bab 1 new.docx
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia. Diperkirakan
sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis
(MTB) . Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta
kematian akibat TB diseluruh dunia. Kebanyakan kasus TB terjadi di negara –
negara berkembang.1
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan
Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar
101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995,
menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu
terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.2,3
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan
merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi.
Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi mulai dari
infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut, yang disebabkan
penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam
aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih
padi.3,4
TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat
penyebaran kuman M. tuberkulosis dari komples primer yang biasanya terjadi
dalam waktu 2– 6 bulan pertama setelah infeksi awal. Tuberkulosis Milier adalah
suatu bentuk tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang
merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan
seperti biji ‘milet’ (sejenis gandum), berdiameter 1-2 mm.3,5
TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia
dibawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan
mekanisme lokal pertahanan parunya belum berkembang sempurna sehingga
1
kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. Akan tetapi,
TB milier dapat juga terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan
penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa
akibat reaktivasi kuman yang dorman. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB
pada anak seringkali tidak khas dan sulit didapatkan spesimen diagnostik yang
terpercaya. Sehingga diagnosis TB pada anak menggunakan scoring system yang
didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.5
Diagnosis TB Milier ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan radiologis. Mengacu kepada ketentuan WHO, pengobatan
TBC Milier pada prinsipnya sama dengan pengobatan TBC pada umumnya, yaitu
perpaduan dari beberapa jenis antituberkulosa baik yang bakteriostatik maupun
bakterisid. TBC Milier bersama dengan TBC dengan Meningitis, TBC Pleuritis
Eksudatif, TBC Parikarditis Konstriktif, direkomendasikan untuk mendapat
pengobatan dengan OAT kategori I ditambah dengan kortikosteroid.5,6
1.2. Batasan Penulisan
Referat ini membahas tentang patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
tuberkulosis terutama tuberkulosis milier
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
tuberkulosis terutama tuberkulosis milier.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui patogenesis terjadinya tuberkulosis milier.
2. Untuk mengetahui hal – hal yang dapat menegakkan diagnosis tuberkulosis
milier.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan tuberkulosis milier pada anak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman batang aerobik dan tahan asam
ini, merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme
MTB adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.
Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus
droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.1
Tuberkulosis (TB) miliaris/ milier atau disseminated TB adalah jenis
tuberkulosis yang bervariasi dari infeksi kronis, progresif lambat hingga penyakit
fulminan akut. Penyakit ini disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfogen
dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ
dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi.5,6
2.2 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan . MTB memiliki dinding yang
sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan .
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering
maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan bertahun - tahun dalam lemari es )
dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.2
Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru
3
lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.2
Gambar 2.1 Mikroskopik Mycrobacterium Tuberkulosis4
2.3 Cara Penularan
Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui udara yang tercemar
dengan bakteri MTB yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk. Bakteri ini
bila masuk dan terkumpul di dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru.2
Lingkungan hidup yang sangat padat dan dan pemukiman di wilayah
perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan
sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Penularan penyakit ini sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat
dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam ( BTA ).2
2.4 Patogenesis
Tuberkulosis dapat ditularkan melalui mukus membran atau lesi pada kulit
yang terkontamisasi kuman tuberkulosis, melalui plasenta, atau melalui inhalasi
cairan amnion yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui
droplet udara yang dihasilkan ketika seseorang dengan TB paru batuk, bersin,
berbicara atau bernyanyi. Partikel-partikel yang berukuran 1 – 5 μm ini dapat
berada lama di udara, menyebabkan dispersi melalui kamar atau gedung.3,46
4
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Infeksi terjadi ketika orang yang peka
menghirup droplet yang mengandung 1 – 3 kuman TB dan mencapai alveoli.
Distribusi droplet yang terinhalasi ini ditentukan oleh pola ventilasi dan volume
dari lobus paru yang beragam, tempat implantasi yang terjadi biasanya di zona
paru bagian tengah dan bawah. Infeksi pada paru tergantung virulensi kuman dan
kemampuan kuman menempel pada makrofag yang mencernanya. Kuman yang
lebih besar bersarang pada permukaan epitel saluran pernafasan bagian atas dan
percabangan trakeobronkial, digerakkan dengan gerakan mukosiliar, kemudian
akan ditelan tanpa menyebabkan penyakit di mukosa saluran nafas dan saluran
cerna.4,7
Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
nonspesifik. Ketika kuman masuk ke alveolus, kuman ini akan dicerna oleh
makrofag alveolus. Makrofag alveolus akan memfagosit banyak kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Kemudian monosit
atau makrofag yang berada dalam darah akan menuju lokasi dimanapun kuman
tersebut berada, dan mencerna kuman TB tetapi tidak dapat membunuhnya. Siklus
ini berlangsung terus menerus selama kuman dicerna oleh makrofag alveolus lain
dan monosit direkrut dari darah. Namun, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB, dikarenakan virulensi dari kuman ini
berbeda-beda. Jika kuman dengan virulensi yang tinggi dimakan oleh makrofag
yang agak lemah maka dapat terjadi multiplikasi intraseluler dan destruksi
makrofag alveolus.3,45
Kuman TB tumbuh lambat, membelah kurang lebih setiap 25 sampai 30
jam dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di
jaringan paru disebut fokus primer Ghon.5,6
Kuman TB akan menyebar melalui saluran limfe dari fokus primer menuju
ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
5
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).7
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4 – 8 minggu dengan rentang
waktu antara 2 – 12 minggu . Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh
hingga mencapai jumlah 103 – 104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler yang dapat dideteksi dengan reaksi tes kulit tuberkulin.
Meskipun kompleks primer kadang-kadang dapat terlihat pada rontgen foto
thoraks, kebanyakan infeksi tuberkulosis paru tidak nyata terlihat secara klinis dan
radiologis. Yang paling sering adalah hasil tes kulit tuberkulin yang positif yang
merupakan indikasi bahwa telah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis.6,7
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran tuberkulosis
terjadi jika jumlah kuman yang bersirkulasi besar dan respon pejamu tidak
adekuat. 4,6
Infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi pada saat terbentuknya
kompleks primer. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap tes kulit
tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks
primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, ketika sistem
imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah
6
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan. Imunitas spesifik biasanya cukup untuk membatasi multiplikasi
kuman lebih banyak lagi; pejamu menjadi asimptomatik; dan lesi menyembuh.3,7
Beberapa kuman dorman dan viabel untuk beberapa tahun, dan kondisi ini
yang disebut infeksi TB laten, individu dengan infeksi tuberkulosis laten tetapi
tidak aktif, tidak infeksius dan tidak dapat menularkan kuman tersebut.
Diperkirakan kurang lebih 10% dari individu yang mendapat infeksi tuberkulosis
dan tidak diberikan terapi preventif akan berkembang menjadi tuberkulosis aktif.
Infeksi TB laten dapat dideteksi hanya dengan tes kulit tuberkulin atau identifikasi
radiologi pada tempat infeksi primer paru terjadi atau pada kelenjar limfe. Kurang
lebih pada 5% dari individu yang terinfeksi, imunitas tidak cukup dan terdapat
manifestasi klinis dalam 1 tahun setelah infeksi; pada 5% dari populasi yang
terinfeksi lainnya, reaktivasi endogen dari infeksi laten terjadi jauh dari waktu
infeksi awal.2,5
Lima tahun pertama setelah infeksi (terutama satu tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi kompleks primer pada anak. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional.
Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran
limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5 – 3%
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini
biasanya terjadi 3 – 6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis limfonodi atau
endobronkial yang bermakna secara klinis biasanya muncul dalam waktu yang
lebih lama yaitu 3 – 9 bulan. Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,
bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi
akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa
muda. 4,5
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25 – 30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5 – 10% anak yang terinfeksi, dan
paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2 – 3 tahun kemudian. TB
ginjal biasanya terjadi 5 – 25 tahun setelah infeksi primer.2,5
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat
7
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut dan bronkus
dapat terganggu. Obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh pembesaran
perihiler, paratrakeal, dan/atau kelenjar limfe mediastinum dapat menyebabkan
ateletaksis atau pemerangkapan udara, dengan retensi sekresi jalan nafas bagian
distal, dan proses pneumoni terus terjadi sampai obstruksi teratasi. Perangkapan
udara dan wheezing lebih sering terjadi pada anak-anak, dimana diameter jalan
nafasnya lebih kecil daripada dewasa. Obstruksi parsial pada bronkus akibat
tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total
dapat menyebabkan ateletaksis. Fistula bronkoesofageal dapat terjadi jika
penyakit menyebar ke dinding esofagus yang terdekat. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental atau
kolaps-konsolidasi. Dengan proses tuberkulosis yang memanjang, termasuk
bronkiektasis lanjut, saluran nafas dapat rusak, dengan peningkatan tahanan jalan
nafas. Pertumbuhan alveolus dapat rusak, sehingga terjadi pengurangan ventilasi
dan perfusi dari jaringan paru yang terinfeksi.2,4,6
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB dari kelenjar limfe yang terinfeksi menyebar secara sporadik perlahan-
lahan sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan
mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah
organ yang mempunyai vaskularisasi baik dan bertekanan oksigen tinggi, seperti
otak, ginjal, tulang panjang yang sedang tumbuh, dan terutama apeks paru atau
lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya. Kuman ini dapat menyebabkan penyakit pada organ
tersebut segera setelah infeksi primer atau dorman pada makrofag yang akan
menyebabkan tuberkulosis beberapa dekade kemudian.5,8
Kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dalam koloni yang sempat
terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler. Fokus ini
umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk
menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai fokus Simon.
8
Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon
ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait,
misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain.4
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini muncul dalam waktu
2 – 6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah
dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu
dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.5
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Secara patologi anatomik, tuberkulosis
milier ditandai dengan nodul kuning keputih-putihan yang berdiameter 1 – 3 mm
dan terjadi difus diseluruh kedua paru yang secara histologik merupakan
granuloma. Tuberkulosis milier dihasilkan dari basil tuberkulosis yang berjalan
dari kelenjar limfe hiler melalui saluran thoraks dan sirkulasi vena ke parenkim
paru, dimana mereka menutup kapiler pulmonal dan menyebabkan nekrosis pada
dinding pembuluh darah. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang
menyerupai butir padi-padian.3,5,7
Penderita HIV, terutama mereka dengan sel CD4+ yang rendah, lebih
cepat menderita penyakit tuberkulosis setelah terinfeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis; hampir 50% penderita mengalami hal tersebut pada dua tahun
pertama setelah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Sebaliknya, individu yang
lebih dulu mendapat infeksi laten Mycobacterium tuberculosis yang tidak diobati
dan kemudian mendapat infeksi HIV akan berkembang menjadi tuberkulosis pada
kurang lebih 5 – 10% per tahun.8
2.5 Klasifikasi
Hingga saat ini belum ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli
radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang
9
keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Menurut American Thoracic Society dan
WHO 1964, diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan kuman MTB dalam
sputum ataujaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan biakan
sputum positif.2
Menurut WHO tahun 1991, kriteria pasien TB paru adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis paru.
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
MTB positif
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:3
a. Kasus baru
Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh
Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobatndengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila
BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif
atau perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan:
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan, dll)
10
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis.
c. Kasus defaulted atau drop out
Pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat
selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal pengobatan
Pasien dengan BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan.
e. Kasus khronik
Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
f. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan
dan telah mendapatkan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada
perubahan gambar radiologi.
Berdasarkan gambaran radiologi 6:
a. Lesi TB aktif dicurigai bila:
- Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas
paru dan segmen posterior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
b. Lesi TB inaktif dicurigai bila:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
11
- Schwarte atau penebalan pleura
World Health Organization,1991 membagi TBC dalam 4 kategori berdasarkan
terapi :1
a. Kategori I, ditujukan terhadap:
- Kasus baru dengan sputum positif
- Kasus baru dengan bentuk TB berat
b. Kategori II, ditujukan terhadap:
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
c. Kategori III ditujukan terhadap:
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. Kategori IV, ditujukan terhadap:
- Tuberkulosis Paru kronik
- Multi-Drugs Resistant TB
2.6 Diagnostik
2.6.1 Gejala Klinis
a. Demam
Biasanya subfebril seperti demam influenza. Tetapi kadang – kadang
panas badan dapat mencapai 40 – 41o C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sementara, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Hal ini terjadi terus menerus,
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksi MTB yang masuk.3
b. Batuk atau batuk darah
Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produk – produk radang. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu –
minggu atau berbulan – bulan sejak awal peradangan.2,3,4
Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah
12
timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ). Keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak Nafas
Jika sakit masih ringan, sesak nafas masih belum dirasakan. Sesak nafas
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru.2,3,4
d. Nyeri Dada
Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.2,5
e. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia ( tidak ada nafsu
makan), badan makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur. 2,3,5
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
(subfebris ), badan kurus, berat badan menurun.3,5,7
b. Pemeriksaan Paru
Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan
pneumonia biasa. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan
kelainan apapun terutama pada kasus – kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi
secara asimtomatik. Demikian pula bila sarang penyakit terletak di dalam, akan
sulit ditemukan kelainan, karena hantaran getaran atau suara yang lebih dari 4 cm
ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi.3,5,7,8
Bila dicurigai ada infiltrat yang luas, maka didapatkan perkusi yang redup
dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan
seperti ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi apabila infiltrat ini ditutupi oleh
13
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi dapat memberikan suara hipersonor atau
tympani dan auskultasi suara nafas amforik.3,5,8
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot – otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi mengecil
dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan menjadi
lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas, yakni > . jumlah jaringan paru,
akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan
tekanan arteri pulmonalis ( hipertensi pulmonal ) diikuti terjadinya korpulmonale
dan gagal jantung kanan. Disini akan timbul tanda – tanda takipnea, takikardia,
sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham – Steel, Bunyi
P2 yang mengeras, JVP meningkat, hepatomegali, asites dan edema.3,6,7
Bila mengenai pleura, dapat terjadi effusi pleura. Pada inspeksi, paru yang
sakit terlihat tertinggal dalam pernapasan, pada perkusi pekak, pada auskultasi
bunyi nafas melemah sampai tidak ada .3,7,8
2.6.3 Pemeriksaan Radiologi
Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini terutama memberikan keuntungan
seperti pada kasus tuberkulosis anak – anak dan tuberkulosis milier. Pada keadaan
tersebut, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada,
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.3,5,7
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah ), tetapi dapat juga mengenai lobus
bawah ( bagian inferior ) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru ( misalnya
pada tuberkulosis endobronkial ).3,6,8
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang – sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak – bercak seperti awan dan dengan batas –
batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma . 7,9
Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula – mula berdinding tipis,
14
lama kelamaan dinding menjadi sklerotik dan tampak menebal. Bila terjadi
fibrosis, akan tampak bayangan yang bergaris – garis. Pada kalsifikasi,
bayangannya tampak sebagai bercak – bercak padat dengan densitas tinggi. Pada
atelektasis tampak seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi
pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.3,8
TB milier memberikan gambaran berupa bercak – bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain
yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura ( pleuritis ),
massa cairan di bagian bawah paru ( efusi pleura atau empiema ), bayangan hitam
radiolusen di pinggir paru atau pleura ( pneumothoraks ).3,6,9
Biasanya pada TB yang sudah lanjut, dalam satu foto dada seringkali
didapatkan bermacam – macam bayangan sekaligus, seperi infiltrat, garis – garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas ( nonsklerotik atau sklerotik ) maupun atelektasis dan
emfisema. Karena TB sering memberikan gambaran yang berbeda – beda,
terutama pada gambaran radiologisnya, sehingga tuberkulosis sering disebut
sebagai the greatest imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering
diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma
metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. 5,8
Pemeriksaan khusus yang kadang – kadang diperlukan adalah bronkografi,
yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh
tuberkulosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani
pembedahan paru. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah CT scan dan
MRI. Pemeriksaan MRI tidak sebaik CT scan, tetapi dapat mengevaluasi proses –
proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada – perut. Sayatan bisa
dibuat transversal, sagital dan koronal.5
2.6.4 Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai (aktif), akan didapatkan jumlah lekosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
15
lekosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai
turun ke arah normal. Hasil pemeriksaan lain dari darah didapatkan : anemia
ringan normokrom normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah
menurun.5
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak.
Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1 / 128. Positif palsu dan
negatif palsu dari pemeriksaan ini masih besar. 4,8
Akhir – akhir ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak dipakai
adalah Peroksidase Anti-Peroksida (PAP-TB) yang nilai sensitivitas dan
spesifisitasnya cukup tinggi ( 85-95% ), tapi di lain pihak ada pula yang
meragukannya. Walaupun demikian, PAP-TB masih dapat dipakai, tetapi kurang
bermanfaat bila dimanfaatkan sebagai sarana tunggal diagnosis TB. Prinsip dasar
uji PAP-TB adalah menentukan ada antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen
tuberkulosis. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000
didapatkan uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu didapatkan pada pasien
reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.9
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama nilai dan caranya dengan
uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Disini dipakai antigen Lipoarabinomannan
(LAM) yang direkatkan pada alat berbentuk sisir plastik, kemudian dicelupkan
dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka
warna sisir akan berubah.5,9
b. Sputum
Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Tidak mudah untuk mendapatkan sputum terutama pada pasien yang tidak batuk
atau batuk yang nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan 1 hari sebelum
pemeriksaan, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan
melakukan refleks batuk. Dan juga dengan memberikan tambahan obat – obat
16
mukolitik, ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 –
30 menit.3,4,5
Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi, diambil
dengan brushing atau bronchial washing atau Broncho Alveolar Lavage (BAL).
Basil tahan asam dari sputum juga dapat diperoleh dengan cara bilasan lambung.
Hal ini sering dikerjakan pada anak – anak karena mereka sulit mengeluarkan
dahaknya.1,2,7
Kuman baru dapat ditemukan apabila bronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung kuman BTA
mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50 % pasien BTA + tetapi
kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum. Kriteria sputum BTA positif
adalah bila sekurang – kurangnya ditemukan ditemukan 3 kuman dalam 1 sediaan,
atau dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.2
Cara pemeriksaan sediaan sputum :
- Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
- Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan
khusus )
- Pemeriksaan dengan biakan (kultur). Setelah 4 – 6 minggu penanaman,
koloni kuman mulai tampak. Bila setelah 8 minggu tidak tampak, biakan
dinyatakan negatif.
- Pemeriksaan terhadap resistensi obat.2,9
Kadang – kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat
kuman BTA ( + ), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena
Death bacilli atau nonculturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan
obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam
waktu singkat.1,2,5
2.6.5 Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)
Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak – anak balita. Teknik standar (tes
mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberkulin Purified Protein Derivative
(P.P.D) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit ( TU ) tuberkulin secara
17
intrakutan (intermediate strength), pada ⅓ atas permukaan volar atau dorsal
lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Biasanya dianjurkan
memakai spuit tuberkulin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik 26 – 27 G.
Jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke
atas dan ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu
gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1
ml disuntikkan dengan tepat dan cermat.1,7
Bila ditakutkan terjadi reaksi hebat dengan 5 TU, dapat diberikan dulu 1
atau 2 TU ( first strength ). Bila dengan 5 TU memberikan hasil negatif, dapat
diulang dengan 250 TU ( second strength ). Bila dengan 250 TU masih
memberikan hasil negatif, berarti TB dapat disingkirkan .Tes ini berdasarkan
reaksi alergi tipe lambat.2
Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara
48 – 72 jam setelah penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam rentang waktu
tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang, dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk.
Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan
milimeter, pengukuran harus dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan
bawah.1,7,8
Hanya indurasi ( pembengkakan yang teraba ) dan bukan eritema yang
bernilai. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi ( meraba daerah
tersebut dengan jari tangan ). Tidak ada indurasi sebaiknya dicatat sebagai “ 0
mm“.dan bukan negatif. Indurasi terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin.5,7
Gambar 2.2 Mantoux Tes7
Interpretasi tes kulit menunjukkan berbagai tipe reaksi. Reaksi positif pada
tes tuberkulin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat
18
penyakit secara klinis. Namun, tes ini adalah alat diagnostik penting dalam
mengevaluasi seorang pasien dan juga berguna dalam menentukan prevalensi
infeksi TB pada masyarakat.1
Biasanya semua pasien tuberkulosis memberikan hasil reaksi yang positif
(99,8 %). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian
BCG atau terinfeksi mikrobakterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan
daripada positif palsu.7,10
Interpretasi tes hasil tes mantoux 7
a. Indurasi ≥ 5mm Diklasifikasikan Positif Dalam Kelompok Berikut ini :
- Orang dengan HIV +
- Baru – baru ini dengan orang yang menderita TB
- Orang dengan perubahan fibrotik pada radiografi dada yang sesuai dengan
gambaran TB lama yang sudah sembuh.
- Pasien yang menjalani transplantasi organ dan pasien yang mengalami
penekanan imunitas (menerima setara dengan ≥ 15 mg/hr prednison selama ≥
1 bulan )
b. Indurasi ≥ 10 mm Diklasifikasikan Positif Dalam Kelompok Berikut ini :
- Baru tiba (≤ 5 tahun ) dari negara yang berprevalensi tinggi
- Pemakai obat – obat yang disuntikkan
- Penduduk dan bekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi:
Penjara, rumah – rumah perawatan, panti jompo, rumah sakit, fasilitas
perawatan lain, fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan
penampungan tuna wisma.
- Pegawai laboratorium mikrobakteriologi
- Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisiko tinggi
- Anak di bawah usia 4 tahun atau anak – anak dan remaja yang terpajan orang
dewasa kelompok berisiko tinggi.
c. Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan Positif Dalam Kelompok Berikut ini :
- Orang dengan faktor risiko TB yang tidak diketahui
- Target program – program tes kulit seharusnya hanya dilakukan diantara
kelompok berisiko tinggi.
19
Sistem skoring dapat digunakan sebagai uji tapis dalam menegakkan
diagnosis TB, yang selanjutnya dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang
lainnya.
Tabel 1. Sistem skoring diagnosis tuberkulosis anak
Parameter 0 1 2 3Kontak Tb Tidak jelas - Laporan
keluarga, BTA (-) atau
tidak jelas
BTA (+)
Uji Tuberkulin Negatif - - Positif≥10mm atau ≥ 5 mm
pada imunosupresi
Berat badan/ keadaan
- BB/TB < 90%atau BB/U <
80%
Klinis giziburuk atau
BB/TB<70% atau
BB/U < 60%
-
Demam yangtidak diketahuipenyebabnya
- ≥ 2 minggu - -
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - -Pembesarankelenjar limfekolli, aksila,inguinal
- ≥ 1 cm, jumlah> 1, tidak
nyeri
- -
Pembengkakantulang/ sendipanggul, lutut,falang
- Adapembengkakan
- -
Foto toraks Normal/kelainan
tidak jelas
Gambaransugestif TB*
- -
Diagnosis kerja TB ditegakkan jika skor ≥ 6 (skor maksimal: 14)
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Medikamentosa
Obat TB utama saat ini adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid,
etambutol, dan streptomisin. Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan
utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB
lain adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide,
20
prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin
kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi multidrug
resistance (MDR). 6,7
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (INH) bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan aktif, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari
pertama pengobatan. Bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Dosis
harian yang dianjurkan 5-15 mg/kgBB/hari. Efek samping yang berat berupa
hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi ikterus
pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik.
Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, dan gatal-gatal. Pada
keadaan ini pemberian INH dapat dilanjutkan.6,7,8
b. Rifampisin (R)
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat
membunuh kuman semidorman (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniazid. Dosis 10-20 mg/kgBB/hari yang diberikan sebelum makan. Salah satu
efek samping yang berat rifampisin adalah hepatitis. Bila terjadi ikterik maka
pengobatan dihentikan atau dosis dikurangi, setelah sembuh pengobatan dapat
dilanjutkan lagi. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air
seni dan keringat yang terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Efek samping lain adalah mual dan trombositopenia. 6,7,8
c. Pirazinamid (Z)
Pirazinamid bersifat bakteriosid, dapat membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 15-30
mg/kgBB/hari sebaiknya dibagi dalam dua dosis. Efek samping utama dari
penggunaan pirazinamid adalah hepatitis, nyeri sendi dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis gout yang kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
hipersensitivitas misalnya demam, mual, kemerahan, dan reaksi kulit yang lain. 6,7,8
d. Streptomisin (S)
21
Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Dosis harian yang
dianjurkan 15-40 mg/kgBB/hari intramuskular. Efek samping utama dari
streptomisin adalah pada saraf kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran. Risiko efek samping meningkat seiring dengan peningkatan
dosis yang digunakan dan umur penderita. Kerusakan alat keseimbangan biasanya
terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Streptomisin juga bersifat nefrotoksik. 6,7,8
e. Etambutol (E)
Etambutol bersifat bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15-20
mg/kgBB/hari. Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau
maupun neuritis optik. 6,7,8
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal dua macam obat dan
diberikan dalam waktu relatif lama (6 – 12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam
dua fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan.
Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat
dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian
obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya relaps. 6,7,8
Obat anti tuberkulosis pada anak diberikan setiap hari. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat
tidak diminum setiap hari. Paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB
anak adalah paduan rifampisin, INH, dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan
rifampisin, INH, dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan
rifampisisn dan INH. 6,7,8
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB
milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain pada fase intensif diberikan
minimal empat macam obat (rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol atau
streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan.
Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi plera TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam tiga dosis. Lama
22
pemberian kortikosteroid adalah 2 – 4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan
tappering off dalam jangka waktu yang sama. 6,7,8
UKK Pulmonologi PP IDAI membuat rumusan sediaan obat kombinasi pada
anak, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Dosis Kombinasi TB Anak
Berat Badan (Kg) 2 bulanRHZ (75/50/150 mg)
4 BulanRH (75/50 mg)
5-9 1 tablet 1 tablet10-14 2 tablet 2 tablet15-19 3 tablet 3 tablet20-32 4 tablet 4 tablet
Selain obat antituberkulosis (OAT) pada beberapa kasus TB diperlukan
penggunaan steroid. Walaupun steroid telah lama dipakai sebagai adjuvan dalam
terapi TB, tetapi peran sebenarnya belum jelas.
2.7.2 Pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
Hal yang paling penting pada tata laksana tuberkulosis adalah keteraturan
minum obat. Kepatuhan pasien (patient adherence) dikatakan baik apabila pasien
meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam paduan pengobatan.
Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah
resistensi.1,9,10
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang
bertanggung jawab mengawasi pasien minum obat. Syarat untuk menjadi PMO
adalah dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien, serta harus disegani dan dihormati oleh pasien, tempat tinggalnya dekat
dengan pasien, bersedia membantu pasien dengan sukarela, bersedia dilatih atau
mendapatkan penyuluhan.1,9
Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, keluarga
pasien, kader, pasien yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah
atau petugas unit kesehatan sekolah yang sudah dilatih strategi baru
penanggulangan TB. Tugasnya mengawasi pasien agar meminum obat teratur
sampai selesai pengobatan, mendorong pasien agar mau berobat teratur,
23
mengingatkan untuk periksa dahak ulang (pasien dewasa), serta memberi
penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala
tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.7,9
2.8 Pencegahan
2.8.1 Imunisasi BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi
sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi
otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya
dilakukan uji tuberkulin lebih dulu. Insiden TB anak yang mendapat BCG
berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak
pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi. BCG memberikan
perlindungan terhadap TB milier, meningitis TB, TB tulang dan sendi, dan kavitas
sedikitnya 75 %. BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektivitas
perlindungannya hanya 40%, sekitar 70% TB berat mempunyai parut BCG.
Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG yaitu defisiensi imun, infeksi berat, dan
luka bakar.7,10,11
2.8.2 Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB
pada anak, diberikan INH dengan dosis 5-15 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, pada
anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif,
tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Obat dihentikan jika sumber
kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi (setelah uji
tuberkulin ulangan). Sedangkan kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak
yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif,
klinis, dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder
adalah usia balita, menderita morbili, varisela, dan pertusis, mendapat obat
imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi
TB baru, konversi uji tuberkulin dalam waktu kurang dari 12 bulan.9,10
24
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An RR
Tempat/tanggal lahir : Bireun, 14 September 1995
Jenis kelamin : Pria
Pendidikan : Pelajar
Agama : Islam
Suku : Aceh
Nomor Rekan Medik : 926716
Masuk Rumah Sakit : 29 November 2012
Keluar Rumah Sakit : 5 Desember 2012
Nama Ayah : Tn. HS
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Desa Kuala Raja Kecamatan Kuala Bireun
Nama Ibu : Ny . A
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Desa Kuala Raja Kecamatan Kuala
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Batuk Berdarah
Keluhan Tambahan :
Demam, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan , mudah
lelah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan batuk berdarah yang terjadi 10 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdarah dialami 1- 2 kali dalam satu
25
hari . Warna darah merah segar. Sejak kecil pasien sudah sering
mengalami batuk – batuk. Biasanya pasien mengalami batuk kering, tetapi
kadang – kadang batuk berdahak juga dirasakan oleh pasien.
Pasien juga mengalami demam sejak 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit, demam bersifat turun naik, demam tidak tergantung waktu
dan aktivitas. Demam menurun dengan obat penghilang panas tetapi
beberapa jam kemudian pasien kembali merasakan demam. Demam
kadang disertai dengan menggigil dan berkeringat malam.
Pasien juga mengeluh mengalami penurunan berat badan secara
perlahan – lahan selama beberapa bulan terakhir. Nafsu makan pasien juga
berkurang selama beberapa bulan terakhir. Pasien juga mudah merasa
lelah terutama jika beraktifitas.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sejak kecil sering mengalami batuk yang lama. Pasien juga
menderita penyakit jantung sejak 10 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Nenek pasien menderita tuberkulosis paru
Riwayat Pengobatan yang diperoleh :
Pasien sejak kecil sering ke puskesmas untuk berobat batuk, tetapi
batuk tidak berkurang. Pasien juga secara rutin berobat penyakit jantung di
RS Bireun sejak 10 tahun yang lalu.
Riwayat Kehamilan:
o Riwayat Kehamilan : G3 P3 A0
o Perawatan antenatal : Tidak teratur
o Tempat lahir : Klinik
o Ditolong oleh : Bidan
o Cara persalinan : Normal
o Berat badan lahir : 3900 gram
26
o Panjang badan lahir : 50 cm
o Usia gestasi : Cukup bulan
o Keadaan bayi saat lahir : langsung menangis, anggota tubuh lengkap
o Kelainan bawaan (sebutkan ) : penyakit jantung
o Anak ke 3 dari 3 bersaudara
Riwayat perkembangan:
Pasien baru bisa berjalan pada usia 5 tahun
Riwayat Makanan
Di atas 1 tahun:
Frekuensi FrekuensiNasi 3 x Ikan 3 hr 1 xSayur 3x Tempe 3xDaging Selang 2 hr 1x Tahu 3xTelur Selang 2 hr 1 x
Riwayat Imunisasi
Pasien belum pernah mendapatkan imunisasi
27
Umur ASI / PASI
Merk & Takaran
Buah /Biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2 bulan ASI - - -
2-4 bulan ASI + PASI - - -
4-6 bulan ASI + PASI - Bubur susu -
6-8 bulan ASI + PASI Pisang,biskut Bubur susu
8-10 bulan PASI Pisang,Biskuit Bubur susu Nasi tim saring
10-12 bulan PASI Pisang,Biskuit Bubur susu Nasi tim saring
Riwayat Keluarga
No Umur Kelamin Hidup Lahir Mati
Abortus Sebab Kematian
Keterangan
1 22Thn ♀ Ya - - - -2 19 thn ♂ Ya - - - -
3 17 thn ♂ ya
Anggota lain yang serumah : nenekMasalah dalam keluarga : tidak adaPerumahan : cukup padatKeadaan rumah : ventilasi baik Daerah lingkungan : bersihSumber Air Lingkungan : Air sumurSumber Air lain : tidak ada
Data orangtua:
DATA AYAH IBUUmur sekarang 47 40Perkawinan ke I IUmur saat menikah 23 17Pendidikan terakhir SMP SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Aceh Aceh
Keadaan kesehatan Baik Baik
Penyakit ( bila ada ) Hipertensi Riwayat alergi
III. PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan sekarang : 34,1 kg
Berat badan sebelum sakit : 47 kg
Tinggi badan sekarang : 165 cm
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 120 x / menit , reguler,isi cukup
28
Frekuensi nafas : 35 x / menit
Suhu tubuh : 36,5 0 C
Turgor : kembali cepat
Dispneu : +
Keadaan Umum
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : gelisah
Gizi : severe malnutrition
a. Berat Badan : 34,1 kg
b. Tinggi badan : 165 cm
c. Lingkar kepala : 51 cm
d. BMI : 12,53
e. BB/U : 52%
f. TB/U : 94%
g. BB/TB : 68%
Kesimpulan : Anak mengalami masalah gizi kronis dan pada saat ini anak
menderita severe malnutrition
Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, lurus, panjang, distribusi merata,
Tidak mudah dicabut
Ubun-ubun besar : Menutup sempurna
Mata
Palpebra : Oedem -/-
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Cekung : Tidak cekung
Air mata : +/+
Telinga
Serumen : Tidak ada
Liang : Tampak lapang
29
Gendang : Tampak intak
Hidung
Septum : Deviasi -
Sekret : Sekret -/-
Mulut
Bibir : Mukosa bibir kering
Lidah : Coated tongue (-)
Tonsil : T1-T1
Faring : Hiperemis (-), sekret (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Paru :
- Inspeksi : Pergerakan dada asimetris
- Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, kanan = kiri
- Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler Rh +/+, Wh -/-
Jantung:
- Inpeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I>II, ireguler, Desah (+), bising pansistolik (+)
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Supel, nyeri tekan
epigastrium (-), turgor baik,
ascites (-)
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba
pembesaran
Perkusi :Timpani pada seluruh lapang
abdomen
30
Auskultasi : Peristaltik usus (+) N
Genitalia : Laki - laki, tidak ada kelainan
Ekstremitas : clubbing finger (+/+) sianosis (-/-)
(+/+) (-/-)
Udem (-/-)
(-/-)
Refleks fisiologis
Reflek patologis
Skoring TB
1. Kontak dengan pasien TB 3
2. Uji tuberkulin Belum dilakukan
3. Berat Badan/keadaan gizi 2
4. Demam > 2 minggu 1
5. Batuk Kronik 1
6. Pemb kelenjar Limfe -
7. Pembengkakan sendi -
8. Foto Thorak 1
Total 8
IV. PENGOBATAN YANG DIBERIKAN WAKTU MASUK
Infus D 5% + Nacl 0,45 % 25 gtt/i makro
Rifampisin 1 X 500 mg
Isoniazid 1 X 300 mg
31
+ +
+ +
- -
- -
Pirazinamid 1 X 750 mg
Ethambutol 1 X 750 mg
Vitamin B6 2 X 1
Prednison (4-3-3)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG WAKTU MASUK
Pemeriksaan darah rutin :
Hb : 15,1 g/dl
Leukosit : 12.200 mm3
Trombosit : 184.000 /mm3
Ht : 44%
KGDS : 103 g/dl
Ureum : 18
Creatinin : 0, 5
Foto Thorak : Kesan TB paru ( Belum ekspertise)
R E S U M E
32
1. Anamnesis
Anak laki-laki, umur 17 tahun dengan berat badan 34,1 kg dan gizi
severe malnutrition datang dengan keluhan utama batuk berdarah 10 hari
disertai demam, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan dan mudah
lelah.
2. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum/ kesadaran : Tampak sakit sedang/ gelisah
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 120 x/menit, Irregular,isi cukup.
Suhu : 36,50
BB : 34,1 kg
Status gizi : severe malnutrition
Status Generalis
Kulit : Petechiae (-)
Mata : Konjungtiva tidak hiperemis, kornea jernih
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir kering, lidah tidak kotor, faring hiperemis (-),
tonsil T1-T1
Thorax : asimetris, retraksi (-)
Cor : BJ I>II ireguler, desah (+), bising pansistolik (+)
Pulmo : Suara nafas bronkovesikuler +/+ , Rh +/+ Wh -/-
Abdomen : supel, datar, NTE (-) , peristaltik (n)
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : clubbing finger
Genitalia : laki - laki, tidak ada kelainan.
3. Laboratorium
33
Pemeriksaan Darah rutin (Pada saat masuk Rumah Sakit)
Hb : 15,1 g/dl
Leukosit : 12.200 mm3
Trombosit : 184.000 /mm3
Ht : 44%
KGDS : 103 g/dl
Ureum : 18
Creatinin : 0, 5
4. Diagnosis Kerja
Dd 1. Tb Paru + Penyakit Jantung Bawaan
2 Pneumonia
5. Anjuran pemeriksaan
1. Mantoux test
2. Konsul Kardiologi
3. EKG
4. Echokardiografi
6. Penatalaksanaan
1. Bed rest
2. Infus D 5% + Nacl 0,45 % 25 gtt/i makro
3. Rifampisin 1 X 500 mg /
4. Isoniazid 1 X 300 mg
5. Pirazinamid 1 X 750 mg
6. Ethambutol 1 X 750 mg
7. Vitamin B6 2 X 1
8. Prednison (4-3-3)
34
7. Prognosa
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam
8. FOLLOW UP
30 November 2012 1 Desember 2012
S Batuk (+), sesak nafas (+) nafsu makan
berkurang (+) demam (-), mual muntah (-),
BAK (+) N, BAB (+) N
Batuk (+), sesak nafas (-) nafsu makan
berkurang (+) demam (-), mual muntah (-),
BAK (+) N, BAB (+) N
O Ku/Ks : sakit sedang / CM
TD : 110/80 mmHg R : 28 x / menit
N : 120 x / menit S : 36,2 0 C
BB : 34 kg
Mata : dalam batas normal
THT : dalam batas normal
Thorax : Jtg: BJ I>II ireguler, desah (+)
bising pansistolik (+)
Paru : Paru : SN bronkovesikuler +/+, rh +/+,
-/-wh
Abd : datar, NT Epigastrium (-), BU (+)
Normal, Hepar dan lien : tidak teraba
membesar
Ekst : akral hangat, udem (-), sianosis (-),
clubbing finger (+)
Ku/Ks : sakit sedang / CM
TD : 110/80 mmHg S : 360 C
N : 100 x / menit R : 26 x / menit
BB : 34 kg
Mata : dalam batas normal
THT : dalam batas normal
Thorax : jtg: BJ I>II ireguler, desah (+),
bising pansistolik (+)
Paru : SN bronkovesikuler +/+, rh +/+, wh
–/-
Abd : datar, NT Epigastrium (-), BU (+) N
Hepar dan lien : tidak teraba membesar
Ekst : akral hangat, udem (-), sianosis (-)
clubbing finger (+)
A Dd 1.Tb paru + PJB
2 pneumonia
Dd 1. Tb paru +PJB
2 pneumonia
P Th/ Infus D 5% + Nacl 0,45 % 25 gtt/i Th/ Infus D 5% + Nacl 0,45 % 25 gtt/i
35
makro Rifampisin 1 X 500 mg / Isoniazid 1 X 300 mg Pirazinamid 1 X 750 mg Ethambutol 1 X 750 mg Vitamin B6 2 X 1 Prednison (4-3-3)P/ Mantoux test Ekspertise foto EKG Echokardiografi
makro Rifampisin 1 X 500 mg / Isoniazid 1 X 300 mg Pirazinamid 1 X 750 mg Ethambutol 1 X 750 mg Vitamin B6 2 X 1 Prednison (4-3-3)P/ Mantoux test Susul ekspertise foto EKG Echokardiografi
2 Desember 2012 3 Desember 2012S Batuk (+), sesak nafas (-) nafsu makan
berkurang (+) demam (-), mual muntah (-), BAK (+) N, BAB (+) N
Batuk (-)sesak nafas (-) nafsu makan berkurang (+) demam (-), mual muntah (-), BAK (+) N, BAB (+) N
O Ku/Ks : sakit ringan / CMTD : 110/80 mmHg R : 24 x / menitN : 98x / menit S : 36,2 0 CBB : 34 kgMata : dalam batas normalTHT : dalam batas normalThorax : Jtg: BJ I>II ireguler, desah (+) bising pansistolik (+)
Paru : Paru : SN bronkovesikuler +/+, rh +/+, -/-wh
Abd : datar, NT Epigastrium (-), BU (+) Normal, Hepar dan lien : tidak teraba membesar Ekst : akral hangat, udem (-), sianosis (-), clubbing finger (+)
Ku/Ks : sakit ringan / CMTD : 110/80 mmHg S : 360 CN : 100 x / menit R : 24 x / menitBB : 34 kgMata : dalam batas normalTHT : dalam batas normalThorax : jtg: BJ I>II ireguler, desah (+), bising pansistolik (+)Paru : SN bronkovesikuler +/+, rh +/+, wh –/-Abd : datar, NT Epigastrium (-), BU (+) NHepar dan lien : tidak teraba membesarEkst : akral hangat, udem (-), sianosis (-) clubbing finger (+)
A Dd 1. Tb paru + PJB
2 Pneumonia
Dd 1. TB paru +PJB
2 pneumonia
P Th/ Infus D 5% + Nacl 0,45 % 25 gtt/i makro Rifampisin 1 X 500 mg /
Th/ Infus D 5% + Nacl 0,45 % 25 gtt/i makro Rifampisin 1 X 500 mg /
36
Isoniazid 1 X 300 mg Pirazinamid 1 X 750 mg Ethambutol 1 X 750 mg Vitamin B6 2 X 1 Prednison (4-3-3)P/ Mantoux test
Echokardiografi
Isoniazid 1 X 300 mg Pirazinamid 1 X 750 mg Ethambutol 1 X 750 mg Vitamin B6 2 X 1 Prednison (4-3-3)P/ Mantoux test Echokardiografi
Hasil ekspertise foto thorak:
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tampak jaringan fibroinfiltrat di lapangan paru kanan dan kiri
Sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam
Kesan : Peradangan paru dapat merupakan proses spesifik
Echokardiografi (3 desember 2012)
Hasil : TOF
4 Desember 2012 5 Desember 2012S Batuk (-), sesak nafas (-) nafsu makan
berkurang (+) demam (-), mual muntah (-), BAK (+) N, BAB (+) N
Batuk (-)sesak nafas (-) nafsu makan membaik (+) demam (-), mual muntah (-), BAK (+) N, BAB (+) N
O Ku/Ks : sakit ringan / CMTD : 110/80 mmHg R : 20 x / menitN : 100x / menit S : 36,2 0 CBB : 34 kgMata : dalam batas normalTHT : dalam batas normalThorax : Jtg: BJ I>II ireguler, desah (+) bising pansistolik (+)
Paru : Paru : SN bronkovesikuler +/+, rh +/+, -/-wh
Abd : datar, NT Epigastrium (-), BU (+) Normal, Hepar dan lien : tidak teraba membesar Ekst : akral hangat, udem (-), sianosis (-),
Ku/Ks : sakit ringan / CMTD : 110/80 mmHg S : 360 CN : 96x / menit R : 20 x / menitBB : 34, 5 kgMata : dalam batas normalTHT : dalam batas normalThorax : jtg: BJ I>II ireguler, desah (+), bising pansistolik (+)Paru : SN bronkovesikuler +/+, rh +/+, wh –/-Abd : datar, NT Epigastrium (-), BU (+) NHepar dan lien : tidak teraba membesarEkst : akral hangat, udem (-), sianosis (-) clubbing finger (+)
37
clubbing finger (+)
A Dd 1. Tb paru + TOF
2 penumonia
Dd 1 TB paru +TOF
2 penumonia
P Th/ Infus D 5% + Nacl 0,45 % Rifampisin 1 X 500 mg / Isoniazid 1 X 300 mg Pirazinamid 1 X 750 mg Ethambutol 1 X 750 mg Vitamin B6 2 X 1 Prednison (4-3-3)P/ Tunggu hasil mantoux test
Th/ Infus D 5% + Nacl 0,45 % Rifampisin 1 X 500 mg / Isoniazid 1 X 300 mg Pirazinamid 1 X 750 mg Ethambutol 1 X 750 mg Vitamin B6 2 X 1 Prednison (4-3-3)P/ PBJ
Hasil Mantoux test ( 5 Desember 2012) : ≥ 10 mm (Positif)
Tanggal 5 Desember 2012
Pasien pulang dengan persetujuan yang didapat dari dokter dan obat yang
tersisa diteruskan penggunaannya oleh pasien di rumah.
Obat pasien adalah:
- Rifampisin 1 X 500 mg - Isoniazid 1 X 300 mg- Pirazinamid 1 X 750 mg - Ethambutol 1 X 750 mg- Vitamin B6 2 X 1- Prednison (4-3-3)
Dengan Anjuran:
Makan makanan yang bergizi dan minum yang banyak
Istirahat yang cukup
Kontrol ke poli anak kurang lebih 7 hari setelah keluar dari rumah sakit
DIANGNOSA AKHIR : Tb paru + TOF
38
ANALISA KASUS
Pasien didiagnosis menderita tuberkulosis paru berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang baik foto torak dan mantoux tes.
a. Gejala Klinis
Pasien datang dengan keluhan batuk berdarah yang terjadi 10 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdarah dialami 1- 2 kali dalam satu hari .
Warna darah merah segar. Sejak kecil pasien sudah sering mengalami batuk –
batuk. Biasanya pasien mengalami batuk kering, tetapi kadang – kadang batuk
berdahak juga dirasakan oleh pasien.
Pasien juga mengalami demam sejak 3 minggu sebelum masuk rumah
sakit, demam bersifat turun naik, demam tidak tergantung waktu dan aktivitas.
Demam menurun dengan obat penghilang panas tetapi beberapa jam kemudian
pasien kembali merasakan demam. Demam kadang disertai dengan menggigil
dan berkeringat malam.
Pasien juga mengeluh mengalami penurunan berat badan secara perlahan
– lahan selama beberapa bulan terakhir. Nafsu makan pasien juga berkurang
selama beberapa bulan terakhir. Pasien juga mudah merasa lelah terutama jika
beraktifitas.
Gejala klinis diatas merupakan gejala klinis yang khas dari tuberkulosis
paru. Pasien juga memiliki riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis yaitu
nenek pasien.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pada thorak terlihat pergerakan thorak tidak
simetris. Pada palpasi femitus kiri dan kanan juga tidak sama. Pada auskultasi
terdengar suara ronki di kedua lapangan paru baik paru kiri ataupun paru kanan.
39
c. Pemeriksaan Radiologi
Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini terutama memberikan keuntungan
seperti pada kasus tuberkulosis anak – anak dan tuberkulosis milier. Pada keadaan
tersebut, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada,
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah ), tetapi dapat juga mengenai lobus
bawah ( bagian inferior ) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru ( misalnya
pada tuberkulosis endobronkial ).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang – sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak – bercak seperti awan dan dengan batas –
batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma .
Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula – mula berdinding
tipis, lama kelamaan dinding menjadi sklerotik dan tampak menebal. Bila terjadi
fibrosis, akan tampak bayangan yang bergaris – garis. Pada kalsifikasi,
bayangannya tampak sebagai bercak – bercak padat dengan densitas tinggi. Pada
atelektasis tampak seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi
pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. TB milier
memberikan gambaran berupa bercak – bercak halus yang umumnya tersebar
merata pada seluruh lapangan paru.
Pada foto torak pasien didapatkan gambaran jaringan fibroinfiltrat pada
lapangan paru kiri dan kanan yang menunjukkan kesan tuberkulosis paru.
d. Uji Tuberkulin ( Mantoux tes)
Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak – anak balita. Teknik standar (tes
mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberkulin Purified Protein Derivative
(P.P.D) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit ( TU ) tuberkulin secara
intrakutan (intermediate strength), pada ⅓ atas permukaan volar atau dorsal
lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Biasanya dianjurkan
40
memakai spuit tuberkulin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik 26 – 27 G.
Jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke
atas dan ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu
gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1
ml disuntikkan dengan tepat dan cermat.
Hasil uji tuberkulin ( mantoux test) pada pasien positif makin memperkuat
diagnosis tuberkulosis pada pasien. Sistem skoring dapat digunakan sebagai uji
tapis dalam menegakkan diagnosis TB, yang selanjutnya dilengkapi dengan
pemeriksaan penunjang lainnya. Skoring Tb menunjukkan bahwa pasien ini
menderita tuberkulosis paru.
Skoring TB
1. Kontak dengan pasien TB 3
2. Uji tuberkulin 3
3. Berat Badan/keadaan gizi 2
4. Demam > 2 minggu 1
5. Batuk Kronik 1
6. Pemb kelenjar Limfe -
7. Pembengkakan sendi -
8. Foto Thorak 1
Total 11
41
BAB IV PENUTUP
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Tuberkulosis (TB) miliaris/ milier atau
disseminated TB adalah jenis tuberkulosis yang bervariasi dari infeksi kronis,
progresif lambat hingga penyakit fulminan akut. Penyakit ini disebabkan oleh
penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam
aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih
padi.
Pasien didiagnosis menderita tuberkulosis paru berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang baik foto torak , sputum dan
mantoux tes. Obat TB utama saat ini adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid,
etambutol, dan streptomisin. Hal yang paling penting pada tata laksana
tuberkulosis adalah keteraturan minum obat. Kepatuhan pasien (patient
adherence) dikatakan baik apabila pasien meminum obat sesuai dengan dosis
yang ditentukan dalam paduan pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin
keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi.
42
Daftar Pustaka
1. Djohan PA. Epidemiologi TBC di Indonesia. 22 Juli 2009. Available from
http://www.tbci ndonesia_Or_Id.htm l
2. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 852-64.
3. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I , Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II,
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ,
2006: 998-1005, 1045-9.
4. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009.
Available from http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
5. Roebiono PS. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih
Merupakan Masalah Dalam Masyarakat. 17 Juli 2009. Available from
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani6.pdf
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia, Jakarta : Indah Offset Citra
Grafika, 2006.
7. Aditama, T.Y. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi & Masalahnya. Edisi IV.
Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2002.
8. Zevitz EM. Monitoring for During Antituberculosis Treatment. 25 Juli 2009.
Available From: www.chp.gov.hk/files/pdf/grp-monitoring - for
hepatotoxicit - during - antituberculosis -0 treatm-en-2004052100.pdf
9. Suryono F. Penanggulangan TBC dengan Strategi DOTS. 25 Juli 2009.
Available from http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=18668
10. .Wallace RJ,Griffith DE. Antimycobacterial Agents. In : Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E,Hauser SL, Jameson JL. Harrison's Principles
of Internal Medicine. Volume I. 16th Edition. McGraw-Hill. New York. 2005
: 946-53.
43
11. .Mansjoer.A, dkk. Tuberkulosis Paru. Dalam : Kapita selekta kedokteran,
cetakan ke-7, Jakarta : Media Aesculapius, 2005 : 427-476
44