makalah filsafat umum new.docx

28
TUGAS MAKALAH FILSAFAT ILMU OLEH : KELOMPOK 3 DIPPOS SAGALA (KETUA KELOMPOK) INTON SARLIS HERPINA ITA SRI HANDAYANI HAJAR ASWAD RISMAN IMAN CAHIYA ANGRAINI FITRIS RISNAWATI

Upload: ikbalhambaly

Post on 08-Feb-2016

58 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

TUGAS

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

OLEH:

KELOMPOK 3

DIPPOS SAGALA (KETUA KELOMPOK)

INTON SARLIS

HERPINA

ITA SRI HANDAYANI

HAJAR ASWAD

RISMAN

IMAN CAHIYA ANGRAINI

FITRIS

RISNAWATI

JURUSAN SASTRA INDONESIAFAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2014

Page 2: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................ 1

C. Tujuan Masalah..................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup dan Kedudukan Filsafat Ilmu.................... 2

B. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Epistemologi................... 3

C. Hubungan Filsafat Ilmu dengan cabang Filsafat lain......... 8

D. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu – Ilmu..................... 12

BAB III PENTUP

A. Kesimpulan....................................................................... 19

B. Saran................................................................................. 19

Page 3: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah menciptakan manusia dan alam seisinya

untuk makhluknya serta mengajari manusia tentang al-qur’an dan kandungannya, yang

dengan akal pikiran sebagai potensi dasar bagi manusia untuk menimbang sesuatu itu baik

atau buruk, menciptakan hati nurani sebagai pengontrol dalam tindak tanduk, yang telah

menciptakan fisik dalam sebagus bagusnya rupa untuk mengekspresikan amal ibadah kita

kepada-Nya. Segala puji bagi Allah sang Maha Kuasa pemberi hidayah, yang semua jiwa

dalam genggaman-Nya, kasih kaming-Mu mulia tak terperi. Rahman dan Rahim-Nya telah

menyertai kami sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.

Sholawat bermutiarakan salam senantiasa kita haturkan kepada revolusionar muslim

sejati baginda Muhammad SAW, serta para sahabatnya yang telah membebaskan umat

manusia dari lembah kemusyrikan dan kejahiliyahan menuju alam yang bersaratkan nilai-

nilai tauhid dan bertaburan cahaya ilmu pengetahuan dan kebenaran. Dalam makalah ini,

penulis berupaya semaksimal mungkin menyajikan makalah dalam bentuk yang mudah

dibaca. Namun, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.

Tiada yang dapat kami ucapkan sebagai balas budi kami selain untaian ucapan terima

kasih dan doa, agar semua amal kebaikan selama ini penuh dengan iringan rahmat dan ridho

Allah SWT. Sehingga dicatat sebagai amalan makbulan’indallah. Amin. Kami berharap

semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan semuanya, khususnya bagi penulis sendiri.

Page 4: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara

substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat

telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris

menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar

dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan

bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos

maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya

berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus

semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun

kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan

axiologi. Maka Filsafat Ilmu menurut Jujun Suriasumantri merupakan bagian dari

epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu

(pengetahuan ilmiah). Dalam pokok bahasan ini akan diuraika pengertian filsafat ilmu, dan

obyek yang menjadi cakupannya.

B.     Rumusan masalah

1. Apa saja ruang lingkup dan kedudukan filsafat ilmu?

2. Apa hubungan Filsafat Ilmu dengan epistemologi?

3. Apa hubungan Filsafat Ilmu dengan cabang filsafat lain?

4. Apa hubungan Filsafat Ilmu dengan ilmu – ilmu?

C.    Tujuan Masalah.

1. Memahami ruang lingkup dan kedudukan filsafat ilmu?

2. Mengetahui hubungan Filsafat Ilmu dengan epistemologi?

3. Mengetahui hubungan Filsafat Ilmu dengan cabang filsafat lain?

4. Mengetahui hubungan Filsafat Ilmu dengan ilmu – ilmu?

Page 5: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

BAB II PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Dan Kedudukan Filsafat Ilmu

Ruang lingkup filsafat ilmu dan bidang filsafat sebagai keseluruhan pada dasarnya

men -cakup dua pokok bahasan, yaitu pertama, membahas sifat pengetahuan ilmiah, dan

kedua menelaah cara-cara mengusahakan pengetahuan ilmiah pada pokok bahasan pertama

filsafat ilmu berhubungan erat dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang

merupakan bidang kajian filsafat yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk

pengetahuan manusia. Pada pokok bahasan kedua yakni terkait dengan pokok soal cara-cara

mengusahakan pengetahuan ilmiah, filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan

metodologi, dan dalam hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan pengertiannya

dengan metodologi. Jadi filsafat ilmu ialah penyelidikan filosofis tentang ciri-ciri

pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat ilmu

sesungguhnya merupakan penyelididkan lanjutan.

Filsafat ilmu dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1. Filsafat ilmu umum, yang mencakup kajian tentang persoalan kesatuan, keseragaman,

serta hubungan diantara segenap ilmu. Kajian ini terkait dengan masalah hubungan antara

ilmu dengan kenyataan, kesatuan, perjenjangan, susunan kenyataan, dan sebagainya.

2. Filsafat ilmu khusus, yaitu kajian filsafat ilmu yang membicarakan kategori-kategori

serta metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu atau dalam kelompok-

kelompok ilmu tertentu, seperti dalam kelompok ilmu alam, kelompok ilmu masyarakat,

kelompok ilmu tehnik dan sebagainya (beerling dkk, 1986: 40) dalam (filsafat ilmu

sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan, 2007: 44).

Filsafat ilmu dapat pula dikelompokan berdasarkan model pendekatan, yaitu:

1. Filsafat ilmu terapan, yaitu filsafat ilmu yang mengkaji pokok pikiran kefilsafatan yang

melatarbelakangi pengetahuan normatif dunia ilmu. Pada kajian ini dunia ilmu bertemu

dengan dunia filsafat. Jadi filsafat ilmu terapan tidak bertitik tolak dari dunia filsafat

melainkan dari dunia ilmu. Dengan kata lain filsafat ilmu terapan merupakan deskripsi

pengetahuan normatif. Filsafat ilmu terapan sebagai pengetahuan normatif mencakup:

Page 6: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

a. Pengetahuan yang berupa pola pikir hakekat keilmuan.

b. Pengetahuan mengenai model praktek ilmiah yang diturunkan dari pola pikir.

c. Pengetahuan mengenai berbagai sarana ilmiah.

d. Serangkaian nilai yang bersifat etisyang terkait dengan pola pikir dengan model

praktek yang khusus.Misal: etika profesi.

Dengan filsafat ilmu terapan maka menjadi jelaslah saling hubungan antara objek-objek

dengan metode-metode, antara masalah-masalah yang hendak dipecahkan dengan tujuan

penyelidikan ilmiah, antara pendekatan secara ilmiah dengan pengolahan bahan-bahan

secara ilmiah.

2. Filsafat ilmu murni, yaitu bentuk kajian filsafat ilmu yang dilakukan dengan menelaah

secara kritis dan eksploratif terhadap materi kefilsafatan, membuka cakrawala terhadap

kemungkinan berkembangnya pengetahuan normatif yang baru. Bila filsafat ilmu terapan

berangkat dari ilmu khusus menuju kajian filosofis, filsafat ilmu murni mengambil arah

sebaliknya, yaitu berangkat dari kajian filosifis terhadap asumsi-asumsi dasar yang ada

dalam ilmu, misalnya terkait dengan anggapan dasar tentang “realitas” dalam ilmu-ilmu

khusus dan konsekuensinya pada pemahaman terhadap “realitas” secara keseluruhan.

B. Hubungan filsafat ilmu dengan epistemologi

Filsafat ilmu secara sistematis merupakan cabang dari rumpun kajian epistemologi.

Epistemologi sendiri mempunyai dua cabang yaitu filsafat pengetahuan (theories of

knowledge) dan filsafat ilmu (theory of science). Objek material filsafat pengetahuan yaitu

gejala pengetahuan, sedang objek material filsafat ilmu yaitu mempelajari gejala-gejala ilmu

menurut sebab terpokok. Dalam epistemologi yang dibahas adalah objek pengetahuan,

sumber dan alat untuk memperoleh alat pengetahuan, kesadaran dan metode, validitas

pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan (Verhak dan Haryono, 1989: 3). Dalam (Tim

Dosen).

Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2007: 46). Ilmu merupakan pengetahuan yang

diatur secara sistematis dan langkah-langkah pencapaiannya dipertanggungjawabkan secara

teoritis. Filsafat pengetahuan memeriksa sebab-musabab pengetahuan dengan bertitik tolak

pada gejala pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat pengetahuan menggali

kebenaran, kapasitas dan tahap-tahapnya, objektivitasnya, abstraksi, intuisi, asal pengetahuan

dan arah pengetahuan. Yang membedakan ilmu dari pengetahuan adalah metode ilmiah.

(Verhak dan Haryono, 1989: 3). Dalam (Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM,

Page 7: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

2007: 46) (Verhak dan Haryono, 1989: 12). Dalam (Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas

Filsafat UGM, 2007: 46).

Epistemologi akan menunjukkan asumsi dasar ilmu, agar penelaahan filsafat ilmu

tidak terpaku pada ragam objek material ilmu. Pertanyaan dari ontologi “apakah karakter

pengetahuan kita tentang dunia?” Pertanyaan ontologi dan epistemologi tidak dijawab dengan

penyelidikan empiris yang terkait dengannya. Pertanyaan filsafat dipecahkan bukan dengan

penyelidikan empiris, tetapi dipecahkan dengan penalaran. Dengan bantuan telaah

epistemologi maka akan didapat pemahaman hakiki tentang karakter dari objek ilmu. Misal:

terdapat karakter yang berbeda antara ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial humaniora dalam hal

objek material, yakni bahwa ilmu alam memiliki karakter objek yang deterministik,

sedangkan ilmu sosial-humaniora memiliki karakter objek yang indeterministik dan penuh

motivasi.

Munculnya persoalan epistemologi bukan mengenai suatu prosedur penyelidikan

ilmiah, tetapi dengan mempertanyakan: “mengapa prosedur ini dan bukan yang lain?”, “apa

jaminannya, bila ada, metode itu membuktikan yang lainnyakah?”. Dalam konteks ilmu

sosial, filsafat mempertanyakan metode dan prosedur yang dipergunakan peneliti sosial dari

disiplin sosial apapun yang membuat mereka superior (dan memberi mereka otoritas

intelektual terbesar). Apa dasar klaim otoritas intelektualnya?.

Relevansi problem filsafat muncul dari fakta bahwa setiap perangkat riset atau

prosedur tidak dapat diterangkan dengan memisahkan pandangan khusus tentang dunia.

Tidak ada tehnik atau metode penyelidikan ilmiah yang memperkokoh dirinya sendiri.

Berbagai status instrumen riset pada dasarnya tergantung pada jastifikasi epistemologis.

Instrumen riset tidak dapat dipisahkan dari teori, sebagai peralatan riset, mereka bekerja

hanya bersama-sama dengan asumsi-asumsi tentang hakekat dunia fisik, masyarakat,

keberadaan manusia, dan bagaimana mereka mengetahuinya.

Ilmu alam, terkait secara pokok dalam term-term positivistik, mempelajari sesuatu

yang objektif, tidak hidup, dunia fisik. Masyarakat, hasil akal manusia, adalah subyektif,

emotif sebaik intelektual. Apa yang kita tunjuk sebagai causal, mekanistik dan pengukuran

berorientasikan model eksplanasi adalah tidak memadai, karena kesadaran manusia tidak

ditentukan oleh kekuatan alam. Tingkah laku masyarakat manusia adalah selalu mengandung

nilai, dan pengetahuan reliabel tentang kebudayaan hanya dapat digapai dengan cara

mengisolasi ide-ide umum, opini, atau tujuan khusus sejarah masyarakat. Itu membuat

tindakan sosial adalah penuh makna subyektif.

Page 8: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

Toulmin dalam (Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2007: 47).

Mengatakan bahwa epistemologi tidak berakar pada periode pemikiran, tidak terkait pada

prosedur praktis dan problem-problem yang secara historis berkaitan dengan disiplin. Misal:

debat metodologis ilmu sosial tidak dapat dipahami secara bebas dari tempat budaya yang

lebih luas dari penemuan-penemuan yang dihasilkan oleh riset awal yang didasarkan pada

asumsi epistemologis yang berbeda, yaitu seperti pada ilmu alam

Alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan sangat tergantung dari asumsi terhadap

objek. Demikian juga telaah dalam filsafat ilmu, sarana dan alat untuk memproses ilmu harus

selaras atau konsisten dengan karakter objek material ilmu. Disini timbul perbedaan

paradigma yang disebabkan oleh karakter objek yang berbeda. Misal antara ilmu alam dan

ilmu sosial-humaniora terdapat perbedaan metode dan sarana yang dipakai.

Adapun validitas/keabsahan yang merupakan bukti bahwa suatu ilmu adalah benar

secara epistemologis bukanlah sesuatu yang didatangkan dari luar, melainkan ia adalah hasil

atau konsekuensi dari metode penyelidikan dan hasil penyelidikan. Oleh karena itu masalah

validitas apakah ukurannya cocok (realiable) atau tidak itu tergantung pada metode dan

karakter objek. Sehingga jenis ilmu yang satu dan lainnya tidak sama. Dengan kata lain kita

tidak bisa menguji metode dan hasil ilmu yang satu dari teropong ilmu lainnya. Misal: ilmu-

ilmu empiris validitas untuk produk ilmunya harus-lah empiristis (Hindes Barry, 1977: 5-6)

dalam (Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2007: 48).

1. Asumsi Beberapa Jenis Objek Ilmu

Dewasa ini kita sudah memasuki masa spesialisasi ilmu, kita hanya tahu masing-

masing metodologi ilmu kejuruan. Namun kita juga harus mempunyai wawasan yang luas

tentang metodologi ilmu-ilmu pada umumnya, yang didalamnya dijabarkan perbedaan-

perbedaan yang terdapat diantara masing-masing ilmu. Dalam khasanah filsafat ilmu, kita

banyak mengenal bentuk ilmu, jenis ilmu, dan paradigma ilmu. Dari berbagai bentuk, jenis

dan paradigma ilmu tersebut maka kita dapat memperoleh gambaran adanya ragam, tingkat

dan aliran ilmu.

a. Ilmu Alam dan Empiris

Ilmu empiris berpandangan sebagai berikut: ilmu mempelajari objek-objek empiris di

alam semesta ini. Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggapannya

mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Jadi berdasarkan objek telaahnya maka ilmu

Page 9: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

dapat disebut sebagai suatu pengetahuan empiris. Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian

yang bersifat empiris, dimana objek-objek yang berada di luar jangkauan pengalaman

manusia tidak termasuk bidang penelaahan ilmu (Yuyun, 1981: 6) dalam (Tim Dosen Filsafat

Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2007: 48).

Ilmu empiris mempunyai beberapa asumsi mengenai objek (empiris), antara

lain:

1) Menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, yaitu dalam

hal: bentuk, struktur, dan sifat, sehingga ilmu tidak bicara mengenai kasus individual,

melainkan suatu kelas tertentu.

2) Menganggap bahwa suatu benda tidak mungkin mengalami perubahan dalam jangka

waktu tertentu. Kelestarian relatif dalam jangka waktu tertentu ini memungkinkan kita

untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap objek yang sedang diselidiki.

3) Menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tiap

gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang

sama (Paul Niddich dalam Yuyun S, 1981: 7-9) yang dikutif dari (Tim Dosen Filsafat

Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2007: 48).

Namun ilmu tidak menuntut adanya hubungan kausalitas yang mutlak, sehingga

kejadian tertentu harus diikuti oleh kejadian yang lain, melainkan bahwa suatu kejadian

mempunyai kemungkinan atau (peluang) besar untuk mengakibatkan terjadinyakejadian lain.

Ilmu tentang objek empiris pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan, hal itu

perlu, sebab kejadian alam sangat komplek.

Kegiatan yang dilakukan dalam ilmu alam tidak merupakan objek penelitian ilmu

alam, sebab praktek ilmu alam merupakan suatu aktifitas manusiawi yang khas. Manusia

memang dapat terlibat sebagai subjek dan sebagai objek, dengan kata lain manusia adalah

yang mempraktekkan dan diprakteki.

b. Ilmu Abstrak

Ilmu formal seperti halnya matematika, logika, filsafat, dan statistika adalah jenis

ilmu yang berfungsi sebagai penopang tegaknya ilmu-ilmu lainnya. Ilmu yang tergolong

formal pada umumnya berasumsi bahwa objek ilmu adalah bersifat abstrak, tidak kasat mata,

dan tidak terikat oleh ruang dan waktu. Objek dapat berupa konsep dan bilangan,berada

dalam pemikiran manusia.

Page 10: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

c. Ilmu-Ilmu Sosial dan Kemanusiaan

Ilmu kemanusiaan mencakup juga ilmu-ilmu sosial, ia merupakan ilmu empiris yang

yang mempelajari manusia dalam segala aspek hidupnya, ciri khasnya, tingkah lakunya baik

perseorangan maupun bersama, dalam lingkup kecil maupun besar.

Objek material ilmu sosial adalah lain sama sekali dengan objek material dalam ilmu

alam yang bersifat deterministik. Objek material dalam ilmu sosial adalah berupa suatu

tingkah laku dalam tindakan yang khas manusia, ia bersifat bebas dan tidak bersifat

deterministik, ia mengandung: pilihan, tanggung jawab, makna, pengertian, pernyataan privat

dan internal, konvensi, aturan, motif dan sebagainya, oleh karena itu tidak cocok apabila

diterapi dengan predikat “sebab-akibat”.

Konsekuensi epistemologis dari perdebatan tersebut diawali dengan tidak

memadainya metodologi ilmu alam untuk memahami fenomena manusia kecuali sebagai

objek alamiah. Kerja dari penelitian empiris adalah untuk menemukan secara persis pola

yang menghubungkan antara aturan-aturan, motif, situasi, hubungan sosial dan tingkah laku,

dan memformulasikannya sebagai pembawa keteraturan. Tentu saja data mentah sebagai

realitas sosial objektif mempunyai status subjektif, karena terkait dengan nilai-nilai,

kepercayaan, ideologi. Lantas apakah ilmu sosial dapat digolongkan sebagai ilmu yang

subjektif?, padahal semua ilmu mengklaim dirinya menafsirkan data secara objektif.

Ilmu berbeda-beda terutama tidak karena objek material berbeda, tetapi khususnya

karena mereka berbeda menurut objek formal. Objek ilmu kemanusiaan yaitu manusia

sebagai keseluruhan. Ia melampaui status objek benda-benda disekitarnya. Peneliti dalam

penelitian ilmu sosial juga berada pada taraf yang sama sebagai objek. Perbedaan tersebut

juga menimbulkan perbedaan pendekatan, dimana dalam rangka cara berpikir ilmu-ilmu alam

adalah univok, sedangkan dalam rangka ilmu-ilmu sosial maka cara berpikirnya analog:

setiap lingkungan masyarakat “sama” namun dalam “kesamaannya” itu juga berbeda. Karena

ciri khas di atas, maka ilmu-ilmu kemanusiaan harus menggunakan titik pangkal dan

kriterium kebenaran yang berbeda dari ilmu-ilmu lainnya. Titik pangkal berbeda karena

peneliti tidak lagi berada di luar objek penelitian, dengan kata lain subjek terlibat dalam

penelitian tentang sesamanya (Veuger dan Haryono, 1989: 70) dalam (Tim Dosen Filsafat

Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2007: 50).

Dalam ilmu manusia kita menghadapi keadaan bahwa praktek ilmiah sebagai aktivitas

manusiawi merupakan juga objek penelitian ilmu manusia. Misal: merupakan objek

psikologi, karena praktek ilmiah merupakan kegiatan psikis; merupakan aspek sosiologi,

Page 11: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

karena praktek ilmiah merupakan kegiatan sosial; objek ilmu sejarah, karena praktek ilmiah

merupakan kegiatan historis.

Dalam ilmu kemanusiaan, manusia dari dalam terlibat dalam aktivitas-aktivitasnya

sendiri. Hal itu merupakan sumber informasi tentang motivasi intern manusia. Namun hal itu

sekaligus membuat menipu kita, kecuali kalau ia kritis.

d. Ilmu Sejarah

Ciri ilmu sejarah dibandingkan dengan ilmu empiris lainnya yaitu sifat objek

materialnya, yaitu data-data peninggalan masa lampau baik berupa kesaksian, alat-alat,

makam, rumah, tulisan, karya seni. Semuanya itu mirip dengan objek material ilmu

kealaman, karena sama-sama sebagai benda mati. Namun objek ilmu sejarah tidak dapat

dikenai eksperimen karena menyangkut masa lampau dan tidak dapat dibalikkan lagi. Sering

peninggalan sejarah tertelan oleh masa, terlindung dan merupakan saksi bisu, bahkan sering

hilang. Karena sering banyak hal yang mempengaruhi kemurnian objek manusiawi berkaitan

dengan sikap menilai dari subjek penelitian, maka objektivitas ilmu sejarah sebagai ilmu

kemanusiaan menjadi problem dalam menentukan patokan objektivitas.

2. Taraf-Taraf Kepastian Subjektivitas dan Objektivitas Ilmu

a. Evidensi

Evidensi objek pengetahuan berkenaan dengan taraf kepastian kepastian

pengetahuan yang dapat dicapai subjek dalam ilmu-ilmu terjadi berdasarkan evidensi

objek yang dikenal. Evidensi dan kepastian itu perlu dilihat dari sudut kesatuan asli

subjek dan objek dalam gejala pengetahuan manusia pada umumnya. Misal: dalam

filsafat, evidensi objek bersangkutan dialami subjek dengan cara mendalam. Dengan

demikian mutu kepastian adalah meyakinkan dan paling tinggi, paling bebas, sekaligus

paling pribadi.

a.1. Dalam ilmu-ilmu empiris

Semua ilmu empiris, termasuk ilmu-ilmu kemanusiaan mengejar kepastian. Namun

taraf kepastian konkret dalam ilmu-ilmu empiris bersifat bebas. Artinya tidak pernah ada

paksaan pada akal agar sesuatu disetujui. Dengan kata lain evidensi dalam ilmu-ilmu empiris

selalu bersifat nisbi, sehingga perlu disetujui berdasarkan pilihan bebas tanpa paksaan.

Makin dekat bidang ilmu tertentu pada pengalaman manusia seutuhnya, maka makin

besar kesatuan subjek-objek, sehingga makin kurang pula peran subjek dalam kesatuan itu.

Page 12: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

Jadi evidensi dan kepastian diwarnai subjektivitas yang membangun. Misal: dalam filsafat

dan humaniora.

Makin jauh bidang ilmu tertentu dari pengalaman manusia seutuhnya, maka makin

kurang kesatuan subjek objek, sehinga makin kurang pula peran subjek dalam kesatuan itu.

Jadi evidensi dan kepastian lebih diwarnai oleh objektivitas (di luar pengalaman subjektif).

Misal: dalam ilmu alam.

a.2. Dalam ilmu-ilmu pasti

Dalam context of discovery sebagaimana ilmu yang lain memang ilmu pastipun masih

dalam taraf coba-coba. Sedangkan dalam context of justification, maka tidak ada hipotesa

lagi, melainkan ungkapan-ungkapan yang bersifat aksiomatis dan dalil-dalil. Ia berlaku tanpa

terikat ruang dan waktu. Memang ilmu-ilmu pasti tidak bersifat empiris, sehingga sifat

evidensinya bersifat mutlak. Sekali seorang ilmuwan memilih sistem tertentu maka ia sudah

tidak bebas lagi untuk meragukan atau menolak hasil sistem ilmu yang bersangkutan

(Verhak, 1989: 116) dalam (Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2007: 52).

Ilmu alam agak jauh dari pengalaman konkrit, sebab sifatnya eksak. Tidak saja

keeksakan dalam konsep-konsepnya. Konsep dalam ilmu alam jauh dari pengalaman yang

terbuka (bersifat eksklusif). Isi konsep dan isi observasi berkaitan secara univok. Konsep-

konsep yang dipakai dalam ilmu alam agak jauh dari data-data dri pengalaman yangterbuka

bagi setiap orang, sehingga ilmu alam sukar untuk dimengerti bagi orang yang bukan ahli.

Lagi pula ilmu alam dalam dalam menyelididki realitas jasmani terus-menerus memperluas

sarana observasinya, sehingga peran indera berkurang. Contoh: melihat data cukup dengan

membaca petunjuk grafik, jarum.

b. Objektivitas.

Ilmu dikatakan objektif karena ilmu mendekati fakta-faktanya secara metodis, artinya

menurut cara penelitian yang dikembangkan oleh subjek yang mengenal. Misal: ilmu alam

berhasil menyalurkan pengaruh subjektif, sehingga terbentuk ilmu yang benar-benar

intersubjektif. Kesulitan khusus bagi ilmu-ilmu manusia yaitu bahwa ilmu-ilmu itu dalam

praktek tidak dapat melakukan eksperimen secara netral. Misal: tidak bisa menguji coba

terlebih dahulu pelbagai bentuk sosial. Walaupun pengalaman eksperimental dalam ilmu-

ilmu manusia diperlukan, maka hal yang memungkinkan yaitu arah menuju kemanusiaan

yang lebih baik serta utuh (Van Peursen, 1986: 64) dalam (Tim dosen filsafat ilmu Fakultas

Page 13: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

Filsafat UGM, 2007: 52). Objektivitas ilmu alam adalah objektivitas yang

menyangkut apa yang diberikan sebagai objek. Ojek tidak mesti berupa suatu benda, tetapi

objek itu merupakan sesuatu yang tampak bagi indera manusia (panca indera). Ilmu alam

maupun ilmu sosial adalah non-refleksif sejauh tidak mampu menjawab pertanyaan-

pertanyaan mengenai kodratnya sendiri sebagai ilmu dengan mempergunakan sarana-sarana

teoritis dan eksperimentalnya.

C. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Cabang Filsafat lain

Filsafat ilmu bersinggungan dengan bagian-bagian filsafat sistematik lainnya, seperti

ontologi (ciri-ciri susunan kenyataan), filsafat pengetahuan (hakekat serta otensitas

pengetahuan), logika (penyimpulan yang benar), metodologi (konsep metode), dan filsafat

kesusilaan (nilai-nilai serta tanggungjawab).

Pertama, Ontologi adalah cabang filsafat yang mempersoalkan masalah “ada” dan

meliputi persoalan sebagai berikut: apakah artinya “ada”, apakah golongan-golongan dari hal

yang ada?, apakah sifat dasar kenyataan dan ada yang terakhir?, apa cara-cara yang berbeda

dalam mana entitas dari kategori logis yang berlainan (objek fisik, pengertian universal,

abstraksi dalam bilangan) dapat dikatakan ada?

Filsafat ilmu berkaitan dengan ontologi karena filsafat ilmu dalam telaahnya terhadap

ilmu akan menyelidiki landasan ontologis dari suatu ilmu. Landasan ontologis ilmu dapat

dicari dengan menanyakan apa asumsi ilmu terhadap objek materi maupun objek formal?,

apakah objek bersifat phisik ataukah bersifat kejiwaan?

Kedua, Epistemologi adalah teori tentang pengetahuan. Dalam epistemologi yang

dibahas adalah objek pengetahuan, sumber dan alat untuk memperoleh pengetahuan,

kesadaran dan metode, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan. Epistemologi

berkaitan dengan pemilahan dan kesesuaian antara realisme atas pengetahuan: tentang

proposisi, konsep-konsep, kepercayaan, dan sebagainya., dan realisme tentang objek, secara

terpilih disusun dalam term “objek real”, fenomena, pengalaman, data indera, dan lainnya.

Epistemologi berusaha untuk memaparkan dan menjawab problem-problem yang muncul

dalam area tertentu, misal: positivisme logis. Semua epistemologi meletakkan beberapa

oposisi sebagai penyusun teori pengetahuan, tujuannya yaitu meletakkan yang

memungkinkan bagi suatu pengetahuan. Misal: teori-fakta, manusia-dunia, transendental

subjektif-transendental objektif. Epistemologi meliputi konsepsi yang spesifik tentang

“subjek”, “objek” dan hubungan keduanya, dan itu dievaluasi dan menderivasikan keterangan

Page 14: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

untuk mengevaluasi pengetahuan dari “pengetahuan” tentang hubungan. Spesifikasi

epistemologis tentang kriteria validitas semua pengetahuan harus memperkirakan validitas

pengetahuan yang mendahuluinya, yang darinya spesifikasinya diderivasi.

Ketiga, Logika adalah cabang filsafat yang persoalannya begitu luas dan rumit,

namun ia berkisar pada persoalan penyimpulan, khususnya berkenaan dengan prinsip-prinsip

dan aturan-aturan yang absah. Penyimpulan yaitu proses penalaran guna mendapat pengertian

baru dari satu atau lebih proposisi yang diterima sebagai benar, dan kebenaran dari

kesimpulan itu diyakini terkandung dalam kebenaran proposisi yang belakangan. Tatanan

logis adalah merupakan syarat mutlak bagi suatu ilmu. Pernyataan-pernyataan dan

kesimpulan-kesimpulan mengenai esensi-esensi dan sebab-sebab dari objek dalam bidang

pengetahuan tertentu tidak bisa dihitung secara sewenang-wenang, tetapi harus ditata dan

diklasifikasi sesuai dengan prinsip tertentu dan mengikuti metode tertentu. Penyelidikan

mengenai “cara-cara memperoleh pengetahuan ilmiah” bersangkutan dengan susunan logik

dan metode logik, urutan serta hubungan antara pelbagai langkah dalam penyelidikan

ilmiah.dan bersangkutan pula dengan, susunan logik serta metodologik, urutan serta

hubungan antara unsur-unsur serta struktur-struktur yang berlaku dalam pemikiran ilmiah.

Namun persoalan-persoalan logika yang penting dalam kaitannya dengan ilmu yaitu:

apakah ciri-ciri suatu sistem aksiomatik, bagaimana kita dapat memastikan bahwa suatu

aksioma sesungguhnya bukan suatu dalil yang dapat diturunkan dari aksioma yang lain?,

apakah sekumpulan aksioma tertentu akan menghasilkan semua yang dapat dikatakan dalam

bidangnya?. Bagaimanakah kita dapat mengetahui bahwa kesimpulan aksioma tersebut tidak

akan pernah menghasilkan sesuatu yang salah? (The Liang Gie: 1977: 186) dalam (Filsafat

Ilmu, 2007: 54).

Keempat, Metodologi yaitu berkaitan dengan suatu konsep metode, ia

mempersoalkan: apakah arti suatu metode, apakah sifat dasar metode, apakah ada metode

yang khas bagi ilmu?, apakah ada kaitan antara tujuan suatu penyelidikan dengan metode

yang hrus dipakai?. Disinyalir dalam ilmu-ilmu terdapat derajat kebebasan yang tinggi antara

tujuan dan metode.

Filsafat ilmu mempersoalkan masalah metodologik, yaitu mengenai azas-azas serta

alasan apakah yang menyebabkan ilmu dapat memperoleh predikat “pengetahuan ilmiah”.

Filsafat akan mencari prinsip metodis suatu ilmu, sebab prinsip metodis merupakan titik tolak

penyelidikan suatu ilmu. Fungsi metodologi yaitu menguji metode yang dipergunakan untuk

menghasilkan pengetahuan yang valid. Metodologi meletakan prosedur yang dipergunakan

Page 15: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

untuk menguji proposisi. Prosudur ini dijastifikasi maknanya dengan argumen filosofis.

Adalah jelas metodologi-metodologi mengklaim untuk menentukan prosudur yang benar bagi

ilmu, harus memperkirakan bentuk pengetahuan yang didalamnya beberapa pengertian

superior dihasilkan dalam ilmu. Ilmu diperkirakan valid hanya bila hasilnya sesuai dengan

prosedur: yang diperkirakan tidak dapat disahkan oleh ilmu. Metodologi meletakkan aturan

bagi prosedur praktek ilmu, penderivasian makna pengetahuan dibuktikan oleh filsafat.

Metodologi adalah produk filsafat dan ilmu-ilmu adalah realisasi dari metodologi (Barry

Hindes, 1977: 5) dalam (Filsafat Ilmu, 2007: 55).

Perkiraan metodologis mungkin diderivasi dari epistemologi, yakni suatu konsepsi

bentuk pengetahuan yang memungkinkan dicapainya pengetahuan yang valid (dari ontologi

tentang apa yang eksis). Karakter pengetahuan sangat berhubungan dengan apa yang menjadi

sifat esensial dari objek penyelidikan.

Kelima, Etika, yaitu cabang filsafat yang mempersoalkan baik dan buruk. Dalam

kaitannya dengan ilmu yaitu berkaitan dengan tujuan ilmu, tanggungjawab ilmu terhadap

masyarakat.

Hubungan filsafat ilmu dengan etika dapat mengarahkan ilmu agar tidak

mencelakakan manusia, melainkan membimbing ilmu agar dapat menjadi sarana

mensejahterakan manusia. Ilmu bertendensi untuk membuka tabir/kedok dari kemutlakan-

kemutlakan alam yang oleh sejarah diangkat menjadi kemutlakan budaya. Tujuan ilmu yang

memperoleh pengertian lebih mendalam tentang motif-motif tingkah laku manusia yang

diliputi kegelapan supaya manusia menjadi lebih utuh, dewasa, dan bebas (Van Melsen,

1985: 123-4) dalam (Filsafat Ilmu, 2007: 55).

D. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu-Ilmu.

Perkembangan ilmu yang makin cepat ini juga dialami oleh banyak ilmu serta

pengaruhnya yang semakin besar terhadap kehidupan masyarakat. Untuk itu sudah saatnya

kita memberi perhatian yang besar terhadap filsafat ilmu, sehingga kita dapat mengatasai

keterkungkungan spesialisasi ilmu.

1. Perbedaan Filsafat dan Ilmu

Filsafat dan ilmu mempunyai banyak persamaan. Kedua bidang tersebut tumbuh dari

sikap refleksif, sikap bertanya, dan dilandasi oleh kecintaan yang tidak memihak terhadap

kebenaran. Hanya saja kalau filsafat dengan metodenya mampu mempertanyakan keabsahan

Page 16: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

dan kebenaran ilmu, sedang ilmu dengan metodenya tidak mampu mempertanyakan asumsi

limu, metode ilmu, kebenaran ilmu, dan keabsahan ilmu. Ilmu tertentu menyelidiki bidang-

bidang yang terbatas, sedang filsafat lebih bersifat inklusif dan bukan eksklusif, ia berusaha

untuk memasukkan dalam pengetahuannya apa yang bersifat umum untuk segala bidang dan

untuk pengalaman manusia pada umumnya. Dengan begitu filsafat berusaha mendapatkan

pandangan yang lebih komperhensif tentang benda-benda (Titus dkk, 1984: 283) dalam

(Filsafat Ilmu, 2007: 56).

Ilmu dalam pendekatannya lebih analitik dan diskriptif: ia berusaha untuk

menganalisa scara keseluruhan pada unsur-unsur yang menjadi bagian-bagiannya, serta

menganalisa organisme kepada anggota-anggotanya. Filsafat lebih sintetik atau sinoptik:

menghadapi sifat dan kualitas alam dan kehidupan sebagai keseluruhan. Filsafat berusaha

menggabungkan benda-benda dalam sintesa yang interpretatif dan menemukan arti benda-

benda. Jika ilmu condong untuk menghilangkan faktor-faktor pribadi dan menganggap sepi

nilai-nilai demi menghasilkan objektivitas, maka filsafat mementingkan personalitas, nilai-

nilai dan bidang pengalaman (Titus dkk, 1984: 283) dalam (Filsafat Ilmu, 2007: 56).

2. Spesialisasi Ilmu

Dewasa ini setiap pengetahuan terpisah satu dari yang lainnya. Ilmu terpisah dari

moral, moral terpisah dari seni, dan seni terpisah dari ilmu. Kita tidak lagi memiliki

pengetahuan yang utuh, melainkan terpotong-potong. Spesialisasi pendidikan, pekerjaan, dan

kemajuan diberbagai bidang pengetahuan menyebabkan jurang pemisahsemakin lebar. Ilmu

semakin diperluas juga diperdalam oleh para ilmuannya, dengan demikian timbul suatu

subdisiplin yang akhirnya dapat menjadi disiplin yang berdiri sendiri.

3. Kerja Sama Filsafat dengan Ilmu

Dalam beberapa abad terakhir filsafat telah mengembangkan kerjasama yang erat dengan

ilmu. Filsafat dan ilmu kedua-duanya memakai metode pemikiran refleksif dalam usaha

menghadapi fakta-fakta dunia dan kehidupan. Keduanya menunjukkan sikap yang kritik,

dengan pikiran terbuka dan kemauan yang tidak memihak untuk mengetahui kebenaran,

mereka berkepentingan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. (Titus dkk, 1984:283) )

dalam (Filsafat Ilmu, 2007: 61).

Page 17: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Berpikir filsafat berarti berpikir untuk menemukan kebenaran secara tuntas. Analisis

filsafat tentang hakekat ilmu harus ditekankan kepada upaya keilmuan dalam mencari

kebenaran, yang selanjutnya terkait secara erat dengan aspek-aspek moral, seperti kejujuran.

Analisis filsafat ilmu tidak boleh berhenti pada upaya untuk meningkatkan penalaran

keilmuan melainkan sekaligus harus mencakup pendewasaan moral keilmuan (Yuyun, 1981:

43) dalam (Filsafat Ilmu, 2007: 61).

Filsafat ilmu mempunyai wilayah lebih luas dan perhatian lebih transendent daripada

ilmu-ilmu. Maka dari itu filsafat pun mempunyai wilayah lebih luas daripada penyelidikan

tentang cara kerja ilmu-ilmu. Filsafat ilmu bertugas meneliti hakekat ilmu. Diantaranya

paham tentang kepastian, kebenaran, dan objektivitas (Verhak, 1989: 108) dalam (Filsafat

Ilmu, 2007: 61).

Filsafat ilmu harus merupakan pengetahuan tentang ilmu yang didekati secara filsafat

dengan tujuan untuk lebih memfungsionalkan wujud keilmuan baik secara moral, intelektual,

maupun sosial. Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan mengenai ilmu itu

sendiri beserta segenap perangkatnya melainkan sekaligus kaitan ilmu dengan berbagai aspek

kehidupan, seperti pendidikan, kebudayaan, moral, sosial dan politik. Demikian juga

pembahasan yang bersifat analitis dari tiap-tiap unsur bahasan harus diletakkan dalam

kerangka berpikir secara keseluruhan (Yuyun, 1981: 39) dalam (Filsafat Ilmu, 2007: 61).

B. SARAN

Adapun saran saya dari makalah ini adalah, Semoga dengan adanya makalah yang

kami buat ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pendengar. Agar kita semua bisa lebih

memahami apa itu filsafat ilmu.

Page 18: MAKALAH FILSAFAT UMUM NEW.docx

DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat Universitas Gaja Mada (UGM), 2010.