An, G., Ebert, P.R., Mitra, A., Ha, S.B. (1988) Binary vector, In: Gelvin, S.B., Schilperoort, R.A. Plant Molecular Biology Manual. Kluwer Academic Pub. London.
Ashby, A.M., Watson, M.D. and Shaw, C.H. (1987) A Ti plasmid determined function is responsible for chemotaxis of Agrobacterium tumefaciens toward the plant wound product acetosyringone. F E M S Microbiol. Lett. 41: 189-192.
Ballas, N. and Citovsky, V. (1997) Nuclear localization signal binding protein from Arabidopsis mediates nuclear import of Agrobacterium VirD2 protein. Proc.Natl. Acad. Sci. U.S.A. 94, 10723-10728.
Barfield, D.G. and Pua, E.C. (1991) Gene transfer in plant of Brassica juncea using
Agrobacterium tumefaciens-mediated transformation. Plant Cell Rep. 10:217-
223.
Berger, B.R. and Christie, P.J. (1994) Genetic complementation analysis of the Agrobacterium tumefaciens virB operon: VirB2 through VirB11 are essential virulence protein. J. Bacteriol. 176: 3646-3660.
Christie, P.J. (1997) Agrobacterium tumefaciens T-complex transport apparatus: A paradigm for a new family of multifunctional transporters in eubacteria. J. Bacteriol. 179: 3085-3094.
Dana Puspa, et al. 2008. "He Transgenic Plants – Advantages Regarding Their
Cultivation And Potentially Risks Concerning The Food Safety". Journal of
Central European Agriculture 9 (4): 785–788.
David P. Clark et al. 2008. Biotechnology: applying the genetic revolution. Academic
Press. ISBN 978-0-12-175552-2.Page.414
25
Day, A.G. and Lichtenstein, P.C. (1992) Plant genetic transformation, In: Fowler, M.W., Warren, G.S., MooYoung, M. (ed). Plant Biotechnology. Pergamon Press. New York.
Deborah B. Whitman (April 2000)."Genetically Modified Foods: Harmful or
Helpful?". CSA Discovery Guides. [Diakses tanggal 8 Juli 2013].
Dekeyser, R., Claes, B., Marichal, M., van Montagu, M. and Caplan, A. (1989) Evaluation of selectable markers for rice transformation. Plant Physiol. 90:217-223.
Douglas, C.J., Halperin, W., Gordon, M. and Nester, E.W. (1986) Specific attachment of Agrobacterium tumefaciens to bamboo cell in suspension cultures. J. Bacteriol. 161: 764-766.
Dylan, T., Ielpi, L., Stanfield, S., Kashyap, L., Douglas, C., Yanofsky, M., Nester, E., Helsinki, D.R. and Ditta, G. (1986) Rhizobium meliloti genes required for nodule development are related to chromosomal virulence gene in Agrobacterium tumefaciens. Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 83:4403-4407.
Ellis, D., Roberts, D., Sutton, B., Lazaroff, W., Webb, D. and Flinn, B.(1989) Transformation of white spruce and other conifer species by Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Rep. 8:16-20.
Filichkin, S.A. and Gelvin, S.B. (1993) Formation a putative relaxation intermediate during T-DNA processing directed by the Agrobacterium tumefaciens VirD1, VirD2 endonuclease. Mol. Microbiol. 8: 915-926.
Fullner, K.J., Lara, C.J. and Nester, E.W. (1996) Pilus assembly by Agrobacterium T-DNA transfer genes. Science 273: 1107-1109.
Gelvin, S.B. (1993) Molecular genetics of T-DNA transfer from Agrobacterium to Plants, In: Kung, S. and Wu, R. (ed). Transgenis Plants Vol.1. Pergamon Press, Inc. New York
George, E.F. and Sherrington, P.D. (1984) Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Limited. England.
Gheysen, G., Villarroel, R. and Van Montagu, M. (1991) Illegitimate recombination in plants: A model for T-DNA integration. Genes & Dev. 5: 287-297.
26
Gless, Christine., Lorz H., & Gartner A.J. 1998. Transgenic oat plants obatined at
hight efficiency by micropojectile bombardment of leaf base segment. Journal
of plant physiology vol 152: pp 151-157
Hauptmann, R.M., Vasil, V., Ozias-Akins, P., Tabeizadeh, Z., Rogers, S.G., Fraley, R.T., Horsch, R.B. and Vasil, I.K. (1988) Evaluation of selectable markers for obtaining stable transformant in Gramineae. Plant Physiol. 86:602-606.
Heldt, H.W. (1999) Plant Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University Press Inc. New York.
Hernalsteens, J.P., van Vliet, F., De Beuckeleer, M., Depicker, A., Engler, G., Lemmers, M., Holsters, M., Van
Ito, S., Fukunishi, T., Inaba, K., Masumura, T., Tanaka, T., Takeuchi, Y. and Yoshikawa, M. (1995) Disease resistance of transgenic eggplant with soybean β-1,3-endoglucanase. Breed Sci. 45 (Suppl.2): 106.
James, C. (1998) Global review of commercialized transgenic crops: 1998. ISSAAA Briefs No. 8, 1998. Ithaca, New York, 43 pp.
James, C. (1998) Global review of commercialized transgenic crops: 1998. ISSAAA Briefs No. 21, 2000. Ithaca, New York, 15 pp.
Jamie Pighin (Agustus 2003)."Transgenic Crops: How Genetics Is Providing New Ways To Envision Agriculture" (Diakses 8 Juli 2013).
Kathleen, LH. 2009. Biopharmaceuticals in Plants: Toward the Next Century of
Medicine. CRC Press. ISBN 978-1-4398-0474-2.Page.1
Lal, R. and Lal, S. (1990) Crop Improvement Utilizing Biotechnology. CRC Press, Boca Raton. Florida.
Luis G. Jiménez-Arias. 2008. Bioethics and the Environment. A Brief Review of the
Ethical Aspects of the Precautionary Principle and Genetic Modified Crops.
Libros en Red. ISBN 978-1-59754-380-4.Page.44-45
Mandy, R. 2003. "Banana Vaccines: A Conversation with Dr. Charles
Arntzen". Journal of Young Investigators 7 (1). [Diakses tanggal 9 Juli 2013].
27
Manuhara, Y.S.W., Sumardi, I., Sujadi, S., Taryono (2003) Agrobacterium-medated transformation of cabbage (Brassica oleracea cv. Capitata L.) with soybean β-1,3-endoglucanase cDNA. I J Biotech., June (2003) 597-605.
Marton, L., Wullems, G.J., Molendijk, L. and Scilperoort, R.A. (1979) Agroinfection of wheat: a comparison of Agrobacterium strains. Plant Science 63:247-256.
Matsumoto, S., Ito, Y., Hosoi, T., Takahashi, Y. and Machida, Y. (1990) Integration of Agrobacterium T-DNA into tobacco chromosome: Possible involvement of DNA homology between T-DNA and plant DNA. Mol. Gen. Genet. 224: 309-316.
Mayerhofer, R., Koncz-Kalman, Z., Nawrath, C., Bakkeren., G., Crameri, A., Angelis, K., Redei, G.P., Schell, J., Hohn, B. and Koncz, C. (1991) T-DNA integration: A mode of illegitimate recombination in plants. EMBO J. 10: 697-704.
Montagu, M. and Schell, J. (1980) The Agrobacterium tumefaciens Ti plasmid as a host vector system for introducing foreign DNA in plant cell. Nature 287:654-656.
Nakamura, Y., Sawada, S., Kobayashi, S., Nakajima, I., Yoshikawa M. (1999) Expression of soybean β-1,3-endoglucanase cDNA and effect on disease tolerance in kiwifruit plants. Plant Cell Rep. 18:527-532.
Nawrath, C et al. 1994. "Targeting of the polyhydroxybutyrate biosynthetic pathway
to the plastids of Arabidopsis thaliana results in high levels of polymer
accumulation". Proc Natl Acad Sci USA 91(26): 12760–12764.
Nehra, N.S., Chibbar, R.N., Kartha, K.K., Datla, R.S.S., Crosby W.L., Stushnoff, C. (1990) Genetic transformation of strawberry by Agrobacterium tumefaciens using leaf disc regeneration system. Plant Cell Rep.9:293-298.
Old, R.W. and Primrose, S.B. (1989) Principle of Gene Manipulation. An Introduction to Genetic Engineering. Blackwell Scientific Publications. Oxford.
Offringa, R., de Groot, M.J., Haagsman, H.J., Does, M.P., van den Elzen, P.J and Hooykaas, P.J. (1990) Extrachromosomal homologous recombination and gene targeting in plant cells after Agrobacteriummediated transformation. EMBO J. 9: 3077-3084.
28
Paszkowski, J., Baur, M., Bogucki, A. and Potrykus, L. (1988) Gene targeting in plants. EMBO J. 7: 4021-4026.
Pounti-Kaerlas, J., Satbel, P. and Eriksson, T. (1989) Transformation of pea (Pisum sativum L.) by Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Rep. 8:33-38.
Purwati, A. 2007. "Industri Padi Transgenik Hadapi Kerugian Akibat Penolakan
Global". KONPHALINDO. [Diakses tanggal 8 Juli 2013].
Rahman, A.Z., Seman, Z.A., Roowi, S., Basirun, N., & Subramaniam, S. 2010.
Production of Transgenic Indica Rice (Oryza sativa L.) Cv. MR 81 via particle
bombardmentsystem. Emirr. J. Food Agric. 22 (5): 353-336
Rajiv Tyagi, P.R. Yadav (2008). Biotechnology of Plant Tissue. Educa Books. ISBN 978-81-8356-073-3.Page.202-204
Rossi, L., Hohn, B. and Tinland, B. (1996) Integration of complete T-DNA units is dependent on the activity of VirE protein of Agrobacterium tumefaciens. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 93: 126-130.
Sardjoko. 1991. Bioteknologi: Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya . Jakarta.
PT Gramedia Pustaka Utama.
Sateesh, MK. 2008. Bioethics and Biosafety. I K International Pvt Ltd. ISBN 978-81-
906757-0-3.Page.456
Schuller, T.H., G.M. Poppy, B.R. Kerry and I. Denholm (1998) Insect resistant transgenic plants. TibTech. 16:168-175.
Shaw, C.H., Ashby, A.M., Brown, A., Royal, C., Loake, G.J. and Shaw, C. (1988) virA and virG are Ti-plasmid function required for chemotaxis of Agrobacterium tumefaciens towards acetosyringone. Mol. Microbiol. 2: 413-417.
Shimamoto, K., Terada, R., Izawa, T. and Fujimoto, H. (1987) Fertile transgenic rice plants regenerated from transformed protoplasts. Nature 338:274-276.
Stachel, S.E., Messens, E., Van Montagu, M. and Zambryski, P. (1985) Identification of signal molecules produced by wounded plant cells that active T-DNA transfer in Agrobacterium tumefaciens. Nature 318: 624-629.
29
Stewart, CN et al., 2005. Transgenic Plants and Biosafety: Science, Misconceptions
and Public Perceptions.
Suwanto, A. 2008. "Tanaman Transgenik: Bagaimana Kita Menyikapinya ?" . BB-
Biogen Bogor [Diakses 8 Juli 2013].
S. Mahesh, A. B. Vedamurthy. 2008. Biotechnology-4. New Age Publications. ISBN
978-81-224-1442-4.Page.51-52
Tempe, J. and Casse-Delbart, F. (1989) Plant gene vectors and genetic transformation: Agrobacterium Ri plasmid. In Cell Culture and Somatic Cell Genetic of Plants Vol. 6. Academic Press. London.
Umar, Syukur., dkk. 2002. Tanaman Transgenik dan Persepsi Masyarakat. Makalah
Pengantar Falsafah Sains, April 2002. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.
Webb, K.J. and Morris, P. (1992) Methodologies of Plant Transformation, In: Gatehouse, A.M.R., Hilder, V.A. and Boulter, D. (ed). Plant Genetic Manipulation for Crop Protection. C A B International. United Kingdom.
Widodo, R. 2008. "Kontroversi Pangan Rekayasa Genetik". Universitas 17 Agustus
1945 Surabaya.
Wikipedia indonesia. Available online at: http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik#cite_note-ex-12
Yanofsky, M.F., Porter, S.G., Young, C., Albright, L.M., Gordon, M.P. and Nester, E.W. (1986) The virD operon from Agrobacterium tumefaciens encodes a site-specific endonuclease. Cell 7:471-477.
Yoshikawa, M., Keen, N.T. and Wang, M.C. (1983) A receptor on soybean membranes for a fungal elicitor of phitoalexin accumulation. Plant Physiol. 73:49-52.
Yoshikawa, M., Tsuda, M. and Takeuchi, Y. (1993) Resistance to fungal disease in transgenic tobacco plants expressing the phytoalexin elicitor-releasing factor, β-1,3-endoglucanase, from soybean. Naturwissenschaften 80: 417-420.
Yuan Kun Lee (2006). Microbial biotechnology: principles and applications. World
Scientific Publishing Company. ISBN 978-981-256-676-8.Page.518
30
Ziemienowicz, A., Tinland, B., Bryant, J., Gloecker, V. and Hohn, B. (2000) Plant
enzymes but not Agrobacterium VirD2 mediate T-DNA ligation in vitro. Mol.
Cell. Biol. 20: 6317-6322.
31