makalah filsafat i

24
MAKALAH FILSAFAT ILMU FILSAFAT SEBAGAI PENGANTAR UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN Dosen Pengampu: Prof. Dr. Wuryadi, MS. Disusun oleh: Wulandari Saputri 13708251001 Emilia Dwi Oktavia 13708251017 Bekti Nurhamida 13708251018 Ana Silfiani Rahmawati 13708251019 Sih Kusumaningrum 13708251021 Fitriani 137082510 PRODI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 BAB I

Upload: febri-jauhari

Post on 26-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Filsafat I

MAKALAH FILSAFAT ILMU

FILSAFAT SEBAGAI PENGANTAR UNTUK MENEMUKAN KEBENARAN

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Wuryadi, MS.

Disusun oleh:Wulandari Saputri 13708251001Emilia Dwi Oktavia 13708251017Bekti Nurhamida 13708251018

Ana Silfiani Rahmawati 13708251019Sih Kusumaningrum 13708251021

Fitriani 137082510

PRODI PENDIDIKAN SAINSPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2013

BAB IPENDAHULUAN

Filsafat muncul bersamaan dengan kemunculan manusia dalam sejarah kehidupan. Manusia dapat berfilsafat, sedangkan

Page 2: Makalah Filsafat I

hewan tidak dapat berfilsafat. Hal ini dikarenakan manusia mempunyai akal budi sehingga mampu berpikir dan mengajukan pertanyaan atas segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Setelah bertanya, manusia melakukan refleksi. Dalam peristiwa yang terjadi disekelilingnya seakan-akan manusia melihat cerminan dirinya sendiri. Ketika memandang bunga-bunga berguguran, ia seakan-akan melihat perjalanan hidupnya sendiri sebagai manusia. Seperti halnya bunga yang mekar, layu dan berguguran ditiup angin, demikian pula manusia memandang nasibnya sendiri sebagai manusia yang lahir, menjadi dewasa, menjadi tua dan kemudian mati. Setiap kejadian atau pengalaman yang dialami manusia memungkinkannya untuk berfilsafat.

Pada awalnya, filsafat disebutkan sebagai induk dari ilmu pengetahuan. Semua ilmu-ilmu menyatu pada filsafat. Namun seiring perkembangan zaman yang semakin maju, filsafat dianggap kurang penting bahkan terkesan diabaikan. Orang-orang lebih menyukai ilmu, karena dianggap lebih praktis. Filsafat dianggap tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis sehari-hari. Padahal filsafat pada konteksnya berusaha menjawab semua pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu. Peran filsafat sebetulnya sangatlah besar. Filsafat memungkinkan orang berpikir secara komprehensif, memperluas pandangan melampaui disiplin ilmu tertentu. Filsafat berusaha mencari makna akan hal-hal yang ada dalam diri manusia dan sekitarnya. Maka dari itu diharapkan setelah mempelajari filsafat lebih dalam tentang definisi; pemikiran filsafati; produk; hubungan filsafat, ilmu, alam, kehidupan; makna, kebenaran, dan cara memperoleh kebenaran, diharapkan bisa membuka pandangan kita yang mungkin masih sempit terhadap ilmu filsafat.

Page 3: Makalah Filsafat I

BAB IIPEMBAHASAN

A. FILSAFAT, PEMIKIRAN FILSAFAT, DAN PRODUK PEMIKIRAN FILSAFAT

Istilah filsafat yang merupakan terjemahan dari philosophy

(bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani, philein yang

berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Filsafat

berarti cinta kebijaksanaan. Cinta berarti hasrat yang besar

atau berkobar-kobar atau yang sesungguhnya. Kebijaksanaan

artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya.

Page 4: Makalah Filsafat I

Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh akan

kebenaran sejati.

Berdasarkan arti tersebut, para ahli berusaha merumuskan

definisi filsafat secara ringkas dan beragam. Ada yang

menyatakan bahwa filsafat merupakan suatu usaha untuk

berpikir secara radikal dan menyeluruh atau suatu cara berpikir

dengan mengupas sesuatu sedalam-dalamnya (Hamdani, 2011:

20).

Kalangan filusuf menjelaskan tentang tiga hal yang

mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu kekaguman atau

keheranan, keraguan atau kegengsian dan kesadaran atau

keterbatasan. Rasa heran dan meragukan yang dirasakan oleh

pancaindra manusia mendorong manusia untuk berpikir lebih

mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian

dan kebenaran yang hakiki.

Pada dasarnya berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan

terlepas dari kehidupan sehari-hari. Hal ini karena segala

sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat dipikirkan

bisa menjadi objek filsafat apabila selalu dipertanyakan,

dipikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran. Para ahli

membagi objek filsafat menjadi objek materiil dan objek formal.

Objek materiil adalah segala sesuatu yang ada, meliputi ada

dalam kenyataan, pikiran dan dalam kemungkinan, sedangkan

objek formal menggambarkan cara dan sifat berpikir terhadap

objek materiil tersebut karena ingin mengetahui hakikat dari

segala sesuatu yang ada itu.

Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita

tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah

Page 5: Makalah Filsafat I

hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam

kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga

berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk

berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang

dicari telah dijangkau.

Seseorang yang berfilsafat memiliki karakteristik berpikir

filsafat, yaitu:

a. Sifat menyeluruh

Seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari

segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu

dalam hubungannya dengan pengetahuan lainnya. Dia ingin

tahu kaitan ilmu dengan moral, ilmu dengan agama. Dia

ingin yakin apakah ilmu membawa kebahagiaan bagi

dirinya. Hal ini akan membuat ilmuan menjadi rendah hati

dan tidak merasa paling hebat.

b. Sifat mendasar

Sifat yang tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu benar.

Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian

berdasarkan kriteria itu dilakukan? Apakah kriteria sendiri

itu benar? Lalu benar sendiri itu apa? Pertanyaan-

pertanyaan tersebut seperti sebuah lingkaran yang harus

dimulai dengan menentukan sebuah titik awal yang benar.

c. Sifat spekulatif

Dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik

awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya

dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis

maupun pembuktiannya (Hamdani, 2011: 63). Semua

Page 6: Makalah Filsafat I

pengetahuan yang sekarang ada dimulai dengan spekulasi.

Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah

pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal

dari penjelajahan pengetahuan. Tanpa menetapklan kriteria

tentang apa yang disebut benar maka tidak mungkin

pengetahuan lain berkembang di atas dasar kebenaran.

Tanpa menetapkan apa yang disebut baik atau buruk maka

kita tidak mungkin berbicara tentang moral. Demikian juga

tanpa wawasan apa yang disebut indah atau jelek tidak

mungkin kita berbicara tentang kesenian (Jujun S.

Suriasumantri, 1985:22).

Seseorang yang berpikir filsafat sebenarnya tengah

berupaya untuk mencari jawaban yang timbul karena

kekaguman, keraguan atau keterbatasan dari dalam dirinya

secara mendalam sampai hal tersebut terjawab sesuai dengan

kepuasan yang diinginkan. Jawaban-jawaban tersebut akan

menjadi pengetahuan bagi dirinya. Pengetahuan tersebut

nantinya akan berkembang menjadi sebuah ilmu, di mana ilmu

itu sendiri merupakan produk pemikiran filsafati. Namun,

apakah pengetahuan yang telah diperoleh tersebut benar?

Bagaimana caranya untuk mendapatkan pengetahuan yang

benar?

Pengetahuan yang benar pada dasarnya dapat diperoleh

dengan dua cara pokok. Cara pertama adalah mendasarkan diri

pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri pada

pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang

disebut rasionalisme. Sedangkan kaum empiris

mengembangkan paham yang disebut empirisme.

Page 7: Makalah Filsafat I

Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam

menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam

penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya

jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah

ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri sudah ada jauh

sebelum manusia berusaha memikirkannya. Fungsi pikiran

manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu

menjadi pengetahuannya. Namun, premis yang dipakai

tersebut semuanya bersumber pada penalaran rasional yang

bersifat abstrak dan terbebas dari pengalaman maka evaluasi

tentang kebenaran premisnya tidak dapat dilakukan.

Pengetahuan yang diperoleh dengan hanya mengandalkan

rasio dapat menjadi bermacam-macam tanpa adanya suatu

konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini

maka pemikiran rasional cenderung bersifat solipsistik (hanya

benar dalam kerangka pikiran tertentu yang berada dalam

benak orang yang berpikir tersebut) dan subjektif.

Berlainan dengan kaum rasionalis, kaum empiris

berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan

didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak namun

lewat pengalaman yang konkret. Gejala-gejala alamiah

menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkret dan

dapat dinyatakan lewat tangkapan pancaindera manusia.

Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan

secara empiris ini adalah bahwa pengetahuan yang

dikumpulkan itu cenderung menjadi suatu kumpulan fakta-

fakta. Fakta tersebut belum tentu bersifat konsisten dan

mungkin saja terdapat hal-hal yang besifat kontradiktif.

Page 8: Makalah Filsafat I

Masalah yang kedua adalah mengenai hakikat pengalaman

yang merupakan cara dalam menemukan pengetahuan dan

pancaindera sebagai alat penangkapnya. Kaum empiris

ternyata tidak bisa memberikan jawaban yang meyakinkan

mengenai hakikat pengalaman itu sendiri. Sedangakan

mengenai pancaindera, pancaindera manusia sangat terbatas

kemampuannya dan bisa juga melakukan kesalahan.

Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat

cara lain untuk mendapatkan pengetahuan, yaitu intuisi dan

wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa

melalui proses penalaran tertentu (rasio ataupun empiris).

Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu

masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan

tersebut, tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku tiba-

tiba saja dia sudah sampai di situ. Jawaban atas permasalahan

yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan

kebenaran yang membukakan pintu. Intuisi ini bisa juga

bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya

jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak pada waktu

orang tersebut secara sadar menggelutinya. Intuisi bersifat

personal dan tidak bisa diramalkan.

Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan Tuhan

kepada manusia melalui nabi-nabi yang diutusNya.

Pengetahuan ini didasarkan kepercayaan akan hal-hal yang

ghaib (supernatural). Kepercayaan kepada Tuhan yang

merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi

sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai

cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan

Page 9: Makalah Filsafat I

pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik tolak dalam

agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk diterima.

B. FILSAFAT DAN ILMU, ILMU DAN KEHIDUPAN, KEHIDUPAN

DAN ALAM

Selanjutnya, untuk mempelajari filsafat lebih mendalam

maka perlu untuk menghubungkannya dengan ilmu, alam, dan

kehidupan. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat sistematis

dan memiliki objek kajian yang jelas sesuai dengan bidangnya.

Adapun suatu ilmu memiliki ciri-ciri tertentu, diantaranya:

1. Empiris : berdasarkan pengamatan dan percobaan.

2. Sistematis : tersusun secara logis serta mempunyai

hubungan saling bergantung dan teratur.

3. Objektif : terbebas dari persangkaan dan kesukaan pribadi.

4. Analitis : menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian

yang terinci.

5. Verifikatif : dapat diperiksa kebenarannya

Antara filsafat dan ilmu terdapat beberapa persamaan

yakni keduanya sama-sama menggunakan cara berfikir reflektif

terhadap fakta-fakta yang ada untuk kemudian dipahami dan

juga mengajak kita berpikir terbuka terhadap semua aspek

yang perlu untuk memperoleh kebenaran. Adapun

perbedaannya terletak pada batasan kajiannya, dimana ilmu

mengkaji bidang yang terbatas, sedangkan filsafat berupaya

mengkaji pengalaman secara menyeluruh dan mencakup hal-

hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia.

Dari gambaran di atas dapat ditarik sebuah hubungan

filsafat dan ilmu, yakni terdapat hubungan timbal balik antara

Page 10: Makalah Filsafat I

keduanya. Filsafat mencoba menjawab semua hal yang tidak

bisa dijawab oleh ilmu dan ilmu adalah hasil perluasan dari

filsafat yang lebih spesifik mengkaji hal-hal yang ada di alam.

Hubungan filsafat dan ilmu juga dapat diibaratkan sebagai

marinir dan pasukan infantri. Filsafat sebagai marinir yang

bertugas merebut suatu pantai untuk pendaratan pasukan

infantri sebagai pengetahuan yang diantaranya adalahh ilmu.

Filsafat yang memenangkan tempat berpijak, setelah itu

ilmulah yang membelah gunung, merambah hutan,

menyempurnakan kemenangan sebagai pengetahuan yang

dapat diandalkan. Setelah penyerahan kekuasaan, pergilah

filsafat kembali ke lautan lepas, berspekulasi dan meneratas

(Sumantri, 2003: 22-24).

Ilmu dan Kehidupan

Ilmu mempunyai peranan yang sangat penting dalam

kehidupan khususnya kehidupan manusia sebagai mahluk

ciptaan-nya. Maka, beruntunglah kita sebagai manusia karena

tuhan telah menganugerahkan akal dan pikiran sehingga

dengan keduanya kita bisa mempelajari ilmu. Hal demikian

itulah yang tidak dimiliki mahluk ciptaan tuhan lainnya, seperti

hewan dan tumbuhan.

Dengan ilmu, kehidupan menjadi semakin mudah.

Sebagaimana kita ketahui pada awalnya manusia pada zaman

dahulu mendapatkan makanan dari alam dengan cara

memetik, memanjat, dan menangkap sesuatu tanpa

menggunakan alat. Sudah barang tentu hal tersebut sulit

dilakukan dan membutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan

tak jarang mereka berpindah dari suatu tempat ke tempat yang

Page 11: Makalah Filsafat I

lain karena persediaan makanan di tempat tersebut habis.

Kemudian dengan akal dan pikiran yang dimilikinya, manusia

mulai memikirkan cara terbaik untuk tetap bertahan hidup

tanpa harus berpindah tempat. Dalam menghadapi kesulitan-

kesulitan itulah, manusia mengalami pengalaman-pengalaman

dan penemuan-penemuan yang kemudian menjadi kumpulan

pengetahuan. Pengetahuan bisa berupa wawasan, juga bisa

yang mendukung keterampilan teknik. Sehingga berubahlah

paradigma dari yang semula food gathering menjadi food

producing. Kehidupan yang semula nomaden menjadi menetap,

misalnya dengan cara bercocok tanam, dan membuat alat-alat

seperti tombak untuk menangkap hewan. Dari ilmu lahirlah

teknologi, begitulah kiranya alam memberkati kita.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu dan kehidupan

mempunyai hubungan timbal balik, dimana ilmu lahir dari

keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dan

kehidupan akan lebih mudah dengan adanya ilmu.

Kehidupan dan Alam

Alam adalah tempat kita berpijak, sumber dari segala

pemikiran. Dengan memandang semua gejala dan fenomena

yang ada di alam kita bisa belajar banyak hal, bahkan

memecahkan masalah-masalah serta memprediksi hal-hal yang

akan terjadi di masa depan. Dengan memandang alam pun

membuat kita berendah hati, bahwa tidak semuanya akan kita

ketahui di alam ini, di atas langit pun ada langit. Sebaliknya,

tanpa alam maka tidak akan ada yang namanya kehidupan.

Page 12: Makalah Filsafat I

Jadi, tugas kita lah sebagai khalifah di muka bumi ini untuk

memanfaatkan alam sebaik-baiknya.

Hubungan antara filsafat, ilmu, alam dan kehidupan

digambarkan pada diagram berikut ini:

Gambar 1. Hubungan Filsafat, Ilmu, Kehidupan, dan Alam

Alam adalah sumber gejala dan fenomena yang bisa

diamati dan dimaknai oleh manusia yang berfikir dengan penuh

rasa keingintahuan, keheranan, dan kekaguman akan suatu hal

yang ingin di cari tahu kebenarannya yang dalam hal ini

diartikan sebagai berfilsafat. Dari berfilsafat mengenai alam

itulah lahir pemikiran-pemikiran filsafati yang akan

berkembang menjadi ilmu yang akan berguna bagi kehidupan.

Sebaliknya, tanpa alam mustahil akan ada kehidupan, tanpa

kehidupanpun maka tidak akan ada filsafat yang akan

melahirkan ilmu-ilmu yang ada sekarang ini.

ALAM

KEHIDUPAN ALAM

FILSAFAT

Page 13: Makalah Filsafat I

C. PERMASALAHAN FILSAFAT: MAKNA, KEBENARAN DAN

CARA MEMPEROLEH KEBENARAN

Kemudian, masih berhubungan dengan filsafat, pencarian

akan kebenaran sebenarnya diawali dengan penemuan makna

atas diri sendiri dan makna kehadiran diri atas alam semesta.

Makna yang dimaksud disini adalah ketika kegiatan

memberikan arti pada sesuatu yang dilakukan. Ketika orang

mulai bertanya tentang hal-hal yang umum, dan kemudian

mulai mendapatkan jawaban yang bermakna dari kegiatan itu,

ia telah mencoba menemukan makna. Permasalahan filsafat

dimulai dengan bagaimana manusia mendapatkan sesuatu

yang bermakna dari tindakannya dalam rangka menafsirkan

dunia yang menghidupinya, tentang arti suatu simbol, dan

tentang bagaimana memberi arti pada diri.

Makna dan pemaknaan yang dilakukan manusia

merupakan bagian dari upaya dalam mencari kebenaran.

Beberapa cara ditempuh untuk memeperoleh kebenaran,

antara lain menggunakan rasio seperti para rasionalis, melalui

pengalaman, melalui intuisi atau melalui wahyu yang

disampaikan Tuhan melalui utusan-Nya. Cara-cara tersebut

sama halnya dengan cara memperoleh pengetahuan, sebab

melalui kebenaran manusia akan memperoleh pengetahuan.

Sehingga akan diperoleh pengetahuan yang benar.

Plato pernah bertanya: “Apakah kebenaran itu?, dan

Bradley pun pernah berkata tentang kebenaran jauh sebelum

Plato bahwa bebenaran itu adalah kenyataan, tetapi bukanlah

kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos

Page 14: Makalah Filsafat I

sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk

ketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran,

yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak,

dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan

(ketidakbenaran).

Sesuatu dikatakan benar jika memenuhi kriteria kebenaran.

Kriteria tersebut seringkali disebut sebagai teori kebenaran,

diantaranya:

1. Teori koherensi/konsistensi memandang bahwa kebenaran

adalah keseuaian antara suatu pernyataan dengan

pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu

diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu

pernyataan benar jika pernyataan itu berhubungan

(koheren) dengan pernyataan-pernyataan lain yang benar

atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten

dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap

benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap benar

apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-

putusan lainnya yang terdahulu yang sudah

diketahui,diterima dan diakui benarnya. Landasan koherensi

inilah yang dipakai sebagai dasar kegiatan keilmuan untuk

menyusun pengetahuan yang bersifat sistematis dan

konsisten.

2. Teori korespondensi memandang bahwa kebenaran adalah

kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan

kenyataan sesuatu itu sendiri. Misalnya bila kita

menyatakan “gula itu rasanya manis”, maka pernyataan itu

adalah benar sekiranya dalam kenyataannya bahwa gula itu

Page 15: Makalah Filsafat I

rasanya memang manis. Sebaliknya jika pernyataan tidak

sesuai dengan materi pernyataan yang dikandungnya, maka

pernyataan itu salah, misalnya ada pernyataan yang

menyatakan “gula itu rasanya asin”. Dapat disimpulkan

bahwa sifat salah atau benar dalam teori korespondensi

disimpulkan dalam proses pengujian (verifikasi) untuk

menentukan sesuai atau tidaknya suatu kenyataan dengan

kenyataan sebenarnya.

3. Teori pragmatis menjelaskan kebenaran diukur dengan

kriteria apakah pernyataan atau konsekuensi tersebut

bersifat fungsional dalam kehidupan praktis, dengan kata

lain suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu

mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

Kebenaran yang diperoleh menurut teori-teori kebenaran

tersebut adalah kebenaran yang sifatnya relatif (nisbi),

sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan.

Kebenaran absolut atau kebenaran mutlak berasal dari

Tuhan yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu.

Alam dan kehidupan merupakan sumber kebenaran yang

tersirat dari Tuhan untuk dipelajari dan diobservasi guna

kebaikan umat manusia. Penemuan kebenaran dapat diperoleh

baik dengan cara ilmiah maupun nonilmiah. Hartono Kasmadi

mengungkapkan bahwa penemuan kebenaran dapat diperoleh

dengan cara berikut:

1. Penemuan secara kebetulan, yaitu penemuan

berlangsung tanpa disengaja.

Page 16: Makalah Filsafat I

2. Penemuan coba dan ralat (trial and error). Terjadi tanpa

adanya kepastian akan berhasil atau tidaknya

kebenaran yang dicari.

3. Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan, misalnya

orang-orang yang mempunyai kedudukan dan

kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran

meskipun pendapatnya tidak didasarkan pada

pembuktian ilmiah.

4. Penemuan secara spekulatif dengan cara menduga-

duga.

5. Penemuan kebenaran melalui cara berpikir kritis dan

rasional. Cara berpikir yang ditempuh pada tingkat

permulaan dalam memecahkan masalah adalah dengan

berpikir analitis.

6. Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah, yaitu

cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah yang

dilakukan melalui penelitian. (Hamdani, 2011: 39)

Dalam konteks ilmu pengetahuan kebenaran yang dicari

berupa kebenaran ilmiah, sebab kebenaran ilmiah inilah yang

membangun ilmu pengetahuan. Kebenaran ilmiah yang ingin

diraih melalui upaya memberikan makna terhadap berbagai

realitas sosial, dilakukan melalui metodologi penelitian.

Metodologi penelitian sebagai salah satu aspek dari ilmu

pengetahuan, mengkaji berbagai aspek dan langkah-langkah

mencari kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Konseksuensinya

kualitas kebenaran yang dihasilkan akan tergantung pada

kualitas prosedur kerja yang ditempuh. Apabila semua kriteria

dan persyaratan prosedur kerja terpenuhi, maka akan dapat

Page 17: Makalah Filsafat I

diraih kebenaran dengan kualitas yang bisa

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

BAB III

KESIMPULAN

Page 18: Makalah Filsafat I

Keinginan manusia untuk memperoleh kebenaran yang

hakiki mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu hasrat yang

besar untuk menemukan kebenaran sejati. Berfilsafat dilakukan

dengan berpikir filsafati dengan ciri-ciri: mendasar, menyeluruh

dan spekulatif. Berpikir filsafat yang mengikuti alur thingking,

feeling, sensing atau believing akan melahirkan produk

pemikiran filsafat berupa ilmu. Ilmu sebenarnya merupakan

pengetahuan yang tersusun secara sistematis.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, filsafat akan

melahirkan ilmu sehingga filsafat dapat disebut sebagai induk

dari ilmu pengetahuan. Ilmu akan membuat kehidupan menjadi

lebih baik. Kehidupan (dalam hal ini manusia) akan

memanfaatkan alam sebagai sumber belajar karena alam

mendorong manusia untuk berfilsafat.

Dalam rangka belajar dari alam manusia ingin mengetahui

makna dari segala sesuatu yang ada di alam. Makna dan

pemaknaan yang dilakukan manusia merupakan bagian dari

upaya dalam mencari kebenaran. Kebenaran dapat diperoleh

melalui beberapa cara, diantaranya secara kebetulan;

penemuan coba dan ralat; penemuan melalui otoritas atau

kewibawaan; penemuan secara spekulatif; penemuan dengan

cara berpikir kritis dan rasional; dan penemuan kebenaran

melalui penelitian ilmiah. Penemuan kebenaran yang dilakukan

melalui penelitian ilmiah ini menghasilkan kebenaran ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Murfi. 2013. Hakekat Ilmu: “Mencari Alternatif Kebenaran Baru”. Diakses dari http://www.slideshare.net/AliMurfi/hakekat-ilmu-mencari-alternatif-kebenaran-baru?from_search=7 tanggal 23 September 2013.

Page 19: Makalah Filsafat I

Hamdani. 2011. Filsafat Sains. Bandung: Pustaka Setia.

Jujun S. Suriasumantri. 1985. Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Agape Press.

Laurentius Dyson P. 2012. Teori-teori Kebenaran: Korespondensi, Koherensi, Pragmatik, Struktural Paradigmatik, dan Performatik. Diakses dari http://prof-d-l-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-64129-Filsafat%20Ilmu-Teori%20kebenaran.html tanggal 23 September 2013 pukul 10:18.

Soetriono & SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV. Andi Offset.